Hasil Kegiatan Wawancara Riset

14 TIPOLOGI PENCUCIAN UANG 2016

BAB III HASIL PENELITIAN

A. Hasil Kegiatan Wawancara Riset

Dalam penyusunan penelitian ini telah dilakukan pengumpulan data melalui wawancara dan kuesioner kepada Aparat Penegak Hukum yang memiliki wewenang penyidikan dan penuntutan yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi KPK dan Kejaksaan serta lembaga peradilan yang memilki wewenang dalam sidang peradilan perkara pencucian uang. Adapun pokok-pokok hasil wawancara dan kuesioner terhadap instansi Komisi Pemberantasan Korupsi, Kejaksaan dan Peradilan sebagai berikut:

I. Penanganan Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang oleh Aparat Penegak Hukum

Salah satu output yang dihasilkan oleh PPATK yaitu berupa Hasil Analis HA baik proaktif maupun reaktif dan Hasil Pemeriksaan HP. Kemudian hasil laporan HA dan HP tersebut disampaikan kepada pihak Penyidik TPPU untuk ditindaklanjuti guna melacak tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana asalnya. Berdasarkan penjelasan Pasal 74 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang dimaksud dengan Penyidik TPPU meliputi Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi KPK, Badan Narkotika Nasional BNN, serta Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia. A.1 Perkembangan Penanganan Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia Penanganan perkara pencucian uang oleh Kepolisian RI dapat dilakukan melalui 2 jalur jalur kuning dan biru. Pendekatan penanganan perkara TPPU melalui jalur 1 kuning akan lebih terfokuskan dalam menemukan tindak pidana asal dengan tindak pidana pencucian uang. Sedangkan di jalur 2, penyidik sudah menemukan tindak pidana asal dan kemudian akan terfokuskan pada optimalisasi penelusuran aset dan mengembalikan kerugian atau merampas harta hasil kejahatan. untuk kepentingan eksternal 15 P U S A T P E L A P O R A N D A N A N A L I S I S T R A N S A K S I K E U A N G A N TIPOLOGI PENCUCIAN UANG 2016 Gambar 2. Pendekatan Penanganan Perkara Pencucian Uang oleh Kepolisian RI Sumber: Kepolisian Negara Republik Indonesia Berdasarkan hasil informasi yang disampaikan dapat diketahui perkembangan jumlah penanganan perkara pencucian uang oleh Kepolisian RI selama periode 2011 s.d. 2015. Grafik 2. Perkembangan Penanganan Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang oleh Kepolisian RI Tahun 2011 s.d. 2015 Sumber: Kepolisian Negara Republik Indonesia LHA PPATK POLRIBARESKRIM POLRI LTKM PJKPBJ KPD PPATK PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN LAPORAN POLISI LIDIKSIDIK TPPU 1 2 IHA PPATK PERMINTAAN ANALISIS 1 4 4 1 1 180 30 23 142 97 50 100 150 200 2011 2012 2013 2014 2015 Hasil Pemeriksaan HP Hasil Analisis HA untuk kepentingan eksternal 16 TIPOLOGI PENCUCIAN UANG 2016 Dalam perkembangannya penanganan perkara pencucian uang yang bersumber dari HA dan HP PPATK selama periode 2011 s.d. 2015 mengalami fluktuasi dan cenderung mengalami penurunan meskipun terjadi peningkatan pada tahun 2014. Namun, penurunan penanganan perkara tersebut diikuti dengan perbaikan kualitas HA dan HP PPATK. A.2 Perkembangan Penanganan Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi Proses Penyidikan yang dilakukan oleh KPK dimulai setelah ditemukannya 2 bukti yang telah disepakati pada saat ekspose perkara. Kemudian dilakukannya tahap proses penyidikan dan apabila ditemukan adanya perbuatan menyembunyikan atau menyamarkan Asal Usul Harta Kekayaan hasil tindak pidana korupsi, maka diusulkan untuk dilakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang. Selanjutnya, apabila telah dilakukan tahap proses penyidikan TPPU maka akan dilakukan penggabungan perkara. Berikut jumlah perkara tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang oleh KPK. Grafik 3. Perkembangan Penanganan Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang oleh KPK Tahun 2012 s.d. 2015 Sumber: Komisi Pemberantasan Korupsi 48 70 58 57 2 7 6 4 10 20 30 40 50 60 70 80 2012 2013 2014 2015 TPK TPPU untuk kepentingan eksternal 17 P U S A T P E L A P O R A N D A N A N A L I S I S T R A N S A K S I K E U A N G A N TIPOLOGI PENCUCIAN UANG 2016 Perkembangan penanganan perkara pencucian uang oleh KPK pada tahun 2013 s.d. 2015 menunjukan bahwa KPK sudah mulai sering menerapkan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang. Meskipun terjadi penurunan penanganan pada tahun 2015. Hal tersebut diikuti oleh adanya penurunan penanganan perkara pada tindak pidana korupsi. Berdasarkan hasil wawancara diketahui beberapa indikasi tindak pidana korupsi yang berpotensi adanya tindak pidana pencucian uang diantaranya: a. Tindak Pidana Korupsi yang berulang; b. Adanya rentang waktu dengan perbuatan tindak pidana korupsi yang dilakukan; c. Diketahuinya adanya perbuatan menyamarkan atau menyembunyikan asal usul atas hasil tindak pidana korupsi. A.3 Perkembangan Penanganan Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang oleh Mahkamah Agung RI Di dalam penjelasan Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 dinyatakan bahwa Mahkamah Agung MA memiliki fungsi sebagai pengadilan negara tertinggi. Mahkamah Agung adalah pengadilan kasasi yang memiliki tugas mengatur keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali. Berdasarkan rekapitulasi perkara pencucian uang di Mahkamah Agung RI, jumlah perkara pencucian uang yang masuk di Mahkamah Agung mengalami penurunan dari 19 kasasi masuk di tahun 2011 menjadi 9 kasasi masuk di tahun 2013. Namun, pada tahun 2014 s.d. 2015 terjadi peningkatan jumlah kasasi yang masuk semula 10 kasasi menjadi 17 kasasi masuk. Pada tahun 2015 terdapat 5 kasasi masuk yang belum putus oleh Mahkamah Agung RI. Tabel 1. Perkembangan Penanganan Perkara Pencucian Uang Kasasi Pidana Khusus Tahun 2011 s.d. 2015 No. Informasi 2011 2012 2013 2014 2015 1 Kasasi Masuk 19 13 9 10 17 2 Kasasi Belum Putus 5 3 Kasasi Sudah Putus 19 13 9 10 12 4 Kasasi Kabul 10 4 2 3 5 Kasasi Tolak 9 7 5 4 11 6 Kasasi Tolak Perbaikan 1 1 3 1 untuk kepentingan eksternal 18 TIPOLOGI PENCUCIAN UANG 2016 No. Informasi 2011 2012 2013 2014 2015 7 Kasasi NO 1 1 8 Kasasi Cabut Sumber: Mahkamah Agung RI A.4 Penyidikan, Penuntutan dan Sidang Pengadilan Perkara Pencucian Uang  Secara umum responden dari Penyidik TPPU menyatakan bahwa dengan adanya UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang PPTPPU sangat membantu dalam melaksanakan tugas terkait kasus-kasus pidana yang sedang ditangani. Khususnya mengenai penelusuran aset dan pencarian informasi dan hasil analisa terhadap suatu transaksi yang dilakukan oleh pelaku maupun pihak-pihak terkait lainnya. Namun, menurut responden masih terdapat beberapa hal yang menjadi kelemahan di dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang PPTPPU, diantaranya: ฀ Masih adanya perbedaan pemahaman di kalangan Hakim mengenai ketentuan Pasal 69 UU No. 8 Tahun 2010 tentang PPTPPU, khususnya untuk penyidik tindak pidana korupsi oleh KPK; ฀ Masa waktu untuk pemblokiran sangat pendek; ฀ Tata cara pembalikan beban pembuktian oleh terdakwa secara khusus memberikan kesempatan yang seluas-luasnya pada Jaksa Penuntut Umum untuk membuktikan sebaliknya; ฀ Belum diaturnya mengenai perolehan aset yang mana dalam menentukan pada waktu perolehanharta kekayaan; ฀ Tidak sebandingnya hukuman kurungan pengganti pidana denda.  Selama periode riset, pemanfaatan atas HA dan HP PPATK dalam proses penyelidikan maupun penyidikan sudah cukup baik. Namun, terdapat sejumlah 4 dari 8 responden riset yang belum memanfaatkan hasil laporan PPATK dalam proses penyelidikan maupun penyidikan. Untuk wilayah responden yang belum pernah memanfaatkan HA dan HP PPATK berada di wilayah provinsi DI untuk kepentingan eksternal 19 P U S A T P E L A P O R A N D A N A N A L I S I S T R A N S A K S I K E U A N G A N TIPOLOGI PENCUCIAN UANG 2016 Yogyakarta dan Kalimantan Barat. Diharapkan kedepannya pemanfaatan HA dan HP PPATK dapat lebih optimal digunakan oleh Aparat Penegak Hukum khususnya pada wilayah yang termasuk kedalam kategori berisiko tinggi, seperti DKI Jakarta, Jawa Timur, Papua, Sumatera Utara, Riau, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Bengkulu dan Bali.  Secara umum responden dari Penyidik danatau Penuntut Umum pernah menggunakan kewenangannya untuk melakukan penundaan transaksi, pemblokiran, permintaan kepada Pihak Pelapor untuk memberikan keterangan secara tertulis mengenai harta kekayaan dari tersangka, terdakwa dan orang yang telah dilaporkan oleh PPATK kepada Penyidik, sesuai ketentuan Pasal 70, 71 dan 72 dalam UU No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang PPTPPU.  Selama periode riset, keseluruhan pihak responden dari instansi Pengadilan belum pernah mengimplementasikan Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2013 tentang Tata cara penyelesaian harta kekayaan dalam tindak pidana pencucian uang. Hal tersebut dikarenakan belum adanya pengajuan dari Penyidik TPPU. Perma 1 Tahun 2013 tersebut dibentuk untuk mengisi kekosongan hukum acara pelaksanaan Pasal 67 UU PPTPPU. Di dalam Pasal 67 memberikan kewenangan kepada Penyidik TPPU untuk mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri untuk memutuskan Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan tindak pidana menjadi aset negara atau dikembalikan kepada yang berhak.

II. Perkembangan Modus dan Pola Transaksi Pencucian Uang

Berdasarkan pengetahuan dan pengalaman keseluruhan responden riset dalam menangani perkara pencucian uang, maka dapat diperoleh beberapa perkembangan modus dan pola transaksi yang dilakukan oleh pelaku pencucian uang di Indonesia selama periode riset. Berikut ini beberapa modus pencucian uang yang ditemukan, diantaranya: a. Penggunaan nama Perusahaan atau Perorangan untuk menampung hasil kejahatan; b. Penggunaan pihak ketiga untuk melakukan pengiriman uang secara tunai atau penukaran valuta asing; untuk kepentingan eksternal 20 TIPOLOGI PENCUCIAN UANG 2016 c. Penggunaan identitas lain yang bersangkutan sendiri atau identitas mirip nama orang lain KTP Palsu untuk penempatan uang, baik pada penggunaan rekening bank maupun penyedia jasa keuangan lainnya; d. Pengelolaan tunai dengan dititipkan kepada pengusaha yang biasa kelola uang tunai besar, tanpa adanya pencatatan “back to back agreement” contoh: pengusaha hitam; e. Penyertaan kepemilikan saham sebuah perusahaan; f. Penempatan uang untuk transaksi bisnis yang tidak mengejar keuntungan, dan pengelolaan keuangan yang buruk. contoh: Jual beli kendaraan bekas dari lelang; g. Pembelian sejumlah asetbarang-barang mewah berupa mobil, properti rumah, apartemen, kondotel dengan menggunakan nama orang lain sebagai bukti kepemilikan; h. Penggunaan uang hasil Tindak Pidana Korupsi untuk bisnis properti, yang kemudian terhadap para pejabat dibuatkan seolah-olah ada skema kredit; i. Seolah-olah warisan, milik keluarga yang dikelola oleh pelaku pencucian uang; j. Dengan pernikahan yang tidak tercatat atau tercatat menggunakan KTP Palsu, dan melibatkan pihak keluarga istri untuk pengelolaan harta kekayaan. Sedangkan pola transaksi keuangan yang dilakukan oleh pelaku pencucian uang, diantaranya: a. Penggunaan cash basis berupa tarik tunai, setor tunai dan menyamarkan identitas; b. Penggunaan Rekening Nominee milik orang lain baik yang dikenal, tidak dikenalfiktif untuk menempatkan harta kekayaan hasil kejahatan; c. Transaksi keuangan melibatkan banyak pihak dengan volume transaksi yang tinggi dan nilai transaksi yang kecil-kecil; d. Transaksi keuangan sewajar mungkin untuk menghindari kecurigaan; e. Transaksi keuangan yang dilakukan secara pass by sejumlah dana yang masuk langsung di transfer kembali atau tarik tunai. untuk kepentingan eksternal 21 P U S A T P E L A P O R A N D A N A N A L I S I S T R A N S A K S I K E U A N G A N TIPOLOGI PENCUCIAN UANG 2016

III. Dinamika dan Tantangan Aparat Penegak Hukum dalam Penanganan Perkara Pencucian Uang

Dalam penanganan perkara pencucian uang tentunya terdapat dinamika dan tantangan yang dialami oleh Aparat Penegak Hukum, khususnya dalam hal penelusuran dan pembuktian perkara pencucian uang, diantaranya: a. Dalam penelusuran aset, 1 pelaku pencucian uang seringkali menempatkan hasil kekayaan pada aset bergeraktidak bergerak. Sedangkan untuk bukti kepemilikan pada biasanya disembunyikan dan tidak dapat disita, sehingga meskipun barangnya disita untuk proses eksekusi setalah putusan inkracht van gewisjde akan kesulitan dalam pelelangan. 2 terdapat kesulitan pada penelusuran aset hasil kejahatan yang berbentuk fisikproses pembangunan. 3 Apabila asethasil kejahatan yang diperoleh oleh pelaku pencucian uang kemudian diatasnamakan orang lain yang tidak memiliki hubungan dengan pelaku; b. Dalam hal pembuktian terbalik sebaiknya memberikan kemudahan kepada Penuntut Umum. Namun, dalam praktiknya pada tahap persidangan pembuktian dari Penuntut Umum tetap diwajibkan untuk membuktikan bahwa harta tersebut merupakan hasil tindak pidana; c. Pada saat proses pembuktian, pihak penuntut umum mengalami kesulitan ketika membuktikan kepemilikan rekening yang tidak didukung dengan dokumen tambahan berupa buku tabungan rekening tersebut. Disamping itu terdapat beberapa dinamika dan tantangan lainnya yang seringkali ditemukan oleh Aparat Penegak Hukum dalam menangani perkara pencucian uang, diantaranya:  Pada tahap penyelidikan terdapat kesulitan dalam melakukan pemblokiran, sehingga diusulkan untuk dapat dilakukan penyitaan terlebih dahulu;  Sulitnya mendapatkan ahli mengenai pencucian uang dan sulitnya untuk masuk kedalam akses lembaga jasa keuangan.  Pada saat proses penelusuran transaksi seringkali terhambat oleh batas waktu penahanan. Hal tersebut dikarenakan sulitnya mendeteksi pihak beneficial owner atau pihak penerima manfaat atas hasil tindak kejahatan;  Transaksi yang dilakukan secara tunai cash basis menjadi kendala dalam penelusuran transaksi;  Pada saat proses penyusunan dakwaan, terdapat kendala mengenai tempus kejadian yang berbeda. Hal tersebut seringkali dipertanyakan oleh dewan majelis hakim, khususnya pada Pasal 64 dan Pasal 65 KUHP karena dimungkinkan perbuatan tersebut terjadi pada periode sebelum UU PPTPPU. untuk kepentingan eksternal 22 TIPOLOGI PENCUCIAN UANG 2016  Dalam proses persidangan, terdapat kesulitan atau kendala dalam penerapan UU PPTPPU periode sebelum 2010 dengan sesudah periode 2010.  Dalam proses persidangan diharapkan adanya Ahli dari PPATK.  Dalam proses persidangan, data atau informasi yang disampaikan Penyidik tidak semuanya dapat dibuktikan, seperti ketiadaan alat bukti dan terkadang berkassurat dakwaan yang disampaikan oleh Penuntut Umum tidak lengkap. Sehingga diharapkan dapat melengkapi atau memperkuat alat bukti. B. Karakteristik Putusan Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang Tahun 2015 Karakteristik putusan perkara pencucian uang diperoleh berdasarkan hasil putusan perkara pencucian uang yang telah berkekuatan hukum tetap inkracht van gewisjde selama periode 2015. Berdasarkan data yang diperoleh terdapat sebanyak 40 Putusan Perkara Pencucian Uang yang telah berkekuatan hukum tetap inkracht van gewisjde selama periode 2015. Berikut sebaran putusan perkara pencucian uang berdasarkan tingkat lembaga pengadilan selama periode 2015. Tabel 2. Putusan Perkara Pencucian Uang Berdasarkan Tingkatan Lembaga Peradilan No. Lembaga Pengadilan Jumlah 1 Pengadilan Negeri 20 2 Pengadilan Tinggi 16 3 Mahkamah Agung 4 Total 40 Sumber: Rekapitulasi Lembaga Peradilan 2016 Tingkat penanganan perkara tindak pidana pencucian uang selama periode 2015 lebih dominan di Pengadilan Tingkat Pertama yaitu Pengadilan Negeri sebanyak 20 putusan atau 50 persen yang tersebar di 15 Provinsi Indonesia. Pengadilan Tingkat Kedua sebanyak 16 Putusan atau 40 persen serta Mahkamah Agung sebanyak 4 putusan atau 10 persen. Hal tersebut dapat diketahui secara rinci pada tabel 4. untuk kepentingan eksternal 23 P U S A T P E L A P O R A N D A N A N A L I S I S T R A N S A K S I K E U A N G A N TIPOLOGI PENCUCIAN UANG 2016 Tabel 3. Sebaran Wilayah Putusan Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang Tahun 2015 No. Tingkat Pengadilan Jumlah 1 Pengadilan Negeri Banda Aceh 1 2 Pengadilan Negeri Bandung 1 3 Pengadilan Negeri Batam 1 4 Pengadilan Negeri Brebes 1 5 Pengadilan Negeri Karanganyar 1 6 Pengadilan Negeri Kebumen 2 7 Pengadilan Negeri Kediri 1 8 Pengadilan Negeri Kotabaru 2 9 Pengadilan Negeri Manokwari 2 10 Pengadilan Negeri Maros 1 11 Pengadilan Negeri Pontianak 1 12 Pengadilan Negeri Sampit 1 13 Pengadilan Negeri Surabaya 4 14 Pengadilan Negeri Tanjung 1 15 Pengadilan Tinggi Bandung 1 16 Pengadilan Tinggi Banjarmasin 2 17 Pengadilan Tinggi Banten 1 18 Pengadilan Tinggi Denpasar 1 19 Pengadilan Tinggi Jakarta 6 20 Pengadilan Tinggi Medan 2 21 Pengadilan Tinggi Pontianak 1 22 Pengadilan Tinggi Yogyakarta 2 23 Mahkamah Agung 4 Total 40 Sumber: Rekapitulasi Lembaga Peradilan 2016 untuk kepentingan eksternal 24 TIPOLOGI PENCUCIAN UANG 2016 Grafik 4. Trendline Putusan Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang Tahun 2014 s.d. 2015 Sumber: Rekapitulasi Lembaga Peradilan 2016 Trendline jumlah putusan perkara pencucian uang yang telah memiliki kekuatan hukum tetap inkracht van gewisjde dari tahun 2014 Semester I sampai tahun 2015 Semester II mengalami penurunan sebanyak 17 Putusan. Penurunan tersebut dikarenakan masih banyaknya perkara pencucian uang yang masih mengikuti proses upaya hukum, baik di tingkat banding maupun kasasi. Berdasarkan hasil rekapitulasi perkara pencucian uang di Mahkamah Agung tahun 2015 terdapat 17 Kasasi Masuk, 5 diantaranya belum berkekuatan hukum tetap inkracht van gewisjde. 2 Salah satu tujuan strategis PPATK dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme adalah meningkatkan efektivitas pecegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme. Dalam aspek pemberantasan tindak pidana pencucian uang, perlu adanya sinergitas dan penyamaan persepsi antar Lembaga Penegak Hukum. Hal tersebut dikarenakan semakin kompleks dan berkembangnya modus operandi pencucian uang yang dilakukan oleh pelaku untuk menyembunyikan dan menyamarkan asal usul harta kekayaan yang bersumber dari hasil kejahatan. 2 Hakim Agung Suhadi, SH, MH, Perkembangan Tipologi Pencucian Uang Secara Umum serta Keterkaitan dengan Tindak Pidana Korupsi dan Narkotika, In House Training PPATK. Februari 2016. 29 28 16 24 31 29 16 34 5 10 15 20 25 30 35 40 SMT I 2014 SMT II 2014 SMT I 2015 SMT II 2015 Putusan Terdakwa Linear Putusan Linear Terdakwa untuk kepentingan eksternal 25 P U S A T P E L A P O R A N D A N A N A L I S I S T R A N S A K S I K E U A N G A N TIPOLOGI PENCUCIAN UANG 2016 B.1 Karakteristik Putusan Perkara Pencucian Uang Berdasarkan Profil Terdakwa Berdasarkan basis data putusan perkara pencucian uang tahun 2015 yang telah berkekuatan hukum tetap inkracht van gewisjde terdapat sebanyak 50 terdakwa dari 40 putusan. Diketahui bahwa profil terdakwa yang dominan selama tahun 2015 yaitu PengusahaWiraswasta sebanyak 22 terdakwa atau 44 persen dari 50 terdakwa. Hal tersebut dapat diketahui secara rinci pada tabel 5. Tabel 4. Putusan Perkara Pencucian Uang Berdasarkan Profil Terdakwa Tahun 2015 No. Profil Jumlah Distribusi 1 PengusahaWiraswasta 22 44 2 Pegawai Bank, BUMND, Jasa Pengiriman Uang, Pedagang Valuta 7 14 3 Pegawai SwastaKaryawan 5 10 4 PetaniNelayan, Pengrajin, Buruh Lepas, Pedagang 4 8 5 Tidak Bekerja 4 8 6 PNSASN termasuk pensiunan 3 6 7 Ibu Rumah Tangga 3 6 8 Pejabat Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif 1 2 9 Tidak diketahui 1 2 Total 50 100 Keterangan: Berkas Putusan belum diperoleh Sumber: Rekapitulasi Lembaga Peradilan 2016 Pada tahun 2015, jumlah profil terdakwa dari kategori berisiko tinggi seperti orang yang populer secara politis Politically Exposed PersonsPEP, Pegawai instansi pemerintah kecenderungannya lebih sedikit dibandingkan profil Pegawai Bank, BUMND, Jasa Pengiriman Uang, Pedagang Valuta Asing yaitu sebanyak 7 terdakwa atau sebesar 14 persen. untuk kepentingan eksternal 26 TIPOLOGI PENCUCIAN UANG 2016 Grafik 5. Profil Terdakwa Tindak Pidana Pencucian Uang Tahun 2015 Sumber: Rekapitulasi Lembaga Peradilan 2016 Secara dominan usia terdakwa pencucian uang berada pada usia diatas 40 tahun sebanyak 24 terdakwa atau 48 persen dari 50 terdakwa. Sedangkan sisanya sebanyak 17 terdakwa atau 34 persen berada pada rentang usia 30 s.d. 40 tahun dan usia dibawah 30 tahun sebanyak 8 terdakwa atau 16 persen. Grafik 6. Usia Terdakwa Tindak Pidana Pencucian Uang Tahun 2015 Sumber: Rekapitulasi Lembaga Peradilan 2016 22 7 5 4 4 3 3 1 1 5 10 15 20 25 PengusahaWiraswasta Pegawai Bank, BUMND, Jasa Pengiriman Uang, Pedagang Valuta Pegawai SwastaKaryawan PetaniNelayan, Pengrajin, Buruh Lepas, Pedagang Tidak Bekerja PNSASN termasuk pensiunan Ibu Rumah Tangga Pejabat Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif Tidak diketahui Dibawah 30 tahun 8; 16 30 s.d. 40 tahun 17; 34 Diatas 40 tahun 24; 48 NA 1; 2 Dibawah 30 tahun 30 s.d. 40 Diatas 40 tahun NA untuk kepentingan eksternal 27 P U S A T P E L A P O R A N D A N A N A L I S I S T R A N S A K S I K E U A N G A N TIPOLOGI PENCUCIAN UANG 2016 B.2 Karakteristik Putusan Perkara Pencucian Uang Berdasarkan Tindak Pidana Asal Tindak Pidana Pencucian Uang TPPU adalah suatu tindak pidana lanjutan follow up crime yang merupakan kelanjutan dari tindak pidana asal predicate crime, sebagai sebuah upaya untuk menyembunyikan, atau menghilangkan jejak sedemikian rupa sehingga tidak dapat diketahui bahwa harta kekayaan tersebut berasal dari tindak pidana. Sedangkan tindak pidana asal predicate crime merupakan tindak pidana yang menghasilkan uangharta kekayaan yang kemudian dilakukan proses pencucian uang. Oleh karena itu, tidaklah mungkin ada TPPU tanpa adanya tindak pidana asalnya terlebih dahulu. Berbeda dengan tindak pidana lain, TPPU adalah tindak pidana yang tidak berdiri sendiri, namun didahului dan mungkin diikuti dengan tindak pidana lain. TPPU merupakan bagian dari serangkaian kejahatan yang saling berkaitan. Oleh karena itu, rezim pemberantasan TPPU berprinsip follow the money, bukan follow the person, karena tindak pidananya yang saling terangkai mengalirkan harta kekayaannya dari satu pihak ke pihak yang lain. Sebagai follow up crime, menurut Mahkamah Agung untuk melakukan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan dalam perkara TPPU tetap harus didahului dengan adanya tindak pidana asal, namun tindak pidana asal tersebut tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu. Makna frasa tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu bukan berarti tidak perlu dibuktikan sama sekali, namun TPPU tidak perlu menunggu lama sampai perkara pidana asalnya diputus atau telah memperoleh kekuatan hukum tetap. 3 Secara umum karakteristik putusan perkara pencucian uang berdasarkan tindak pidana asal didominasi oleh tindak pidana korupsi sebanyak 10 putusan atau 25 persen dari 40 putusan, tanpa tindak pidana asal hanya TPPU sebanyak 10 putusan atau 25 persen. Dalam praktiknya, penyidik, penuntut maupun hakim telah memberlakukan ketentuan Pasal 69 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Pasal 69 menjadi salah satu ketentuan yang mempermudah dan mempercepat gerak penegak hukum dalam penangganan perkara pencucian uang. Disamping itu terdapat sebanyak 7 putusan perkara pencucian uang atau 18 persen berasal dari tindak pidana penipuan. Hal tersebut dapat diketahui secara rinci pada tabel 6. 3 Putusan Mahkamah Konstitusi atas Permohonan Uji Materil Undang-Undang Tindak Pidana Penncucian Uang Tahun 2016 oleh R.J. Soehandoyo, SH, MH. 14 Juli 2016. untuk kepentingan eksternal 28 TIPOLOGI PENCUCIAN UANG 2016 Tabel 5. Putusan Perkara Pencucian Uang Berdasarkan Jenis Tindak Pidana Asal Tahun 2015 No. Jenis Tindak Pidana Asal Jumlah Distribusi 1 Korupsi 10 25 2 Tanpa Pidana Asal 10 25 3 Penipuan 7 18 4 Narkotika 4 10 5 Tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 tahun atau lebih 3 8 6 di bidang perbankan 3 8 7 Pencurian 1 3 8 Penggelapan 1 3 9 Perjudian 1 3 Total 40 100 Sumber: Rekapitulasi Lembaga Peradilan 2016 Grafik 7. Jumlah Putusan Perkara Pencucian Uang Berdasarkan Jenis Tindak Pidana Asal Tahun 2015 Sumber: Rekapitulasi Lembaga Peradilan 2016 3 3 3 8 8 10 18 25 25 10 20 30 Pencurian Penggelapan Perjudian Tindak pidana lain yang diancam … di bidang perbankan Narkotika Penipuan Tanpa Pidana Asal Korupsi untuk kepentingan eksternal 29 P U S A T P E L A P O R A N D A N A N A L I S I S T R A N S A K S I K E U A N G A N TIPOLOGI PENCUCIAN UANG 2016 B.3 Karakteristik Putusan Perkara Pencucian Uang Berdasarkan Sebaran Wilayah Pengadilan Berdasarkan basis data putusan perkara pencucian uang tahun 2015 terdapat sebanyak 40 putusan yang telah berkekuatan hukum tetap inkracht van gewisjde. Terdapat 15 Provinsi sebaran wilayah putusan perkara pencucian uang selama tahun 2015. Sebagian besar putusan perkara pencucian uang tersebut berada di wilayah DKI Jakarta sebanyak 9 putusan atau 22,50 persen. Selanjutnya di wilayah Jawa Timur sebanyak 5 Putusan atau 12,50 persen dan Kalimantan Selatan sebanyak 5 Putusan atau 12,50 persen. Hal tersebut dapat diketahui secara rinci pada tabel 7. Tabel 6. Jumlah Sebaran Wilayah Putusan Perkara Pencucian Uang Menurut Provinsi Tahun 2015 No. Provinsi Jumlah Distribusi 1 DKI Jakarta 9 22,50 2 Jawa Timur 5 12,50 3 Kalimantan Selatan 5 12,50 4 Jawa Tengah 4 10,00 5 DI Yogyakarta 3 7,50 6 Jawa Barat 2 5,00 7 Kalimantan Barat 2 5,00 8 Papua Barat 2 5,00 9 Sumatera Utara 2 5,00 10 Aceh 1 2,50 11 Bali 1 2,50 12 Banten 1 2,50 13 Kalimantan Tengah 1 2,50 14 Kepulauan Riau 1 2,50 15 Sulawesi Selatan 1 2,50 Total 40 100 Sumber: Rekapitulasi Lembaga Peradilan 2016 B.4 Karakteristik Putusan Perkara Pencucian Uang Berdasarkan Aset yang Dirampas Salah satu tujuan akhir pelaku pencucian uang adalah menikmati harta kekayaan yang bersumber dari hasil tindak kejahatan dengan cara menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan tersebut. untuk kepentingan eksternal 30 TIPOLOGI PENCUCIAN UANG 2016 Berdasarkan hasil wawancara riset kepada pihak Aparat Penegak Hukum Kejaksaan dan Pengadilan NegeriTinggi menyatakan bahwa salah satu pemanfaatan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang adalah pengembalian aset atas kerugian negara atau korban. Berdasarkan basis data putusan perkara pencucian uang tahun 2015 diketahui bahwa sebanyak 17 putusan atau 43 persen putusan perkara pencucian uang menghasilkan pengembalian aset untuk korbanperusahaan. Sedangkan sebanyak 9 putusan atau 22 persen putusan perkara pencucian uang yang menghasilkan perampasan aset untuk negara. Disamping itu, terdapat 2 putusan perkara pencucian dengan tindak pidana asal korupsi yang memberikan hukuman tambahan berupa membayar uang pengganti selain aset atau harta hasil kejahatannya dirampas untuk negara. Grafik 8. Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana Pencucian Uang Tahun 2015 Sumber: Rekapitulasi Lembaga Peradilan 2016 B.5 Karakteristik Putusan Perkara Pencucian Uang Berdasarkan Sanksi Hukuman Berdasarkan ketentuan di dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang PPTPPU 9; 22 17; 43 2; 5 12; 30 Dirampas Untuk Negara Dikembalikan Kepada KorbanPerusahaan Dirampas Untuk Negara dan Dikembalikan Kepada KorbanPerusahaan Tidak Dirampas Untuk Negara dan Tidak Dikembalikan Kepada KorbanPerusahaan untuk kepentingan eksternal 31 P U S A T P E L A P O R A N D A N A N A L I S I S T R A N S A K S I K E U A N G A N TIPOLOGI PENCUCIAN UANG 2016 terdapat perbuatan TPPU yang menurut sifatnya dilakukan oleh pelaku secara aktif dan secara pasif. a. Yang dimaksud TPPU secara aktif adalah tindakan pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan 4 UU PPTPPU: Tindak pidana pencucian uang sebagaimana Pasal 3 TPPU adalah Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 dua puluh tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000 sepuluh miliar rupiah; Sedangkan tindak pidana pencucian uang sebagaimana Pasal 4 UU PPTPPU adalah Setiap Orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 dua puluh tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000 lima miliar rupiah. b. Yang dimaksud dengan TPPU secara pasif adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 UU PPTPPU adalah: Setiap Orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahunya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000 satu miliar rupiah. Berdasarkan Pasal 5 ayat 2, Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak berlaku bagi Pihak Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. untuk kepentingan eksternal 32 TIPOLOGI PENCUCIAN UANG 2016 Berdasarkan basis data putusan perkara pencucian uang yang telah berkekuatan hukum tetap pada tahun 2015 diketahui bahwa pelaku pencucian uang yang dikenakan Pasal 3 pelaku aktif sejumlah 36 terdakwa atau 72 persen. Sedangkan sisanya sejumlah 11 terdakwa atau 22 persen dikenakan Pasal 5 pelaku pasif. Sejauh ini belum adanya pelaku pencucian uang yang dikenakan Pasal 4 UU PPTPPU. Dalam praktiknya banyak ditemukan bahwa pelaku pencucian uang sering kali memanfaatkan pihak ketiga Third Party Money Laundering dalam melakukan proses pencucian uang. Grafik 9. Pengenaan Unsur Pasal Pencucian Uang Berdasarkan Pelaku Pencucian Uang Tahun 2015 Keterangan: NA: berkas putusan belum diperoleh Sumber: Rekapitulasi Lembaga Peradilan 2016 Berdasarkan vonis hukuman pidana penjara, para terdakwa lebih dominan dikenakan hukuman penjara antara 0 s.d. 5 tahun sebanyak 24 terdakwa atau 48 persen. Sedangkan terdakwa yang dikenakan hukuman penjara selama 6 s.d. 10 tahun sebanyak 21 terdakwa atau 42 persen. Berdasarkan basis data putusan perkara pencucian uang yang telah berkekuatan hukum tetap pada tahun 2015 diketahui bahwa hukuman pidana penjara yang diterima oleh terdakwa paling rendah atau minimal selama 8 bulan dan maksimal selama 15 tahun. Hal tersebut dapat diketahui secara rinci pada tabel 8. Pasal 3 36; 72 Pasal 5 11; 22 NA 3; 6 Pasal 3 Pasal 5 NA untuk kepentingan eksternal 33 P U S A T P E L A P O R A N D A N A N A L I S I S T R A N S A K S I K E U A N G A N TIPOLOGI PENCUCIAN UANG 2016 Tabel 7. Putusan Perkara Pencucian Uang Berdasarkan Variasi Hukuman Pidana Penjara Tahun 2015 No. Hukuman Penjara Jumlah Distribusi 1 0 s.d 5 tahun 24 48 2 6 s.d. 10 tahun 21 42 3 11 s.d. 15 tahun 3 6 4 16 s.d. 20 tahun 5 NA 2 4 Total 50 100 Sumber: Rekapitulasi Lembaga Peradilan 2016 Berdasarkan variasi hukuman pidana denda, para terdakwa tindak pidana pencucian uang lebih dominan dikenakan denda sebesar Rp0 s.d. Rp1.000.000.000,- satu miliar rupiah sebanyak 38 terdakwa atau 76 persen. Sedangkan sisanya sejumlah 5 terdakwa atau 10 persen dikenakan pidana denda sebesar Rp1.100.000.000,- satu miliar seratus juta rupiah s.d. Rp5.000.0000.0000,- lima miliar rupiah. Serta sebanyak 5 terdakwa atau 10 persen dikenakan pidana denda sebesar Rp5.100.000.000,- lima miliar seratus juta rupiah s.d. Rp10.000.000.0000,- sepuluh miliar rupiah. Hal tersebut dapat diketahui secara rinci pada tabel 9. Tabel 8. Jumlah Putusan Perkara Pencucian Uang Berdasarkan Variasi Hukuman Pidana Denda Tahun 2015 No. Hukuman Pidana Denda Dalam Rupiah Jumlah Distribusi 1 0 s.d. 1 Miliar 38 76 2 1 Miliar s.d. 5 Miliar 5 10 3 5 Miliar s.d. 10 Miliar 5 10 4 NA 2 4 Total 50 100 Sumber: Rekapitulasi Lembaga Peradilan 2016 untuk kepentingan eksternal 34 TIPOLOGI PENCUCIAN UANG 2016 C. Keterkaitan Putusan Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Database Laporan, Hasil Analisis dan Hasil Pemeriksaan PPATK Berdasarkan basis data putusan perkara pencucian uang yang telah berkekuatan hukum tetap inkracht van gewisjde selama periode 2015 terdapat sebanyak 50 terdakwa dari 40 putusan perkara pencucian uang. Sebagaimana dalam FATF Immediate Outcome 6 yang menyatakan bahwa Hasil Analisis dan semua informasi terkait lainnya secara tepat digunakan oleh pihak yang berwenang dalam rangka penanganan perkara pencucian uang. Didalam pokok FATF Immediate Outcome 6 terdapat beberapa uraian diantaranya Immediate Outcome 6.2 yang menyatakan bahwa sejauh mana otoritas yang berwenang menerima atau meminta laporan dalam hal ini: LTKM, LTKT, LTKL, LT PBJ, LPUT LB yang mengandung informasi terkait dan akurat guna mendukung Aparat Penegak Hukum dalam menjalankan tugasnya. Hasil penelitian menunjukan adanya beberapa keterkaitan data antara database PPATK dengan 50 terdakwa dari 40 putusan perkara pencucian uang yang telah berkekuatan hukum tetap selama periode 2015, diantaranya:  Adanya keterkaitan database Laporan Transaksi Keuangan LTKM sebanyak 25 terdakwa atau 50 persen dari 50 terdakwa.  Adanya keterkaitan database Laporan Transaksi Keuangan Tunai LTKT sebanyak 3 terdakwa atau 6 persen dari 50 terdakwa.  Adanya keterkaitan database Laporan Transaksi Penyedia Barang dan Jasa sebanyak 1 terdakwa atau 2 persen dari 50 terdakwa.  Tidak adanya keterkaitan database Laporan Transaksi darike Luar Negeri LTKL dengan 50 terdakwa.  Tidak adanya keterkaitan database Laporan Pembawaan Uang Tunai Lintas Batas LPUT LB dengan 50 terdakwa. Hal tersebut menunjukan bahwa masih sedikitnya pemanfaatan database LPUT LB dan LTKL yang digunakan dalam penyelidikan untuk mengembangkan bukti dan melacak hasil kejahatan yang berkaitan dengan pencucian uang dan tindak pidana asal. Dalam perkembangannya kejahatan pencucian uang semakin terorganisir, bahkan sampai melintasi batas yuridiksi nasional negara-negara dan semakin didukung dengan teknologi yang berkembang pesat. Oleh karena itu, dengan semakin banyaknya database Laporan PPATK yang diperoleh dari berbagai Pihak Pelapor diharapkan upaya pemberantasan tindak pidana pencucian uang dapat lebih optimal. untuk kepentingan eksternal 35 P U S A T P E L A P O R A N D A N A N A L I S I S T R A N S A K S I K E U A N G A N TIPOLOGI PENCUCIAN UANG 2016 Grafik 10. Keterkaitan Putusan Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Database Laporan PPATK Sumber: Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Ada Keterkaitan Tidak Ada Keterkaitan 100 Keterkaitan Database LTKL Ada Keterkaitan Tidak Ada Keterkaitan Ada Keterkaitan 2 Tidak Ada Keterkaitan 98 Keterkaitan Database LT PBJ Ada Keterkaitan Tidak Ada Keterkaitan Ada Keterkaitan Tidak Ada Keterkaitan 100 Keterkaitan Database LPUT LB Ada Keterkaitan Tidak Ada Keterkaitan Ada Keterkaitan 6 Tidak Ada Keterkaitan 94 Keterkaitan Database LTKT Ada Keterkaitan Tidak Ada Keterkaitan Ada Keterkaitan 50 Tidak Ada Keterkaitan 50 Keterkaitan LTKM Ada Keterkaitan Tidak Ada Keterkaitan untuk kepentingan eksternal 36 TIPOLOGI PENCUCIAN UANG 2016 Uraian pokok FATF Immediate Outcome 6 lainnya yaitu tercantum dalam FATF Immediate Outcome 6.3 yang menyatakan bahwa sejauh mana Hasil Analisis dan diseminasi dari FIU dalam hal ini PPATK mendukung kebutuhan operasional otoritas yang berwenang. Berdasarkan hasil penelitian diketahui adanya keterkaitan data putusan perkara pencucian uang yang telah berkekuatan hukum tetap inkracht van gewisjde selama periode 2015 dengan Hasil Analisis HA dan Hasil Pemeriksaan HP PPATK. a. Terdapat sebanyak 11 putusan atau 27,5 persen dari 40 putusan perkara pencucian uang yang telah berkekuatan hukum tetap dengan memanfaatkan Hasil Analisis HA PPATK. Pemanfaatan Hasil Analisis PPATK selain mengenai penegakan hukum juga dapat membantu proses pemeriksaan, pengembangan analisis dan penagihan pajak tax collection, membantu proses audit investigasi, serta dapat membantu proses fit and proper test di KementerianLembaga Pemerintah dalam rangka mewujudkan good public governance. b. Terdapat sebanyak 2 putusan atau 5 persen dari 40 putusan perkara pencucian uang yang telah berkekuatan hukum tetap dengan memanfaatkan Hasil Pemeriksaan HP PPATK. Sebagai informasi bahwa proses pemanfaatan Hasil Pemeriksaan PPATK tahun 2015 masih didominasi pada tahap penyelidikan. Selain itu berdasarkan Hasil Pemeriksaan Tahun 2015 terkait Tindak Pidana Pajak telah menghasilkan pengembalian pajak sebesar Rp50.000.000.000,- lima puluh miliar rupiah. Grafik 11. Keterkaitan Putusan Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Hasil Analisis dan Hasil Pemeriksaan PPATK Sumber: Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Ada Keterkaitan 27,5 Tidak Ada Keterkaitan 72,5 Keterkaitan Hasil Analisis Ada Keterkaitan Tidak Ada Keterkaitan Ada Keterkaitan 5 Tidak Ada Keterkaitan 95 Keterkaitan Hasil Pemeriksaan Ada Keterkaitan Tidak Ada Keterkaitan untuk kepentingan eksternal 37 P U S A T P E L A P O R A N D A N A N A L I S I S T R A N S A K S I K E U A N G A N TIPOLOGI PENCUCIAN UANG 2016

D. Tipologi Pencucian Uang di Indonesia