27
B. KONSEP KEBEBASAN BERAGAMA DAN BERKEYAKINAN
Negara Indonesia merupakan negara yang beranekaragam pluralitas dari sisi etnisitas, budaya, bahasa dan agama, menjadi titik tolak keragaman yang tidak
terbantahkan. Kebebasan beragama merupakan sesuatu hal yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga harus dipahami makna dan
konsekuensinya, baik oleh negara maupun masyarakat.kebebasaan beragama dan berkeyakinan diperlukan agar warga Negara jauh dari tindakan diskriminasi dalam
hal melakukan penghayatan kepada Tuhan Yang Maha Esa.dalam Undang-undang Dasar 1945 dengan jelas adanya jaminan kebebasan beragama, berkepercayaan dan
beri beribadah, hal ini dapat dilihat dalam Pasal 28 E ayat 1 dan 2 UUD 1945 dan Bab XI tentang Agama pasal 29 ayat 1 dan 2.
Menurut Soetandyo Wignjosoebroto, ada dua esensi yang ada dalam ide konstitusionalisme yaitu negara hukum rule of law bagi negara-negara yang
menganut Anglo Saxon dan kebebasan hak-hak sipil warga negara. Konsepsi negara hukum menyatakan, bahwa kewibawaan hukum secara universal mengatasi
kekuasaan negara, dan sehubungan dengan itu hukum akan mengontrol politik bukan sebaliknya. Sedangkan konsep kebebasan hak-hak sipil warga negara menyatakan,
bahwa kebebasan warga negara dijamin oleh konstitusi dan kekuasaan negara pun akan dibatasi oleh konstitusi, dan kekuasaan itupun hanya memperoleh legitimasinya
dari konstitusi
16
.
16
Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum Paradigma Metode dan Dinamika Masalahnya, Elsam Huma, Jakarta, 2002 : 404-405.
28
Kebebasan beragama dan berkeyakinan harus dilindungi oleh konstitusi itu sendiri, agar menjadi jaminan terhadap adanya kebebasan bagi seluruh warga negara
sebagai corok suatu negara yang beranekaragaman dalam segi suku,budaya, bahasa dan agama.
Menurut frans magnis suseno kebebasan beragama mempunyai dua segi yaitu : 1.
Hak setiap orang untuk hidup sesuai dengan keyakinan-keyakinannya serta kebebasan masing-masing untuk mengurus dirinya sendiri.
2. Kebebasan beragama juga memuat kebebasan untuk tidak beragama.
17
Setiap orang mempunyai kebebasan untuk menjalakan keyakinannya tanpa adanya paksaan dari siapapun untuk menganut dan meyakini agama tertentu, karena
kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa merupakan wujud ketakwaan yang paling tertinggi kepada adanya sang pencipta, dan kebebasan beragama juga dapat memuat
kebebasan kepada setiap manusia untuk tidak meyakini dan menganut agama tertentu karena kita tidak dapat memaksakan kehendak kita atas setiap orang tentang
penagkuan adanya Tuhan Yang Maha Esa. Setiap orang mempunyai kebebasannya masing-masing dalam mempercayai sesuatu hal. Negara tidak dapat memaksakan
warga negaranya agar beragama atau tidak beragama, karena mempercayai adanya Tuhan Yang Maha Esa tidak dapat diterima oleh setiap orang.
Kebebasan dalam memilih atau menganut suatu agama atau aliran merupakan suatu yang berasal dari hati nurani dari setiap manusia dan menjadi pilihan nuraninya
17
Frans Magnis Suseno, Etika Politik prisip-prinsip Moral Dasar kenegaraan Modern, PT Gramedia, Jakarta 1994 : 363.
29
sendiri tanpa paksaan dari siapapun, Menurut Carillo de Albornoz bahwa religious liberty atau kebebasan beragama memiliki empat aspek utama yakni:
1. kebebasan nurani liberty of conscience,
2. kebebasan mengekspresikan keyakinan keagamaan liberty of religious
expression, 3.
kebebasan melakukan perkumpulan keagamaan liberty of religious association, dan
4. kebebasan melembagakan keagamaan liberty of religious
institutionalization.
18
Esensi dari kebebasan beragama atau berkeyakinan tercakup dalam delapan komponen utama, sebagai berikut.
1. Kebebasan Internal: Setiap orang mempunyai kebebasan berpikir,
berkeyakinan dan beragama. Hak ini mencakup kebebasan untuk menganut atau menetapkan agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri termasuk
untuk berpindah agama dan keyakinannya. 2.
Kebebasan Eksternal: Setiap orang memiliki kebebasan, apakah secara individu atau di dalam masyarakat, secara publik atau pribadi untuk
memanifestasikan agama atau keyakinan di dalam pengajaran dan peribadahannya.
18
Abu Habsin,Demokrasi antara pembatasan dan pembebasan kebebasan beragama serta implikasinya terhadap formalisasi islam. Hal 2.
30
3. Tidak ada Paksaan: Tidak seorangpun dapat menjadi subyek pemaksaan yang
akan mengurangi kebebasannya untuk memiliki atau mengadopsi suatu agama atau keyakinan yang menjadi pilihannya.
4. Tidak Diskriminatif: Negara berkewajiban untuk menghormati dan menjamin
kebebasan beragama atau berkepercayaan semua individu di dalam wilayah kekuasaannya tanpa membedakan suku, warna kulit, jenis kelamin, bahasa,
agama dan keyakinan, politik atau pendapat, penduduk: asli atau pendatang, serta asal usulnya.
5. Hak dari Orang Tua dan Wali: Negara berkewajiban untuk menghormati
kebebasan orang tua, dan wali yang sah, jika ada untuk menjamin bahwa pendidikan agama dan moral bagi anak-anaknya sesuai dengan keyakinannya
sendiri. 6.
Kebebasan Lembaga dan Status Legal: Aspek yang vital dari kebebasan beragama atau berkeyakinan bagi komunitas keagamaan adalah untuk
berorganisasi atau berserikat sebagai komunitas. Oleh karena itu komunitas keagamaan mempunyai kebebasan dalam beragama atau berkeyakinan
termasuk di dalamnya hak kemandirian di dalam pengaturan organisasinya. 7.
Pembatasan yang dijinkan pada Kebebasan Eksternal: Kebebasan untuk menjalankan agama atau kepercayaan seseorang hanya dapat dibatasi oleh
undang-undang, dan itupun semata-mata demi kepentingan melindungi keselamatan dan ketertiban publik, kesehatan atau kesusilaan umum, serta
dalam rangka melindungi hak-hak asasi dan kebebasan orang lain.
31
8. Non-Derogability: Negara tidak boleh mengurangi kebebasan beragama atau
berkeyakinan dalam keadaan apapun dan atas alasan apapun.
19
Kebebasan beragama merupakan salah satu media untuk menjalankan hak otonomi kita sebagai manusia yang memiliki ketertarikan serta kepentingan dalam hal
membuat pilihan-pilihan rasional itu ia membentuk hidupnya.
20
Sebuah struktur pemerintahan yang adil harus membiarkan warga negaranya menentukan pilihannya
sendiri dan selanjutnya melindungi pilihan tersebut.
21
Hubungan antara negara dan agama sangatlah erat hubungannya, dimana banyak produk-produk hukum banyak yang mengatur hubungan antara negara, agama
dan masayrakat sebagai pelaksana dari hukum itu sendiri. Dengan adanya hubungan itu negara telah banyak melakukan intervensi terhadap adanya kebebasan beragama
dan berkeyakinan, Dari penusuran hubungan antara agama dan negara, setidaknya ada tiga jenis intervensi negara terhadap kehidupan agama yang terjadi selama ini :
Pertama, intervensi negara terhadap kehidupan beragama, yaitu campur tangan negara terhadap sebuah keyakinan agama yang sesungguhnya bersifat sangat
prifat. negara tidak lagi menjadi manajer yang berkewajiban menfalitasi serta mengatur atau menjaga eksistensi masing-masing agama dalam rangka masyarakat
yang majemuk, tetapi sudah memasuki ranah yang sesungguhnya menjadi hak masing-masing agama.agama-agama besar juga mengambil keuntungan atas sikap
19
Siti Musdah Mulia, HAM dan Kebebasan Beragama. 2010 : 5.
20
John garvey. What are freedom for?. 1996 : 56.
32
represif negara terhadap aliran-aliran yang dianggap sebagai “gerakansempalan” karena melakukan perlawanan terhadap negara. Jadi disini telah terjadi semacam
simbiose-mutualistis antara agama-agama resmi dengan negara dalam pelanggaran hak asasi yang paling mendasar.
Kedua, pendefisian agama resmi oleh negara yang mengacu pada kepentingan agama resmi dan yang membatasi diri pada formulasi agama semitis agama langit,
dalam kenyataannya telah membawa implikasi yang serius dalam pelanggaran hak berkeyakinan.
Ketiga, dampak dari keyakinan kemutlakan terhadap ajaran yang diyakini, dan adanya perasaan kewajiban untuk mendakwah ajaran kemutlakan itu, yang
seharusnya hanya menjadi keyakinan internal masing-masing agama, di tingkat empirik telah terjadi proses kolonisasi agama-agama besar mayoritas. Akibatnya,
elemen nilai-nilai fundamental yang semulatelah memiliki fungsi perlindungan dalam menciptakan tertip sosial komunitas lokal telah kehilangan otonomi fungsionalnya.
Imunisasi yang semula dimiliki sebagai daya tahan dalam menghadapi pluralitas mengalami kehancuran.
Lebih dari itu, kolonisasi agama resmi terhadap agama masyarakat lokal seringkali berangkat dari misionaris dalam agam semitis, khususnya islam, kristen dan katolik.
Karena kolinialisasi itu merupakan tugas suci, maka secara teologis, intervensi itu telah mendapat legitimasi. Dampak lansung dari semangat itu adalah agama lokal
yang menjadi objek pendakwahan tanpa memperdulikan hak-hak yang paling dasar
33
yang dimiliki setiap agama, khusus terhadap agama lokal yang dikategorikan sebagai animisme.
22
Menurut prof. Samuel patty, kata agama diindonesia telah di politisir karena depertemen agama republik IndonesiaRI telah memberikan batasan, kelompok
mana saja yang dapat disebut agama sehingga tidak semua sistem kepercayaan dari setiap kelompok masyarakat Indonesia dapat disebut agama. Hanya mereka yang
memenuhi kriteria yang telah ditentukan oleh depertemen agama yang dapat disebut agama, yaitu :
1. Harus merupakan jalan hidup yang memuat aturan-aturan tertentu guna
pedoman bagi amal kehidupan penganutnya. 2.
Agama itu mengajarkan kepercayaan adanya Tuhan Yang Maha Esa. 3.
Agama itu mempunyai kitab suci yang dianggap kumpulan wahyu yang diterima oleh nabinya dari tuhan yang maha esa dengan melalui bisikan roh
suci, 4.
Agama itu di pimpin oleh seorang nabi.
23
kepercayaan adalah sebutan bagi kelompok masyarakat yang mempercayai adanya Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan hasil cipta, rasa dan karsa manusia.
Kepercayaan juga berarti suatu aliran yang mempunyai paham yang bersifat dogmatis yang terjalin dengan adat istiadat hidup sehari- hari dari berbagai suku bangsa yang
22
Anas Saidi, menekuk agama membangun tahta,desantara,jakarta, 23-25
23
Amuel patty,diklat disampaikan dalam perkuliahan agama dan budaya dengan judul agama dan budaya.
34
mempercayai terhadap apa saja yang dipercayai pada nenek moyang. Untuk arti kebatinan menurut Mr. Wongsonegoro ialah satu kebaktian kepada Tuhan Yang
Maha Esa menuju tercapainya budi luhur dan kesempurnaan hidup.
24
Dan arti kerohanian adalah memperhatikan jalan, melalui yang mana roh manusia sudah lama
zaman sekarang ini dapat menikmati kesatuan dengan roh mutlak, sumber asal dan tujuan roh insani. Terdapatlah kerohanian monistis, menurut mana roh insani yang di
anggap mengalir dari pada Tuhan dialihkan kepada hakikat Ilahi dengan kehilangan identitasnya sendiri, tetapi dengan partisipasi pada daya gaib adi-insan. Terdapat pula
kerohanian theosentris, dimana roh tercipta merasa dipersatukan dengan Tuhan Pencipta tanpa kehilangan kepribadiannya sendiri, entah melalui jalan budi atau
gnosis, entah melalui cinta, bhakti dan tawakkal.
25
Menurut apa yang di pahami selama ini aliran kepercayaan merupakan sesuatu ajaran pandangan kehidupan berkepercayaan kepada tuhan yang maha esa,
yang tidak bersandar sepenuhnya kepada ajaran-ajaran agama yang ada. Dengan kata lain, paham aliran kepercayaan tidak berpegang atau tidak menganut pada suatu ajran
agama tertentu.
26
Kata kepeercayaan dewasa ini di indonesia mengandung pengertian pertama, berarti iman sedangkan kedua ialah yang lengkapnya aliran kepercayaan
24
Abd Mutholib Ilyas, Abd Ghofur Imam, Aliran Kepercayaan dan Kebatinan di Indonesia, Amin, Surabaya, 1988 : 11.
25
Rahmat Subagya, Kepercayaan Kebatianan Kerohanian Kejiwaan Dan Agama, Yogyakarta, Kanisius, 1993 : 44.
35
kepada Tuhan Yang Maha Esa, yaitu merupakan istilah konstituonal dari aliran kebatinan maupun agama-agama asli di indonesia.
27
`Pemerintah melalui depertemen dalam negeri RI merumuskan aliran kebatinan kepercayaan sebagai kepercayaan rakyat indonesia yang tidak termasuk
kedalam salah satu agama. Atau aliran kepercayaan sebagai kepercayaan rakyat indonesia yang tidak termasuk kedalam salah satu agama atau aliran agama rakyat
indonesia yang telah resmi di akui pemerintah Republik Indonesia yakni: Islam, katolik, kristen protestan, budha dharma dan hindu dharma. Sedangkan yang
termasuk dalam aliran kepercayaan ialah selain aliran kebatinan juga aliran nistik dan kepercayaan lokal atau agama suku.
28
Ada tiga alasan mengapa agama asli sulit di tinggalkan : 1.
Orang indonesia mempunyai bakat siakritisma yang besar. 2.
Agama asli itu sudah mendarah daging. 3.
Sulit sekali memisahkan ajaran agama asli dari unsur-unsur kebudayaan yang lain.
29
27
Dra. Seno Herbangan Siagian, Agama-agama di Indonesia, Yogyakarta. Hal 23
28
Dra. Seno Herbangan Siagian, Agama-agama di Indonesia, Yogyakarta. Hal 41
29
Dra. Seno Herbangan Siagian, Agama-agama di Indonesia, Yogyakarta. Hal 23
36
C. HAM DAN KEBEBASAN BERAGAMA DAN BERKEYAKINAN