2.3 Penatalaksanaan
Seperti pada penyakit immunologis lainnya, pengobatan alergi obat antibiotik adalah dengan menetralkan atau mengeluarkan obat tersebut dari dalam tubuh.
Epinephrine adalah drug of choice pada reaksi anafilaksis. Untuk alergi obat jenis lainnya, dapat digunakan pengobatan simptomatik dengan antihistamin dan
kortikosteroid. Penghentian obat yang dicurigai menjadi penyebab harus dilakukan secepat mungkin. Tetapi, pada beberapa kasus adakalanya diharuskan untuk memilih
antara risiko alergi obat atau manfaat dari obat tersebut karena keduanya memiliki efek yang sama besar.
24
Secara umum penatalaksanaan alergi obat antibiotik adalah dengan menghentikan pemberian obat tersebut, menjaga kondisi pasien dari kemungkinan
terjadinya erupsi yang lebih parah, menjaga kondisi fisik pasien termasuk asupan nutrisi dan cairan tubuh seperti infus misalnya berupa glukosa 5 dan larutan
Darrow. Dan apabila terapi tidak mengalami kemajuan, dapat dilakukan transfusi darah.
24
Setelah pemakaian antibiotik yang diduga menyebabkan alergi dihentikan, dapat diberikan antibiotik pengganti seperti pemberian antibiotik vankomisin atau
fluorokuinolon pada pasien yang alergi terhadap penisilin atau pemberian antibiotik siprofloksasin pada pasien yang alergi terhadap antibiotik amoksisilin.
24
2.3.1 Antihistamin
Antihistamin merupakan obat andalan untuk reaksi alergi urtikaria. Antihistamin sangat baik dalam mengobati urtikaria akut maupun kronis.
Antihistamin yang sering digunakan adalah seperti feksofenadin, desloratadin, loratadin, cetirizin. Antihistamin sangat baik apabila dikonsumsi berhari-hari dari
pada hanya sekali saat alergi kambuh. Pengobatan akan berhasil dengan baik apabila dosis yang diberikan lebih ditingkatkan dari dosis yang dianjurkan.
27
Tabel 3. Antihistamin yang diindikasi dan biasa digunakan dalam perawatan urtikaria
27
Antihistamin Dosis dewasa
Generasi kedua antihistamin resepetor H1 Cetirizin
10-40 mg perhari Desloratadin
5-20 mg perhari Feksofenadin
120-480 mg perhari Loratadin
10-40 g perhari
2.3.2 Kortikosteroid
Untuk beberapa pasien yang menderita urtikaria berat dan tidak berhasil menggunakan antihistamin, dapat menggunakan kortikosteroid oral seperti prednison
dengan dosis 40 mg perhari selama 7 hari. Penggunaan kortikosteroid dalam jangka panjang harus dihindari karena akan timbul efek samping yang tidak baik bagi
tubuh.
27
Kortikosteroid juga diberikan pada reaksi alergi Sindrom SSJ atau NET yang ringan yaitu prednison dengan dosis 30-40mghari. Sedangkan pada SSJ atau NET
yang berat digunakan Dexametason intravena dengan dosis awal 4-6x5 mghari. Apabila kondisi mulai membaik dosis diturunkan secara cepat sebanyak 5 mg sehari
lalu diganti dengan prednison dengan dosis 20 mg hari. Pada hari berikutnya dosis diturunkan menjadi 10mg. Total lama pengobatan SSJ atau NET kurang lebih adalah
10 hari.
29
2.3.3 Desensitisasi
Desensitisasi atau imunoterapi ialah terapi yang dilakukan dengan cara memberikan alergen sedikit demi sedikit untuk membangkitkan pembentukan Ig-G
yang disebut blockingantibody. Ig-G tersebut akan mengikatalergen yang masuk tubuh sehingga tidak ada lagi alergen yang dapat diikat oleh Ig-E. Desensitisasi
memerlukan waktu yang lama, mahal, mempunyai resiko terjadinyasyok anafilaktik, dan hanya dilakukan pada indikasi kuat.
27
Desensitisasi harus dipertimbangkan pada pasien yang pernah mengalami reaksi yang diperantarai Ig-E terhadap penisilin dan memerlukan penisilin untuk terapi
infeksi yang berat seperti endokarditis bakterial dan meningitis. Desensitisasi harus dikerjakan dengan pengawasan khusus dari seorang spesialis. Pemberian secara oral
untuk desensitisasi lebih sering dilakukan karena hanya memiliki kemungkinan kecil untuk terjadi reaksi yang mengancam nyawa. Desensitisasi dapat dilakukan untuk
pasien yang terkena reaksi alergi sulfonamid dan sefalosoprin.
24
2.3.4 Penatalaksanaan syok anafilaktik