21
3.3 Alat-Alat
Alat yang digunakan adalah spektrofotometer serapan atom Hitachi Z- 2000 lengkap dengan lampu katoda besi,kalsium, magnesium dan seng, tanur
Nabertherm, neraca analitik BOECO, Germany, hot plate, blender, kertas saring Whatman No. 42, spatula dan alat-alat gelas Pyrex.
3.4 Identifikasi Sampel
Identifikasi sampel dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia – Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi, Bogor.
3.5 Pembuatan Pereaksi 3.5.1 Larutan HNO
3
1:1
Sebanyak 500 mL larutan HNO
3
65 bv diencerkan dengan 500 mL akuabides Isaac, 1998.
3.6 Prosedur Penelitian 3.6.1 Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara sampling purposive yang dikenal juga sebagai sampling pertimbangan dimana sampel ditentukan atas
dasar pertimbangan bahwa sampel yang diambil dapat mewakili populasi Sudjana, 2005.
3.6.2 Penyiapan Sampel
Oyong ditimbang sebanyak ± 1 kg, dibersihkan dari pengotor dan kulitnya, dicuci bersih dengan air mengalir, kemudian dibilas dengan akua demineralisata,
Universitas Sumatera Utara
22 ditiriskan, dan dikeringkan diudara terbuka, dihomogenkan, dibagi menjadi 2
bagian, masing-masing ± 500 g, bagian pertama dipotong kecil-kecil dan bagian kedua dipotong kecil-kecil kemudian direbus.
3.6.3 Proses Destruksi Kering
Sampel yang telah dipotong kecil-kecil masing-masing ditimbang seksama sebanyak 25 gram dimasukkan ke dalam krus porselen, diarangkan di atas hot
plate, lalu diabukan di tanur dengan temperatur awal 100 C dan perlahan-lahan
temperatur dinaikkan menjadi 500 C dengan interval 25
C setiap 5 menit. Pengabuan dilakukan selama 48 jam dan dibiarkan dingin pada desikator.
Perlakuan yang sama diulang sebanyak 6 kali untuk masing-masing sampel.
3.6.4 Pembuatan Larutan Sampel
Hasil destruksi dilarutkan dalam 10 mL HNO
3
1:1 hingga diperoleh larutan bening. Kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL dan krus
porselen dibilas dengan akua demineralisata sebanyak 3 kali. Hasil pembilasan dimasukkan ke dalam labu tentukur. Setelah itu dicukupkan volumenya dengan
akua demineralisata hingga garis tanda. Lalu disaring dengan kertas saring Whatmann No. 42 dengan membuang 5 mL larutan pertama hasil penyaringan
selanjutnya ditampung ke dalam botol Isaac, 1988. Larutan ini digunakan untuk uji kuantitatif besi, kalsium, magnesium, dan seng.
3.6.5 Analisis Kuantitatif 3.6.5.1 Besi
3.6.5.1.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Besi
Larutan baku besi 1000 µgmL dipipet sebanyak 1 mL, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 mL dan dicukupkan hingga garis tanda dengan
Universitas Sumatera Utara
23 akuademineralisata. Dari larutan tersebut 10 µgmL dipipet masing-masing 1,25
mL; 2,5 mL; 3,75 mL; 5,0 mL; 6,25 mL dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 mL dan diencerkan dengan akua demineralisata hingga garis tanda sehingga
diperoleh larutan dengan konsentrasi 0,5 µ gmL; 1,0 µ gmL; 1,5 µgmL; 2,0 µgmL; 2,5µgmL, lalu dilakukan pengukuran pada panjang gelombang 248,3 nm
dengan tipe nyala udara-asetilen.
3.6.5.1.2 Penetapan Kadar Besi dalam Oyong Segar
Larutan sampel hasil destruksi diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 248,3 nm dengan tipe
nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku besi. Konsentrasi besi dalam sampel dihitung
berdasarkan persamaan garis regresi dan kurva kalibrasi.
3.6.5.1.3 Penetapan Kadar Besi dalam Oyong Rebus
Larutan sampel hasil destruksi diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 248,3 nm dengan tipe
nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku besi. Konsentrasi besi dalam sampel dihitung
berdasarkan persamaan garis regresi dan kurva kalibrasi.
3.6.5.2 Kalsium 3.6.5.2.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Kalsium
Larutan baku kalsium 1000 µgmL dipipet sebanyak 1 mL, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 mL dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akua
demineralisata. Dari larutan tersebut 10 µgmL dipipet masing-masing 5,0 mL; 10,0 mL; 15,0 mL; 20,0 mL; 25,0 mL dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL
Universitas Sumatera Utara
24 dan diencerkan dengan akua demineralisata hingga garis tanda sehingga diperoleh
larutan dengan konsentrasi 1 µgmL; 2 µgmL;3 µgmL; 4 µ gmL; 5µgmL, lalu dilakukan pengukuran pada panjang gelombang 422,7 nm dengan tipe nyala
udara-asetilen.
3.6.5.2.2 Penetapan Kadar Kalsium dalam Oyong Segar
Larutan sampel hasil destruksi dipipet sebanyak 2 mL dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akua
demineralisata Faktor pengenceran = 502 = 25 kali. Lalu diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang
422,7 nm dengan tipe nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku kalsium. Konsentrasi kalsium
dalam sampel dihitung berdasarkan persamaan garis regresi dan kurva kalibrasi.
3.6.5.2.3 Penetapan Kadar Kalsium dalam Oyong Rebus
Larutan sampel hasil destruksi dipipet sebanyak 2 mL dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akua
demineralisata Faktor pengenceran = 502 = 25 kali. Lalu diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang
422,7 nm dengan tipe nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku kalsium. Konsentrasi kalsium
dalam sampel dihitung berdasarkan persamaan garis regresi dan kurva kalibrasi. 3.6.5.3 Magnesium
3.6.5.3.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Magnesium
Larutan baku kalsium 1000 µgmL dipipet sebanyak 1,0 mL, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL dan dicukupkan hingga garis tanda dengan
Universitas Sumatera Utara
25 akuademineralisata. Dari larutan tersebut 10 µgmL dipipet masing-masing 0,5
mL; 1,0 mL; 1,5 mL; 2,0 mL; 2,5 mL dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 mL dan diencerkan dengan akua demineralisata hingga garis tanda sehingga diperoleh
larutan dengan konsentrasi 0,2 µgmL; 0,4 µgmL; 0,6 µ gmL; 0,8 µgmL; 1,0µgmL, lalu dilakukan pengukuran pada panjang gelombang 285,2 nm dengan
tipe nyala udara-asetilen.
3.6.5.3.2 Penetapan Kadar Magnesium dalam Oyong Segar
Larutan sampel hasil destruksi dipipet sebanyak 0,5 mL dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akua
demineralisata Faktor pengenceran = 500,5 = 100 kali. Lalu diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang
gelombang 285,2 nm dengan tipe nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku magnesium.
Konsentrasi magnesium dalam sampel dihitung berdasarkan persamaan garis regresi dan kurva kalibrasi.
3.6.5.3.3 Penetapan Kadar Magnesium dalam Oyong Rebus
Larutan sampel hasil destruksi dipipet sebanyak 0,5 mL dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akua
demineralisata Faktor pengenceran = 500,5 = 100 kali. Lalu diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang
gelombang 285,2 nm dengan tipe nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku magnesium.
Konsentrasi magnesium dalam sampel dihitung berdasarkan persamaan garis regresi dan kurva kalibrasi.
Universitas Sumatera Utara
26
3.6.5.4 Seng 3.6.5.4.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Seng
Larutan baku seng 1000 µgmL dipipet sebanyak 1,0 mL, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 mL dan dicukupkan hingga garis tanda dengan
akuademineralisata. Dari larutan tersebut 10 µgmL dipipet masing-masing 1,0 mL; 2,0 mL; 3,0 mL; 4,0 mL; 5,0 mL dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL
dan diencerkan dengan akua demineralisata hingga garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 0,2 µgmL; 0,4 µgmL; 0,8 µgmL; 1,0 µgmL; 1,2
µgmL, lalu dilakukan pengukuran pada panjang gelombang 213,9 nm dengan tipe nyala udara-asetilen.
3.6.5.4.2 Penetapan Kadar Seng dalam Oyong Segar
Larutan sampel hasil destruksi diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 213,9 nm dengan tipe
nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku seng. Konsentrasi seng dalam sampel dihitung
berdasarkan persamaan garis regresi dan kurva kalibrasi.
3.6.5.4.3 Penetapan Kadar Seng dalam Oyong Rebus
Larutan sampel hasil destruksi diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 213,9 nm dengan tipe
nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku seng. Konsentrasi seng dalam sampel dihitung
berdasarkan persamaan garis regresi dan kurva kalibrasi.
Universitas Sumatera Utara
27 Kadar besi, kalsium, magnesium dan seng dalam sampel dapat dihitung
dengan cara sebagai berikut : Kadar µgg
3.6.6 Analisis Data Secara Statistik 3.6.6.1 Penolakan Hasil Pengamatan
Menurut Sudjana 2005, kadar mineral besi, kalsium, magnesium dan seng yang diperoleh dari hasil pengukuran masing-masing larutan sampel
dianalisis dengan metode standar deviasi. dengan rumus: SD =
Keterangan : Xi = Kadar sampel
X
= Kadar rata-rata sampel n
= jumlah pengulangan Untuk mencari t
hitung
digunakan rumus : t
hitung
= n
SD X
Xi −
dan untuk menentukan kadar mineral di dalam sampel dengan interval kepercayaan 99, α = 0.05, dk = n-1, dapat digunakan rumus :
Kadar Mineral : µ =
X
± t
α2, dk
x SD √n
Keterangan : µ = interval kepercayaan
X
= kadar rata-rata sampel dk
= derajat kebebasan dk = n-1 t
= harga t tabel sesuai dengan dk = n-1 α
= tingkat kepercayaan SD
= standar deviasi n
= jumlah pengulangan
Universitas Sumatera Utara
28
3.6.6.2 Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Antar Sampel Menurut Sudjana, 2005 sampel yang dibandingkan adalah independen
dan jumlah pengamatan masing- masing lebih kecil dari 30 dan variansi σ tidak
diketahui sehingga dilakukan uji F untuk mengetahui apakah variansi kedua populasi sama
σ
1 =
σ
2
atau berbeda σ
1
≠ σ
2
dengan menggunakan rumus di bawah ini :
Fo =
2 2
2 1
S S
Keterangan :
F = Beda nilai yang dihitung
S
1
= Standar deviasi terbesar S
2
= Standar deviasi terkecil Apabila dari hasilnya diperoleh Fo tidak melewati nilai kritis F maka dilanjutkan
uji dengan distribusi t dengan rumus : t
o
=
2 1
2 1
1 1
x -
x n
n Sp
+ Keterangan
:
X
1
= kadar rata-rata sampel 1 n
1
= Jumlah perlakuan sampel 1
X
2
= kadar rata-rata sampel 2 n
2
= Jumlah perlakuan sampel 2 Sp = Simpangan baku
Jika Fo melewati nilai kritis F, dilanjutkan uji dengan distribusi t dengan rumus : t
o
=
2 2
2 1
2 1
2 1
x -
x n
S n
S +
Keterangan :
X
1
=kadar rata-rata sampel 1 S
1
= Standar deviasi sampel 1
X
2
=kadar rata-rata sampel 2 S
2
= Standar deviasi sampel 2 n
1
=Jumlah perlakuan sampel 1 n
2
= Jumlah perlakuan sampel 2 Kedua sampel dinyatakan berbeda apabila t
yang diperoleh melewati nilai kritis, t, dan sebaliknnya.
Universitas Sumatera Utara
29
3.6.7 Uji Perolehan Kembali Recovery