BAB 5 PEMBAHASAN
Hasil pengetahuan responden yang baik dalam hal keadaan patologis rongga mulut dengan indikasi antibiotik, antibiotik profilaksis di kedokteran, definisi
antibiotik profilaksis, efek samping antibiotik, dan keunggulan antibiotik sefalosoprin Tabel 7. Pengetahuan tentang keadaan patologis rongga mulut dengan indikasi
antibiotik menunjukkan 95,2 responden mengetahui bahwa abses periodontal terutama disertai keadaan sistemik merupakan contoh kasus diindikasi antibiotik. Hal
ini mungkin disebabkan karena pengetahuan mahasiswa yang baik tentang abses periodontal dan antibiotik sebagai obatnya. Pasien yang datang ke klinik Bedah
Mulut dengan abses periodontal cukup banyak dan diindikasi antibiotik sebelum dilakukan perawatan. Sebanyak 88 responden mengetahui definisi dan penggunaan
profilaksis dengan baik yaitu selain untuk pengobatan dan terapi, antibiotik juga digunakan untuk profilaksis. Termasuk kategori baik karena sebagai mahasiswa
kepaniteraan klinik, responden sudah harus mengetahui tujuan utama pemberian antibiotik kepada pasien. Namun masih terdapat responden yang mengetahui
antibiotik sebagai penatalaksanaan peradangan saja.Pengetahuan responden mengenai efek samping antibiotik yaitu 85,7. Hal ini mungkin disebabkan karena tidak jarang
antibiotik menimbulkan efek samping yaitu reaksi alergi seperti urtikaria atau angioedema, erupsi eksemantosa, SSJ, NET, dan syok anafilaktik. Hasil penelitian
juga menunjukkan 83,3 responden mengetahui bahwa sefalosporin lebih unggul dibandingkan penisilin karena sefalosporin memiliki aktivitas terhadap bakteri
penghasil penisilinase. Karena itu, penggunaan penisilin yang menyebabkan alergi dapat digantikan dengan sefalosporin karena sekitar 90 dari pengguna penisilin
yang terkena alergi dapat menggunakan sefalosporin tanpa terjadi reaksi alergi.
31
Pengetahuan responden tentang definisi antibiotik yaitu zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme atau dihasilkan secara sintetik yang dapat membunuh atau
menghambat perkembangan mikroorganisme sebanyak 78,5.Sebanyak 76,1
responden mengetahui bahwa penisilin efektif menangani bakteri gram positif. N
amun tidak efektif jika cincin β-laktamnya di pecah oleh β-laktamase.
13
Sebanyak 74 responden mengetahui bahwa
antibiotik dari golongan β-laktam merupakan antibiotik yang paling sering digunakan didalam kedokteran gigi. Sepertiamoksisilin,
amoksisilin-asam klavulanat, ampisilin, sefadroksil, sefaleksin, sefazolin, dan penisilin.
11
Pengetahuan responden tentang definisi antibiotik, keefektifan penisilin terhadap bakteri gram positif, dan antibiotik golongan β-laktam terbilang cukup. Hal
ini mungkin disebabkan karena responden jarang mengulangi tentang materi farmakologi khususnya tentang antibiotik. Sebanyak 74 responden mengetahui
bahwa antibiotik profilaksis tidak dianjurkan pada pasien dengan kasus penggunaan gigi tiruan lepasan atau alat ortodonti. Selain itu antibiotik profilaksis juga tidak
dianjurkan untuk pasien pada prosedur dental atau keadaan berikut yaitu anestesi topikal pada jaringan yang tidak meradang, pengambilan radiografi gigi, penyesuaian
alat ortodonti, penempatan braket ortodonti, dan pencabutan gigi desidui serta perdarahan karena trauma dibibir dan mukosa.
20
Sebanyak 62 responden mengetahui bahwa reaksi alergi yang paling sering ditimbulkan oleh antibiotik
penisilin adalah urtikaria dan angioedema. Reaksi alergi pada kulit merupakan reaksi alergi yang paling umum terjadi pada alergi obat
32
, dengan urtikaria sebagai salah satu jenis yang paling umum. Urtikaria terjadi hampir selalu disertai dengan
angioedema yaitu sekitar 40.
6
Sementara pengetahuan responden tentang jenis-jenis antibiotik β-laktam dan
jenis antibiotik β-laktam yang paling sering digunakan termasuk kategori kurang.Sebanyak 54,8 responden mengetahui bahwa jenis antibiotik yang termasuk
golongan β-laktam adalah karbapenem, sefalosporin dan penisilin G diikuti dengan monobaktam, dan karbasefem. Sebanyak 54,8 responden mengetahui jenis
antibiotik β-laktam yang paling sering menjadi pilihan adalah antibiotik penisilin dan amoksisilin. Dan sebanyak 52,4 responden mengetahui bahwa reaksi alergi yang
paling sering berasal dari antibiotik penisilin. Penisilin merupakan antibiotik yang paling sering menyebabkan alergi walaupun dalam penggunaannya penisilin
merupakan jenis antibiotik yang paling baik.
10
Pengetahuan responden tentang antibiotik linkomisin, antibiotik kuinolon, antibiotik aminoglikosida, antibiotik metronidazol, antibiotik makrolida, secara
umum termasuk dalam kategori kurang. Sebanyak 52,4 responden mengetahui bahwa antibiotik linkomisin digunakan untuk peradangan karena staphylokokus jika
antibiotik lain tidak dapat digunakan. Sebanyak 43 responden mengetahui bahwa antibiotik kuinolon sangat baik untuk peradangan yang disebabkan oleh gram negatif.
Sebanyak 40,4 responden mengetahui bahwa antibiotik aminoglikosida digunakan untuk peradangan yang disebabkan oleh mikroba gram negatif. Sebanyak 28,6
responden mengetahui bahwa antibiotik metronidazol digunakan untuk peradangan yang disebabkan oleh protozoa. Sebanyak 16,7 responden mengetahui bahwa
antibiotik makrolida digunakan untuk peradangan yang disebabkan oleh mikroba gram negatif yang resisten terhadap penisilin dan tetrasiklin. Hal ini mungkin
disebabkan karena mahasiswa kepaniteraan klinik jarang menggunakan antibiotik selain dari antibiotik golongan β-laktam dan responden jarang mengulang pelajaran
farmakologi. Farmakalogi sangat penting untuk dipahami oleh dokter gigi karena mempelajari tentang obat-obatan dan dampak baik dan buruk dari obat tersebut.
7
Persentase kategori pengetahuan antibiotik menunjukkan bahwa 59,5 responden termasuk dalam kategori berpengetahuan cukup, sebanyak 21,4
responden termasuk dalam kategori kurang dan sebanyak 19 responden termasuk kategori baik Tabel 9. Hal ini sedikit berbeda dengan penelitian yang dilakukan
Palmer et al tentang pengetahuan antibiotik pada 1544 dokter gigi di Inggris dan 672 dokter gigi di Skotlandia menunjukkan bahwa seluruh responden memiliki
pemahaman yang kurang tentang penggunaan antibiotik dalam praktek kedokteran gigi. Perbedaan hasil penelitian ini disebabkan karena adanya perbedaan responden,
dimana pada penelitian ini menggunakan mahasiswa kepaniteraan klinik sebagai responden sedangkan penelitian Palmer et al menggunakan dokter gigi dengan
rentang usia 21-61 tahun. Sebagian besar responden menyatakan masih kurang memahami tentang materi farmakologi terutama tentang antibiotik walaupun materi
farmakologi terutama tentang antibiotik sudah diajarkan sejak responden masih di masa perkuliahan.
33
Dari segi pengetahuan terhadappenatalaksanaan alergi antibiotik sebanyak 95,2 responden mengetahui bahwa tahap pertama dalam penatalaksanaan syok
anafilaktik adalah dengan melakukan penilaian ABC yaitu airway, breathing, dan circulation.Pengetahuan responden termasuk kategori baik mungkin disebabkan
karena materi penatalaksanaan kegawatdaruratan telah dipelajari dalam mata kuliah kedokteran gigi. Syok anafilaktik sendiri merupakan reaksi alergi yang timbul
mendadak dan memerlukan penatalaksanaan kegawatdaruratan.
24
Sebanyak 85,7 responden mengetahui bahwa antihistamin merupakan obat yang diberikan dalam
upaya penatalaksanaan alergi antibiotik.Antihistamin merupakan obat andalan dan sangat baik untuk mengobati reaksi alergi urtikaria akut maupun kronis.
27
Sebanyak 85,7 responden mengetahui bahwa selain antihistamin, dalam upaya
penatalaksanaan alergi antibiotik, kortikosteroid juga dapat diberikan terutama apabila antihistamin tidak bekerja dengan baik atau reaksi alergi yang ditimbulkan
lebih berat, seperti SSJ atau NET.
29
Sebanyak 83,3 responden mengetahui bahwa hal yang pertama kali dilakukan setelah mengetahui pasien terkena reaksi alergi
adalah dengan melakukan penghentian obat yang bersangkutan. Pengetahuan responden dalam upaya penatalaksanaan alergi termasuk kategori baik. Hal ini
menunjukkan bahwa responden yaitu mahasiswa kepaniteraan klinik telah mengerti bagaimana penatalaksanaan alergi secara umum, dan obat yang harus
diberikan.Penatalaksanaan alergi pada obat-obatan harus diketahui dan dilaksanakan oleh dokter gigi terutama apabila sewaktu-waktu terjadi kegawatdaruratan pada
pasien di klinik.
1
Hasil penelitian juga menunjukkan sebanyak 78,6 responden mengetahui bahwa tipe hipersensitivitas yang paling sering terjadi pada reaksi alergi antibiotik
adalah tipe hipersensitivitas tipe I yaitu reaksi anafilaksis. Reaksi alergi yang disebabkan oleh hipersensitivitas tipe I timbul dengan cepat atau dalam hitungan
menit.
24
Sebanyak 78,6 responden mengetahui bahwa SSJNET merupakan reaksi alergi antibiotik yang berat dan dapat menimbulkan kematian.Menurut WHO, SSJ
dan NET termasuk dari 2 jenis alergi obat yang tergolong berat dan menimbulkan kematian.
24
Pengetahuan responden tentang SSJNET masih dalam kategori cukup
karena SSJNET masih termasuk reaksi alergi yang jarang terjadi dan belum pernah terjadi pada pasien klinik sebelumnya. Sebanyak 78,6 responden mengetahui bahwa
ciri-ciri syok anafilaktik adalah seperti rasa takut, gatal-gatal, kemerahan dari wajah, gatal substernal, sesak nafas, sianosis, dan hilang kesadaran. Pengetahuan responden
termasuk kategori cukup. Hal ini mungkin disebabkan karena responden masih cukup mengetahui tentang syok anafilaktik. Sebanyak 78,6 responden mengetahui bahwa
teknik desensitisasi pada reaksi alergi antibiotik memiliki kekurangan yaitu memerlukan waktu yang lama, mahal dan memiliki resiko syok anafilaktik. Hal ini
mungkin disebabkan karena responden memahami tentang teknik desensitisasi sebagai penatalaksanaan alergi antibiotik dengan cukup. Sebanyak 73,8 responden
mengetahui bahwa dalam patofisiologi alergi antibiotik yang paling berperan adalah sel limfosit T yang menjadi aktif selama proses patofisiologi alergi antibiotik. Hal ini
menunjukkan bahwa pengetahuan responden tentang patofisiologi alergi antibiotik masih termasuk kategori cukup. Sebanyak 71,4 responden mengetahui bahwa
pemeriksaan atau tes diagnostik pada reaksi alergi antibiotik adalah anamnesa dan tes uji kulit. Tes uji kulit dilakukan oleh ahlinya atau orang yang bekerja dalam spesialis
alergi. Karena itu mungkin jumlah responden yang mengetahui tentang tes diagnostik masih dalam kategori cukup.
6
Dari keseluruhan responden, sebanyak 69 responden mengetahui bahwa reaksi alergi antibiotik yang paling sering terjadi terutama pada kulit adalah urtikaria.
Selain urtikaria reaksi alergi yang sering terjadi adalah urtikaria yang diikuti angioedema, erupsi eksemantosa dan SSJNET. Sebanyak 69 responden
mengetahui bahwa syok anafilaktik merupakan reaksi alergi antibiotik yang berbahaya dan terjadi secara tiba-tiba. Hal ini juga menunjukkan bahwa jumlah
responden yang mengetahui tentang syok anafilaktik masih dalam kategori cukup. Sebanyak 69 responden mengetahui bahwa beberapa jenis antihistamin yang
digunakan dalam upaya penatalaksanaan alergi antibiotik yaitu seperti fexonadin dan desloratadin. Jumlah responden yang mengetahui tentang jenis antihistamin yang
digunakan dalam penatalaksanaan alergi antibiotik masih dalam kategori cukup. Sebanyak 66,7 responden mengetahui bahwa reaksi alergi yang paling sering
terjadi pada hipersensitivitas tipe I adalah urtikaria dan syok anafilaktik. Urtikaria terjadi secara tiba-tiba begitu antibiotik bersangkutan diberikan, demikian juga syok
anafilaktik. Jumlah responden yang mengetahuinya masih dalam kategori cukup. Sebanyak 66,7 responden mengetahui bahwa tahap kedua atau tahap setelah
melakukan penilaian ABC pada penatalaksanaan syok anafilaktik adalah dengan melakukan pemberian adrenalin dan diulang setiap 15 menit sampai keadaan
membaik. Pengetahuan responden dalam hal penatalaksanaan tahap lanjut syok anafilaktik masih dalam kategori cukup. Hal ini mungkin disebabkan karena
responden jarang mengulangi materi kuliah tentang syok anafilaktik. Hasil penelitian juga menunjukkan sebanyak 59,5 responden mengetahui
bahwa reaksi alergi urtikaria biasanya disertai dengan angioedema yaitu apabila dermis bagian dalam disertai edema. Sebanyak 57,1 responden mengetahui bahwa
ciri-ciri reaksi alergi urtikaria adalah terjadi secara berulang, kemerahan, bengkak, dan menimbulkan bercak. Jumlah responden yang mengetahui tentang urtikaria yang
disertai angioedema dan ciri-ciri reaksi alergi urtikaria termasuk dalam kategori kurang. Sebanyak 54,8 responden mengetahui definisi teknik desensitisasi pada
reaksi alergi antibiotik adalah merupakan terapi yang dilakukan dengan cara memberikan alergen sedikit demi sedikit untuk membangkitkan pembentukan Ig-G
atau blocking antibody.Jumlah responden yang mengetahui tentang teknik desensitisasi termasuk kategori kurang. Hal ini mungkin disebabkan karena teknik
desensitisasi masih jarang digunakan. Sebanyak 50 responden mengetahui ciri-ciri reaksi alergi erupsi eksemantosa yaitu berbentuk mobiliformis atau makulopapuler,
pruritus dan terdapat pustula. Hal ini mungkin disebabkan karena responden yang merupakan mahasiswa kepaniteraan klinik belum begitu paham terhadap reaksi alergi
yang terjadi pada kulit. Sebanyak 47,6 responden mengetahui bahwa antibodi yang memperantarai hipersensitivitas tipe I adalah antibodi Ig-E. Pengetahuan responden
terhadap antibodi yang memperantarai hipersensitivitas masih termasuk kurang. Sebanyak 45,2 responden mengetahui tahap lanjut dari penatalaksanaan syok
anafilaktik yaitu setelah syok berhenti dengan melakukan pemberian kortikosteroid. Jumlah responden yang mengetahui tentang penatalaksanaan syok anafilaktik masih
tergolong kurang. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Mollashahi dan Honarmand tentang sikap dokter gigi tentang kegawatdaruratan medis di Iran,
terhadap dokter gigi didapat hasil bahwa 61 responden termasuk kategori baik. Hal ini mungkin disebabkan karena responden yang berbeda. Dokter gigi lebih
memahami dengan baik tentang alergi antibiotik.
32
Sebanyak 38,1 responden mengetahui bahwa erupsi eksemantosa merupakan salah satu reaksi alergi antibiotik
selain urtikaria dan angioedema. Jumlah responden yang mengetahui tentang erupsi eksemantosa termasuk kategori kurang. Sebanyak 38,1 responden mengetahui
bahwa dalam melakukan penatalaksanaan syok anafilaktik apabila tidak terpaksa, tidak perlu mengirimkan pasien dengan syok anafilaktik ke rumah sakit karena pasien
dapat meninggal sewaktu perjalanan. Hal ini mungkin disebabkan karena responden tidak begitu mengetahui bahwa apabila pasien sudah mengalami syok anafilaktik,
sebaiknya harus langsung segera ditangani karena apabila dibawa ke rumah sakit terlebih dahulu menggunakan ambulans, pasien bisa saja meninggal dalam
perjalanan.
24
Sebanyak 33,3 responden mengetahui bahwa organ tubuh yang berperan dalam reaksi alergi antibiotik adalah hati, ginjal dan paru-paru. Responden
yang mengetahui tentang organ tubuh yang terlibat termasuk dalam kategori kurang. Sebanyak 33,3 responden mengetahui bahwa ciri-ciri dari reaksi alergi SSJ adalah
terdapat bercak-bercak pada kulit diiringi nyeri kepala, batuk, pilek dan denyut nadi melemah. Sebanyak 33,3 responden mengetahui bahwa ciri-ciri reaksi alergi NET
adalah terdapat epidermolisis yang menyeluruh, dan kelainan pada selaput lendir orifisum genetalian eksterna dan mata. Jumlah responden yang mengetahui tentang
ciri-ciri SSJ dan NET masih dalam kategori kurang. Hal ini mungkin disebabkan karena responden masih merupakan mahasiswa kepaniteraan klinik dan tidak sering
mengulangi materi kuliah farmakologi. Reaksi alergi SSJ dan NET masih jarang terjadi namun sangat rentan terjadi kematian.
34
Persentase kategori pengetahuanterhadap penatalaksanaan alergi antibiotik termasuk kedalam kategori cukup 42,8, sebanyak 35,7 responden termasuk
kategori baik dan sebanyak 21,4 responden termasuk kategori kurang Tabel 11. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa kepaniteraan klinik memiliki pengetahuan
yang cukup tentang antibiotik dan memiliki pengetahuan yang cukup juga tentang penatalaksanaan apabila terjadi reaksi alergi terhadap antibiotik. Selain harus
mengetahui dengan benar tentang definisi, klasifikasi, indikasi dan efek samping antibiotik, mahasiswa sebagai calon dokter gigi harus mengetahui dan sigap dalam
melakukan penatalaksanaan alergi antibiotik apabila terjadi reaksi alergi yang terjadi baik secara tiba-tiba maupun dalam jangka waktu lama.
1
Pengetahuan terhadap antibiotik danpenatalaksanaan alergi antibiotik merupakan suatu pengetahuan yang sangat luas dan alergi antibiotik masih jarang
terjadi didalam kedokteran gigi. Namun mahasiswa kedokteran gigi tetap diwajibkan untuk mengetahui tentang antibiotik dan alergi antibiotik, karena penggunaan
antibiotik sangat penting dalam sebagian kasus penyakit gigi dan mulut dan salah satu efek samping antibiotik yaitu alergi antibiotik dapat terjadi secara tiba-tiba atau tidak
terduga dan dapat menimbulkan kematian.
1
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN