Untuk Hasil Riset Tipologi Pencucian Uang Berdasarkan Putusan Pengadilan Tahun 2015
BERDASARKAN PUTUSAN PENGADILAN
TAHUN 2015
Tim Riset PPATK
PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN
untuk
kepentingan
(2)
TIPOLOGI PENCUCIAN UANG
BERDASARKAN PUTUSAN PENGADILAN TAHUN 2015
ISBN : 978-602-9285-14-7
Ukuran Buku : 295 x 210 mm
Jumlah Halaman : x +112 Halaman
Naskah : Tim Riset PPATK
Diterbitkan Oleh : Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan,
Indonesia
Cetakan Pertama, November 2016
INFORMASI LEBIH LANJUT:
Tim Riset Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Center (INTRAC)
Jl. Ir. H. Juanda Nomor 35 Jakarta 10120 Indonesia
Phone : (+6221) 385 0455 – 385 3922
Fax : (+6221) 385 6809 – 385 6826
Website : http://www.ppatk.go.id
© Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang.
Dilarang memperbanyak isi buku ini sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun tanpa seizin penerbit, kecuali dalam bentuk pengutipan dalam penulisan artikel atau karangan ilmiah.
untuk
kepentingan
(3)
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, Laporan Hasil Riset Tipologi Semester I Tahun 2016 telah dapat terselesaikan. Saya menyambut baik penerbitan Laporan Hasil Riset ini karena penyusunan laporan ini merupakan hal yang sangat penting bagi PPATK, dalam rangka memperkuat dan meningkatkan efektifitas dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia.
Oleh karena itu, diharapkan kehadiran Laporan Hasil Riset ini dapat bermanfaat bagi para pihak pelapor, pihak regulator dan pihak penegak hukum dalam upaya mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme di Indonesia.
Akhirnya, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan bagi semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan Laporan Hasil Riset Tipologi Semester I Tahun 2016. Semoga amal usaha kita diridhoi Allah SWT.
Amin Ya Rabbal 'Alamin.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta, September 2016 Deputi Pemberantasan
Wirzal Yanuar
untuk
kepentingan
(4)
RINGKASAN EKSEKUTIF
Dalam perkembangannya tindak pidana pencucian uang semakin kompleks,
melintasi batas-batas yurisdiksi (cross border) dan menggunakan modus yang semakin
bervariatif, memanfaatkan lembaga di luar sistem keuangan, bahkan telah merambah ke berbagai sektor. Adapun dampak dari praktek pencucian uang akan berpengaruh terhadap stabilitas sistem keuangan, ekonomi, sosial dan politik. Pada dasarnya proses
pencucian uang melibatkan aktivitas yang sangat kompleks, mulai dari tahap placement,
layering, dan integration.
Sebagaimana dalam Rekomendasi FATF No.29 menekankan bahwa fungsi Financial
Inteligence Unit (FIU), dalam hal ini PPATK harus melakukan analisis operasional dan
strategis berdasarkan data dan informasi yang tersedia dan dapat diperoleh termasuk data yang diberikan oleh otoritas lainnya untuk mengidentifikasi pola dan tren pencucian uang dan pendanaan terorisme. Oleh karena itu, Riset Tipologi Pencucian Uang Semester I Tahun 2016 menggunakan basis data Putusan Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang
yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrachtvan gewisjde) selama periode 2015. Hasil
riset ini diharapkan dapat memberikan gambaran efektifitas dari Immediate Outcome 6
dan Immediate Outcome 7 dalam Rekomendasi FATF khususnya mengenai kegiatan
penanganan perkara pencucian uang, baik pada tahap penyidikan, penuntutan, dan peradilan secara efektif, proporsional dan beralasan. Selain itu, hasil riset tipologi ini diharapkan dapat memberikan pemahaman dan gambaran yang lebih komprehensif terkait modus atau tipologi TPPU dengan konstruksi hukum yang lengkap, serta dapat
menjadi alat peringatan dini (early warning system) bagi Pihak Pelapor dalam
meningkatkan kemampuan deteksi terhadap para pelaku tindak pidana pencucian uang, sebagaimana diatur dalam Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (PPTPPU).
Berdasarkan hasil Riset Tipologi Pencucian Uang Semester I Tahun 2016 diketahui bahwa:
1. Selama periode 2015 terdapat sejumlah 40 putusan perkara pencucian uang yang
telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewisjde) dengan melibatkan 50
orang terdakwa. Putusan perkara pencucian uang selama periode 2015 lebih dominan di Pengadilan Tingkat Pertama (Pengadilan Negeri) sebanyak 20 putusan atau 50 persen yang tersebar di 15 Provinsi di Indonesia.
2. Secara umum karakteristik putusan perkara pencucian uang yang telah
berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewisjde) selama periode 2015,
diantaranya:
untuk
kepentingan
(5)
a. Profil terdakwa yang dominan melakukan tindak pidana pencucian uang selama tahun 2015 yaitu Pengusaha/Wiraswasta sebanyak 22 terdakwa atau 44 persen.
b. Tingkat rentang usia yang dominan melakukan tindak pidana pencucian
uang selama periode 2015 yaitu usia diatas 40 tahun sebanyak 24 orang terdakwa atau 48 persen.
c. Tindak pidana asal yang dominan yaitu tindak pidana korupsi sebanyak 10
putusan atau 25 persen dari 40 putusan, tanpa tindak pidana asal (hanya TPPU) sebanyak 10 putusan atau 25 persen dan Tindak Pidana Penipuan sebanyak 7 Putusan.
d. Wilayah DKI Jakarta merupakan wilayah yang paling dominan dalam
pengadilan atas kasus-kasus Tindak Pidana Pencucian Uang yaitu sebanyak 9 putusan atau 22,50 persen. Kemudian wilayah Jawa Timur dan Kalimantan Selatan sebanyak 5 putusan atau 12,50 persen.
e. Berdasarkan basis data putusan perkara pencucian uang tahun 2015
diketahui bahwa sebanyak 17 putusan atau 43 persen putusan perkara
pencucian uang menghasilkan pengembalian aset untuk
korban/perusahaan. Sedangkan sebanyak 9 putusan atau 22 persen putusan perkara pencucian uang yang menghasilkan perampasan aset untuk negara.
f. Berdasarkan basis data putusan perkara pencucian uang tahun 2015,
diketahui hukuman pidana penjara yang diterima oleh terdakwa paling rendah atau minimal selama 8 bulan dan maksimal selama 15 tahun.
3. Hasil penelitian menunjukan adanya beberapa keterkaitan data antara database
PPATK dengan 50 terdakwa dari 40 putusan perkara pencucian uang yang telah berkekuatan hukum tetap selama periode 2015, diantaranya:
a. Adanya keterkaitan database Laporan Transaksi Keuangan (LTKM)
sebanyak 25 terdakwa atau 50 persen dari 50 terdakwa;
b. Adanya keterkaitan database Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT)
PPATK sebanyak 3 terdakwa atau 6 persen dari 50 terdakwa;
c. Adanya keterkaitan database Laporan Transaksi Penyedia Barang dan Jasa
sebanyak 1 terdakwa atau 2 persen dari 50 terdakwa;
d. Tidak adanya keterkaitan database Laporan Transaksi dari/ke Luar Negeri
(LTKL) dengan 50 terdakwa;
e. Tidak adanya keterkaitan database Laporan Pembawaan Uang Tunai
(LPUT) dengan 50 terdakwa.
untuk
kepentingan
(6)
Berdasarkan uraian pokok FATF Immediate Outcome 6 lainnya yaitu tercantum
dalam FATF Immediate Outcome 6.3 yang menyatakan bahwa sejauh mana Hasil
Analisis dan diseminasi dari FIU (dalam hal ini PPATK) mendukung kebutuhan operasional otoritas yang berwenang.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui adanya keterkaitan data putusan perkara
pencucian uang yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewisjde)
selama periode 2015 dengan Hasil Analisis (HA) dan Hasil Pemeriksaan (HP) PPATK.
a. Terdapat sebanyak 11 putusan atau 27,5 persen dari 40 putusan perkara
pencucian uang yang telah berkekuatan hukum tetap dengan memanfaatkan Hasil Analisis (HA) PPATK.
Pemanfaatan Hasil Analisis PPATK selain mengenai penegakan hukum juga dapat membantu proses pemeriksaan, pengembangan analisis dan penagihan
pajak (tax collection), membantu proses audit investigasi, serta dapat
membantu proses fit and proper test di Kementerian/Lembaga Pemerintah
dalam rangka mewujudkan (good public governance).
b. Terdapat sebanyak 2 putusan atau 5 persen dari 40 putusan perkara
pencucian uang yang telah berkekuatan hukum tetap bersumber dari Hasil Pemeriksaan (HP) PPATK.
Sebagai informasi bahwa proses pemanfaatan Hasil Pemeriksaan PPATK tahun 2015 masih didominasi pada tahap penyelidikan. Selain itu berdasarkan Hasil Pemeriksaan Tahun 2015 terkait Tindak Pidana Pajak telah menghasilkan pengembalian pajak sebesar Rp50.000.000.000,- (lima puluh miliar rupiah).
Di dalam hasil penelitian ini terdapat beberapa perkembangan terkini mengenai penggunaan pola transaksi, instrumen transaksi, kelompok industri, pihak terkait yang digunakan maupun dimanfaatkan dalam proses pencucian uang, serta menunjukan perkembangan penempatan aset pencucian uang.
Dalam perkembangannya para pelaku pencucian uang telah menggunakan modus yang semakin bervariatif dengan memanfaatkan lembaga di luar sistem keuangan, bahkan telah merambah ke berbagai sektor, sehingga masih adanya dinamika dan tantangan bagi Aparat Penegak Hukum dalam penelusuran aset dan pembuktian perkara pencucian uang. Oleh karena itu, perlu adanya sinergitas dan penyamaan persepsi antar Aparat Penegak Hukum dalam upaya mencegah dan memberantas
tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme.
untuk
kepentingan
(7)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
RINGKASAN EKSEKUTIF ... ii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GRAFIK ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
A. Jenis Pelaporan ... 5
B. Tipologi Pencucian Uang ... 8
C. Jenis Pencucian Uang ... 11
BAB III HASIL PENELITIAN ... 14
A. Hasil Kegiatan Wawancara Riset ... 14
I. Penanganan Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang oleh Aparat Penegak Hukum ... 14
A.1 Perkembangan Penanganan Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia ... 14
A.2 Perkembangan Penanganan Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi ... 16
A.3 Perkembangan Penanganan Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang oleh Mahkamah Agung RI ... 17
A.4 Penyidikan, Penuntutan dan Sidang Pengadilan Perkara Pencucian Uang .. 18
II. Perkembangan Modus dan Pola Transaksi Pencucian Uang ... 19
III. Dinamika dan Tantangan Aparat Penegak Hukum dalam Penanganan Perkara Pencucian Uang ... 21
untuk
kepentingan
(8)
B. Karakteristik Putusan Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang Tahun 2015 ... 22
B.1 Karakteristik Putusan Perkara Pencucian Uang Berdasarkan Profil Terdakwa ... 25
B.2 Karakteristik Putusan Perkara Pencucian Uang Berdasarkan Tindak Pidana Asal ... 27
B.3 Karakteristik Putusan Perkara Pencucian Uang Berdasarkan Sebaran Wilayah Pengadilan ... 29
B.4 Karakteristik Putusan Perkara Pencucian Uang Berdasarkan Aset yang Dirampas ... 29
B.5 Karakteristik Putusan Perkara Pencucian Uang Berdasarkan Sanksi Hukuman ... 30
C. Keterkaitan Putusan Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Database Laporan, Hasil Analisis dan Hasil Pemeriksaan PPATK ... 34
D. Tipologi Pencucian Uang di Indonesia ... 37
D.1 Tipologi Pencucian Uang terkait Tindak Pidana Korupsi atas nama IWC .... 37
D.2 Tipologi Pencucian Uang Hasil Korupsi dengan keterlibatan Politically Exposed Persons (PEP) ... 45
D.3 Tipologi Pencucian Uang Hasil Tindak Pidana Narkotika ... 56
D.4 Tipologi Pencucian Uang Hasil Tindak Pidana Penipuan ... 61
D.5 Tipologi Pencucian Uang Hasil Tindak Pidana Perbankan ... 67
D.6 Tipologi Pencucian Uang Hasil Tindak Pidana Pencurian ... 72
D.7 Tipologi Pencucian Uang Hasil Tindak Pidana Pemalsuan ... 76
D.8 Tipologi Pencucian Uang Hasil Tindak Pidana Penggelapan ... 83
E. Tren Variabel Pembentuk Tipologi Berdasarkan Putusan Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang ... 88
E.1 Tren Profil Pelaku Pencucian Uang ... 88
E.2 Tren Pola Transaksi ... 89
E.3 Tren Instrumen Transaksi ... 90
E.4 Tren Kelompok Industri ... 91
E.5 Tren Pihak Terkait... 92
E.6 Tren Aset Pencucian Uang... 92
untuk
kepentingan
(9)
BAB IV PENUTUP ... 94
A. Kesimpulan ... 94
B. Rekomendasi ... 101
DAFTAR PUSTAKA ... 104
LAMPIRAN... 109
untuk
kepentingan
(10)
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perkembangan Penanganan Perkara Pencucian Uang Kasasi Pidana
Khusus Tahun 2012 s.d. 2015 ... 17
Tabel 2. Putusan Perkara Pencucian Uang Berdasarkan Tingkat Lembaga Peradilan ... 22
Tabel 3. Sebaran Wilayah Putusan Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang Tahun 2015 ... 23
Tabel 4. Putusan Perkara Pencucian Uang Berdasarkan Profil Terdakwa Tahun 2015 ... 25
Tabel 5. Putusan Perkara Pencucian Uang Berdasarkan Jenis Tindak Pidana Asal Tahun 2015 ... 28
Tabel 6. Jumlah Sebaran Wilayah Putusan Perkara Pencucian Uang Menurut Provinsi Tahun 2015 ... 29
Tabel 7. Jumlah Putusan Perkara Pencucian Uang Berdasarkan Variasi Hukuman Pidana Penjara Tahun 2015 ... 33
Tabel 8. Jumlah Putusan Perkara Pencucian Uang Berdasarkan Variasi Hukuman Pidana Denda Tahun 2015 ... 33
Tabel 9. Tren Profil Pelaku Pencucian Uang ... 88
Tabel 10. Tren Pola Transaksi ... 89
Tabel 11. Tren Instrumen Transaksi ... 90
Tabel 12. Tren Kelompok Industri ... 91
Tabel 13. Tren Pihak Terkait ... 92
Tabel 14. Tren Aset Pencucian Uang ... 93
untuk
kepentingan
(11)
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1. Jumlah Kumulatif Putusan Pengadilan terkait TPPU Periode 2005 s.d.
2015 ... 3 Grafik 2. Perkembangan Penanganan Perkara TPPU oleh Kepolisian RI Tahun 2011
s.d. 2015 ... 15 Grafik 3. Perkembangan Penanganan Perkara TPPU oleh KPK Tahun 2012 s.d.
2015 ... 16 Grafik 4. Trendline Putusan Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang Tahun 2014
s.d. 2015 ... 24 Grafik 5. Profil Terdakwa Tindak Pidana Pencucian Uang tahun 2015 ... 26 Grafik 6. Usia Terdakwa Tindak Pidana Pencucian Uang Tahun 2015 ... 26 Grafik 7. Jumlah Putusan Perkara Pencucian Uang Berdasarkan Jenis Tindak
Pidana Asal Tahun 2015 ... 28 Grafik 8. Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana Pencucian Uang Tahun 2015 ... 30 Grafik 9. Pengenaan Unsur Pasal Pencucian Uang Berdasarkan Pelaku Pencucian
Uang Tahun 2015 ... 32 Grafik 10. Keterkaitan Putusan Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang dengan
Database Laporan PPATK ... 35 Grafik 11. Keterkaitan Putusan Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang dengan
Hasil Analisis dan Hasil Pemeriksaan PPATK ... 36
untuk
kepentingan
(12)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Fungsi Utama Financial Intelligence Unit/FIU ... 1
Gambar 2. Pendekatan Penanganan Perkara Pencucian Uang oleh Kepolisian RI... 15 Gambar 3. Skema Pencucian Uang dengan Tindak Pidana Asal Korupsi ... 44 Gambar 4. Skema Pencucian Uang dengan Tindak Pidana Asal Korupsi melibatkan
Politically Exposed Person (PEP) ... 55 Gambar 5. Skema Pencucian Uang dengan Tindak Pidana Asal Narkotika ... 60 Gambar 6. Skema Pencucian Uang dengan Tindak Pidana Asal Penipuan ... 66 Gambar 7. Skema Pencucian Uang dengan Tindak Pidana Asal di Bidang Perbankan . 71 Gambar 8. Skema Pencucian Uang dengan Tindak Pidana Asal Pencurian ... 76 Gambar 9. Skema Pencucian Uang dengan Tindak Pdiana Asal Pemalsuan ... 82 Gambar 10. Skema Pencucian Uang dengan Tindak Pidana Asal Penggelapan ... 87
untuk
kepentingan
(13)
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) didirikan sebagai suatu
lembaga intelijen keuangan (Financial Intelligence Unit/FIU) yang bersifat permanen
dan berperan sebagai focal point dalam Rezim Anti Pencucian Uang dan Pendanaan
Terorisme. Secara garis besar tiga tugas utama PPATK diantaranya:
Gambar 1. Fungsi Utama Financial Intelligence Unit/FIU
Sumber: Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, 2010
PPATK selaku FIU di Indonesia memiliki peran yang semakin meningkat sejalan dengan peningkatan tugas, fungsi, dan wewenang yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (PPTPPU).
Sebagaimana dalam Rekomendasi FATF No.29, yaitu: Pertama
•Menerima Laporan
Transaksi Keuangan dari Pihak Pelapor
Kedua
•Melakukan Analisis
atau Pemeriksaan terhadap laporan yang disampaikan oleh Pihak Pelapor
Ketiga
•Meneruskan Hasil
Analisis atau
Pemeriksaan kepada Aparat Penegak Hukum untuk ditindaklanjuti
Financial Intelligence Units
Countries should establish a financial intelligence unit (FIU) that serves as a national centre for the receipt and analysis of: (a) suspicious transaction reports; and (b) other information relevant to money laundering, associated predicate offences and terrorist financing, and for the dissemination of the results of that analysis. The FIU should be able to obtain additional information from reporting entities, and should have access on a timely basis to the financial, administrative and law enforcement information that it requires to undertake its functions properly.
untuk
kepentingan
(14)
Di dalam Rekomendasi FATF No.29 menekankan bahwa fungsi FIU, dalam hal ini PPATK harus melakukan analisis operasional dan strategis berdasarkan data dan informasi yang tersedia dan dapat diperoleh termasuk data yang diberikan oleh otoritas lainnya untuk mengidentifikasi pola dan tren pencucian uang dan pendanaan
terorisme. Diharapkan informasi tersebut dapat membantu FIU atau stakeholders
terkait dalam menetapkan tujuan dan kebijakan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Selain itu berdasarkan FATF Immediate Outcome 6 menyatakan bahwa Hasil
Analisis dan semua informasi terkait lainnya secara tepat digunakan oleh pihak yang berwenang dalam rangka penanganan perkara pencucian uang. Di dalam pokok FATF
Immediate Outcome 6 terdapat beberapa uraian diantaranya Immediate Outcome 6.2
yang menyatakan bahwa sejauh mana otoritas yang berwenang menerima atau meminta laporan (dalam hal ini: LTKM, LTKT, LTKL, LT PBJ, LPUT) yang mengandung informasi terkait dan akurat guna mendukung Aparat Penegak Hukum dalam
menjalankan tugasnya, serta FATF Immediate Outcome 6.3 menyatakan bahwa
sejauh mana Hasil Analisis dan diseminasi dari FIU mendukung kebutuhan operasional otoritas yang berwenang.
Oleh karena itu, Riset Tipologi Semester I Tahun 2016 akan disusun dengan menggunakan basis data putusan perkara tindak pidana pencucian uang yang telah
berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewisjde) selama periode 2015. Hal tersebut
dilakukan guna memberikan pemahaman dan gambaran yang lebih komprehensif terkait modus atau tipologi TPPU dengan konstruksi hukum yang lengkap, serta dapat
menjadi alat peringatan dini (early warning system) bagi Pihak Pelapor dalam
meningkatkan kemampuan deteksi terhadap para pelaku tindak pidana pencucian uang, sebagaimana diatur dalam Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (PPTPPU).
Berdasarkan hasil register data putusan yang diperoleh selama periode 2005 s.d. 2015 terdapat 156 Putusan Perkara Pencucian Uang yang sudah memiliki kekuatan
hukum tetap (inkracht van gewisjde) dengan tindak pidana asal yang dominan adalah
tindak pidana korupsi sebanyak 48 putusan atau 30,77 persen, tindak pidana penipuan sebanyak 25 putusan atau 16,03 persen dan tindak pidana narkotika sebanyak 21 putusan atau 13,46 persen.
untuk
kepentingan
(15)
Grafik 1. Jumlah Kumulatif Putusan Pengadilan terkait TPPU Berdasarkan Jenis Tindak Pidana Periode 2005 s.d. 2015
Sumber: data diolah, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
Hasil riset ini diharapkan dapat memberikan gambaran efektifitas dari Immediate
Outcome 6 dan Immediate Outcome 7 dalam Rekomendasi FATF khususnya mengenai
kegiatan penanganan perkara pencucian uang, baik pada tahap penyidikan, penuntutan, dan peradilan secara efektif, proporsional dan beralasan.
B.Perumusan Masalah
Fokus permasalahan pada periode riset ini adalah:
1. Bagaimana karakteristik profil, tindak pidana asal, wilayah, perampasan aset
serta sanksi hukuman berdasarkan putusan perkara pencucian uang yang
sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewisjde) selama periode
2015?
2. Bagaimana keterkaitan putusan perkara pencucian uang selama periode 2015
dengan database PPATK, berupa Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM), Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT), Laporan Transfer Dana dari/ke Luar Negeri (LTKL), Laporan Transaksi (LT PBJ), Laporan Pembawaan Uang Tunai Lintas Batas (LPUT LB), Hasil Analisis (HA), Hasil Pemeriksaan (HP) PPATK?
3. Bagaimana tipologi dari beberapa putusan perkara pencucian uang yang
sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewisjde) selama periode
2015?
1 1 1 1 1 2
3 5
10 11
12 14
21 25
48
0 10 20 30 40 50 60
Di Bidang Perasuransian Di Bidang Kehutanan Perdata Terorisme Tidak melaporkan membawa uang tunai keluar …
Pencurian Perjudian Informasi dan Transaksi Elektronik Penggelapan Di Bidang Perbankan TPPU Tindak Pidana lain yang diancam dengan pidana …
Narkotika Penipuan Korupsi
untuk
kepentingan
(16)
4. Bagaimana tren dari variabel-variabel pembentuk tipologi berdasarkan putusan perkara pencucian uang yang sudah berkekuatan hukum tetap
(inkrachtvan gewisjde) selama periode 2013 s.d. 2015?
5. Bagaimana dinamika dan tantangan Aparat Pengak Hukum dalam hal
penelusuran aset dan pembuktiaan perkara pencucian uang?
C.Tujuan Penelitian
Tujuan riset ini adalah untuk:
1. Mengetahui karakteristik profil, tindak pidana asal, wilayah, perampasan aset
serta sanksi hukuman berdasarkan putusan perkara pencucian uang yang
sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewisjde) selama periode
2015.
2. Mengetahui keterkaitan putusan perkara pencucian uang selama periode 2015
dengan database PPATK, berupa Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM), Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT), Laporan Transfer Dana dari/ke Luar Negeri (LTKL), Laporan Transaksi (LT PBJ), Laporan Pembawaan Uang Tunai Lintas Batas (LPUT LB), Hasil Analisis (HA), Hasil Pemeriksaan (HP) PPATK.
3. Mengetahui tipologi dari beberapa putusan perkara pencucian uang yang
sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewisjde) selama periode
2015.
4. Mengetahui tren dari variabel-variabel pembentuk tipologi berdasarkan
putusan perkara pencucian uang yang sudah berkekuatan hukum tetap
(inkrachtvan gewisjde) selama periode 2013 s.d. 2015.
5. Mengetahui dinamika dan tantangan Aparat Pengak Hukum dalam hal
penelusuran aset dan pembuktiaan perkara pencucian uang.
untuk
kepentingan
(17)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.Jenis Pelaporan
Dalam rezim anti pencucian uang pihak pelapor merupakan front liner yang memiliki
peran strategis untuk mendeteksi adanya transaksi keuangan mencurigakan ataupun melaporkan transaksi tertentu sesuai dengan ketentuan UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU PPTPPU). Berdasarkan UU PPTPPU, selain kewajiban, terdapat pula perlindungan khusus bagi pihak pelapor. Kewajiban identifikasi transaksi keuangan dan pelaporan oleh pelapor juga merupakan bagian dari penerapan prinsip kehati-hatian dan bagian dari manajemen risiko untuk mencegah digunakannya Penyedia Jasa Keuangan (PJK) maupun Penyedia Barang dan Jasa (PBJ) sebagai sarana ataupun sasaran pencucian uang oleh nasabah atau pengguna jasa. Dalam hal ini, menghindarkan diri bagi PJK dan PBJ terhadap risiko reputasi, risiko operasional, risiko hukum dan risiko konsentrasi.
Pihak Pelapor sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat 1 UU PPTPPU meliputi: a. Penyedia Jasa Keuangan (PJK):
1. Bank;
2. Perusahaan Pembiayaan;
3. Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Pialang Asuransi;
4. Dana Pensiun Lembaga Keuangan;
5. Perusahaan Efek;
6. Manajer Investasi;
7. Kustodian;
8. Wali Amanat;
9. Perposan sebagai Penyedia Jasa Giro;
10.Pedagang Valuta Asing;
11.Penyelenggara Alat Pembayaran Menggunakan Kartu;
12.Pemyelenggara e-money atau e-wallet;
13.Koperasi yang melakukan kegiatan simpan pinjam;
14.Pegadaian;
15.Perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan berjangka komoditi; atau
16.Penyelenggara kegiatan usaha pengiriman uang.
untuk
kepentingan
(18)
b. Penyedia Barang dan/atau Jasa lain (PBJ);
1. Perusahaan property/agen property;
2. Pedagang kendaraan bermotor;
3. Pedagang permata dan perhiasan/logam mulai;
4. Pedagang barang seni dan antik;
5. Balai lelang.
Pihak Pelapor sebagaimana di atas telah diperluas dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, diantaranya:
a. Penyedia Jasa Keuangan selain sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 ayat 1
mencakup:
1. Perusahaan Modal Ventura;
2. Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur;
3. Lembaga Keuangan Mikro; dan
4. Lembaga Pembiayaan Ekspor.
b. Pihak Pelapor selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 mencakup:
1. Advokat;
2. Notaris;
3. Pejabat Pembuat Akta Tanah;
4. Akuntan;
5. Akuntan Publik; dan
6. Perencana Keuangan.
Berdasarkan Pasal 23 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (PPTPPU), Penyedia Jasa Keuangan (PJK) diwajibkan menyampaikan laporan kepada PPATK yang meliputi:
1.1. Transaksi Keuangan Mencurigakan (TKM)
Pengertiaan Transaksi Keuangan Mencurigakan berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 5 UU PPTPPU meliputi:
a. Transaksi Keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau
kebiasaan pola transaksi dari Pengguna Jasa yang bersangkutan.
b. Transaksi Keuangan oleh Pengguna Jasa yang patut diduga dilakukan
dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Pihak Pelapor sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
untuk
kepentingan
(19)
c. Transaksi Keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana; atau
d. Transaksi Keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh Pihak
Pelapor karena melibatkan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.
1.2. Transaksi Keuangan Tunai (TKT)
Transaksi Keuangan Tunai adalah Transaksi Keuangan yang dilakukan dengan menggunakan uang kertas dan/atau uang logam dalam jumlah paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau dengan mata uang asing yang nilainya setara, yang dilakukan baik dalam satu kali Transaksi maupun beberapa kali Transaksi dalam 1 (satu) hari kerja.
1.3. Laporan Transfer Dana dari/ke Luar Negeri (LTKL)
Transfer Dana dari dan ke Luar Negeri atau IFTI (International Fund Transfer
Instruction) merupakan rangkaian kegiatan yang dimulai dengan perintah
Pengirim Asal (Pihak Pertama yang kali mengeluarkan Perintah Transfer) yang bertujuan memindahkan sejumlah dana dari dan ke luar wilayah Indonesia kepada Penerima yang disebutkan dalam Perintah Transfer Dana sampai dengan diterimanya dana oleh Penerima.
Laporan yang wajib disampaikan oleh Penyedia Jasa Keuangan (PJK) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-12/1.02/PPATK/06/13 tentang Tata Cara Penyampaian Laporan Transaksi Keuangan Transfer Dana dari dan ke Luar Negeri bagi Penyedia Jasa Keuangan meliputi:
a. Perintah Transfer Dana dari Luar Negeri; dan b. Perintah Transnfer Dana ke Luar Negeri.
Berdasarkan kewenangannya, Direktorat Bea Cukai diwajibkan untuk
menyampaikan Laporan Pembawaan Uang Tunai kepada PPATK.
1.1. Pembawaan Uang Tunai Lintas Batas (LPUT LB)
Laporan Pembawaan Uang Tunai Lintas Batas merupakan laporan atas pembawan uang tunai ke dalam atau ke luar daerah pabean Indonesia. Hal tersebut telah tercantum dalam Pasal 34 Ayat (1) UU PPTPPU yang menyatakan bahwa:
untuk
kepentingan
(20)
"Setiap orang yang membawa uang tunai dalam mata uang rupiah dan/atau mata utang asing, dan/atau instrumen pembayaran lain dalam bentuk cek, cek perjalanan, surat sanggup bayar, atau bilyet giro paling sedikit
Rp100.000.000,-(seratus juta rupiah) atau yang nilainya setara dengan itu ke dalam atau ke luar
daerah pabean Indonesia wajib memberitahukannya kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai."
Berdasarkan Pasal 27 UU PPTPPU, Penyedia Barang dan Jasa (PBJ) diwajibkan menyampaikan Laporan Transaksi Penyedia Barang dan Jasa (LT PBJ), meliputi:
a. Laporan Transaksi pembelian tunai baik secara langsung, dengan
menggunakan uang tunai, cek atau giro maupun pentransferan atau pemindahbukuan; dan
b. Laporan Transaksi pembelian tunai bertahap yang total nilai transaksinya
paling sedikit atau setara dengan Rp500.000.000,- (lima ratus juta rupiah)
kepada PPATK.
B.Tipologi Pencucian Uang
Tipologi merupakan studi mengenai metode, teknik, dan tren dari pencucian uang dan
pendanaan terorisme.1 Berikut beberapa contoh yang diperoleh dari hasil penelitian
Asia Pasific Group (APG) yang memberikan beberapa petunjuk mengenai metode, teknik, skema dan instrumen dalam pencucian uang dan pendanaan terorisme:
1. Penukaran Mata Uang/Konversi Uang Tunai
Teknik ini diugunakan untuk membantu penyelundupan ke yuridiksi lain atau untuk memanfaatkan rendahnya persyaratan pelaporan pada jasa penyedia jasa pertukaran mata uang untuk meminimalisir risiko terdeteksi, contohnya melakukan pembelian cek perjalanan untuk membawa nilai ke yurisdiksi lainnya.
2. Pembawaan Uang Tunai/Penyelundupan Mata Uang
Teknik ini dilakukan dengan menyembunyikan perpindahan dari mata uang untuk menghindari transaksi/mengukur pelaporan uang tunai.
1
untuk
kepentingan
(21)
3. Stucturing
Sebuah metode yang dilakukan dengan menggunakan transaksi dalam jumlah relatif kecil namun dengan frekuensi yang tinggi.
4. Smurfing
Sebuah metode yang dilakukan dengan menggunakan beberapa rekening atas nama individu yang berbeda-beda untuk kepentingan satu orang tertentu.
5. Underground Banking/Alternatif Jasa Pengiriman Uang (Hawala/Hundi)
Sebuah teknik yang digunakan dengan mekanisme informal berdasarkan kepercayaan dari jaringan untuk mengirimkan uang. Seringkali mekanisme ini bekerja secara paralel dengan sektor perbankan tradisional dan kemungkinan melanggar hukum di beberapa yurisdiksi. Teknik ini dimanfaatkan oleh pelaku pencucian uang dan pendanaan terorisme untuk memindahkan nilai uang tanpa terdeteksi dan untuk mengaburkan identitas yang mengendalikan uang tersebut.
6. Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme Berbasis Perdagangan
Teknik ini mencakup manipulasi faktur dan menggunakan rute jalur keuangan dan komoditas untuk menghindari transparansi hukum dan keuangan.
7. Mingling
Teknik ini menggunakan cara mencampurkan atau menggabungkan hasil kejahatan dengan hasil usaha bisnis yang sah dengan tujuan untuk mengaburkan sumber dana.
8. Penggunaan Jasa Profesional
Sebuah teknik dengan menggunakan pihak ketiga, dalam hal ini yaitu jasa profesional seperti Advokat, Notaris, Perencana Keuangan, Akuntan dan Akuntan Publik. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mengaburkan identitas penerima manfaat dan sumber dana hasil kejahatan.
9. Penggunaan Perusahaan Boneka (Shell Company)
Sebuah teknik yang dilakukan dengan mendirikan perusahaan secara formal berdasarkan aturan hukum yang berlaku. Namun, dalam praktiknya perusahaan tersebut tidak digunakan untuk melakukan kegiatan usaha. Perusahaan boneka tersebut didirikan hanya untuk melakukan transaksi fiktif atau menyimpan aset pihak pendiri atau orang lain. Selain itu teknik tersebut bertujuan untuk
untuk
kepentingan
(22)
mengaburkan identitas orang-orang yang mengendalikan dana dan memanfaatkan persyaratan pelaporan yang relatif rendah.
10.Penggunaan Transfer Kawat (Wire Transfer)
Teknik ini bertujuan untuk melakukan transfer dana secara elektronik antara lembaga keuangan dan sering kali ke yurisdiksi lain untuk menghindari deteksi dan penyitaan aset.
11.Teknologi Pembayaran Baru (New Payment Technologies)
Teknik ini menggunakan teknologi pembayaran yang baru muncul untuk pencucian uang dan pendanaan terorisme. Contohnya termasuk sistem pembayaran dan pengiriman uang berbasis telepon seluler (ponsel).
12.Penggunaan Identitas Palsu
Teknik ini digunakan untuk mengaburkan identitas dari para pelaku yang terlibat dalam banyak metode pencucian uang dan pendanaan terorisme. Dalam perkembangannya, tren penggunaan identitas palsu menunjukan peningkatan yang cukup signifikan yang dilakukan dengan berbagai cara. Diantaranya, melakukan penipuan melalui penggunaan identitas palsu dalam proses pembukaan rekening.
13.Penggunaan Nama Orang Lain (Nominee), Wali Amanat, Anggota Keluarga dan Pihak Ketiga
Teknik ini biasa digunakan untuk mengaburkan identitas orang-orang yang mengendalikan dana hasil kejahatan.
14.Pembelian Aset/Barang-Barang Mewah (Properti, Kendaraan, dll)
Teknik ini biasa digunakan dengan menginvestasikan hasil kejahatan ke dalam bentuk aset/barang yang memiliki nilai tawar tinggi. Hal tersebut bertujuan untuk mengambil keuntungan dari mengurangi persyaratan pelaporan dengan maksud mengaburkan sumber hasil kejahatan.
15.Pertukaran Barang (Barter)
Teknik ini digunakan untuk menghindari penggunaan uang atau instrumen keuangan dalam nilai transaksi, serta untuk menghindari sektor keuangan dalam pengukuran rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme. Contohnya pertukaran secara langsung antara heroin dengan emas batangan.
untuk
kepentingan
(23)
C.Jenis Pencucian Uang
Pencucian Uang merupakan suatu upaya perbuatan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan hasil tindak pidana agar Harta Kekayaan tersebut tampak seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah/legal.
Pada umumnya pelaku tindak pidana pencucian uang berusaha untuk
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan yang merupakan hasil dari tindak pidana dengan berbagai cara agar sulit ditelusuri oleh Aparat Penegak Hukum. Berdasarkan hubungan pelaku tindak pidana asal dengan tindak pidana pencucian uang, diantaranya:
a. Self Laundering merupakan pencucian uang yang dilakukan oleh orang yang
terlibat dalam perbuatan tindak pidana asal.
b. Third Party Money Laundering merupakan pencucian uang yang dilakukan
oleh orang yang tidak terlibat dalam perbuatan tindak pidana asal.
Sedangkan menurut penyusunan dakwaannya yaitu Stand-alone Money
Laundering merupakan pencucian uang yang dapat berdiri sendiri dengan mengacu
pada penuntutan tindak pidana pencucian uang secara tunggal, tanpa harus menuntut tindak pidana asal. Hal ini dapat sangat relevan antara lain: (i) ketika tidak ada cukup bukti dari tindak pidana asal tertentu yang menimbulkan hasil kejahatan; atau (ii) dalam situasi dimana terdapat kekurangan pada wilayah hukum atas terjadinya tindak pidana asal. Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana kemungkinan
telah dicuci oleh terdakwa (self-laundering) atau oleh pihak ketiga (third party money
laundering).
Di dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, dapat diketahui unsur-unsur Tindak Pidana Pencucian Uang, diantaranya:
a. Setiap: "setiap orang" adalah orang perseorangan (natural person) atau
korporasi (legal person);
b. "Menempatkan" adalah perbuatan memasukan uang dari luar penyedia jasa
keuangan ke dalam penyedia jasa keuangan, seperti tabungan, rekening giro atau deposito;
c. "Mentransfer" adalah perbuatan pemindahan uang dari Penyedia Jasa Keuangan
satu ke Penyedia Jasa Keuangan Lainnya, baik di dalam maupun di luar negeri atau dari satu rekening ke rekening lainnya;
d. "Mengalihkan" adalah setiap perbuatan yang mengakibatkan terjadinya
perubahan posisi atau kepemilikan atas harta kekayaan;
untuk
kepentingan
(24)
e. "Membelanjakan" adalah penyerahan sejumlah uang atas transaksi jual beli;
f. "Membayarkan" adalah menyerahkan sejumlah uang dari seseorang kepada
pihak lain;
g. "Menghibahkan" adalah perbuatan hukum untuk mengalihkan kebendaan secara
hibah sebagaimana dikenal dalam pengertian hukum secara umum;
h. "Menitipkan" adalah menyerahkan pengelolaan atau penguasaan atas suatu
benda dengan janji untuk dimintakan kembali atau sebagaimana diatur dalam KUHPerdata;
i. "Membawa ke luar negeri" adalah kegiatan pembawaan uang secara fisik
melewati wilayah pabean RI;
j. "Mengubah bentuk" adalah suatu perbuatan yang mengakibatkan terjadinya
perubahan suatu benda, seperti perubahan struktur, volume, massa, unsur, dan/atau pola suatu benda;
k. “Menukarkan dengan mata uang atau surat berharga” adalah transaksi yang menghasilkan terjadinya perubahan suatu harta kekayaan termasuk uang atau surat berharga tertentu menjadi mata uang atau surat berharga lainnya. Kegiatan penukaran uang lazimnya dilakukan pedagang valuta asing dan bank, sedangkan penukaran surat berharga biasa dilakukan di pasar modal dan pasar uang;
l. “Perbuatan lainnya” adalah perbuatan di luar perbuatan yang telah diuraikan, yang dilakukan oleh seorang dengan maksud menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan;
m. “Menyembunyikan” adalah kegiatan yang dilakukan dalam upaya agar orang lain tidak akan mengetahui asal usul harta kekayaan berasal, antara lain tidak menginformasikan kepada petugas Penyedia Jasa Keuangan mengenai asal usul
sumber dananya dalam rangka penempatan (placement), selanjutnya berupaya
lebih menjauhkan harta kekayaan (uang) dari pelaku kejahatannya melalui pentransferan baik di dalam maupun ke luar negeri, atas nama sendiri atau pihak lain atau melalui perusahaan fiktif yang diciptakan atau perusahaan ilegal
dan seterusnya (layering). Setelah proses placement dan layering dilakukan,
biasanya pelaku dapat menggunakan harta kekayaannya secara aman baik
untuk kegiatan sah atau illegal (integration). Dalam konteks money laundering,
ketiga tahapan tidak harus semua dilalui, adakalanya hanya cukup pada
tahapan placement, layering atau placement langsung ke integration;
n. “Menyamarkan” adalah perbuatan mencampur uang haram dengan uang halal agar uang haram nampak seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah, menukarkan uang haram dengan mata uang lainnya dan sebagainya;
untuk
kepentingan
(25)
o. “Asal usul, sumber, lokasi peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan
yang sebenarnya” yaitu:
Asal usul, mengarah pada risalah transaksi dari mana sesungguhnya
harta kekayaan itu berasal;
Sumber, mengarah pada transaksi yang mendasari, seperti hasil usaha,
gaji, fee, honor , infaq, hibah, warisan dan sebagainya;
Lokasi, mengarah pada pengidentifikasian letak atau posisi harta
kekayaan dengan pemilik yang sebenarnya;
Peruntukan, mengarah pada pemanfaatan harta kekayaan;
Pengalihan hak-hak, adalah cara untuk melepaskan diri secara formal
atas kepemilikan harta kekayaan;
Kepemilikan yang sebenarnya, mengandung makna bukan hanya
terkait dengan aspek formalitas tetapi juga secara fisik atas kepemilikan harta kekayaan;
p. “Menerima” adalah suatu keadaan atau perbuatan dimana seseorang memperoleh harta kekayaan dari orang lain;
q. "Menguasai penempatan” adalah suatu perbuatan yang mengakibatkan adanya pengendalian secara langsung atau tidak lansung atas sejumlah uang atau harta kekayaan;
r. “Menggunakan” adalah perbuatan yang memiliki motif untuk memperoleh manfaat atau keuntungan melebihi kewajaran;
s. “Harta kekayaan” adalah semua benda bergerak dan tidak bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang diperoleh secara langsung maupun tidak langsung;
t. “Yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana” adalah suatu keadaan dimana seseorang mengetahui secara jelas dan pasti atau setidak-tidaknya dapat memperkirakan berdasarkan fakta atau informasi yang dimiliki bahwa sejumlah uang atau harga kekayaan merupakan hasil dari suatu perbuatan melawan hukum.
untuk
kepentingan
(26)
BAB III
HASIL PENELITIAN
A.Hasil Kegiatan Wawancara Riset
Dalam penyusunan penelitian ini telah dilakukan pengumpulan data melalui wawancara dan kuesioner kepada Aparat Penegak Hukum yang memiliki wewenang penyidikan dan penuntutan yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan serta lembaga peradilan yang memilki wewenang dalam sidang peradilan perkara pencucian uang.
Adapun pokok-pokok hasil wawancara dan kuesioner terhadap instansi Komisi Pemberantasan Korupsi, Kejaksaan dan Peradilan sebagai berikut:
I. Penanganan Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang oleh Aparat Penegak Hukum
Salah satu output yang dihasilkan oleh PPATK yaitu berupa Hasil Analis (HA) baik proaktif maupun reaktif dan Hasil Pemeriksaan (HP). Kemudian hasil laporan HA dan HP tersebut disampaikan kepada pihak Penyidik TPPU untuk ditindaklanjuti guna melacak tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana asalnya. Berdasarkan penjelasan Pasal 74 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang dimaksud dengan Penyidik TPPU meliputi Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Narkotika Nasional (BNN), serta Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
A.1 Perkembangan Penanganan Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia
Penanganan perkara pencucian uang oleh Kepolisian RI dapat dilakukan melalui 2 jalur (jalur kuning dan biru). Pendekatan penanganan perkara TPPU melalui jalur 1 (kuning) akan lebih terfokuskan dalam menemukan tindak pidana asal dengan tindak pidana pencucian uang. Sedangkan di jalur 2, penyidik sudah menemukan tindak pidana asal dan kemudian akan terfokuskan pada optimalisasi penelusuran aset dan mengembalikan kerugian atau merampas harta hasil kejahatan.
untuk
kepentingan
(27)
Gambar 2. Pendekatan Penanganan Perkara Pencucian Uang oleh Kepolisian RI
Sumber: Kepolisian Negara Republik Indonesia
Berdasarkan hasil informasi yang disampaikan dapat diketahui
perkembangan jumlah penanganan perkara pencucian uang oleh Kepolisian RI selama periode 2011 s.d. 2015.
Grafik 2. Perkembangan Penanganan Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang oleh Kepolisian RI
Tahun 2011 s.d. 2015
Sumber: Kepolisian Negara Republik Indonesia LHA PPATK
POLRI/BARESKRIM POLRI
LTKM PJK/PBJ KPD PPATK
PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN
LAPORAN POLISI
LIDIK/SIDIK TPPU
1
2
IHA PPATK
PERMINTAAN ANALISIS
1 4 4 1 1
180
30 23
142
97
0 50 100 150 200
2011 2012 2013 2014 2015
Hasil Pemeriksaan (HP) Hasil Analisis (HA)
untuk
kepentingan
(28)
Dalam perkembangannya penanganan perkara pencucian uang yang bersumber dari HA dan HP PPATK selama periode 2011 s.d. 2015 mengalami fluktuasi dan cenderung mengalami penurunan meskipun terjadi peningkatan pada tahun 2014. Namun, penurunan penanganan perkara tersebut diikuti dengan perbaikan kualitas HA dan HP PPATK.
A.2 Perkembangan Penanganan Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi
Proses Penyidikan yang dilakukan oleh KPK dimulai setelah ditemukannya 2 bukti yang telah disepakati pada saat ekspose perkara. Kemudian dilakukannya tahap proses penyidikan dan apabila ditemukan adanya perbuatan menyembunyikan atau menyamarkan Asal Usul Harta Kekayaan hasil tindak pidana korupsi, maka diusulkan untuk dilakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang. Selanjutnya, apabila telah dilakukan tahap proses penyidikan TPPU maka akan dilakukan penggabungan perkara.
Berikut jumlah perkara tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang oleh KPK.
Grafik 3. Perkembangan Penanganan Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang oleh KPK
Tahun 2012 s.d. 2015
Sumber: Komisi Pemberantasan Korupsi 48
70
58 57
2 7 6 4
0 10 20 30 40 50 60 70 80
2012 2013 2014 2015
TPK TPPU
untuk
kepentingan
(29)
Perkembangan penanganan perkara pencucian uang oleh KPK pada tahun 2013 s.d. 2015 menunjukan bahwa KPK sudah mulai sering menerapkan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang. Meskipun terjadi penurunan penanganan pada tahun 2015. Hal tersebut diikuti oleh adanya penurunan penanganan perkara pada tindak pidana korupsi. Berdasarkan hasil wawancara diketahui beberapa indikasi tindak pidana korupsi yang berpotensi adanya tindak pidana pencucian uang diantaranya:
a. Tindak Pidana Korupsi yang berulang;
b. Adanya rentang waktu dengan perbuatan tindak pidana korupsi yang
dilakukan;
c. Diketahuinya adanya perbuatan menyamarkan atau menyembunyikan
asal usul atas hasil tindak pidana korupsi.
A.3 Perkembangan Penanganan Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang oleh Mahkamah Agung RI
Di dalam penjelasan Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 dinyatakan bahwa Mahkamah Agung (MA) memiliki fungsi sebagai pengadilan negara tertinggi. Mahkamah Agung adalah pengadilan kasasi yang memiliki tugas mengatur keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali.
Berdasarkan rekapitulasi perkara pencucian uang di Mahkamah Agung RI, jumlah perkara pencucian uang yang masuk di Mahkamah Agung mengalami penurunan dari 19 kasasi masuk di tahun 2011 menjadi 9 kasasi masuk di tahun 2013. Namun, pada tahun 2014 s.d. 2015 terjadi peningkatan jumlah kasasi yang masuk semula 10 kasasi menjadi 17 kasasi masuk. Pada tahun 2015 terdapat 5 kasasi masuk yang belum putus oleh Mahkamah Agung RI.
Tabel 1. Perkembangan Penanganan Perkara Pencucian Uang Kasasi Pidana Khusus Tahun 2011 s.d. 2015
No. Informasi 2011 2012 2013 2014 2015
1 Kasasi Masuk 19 13 9 10 17
2 Kasasi Belum Putus 0 0 0 0 5
3 Kasasi Sudah Putus 19 13 9 10 12
4 Kasasi Kabul 10 4 2 3 0
5 Kasasi Tolak 9 7 5 4 11
6 Kasasi Tolak Perbaikan 0 1 1 3 1
untuk
kepentingan
(30)
No. Informasi 2011 2012 2013 2014 2015
7 Kasasi NO 0 1 1 0 0
8 Kasasi Cabut 0 0 0 0 0
Sumber: Mahkamah Agung RI
A.4 Penyidikan, Penuntutan dan Sidang Pengadilan Perkara Pencucian Uang
Secara umum responden dari Penyidik TPPU menyatakan bahwadengan adanya UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (PPTPPU) sangat membantu dalam melaksanakan tugas terkait kasus-kasus pidana yang sedang ditangani. Khususnya mengenai penelusuran aset dan pencarian informasi dan hasil analisa terhadap suatu transaksi yang dilakukan oleh pelaku maupun pihak-pihak terkait lainnya.
Namun, menurut responden masih terdapat beberapa hal yang menjadi kelemahan di dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (PPTPPU), diantaranya:
Masih adanya perbedaan pemahaman di kalangan Hakim
mengenai ketentuan Pasal 69 UU No. 8 Tahun 2010 tentang PPTPPU, khususnya untuk penyidik tindak pidana korupsi oleh KPK;
Masa waktu untuk pemblokiran sangat pendek;
Tata cara pembalikan beban pembuktian oleh terdakwa secara
khusus memberikan kesempatan yang seluas-luasnya pada Jaksa Penuntut Umum untuk membuktikan sebaliknya;
Belum diaturnya mengenai perolehan aset yang mana dalam
menentukan pada waktu perolehan/harta kekayaan;
Tidak sebandingnya hukuman kurungan pengganti pidana denda.
Selama periode riset, pemanfaatan atas HA dan HP PPATK dalamproses penyelidikan maupun penyidikan sudah cukup baik. Namun,
terdapat sejumlah 4 dari 8 responden riset yang belum
memanfaatkan hasil laporan PPATK dalam proses penyelidikan maupun penyidikan. Untuk wilayah responden yang belum pernah memanfaatkan HA dan HP PPATK berada di wilayah provinsi DI
untuk
kepentingan
(31)
Yogyakarta dan Kalimantan Barat. Diharapkan kedepannya pemanfaatan HA dan HP PPATK dapat lebih optimal digunakan oleh Aparat Penegak Hukum khususnya pada wilayah yang termasuk kedalam kategori berisiko tinggi, seperti DKI Jakarta, Jawa Timur, Papua, Sumatera Utara, Riau, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Bengkulu dan Bali.
Secara umum responden dari Penyidik dan/atau Penuntut Umumpernah menggunakan kewenangannya untuk melakukan penundaan transaksi, pemblokiran, permintaan kepada Pihak Pelapor untuk memberikan keterangan secara tertulis mengenai harta kekayaan dari tersangka, terdakwa dan orang yang telah dilaporkan oleh PPATK kepada Penyidik, sesuai ketentuan Pasal 70, 71 dan 72 dalam UU No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (PPTPPU).
Selama periode riset, keseluruhan pihak responden dari instansiPengadilan belum pernah mengimplementasikan Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2013 tentang Tata cara penyelesaian harta kekayaan dalam tindak pidana pencucian uang. Hal tersebut dikarenakan belum adanya pengajuan dari Penyidik TPPU. Perma 1 Tahun 2013 tersebut dibentuk untuk mengisi kekosongan "hukum acara" pelaksanaan Pasal 67 UU PPTPPU. Di dalam Pasal 67 memberikan kewenangan kepada Penyidik TPPU untuk mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri untuk memutuskan Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan tindak pidana menjadi aset negara atau dikembalikan kepada yang berhak.
II. Perkembangan Modus dan Pola Transaksi Pencucian Uang
Berdasarkan pengetahuan dan pengalaman keseluruhan responden riset dalam menangani perkara pencucian uang, maka dapat diperoleh beberapa perkembangan modus dan pola transaksi yang dilakukan oleh pelaku pencucian uang di Indonesia selama periode riset.
Berikut ini beberapa modus pencucian uang yang ditemukan, diantaranya:
a. Penggunaan nama Perusahaan atau Perorangan untuk menampung hasil
kejahatan;
b. Penggunaan pihak ketiga untuk melakukan pengiriman uang secara tunai
atau penukaran valuta asing;
untuk
kepentingan
(32)
c. Penggunaan identitas lain yang bersangkutan sendiri atau identitas mirip nama orang lain (KTP Palsu) untuk penempatan uang, baik pada penggunaan rekening bank maupun penyedia jasa keuangan lainnya;
d. Pengelolaan tunai dengan dititipkan kepada pengusaha yang biasa kelola
uang tunai besar, tanpa adanya pencatatan “back to back
agreement” (contoh: pengusaha hitam);
e. Penyertaan kepemilikan saham sebuah perusahaan;
f. Penempatan uang untuk transaksi bisnis yang tidak mengejar
keuntungan, dan pengelolaan keuangan yang buruk. (contoh: Jual beli kendaraan bekas dari lelang);
g. Pembelian sejumlah aset/barang-barang mewah berupa mobil, properti
(rumah, apartemen, kondotel) dengan menggunakan nama orang lain sebagai bukti kepemilikan;
h. Penggunaan uang hasil Tindak Pidana Korupsi untuk bisnis properti,
yang kemudian terhadap para pejabat dibuatkan seolah-olah ada skema kredit;
i. Seolah-olah warisan, milik keluarga yang dikelola oleh pelaku
pencucian uang;
j. Dengan pernikahan yang tidak tercatat atau tercatat menggunakan
KTP Palsu, dan melibatkan pihak keluarga istri untuk pengelolaan harta kekayaan.
Sedangkan pola transaksi keuangan yang dilakukan oleh pelaku pencucian uang, diantaranya:
a. Penggunaan cash basis berupa tarik tunai, setor tunai dan menyamarkan
identitas;
b. Penggunaan Rekening Nominee milik orang lain (baik yang dikenal, tidak
dikenal/fiktif) untuk menempatkan harta kekayaan hasil kejahatan;
c. Transaksi keuangan melibatkan banyak pihak dengan volume transaksi
yang tinggi dan nilai transaksi yang kecil-kecil;
d. Transaksi keuangan sewajar mungkin untuk menghindari kecurigaan;
e. Transaksi keuangan yang dilakukan secara pass by (sejumlah dana yang
masuk langsung di transfer kembali atau tarik tunai).
untuk
kepentingan
(33)
III. Dinamika dan Tantangan Aparat Penegak Hukum dalam Penanganan Perkara Pencucian Uang
Dalam penanganan perkara pencucian uang tentunya terdapat dinamika dan tantangan yang dialami oleh Aparat Penegak Hukum, khususnya dalam hal penelusuran dan pembuktian perkara pencucian uang, diantaranya:
a. Dalam penelusuran aset, (1) pelaku pencucian uang seringkali
menempatkan hasil kekayaan pada aset bergerak/tidak bergerak. Sedangkan untuk bukti kepemilikan pada biasanya disembunyikan dan tidak dapat disita, sehingga meskipun barangnya disita untuk proses eksekusi
setalah putusan inkrachtvan gewisjde akan kesulitan dalam pelelangan. (2)
terdapat kesulitan pada penelusuran aset hasil kejahatan yang berbentuk fisik/proses pembangunan. (3) Apabila aset/hasil kejahatan yang diperoleh oleh pelaku pencucian uang kemudian diatasnamakan orang lain yang tidak memiliki hubungan dengan pelaku;
b. Dalam hal pembuktian terbalik sebaiknya memberikan kemudahan kepada
Penuntut Umum. Namun, dalam praktiknya pada tahap persidangan pembuktian dari Penuntut Umum tetap diwajibkan untuk membuktikan bahwa harta tersebut merupakan hasil tindak pidana;
c. Pada saat proses pembuktian, pihak penuntut umum mengalami kesulitan
ketika membuktikan kepemilikan rekening yang tidak didukung dengan dokumen tambahan berupa buku tabungan rekening tersebut.
Disamping itu terdapat beberapa dinamika dan tantangan lainnya yang seringkali ditemukan oleh Aparat Penegak Hukum dalam menangani perkara pencucian uang, diantaranya:
Pada tahap penyelidikan terdapat kesulitan dalam melakukan pemblokiran,sehingga diusulkan untuk dapat dilakukan penyitaan terlebih dahulu;
Sulitnya mendapatkan ahli mengenai pencucian uang dan sulitnya untukmasuk kedalam akses lembaga jasa keuangan.
Pada saat proses penelusuran transaksi seringkali terhambat oleh bataswaktu penahanan. Hal tersebut dikarenakan sulitnya mendeteksi pihak
beneficial owner atau pihak penerima manfaat atas hasil tindak kejahatan;
Transaksi yang dilakukan secara tunai (cash basis) menjadi kendala dalampenelusuran transaksi;
Pada saat proses penyusunan dakwaan, terdapat kendala mengenai tempuskejadian yang berbeda. Hal tersebut seringkali dipertanyakan oleh dewan majelis hakim, khususnya pada Pasal 64 dan Pasal 65 KUHP karena dimungkinkan perbuatan tersebut terjadi pada periode sebelum UU PPTPPU.
untuk
kepentingan
(34)
Dalam proses persidangan, terdapat kesulitan atau kendala dalam penerapan UU PPTPPU periode sebelum 2010 dengan sesudah periode 2010.
Dalam proses persidangan diharapkan adanya Ahli dari PPATK.
Dalam proses persidangan, data atau informasi yang disampaikan Penyidiktidak semuanya dapat dibuktikan, seperti ketiadaan alat bukti dan terkadang berkas/surat dakwaan yang disampaikan oleh Penuntut Umum tidak lengkap. Sehingga diharapkan dapat melengkapi atau memperkuat alat bukti.
B.Karakteristik Putusan Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang Tahun 2015
Karakteristik putusan perkara pencucian uang diperoleh berdasarkan hasil putusan
perkara pencucian uang yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrachtvan gewisjde)
selama periode 2015. Berdasarkan data yang diperoleh terdapat sebanyak 40 Putusan
Perkara Pencucian Uang yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrachtvan gewisjde)
selama periode 2015.
Berikut sebaran putusan perkara pencucian uang berdasarkan tingkat lembaga pengadilan selama periode 2015.
Tabel 2. Putusan Perkara Pencucian Uang Berdasarkan Tingkatan Lembaga Peradilan
No. Lembaga Pengadilan Jumlah
1 Pengadilan Negeri 20
2 Pengadilan Tinggi 16
3 Mahkamah Agung 4
Total 40
Sumber: Rekapitulasi Lembaga Peradilan 2016
Tingkat penanganan perkara tindak pidana pencucian uang selama periode 2015 lebih dominan di Pengadilan Tingkat Pertama yaitu Pengadilan Negeri sebanyak 20 putusan atau 50 persen yang tersebar di 15 Provinsi Indonesia. Pengadilan Tingkat Kedua sebanyak 16 Putusan atau 40 persen serta Mahkamah Agung sebanyak 4 putusan atau 10 persen. Hal tersebut dapat diketahui secara rinci pada tabel 4.
untuk
kepentingan
(35)
Tabel 3. Sebaran Wilayah Putusan Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang Tahun 2015
No. Tingkat Pengadilan Jumlah
1 Pengadilan Negeri Banda Aceh 1
2 Pengadilan Negeri Bandung 1
3 Pengadilan Negeri Batam 1
4 Pengadilan Negeri Brebes 1
5 Pengadilan Negeri Karanganyar 1
6 Pengadilan Negeri Kebumen 2
7 Pengadilan Negeri Kediri 1
8 Pengadilan Negeri Kotabaru 2
9 Pengadilan Negeri Manokwari 2
10 Pengadilan Negeri Maros 1
11 Pengadilan Negeri Pontianak 1
12 Pengadilan Negeri Sampit 1
13 Pengadilan Negeri Surabaya 4
14 Pengadilan Negeri Tanjung 1
15 Pengadilan Tinggi Bandung 1
16 Pengadilan Tinggi Banjarmasin 2
17 Pengadilan Tinggi Banten 1
18 Pengadilan Tinggi Denpasar 1
19 Pengadilan Tinggi Jakarta 6
20 Pengadilan Tinggi Medan 2
21 Pengadilan Tinggi Pontianak 1
22 Pengadilan Tinggi Yogyakarta 2
23 Mahkamah Agung 4
Total 40
Sumber: Rekapitulasi Lembaga Peradilan 2016
untuk
kepentingan
(36)
Grafik 4. Trendline Putusan Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang Tahun 2014 s.d. 2015
Sumber: Rekapitulasi Lembaga Peradilan 2016
Trendline jumlah putusan perkara pencucian uang yang telah memiliki kekuatan
hukum tetap (inkracht van gewisjde) dari tahun 2014 Semester I sampai tahun 2015
Semester II mengalami penurunan sebanyak 17 Putusan. Penurunan tersebut dikarenakan masih banyaknya perkara pencucian uang yang masih mengikuti proses upaya hukum, baik di tingkat banding maupun kasasi. Berdasarkan hasil rekapitulasi perkara pencucian uang di Mahkamah Agung tahun 2015 terdapat 17 Kasasi Masuk, 5
diantaranya belum berkekuatan hukum tetap (inkrachtvan gewisjde).2
Salah satu tujuan strategis PPATK dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme adalah meningkatkan efektivitas pecegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme. Dalam aspek pemberantasan tindak pidana pencucian uang, perlu adanya sinergitas dan penyamaan persepsi antar Lembaga Penegak Hukum. Hal tersebut dikarenakan semakin kompleks dan berkembangnya modus operandi pencucian uang yang dilakukan oleh pelaku untuk menyembunyikan dan menyamarkan asal usul harta kekayaan yang bersumber dari hasil kejahatan.
2
Hakim Agung Suhadi, SH, MH, "Perkembangan Tipologi Pencucian Uang Secara Umum serta Keterkaitan dengan Tindak Pidana Korupsi dan Narkotika", In House Training PPATK. Februari 2016.
29
28
16
24 31
29
16
34
0 5 10 15 20 25 30 35 40
SMT I 2014 SMT II 2014 SMT I 2015 SMT II 2015
Putusan Terdakwa Linear (Putusan) Linear (Terdakwa)
untuk
kepentingan
(37)
B.1 Karakteristik Putusan Perkara Pencucian Uang Berdasarkan Profil Terdakwa
Berdasarkan basis data putusan perkara pencucian uang tahun 2015 yang telah
berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewisjde) terdapat sebanyak 50
terdakwa dari 40 putusan. Diketahui bahwa profil terdakwa yang dominan selama tahun 2015 yaitu Pengusaha/Wiraswasta sebanyak 22 terdakwa atau 44 persen dari 50 terdakwa. Hal tersebut dapat diketahui secara rinci pada tabel 5.
Tabel 4. Putusan Perkara Pencucian Uang Berdasarkan Profil Terdakwa Tahun 2015
No. Profil Jumlah
% Distribusi
1 Pengusaha/Wiraswasta 22 44%
2
Pegawai Bank, BUMN/D, Jasa Pengiriman Uang,
Pedagang Valuta 7 14%
3 Pegawai Swasta/Karyawan 5 10%
4 Petani/Nelayan, Pengrajin, Buruh Lepas, Pedagang 4 8%
5 Tidak Bekerja 4 8%
6 PNS/ASN (termasuk pensiunan) 3 6%
7 Ibu Rumah Tangga 3 6%
8 Pejabat Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif 1 2%
9 Tidak diketahui* 1 2%
Total 50 100%
Keterangan: *Berkas Putusan belum diperoleh Sumber: Rekapitulasi Lembaga Peradilan 2016
Pada tahun 2015, jumlah profil terdakwa dari kategori berisiko tinggi seperti
orang yang populer secara politis (Politically Exposed Persons/PEP), Pegawai
instansi pemerintah kecenderungannya lebih sedikit dibandingkan profil Pegawai Bank, BUMN/D, Jasa Pengiriman Uang, Pedagang Valuta Asing yaitu sebanyak 7 terdakwa atau sebesar 14 persen.
untuk
kepentingan
(38)
Grafik 5. Profil Terdakwa Tindak Pidana Pencucian Uang Tahun 2015
Sumber: Rekapitulasi Lembaga Peradilan 2016
Secara dominan usia terdakwa pencucian uang berada pada usia diatas 40 tahun sebanyak 24 terdakwa atau 48 persen dari 50 terdakwa. Sedangkan sisanya sebanyak 17 terdakwa atau 34 persen berada pada rentang usia 30 s.d. 40 tahun dan usia dibawah 30 tahun sebanyak 8 terdakwa atau 16 persen.
Grafik 6. Usia Terdakwa Tindak Pidana Pencucian Uang Tahun 2015
Sumber: Rekapitulasi Lembaga Peradilan 2016 22
7 5
4 4
3 3
1 1
0 5 10 15 20
25 Pengusaha/Wiraswasta
Pegawai Bank, BUMN/D, Jasa Pengiriman Uang, Pedagang Valuta Pegawai Swasta/Karyawan
Petani/Nelayan, Pengrajin, Buruh Lepas, Pedagang
Tidak Bekerja
PNS/ASN (termasuk pensiunan) Ibu Rumah Tangga
Pejabat Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif
Tidak diketahui
Dibawah 30 tahun 8; 16%
30 s.d. 40 tahun 17; 34% Diatas 40
tahun 24; 48%
NA 1; 2%
Dibawah 30 tahun 30 s.d. 40 Diatas 40 tahun NA
untuk
kepentingan
(39)
B.2 Karakteristik Putusan Perkara Pencucian Uang Berdasarkan Tindak Pidana Asal
Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) adalah suatu tindak pidana lanjutan
(follow up crime) yang merupakan kelanjutan dari tindak pidana asal (predicate
crime), sebagai sebuah upaya untuk menyembunyikan, atau menghilangkan
jejak sedemikian rupa sehingga tidak dapat diketahui bahwa harta kekayaan
tersebut berasal dari tindak pidana. Sedangkan tindak pidana asal (predicate
crime) merupakan tindak pidana yang menghasilkan uang/harta kekayaan yang
kemudian dilakukan proses pencucian uang. Oleh karena itu, tidaklah mungkin ada TPPU tanpa adanya tindak pidana asalnya terlebih dahulu. Berbeda dengan tindak pidana lain, TPPU adalah tindak pidana yang tidak berdiri sendiri, namun didahului dan mungkin diikuti dengan tindak pidana lain.
TPPU merupakan bagian dari serangkaian kejahatan yang saling berkaitan. Oleh
karena itu, rezim pemberantasan TPPU berprinsip follow the money, bukan
follow the person, karena tindak pidananya yang saling terangkai mengalirkan
harta kekayaannya dari satu pihak ke pihak yang lain. Sebagai follow up
crime, menurut Mahkamah Agung untuk melakukan penyidikan, penuntutan,
dan pemeriksaan dalam perkara TPPU tetap harus didahului dengan adanya tindak pidana asal, namun tindak pidana asal tersebut tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu. Makna frasa "tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu" bukan berarti tidak perlu dibuktikan sama sekali, namun TPPU tidak perlu menunggu lama sampai perkara pidana asalnya diputus atau telah memperoleh kekuatan
hukum tetap.3
Secara umum karakteristik putusan perkara pencucian uang berdasarkan tindak pidana asal didominasi oleh tindak pidana korupsi sebanyak 10 putusan atau 25 persen dari 40 putusan, tanpa tindak pidana asal (hanya TPPU) sebanyak 10 putusan atau 25 persen. Dalam praktiknya, penyidik, penuntut maupun hakim telah memberlakukan ketentuan Pasal 69 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Pasal 69 menjadi salah satu ketentuan yang mempermudah dan mempercepat gerak penegak hukum dalam penangganan perkara pencucian uang. Disamping itu terdapat sebanyak 7 putusan perkara pencucian uang atau 18 persen berasal dari tindak pidana penipuan. Hal tersebut dapat diketahui secara rinci pada tabel 6.
3
Putusan Mahkamah Konstitusi atas Permohonan Uji Materil Undang-Undang Tindak Pidana Penncucian Uang Tahun 2016 oleh R.J. Soehandoyo, SH, MH. 14 Juli 2016.
untuk
kepentingan
(40)
Tabel 5. Putusan Perkara Pencucian Uang Berdasarkan Jenis Tindak Pidana Asal
Tahun 2015
No. Jenis Tindak Pidana Asal Jumlah %
Distribusi
1 Korupsi 10 25%
2 Tanpa Pidana Asal 10 25%
3 Penipuan 7 18%
4 Narkotika 4 10%
5 Tindak pidana lain yang diancam dengan
pidana penjara 4 tahun atau lebih 3 8%
6 di bidang perbankan 3 8%
7 Pencurian 1 3%
8 Penggelapan 1 3%
9 Perjudian 1 3%
Total 40 100%
Sumber: Rekapitulasi Lembaga Peradilan 2016
Grafik 7. Jumlah Putusan Perkara Pencucian Uang Berdasarkan Jenis Tindak Pidana Asal
Tahun 2015
Sumber: Rekapitulasi Lembaga Peradilan 2016 3%
3% 3%
8% 8%
10%
18%
25% 25%
0% 10% 20% 30%
Pencurian Penggelapan Perjudian
Tindak pidana lain yang diancam …
di bidang perbankan Narkotika Penipuan Tanpa Pidana Asal Korupsi
untuk
kepentingan
(41)
B.3 Karakteristik Putusan Perkara Pencucian Uang Berdasarkan Sebaran Wilayah Pengadilan
Berdasarkan basis data putusan perkara pencucian uang tahun 2015 terdapat
sebanyak 40 putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van
gewisjde). Terdapat 15 Provinsi sebaran wilayah putusan perkara pencucian
uang selama tahun 2015. Sebagian besar putusan perkara pencucian uang tersebut berada di wilayah DKI Jakarta sebanyak 9 putusan atau 22,50 persen. Selanjutnya di wilayah Jawa Timur sebanyak 5 Putusan atau 12,50 persen dan Kalimantan Selatan sebanyak 5 Putusan atau 12,50 persen. Hal tersebut dapat diketahui secara rinci pada tabel 7.
Tabel 6. Jumlah Sebaran Wilayah
Putusan Perkara Pencucian Uang Menurut Provinsi Tahun 2015
No. Provinsi Jumlah % Distribusi
1 DKI Jakarta 9 22,50%
2 Jawa Timur 5 12,50%
3 Kalimantan Selatan 5 12,50%
4 Jawa Tengah 4 10,00%
5 DI Yogyakarta 3 7,50%
6 Jawa Barat 2 5,00%
7 Kalimantan Barat 2 5,00%
8 Papua Barat 2 5,00%
9 Sumatera Utara 2 5,00%
10 Aceh 1 2,50%
11 Bali 1 2,50%
12 Banten 1 2,50%
13 Kalimantan Tengah 1 2,50%
14 Kepulauan Riau 1 2,50%
15 Sulawesi Selatan 1 2,50%
Total 40 100%
Sumber: Rekapitulasi Lembaga Peradilan 2016
B.4 Karakteristik Putusan Perkara Pencucian Uang Berdasarkan Aset yang Dirampas
Salah satu tujuan akhir pelaku pencucian uang adalah menikmati harta kekayaan yang bersumber dari hasil tindak kejahatan dengan cara menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan tersebut.
untuk
kepentingan
(42)
Berdasarkan hasil wawancara riset kepada pihak Aparat Penegak Hukum (Kejaksaan dan Pengadilan Negeri/Tinggi) menyatakan bahwa salah satu pemanfaatan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang adalah pengembalian aset atas kerugian negara atau korban.
Berdasarkan basis data putusan perkara pencucian uang tahun 2015 diketahui bahwa sebanyak 17 putusan atau 43 persen putusan perkara pencucian uang menghasilkan pengembalian aset untuk korban/perusahaan. Sedangkan sebanyak 9 putusan atau 22 persen putusan perkara pencucian uang yang menghasilkan perampasan aset untuk negara. Disamping itu, terdapat 2 putusan perkara pencucian dengan tindak pidana asal korupsi yang memberikan hukuman tambahan berupa membayar uang pengganti selain aset atau harta hasil kejahatannya dirampas untuk negara.
Grafik 8. Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana Pencucian Uang
Tahun 2015
Sumber: Rekapitulasi Lembaga Peradilan 2016
B.5 Karakteristik Putusan Perkara Pencucian Uang Berdasarkan Sanksi Hukuman
Berdasarkan ketentuan di dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (PPTPPU)
9; 22%
17; 43% 2; 5%
12; 30%
Dirampas Untuk Negara
Dikembalikan Kepada Korban/Perusahaan
Dirampas Untuk Negara dan Dikembalikan Kepada Korban/Perusahaan
Tidak Dirampas Untuk Negara dan Tidak Dikembalikan Kepada Korban/Perusahaan
untuk
kepentingan
(43)
terdapat perbuatan TPPU yang menurut sifatnya dilakukan oleh pelaku secara aktif dan secara pasif.
a. Yang dimaksud TPPU secara aktif adalah tindakan pidana pencucian uang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan 4 UU PPTPPU:
Tindak pidana pencucian uang sebagaimana Pasal 3 TPPU adalah "Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah)";
Sedangkan tindak pidana pencucian uang sebagaimana Pasal 4 UU PPTPPU adalah "Setiap Orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah)".
b. Yang dimaksud dengan TPPU secara pasif adalah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 UU PPTPPU adalah: "Setiap Orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahunya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah)". Berdasarkan Pasal 5 ayat (2), "Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Pihak Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini".
untuk
kepentingan
(44)
Berdasarkan basis data putusan perkara pencucian uang yang telah berkekuatan hukum tetap pada tahun 2015 diketahui bahwa pelaku pencucian uang yang dikenakan Pasal 3 (pelaku aktif) sejumlah 36 terdakwa atau 72 persen. Sedangkan sisanya sejumlah 11 terdakwa atau 22 persen dikenakan Pasal 5 (pelaku pasif). Sejauh ini belum adanya pelaku pencucian uang yang dikenakan Pasal 4 UU PPTPPU. Dalam praktiknya banyak ditemukan bahwa
pelaku pencucian uang sering kali memanfaatkan pihak ketiga (Third Party
Money Laundering) dalam melakukan proses pencucian uang.
Grafik 9. Pengenaan Unsur Pasal Pencucian Uang Berdasarkan Pelaku Pencucian Uang
Tahun 2015
Keterangan: NA: berkas putusan belum diperoleh Sumber: Rekapitulasi Lembaga Peradilan 2016
Berdasarkan vonis hukuman pidana penjara, para terdakwa lebih dominan dikenakan hukuman penjara antara 0 s.d. 5 tahun sebanyak 24 terdakwa atau 48 persen. Sedangkan terdakwa yang dikenakan hukuman penjara selama 6 s.d. 10 tahun sebanyak 21 terdakwa atau 42 persen. Berdasarkan basis data putusan perkara pencucian uang yang telah berkekuatan hukum tetap pada tahun 2015 diketahui bahwa hukuman pidana penjara yang diterima oleh terdakwa paling rendah atau minimal selama 8 bulan dan maksimal selama 15 tahun. Hal tersebut dapat diketahui secara rinci pada tabel 8.
Pasal 3 36; 72% Pasal 5
11; 22%
NA 3; 6%
Pasal 3 Pasal 5 NA
untuk
kepentingan
(1)
105
TIPOLOGI PENCUCIAN UANG 2016
P U S A T P E L A P O R A N D A N A N A L I S I S T R A N S A K S I K E U A N G A N
Sumber lainnya: http://www.ppatk.go.id
http://www.putusan.mahkamahagung.go.id http://www.fatf-gafi.org.
http://www.apgml.org. Asia Pasific Group. Typologies Introduce. Web. 18 Februari 2016.
untuk
kepentingan
(2)
(3)
109
P U S A T P E L A P O R A N D A N A N A L I S I S T R A N S A K S I K E U A N G A N
TIPOLOGI PENCUCIAN UANG 2016
LAMPIRAN
untuk
kepentingan
(4)
Lampiran
No PENGADILAN Nomor
Putusan Terpidana
Jenis
Kelamin Wilayah
Pasal TPPU Hukuman Pidana Penjara Hukuman Pidana Denda (Dalam Rupiah) 1 Pengadilan Tinggi Banjarmasin 4/PID.SUS/201
5/PT BJM AMA Pria
Kalimantan Selatan
Pasal
3 8 bulan 2,500,000 2
Pengadilan Negeri Surabaya
103/Pid/2015/
PN.SBY AR Pria Jawa Timur
Pasal
5 4 tahun 1,000,000,000 3 Pengadilan Tinggi Pontianak 16/PID.SUS-TPK/2015/PT PTK
IJ Pria Kalimantan Barat
Pasal
3 7 tahun 250,000,000 4
Pengadilan Tinggi Bandung
252/PID.SUS/2
015/PT Bdg AR Pria Jawa Barat
Pasal
3 10 tahun 50,000,000 5 Pengadilan
Tinggi Yogyakarta
36/PID/2015/
PT YYK G Pria
DI
Yogyakarta
Pasal
3 5 tahun 150,000,000
MR Pria Pasal
3 5 tahun 150,000,000
AR Pria Pasal
3 6 tahun 150,000,000
WDL Pria Pasal
3 7 tahun 200,000,000
AJ Pria Pasal
3 7 tahun 200,000,000 6
Pengadilan Tinggi Yogyakarta
92/PID/2015/
PT YKK ER Wanita
DI
Yogyakarta
Pasal
3 8 tahun 1,000,000,000 7 Pengadilan
Tinggi Jakarta
01/PID/TPK/20
15/PT.DKI HL Pria DKI Jakarta
Pasal
3 7 tahun 5,000,000,000 8 Pengadilan
Tinggi Jakarta
03/PID/TPK/20
15/PT.DKI SRS Pria DKI Jakarta
Pasal
3 10 tahun 1,000,000,000 9 Pengadilan
Tinggi Jakarta
11/PID/TPK/20
15/PT.DKI HS Pria DKI Jakarta
Pasal
3 9 tahun 500,000,000 10 Pengadilan
Tinggi Banten
88/PID/2015/
PT.BTN D Pria Banten
Pasal 5
3 tahun 6
bulan 250,000,000 11 Pengadilan Tinggi Denpasar 11/PID.SUS-TPK/2015/PT. DPS
IWC Pria Bali Pasal
3 15 tahun 1,000,000,000 12
Pengadilan Negeri Kebumen
36/Pid.B/2015
/PN Kbm G Pria
Jawa Tengah
Pasal 5
3 tahun 6
bulan 1,000,000,000 13
Pengadilan Negeri Kebumen
37/Pid.B/2015
/PN Kbm DAR Pria
Jawa Tengah
Pasal
3 9 tahun 1,000,000,000 14
Pengadilan Tinggi Banjarmasin
40/Pid.Sus/20
15/PT.Bjm YSS Wanita
Kalimantan Selatan
Pasal 3
1 tahun 6
bulan 1,000,000,000
untuk
kepentingan
(5)
111
P U S A T P E L A P O R A N D A N A N A L I S I S T R A N S A K S I K E U A N G A N
TIPOLOGI PENCUCIAN UANG 2016
No PENGADILAN Nomor
Putusan Terpidana
Jenis
Kelamin Wilayah
Pasal TPPU Hukuman Pidana Penjara Hukuman Pidana Denda (Dalam Rupiah)
15 Pengadilan Negeri Brebes
58/Pid.Sus/20
15/PN Bbs ABS Pria
Jawa Tengah
Pasal
3 12 tahun 7,000,000,000
YAN Pria Pasal
3 10 tahun 2,000,000,000 16
Pengadilan Negeri Karanganyar
232/Pid.Sus/2
014/PN.Krg HA Pria
Jawa Tengah
Pasal 5
1 tahun 8
bulan 100,000,000 17
Pengadilan Negeri Banda Aceh
02/Pid.Sus/20
15/PN.BNA YF Wanita Aceh
Pasal
3 7 tahun 500,000,000 18 Pengadilan Negeri Manokwari 06/Pid.Sus-TPK/2015/PN. Mnk
S Wanita Papua Barat
Pasal 3
4 tahun 3
bulan 200,000,000 19 Pengadilan Negeri Manokwari 07/Pid.Sus-TPK/2015/PN. Mnk
AY Pria Papua
Barat
Pasal 3
5 tahun 6
bulan 300,000,000 20 Pengadilan
Negeri Batam
111/Pid.B/201
5/PN.Btm NC Pria
Kepulauan Riau
Pasal 3
3 tahun 4
bulan 3,000,000,000 21 Pengadilan Negeri Bandung 45/PID.SUS/TP K/2015/PN.Bd g
TS Pria Jawa Barat Pasal 5
2 tahun 6
bulan 100,000,000 22 Pengadilan Negeri Pontianak 03/Pid.Sus/TP. Korupsi/2015/ PN.Ptk
AA Pria Kalimantan Barat
Pasal
5 1 100,000,000
23 Pengadilan Tinggi Medan
20/Pid.Sus.TPK /2015/PT.MD N
SS Pria Sumatera Utara
Pasal 3
5 tahun 8
bulan 200,000,000 24 Pengadilan
Tinggi Medan
115/Pid.Sus/2
015/PT.MDN MA Pria
Sumatera Utara
Pasal
3 1 tahun 500,000,000 25 Mahkamah
Agung
1222
K/Pid.Sus/201 5
AAB Pria DKI Jakarta Pasal
3 9 tahun 500,000,000 26 Pengadilan
Negeri Kotabaru
45/Pid.Sus/20
15/PN. Ktb S Pria
Kalimantan Selatan
Pasal
3 3 tahun 1,000,000,000
A Pria Pasal
3 3 tahun 1,000,000,000
H Pria Pasal
3 3 tahun 1,000,000,000 27 Pengadilan Negeri Kotabaru 46/Pid.Sus/20 15/PN. Ktb
A Pria Kalimantan
Selatan
Pasal
3 3 tahun 1,000,000,000
D Pria Pasal
3 3 tahun 1,000,000,000 28 Pengadilan
Tinggi Jakarta
269/Pid/2015/
PT.DKI ID Pria
DKI Jakarta Pasal
3 10 tahun 10,000,000,000
RS Pria Pasal
3 10 tahun 10,000,000,000
untuk
kepentingan
(6)
No PENGADILAN Nomor
Putusan Terpidana
Jenis
Kelamin Wilayah
Pasal TPPU
Hukuman Pidana Penjara
Hukuman Pidana Denda (Dalam Rupiah)
29 Pengadilan Negeri Maros
108/Pid.Sus/2
015/PN.Mrs HH Pria
Sulawesi Selatan
Pasal
3 6 tahun 10,000,000,000 30
Pengadilan Negeri Surabaya
1640/Pid.B/20 15/PN.Sby
MRR Pria
Jawa Timur
EB Pria
31 Pengadilan Negeri Sampit
402/PID.SUS/2
015/PN.Spt TP Pria
Kalimantan Tengah
Pasal
3 4 tahun 500,000,000 32
Pengadilan Negeri Tanjung
90/Pid.Sus/20
15/PN.Tjg IM Pria
Kalimantan Selatan
Pasal 5
1 tahun 3
bulan 50,000,000 33
Pengadilan Negeri Surabaya
1639/Pid.B/20
15/PN.Sby JM Pria Jawa Timur
1 tahun 8
bulan 100,000,000 34 Pengadilan
Negeri Kediri
650/Pid.Sus/2
014/PN.Gpr SAR Pria Jawa Timur
Pasal
3 6 tahun 500,000,000 35 Mahkamah
Agung
553
K/Pid.Sus/201 5
AKP Pria DI
Yogyakarta
Pasal
3 12 tahun 1,500,000,000 36 Mahkamah
Agung
8
PK/Pid.Sus/20 13
E Pria DKI Jakarta Pasal
5 5 tahun 100,000,000 37 Mahkamah
Agung
38
PK/Pid.Sus/20 15
NW Wanita DKI Jakarta Pasal
5 10 tahun 5,000,000,000 38 Pengadilan
Tinggi Jakarta
287/Pid/2014/
PT.DKI RT Pria DKI Jakarta
Pasal
5 1 tahun -
39 Pengadilan Tinggi Jakarta
80/Pid/2015/P
T.DKI IKM Wanita DKI Jakarta
Pasal
5 2 tahun 500,000,000
40
Pengadilan Negeri Surabaya
318/Pid.B.Sus/
2015/PN.SBY DCG Pria Jawa Timur
Pasal
3 8 tahun 10,000,000,000