PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION DENGAN MEDIA GRAFIS UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV SD NEGERI 2 TEMPURAN TAHUN PELAJARAN 2012/2013

(1)

(2)

ABSTRAK

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION DENGAN MEDIA GRAFIS

UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV

SD NEGERI 2 TEMPURAN TAHUN PELAJARAN

2012/2013

Oleh Ayu Lestari

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri 2 Tempuran Tahun Pelajaran 2012/2013 pada mata pelajaran matematika. Tujuan penelitian adalah meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika melalui penerapan model cooperative learning tipe team assisted individualization dengan media grafis.

Metode yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas dengan tiga siklus melalui empat tahapan, yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Teknik pengumpulan data diperoleh dengan observasi dan tes hasil belajar melalui lembar observasi dan tes. Teknik analisis data adalah analisis kualitatif dan kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan rata-rata persentase aktivitas siswa siklus I 53,2% (cukup aktif), siklus II meningkat sebesar (10,13%) menjadi 63,33% (aktif) dan siklus III meningkat kembali sebesar (13%) menjadi 76,33% (aktif). Rata-rata nilai siswa siklus I 55,13, siklus II meningkat sebesar (9,44) menjadi 64,57, dan siklus III meningkat kembali sebesar (13,33) menjadi 77,9. Persentase ketuntasan belajar siswa siklus I 46,67% (sedang), siklus II meningkat sebesar (16,66%) menjadi 63,33% (tinggi), dan siklus III meningkat kembali sebesar (20%) menjadi 83,33% (sangat tinggi). Kesimpulan bahwa penerapan model cooperative learning tipe team assisted individualization dengan media grafis dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika siswa kelas IV SD Negeri 2 Tempuran Tahun Pelajaran 2012/2013.

Kata Kunci: Cooperative Learning, Team Assisted Individualization, Media Grafis, Aktivitas Belajar, Hasil Belajar, Matematika


(3)

(4)

(5)

iv DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 5

1.3. Rumusan Masalah ... 6

1.4. Tujuan Penelitian... 6

1.5. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Model Pembelajaran Cooperative Learning 2.1.1. Pengertian Model Pembelajaran ... 8

2.1.2. Pengertian Model Cooperative Learning ... 9

2.1.3. Tujuan Model Cooperative Learning ... 10

2.1.4. Prinsip-prinsip Model Cooperative Learning ... 12

2.1.5. Langkah-langkah Model Cooperative Learning ... 12

2.1.6. Jenis-jenis Model Cooperative Learning ... 13

2.2. Model Cooperative Learning Tipe Team Assisted Individualization (TAI) 2.2.1. Pengertian Model Cooperative Learning Tipe TAI... 15

2.2.2. Ciri-ciri Model Cooperative Learning Tipe TAI ... 16

2.2.3. Kelebihan dan Kelemahan Model Cooperative Learning Tipe TAI ... 17

2.2.4. Langkah-langkah Pembelajaran Model Cooperative learning Tipe TAI ... 18

2.3 Media Pembelajaran 2.3.1 Pengertian Media Pembelajaran ... 20

2.3.2 Fungsi Media Pembelajaran ... 21

2.3.3 Jenis-jenis Media Pembelajaran ... 23

2.3.4 Media Grafis ... 24

2.3.5 Fungsi Media Grafis... 26

2.3.6 Kelebihan dan Kelemahan Media Grafis ... 27

2.3.7 Pemilihan Media Grafis dalam Proses Pembelajaran ... 27

2.4 Pengertian Belajar ... 28

2.5 Pengertian Aktivitas Belajar ... 29


(6)

v BAB III METODE PENELITIAN

3.1.Jenis Penelitian... 36

3.1.1. Setting Penelitian ... 38

3.1.2. Subjek Penelitian ... 38

3.2.Teknik Pengumpulan Data ... 38

3.3.Alat Pengumpulan Data ... 40

3.4.Teknik Analisis Data ... 41

3.5.Indikator Keberhasilan ... 44

3.6.Urutan Penelitian Tindakan Kelas 3.6.1 Siklus I ... 45

3.6.2 Siklus II ... 48

2.1.1. Siklus III ... 51

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Hasil Penelitian 4.1.1. Profil Sekolah ... 52

4.1.2. Deskripsi Awal ... 53

4.1.3. Refleksi Awal ... 54

4.1.4. Persiapan Pembelajaran ... 54

4.1.5. Temuan pada Siklus I... 55

4.1.6. Temuan pada Siklus II ... 69

4.1.7. Temuan pada Siklus III ... 82

4.2.Pembahasan 4.2.1 Aktivitas dalam Proses Pembelajaran ... 94

4.2.2 Kinerja Guru dalam Proses Pembelajaran... 96

4.2.3 Hasil Belajar Siswa dalam proses pembelajaran ... 97

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.Kesimpulan ... 101

5.2.Saran ... 102

DAFTAR PUSTAKA ... 104


(7)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan proses perubahan perilaku individu yang dilakukan secara terus-menerus dan memiliki program yang terstuktur. Seperti halnya yang tercantum pada Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 1 ayat 1 bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Sejalan dengan pernyataan di atas, Munib (Daryanto, 2004: 34) mengungkapkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang dilakukan orang-orang yang diserahi tanggung jawab untuk mempengaruhi peserta didik agar mempunyai sifat dan tabiat sesuai dengan cita-cita pendidikan. Melalui proses pendidikan tersebut diharapkan akan memberikan perubahan perilaku pada peserta didik agar mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya.

Upaya untuk mencapai tujuan pendidikan di atas, dapat diwujudkan melalui proses pembelajaran. Saat ini proses pembelajaran diharapkan dapat


(8)

memberikan kesan serta pengalaman secara langsung, sesuai dengan kehidupan dan kebutuhan aktual siswa. Hal ini sejalan dengan prinsip otonomi dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang memberikan banyak peluang kepada sekolah dan guru, untuk menciptakan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa di sekolahnya (Syarif.blogspot.com, 2009).

KTSP menekankan 5 mata pelajaran pokok yang harus dikuasai oleh siswa sekolah dasar, salah satunya adalah mata pelajaran matematika. Suwangsih, dkk (2006: 25) mengemukakan bahwa pembelajaran matematika hendaknya disesuaikan dengan kompetensi siswa. Materi pembelajaran matematika diajarkan secara bertahap yaitu mulai dari konsep-konsep yang sederhana, menuju konsep-konsep-konsep-konsep yang lebih sulit. Selain itu pembelajaran matematika dimulai dari yang konkret, ke semi konkret dan akhirnya kepada yang abstrak. Hal tersebut diharapkan akan terdapat keserasian dalam pembelajaran, karena sesuai dengan tahap perkembangan siswa yang masih berfikir secara konkret.

Selain itu di dalam proses pembelajaran, guru dapat menggunakan media guna menunjang proses pembelajaran di kelas. Penggunaan media pembelajaran atau segala bentuk perangsang dan alat yang disediakan guru berguna untuk mendorong siswa belajar secara cepat, tepat, mudah, benar dan tidak terjadinya verbalisme. Media pembelajaran merupakan alat bantu pendengaran dan penglihatan (audio visual aid) bagi peserta didik dalam

rangka memperoleh pengalaman belajar secara signifikan (Hanafiah dan Suhana, 2009: 59-60).


(9)

Berdasarkan hasil observasi dan diskusi peneliti dengan guru kelas IV SD Negeri 2 Tempuran pada hari Selasa tanggal 27 November 2012 dan hari Kamis tanggal 29 November 2012, diketahui bahwa hasil belajar matematika siswa masih rendah atau belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditentukan, yaitu ≥60. Hal ini terlihat pada nilai mid semester tahun pelajaran 2012/2013 dari 30 orang siswa terdapat 19 orang siswa (63,33%) yang belum mencapai KKM.

Hasil pengamatan yang dilakukan peneliti terhadap siswa kelas IV SD Negeri 2 Tempuran ditemukan faktor-faktor yang menyebabkan hasil belajar siswa rendah, yaitu sebagai berikut: (1) metode mengajar guru masih dominan menggunakan metode ceramah dan penugasan sehingga membuat siswa merasa bosan, kurang menarik, dan kurang terlibat dalam proses pembelajarannya, (2) kurangnya upaya guru untuk memotivasi siswa bertanya tentang materi yang belum dipahami sehingga siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal, (3) pengawasan serta pendampingan terhadap siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami konsep dan menyelesaikan soal latihan masih belum maksimal, dan (4) guru belum menerapkan model maupun media dalam pembelajaran, sehingga penyajian matematika kurang menarik perhatian siswa. Artinya guru cenderung lebih aktif dibandingkan dengan siswa (teacher center), sehingga hal ini dapat mempengaruhi aktivitas dan hasil belajar siswa di kelas IV SD Negeri 2 Tempuran.

Berdasarkan permasalahan di atas, diperlukan suatu inovasi untuk perbaikan mutu pembelajaran. Salah satunya dengan penerapan model


(10)

dengan menggunakan media yang cocok dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran yang dipilih hendaklah mampu mengungkapkan realitas yang sesuai dengan keadaan kelas, seperti karakteristik siswa, karakteristik materi yang diajarkan, maupun kesepakatan pandangan hidup sebagai hasil bersama antara guru dengan siswa.

Model yang dapat diterapkan guru di sekolah dasar yaitu model cooperative learning tipe team assisted individualization atau lazim disingkat TAI. Penerapan model cooperative learning tipe TAI pada proses pembelajaran, siswa ditekankan belajar secara individu dan menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan dalam jumlah tertentu. Selanjutnya siswa yang memiliki kemampuan unggul diminta untuk memeriksa jawaban yang dibuat anggota lainnya disertai memberikan layanan anggota kelompoknya apabila menemui kesulitan, sehingga soal-soal yang diberikan dapat terjawab semuanya (Suwangsih, dkk 2006: 164).

Selain menerapkan model tersebut, guru dapat menggunakan media sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran. Media yang dapat digunakan pada proses pembelajaran matematika dapat berupa media grafis. Daryanto (2012: 19) mengemukakan bahwa media grafis dapat diartikan suatu penyajian secara visual yang menggunakan titik-titik, garis-garis, gambar-gambar, tulisan-tulisan, atau simbol visual yang lain dengan maksud untuk mengihtisarkan, menggambarkan, dan merangkum suatu ide, data atau kejadian. Ketika guru menerapkan model pembelajaran dengan menggunakan media yang tepat dalam proses pembelajaran diharapkan


(11)

dapat meningkatkan keaktifan siswa, sehingga hasil belajar yang diperoleh menjadi lebih baik.

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan oleh peneliti, maka peneliti akan memperbaiki pembelajaran melalui penerapan model Cooperative Learning tipe TAI dengan media grafis untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika siswa kelas IV SD Negeri 2 Tempuran tahun pelajaran 2012/2013.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, bahwa aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IV SD negeri 2 tempuran masih rendah. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, sebagai berikut.

a. Metode mengajar yang dilakukan cenderung pada pembelajaran yang masih terpusat pada guru (teacher centered).

b. Kurangnya upaya guru untuk memotivasi siswa bertanya tentang materi yang belum dipahami sehingga siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal.

c. Pengawasan serta pendampingan terhadap siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami konsep dan menyelesaikan soal latihan masih belum maksimal.

d. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) SD Negeri 2 Tempuran khususnya pada mata pelajaran Matematika kelas IV yang sudah ditentukan belum tercapai, yaitu ≥60.


(12)

e. Guru belum menerapkan model pembelajaran dengan menggunakan media, seperti model pembelajaran cooperative learning tipe TAI dengan penggunaan media grafis.

1.3. Rumusan Masalah

a. Bagaimanakah penerapan model cooperative learning tipe TAI dengan media grafis dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas IV SD Negeri 2 Tempuran tahun pelajaran 2012/2013?

b. Bagaimanakah penerapan model cooperative learning tipe TAI dengan media grafis dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri 2 Tempuran tahun pelajaran 2012/2013?

1.4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut.

a. Untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas IV SD Negeri 2 Tempuran Tahun Pelajaran 2012/2013 dalam pembelajaran matematika melalui penerapan model cooperative learning tipe TAI dengan media grafis.

b. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri 2 Tempuran Tahun Pelajaran 2012/2013 dalam pembelajaran matematika melalui penerapan model cooperative learning tipe TAI dengan media grafis.


(13)

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian yang akan dilaksanakan oleh peneliti, diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

a. Bagi siswa

Melalui penerapan model pembelajaran cooperative learning tipe TAI dengan media grafis diharapkan aktivitas dalam proses pembelajaran dan hasil belajar pada pembelajaran matematika siswa kelas IV SD Negeri 2 Tempuran pada mata pelajaran matematika meningkat.

b. Bagi Guru

Memperluas wawasan dan pengetahuan pada pembelajaran matematika mengenai model pembelajaran cooperative learning tipe TAI dengan media grafis, sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan atau mengembangkan kemampuan profesional guru dalam menyelenggarakan pembelajaran di kelas.

c. Bagi Sekolah

Memberikan sumbangan pemikiran yang berguna dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran matematika di SD Negeri 2 Tempuran.

d. Bagi Peneliti

Menambah pengalaman tentang aplikasi model cooperative learning tipe TAI pada penelitian tindakan kelas, sebagai rujukan untuk pemahaman terhadap implementasi pada mata pelajaran lainnya.


(14)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Model Pembelajaran Cooperative Learning 2.1.1. Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas. Model pembelajaran dapat diartikan pula sebagai pola yang digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi, dan memberi petunjuk kepada guru di kelas (Suprijono, 2009: 46).

Sejalan dengan pendapat di atas, Arends (Suwarjo, 2008: 97) mengungkapkan bahwa model pembelajaran merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menjelaskan suatu pendekatan atau rencana pengajaran yang mengacu pada pendekatan secara menyeluruh yang memuat tujuan, tahapan-tahapan kegiatan, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Model pembelajaran yang digunakan diharapkan menjadi pedoman atau acuan guru dalam proses pembelajaran mulai dari merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi.


(15)

Berbeda dengan pendapat di atas, Hanafiah dan Suhana, (2009: 41) mengemukakan bahwa model pembelajaran merupakan salah satu pendekatan dalam rangka mensiasati perubahan perilaku peserta didik secara adaptif dan generatif. Model pembelajaran sangat erat kaitannya dengan gaya belajar siswa dan gaya mengajar guru.

Berdasarkan teori yang dikemukakan di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan suatu rencana pengajaran yang digunakan guru sebagai pendekatan dalam proses pembelajaran di kelas. Model pembelajaran berkaitan erat dengan cara mengajar guru dalam menyusun kurikulum serta pelaksanaannya.

2.1.2. Pengertian Model Cooperative Learning

Model cooperative learning merupakan suatu model pembelajaran secara berkelompok dalam mengerjakan suatu hal. Model ini menjadi salah satu alternatif bagi guru yang digunakan dalam proses pembelajaran karena dirasa lebih efekif dan efisien dalam pelaksanaannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Roger (Huda, 2012: 29) yang menyatakan bahwa cooperative learning merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial diantara kelompok pembelajar. Setiap pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota yang lain.


(16)

Berbeda dengan pendapat tersebut, pendapat lain mengemukakan bahwa model cooperative learning adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student oriented). Model ini digunakan untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa, yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa yang agresif dan tidak peduli pada yang lain (Isjoni, 2007: 16).

Berdasarkan teori yang dikemukakan di atas, peneliti menyimpulkan model pembelajaran cooperative learning adalah pembelajaran yang diterapkan oleh guru kepada siswa dengan membentuk kelompok-kelompok kecil yang heterogen (kemampuan siswa yang berbeda-beda baik rendah, sedang maupun tinggi). Model ini menuntut siswa untuk saling bekerja sama dalam menyelesaikan permasalahan terhadap materi yang diberikan oleh guru.

2.1.3. Tujuan Model Cooperative Learning

Setiap model yang diterapkan guru memiliki tujuan yang mengarahkan siswa menjadi lebih aktif. Seperti halnya model cooperative learning yang memiliki tujuan sebagai berikut.

a. Penghargaan kelompok

Cooperative learning menggunakan tujuan kelompok untuk memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok


(17)

diperoleh jika kelompok mencapai skor di atas kriteria yang ditentukan.

b. Pertanggungjawaban individu

Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari semua anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan pada aktivitas anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar.

c. Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan

Cooperative learning menggunakan metode scoring yang mencakup nilai perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari yang terdahulu. Dengan metode ini siswa memiliki kesempatan yang sama untuk berhasil dan melakukan yang terbaik untuk kelompoknya (Isjoni, 2007: 21)

Lain halnya dengan pendapat di atas, menurut Slavin (2005: 81) tujuan dalam berkelompok dan tanggung jawab individu adalah memberikan intensif kepada siswa untuk saling membantu satu sama lain dan mendorong siswa dalam melakukan usaha yang maksimal. Jika nilai siswa cukup baik sebagai kelompok dan mampu mengerjakan suatu hal dengan berhasil dipastikan semua anggotanya telah mempelajari materi, maka anggota kelompok tersebut akan termotivasi untuk saling mengajar. Selain itu dapat memotivasi siswa untuk terikat dalam perilaku yang dapat meningkatkan pencapaian dan menghindari perilaku yang dapat menurunkannya.


(18)

2.1.4. Prinsip-prinsip Model Cooperative Learning

Model cooperative learning memiliki prinsip-prinsip yang berbeda dengan model pembelajaran yang lainnya. Menurut Roger dan Johnson terdapat lima prinsip dasar dalam model cooperative learning yaitu prinsip ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, interaksi tatap muka, partisipasi dan komunikasi, serta evaluasi proses kelompok (Rusman, 2010: 212).

Berbeda dengan pendapat tersebut, Lungdren dalam (Isjoni, 2007: 13) menyatakan ada tujuh prinsip–prinsip dasar dalam model cooperative learning sebagai berikut:

a. Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka memiliki tujuan bersama.

b. Para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa atau peserta didik lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari meteri yang dihadapi.

c. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama.

d. Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab di antara para anggota kelompok.

e. Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.

f. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerjasama selama belajar. g. Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan

secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

2.1.5. Langkah-langkah Model Cooperative Learning

Setiap model pembelajaran memiliki langkah-langkah yang menjadi ciri khas tersendiri. Begitu pula dengan model cooperative learning, memiliki langkah-langkah yang berbeda dengan model pembelajaran yang lainnya. Menurut Arends dalam (Suwarjo, 2008:


(19)

106) ada enam langkah dalam menerapkan model cooperative learning untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Adapun langkah-langkah model cooperative learning dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 1. Langkah-langkah model cooperative learning

No. Langkah-langkah Aktivitas Guru 1. Menyampaikan tujuan

dan memotivasi siswa

Menyampaikan tujuan pelajaran yang akan dicapai dan memotivasi siswa untuk belajar.

2. Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi dengan berbagai bentuk aktivitas pembelajaran.

3. Mengorganisasikan siswa dalam kelompok belajar

Guru menyampaikan informasi tentang bagaimana membentuk kelompok belajar dan membantu siswa agar melakukan transisi dalam kelompok belajar secara efisien.

4. Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru mengadakan bimbingan belajar pada saat kelompok melakukan tugas bersama.

5.

Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar kelompok melalui representasi siswa dalam kelompok.

6.

Memberi penghargaan

Guru memberikan penghargaan kepada kelompok belajar secara individu ataupun kelompok.

2.1.6. Jenis-jenis Model Cooperative Learning

Setiap model, pendekatan, maupun metode yang dipilih guru dalam pembelajaran, memiliki jenis yang berbeda-beda. Jenis-jenis tersebut akan memberikan ciri khas maupun perbedaan di dalam pelaksanaannya. Model cooperative learning memiliki lima variasi model yang telah dikembangkan dan diteliti secara ekstensif. Tiga model yang dapat diterapkan pada sebagian besar mata pelajaran


(20)

yaitu: Student Team Achievement Division (STAD), Team Games Tournament (TGT), dan Jigsaw. Dua yang lain adalah model kooperatif yang digunakan untuk mata pelajaran tertentu, seperti Cooperative Integrated Reading Compotition (CIRC) untuk keterampilan mengarang dan membaca dalam mata pelajaran bahasa dan Team Assisted Individualization (TAI) untuk matematika (Slavin, 2005: 11).

Pendapat lain mengemukakan bahwa di dalam cooperative learning terdapat beberapa variasi model yang dapat diterapkan dalam pembelajaran di kelas diantaranya: (a) Student Team Achievment Division (STAD), (b) Jigsaw, (c) Group Investigation (GI), (d) Rotating Trio Exchange, dan (e) Group resume (Isjoni, 2007: 51).

Berdasarkan teori yang dikemukakan di atas, dapat diketahui bahwa model cooperative learning memiliki banyak jenis yang dapat digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Untuk mata pelajaran matematika dapat menggunakan model cooperative learning tipe team assisted individualization, karena model ini dapat mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran secara berkelompok sehingga aktivitas dan hasil belajar siswa meningkat.


(21)

2.2. Model Cooperative Learning Tipe Team Assisted Individualization (TAI) 2.2.1.Pengertian Model Cooperative Learning Tipe TAI

Model cooperative learning tipe TAI dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual. Oleh karena itu kegiatan pembelajarannya lebih banyak digunakan untuk pemecahan masalah. Model cooperative learning tipe TAI, para siswa memasuki sekuen individual berdasarkan tes penempatan dan kemudian melanjutkannya dengan tingkat kemampuan mereka sendiri (Slavin, 2005: 15).

Menurut Huda (2012: 125) menyatakan bahwa model cooperative learning tipe TAI merupakan model pembelajaran dimana siswa dikelompokkan berdasarkan kemampuannya yang beragam yang tiap kelompok terdiri dari 4 sampai 5 siswa dan ditugaskan untuk menyelesaikan materi pembelajaran atau PR tertentu. Pada awalnya model ini dirancang khusus untuk mengajarkan matematika atau keterampilan menghitung kepada siswa SD kelas 3 sampai 6, tetapi pada perkembangan berikutnya model ini mulai diterapkan pada materi pelajaran yang berbeda.

Berbeda halnya dengan pendapat tersebut, pendapat lain mengemukakan bahwa di dalam model cooperative learning tipe TAI, siswa belajar secara individu dan menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan dalam jumlah tertentu. Selanjutnya siswa yang memiliki kemampuan unggul diminta untuk memeriksa jawaban yang dibuat anggota lainnya disertai memberikan layanan anggota kelompoknya apabila menemui kesulitan, sehingga soal-soal yang diberikan dapat terjawab semuanya (Suwangsih, dkk 2006: 164).

Berdasarkan teori yang dikemukakan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa model cooperative learning tipe TAI merupakan model pembelajaran yang diterapkan guru dalam proses


(22)

pembelajaran dengan pembentukan kelompok yang terdiri dari 4 sampai 5 anggota setiap kelompoknya untuk mengerjakan tugas yang diberikan guru dengan menekankan cara kerja individu siswa di dalam kelompoknya. Setiap siswa akan mengerjakan soal tersebut di masing-masing lembar jawaban, kemudian setelah selesai mengerjakan, semua anggota kelompok bersama-sama membahas soal yang telah dikerjakan untuk mendapatkan jawaban yang paling tepat.

2.2.2.Ciri-ciri Model Cooperative Learning tipe TAI

Setiap model pembelajaran memiliki ciri-ciri yang membedakan antara model satu dengan model yang lainnya. Begitu pula dengan model cooperative learning tipe TAI.

Menurut Huda (2012: 126) ada delapan ciri-ciri model cooperative learning tipe TAI antara lain: (a) belajar bersama dengan teman, (b) selama proses belajar terjadi tatap muka antar teman, (c) saling mendengarkan pendapat di antara anggota kelompok, (d) belajar dari teman sendiri dalam kelompok, (e) belajar dalam kelompok kecil produktif berbicara atau saling mengemukakan pendapat, (f) keputusan tergantung pada siswa sendiri, (g) siswa aktif, dan (h) setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru. Pendapat lain mengemukakan bahwa ciri khas model cooperative learning tipe TAI antara lain: (a) setiap siswa secara individual mempelajari materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru, (b) hasil belajar individual dibawa ke kelompok untuk didiskusikan dan dibahas oleh anggota kelompok, (c) semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama, dan (d) menitikberatkan keaktifan siswa (Kireyinha.blogsot.com, 2011).


(23)

2.2.3.Kelebihan dan Kelemahan Model Cooperative Learning Tipe TAI Bagi guru setiap menerapkan model pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan kelemahannya. Hal inilah yang nantinya akan memberikan dampak bagi guru maupun siswa setelah menggunakan model di dalam pembelajaran. Kelebihan model cooperative learning tipe TAI menurut Slavin (2005: 190-195) antara lain:

a. Dapat meminimalisir keterlibatan guru dalam pemeriksaan dan pengelolaan rutin.

b. Guru setidaknya akan menghabiskan separuh dari waktunya untuk mengajar kelompok-kelompok kecil.

c. Operasional program tersebut akan sedemikian sederhanya sehingga para siswa di kelas 3 ke atas dapat melakukannya. d. Para siswa akan termotivasi untuk mempelajari materi-materi

dengan cepat, mudah dipahami dan dapat mengerjakan tugas secara individu tanpa bantuan dari temannya.

e. Tersedianya banyak cara pengecekan penguasaan terhadap materi yang disampaikan.

f. Siswa dapat melakukan pengecekan satu sama lain sekalipun bila siswa yang mengecek kemampuannya di bawah siswa yang dicek. g. Programnya mudah dipelajari baik oleh guru maupun siswa, tidak mahal, fleksibel, dan tidak membutuhkan guru tambahan ataupun tim guru.


(24)

h. Dengan membuat siswa bekerja dalam kelompok dengan status yang sejajar, akan membangun kondisi untuk terbentuknya sikap-sikap positif.

Adapun kelemahan model cooperative learning tipe TAI menurut Fhykrie.blogspot.com, (2012) antara lain:

a) Tidak semua mata pelajaran cocok diajarkan dengan model cooperative learning tipe TAI.

b) Apabila model pembelajaran ini merupakan model pembelajaran yang baru diketahui, kemungkinan sejumlah peserta didik bingung, sebagian kehilangan rasa percaya diri dan sebagian mengganggu antar peserta didik lain.

2.2.4.Langkah-langkah Pembelajaran Model Cooperative Learning Tipe TAI

Setiap model pembelajaran yang diterapkan, memiliki langkah-langkah yang harus dipahami oleh guru. Jika langkah-langkah-langkah-langkah tersebut dilaksanakan secara tepat, akan memberikan perubahan cara belajar

siswa. Slavin (2005: 195-199) mengungkapkan bahwa langkah-langkah penerapan model cooperative learning tipe TAI

sebagai berikut.

a. Guru memberikan bahan ajar kepada siswa untuk dipahami dalam menyelesaikan LKS yang akan dikerjakan.

b. Siswa membentuk beberapa kelompok secara heterogen. Setiap kelompok beranggotakan 5 orang siswa.

c. Guru membagikan LKS kepada setiap siswa. Tiap siswa mengerjakan soal jenis pertama dalam lembar jawabannya, yang selanjutnya jawaban dikoreksi oleh anggota kelompok.


(25)

d. Apabila LKS yang dikerjakan benar, siswa mengerjakan soal berikutnya. Jika ada yang salah, mereka harus mengerjakan kembali sampai soal tersebut terjawab dengan benar melalui bantuan dari anggotanya.

e. Setelah selesai berdiskusi, setiap kelompok mempresentasikan hasil jawaban dari hasil diskusi kelompok.

f. Pemberian penghargaan kepada anggota kelompok yang mendapatkan skor nilai tertinggi.

g. Siswa mengerjakan soal tes formatif.

Berbeda dengan pendapat tersebut, Huda (2011: 125-126) mengungkapkan bahwa pada model TAI, setiap kelompok diberi serangkaian tugas tertentu untuk dikerjakan bersama-sama. Poin-poin dalam tugas dibagikan secara berurutan kepada setiap anggota. Semua anggota harus saling mengecek jawaban teman-teman satu kelompoknya dan saling memberi bantuan jika memang dibutuhkan. Setelah itu, masing-masing anggota diberi tes individu tanpa bantuan dari anggota yang lain. Selama mengerjakan tes ini, guru harus memerhatikan setiap siswa. Lalu, guru menjumlahkan berapa banyak soal yang bisa dijawab oleh masing-masing kelompok. Kemudian, guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang mampu menjawab soal-soal dengan benar.

Berdasarkan teori yang dikemukakan di atas, maka yang dimaksud dengan model cooperative learning tipe TAI adalah model pembelajaran dengan pembentukan kelompok yang terdiri dari 5


(26)

anggota. Adapun indikator pada penelitian ini mengenai model cooperative learning tipe TAI antara lain: (a) guru menjelaskan materi kepada siswa, (b) guru membentuk siswa yang terdiri 5 orang kedalam 6 kelompok secara heterogen, (c) setiap siswa mendapatkan LKS untuk dikerjakan secara individu dengan cara mengerjakan soal jenis pertama dalam lembar jawabannya, yang selanjutnya jawaban dikoreksi oleh anggota kelompok, (d) apabila soal yang dikerjakan benar, siswa mengerjakan soal berikutnya sampai LKS terjawab dengan benar semua, (e) setelah selesai diskusi siswa mempresentasikan hasil jawabannya, (f) guru memberikan penghargaan kepada anggota kelompok yang mendapatkan skor nilai tertinggi, dan (g) siswa mengerjakan soal tes formatif.

2.3. Media Pembelajaran

2.3.1.Pengertian Media Pembelajaran

Ketika guru mengajar, terkadang menampilkan media pembelajaran untuk memudahkan dalam penyampaian materi. Media yang ditampilkan diharapkan memberikan pengetahuan baru bagi siswa. Menurut Anderson dalam (Musfiqon, 2012: 27) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah media yang memungkinkan terwujudnya hubungan langsung antara karya seseorang pengembang mata pelajaran dengan siswa. Sedangkan menurut Arsyad (2002: 4) bahwa media pembelajaran secara umum adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung


(27)

materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar.

Media pembelajaran dapat dipahami sebagai segala sesuatu yang dapat menyampaikan atau menyalurkan pesan dari suatu sumber secara terencana, sehingga terjadi lingkungan belajar yang kondusif dimana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif. Dapat dikatakan bahwa media pembelajaran merupakan bahan, alat atau teknik yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar dengan maksud agar proses interaksi komunikasi edukasi antara guru dan siswa dapat berlangsung secara tepat guna dan berdayaguna (Asyhar, 2012: 8).

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran agar dapat merangsang pikiran, perasaan, minat dan perhatian siswa. Media yang disampaikan merupakan proses interaksi komunikasi edukasi antara guru (atau pembuat media) dan siswa (penerima pesan) dapat berlangsung secara tepat guna dan berdayaguna.

2.3.2.Fungsi Media Pembelajaran

Setiap media pembelajaran pasti memiliki fungsi tersendiri untuk menciptakan proses pembelajaran menjadi lebih bermakna dan diharapkan mampu memberikan pengetahuan baru untuk siswa. Menurut Levie & Letz dalam (Arsyad, 2007: 16) mengemukakan bahwa fungsi media pembelajaran antara lain:


(28)

a. fungsi afektif, terlihat dari tingkat kenikmatan siswa ketika belajar (atau membaca) teks yang bergambar. Gambar atau lambang visual dapat menggugah emosi dan sikap siswa, b. fungsi kognitif, terlihat dari temuan-temuan penelitian yang

mengungkapkan bahwa lambang visual atau gambar memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar, dan

c. fungsi kompensatoris, memberikan konteks untuk memahami teks membantu siswa yang lemah dalam membaca untuk mengoganisasikan informasi dalam teks dan mengingatnya kembali.

Lain halnya dengan pendapat tersebut, Syukur (2012: 33) mengemukakan media pembelajaran berfungsi sebagai berikut.

a. Membantu memudahkan belajar bagi siswa dan juga memudahkan proses pembelajaran bagi guru.

b. Memberikan pengalaman lebih nyata (abstrak menjadi konkret).

c. Menarik perhatian siswa lebih besar (jalannya pelajaran tidak membosankan).

d. Semua indera siswa dapat diaktifkan.

e. Dapat membangkitkan dunia teori dengan realitanya.

Pemakaian media dalam proses pembelajaran akan dapat membangkitkan keinginan dan minat baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, serta membawa pengaruh psikologis terhadap siswa. Media juga dapat berguna untuk membangkitkan gairah belajar, memungkinkan siswa untuk belajar mandiri sesuai dengan minat dan kemampuannya (Musfiqon, 2012: 33).

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa fungsi media pembelajaran adalah memudahkan guru dalam proses pembelajaran yang memungkinkan terjadinya proses pengalaman belajar pada diri siswa dengan menggerakkan segala sumber belajar dan cara belajar yang efektif dan efisien. Media yang


(29)

ditampilkan diharapkan membuat siswa merasa tertarik mengenai materi yang diajarkan, sehingga tidak membosankan.

2.3.3.Jenis-jenis Media Pembelajaran

Jenis media pembelajaran cukup banyak, baik yang fisik maupun non fisik. Masing-masing media pembelajaran juga memiliki karakteristik yang melekat pada setiap jenis media tersebut. Ada empat jenis media pembelajaran, antara lain sebagai berikut.

a. Media visual, yaitu jenis media yang digunakan hanya mengandalkan indera penglihatan semata-mata dari peserta didik. Diharapkan dengan media ini, pengalaman belajar yang dialami peserta didik sangat tergantung pada kemampuan penglihatannya. Beberapa contoh media visual antara lain: (a) media grafis berupa gambar, grafik, diagram, peta dan poster, (b) model dan prototipe seperti globe bumi, dan (c) media realitas alam sekitar.

b. Media audio, yaitu jenis media yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan hanya melibatkan indera pendengaran peserta didik. Contoh media audio antara lain: tape recorder, radio, dan CD.

c. Media audio-visual, yaitu jenis media yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran dengan melibatkan pendengaran dan penglihatan sekaligus dalam satu proses atau kegiatan. Pesan yang disampaikan dapat berupa pesan verbal maupun non verbal. Contoh media audio-visual adalah film, video, dan program TV.


(30)

d. Multimedia, yaitu media yang melibatkan beberapa jenis media dan peralatan secara terintegrasi dalam suatu proses atau kegiatan pembelajaran. Contoh dari multimedia yaitu TV, presentasi powerpoint berupa teks, gambar dan bersuara (Asyhar, 2012: 44). Berbeda dengan pendapat di atas, media visual dibedakan menjadi tiga yaitu gambar visual, garis (grafis), dan simbol verbal. Media berbasis visual memegang peran yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Agar menjadi efektif, visual sebaiknya ditempatkan pada konteks yang bermakna dan siswa harus berinteraksi dengan visual itu untuk menyakinkan terjadinya proses informasi (Yamin, 2007: 204).

Berdasarkan beberapa pendapat ahli tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa jenis media sangat beragam yang dapat digunakan oleh guru ketika menyampaikan materi dalam proses pembelajaran. Salah satu jenis media yang sering digunakan guru ialah media visual, yaitu media yang menekankan indera penglihatan dan mudah cara mendapatkannya serta dalam pemakaiannya.

2.3.4.Media Grafis

Seorang guru dapat memilih jenis media yang cocok untuk materi yang akan diajarkan. Media yang dipilih hendaknya disesuaikan dengan bahan ajar dan kemampuan siswa untuk memahaminya. Media grafis termasuk ke dalam media visual. Media grafis ini berfungsi untuk menyalurkan pesan dari sumber ke penerima pesan. Untuk menerima pesan yang disampaikan, seseorang hanya dapat


(31)

menggunakan indera penglihatan saja karena bentuknya yang berupa tulisan maupun gambar sehingga dapat merangsang cara berpikir siswa untuk belajar (Sadiman, 2006: 28).

Media grafis adalah suatu penyajian secara visual yang menggunakan titik-titik, garis-garis, gambar-gambar, tulisan-tulisan, atau simbol visual yang lain dengan maksud untuk mengihtisarkan, menggambarkan, dan merangkum suatu ide, data atau kejadian. Media grafis ini dapat disebut juga dengan media dua dimensi, sebutan umum untuk alat peraga yang hanya memiliki ukuran panjang dan lebar yang berada pada satu bidang datar (Daryanto, 2012: 19).

Media grafis merupakan pesan yang akan disampaikan dituangkan ke dalam simbol-simbol komunikasi visual (menyangkut indera penglihatan). Media grafis ini meliputi: gambar atau foto, sketsa, diagram, bagan, grafik, kartun, poster, globe atau peta, papan flanel, dan papan buletin (Angkowo, 2012: 73).

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli, peneliti menyimpulkan bahwa media grafis adalah media pembelajaran yang termasuk dalam media visual. Media ini menyampaikan maksud dari pesan yang disampaikan berupa simbol, tulisan atau gambar yang menitikberatkan pada indera penglihatan siswa. Media ini cukup efektif dan mudah digunakan dalam pembelajaran.


(32)

2.3.5.Fungsi Media Grafis

Setiap media yang digunakan guru memiliki fungsi tersendiri yang disesuaikan dengan materi yang disampaikan. Fungsi dari media grafis adalah menarik perhatian, memperjelas sajian pelajaran, dan mengilustrasikan suatu fakta atau konsep yang mudah terlupakan apabila hanya dilakukan melalui penjelasan verbal. Sehingga dengan menampilkan media grafis dalam proses pembelajaran sangat membantu guru untuk menjelaskan materi yang mudah dilupakan siswa jika penyajiannya tidak menggunakan simbol maupun lambang (Asyhar, 2012: 57).

Berbeda dengan pendapat di atas, Daryanto (2012: 19) menyatakan fungsi media grafis secara umum untuk menyalurkan pesan dari sumber ke penerima pesan. Sedangkan menurut Musfiqon (2012: 73) fungsi media grafis secara khusus berfungsi untuk menarik perhatian, memperjelas sajian ide, mengilustrasikan atau menghiasi fakta yang mungkin akan cepat dilupakan atau diabaikan bila tidak digrafiskan yaitu berupa simbol, tulisan maupun gambar.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli, peneliti menyimpulkan bahwa fungsi media grafis yaitu menyajikan suatu informasi atau pesan pembelajaran yang bertujuan untuk menarik perhatian siswa, memberikan pesan mengenai materi yang diajarkan, serta membantu siswa yang mengalami kesulitan jika dalam proses pembelajaran hanya disampaikan secara verbal oleh guru, dan memberikan pengalaman yang konkrit kepada siswa.


(33)

2.3.6.Kelebihan dan Kelemahan Media Grafis

Ketika guru menggunakan media di dalam pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan kelemahan. Begitu pula dengan media grafis. Menurut Uin-alauddin.ac.id (2012) mengungkapkan kelebihan dan kelemahan dari media grafis.

a. Kelebihan Media Grafis

a) Dapat menerjemahkan ide-ide yang abstrak ke dalam bentuk yang lebih realistik.

b) Dapat ditemukan dalam buku-buku pelajaran, majalah, surat kabar, kalender dan perpustakaan.

c) Mudah menggunakannya.

d) Dapat digunakan pada semua jenis dan jenjang pedidikan. e) Menghemat waktu dan tenaga dan juga menarik perhatian

siswa.

f) Harganya relatif lebih murah daripada jenis-jenis media pengajaran lainnya.

g) Dapat mengatasi keterbatasan ruang dan waktu. h) Sifatnya konkret dan lebih realistis.

b. Kekurangan Media Grafis

a) Terkadang ukurannya terlalu kecil untuk digunakan pada kelompok siswa yang cukup besar.

b) Pada umumnya hanya dua dimensi yang tampak, sedangkan dimensi yang lainnya tidak jelas.

c) Tidak dapat memperlihatkan suatu pola gerakan secara utuh. d) Tanggapan bisa berbeda-beda terhadap gambar yang sama.

2.3.7.Pemilihan Media Grafis dalam Proses Pembelajaran

Pemilihan media atau alat-alat modern di dalam pembelajaran bukanlah berarti mengganti cara mengajar yang baik, melainkan untuk melengkapi dan membantu para guru dalam menyampaikan materi atau informasi kepada siswa. Setelah pemilihan tersebut, media yang akan digunakan diharapkan memunculkan terjadinya komunikasi yang komunikatif, siswa mudah memahami maksud dari materi yang disampaikan guru di depan kelas (Sadiman, 2007 : 18).


(34)

Pemilihan media grafis harus mempertimbangkan: a. Tujuan / indikator yang hendak dicapai.

b. Kesesuaian media dengan materi yang dibahas. c. Tersedia sarana dan prasarana penunjang. d. Karakteristik (kematangan) siswa. e. Kesesuaian batas kemampuan biaya.

f. Penggunaan alat peraga disertai kelanjutannya seperti dengan diskusi, analisis dan evaluasi (Yamin, 2007: 209).

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka dalam penggunaan dan pemilihan media khsususnya media grafis harus mempertimbangkan kebutuhan siswa. Pada penelitian ini peneliti membuat indikator dalam penilaian guru dalam penggunaan media grafis antara lain: (a) menunjukkan keterampilan dalam penggunaan media grafis, (b) melibatkan siswa dalam pemanfaatan media grafis, (c) menggunakan media grafis secara efektif dan efisien, dan (d) memberikan kesan dan pesan yang menarik dari media yang digunakan.

2.4. Pengertian Belajar

Setiap individu pasti mempunyai tingkah laku yang berbeda. Mereka memaknai hal tersebut dengan cara belajar yang secara terus-menerus melalui pengalaman. Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih


(35)

luas daripada itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan tingkah laku (Hamalik, 2011: 36).

Sejalan dengan pernyataan di atas, menurut Sutikno dalam (Fathurrohman, 2010: 5) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Jadi, belajar tersebut menghasilkan perubahan tingkah laku seseorang.

Salah satu pertanda bahwa seseorang itu telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku pada diri seseorang, yang disebabkan telah terjadi perubahan pada tingkat pengetahuan, keterampilan, atau sikap karena adanya interaksi antara seseorang dan lingkungan sekitarnya. Dengan kata lain, belajar merupakan suatu proses yang terjadi pada setiap orang sepanjang hidupnya (Musfiqon, 2012: 2).

Menurut beberapa pendapat ahli di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu secara menyeluruh. Belajar di dapat melalui pengalamannya sendiri maupun interaksi dengan lingkungannya yang diperolehnya dari pendidikan formal maupun informal.

2.5. Pengertian Aktivitas Belajar

Selain belajar, di dalam proses pembelajaran siswa ditekankan untuk lebih aktif. Hal tersebut menandakan bahwa siswa juga harus memiliki aktivitas belajar. Menurut Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah menyatakan bahwa “aktivitas belajar adalah kegiatan mengolah pengalaman dan atau


(36)

praktik dengan cara mendengar, membaca, menulis, mendiskusikan, merefleksikan rangsangan, dan memecahkan masalah”.

Aktivitas belajar merupakan segala perilaku yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Aktivitas belajar dialami oleh siswa sebagai suatu proses, yaitu proses belajar sesuatu yang merupakan kegiatan mental mengolah bahan belajar atau pengalaman lain (Dimyati dan Mudjiono, 2006: 236-238).

Sedangkan menurut Kunandar (2010: 277) aktivitas belajar siswa adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian, dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dalam memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut. Semakin banyak aktivitas belajar yang dilakukan oleh siswa, diharapkan siswa memahami dan menguasai materi pelajaran yang disampaikan.

Menurut beberapa pendapat ahli di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa aktivitas belajar adalah segala kegiatan yang melibatkan kegiatan jasmani maupun rohani dalam hal kegiatan belajar mengajar yang diperoleh melalui pengalaman sendiri maupun lingkungannya untuk memperoleh informasi atau pengetahuan baru, sehingga mengakibatkan perubahan tingkah laku siswa. Adapun indikator pada penelitian ini aktivitas siswa dilihat dari, (a) memperhatikan penjelasan guru, (b) merespon aktif pertanyaan lisan guru, (c) aktif mengajukan pertanyaan, (d) kerja sama dalam kelompok, dan (e) mengerjakan tugas dari guru.


(37)

2.6. Pengertian Hasil Belajar

Setiap perbuatan pasti membuahkan hasil. Begitu pula dengan cara belajar siswa, yang pada akhirnya membuahkan hasil belajar. Hasil belajar tersebut yang akan diketahui guru apakah siswa tersebut sudah mampu belajar dengan cara yang baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, (2005: 391) yang mengungkapkan hasil belajar adalah sesuatu yang diadakan oleh adanya usaha belajar.

Hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang. Serta akan tersimpan dalam jangka waktu lama atau bahkan tidak akan hilang selama-lamanya, karena hasil belajar turut serta dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi, sehingga akan merubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik (Munawar.blogspot.com, 2011).

Hasil belajar merupakan proses kegiatan secara berkelanjutan dalam rangka perubahan perilaku peserta didik secara konstruktif. Hasil belajar tersebut mencakup tiga ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual siswa yang terdiri dari pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan penilaian. Ranah afektif berkaitan dengan perilaku siswa dalam hal penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Sedangkan ranah psikomotor mencakup dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak seperti gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, kemampuan di bidang fisik (kekuatan,


(38)

keharmonisan, dan ketepatan), gerakan-gerakan skill, dan kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive seperti gerakan ekspresif dan interpretative (Bloom dalam Sudjana, 2011: 22-31).

Berdasarkan teori yang dikemukakan di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu hasil penilaian akhir dari proses pembelajaran yang dilakukan siswa secara berulang-ulang untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Pada penelitian ini peneliti membuat indikator yang tertuju pada tiga ranah, antara lain:

1)kognitif, yaitu hasil yang didapat oleh siswa selama mengikuti proses pembelajaran dengan indikator pengetahuan, pemahaman dan penerapan. 2)afektif, yaitu menyangkut perilaku siswa selama mengikuti proses

pembelajaran dengan indikator mengikuti proses pembelajaran dengan baik, menghargai pendapat orang lain, melakukan diskusi kelompok dengan baik, menanggapi jawaban dari teman, menunjukkan komitmen pada tugas yang diberikan, dan disiplin waktu dalam mengerjakan tugas. 3)psikomotor, yaitu keterampilan yang diperoleh siswa selama mengikui

proses pembelajaran dengan indikator menunjukkan bagian-bagian pecahan dan menunjukkan keterampilan dalam memanfaatkan media grafis untuk menyatakan nilai pecahan.

2.7. Pengertian Matematika

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang harus dipelajari oleh siswa sekolah dasar. Menurut James dan James dalam (Suwangsih, dkk 2006: 4) mengemukakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika, mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan


(39)

satu dengan yang lainnya. Sedangkan Sajaka, dkk (2006: 2) mengungkapkan bahwa matematika merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan di sekolah dasar. Matematika merupakan ilmu dasar yang menjadi tolak ukur bagi perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kata Matematika berasal dari perkataan latin mathematika yang mulanya diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti mempelajari. Perkataan itu mempunyai asal katanya mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Kata mathematike artinya belajar (berpikir). Jadi, berdasarkan asal katanya, maka perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir (bernalar), (Suwangsih, dkk 2006: 3).

Ruseffendi dalam Heruman (2007: 1) mengemukakan bahwa matematika adalah bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi. Sedangkan menurut Suriasumantri (dalam Adjie dan Maulana, 2006: 34) bahwa matematika adalah salah satu alat berpikir, selain bahasa, logika, dan statistika.

Menurut Permendiknas No. 22 Tahun 2006 mata pelajaran Matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat


(40)

dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa matematika adalah salah satu bidang studi yang diberlakukan di setiap sekolah khususnya Sekolah Dasar mencakup ruang lingkup, yaitu aritmetika, aljabar, dan geometri dimana siswa harus memecahkan masalah yang berkaitan dengan ketiga ruang lingkup tersebut dengan penggunaan angka-angka. Matematika merupakan ilmu dasar yang mempengaruhi perkembangan serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

2.8. Pembelajaran Matematika di SD

Pembelajaran matematika di sekolah dasar harus disesuaikan dengan tujuan yang diharapkan, karena berbeda dengan pembelajaran yang ada di sekolah menengah maupun lanjutan. Pembelajaran matematika harus terdapat keterkaitan antara pengalaman belajar siswa sebelumnya dengan konsep yang akan diajarkan. Sesuai dengan ciri-ciri pembelajaran matematika di sekolah dasar sebagai berikut.

Pembelajaran matematika menggunakan metode spiral. Metode ini melambangkan adanya keterkaitan antar materi satu dengan yang lainnya. a. Pembelajaran matematika diajarkan secara bertahap. Materi

pembelajaran yang diajarkan dimulai dari konsep-konsep yang sederhana, menuju konsep yang lebih kompleks.

b. Pembelajaran matematika menggunakan metode induktif, sedangkan matematika merupakan ilmu deduktif. Namun, karena sesuai tahap


(41)

perkembangan siswa maka pembelajaran matematika di SD digunakan pendekatan induktif.

c. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi.

d. Pembelajaran matematika hendaknya bermakna. Konsep matematika tidak diberikan dalam bentuk jadi, tetapi sebaliknya siswalah yang harus mengonstruksi konsep tersebut (Suwangsih, dkk. 2006: 25-26). Berbeda dengan pendapat di atas, Aisyah (2007: 9.20) mengungkapkan bahwa konsep matematika tidak dipandang sebagai barang jadi yang hanya menjadi bahan informasi untuk siswa. Dengan demikian, guru perlu merancang pembelajaran matematika yang memberikan kesempatan bagi siswa untuk berperan aktif dalam membangun konsep secara mandiri atau bersama-sama. Pembelajaran matematika yang demikian, akan dapat menimbulkan rasa bangga pada diri siswa, menumbuhkan minat, rasa percaya diri, memupuk dan mengembangkan imajinasi dan daya cipta (kreativitas) siswa.

Berdasarkan beberapa pengertian dari ahli, peneliti menyimpulkan bahwa pembelajaran matematika di SD harus disesuaikan dengan pengalaman belajar siswa yang bersifat konkret. Pembelajaran matematika memberikan kesempatan siswa berperan aktif dalam membangun konsep baik secara individu maupun bersama-sama.

2.9. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian pustaka di atas dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut: Apabila dalam pembelajaran Matematika menerapkan model cooperative learning tipe TAI dengan media grafis dengan memperhatikan langkah-langkahnya secara tepat, maka akan meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika kelas IV SD Negeri 2 Tempuran tahun pelajaran 2012/2013.


(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat (Wardhani, dkk 2008: 1.4).

Arikunto (2006: 2−3) mengemukakan bahwa penelitian tindakan kelas atau yang dalam bahasa Inggrisnya disebut Classroom Action Research (CAR) yaitu, sebuah kegiatan penelitian yang dilakukan di kelas. Dengan menggabungkan batasan pengertian tiga kata inti, yaitu (1) penelitian, (2) tindakan, dan (3) kelas, sehingga dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa suatu tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Prosedur ini merupakan pedoman wajib dalam melakukan penelitian tindakan kelas untuk mengetahui hasil yang ingin dicapai peneliti guna evaluasi pembelajaran sehingga lebih optimal. Secara garis besar di dalam penelitian tindakan kelas terdapat empat tahapan yang lazim dilalui yaitu, (1) perencanaan (planning), (2) pelaksanaan (acting), (3)


(43)

pengamatan (observing), dan (4) refleksi (reflecting). Adapun siklus penelitian tindakan kelas sebagai berikut:

Gambar 1: Alur Siklus Penelitian Tindakan Kelas (Adaptasi dari Arikunto, 2006: 74)

Perencanaan I

SIKLUS I

Pengamatan I

Perencanaan II

SIKLUS II

Pengamatan II

Perencanaan III

SIKLUS III

Pengamatan III

Pelaksanaan I Refleksi I

Pelaksanaan II Refleksi II

Pelaksanaan III Refleksi III


(44)

3.1.1. Setting Penelitian a. Tempat Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SD Negeri 2 Tempuran 12A, Kecamatan Trimurjo, Kabupaten Lampung Tengah.

b. Waktu Penelitian

Waktu pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2012 / 2013 selama kurang lebih tiga bulan terhitung bulan Januari 2012 sampai dengan Maret 2013.

3.1.2 Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini siswa dan guru kelas IV SD Negeri 2 Tempuran. Jumlah siswa kelas IV SD Negeri 2 Tempuran adalah 30 orang siswa, dengan rincian 18 orang siswa laki-laki dan 12 orang siswa perempuan.

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan selama kegiatan pelaksanaan tindakan kelas, yaitu dengan menggunakan teknik non tes dan tes.

a. Teknik Non tes

Teknik non tes dilakukan melalui observasi. Kerlinger dalam Annurrahman, dkk (2009: 8-9) mengemukakan bahwa secara sederhana observasi dapat diartikan sebagai prosedur sistematis dan baku untuk memperoleh data. Observasi teknik non tes digunakan untuk


(45)

mengetahui aktivitas siswa selama mengikuti proses pembelajaran dengan melihat indikator yang sudah ditentukan oleh peneliti. Selain aktivitas siswa, observasi dilakukan untuk mengetahui kinerja guru dalam menerapkan model cooperative learning tipe TAI dengan media grafis yang masing-masing indikator telah ditentukan oleh peneliti. Teknik non tes dipergunakan untuk mengumpulkan data yang bersifat kualitatif.

Pada tahap ini, peneliti sebagai guru yang mengajar. Sedangkan guru kelas IV sebagai observer terhadap aktivitas siswa maupun kinerja guru selama proses pembelajaran berlangsung. Cara kerja observer mengenai aktivitas siswa dan kinerja guru dilakukan dengan cara memberi rentang nilai antara 1 ---- 5 pada lembar observasi, kemudian dihitung skor nilai yang diperoleh dengan menggunakan rumus yang sudah ditentukan.

b. Teknik Tes

Teknik tes digunakan untuk mengumpulkan data nilai siswa, guna mengetahui hasil belajar siswa pada pembelajaran matematika melalui penerapan model cooperative learning tipe TAI dengan media grafis. Data yang diperoleh melalui teknik tes berupa data kuantitatif. Pada tahap ini, peneliti bekerjasama dengan guru membuat instrument tes untuk dikerjakan siswa mengenai materi yang sudah diajarkan. Hasil yang diperoleh dihitung dengan menggunakan rumus yang sudah ditentukan. Peneliti sebagai guru yang akan menghitung nilai siswa,


(46)

berupa hasil belajar kognitif, afektif, dan psikomotor siswa dalam proses pembelajaran.

3.3 Alat Pengumpulan Data

Menurut Arikunto (2007: 101) alat pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan mempermudah dipahami. Pada penelitian ini peneliti menggunakan instrumen sebagai berikut.

a. Lembar observasi

Jenis observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi terstruktur, yaitu observasi yang menggunakan instrumen observasi yang terstruktur dan siap pakai (Wardhani, 2012: 2.25). Lembar observasi ini dirancang dan digunakan untuk mengumpulkan data mengenai aktivitas belajar siswa dan kinerja guru selama penelitian tindakan kelas dalam pembelajaran matematika melalui penerapan model cooperative learning tipe TAI dengan media grafis.

b. Tes hasil belajar siswa

Instrumen ini dilakukan pada akhir unit pembelajaran untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran serta ketercapaian indikator pembelajaran matematika melalui penerapan model cooperaive learning tipe TAI dengan media grafis. Menurut Zainul (2007: 3.27) bentuk atau tipe tes yang dapat mendeskripsikan kemampuan pada usia SD yaitu tes yang dapat mengukur aspek pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi (penerapan). Pada penelitian ini,


(47)

pengukuran hasil belajar menggunakan tes bentuk uraian yang dapat mengukur hingga tahap tersebut.

3.4 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif.

1. Teknik analisis data kualitatif

Data kualitatif diperoleh dari data non tes yaitu observasi analisis kualitatif digunakan untuk menganalisis data di dalam proses pembelajaran yang dilakukan dengan memberikan makna secara kontekstual dan mendalam sesuai dengan permasalahan penelitian, yaitu tentang aktivitas belajar siswa dan kinerja guru.

1) Aktivitas siswa

a. Untuk memperoleh persentase aktivitas tiap individu diperoleh dengan menggunakan rumus:

P = X100%

P = Persentase

R = Jumlah indikator aktivitas yang dilakukan oleh siswa SM = Jumlah indikator aktivitas seluruhnya

100 = Bilangan tetap

(Sumber: Adaptasi dari Purwanto, 2008: 102)

Setelah mendapatkan persentase aktivitas tiap individu, diketahui kriteria sesuai dengan tingkat aktivitas siswa yang diperoleh sebagai berikut.


(48)

Tabel 2. Kriteria Peningkatan Aktivitas Siswa Berdasarkan Ketercapaian Indikator

Rentang Nilai Kategori

81 – 100% Sangat Aktif

61 – 80% Aktif

41 – 60% Cukup Aktif

21 – 40% Kurang Aktif

0 – 20% Pasif

(Sumber: Adaptasi dari Arikunto, 2007: 44)

2) Ketercapaian indikator dalam penerapan model cooperative learning tipe TAI dengan media grafis yang dilaksanakan guru

Ketercapaian indikator pada penerapan model cooperative learning tipe TAI dengan media grafis melalui pengamatan dengan berpedoman pada lembar observasi kinerja guru (IPKG). Penilaiannya menggunakan rentang nilai antara 1 – 5. Cara menghitung nilai kinerja guru dengan menggunakan rumus:

Nilai = x100

(Sumber: Adaptasi dari Purwanto, 2008: 102)

Setelah mendapatkan nilai tersebut, akan diketahui keberhasilan guru setelah menerapkan model cooperative learning tipe TAI dengan media grafis dengan kategori sebagai berikut. Tabel 3. Kriteria Keberhasilan Guru dalam Menerapkan Model

Cooperative Learning Tipe TAI dengan Media Grafis

Rentang Nilai Kategori

81 – 100 Sangat Baik

61 – 80 Baik

41 – 60 Cukup Baik

21 – 40 Kurang Baik

0 – 20 Sangat Kurang


(49)

2. Teknik analisis data kuantitatif

Analisis kuantitatif digunakan untuk mendeskripsikan kemajuan kualitas belajar siswa yang sesuai dengan penguasaan materi yang telah diajarkan oleh guru. Data hasil penelitian yang tergolong data kuantitaif dilakukan secara deskriptif, yakni dengan menghitung ketuntasan individu dan ketuntasan klasikal dengan rumus sebagai berikut.

a. Nilai hasil belajar siswa secara individu menggunakan rumus:

= % % %

Apabila siswa memperoleh nilai ≥60 maka dikategorikan tuntas, tetapi apabila siswa memperoleh nilai <60 maka dikategorikan tidak tuntas.

b. Untuk menghitung nilai rata- rata kelas menggunakan rumus:

Mx = ∑

X N

Keterangan:

Mx = Nilai rata-rata kelas

∑X = Jumlah nilai seluruh siswa N = Jumlah siswa

(Sumber: Adaptasi dari Sudijono, 2011: 84)

c. Presentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal dengan rumus: Ketuntasan Klasikal = ⅀ x100%

Keterangan:

⅀ S ≥60 = Jumlah siswa yang mendapat nilai ≥60 N = Banyak siswa


(50)

100 % = Bilangan tetap

(Sumber: Adopsi dari Purwanto, 2009: 112).

d. Hasil analisis data tersebut akan dijadikan penentuan tingkat keberhasilan siswa secara klasikal sesuai kriteria berikut.

Tabel 4. Kriteria Tingkat Keberhasilan Belajar Siswa dalam Persen

Tingkat Keberhasilan (%) Kategori

81 – 100% Sangat Tinggi

61 – 80% Tinggi

41 – 60% Sedang

21 – 40% Rendah

0 – 20% Sangat Rendah

(Sumber: Adaptasi dari Arikunto, 2007: 44)

3.5 Indikator Keberhasilan

Pembelajaran dalam penelitian ini dikatakan berhasil apabila adanya peningkatan nilai siswa setiap siklusnya dari nilai KKM mata pelajaran matematika kelas IV SD Negeri 2 Tempuran yang sudah ditentukan yaitu ≥60 dan dianggap tuntas belajar jika secara klasikal 75% dari jumlah siswa memperoleh nilai sekurang-kurangnya 60 dan aktivitas belajar siswa

dianggap tuntas apabila sudah mencapai 75% dari jumlah siswa (Depdiknas, 2008: 5).

3.6 Urutan Penelitian Tindakan Kelas

Penelitian Tindakan Kelas ini terdiri dari tiga siklus dan setiap siklus memiliki empat tahapan kegiatan, yaitu: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Adapun siklus tersebut antara lain:


(51)

3.6.1 Siklus I

a. Tahap Perencanaan

Beberapa langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam tahap perencanaan sebagai berikut.

a) Peneliti bersama guru menganalisis pokok Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD) untuk menentukan materi yang akan diajarkan.

b) Menyiapkan perangkat pembelajaran yang akan digunakan selama proses pembelajaran pada siklus I, yaitu: pemetaan, silabus, Rencana Perbaikan Pembelajaran (RPP), media pembelajaran, dan soal tes formatif.

c) Menyiapkan lembar observasi untuk melihat aktivitas siswa dan kinerja guru selama proses pembelajaran matematika melalui penerapan model cooperative learning tipe TAI dengan media grafis.

b. Tahap Pelaksanaan

Pada siklus I kompetensi dasar yang dijadikan materi pembelajaran adalah “Arti pecahan dan urutannya”. Adapun tahap-tahap dari pelaksanaan sebagai berikut.

1. Kegiatan Pendahuluan

a) Guru mengondisikan kelas serta menyiapkan siswa untuk mengikuti proses pembelajaran.


(52)

b)Membagikan ikat kepala bernomor absen masing-masing siswa untuk mempermudah mengamati aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung.

c) Guru menyampaikan apersepsi dengan mengaitkan materi sebelumnya.

d)Menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. 2. Kegiatan Inti

a) Guru menyampaikan materi “arti pecahan dan urutannya” dengan menggunakan media grafis, berupa kertas karton dan kertas origami.

b)Siswa dibimbing untuk mencari informasi dan menggali pengetahuannya tentang masalah yang disajikan oleh guru melalui tanya jawab dan penjelasan guru secara klasikal. c) Guru membentuk siswa dalam 6 kelompok secara

heterogen, tiap kelompok terdiri dari 5 anggota.

d)Setiap siswa mendapatkan LKS untuk dikerjakan secara individu dengan cara mengerjakan soal jenis pertama dalam lembar jawabannya, yang selanjutnya jawaban di koreksi oleh anggota kelompok.

e) Apabila soal yang dikerjakan benar, siswa mengerjakan soal berikutnya sampai LKS terjawab dengan benar semua.

f) Setelah selesai diskusi siswa mempresentasikan hasil jawabannya.


(53)

g)Guru memberikan penghargaan kepada anggota kelompok yang mendapatkan skor nilai tertinggi.

h)Guru memberikan umpan balik serta penguatan mengenai pembelajaran yang telah dilaksanakan.

i) Siswa bersama guru melakukan refleksi mengenai pembelajaran yang telah dilaksanakan.

j) Memberikan motivasi kepada siswa yang belum berpartisipasi aktif selama proses pembelajaran.

3. Kegiatan Penutup

a) Siswa mengerjakan soal tes formatif yang dilaksanakan di akhir pertemuan pada tiap siklus.

b)Siswa dengan bimbingan guru membuat kesimpulan pembelajaran.

c) Memberikan tugas rumah sebagai tindak lanjut.

d)Menyampaikan materi pembelajaran pada pertemuan berikutnya untuk dipelajari.

c. Tahap Observasi

Pada tahap ini, observer melakukan pengamatan terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar panduan observasi yang telah dibuat. Lembar panduan observasi ini berupa aktivitas siswa selama proses pembelajaran dan penampilan guru dalam menerapkan model pembelajaran cooperative learning tipe TAI dengan media grafis.


(54)

d. Tahap Refleksi

Refleksi dilakukan dengan melihat kelemahan pada proses pembelajaran setelah diterapkannya pembelajaran melalui penerapan model cooperative learning tipe TAI dengan media grafis. Hasil analisis data yang dilaksanakan dipergunakan sebagai acuan untuk merencanakan perbaikan pada siklus berikutnya.

3.6.2 Siklus II

Pada akhir siklus I telah dilakukan refleksi oleh semua tim peneliti untuk mengkaji proses pembelajaran yang dilakukan guru sebagai acuan dalam pelaksanaan siklus II. Pada siklus II ini peneliti mengambil kompetensi dasar tentang “Menjumlahkan Pecahan”. Adapun pelaksanaan pada siklus II ini meliputi:

a. Tahap Perencanaan

Beberapa langkah-langkah yang harus dilakukan peneliti dalam tahap perencanaan sebagai berikut.

a) Mendata kendala-kendala yang dihadapi dalam proses pembelajaran yang telah dilaksanakan pada siklus I.

b) Peneliti bersama guru menganalisis pokok Standar Kompetensi (SK)/ Kompetensi Dasar (KD) untuk menentukan materi yang akan diajarkan.

c) Menyiapkan perbaikan perangkat pembelajaran yang akan digunakan selama proses pembelajaran pada siklus II, yaitu:


(55)

pemetaan, silabus, Rencana Perbaikan Pembelajaran (RPP), media pembelajaran, dan soal tes formatif.

d) Menyiapkan lembar observasi untuk melihat aktivitas siswa dan kinerja guru selama proses pembelajaran matematika melalui penerapan model cooperative learning tipe TAI dengan media grafis.

b. Tahap Pelaksanaan 1. Kegiatan Pendahuluan

a) Guru mengondisikan kelas serta menyiapkan siswa untuk mengikuti proses pembelajaran.

b)Guru membentuk siswa dalam 6 kelompok secara heterogen, tiap kelompok terdiri dari 5 anggota.

c) Membagikan ikat kepala bernomor absen masing-masing siswa untuk mempermudah mengamati aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung.

d)Guru menyampaikan apersepsi dengan mengaitkan materi sebelumnya.

e) Menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. 2. Kegiatan Inti

a) Guru menyampaikan materi “penjumlahan pecahan” dengan menggunakan media grafis, berupa kertas berpetak.


(56)

b)Siswa dibimbing untuk mencari informasi dan menggali pengetahuannya tentang masalah yang disajikan oleh guru melalui tanya jawab dan penjelasan guru secara klasikal. c) Setiap siswa mendapatkan LKS untuk dikerjakan secara

individu dengan cara mengerjakan soal jenis pertama dalam lembar jawabannya, yang selanjutnya jawaban di koreksi oleh anggota kelompok.

d)Apabila soal yang dikerjakan benar, siswa mengerjakan soal berikutnya sampai LKS terjawab dengan benar semua.

e) Setelah selesai diskusi siswa mempresentasikan hasil jawabannya.

f) Guru memberikan penghargaan kepada anggota kelompok yang mendapatkan skor nilai tertinggi.

g)Guru memberikan umpan balik serta penguatan mengenai pembelajaran yang telah dilaksanakan.

h)Siswa bersama guru melakukan refleksi mengenai pembelajaran yang telah dilaksanakan.

i) Memberikan motivasi kepada siswa yang belum berpartisipasi aktif selama proses pembelajaran.

3. Kegiatan Penutup

a) Siswa mengerjakan soal tes formatif yang dilaksanakan di akhir pertemuan pada tiap siklus.


(57)

b)Siswa dengan bimbingan guru membuat simpulan pembelajaran.

c) Memberikan tugas rumah sebagai tindak lanjut.

d)Menyampaikan materi pembelajaran pada pertemuan berikutnya untuk dipelajari.

e. Tahap Observasi

Pada tahap ini, observer melakukan pengamatan terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar panduan observasi yang telah dibuat. Lembar panduan observasi ini berupa aktivitas siswa selama proses pembelajaran dan penampilan guru dalam menerapkan model pembelajaran cooperative learning tipe TAI dengan media grafis.

f. Tahap Refleksi

Refleksi dilakukan dengan melihat kelemahan pada proses pembelajaran setelah diterapkannya pembelajaran melalui penerapan model cooperative learning tipe TAI dengan media grafis. Hasil analisis data yang dilaksanakan dipergunakan sebagai acuan untuk merencanakan perbaikan pada siklus berikutnya.

3.6.3 Siklus III

Hasil refleksi siklus II (sebanyak 2 kali pertemuan) dijadikan sebagai bahan perbaikan pada siklus II dengan kompetensi dasar ”Mengurangkan Pecahan”.


(58)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan di kelas IV SD Negeri 2 Tempuran, dapat disimpulkan bahwa:

a. Penerapan model cooperative learning tipe TAI dengan media grafis dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada pembelajaran matematika. Hal ini terbukti dengan adanya peningkatan aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran setiap siklusnya. Siklus I persentase rata-rata aktivitas belajar siswa adalah 53,2% (cukup aktif), kemudian meningkat sebesar 10,13% menjadi 63,33% (aktif) pada siklus II. Kemudian meningkat kembali sebesar 13 % menjadi 76,33% (aktif) pada siklus III.

b. Penerapan model cooperative learning tipe TAI dengan media grafis dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran matematika. Hal ini terbukti terdapat peningkatan hasil belajar siswa dalam tiap siklusnya. Siklus I, rata-rata hasil belajar siswa adalah 55,13. Kemudian siklus II meningkat sebesar 9,44 menjadi 64,57 dan Siklus III meningkat kembali sebesar 13,33 menjadi 77,9. Persentase ketuntasan hasil belajar siswa pada siklus I adalah 46,67% (sedang) dengan jumlah 14 orang siswa tuntas belajar, kemudian meningkat sebesar 16,66%


(59)

menjadi 63,33% (tinggi) dengan jumlah 19 orang siswa tuntas belajar pada siklus II. Kemudian meningkat kembali sebesar 20% menjadi 83,33% (sangat tinggi) dengan jumlah 25 orang siswa tuntas belajar pada siklus III.

5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian di atas, berikut ini disampaikan saran yang dapat diberikan.

a. Saran untuk Siswa

a) Diharapkan mampu mengikuti berbagai model pembelajaran yang digunakan oleh guru, sehingga pembelajaran yang diharapkan dapat tercapai.

b) Diharapkan siswa menjadi lebih aktif dalam proses pembelajaran baik dalam mengerjakan soal secara individu maupun kelompok. b. Saran untuk Guru

a) Sebaiknya dalam setiap pembelajaran dapat menerapkan model cooperative lerning tipe TAI dengan media grafis yang dibuat lebih menarik perhatian siswa serta menambah keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.

b) Sebaiknya dalam menerapkan model pembelajaran, guru memegang prinsip-prinsip pelaksanaan serta terus mencoba, karena kemampuan menerapkan model pembelajaran tidak cukup sekali. c) Sebaiknya guru bertukar pengalaman dengan guru lain dalam

melakukan pengembangan proses pembelajaran, dengan tujuan meningkatkan mutu pembelajaran di SD tersebut.


(60)

c. Saran untuk Sekolah

Diharapkan dapat mendukung keberhasilan kegiatan pembelajaran, baik secara moral dan materi.

d. Saran untuk Peneliti Berikutnya

Penelitian ini mengkaji implementasi perbaikan pembelajaran melalui penerapan model cooperative learning tipe TAI dengan media grafis pada materi pecahan. Untuk itu kepada peneliti berikutnya, dapat memanfaatkan melalui penerapan model cooperative learning tipe TAI dengan media grafis dalam proses pembelajaran.


(1)

menjadi 63,33% (tinggi) dengan jumlah 19 orang siswa tuntas belajar pada siklus II. Kemudian meningkat kembali sebesar 20% menjadi 83,33% (sangat tinggi) dengan jumlah 25 orang siswa tuntas belajar pada siklus III.

5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian di atas, berikut ini disampaikan saran yang dapat diberikan.

a. Saran untuk Siswa

a) Diharapkan mampu mengikuti berbagai model pembelajaran yang digunakan oleh guru, sehingga pembelajaran yang diharapkan dapat tercapai.

b) Diharapkan siswa menjadi lebih aktif dalam proses pembelajaran baik dalam mengerjakan soal secara individu maupun kelompok. b. Saran untuk Guru

a) Sebaiknya dalam setiap pembelajaran dapat menerapkan model cooperative lerning tipe TAI dengan media grafis yang dibuat lebih menarik perhatian siswa serta menambah keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.

b) Sebaiknya dalam menerapkan model pembelajaran, guru memegang prinsip-prinsip pelaksanaan serta terus mencoba, karena kemampuan menerapkan model pembelajaran tidak cukup sekali. c) Sebaiknya guru bertukar pengalaman dengan guru lain dalam

melakukan pengembangan proses pembelajaran, dengan tujuan meningkatkan mutu pembelajaran di SD tersebut.


(2)

103

c. Saran untuk Sekolah

Diharapkan dapat mendukung keberhasilan kegiatan pembelajaran, baik secara moral dan materi.

d. Saran untuk Peneliti Berikutnya

Penelitian ini mengkaji implementasi perbaikan pembelajaran melalui penerapan model cooperative learning tipe TAI dengan media grafis pada materi pecahan. Untuk itu kepada peneliti berikutnya, dapat memanfaatkan melalui penerapan model cooperative learning tipe TAI dengan media grafis dalam proses pembelajaran.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Adjie dan Maulana. 2006. Pemecahan Masalah Matematika. UPI PRESS. Bandung.

Aisyah, Nyimas. 2007. Pemecahan Masalah Matematika. UPI PRESS. Bandung. Andayani, dkk. 2009. Pemantapan Kemampuan Profesional. Universitas Terbuka.

Jakarta.

Angkowo, R. dan A. Kosasih. Optimalisasi Media Pembelajaran. PT Grasindo. Jakarta.

Annurrahman, dkk. 2009. Penelitian Pendidikan SD. Depdiknas. Jakarta. Aqib, Zainal. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Yrama Widya. Bandung. Arikunto, Suharsimi, dkk. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. PT Bumi Aksara.

Jakarta.

. 2007. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. PT Bumi Aksara. Jakarta.

. 2007. Manajemen Pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta.

Arsyad, Azhar. 2002. Media Pembelajaran. PT Raja Grafindo Persada Karya Aksara. Jakarta.

Asyhar, Rayandra. 2012. Kreatif Mengembangkan Media Pembelajaran. Referensi Jakarta. Jakarta.

Daryanto. 2010. Media Pembelajaran. Gava Media. Yogykarta.

Depdiknas. 2008. Pendekatan Kontekstual: Contextual Teaching and Learning (CTL). Ditjen Dikdasmen. Jakarta.

Dimyati. Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta. Driver. 2011. Model Pembelajaran Cooperative Learning tipe TAI.


(4)

105

2012, @ 13.00 WIB).

Fathurrohman, Pupuh, dkk. 2010. Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami. PT Refika Aditama. Bandung.

Fhykrie. 2012.

http://fhykrie-sajja.blogspot.com/2012/03/makalah-model-pembelajaran-matematika.html (BLOG INSPIRASI MAKALAH). (Diakses pada hari Sabtu, Tanggal 27 Oktober 2012, @ 13.30 WIB).

Hamalik, Oemar. 2011. Kurikulum dan Pembelajaran. Bumi Aksara. Jakarta. Hanafiah, Nanang dan Suhana, Cucu. 2009. Konsep Strategi Pembelajaran.

Refika Aditama. Jakarta.

Heruman. 2007. Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. PT Remaja Rosadakarya. Jakarta.

Huda, Miftahul, dkk. 2010. Cooperative Learning: Metode, Teknik, Struktur dan Model Penerapan. Pustaka Pelajar. Jogjakarta.

Uin.alauuddin.ac.id. 2012

http://www.uin.alauddin.ac.id/download09%20Penggunaan%20Media%20 Grafis%20-%20Safei.pdf (Diakses pada hari Rabu, Tanggal 31 Oktober 2012, @ 14.30 WIB).

Isjoni. 2007. Cooperative Learning. Alfabeta. Bandung.

Kunandar. 2010. Langkah Mudah PTK Sebagai Pengembangan Profesi Guru. Raja Grafindo. Jakarta.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. 2006. Jakarta.

Musfiqon, H. M. 2012. Pengembangan Media dan Sumber Pembelajaran. PT Prestasi Pustakarya. Jakarta.

Nasution, S. 2005. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. PT Bumi Aksara. Jakarta.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI) dan Standar Kelulusan (SKL).

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

Poerwadarminta, WJS. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.


(5)

Poerwanti, Endang, dkk. 2008. Assesmen Pembelajaran SD. Drigjen Dikti Depdiknas. Jakarta.

Purwanto, Ngalim. 2008. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.

Rusman. 2010. Seri Manajemen Sekolah Bermutu Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme. Rajawali Press. Jakarta.

Sadiman, Arief S, dkk. 2006. Media Pendidikan. PT Grafindo Persada. Jakarta. . 2007. Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, dan

Pemanfaatannya. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Sajaka, Agus, dkk. 2010. Matematika SMA Kelas XII. Yudhistira. Bogor.

Slavin, R. E. 2005. Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Nusa Media. Bandung.

Sowiyah. 2010. Pengembangan Kompetensi Guru SD. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Sudijono. 2011. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sudjana, Nana. 2011. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Remaja

Rosadakarya. Bandung.

Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning : Teori dan Aplikasi PAIKEM. Pustaka Pelajar. Surabaya.

Suwangsih, Erna dan Tiurlina. 2006. Model Pembelajaran Matematika. UPI PRESS. Bandung.

Suwarjo. 2008. Pembelajaran Kooperatif dalam Apresiasi Prosa Fiksi. Surya Pena Gemilang.

Syarif. Pembelajaran Matematika. Syarif Artikel Blogspot. November. 2008. http://syarifartikel.blogspot.com/2008/11/pembelajaran- matematika-di-sd.html. (Diakses pada Hari Sabtu, Tanggal 27 Oktober 2012, @ 14.30 WIB).

Syukur, Fatah. 2005. Teknologi Pendidikan. Rasail. Semarang.

Tim Penyusun. 2003. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sinar Grafika. Jakarta.

Tim Penyusun. 2009. Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung. Bandar Lampung.


(6)

107

Wardani, IGAK dan Wihardit, K. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Universitas Terbuka. Jakarta.

Yamin, Martinis. 2007. Kiat Membelajarkan Siswa. Jakarta : Gaung Persada Press.

Zainul, Asmawidan Agus, Mulyana. 2007. Tes dan Assesmen di SD. Universitas Terbuka. Jakarta.


Dokumen yang terkait

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION DENGAN MEDIA GRAFIS UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV SD NEGERI 2 TEMPURAN TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 10 64

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE STUDENT TEAM ACHIEVMENT DIVISIONS (STAD) DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA GRAFIS UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PADA MATA PELAJARAN PKn SISWA KELAS IV SD NEGERI 3 GAYAU SAKTI TP 2012/2013

0 11 69

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW DENGAN MEDIA GRAFIS UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IVB SD NEGERI 3 KARANG ENDAH LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013

1 11 61

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE GROUP INVESTIGATION DENGAN MEDIA GRAFIS UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MATA PELAJARAN PKn KELAS V B SD NEGERI 7 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 5 112

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) DAN MEDIA GRAFIS UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN PKn KELAS IVA SD NEGERI 2 METRO UTARA TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 7 53

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) MELALUI MEDIA VISUAL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PELAJARAN IPS KELAS IVA SD NEGERI 4 METRO UTARA

0 3 84

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER DAN MEDIA GRAFIS UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN PKn KELAS IV SD NEGERI 3 SIMBARWARINGIN

0 6 83

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE ROTATING TRIO EXCHANGE UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS IV SD NEGERI SUKABUMI

1 39 65

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW DENGAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS IV SD NEGERI 2 NOTOHARJO

0 15 79

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN IPS KELAS VB SD NEGERI 04 METRO BARAT

1 7 75