Hubungan Antara Infiltrasi Limfosit Pada Kelenjar Tiroid Dengan Kejadian Hipotiroid Pada Pasien Pasca Istmulobektomi Di RSUP. H. Adam Malik Medan

(1)

HUBUNGAN ANTARA INFILTRASI LIMFOSIT PADA KELENJAR TIROID DENGAN KEJADIAN HIPOTIROID PADA PASIEN PASCA

ISTMULOBEKTOMI DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN

TESIS

OLEH Dr. ZULFIKAR

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS


(2)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU BEDAH DEPARTEMEN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

HUBUNGAN ANTARA INFILTRASI LIMFOSIT PADA KELENJAR TIROID DENGAN KEJADIAN HIPOTIROID PADA PASIEN PASCA

ISTHMULOBEKTOMI DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN OLEH

Dr. ZULFIKAR

TESIS INI TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI OLEH

Pembimbing Pembimbing

(Dr. Emir Taris Pasaribu, SpB (K) Onk) (Dr. Suyatno SpB.(K) Onk) NIP : 19520304 198002 1 001 NIP:196806081 199903 1 001

Pembimbing (Dr Jamaluddin Sp.PA) NIP: 196105121986121002

DIKETAHUI OLEH

Ketua Departemen Ilmu Bedah, Ketua Program Studi Ilmu Bedah,

(Dr. Emir Taris Pasaribu, SpB (K) Onk) (Dr. Marshal, SpBTKV) NIP : 19520304 198002 1 001 NIP : 19610316 198611 1 001


(3)

SURAT KETERANGAN

JUDUL

: HUBUNGAN ANTARA INFILTRASI

LIMFOSIT PADA KELENJAR TIROID

DENGAN KEJADIAN HIPOTIROID PADA

PASIEN PASCA ISTHMULOBEKTOMI DI

RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN

PENELITI

: Dr. ZULFIKAR

DEPARTEMEN : ILMU BEDAH FK-USU

INSTITUSI

: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

TESIS INI TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI OLEH

MEDAN, MARET 2014

KONSULTAN METODOLOGI PENELITIAN

FAKULTAS KEDOKTERAN USU

(Prof. Dr. AZNAN LELO, PhD, SpFK)

NIP: 19511202 197902 1 003


(4)

PERNYATAAN

HUBUNGAN ANTARA INFILTRASI LIMFOSIT PADA KELENJAR TIROID DENGAN KEJADIAN HIPOTIROID PADA PASIEN PASCA

ISTMULOBEKTOMI DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Maret 2014


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penelitian tesis ini yang merupakan salah satu persyaratan tugas akhir untuk memperoleh keahlian dalam bidang Ilmu Bedah di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. Salawat dan Salam tak lupa penulis sampaikan kepada junjungan Rasulullah SAW.

Dengan selesainya penulisan tesis ini, perkenankanlah penulis untuk menyampaikan rasa terima kasih, do’a dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

Kedua orang tua, Lettu Abdul Manaf (Purn) dan Oni Sumarningsih (almh), terima kasih yang sedalam-dalamnya dan setulus-tulusnya, yang telah membesarkan dan mendidik penulis sejak kecil dengan penuh kesabaran, kasih sayang dan perhatian, dengan diiringi doa dan dorongan yang tiada hentinya sepanjang waktu, memberikan contoh yang sangat berharga dalam menghargai dan menjalani kehidupan.

Terima kasih kepada Prof. Iskandar Japardi, SpB, SpBS (K) dan keluarga atas segala bantuan moril dan materiil, pengorbanan, pengertian, dukungan, semangat, serta perhatian kepada penulis selama proses perjalanan sekolah ini.

Kepada mertua saya Drs. H. Usman Suhair dan Dra. Hj. RR. Mardiani serta anggota keluarga Zul Junainah SPd, Arina Rasyiqah SH, M,Hum, Zaida Fairuzah SP, dan adinda Zayyani Hazimah penulis mengucapkan terima kasih atas segala pengertian, dukungan baik moril maupun materiil selam penulis menjalani pendidikan.


(6)

buat kalian untuk menunggu dan merasakan suka dukanya perjalanan sekolah ini. Penulis mengucapkan terima kasih atas pengertian dan dukungan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan.

Terima kasih yang tak terhingga kepada istri tercinta Huwaina Af’idah, S.Kep, Ners yang telah menemani penulis dalam segala suka dan duka dengan mengorbankan waktu, tenaga dan fikiran selama masa pendidikan ini. Terima kasih atas segala dorongan, semangat, nasehat, dan bantuan dalam segala urusan selama proses pendidikan ini.

Rasa sayang dan cinta yang terbesar buat anak-anak penulis Makmun Sakhiy Zuha dan Haniya Aqilah Zuha, segala perjuangan dan proses ini dapat terlewati dan terasa ringan saat melihat senyum di wajah kalian.

Selain itu untuk istri dan anak-anakku penulis mohon maaf sebesar-besarnya bila selama proses pendidikan ini banyak kekhilafan dan kesalahan. Penulis sadar proses pendidikan ini telah membagi perhatian, pengertian dan dukungan penulis baik moril ataupun materil kepada keluarga.

Kepada Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara dan Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Bedah di lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Ketua Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dr. Emir Taris pasaribu, SpB (K)Onk, Sekretaris Departemen dr. Erjan Fikri, SpB, SpBA. Ketua program Studi Ilmu Bedah, dr. Marshal SpB, SpBTKV dan Sekretaris Program Studi Ilmu Bedah dr. Asrul S, SpB-KBD, yang telah bersedia menerima, mendidik dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran selama penulis menjalani pendidikan.


(7)

Terima kasih sedalam-salamnya dan penghargaan setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada para pembimbing tesis dr. Emir Taris Pasaribu SpB (K) Onk, dr. Suyatno SpB (K) Onk, dr. Jamaluddin Sp.PA, yang telah sabar membimbing, mendidik dan membuka wawasan penulis, senantiasa memberikan dorongan dan motivasi yang tiada hentinya dengan penuh bijaksana dan tulus ikhlas sepanjang waktu hingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Semua telah tanpa pamrih memberikan bimbingan, koreksi dan saran kepada penulis selama mengikuti program pendidikan ini.

Rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada guru-guru saya: Prof. Bachtiar Surya, Sp.B-KBD, Prof Iskandar Japardi, Sp. B, SpBS (K), Prof. Adril A Hakim, SpS, SpBS (K), Prof Nazar Moesbar, SpB, SpOT, Prof Hafas Hanafiah, SpB, SpOT, Alm. Prof Usul Sinaga, SpB, Alm. Prof Buchari Kasim, SpBP, dr. Syahbuddin Harahap, SpB, dr.Gerhard Panjaitan, SpB(K) Onk, Dr. dr. Humala Hutagalung, SpB (K)Onk, dr. Harry Soejatmiko, SpB, SpBTKV, dr. Chairiandi Siregar, SpOT, dr. Liberti Sirait, Sp.B-KBD, dr. Riahsyah Damanik, SpB(K)Onk, dr. Tiur Purba, SpB, dr. Kamal B Siregar, Sp.B(K)Onk, dr.Bungaran Sihombing, SpU, dr. Syah M Warli, SpU, dr. Sumiardi Karakata, SpU, Alm. dr. Djafar Tarigan, SpB-KBD, dr. Rasidi Siregar, SpB, dr. Suhelmi, SpB, dr. Ramotan Purba, SpB, dr. Nazwir Nazar, SpB, dr. Manan, SpOT, dr. Zahri A Rani, SpU, dr. Azwarto, SpB, dr. Albiner S, SpB(K)Onk, dr. Robert Siregar, SpB, dr. Nasrun, SpB, dr. Afdol SpB, dr. Erina Outri, SpB, dr. Marahakim, SpB, dr. Amrin Hakim, SpB, Alm. dr. Daten Bangun SpB, dr. Adi Muradi, SpB-KBD, dr. Budi Irwan, SpB-KBD, dr. Suyatno, SpB(K)Onk, dr. Doddy P, SpBTKV, dr. M. Ihsan SpBS, dr. Mahyudanil, SpBS, dr. Ridha D, SpBS, dr. Aswadi Tanjung, SpB (K)V, dr. Suzie I, SpBS dan seluruh guru bedah penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, di lingkungan RSUP H Adam Malik, RSU Pirngadi Medan dan di semua tempat yang telah mengajarkan ilmu dan ketrampilan bedah pada penulis.


(8)

Terima kasih kepada Prof . Aznan Lelo, PhD, SpFK, konsultan metodologi penelitian fakultas kedokteran yang telah membimbing, membantu dan meluangkan waktu dalam membimbing staitisktik dari tesis ini.

Terima kasih kepada dr. Budi Irwan, SpB-KBD sebagai seksi ilmiah Departemen Ilmu Bedah FK USU yang telah membimbing dan membantu selama proses penulisan tesis ini.

Para Senior dan semua rekan seperjuangan peserta program studi Ilmu Bedah FK USU Medan yang bersama-sama menjalani suka duka selama pendidikan. Terima kasih buat kalian semua di sepanjang waktu kebersamaan kita. Terima kasih juga penulis ucapkan pada junior yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini. Terima kasih kepada pihak-pihak lain yang terlibat dan tidak dapat disebutkan satu persatu.

Mohon maaf penulis pada semua orang, atas kesalahan, ucapan dan perbuatan.

Semoga ilmu yang penulis peroleh selama pendidikan spesialisaasi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Medan, Maret 2014 Penulis

Zulfikar


(9)

ABSTRAK

Latar belakang : Nodul tiroid merupakan kelainan yang sangat sering ditemukan. Dalam suatu survey populasi besar, yang dilakukan Farmingham di Eropa tahun 2001, 6,4 % wanita dan 1,5 % pria dengan nodul tiroid. Proses inflamasi pada kelenjar tiroid mengakibatkan ditemukannya infiltrasi limfosit yang dapat menurunkan daya biosintesis sehingga mengakibatkan hipotiroid jangka panjang contoh Hashimoto disease (Wiseman, 2011). Berglund, dkk (2011) menyatakan bahwa 33 % pasien dengan infiltrasi limfosit mengalami hipotiroid paska operasi dibandingkan dengan hanya 4% pasien tanpa atau minimal infiltrasi limfosit yang menjadi hipotiroid paska operasi.

Metode Penelitian : Penelitian dilakukan pada 40 pasien pasca isthmulobektomi di RSUP. H. Adam Malik Medan sejak Januari 2010 - Desember 2013. Data kemudian ditampilkan dengan menggunakan distribusi frekuensi dan persentase untuk mengetahui hubungan antara infiltrasi limfosit pada kelenjar tiroid dengan kejadian hipotiroid pada pasien pasca istmulobektomi di RSUP. H. Adam Malik Medan

Hasil Penelitian : Setelah dilakukan uji hipotesis dengan Pearson Chi-Square dengan tingkat kemaknaan 0,05 (α = 5%) diperoleh nilai p (p value) adalah 0.000 (p<0.05) yang berarti bahwa ada hubungan yang bermakna antara infiltrasi limfosit pada kelenjar tiroid dengan kejadian hipotiroid pada pasien pasca istmulobektomi. Pada penelitian ini juga didapat besarnya odds ratio adalah 9 yang berarti bahwa pasien yang terdapat infiltrasi limfosit pada kelenjar tiroid berisiko 9 kali lebih besar untuk terjadi hipotiroid dibandingkan dengan kelenjar tiroid tanpa infiltrasi limfosit.

Kesimpulan : Terdapat hubungan yang signifikan antara infiltrasi limfosit pada kelenjar tiroid dengan kejadian hipotiroid pada pasien pasca istmulobektomi (p<0.05). Infiltrasi limfosit merupakan faktor risiko untuk terjadinya hipotiroid pada pasien pasca istmulobektomi (OR = 9).


(10)

ABSTRACT

Background : Thyroid nodules is a neoplasm of endocrine system that most common happen in the world. Big population research at Farmingham Europe 2001 had founded 6,4% woman and 1,5 % man had thyroid nodules. Inflammation process at tiroid gland have been effected found limfositic infiltration which can decrease biosintesis process until have been made hipotiroid long stage , example hashimoto tiroiditis disease (Wiseman, 2011). Berglund at all (2001) declarated that 33% patients with limfositic infiltration have hipothyroid pasca lobectomy divided by only 4 % patients without or minimal limfositic infiltration became hypothyroid pasca istmulobectomy.

Methods : The study was conducted on 40 patients tiroid nodule pasca isthmulobectomi at RSUP. H. Adam Malik Medan since January 2010- December 2013. The data were show with frequent distribution and percentage to know relation between lymphocitic infiltration at thyroid nodules with hypothyroid happen at patients pasca istmulobectomy at RSUP H. Adam Malik Medan.

Results : Hypothesis test with Pearson Chi-Square with 0,05 Confidence Interval (α = 5%) heve been founded p value is 0.000 (p<0.05). It is mean that there is significant relation between limfocitic infiltration at thyroid nodules with hypothyroid happen at patients pasca istmulobectomy. In the research also founded the odds ratio is 9 that means patients with limfositic infiltration at thyroid nodules have risk 9 times bigger than without limfositic infiltration at thyroid nodules to be happen hypothyroid.

Conclusion: There is significant relation between limfositic infiltration at thyroid nodules with hypotyroid happen at patients pasca isthmulobectomy (p<0.05). Limfositic infiltration is risk factor for happen hypothyroid at patients pasca istmulobectomy (OR = 9).

Key word: Thyroid nodule, lymphocitic infiltration, hypothyroid, isthmulobectomy.


(11)

DAFTAR ISI PERSETUJUAN HASIL PENELITIAN

Pembimbing, Ketua Departemen, Ketua Program Studi ... i

Konsultan Metodologi Penelitian ... ii

Pernyataan ... iii

Kata Pengantar ... iv

Abstrak ... viii

Daftar Isi... x

Daftar Tabel ... xii

Daftar Gambar ... xiii

Bab 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Hipotesis ... 2

1.4 Tujuan Penelitian ... 2

1.5 Manfaat Penelitian ... 3

Bab 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Kelenjar Tiroid 2.1.1 Embriologi ... 4

2.1.2 Anatomi Kelenjar Tiroid ... 5

2.1.3 Histologi ... 7

2.1.4 Fisiologi Kelenjar Tiroid ... 8

2.2 Gangguan Fungsi Tiroid 2.2.1 Hipotiroid 1 Defenisi Hipotiroid ... 10

2 Insiden dan Etiologi Hipotiroid ... 11

3 Klasifikasi Hipotiroid ... 12

4 Manifestasi Klinis Hipotiroid ... 13

5 Penegakan Diagnosis Hipotiroid ... 13

6 Patofisiologis Hipotiroid ... 15

2.2.2 Hipertiroid 1. Defenisi Hipertiroid ... 17

2. Patofisiologi Hipertiroid ... 17

3. Gejala Hipertiroid ... 17

4. Penyebab Hipertiroid ... 17

5. Klasifikasi Hipertiroid ... 18 2.2.3 Eutiroid


(12)

2.3 Klasifikasi Struma ... 22

2.4 Infiltrasi Limfosit... 22

2.5 Hubungan antara Infiltrasi Limfosit dengan Kejadian Hipotiroid pada pasien pasca Istmulobektomi ... 27

Bab 3. Metode Penelitian 3.1 Desain Penelitian ... 29

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 29

3.3 Populasi Penelitian ... 29

3.4 Sampel Penelitian... 29

3.5 Besar Sampel ... 30

3.6 Persetujuan Informed Consent ... 30

3.7 Etika Penelitian ... 30

3.8 Cara Penelitian... 31

a. Identifikasi Variabel ... 31

b. Defenisi Operasional ... 31

c. Rencana Pengolahan dan Analisis Data ... 32

3.9 Alur Penelitian ... 34

3.10 Kerangka Konsep ... 35

Bab 4. Hasil Penelitian ... 36

Bab 5. Pembahasan ... 42

Bab 6. Simpulan dan Saran 6.1Simpulan ... 47

6.2Saran ... 47

Daftar Pustaka ... 48

Lampiran

1. Susunan Peneliti

2. Rencana Anggaran Penelitian 3. Jadwal Penelitian

4. Naskah Penjelasan kepada pasien/Orangtua/Kerabat pasien lainnya 5. Persetujuan Setelah Penjelasan

6. Persetujuan dari Komisi Etik Penelitian 7. Formulir


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Penemuan klinis Dan laboratorium Berhubungan

Dengan Penyebab Yang umum Dari hipotiroid. 18

Tabel 2.2. Pengobatan hipertiroid 19

Tabel 2.3. Indeks Patologi Tiroid ALTD 24

Tabel 3.1. Penyajian Hasil Pengumpulan Data 33

Tabel 4.1. Demografik Subjek Penelitian 36

Tabel 4.2. Gambaran Infiltrasi Limfosit Subjek Penbeliutian 37

Tabel 4.3. Gambaran Kadar TSH Pre Operasi Subjek penelitian 38

Tabel 4.4. Gambaran Kadar TSH Pasca Operasi Subjek Penelitian 39

Tabel 4.5. Gambaran Kadar TSH Pre Operasi dengan dan Tanpa

Infiltrasi Limfosit 40

Tabel 4.6. Gambaran Kadar TSH Pasca Operasi dengan dan Tanpa

Infiltrasi Limfosit 40

Tabel 4.7 Analisa Hubungan Infiltrasi Limfosit dengan Kejadian


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Embriologi Tiroid Manusia 4

Gambar 2.2. Anatomi Kelenjar Tiroid 6

Gambar 2.3. Vaskularisasi Kelenjar tiroid 6

Gambar 2.4. Histologi Kelenjar Tiroid 8

Gambar 2.5. Diagram Pengaturan Sekresi Tiroid 9

Gambar 2.6. Algoritma Untuk Mendeteksi Hormon Pada Hipotiroid

post Operasi 15

Gambar 2.7. Skema Respon Auto Immun Antigen Dengan Infiltrasi

Sel limfosit 16

Gambar 2.8. Algoritma Test fungsi Tiroid Untuk Diagnostik Dan Monitoring Simtomatis pasien dengan hipotalamic Intac

Pituitari-asis tiroid 20

Gambar 2.9. Tiroiditis Limpocitik 23

Gambar 2.10. Skor Histologi Infiltrasi Limfosit pada Tiroid 23

Gambar 2.11. Patofisiologi Infiltrasi Limfosit Pada kelenjar Tiroid 26

Gambar 4.1. Diagram Proporsi jenis kelamin 37

Gambar 4.2. Diagram Proporsi Berdasarkann Usia 37

Gambar 4.3. Diagram Infiltrasi Limfosit 38

Gambar 4.4. Skor Histologi Infiltrasi Limfosit 38

Gambar 4.5. Diagram kadar TSH Pre Operasi 39


(15)

ABSTRAK

Latar belakang : Nodul tiroid merupakan kelainan yang sangat sering ditemukan. Dalam suatu survey populasi besar, yang dilakukan Farmingham di Eropa tahun 2001, 6,4 % wanita dan 1,5 % pria dengan nodul tiroid. Proses inflamasi pada kelenjar tiroid mengakibatkan ditemukannya infiltrasi limfosit yang dapat menurunkan daya biosintesis sehingga mengakibatkan hipotiroid jangka panjang contoh Hashimoto disease (Wiseman, 2011). Berglund, dkk (2011) menyatakan bahwa 33 % pasien dengan infiltrasi limfosit mengalami hipotiroid paska operasi dibandingkan dengan hanya 4% pasien tanpa atau minimal infiltrasi limfosit yang menjadi hipotiroid paska operasi.

Metode Penelitian : Penelitian dilakukan pada 40 pasien pasca isthmulobektomi di RSUP. H. Adam Malik Medan sejak Januari 2010 - Desember 2013. Data kemudian ditampilkan dengan menggunakan distribusi frekuensi dan persentase untuk mengetahui hubungan antara infiltrasi limfosit pada kelenjar tiroid dengan kejadian hipotiroid pada pasien pasca istmulobektomi di RSUP. H. Adam Malik Medan

Hasil Penelitian : Setelah dilakukan uji hipotesis dengan Pearson Chi-Square dengan tingkat kemaknaan 0,05 (α = 5%) diperoleh nilai p (p value) adalah 0.000 (p<0.05) yang berarti bahwa ada hubungan yang bermakna antara infiltrasi limfosit pada kelenjar tiroid dengan kejadian hipotiroid pada pasien pasca istmulobektomi. Pada penelitian ini juga didapat besarnya odds ratio adalah 9 yang berarti bahwa pasien yang terdapat infiltrasi limfosit pada kelenjar tiroid berisiko 9 kali lebih besar untuk terjadi hipotiroid dibandingkan dengan kelenjar tiroid tanpa infiltrasi limfosit.

Kesimpulan : Terdapat hubungan yang signifikan antara infiltrasi limfosit pada kelenjar tiroid dengan kejadian hipotiroid pada pasien pasca istmulobektomi (p<0.05). Infiltrasi limfosit merupakan faktor risiko untuk terjadinya hipotiroid pada pasien pasca istmulobektomi (OR = 9).


(16)

ABSTRACT

Background : Thyroid nodules is a neoplasm of endocrine system that most common happen in the world. Big population research at Farmingham Europe 2001 had founded 6,4% woman and 1,5 % man had thyroid nodules. Inflammation process at tiroid gland have been effected found limfositic infiltration which can decrease biosintesis process until have been made hipotiroid long stage , example hashimoto tiroiditis disease (Wiseman, 2011). Berglund at all (2001) declarated that 33% patients with limfositic infiltration have hipothyroid pasca lobectomy divided by only 4 % patients without or minimal limfositic infiltration became hypothyroid pasca istmulobectomy.

Methods : The study was conducted on 40 patients tiroid nodule pasca isthmulobectomi at RSUP. H. Adam Malik Medan since January 2010- December 2013. The data were show with frequent distribution and percentage to know relation between lymphocitic infiltration at thyroid nodules with hypothyroid happen at patients pasca istmulobectomy at RSUP H. Adam Malik Medan.

Results : Hypothesis test with Pearson Chi-Square with 0,05 Confidence Interval (α = 5%) heve been founded p value is 0.000 (p<0.05). It is mean that there is significant relation between limfocitic infiltration at thyroid nodules with hypothyroid happen at patients pasca istmulobectomy. In the research also founded the odds ratio is 9 that means patients with limfositic infiltration at thyroid nodules have risk 9 times bigger than without limfositic infiltration at thyroid nodules to be happen hypothyroid.

Conclusion: There is significant relation between limfositic infiltration at thyroid nodules with hypotyroid happen at patients pasca isthmulobectomy (p<0.05). Limfositic infiltration is risk factor for happen hypothyroid at patients pasca istmulobectomy (OR = 9).

Key word: Thyroid nodule, lymphocitic infiltration, hypothyroid, isthmulobectomy.


(17)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Nodul tiroid merupakan kelainan yang sangat sering ditemukan. Dalam suatu survey populasi besar, yang dilakukan Farmingham di Eropa tahun 2001, 6,4 % wanita dan 1,5 % pria dengan nodul tiroid. Di Jerman, di suatu area yang relatif kekurangan yodium, skrening USG atas 96.278 populasi menunjukkan 32 % wanita, dan 33 % pria didapatkan nodul tiroid. Sama dengan di Amerika, dimana 1 dari 12 – 15 wanita muda, dan 1 dari 40 pria muda mempunyai nodul tiroid (Clark OH, 2004).

Di Indonesia, Boedisantoso et al, 2003 melaporkan nodul tiroid di RSUPN-CM, Jakarta sebesar 50,3% dengan rasio laki-laki dibandingkan perempuan sekitar 8:10 sebanyak 101 kasus. Sedangkan berdasarkan data subdivisi Bedah Onkologi Rumah Sakit H. Adam Malik Medan, jumlah kasus penderita nodul tiroid tahun 2010-2012 adalah 188 kasus yaitu 2010 (67 kasus), 2011 (65 kasus), dan 2012 (66 kasus).

Prevalensi nodul tiroid meningkat secara linier dengan bertambahnya usia, ekspos dengan radiasi pengion dan defisiensi iodium. Secara keseluruhan nodul tiroid lebih sering terdapat pada wanita dibanding pria. Pada studi rumah sakit, penelitian meneunjukkan bahwa nodul tiroid menempati lebih dari 50% dari seluruh kasus tiroid (Damanik R, 2003; Subekti I, 2005; Firat M, 2002).

Sebelumnya pasien-pasien paska dilakukannya lobektomi mendapat terapi pemberian hormon tiroid karena dijumpai keadaan hipotiroid secara biokimia dimana terjadi peninggian kadar Thyroid Stimulating Hormon (TSH). Hipotiroid merupakan morbiditas yang paling sering dilaporkan paska lobektomi yaitu 10-45% kasus. Hipotiroid merupakan akibat yang sering terjadi setelah lobektomi yang sangat mempengaruhi hasil operasi dan kualitas hidup pasien (Wiseman, 2011).

Pembesaran kelenjar (nodul) tiroid dapat merupakan suatu kelainan radang, hiperplasia atau neoplasma, dimana secara klinis kadang sulit dibedakan.


(18)

infiltrasi limfosit pada pemeriksaan histologi jaringan tiroid mengalami peningkatan risiko untuk timbulnya kejadian hipotiroid paska operasi lobektomi. Proses inflamasi pada kelenjar tiroid mengakibatkan ditemukannya infiltrasi limfosit yang dapat menurunkan daya biosintesis sehingga mengakibatkan hipotiroid jangka panjang contoh Hashimoto disease (Wiseman, 2011).

Infiltrasi limfosit adalah salah satu mekanisme pertahanan sistem imun pada saat inflamasi atau peradangan dimana terjadinya kerusakan seluler saat limfosit T yang tersensitisasi (sensitized) dan/atau autoantibodi berikatan dengan membran sel, menyebabkan lisis sel dan reaksi inflamasi. Perubahan fungsi tiroid terjadi karena kerja autoantibodi yang bersifat stimulator atau blocking pada reseptor di membran sel (Mary JW, 2003).

Berglund, dkk (2011) menyatakan bahwa 33 % pasien dengan infiltrasi limfosit mengalami hipotiroid paska operasi dibandingkan dengan hanya 4% pasien tanpa atau minimal infiltrasi limfosit yang menjadi hipotiroid paska operasi. Koh, dkk (2011) juga menemukan bahwa peningkatan skor infiltrasi limfosit mengakibatkan peningkatan frekuensi hipotiroid paska operasi.

Berdasarkan data inilah peneliti ingin mengetahui hubungan antara infiltrasi limfosit dengan kejadian hipotiroid pada pasien pasca istmulobektomi.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara infiltrasi limfosit pada kelenjar tiroid dengan kejadian hipotiroid pada pasien pasca istmulobektomi ?

1.3 Hipotesis Penelitian

Terdapat hubungan positif antara infiltrasi limfosit pada kelenjar tiroid dengan kejadian hipotiroid pada pasien pasca istmulobektomi.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan antara infiltrasi limfosit pada kelenjar tiroid dengan kejadian hipotiroid pada pasien pasca istmulobektomi.


(19)

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bidang Akademik/Ilmiah

Meningkatkan pengetahuan peneliti di Bidang Bedah Onkologi, khususnya mengetahui apakah ada hubungan antara infiltrasi limfosit dengan kejadian hipotiroid pada pasien pasca istmulobektomi.

1.5.2 Bidang Pelayanan Masyarakat

Meningkatkan pelayanan pasien pasca istmulobektomi, khususnya pelayanan di bidang bedah onkologi.

1.5.3 Bidang Pengembangan Penelitian

Memberikan data awal terhadap departemen bedah onkologi tentang hubungan antara infiltrasi limfosit dengan kejadian hipotiroid pada pasien pasca istmulobektomi.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelenjar Tiroid

2.1.1 Embriologi

Kelenjar tiroid berasal dari evaginasi epitelium farings. Evaginasi ini berjalan turun dari dasar lidah ke daerah leher sampai akhirnya mencapai letak anatomisnya. Sebagian jaringan tiroid ini kadang tertinggal di sepanjang lintas tersebut sehingga membentuk duktus tiroglossus. Dalam keadaan normal kelenjar tiroid pada orang dewasa beratnya antara 10-20 gram.

Kelenjar tiroid berkembang dari endoderm pada garis tengah usus depan Kelenjar tyroid mulai terlihat terbentuk pada janin berukuran 3,4-4 cm, yaitu pada akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tiroid berasal dari lekukan faring antara branchial pouch pertama dan kedua. Dari bagian tersebut timbul divertikulum, yang kemudian membesar, tumbuh ke arah bawah mengalami desensus dan akhirnya melepaskan diri dari faring. Sebelum lepas, berbentuk sebagai duktus tiroglossus yang berawal dari foramen sekum di basis lidah. (Syamsuhidayat R, 1998).


(21)

Duktus ini akan menghilang setelah dewasa, tetapi pada keadaan tertentu masih menetap. Dan akan ada kemungkinan terbentuk kelenjar tiroid yang letaknya abnormal, seperti persisten duktus tiroglossus, tiroid servikal, tiroid lingual, sedangkan desensus yang terlalu jauh akan membentuk tyroid substernal. Branchialpouch ke empat ikut membentuk kelenjar tiroid, merupakan asal sel-sel parafolikular 4 atau sel C, yang memproduksi kalsitonin. Kelenjar tiroid janin secara fungsionalmulai mandiri pada minggu ke-12 masa kehidupan intrauterin (Syamsuhidayat R, 1998).

2.1.2 Anatomi

Tiroid adalah suatu kelenjar endokrin yang sangat vaskular, merah kecoklatan yang terdiri dari lobus dextra dan sinistra yang dihubungkan oleh istmus pada garis tengah. Tiap lobus mencapai superior sejauh linea oblique kartilago tiroidea, istmus terletak di atas cincin trakea kedua dan ketiga, sedangkan bagian terbawah lobus biasanya terletak di atas cincin trakea keempat atau kelima. Kelenjar ini dibungkus oleh selubung yang berasal dari lapisan pretrakealis fasia cervikalis profunda. Beratnya sekitar 25 gram biasanya membesar secara fisiologis pada masa pubertas, menstruasi dan kehamilan (Suen C. Kenneth, 2002; Gharib H, 1993).

Kelenjar tiroid terletak dibagian bawah leher, antara fasia koli media dan fasia pre vertebralis. Di dalam ruang yang sama terletak trakea, esofagus, pembuluh darah besar, dan syaraf. Kelenjar tiroid melekat pada trakhea sambil melingkarinya dua pertiga sampai tiga perempat lingkaran. Keempat kelenjar paratiroid umumnya terletak pada permukaan belakang kelenjar tiroid (Syamsuhidayat R, 1998).


(22)

Gambar 2.2. Anatomi Kelenjar Tiroid (Djokomoeljanto, 2001)

Tiroid terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh istmus dan menutup cincin trakea 2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pretrakea sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan terangkatnya kelenjar kearah kranial. Sifat ini digunakan dalam klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan di leher berhubungan dengan kelenjar tiroid atau tidak (Djokomoeljanto, 2001).


(23)

Vaskularisasi kelenjar tiroid berasal dari Arteri {a.} Tiroidea Superior (cabang dari a.karotis eksterna) dan a. tiroidea inferior (cabang a. subklavia). Setiap folikel limfoid diselubungi oleh jala-jala kapiler, dan jala-jala limfatik, sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus perifolikular (Djokomoeljanto, 2001). Nodus limfatikus {nl} tiroid berhubungan secara bebas dengan pleksus trakealis yang kemudian ke arah nodus prelaring yang tepat di atas istmus, dan ke nodus limfatikus pretrakealis dan nodus limfatikus paratrakealis, sebagian lagi bermuara ke nodus limfatikus. brakiosefalika dan ada yang langsung ke duktus toraksikus. Hubungan ini penting untuk menduga penyebaran keganasan (Djokomoeljanto, 2001).

2.1.3 Histologi

Unit struktural daripada tiroid adalah folikel, yang tersusun rapat, berupa ruangan bentuk bulat yang dilapisi oleh selapis sel epitel bentuk gepeng, kubus sampai kolumnar. Konfigurasi dan besarnya sel-sel folikel tiroid ini dipengaruhi oleh aktivitas fungsional daripada kelenjar tiroid itu sendiri. Bila kelenjar dalam keadaan inaktif, sel-sel folikel menjadi gepeng dan akan menjadi kubus atau kolumnar bila kelenjar dalam keadaan aktif. Pada keadaan hipertiroidism, sel-sel folikel menjadi kolumnar dan sitoplasmanya terdiri dari vakuol-vakuol yang mengandung koloid (Barrett, E.J, 2003).

Folikel-folikel tersebut mengandung koloid, suatu bahan homogen eosinofilik. Variasi densiti dan warna daripada koloid ini juga memberikan gambaran fungsional yang signifikan; koloid eosinofilik yang tipis berhubungan dengan aktivitas fungsional, sedangkan koloid eosinofilik yang tebal dan banyak dijumpai pada folikel dalam keadaan inaktif dan beberapa kasus keganasan. Pada keadaan yang belum jelas diketahui penyebabnya, sel-sel folikel ini akan berubah menjadi sel-sel yang besar dengan sitoplasma banyak dan eosinofilik, kadang-kadang dengan inti hiperkromatik, yang dikenal sebagai oncocytes (bulky cells) atau Hürthle cells (Magner JA, 1990).


(24)

Gambar 2.4. Histologi Kelenjar Tiroid Normal (Barrett, E.J, 2003)

2.1.4 Fisiologi

Kelenjar tiroid berperan mempertahankan derajat metabolisme dalam jaringan pada titik optimal. Hormon tiroid merangsang penggunaan O2 pada kebanyakan sel tubuh, membantu mengatur metabolisme lemak dan hidrat arang, dan sangat diperlukan untuk pertumbuhan serta maturasi normal. Apabila tidak terdapat kelenjar tiroid, orang tidak akan tahan dingin, akan timbul kelambanan mental dan fisik, dan pada anak-anak terjadi retardasi mental dan dwarfisme. Sebaliknya, sekresi tiroid yang berlebihan meninbulkan penyusutan tubuh, gugup, takikardi, tremor, dan terjadi produksi panas yang berlebihan.

Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin (T4) yang kemudian berubah menjadi bentuk aktifnya yaitu triyodotironin (T3) (Barrett, E.J, 2003). Iodium nonorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tiroid. Zat ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali sehingga mempunyai afinitas yang sangat tinggi di dalam jaringan tiroid. T3 dan T4 yang dihasilkan ini kemudian akan disimpan dalam bentuk koloid di dalam tiroid. Sebagian besar T4 kemudi an akan dilepaskan ke sirkulasi sedangkan sisanya tetap di dalam kelenjar yang kemudian mengalami daur ulang. Di sirkulasi, hormon tiroid akan terikat oleh protein yaitu globulin pengikat tiroid (thyroid binding globulin, TBG) atau prealbumin pengikat albumin (thyroxine binding prealbumine, TBPA) (Magner JA, 1990).

Hormon stimulator tiroid (thyroid stimulating hormone, TSH) memegang peranan terpenting untuk mengatur sekresi dari kelenjar tiroid. TSH dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Proses yang dikenal sebagai negative


(25)

feedback sangat penting dalam proses pengeluaran hormon tiroid ke sirkulasi. Dengan demikian, sekresi tiroid dapat mengadakan penyesuaian terhadap perubahan-perubahan di dalam maupun di luar tubuh. Juga dijumpai adanya sel parafolikuler yang menghasilkan kalsitonin yang berfungsi untuk mengatur metabolisme kalsium, yaitu menurunkan kadar kalsium serum terhadap tulang (Schteingert, 1995).

Pengukuran TSH menjadi hasil test yang jelas dari fungsi tiroid pada banyak keadaan. Nilai TSH berkisar antara rentang luar mayor dari kasus primer penyakit tiroid. Jika TSH tidak normal, lihat nilai dari T4 bebas/ free T4 (fT4). Ketika ada faktor resiko, lihat free T3 (fT3) ketika fT4 normal dan diduga ada tirotoksikosis (Mary, 2011).

Gambar 2.5. Diagram Pengaturan Sekresi Tiroid (Barrett, E.J, 2003). 1. Free Thyroxine (fT4) and Free Triiodothyronine (fT3)

Pengukuran fT4 dan fT3 mengganti pengukuran T3 dan T4. hasil laboratorium yang dilakukan untuk mensubstitusi hormon free ketika T3 dan T4 telah dilakukan. Pengukuran fT3 pada pasien dengan gejala hipotiroid kadang-kadang dapat diindikasikan. Pemeriksaan ini dilakukan pada


(26)

Banyak frekuensi pengukuran dari fungsi tiroid yang mungkin digunakan ketika ada perbedaan antara hasil dari tes fungsi tiroid inisial dan penemuan klinis. Pada banyak kasus, mengulangi test yang sama kurang berguna dibandingkan dengan melakukan test yang berbeda. (contoh. jika hasil TSH tidak menunjukkan hubungan dengan status klinis pasien, maka lebih baik diikuti dengan pengukuran fT4). Konsultasi dengan ahli laboratorium dapat lebih dipertanggungjawabkan ketika hasil test yang dilakukan tidak menunjukkan hubungan dengan status klinis yang ditemukan (Mary, 2011).

2. Gangguan Fungsi Tiroid

Faktor risiko gangguan tiroid adalah: - Riwayat penyakit tiroid

- Riwayat keluarga dengan penyakit tiroid - Diagnosa penyakit autoimmune

- Riwayat radiasi leher

- Terapi obat seperti lithium dan amiodaron - Perempuan di atas usia 50 tahun

- Pasien lanjut usia

- Perempuan post pasrtum 6 minggu sampai 6 bulan

2.2 Gangguan fungsi tiorid

2.2.1 Hipotiroid

1. Definisi Hipotiroid

Hipotiroid adalah suatu penyakit akibat penurunan fungsi hormon tiroid yang dikikuti tanda dan gejala yang mempengaruhi sistem metabolisme tubuh. Faktor penyebabnya akibat penurunan fungsi kelanjar tiroid, yang dapat terjadi kongenital atau seiring perkembangan usia. Pada kondisi hipotiroid ini dilihat dari adanya penurunan konsentrasi hormon tiroid dalam darah disebabkan peningkatan kadar TSH (Tyroid Stimulating Hormon).

Hipotiroidisme adalah suatu sindroma klinis akibat dari defisiensi hormontiroid, yang kemudian mengakibatkan perlambatan proses metabolik. Hipotiroidisme pada bayi dan anak-anak berakibat


(27)

pertambahan pertumbuhan dan perkembangan jelas dengan akibat yang menetap yang parah seperti retardasi mental. Hipotiroidisme dengan awitan pada usia dewasa menyebabkan perlambatan umum organisme dengan deposisi glikoaminoglikan pada rongga intraselular, terutama pada otot dan kulit,yang menimbulkan gambaran klinis miksedema. Gejala hipotiroidisme pada orang dewasa kebanyakan reversibel dengan terapi (Anwar R, 2005).

2. Insiden dan Etiologi Hipotiroid

Hipotiroid merupakan kelainan endokrin kedua yang paling banyak dijumpai di Amerika Serikat setelah diabetes mellitus (Hueston, 2001). Hipotiroid lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan pria dan insidensinya meningkat dengan pertambahan umur. Hipotiroid primer lebih sering di jumpai dibanding hipotiroid sekunder dengan perbandingan 1000 : 1 (Roberts & Ladenson, 2004 ).

Pada suatu survei komunitas di Inggris yang dikenal sebagai the Whickham study, tercatat peningkatan kadar hormon tirotropin (TSH) pada 7,5 % wanita dan 2,8 % pria (Tunbridge e t a l ,1977). Pada survey NHANES III ( National Health and Nutritional Examination Survey III) di Amerika Serikat, terdapat peningkatan kadar tirotropin pada 4,6% responden, 0,3% diantaranya menderita hipotiroid klinis. Pada mereka yang berumur di atas 65 tahun hipotiroid klinis dijumpai pada 1,7 % populasi, sedangkan hipotiroid subklinis dijumpai pada 13,7 % populasi (Hollowell et al , 2002). Pada penelitian terhadap wanita berusia 60tahun keatas di Birmingham, hipotiroid klinis ditemukan pada 2,0% kasus sedangkan hipotiroid subklinis ditemukan pada 9,6% kasus. (Parle et al , 1991).

3. Klasifikasi Hipotiroid

Hipotiroid dapat diklasifikasikan berdasarkan waktu kejadian (kongenital atau akuisital), disfungsi organ yang terjadi (primer atau sekunder/


(28)

dijumpai di daerah dengan defisiensi asupan yodium endemis. Pada daerah dengan asupan yodium yang mencukupi, hipotiroid kongenital terjadi pada 1 dari 4000 kelahiran hidup, dan lebih banyak dijumpai pada bayi perempuan (Roberts & Ladenson, 2004).

Pada anak-anak ini hipotiroid kongenital disebabkan oleh agenesis atau disgenesis kelenjar tiroid atau gangguan sintesis hormon tiroid. Disgenesis kelenjar tiroid berhubungan dengan mutasi pada gen PAX8 dan thyroid transcription factor 1 dan 2 (Gillam & Kopp, 2001).

Hipotiroid akuisital disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang paling sering dijumpai adalah tiroiditis autoimun yang sering disebut tiroiditas Hashimoto. Peran auto imun pada penyakit ini didukung adanya gambaran infiltrasi limfosit pada kelenjar tiroid dan adanya antibodi tiroid dalam sirkulasi darah. Operasi atau radiasi (mis: radioterapi eksternal pada penderita head and neck cancer, terapi yodium radioaktif pada tirotoksikosis, paparan yodium radioaktif yang tidak disengaja, infiltrasi besi di kelanjar tiroid pada hemokromatosis. Beberapa bahan kimia maupun obat (misal: amiodarone, lithium, interferon) juga dapat menyebabkan hipotiroid dengan cara mempengaruhi produksi hormon tiroid atau mempengaruhi autoimunitas kelenjar tiroid (Roberts & Ladenson, 2004).

Berdasarkan disfungsi organ yang terkena, hipotiroid dibagi dua yaitu hipotiroid primer dan hipotiroid sentral.. Hipotiroid primer berhubungan dengan defek pada kelenjar tiroid itu sendiri yang berakibat penurunan sintesis dan sekresi hormon tiroid, sedangkanhipotiroid sentral berhubungan dengan penyakit penyakit yang mempengaruhi produksi hormon thyrotropin releasing hormone (TRH) oleh hipothalamus atau produksi tirotropin(TSH) oleh hipofisis (Roberts & Ladenson, 2004)

Hipotiroid berdasarkan kadar TSH dibagi beberapa kelompok yaitu: 1. TSH < 5,5 µIU/L  normal

2. 5,5 µIU/L ≤ TSH < 7 µIU/L Hipotiroid ringan

3. 7 µ IU/L ≤ TSH < 15 µIU/L  Hipotiroid sedang Hipotiroid 4. TSH ≥ 15 µIU/L  Hipotiroid berat biokimia


(29)

Selain itu pasien dinyakan hipotiroid klinis jika dijumpai peninggian kadar TSH (TSH ≥ 5,5 µIU/L) disertai adanya simptom seperti fatique,peningkatan BB, ggn.siklus haid,konstipasi,intoleransi dingin,rambut dan kuku rapuh (Wiseman, 2011).

4. Manifestasi Klinis Hipotiroid

Gejala secara umum yaitu kelelahan dan kelesuan, sering mengantuk, jadi pelupa, kesulitan belajar, kulit kering dan gatal, rambut dan kuku yang rapuh, wajah bengkak, konstipasi, nyeri otot, penambahan berat badan, peningkatan sensitivitas terhadap banyak pengobatan, menstruasi yang banyak, peningkatan frekuensi keguguran pada wanita yang hamil (Wiseman, 2011).

5. Penegakan Diagnosis Hipotiroid

Pada tiroiditis Hashimoto, pemeriksaan goiter yang terbentuk dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan fisik, dan keadaan hipotiroid diketahui dengan identifikasi gejala dan tanda fisik yang khas, serta melalui hasil pemeriksaan laboratorium. Peningkatan antibodi antitiroid merupakan bukti laboratorik paling spesifik pada tiroiditis Hashimoto, namun tidak semuanya dijumpai pada kasus. Pemeriksaan hormon tiroid biasanya diperiksa kadar TSH. Dikatakan hipotiroid apabila terjadi peningkatan kadar TSH.

Diagnosis pasti hanya dapat ditegakkan secara histopatologis melalui biopsi. Kelainan histopatologisnya dapat bermacam – macam yaitu antara lain infiltrasi limfosit yang difus, obliterasi folikel tiroid, dan fibrosis. Aspirasi jarum halus biasanya tidak dibutuhkan pada penderita tiroiditis ini, namun dapat dijadikan langkah terbaik untuk diagnosis pada kasus yang sulit dan merupakan prosedur yang dibutuhkan jika nodul tiroid terbentuk .

Fungsi tiroid dinilai secara prospektif dengan mengukur kadar TSH sesuai algoritme yang telah ditetapkan. Waktu pengukuran kadar TSH untuk mendeteksi dan memberikan terapi hipotiroid post operasi adalah 1.


(30)

Hipotiroid merupakan akibat yang sering terjadi setelah lobektomi yang sangat mempengaruhi hasil akhir operasi dan kualitas hidup pasien. Hampir 100% mengalami peningkatan kadar TSH. Tetapi peningkatan kadar TSH tidak selalu menjadi patokan untuk memulai terapi hormon. Semakin awal dideteksi dapat mencegah terjadinya keluhan dan komplikasinya (Wiseman, 2011).

6. Patofisiologi Hipotiroid

Pada Penyakit Tiroiditis Auto Imun

Walaupun etiologi pasti respon imun tersebut masih belum diketahui, berdasarkan data epidemiologik diketahui bahwa faktor genetik sangat berperan dalam patogenesis PTAI. Selanjutnya diketahui pula pada Gambar 2.6. Algoritma Untuk Mendeteksi Dan Terapi Hormon Pada Hipotiroid Post

Operasi (Wiseman, 2011). 6 minggu post operasi

Cek TSH

TSH < 5,5 TSH 5,6 – 14,9

Tanpa gejala

TSH > 15 TSH > 5,5 Dengan Gejala

6 bulan post operasi Cek TSH

TSH < 5,5 TSH 5,6 – 14,9

Tanpa gejala

TSH > 7 TSH > 5,5 Dengan Gejala Cek TSH 12 bulan post operasi

dan setiap tahun kemudian atau sesuai kebutuhan

berdasarkan gejala

Cek TSH setiap 6 bulan. Jika TSH normal tetap

kontrol sesuai kebutuhan

Mulai Treatment/ Pengobatan


(31)

Penyakit Tiroiditis Auto Imun terjadi kerusakan seluler dan perubahan fungsi tiroid melalui mekanisme imun humoral dan seluler yang bekerja secara bersamaan (Tomer Y, Davies TF, 2003 dan Prummel MF et al, 2004).

Kerusakan seluler terjadi karena limfosit T tersensitisasi (sensitized T-lymphocyte) dan/atau antibodi antitiroid berikatan dengan membran sel tiroid, mengakibatkan lisis sel dan reaksi inflamasi. Sedangkan gangguan fungsi terjadi karena interaksi antara antibodi antitiroid yang bersifat stimulator atau blocking dengan reseptor di membran sel tiroid yang bertindak sebagai autoantigen (Tomer Y, Davies TF, 2003 dan Prummel MF et al, 2004).

Gambar 2.7. Skema Respon Autoimmum Antigen Dengan Infiltrasi sel limfosit HIPOTIROID


(32)

Mekanisme patogen yang mungkin dari Tiroiditis Hashimoto. Faktor genetik predisposed individu dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan (contoh: diet iodine, infeksi, kehamilan, terapi sitokin) yang termasuk respon autoimun melawan antigen spesifik tiroid dengan infiltrasi sel imun. Proses autoimun menghasilkan T helper tipe 1 (Th1) respon imun mediate dan induksi apoptosis dari sel tiroid yang mengakibatkan hipotiroid

2.2.2 Hipertiroid 1. Definisi Hipertiroid

Hipertiroid adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan jumlah produksi jumlah hormon tiroid dalam tubuh.dengan katalain kelenjar tiroid bekerja lebih aktif,dinamakan dengan thyrotoksikosis,dimana berarti terjadi peningkatan level hormon tiroid yang ekstrim dalam darah (Abdulraouf, 2011).

2. Patofisiologi Hipertiroid

Hormon tiroid mempunyai banyak peran yang sigmifikan di dalam proses di dalam tubuh, proses-proses ini yang kita sebut metabolisme. Jika terdapat banyak hormon tiroid, setiap fungsi dari tubuh akan diatur untuk bekerja lebih cepat. Karena selama hipertiroid terjadi peningkatan metabolisme, maka setiap pasien akan mengalami kehilangan banyak energi (Abdulraouf, 2011).

3. Manifestasi Klinis Hipertiroid

Manifestasi klinis yang sering tampak adalah sering gugup, iritabilitas, peningkatan respirasi, bedebar-debar, tremor, ansietas, susah tidur (insomnia), berkeringat banyak, rambut rontok, dan kelemahan pada otot, khususnya kerja dari otot lengan dan kaki, frekwesi buang air besar terganggu, kehilangan berat badan yang cepat, pada wanita periode menstruasi lebih cepat dan aliran darah lebih kencang. Hipertiroid biasanya mulainya lambat, tetapi pada beberapa pasien muda perubahan ini terjadi sangat cepat. awalnya gejela dirasakan yang diartikan salah,contoh persaan gugup yang dianggap karena stres (Abdulraouf, 2011).


(33)

4. Penyebab Hipertiroid a. Penyakit Grave’s

Hiperthiroid terjadi pada penyakit Grave’s, yang umumnya yang ditandai biasanya mata akan kelihatan lebih besar karena kelopak mata ataas akan membesar,kadang-kadang satu atau dua mata akan tampak melotot.Beberapa pasien tampak terjadi pembesaran kelenjar thiroid (goiter) pada leher.

Penyebab umum yang paling banyak (>70%) adalah produksi berlebihan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid.kondisi ini juga disebut penyakit Grave’s. Grave’s disebabkan oleh antibodi dalam darah yang ada pada tiroid menyebabkan banyak sekresi hormon tiroid ,dipengaruhi oleh riwayat keluarga dan sering terjadi pada wanita (Abdulraouf, 2011).

b. Tiroiditis

Tiroiditis adalah peradangan pada kelenjar tiroid. Penyebab lain dari hipertiroid adalah ditandai dengan adanya satu atau lebih nodul atau benjolan pada tiroid yang tumbuh dan membesar yang menggangu pasien. Sehingga total output hormon tiroid dalam darah meningkat dibanding normal, kondisi ini di ketahui sebagai toxic nodular atau multi nodular goiter juga disebut sebagai tiroiditis, kondisi ini disebabkan oleh masalah sistem hormon atau infeksi virus yang menyababkan kelelnjar menghasilkan hormon tiroid (Abdulraouf, 2011).

Tabel 2.1. Penemuan Klinis Dan Laboratorium Berhubungan Dengan Penyebab Yang Umum Dari Hipertiroid (Abdulraouf, 2011).


(34)

5. Klasifikasi Hipertiroid

Hipertiroid memiliki klasifikasi klinis dan subklinis. Hipertiroid klinis bila Kadar TSH <0.3 mIU/L dan disertai dengan beberapa manifestasi klinis (Abdulraouf, 2011). Sedangkan hipertiroid subklinis dikarakteristikkan dengan kadar TSH serum rendah yaitu <0.1 mIU/L dengan level normal dari free T3 dan free T4. Hipertiroid subklinis terjadi pada 2 % dari jumlah populasi di Amerika. Penyebabnya sama dengan hipertiroid klinis, hanya tambahannya, dapat disebabkan karena pengobatan hormon tiroid yang berlebihan pada kejadian hipotiroid (Abdulraouf, 2011).

The American Association of Clinical Endocrinologists

merekomendasikan pemeriksaan laboratorium dan periode klinis dari pasien dengan subklinis hipertiroid (TSH = 0.1 – 0.5 mIU/ml), termasuk memeriksa ulang kadar TSH, free T3 dan free T4 dengan interval tiap 2 sampai dengan 4 bulan. Pengobatan hipertiroid diindikasikan bila kadar TSH serum < 0.1 mIU/L (Abdulraouf, 2011).


(35)

2.2.3 Eutiroid

Eutiroid adalah keadaan normal dari kadar TSH serum dengan nilai 0.3-5.5 mIU/L (Abdulraouf, 2011).


(36)

Gambar 2.8. Algoritma Untuk Tests Fungsi Tiroid Untuk Mendiagnosa Dan Monitoring Simtomatik Pasien (Abdulraouf, 2011).

2.2.4 Lesi-lesi pada Kelenjar Tiroid

Prevalensi nodul tiroid meningkat secara linier dengan bertambahnya usia, ekspos dengan radiasi dan defisiensi iodium. Secara keseluruhan nodul tiroid lebih sering terdapat pada wanita dibanding pria. Studi Framingham pada kelompok usia 30-59 tahun, mendapatkan angka prevalensi nodul tiroid sebesar 6,4% pada wanita


(37)

dan 1,5% pada pria. Pada studi rumah sakit, penelitian menunjukan bahwa nodul tiroid menempati lebih dari 50% dari seluruh kasus tiroid (Anwar R, 2005)

Maka saat ini American Thyroid Association Guidelines merekomendasikan tindakan total/near total tiroid lobektomi yaitu merupakan teknik operasi sederahana untuk penanganan pasien dengan nodul tiroid. Secara umum penanganan nodul tiroid meliputi: observasi, operasi, radiasi eksterna, radiasi interna dan hormonal (supresi) terapi.(Wiseman 2011)

Sebelumnya pasien-pasien pasca dilakukannya lobektomi mendapat terapi pemberian hormon tiroid karena dijumpai keadaan hipotiroid secara biokimia dimana terjadi peninggian kadar Tiroid Stimulating Hormon (TSH). Hipotiroid merupakan morbiditas yang paling sering dilaporkan paska lobektomi yaitu 10-45% kasus. Hipotiroid merupakan akibat yang sering terjadi setelah lobektomi yang sangat mempengaruhi hasil operasi dan kualitas hidup pasien (Wiseman, 2011).

Pembesaran kelenjar tiroid dapat merupakan suatu kelainan radang, hiperplasia atau neoplasma, dimana secara klinis kadang sulit dibedakan. Berdasarkan patologinya, pembesaran tiroid umumnya disebut struma. Struma adalah kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi seperti tirotoksikosis atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya, seperti penyakit tiroid noduler. Menurut American Society for Study of Goiter membagi struma menjadi 4 kelas yakni: Struma difusa non toksik, struma nodusa non toksik, struma difusa toksik, struma nodusa toksik. Istilah toksik dan non toksik dipakai karena adanya perubahan dari segi fungsi fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotiroid, sedangkan istilah nodusa dan difusa lebih kepada perubahan bentuk anatomi.


(38)

2.3 Klasifikasi Struma

2.3.1 Struma endemik (Simple goiter) – Eutiroid.

Struma hiperplastik difusa (area endemik dan struma pubertas). Stadium akhir dari:

- Folikel-folikel terisi

- Struma koloid dengan koloid karena fluktuasi persisten kadar TSH nodul - Struma nodular multiple.

2.3.2 Struma toksika

a. Primer – Struma toksika difusa – (Penyakit Grave). b. Sekunder (nodular)

- Struma nodular toksika - Struma nodular non toksika. 2.3.3 Struma neoplastik.

a. Jinak. b. Ganas. 2.3.4 Tiroiditis

a. Tiroiditis suburatif akut. b. Tiroiditis sub akut. c. Tiroiditis hasimoto. d. Tiroiditis Riedel (Sachdova, 1996).

2.4 Infiltrasi Limfosit

Infiltrasi limfosit adalah salah satu mekanisme pertahanan sistem imun pada saat inflamasi atau peradangan dimana terjadinya kerusakan seluler saat limfosit T yang tersensitisasi (sensitized) dan/atau autoantibodi berikatan dengan membran sel, menyebabkan lisis sel dan reaksi inflamasi. Perubahan fungsi tiroid terjadi karena kerja autoantibodi yang bersifat stimulator atau blocking pada reseptor di membran sel ( Mary JW, 2003).


(39)

Gambar 2.9. Tiroiditis Limpocitik. Dua Kelompok Dari Sel Folikuler Jinak Tampak Pada Latar Belakang Limposit ( Mary JW, 2003).

Berdasarkan jurnal Onkologi tahun 2011, Kriteria skor histologi infiltrasi limfosit tiroid dibagi menjadi 4 kelompok yaitu:

0 : Tidak ada infiltrasi limfosit

1 : Insidental, efeknya sedikit mempengaruhi nodul .<1 per lapangan pandang kecil (10-mm field diameter)

2 : Signifikan meluas tetapi pertengahan dalam ukuran [1 per lapangan pandang besar (10-mm field diameter)

3 : Hashimoto tiroiditis, nodul signifikan meluas dan paling banyak dihubungkan dengan perubahan sel Hurible dan fibrosis jaringan

(Wiseman, 2011).


(40)

Tabel 2.3.Indeks Patologi Tiroid AITD (Karras et al, 2005)

Indeks Patologi

Perubahan Histopatologi

0 Tidak ada infiltrasi, kelenjar yang normal menunjukkan folikel utuh dengan lapisan sel epitel

1 Terjadi infiltrasi sel mononuklear dengan tingkat rendah, tidak jelas, sel mononuklear didistribusikan perivaskular

2 Infiltrasi sel mononuklear terlihat dengan jelas, mempengaruhi 10 sampai 40% kerusakan pada jaringan

3 Infiltrasi melibatkan 40 sampai 80% jaringan 4 Infiltrasi melibatkan lebih dari 80% jaringan

Walaupun etiologi pasti respon imun tersebut masih belum diketahui, berdasarkan data epidemiologik diketahui bahwa faktor genetik sangat berperan dalam patogenesis Penyakit Tiroiditis AutoImun yang biasa disebut Hashimoto tiroiditis. Selanjutnya diketahui pula pada Hashimoto tiroiditis terjadi kerusakan seluler dan perubahan fungsi tiroid melalui mekanisme imun humoral dan seluler yang bekerja secara bersamaan.

Kerusakan seluler terjadi karena limfosit T tersensitisasi (sensitized T-lymphocyte) dan/atau antibodi antitiroid berikatan dengan membran sel tiroid, mengakibatkan lisis sel dan reaksi inflamasi. Sedangkan gangguan fungsi terjadi karena interaksi antara antibodi antitiroid yang bersifat stimulator atau blocking dengan reseptor di membran sel tiroid yang bertindak sebagai autoantigen. Penyakit ini ditandai dengan infiltrasi limfosit dan autoreaktif terhadap tiroid sebagai mekanisme respon imun (Quarantino, 2004).

Infiltrasi sel limfosit pada penyakit ini memediasi kerusakan sel-sel pada tiroid sehingga pada gambaran histopatologi tiroid yang mengalami AITD menunjukkan adanya infiltrasi sel mononuklear, perubahan struktur dan bentuk jaringan tiroid (Chistiakov dan Turakulov, 2003; Quarantino, 2004).

Penyakit tiroid autoimun (PTAI) menyebabkan kerusakan seluler dan perubahan fungsi tiroid melalui mekanisme imun humoral dan seluler.Kerusakan seluler terjadi saat limfosit T yang tersensitisasi (sensitized) dan/atau autoantibodi


(41)

berikatan dengan membran sel, menyebabkan lisis sel dan reaksi inflamasi. Perubahan fungsi tiroid terjadi karena kerja autoantibodi yang bersifat stimulator atau blocking pada reseptor di membran sel. Ada tiga autoantigen spesifik yang dominan pada PTAI yaitu thyroid peroxidase (TPO), tiroglobulin, dan thyrotropin receptor (TSHR). TPO, yang dulu disebut sebagai ”thyroid microsomal antigen”, merupakan enzim utama yang berperan dalam hormogenesis tiroid (Rapoport B, McLachlan SM, 2001).

Masih belum jelas apakah autoantibodi TPO atau TPO-specific T cells merupakan penyebab utama inflamasi tiroid. Antibodi anti-TPO tidak menghambat aktivitas enzimatik TPO, oleh karena itu bila antibodi tersebut berperan pada inflamasi tiroid, hanya sebatas sebagai petanda (marker) penyakit d an tidak berperan langsung dalam terjadinya hipotiroid. Di lain pihak beberapa studi menduga antibodi anti-TPO mungkin bersifat sitotoksik terhadap tiroid; antibodi anti-TPO terlibat dalam proses destruksi jaringan yang menyertai hipotiroid pada tiroiditis Hashimoto dan tiroiditis atrofik (Rapoport B, McLachlan SM, 2001).

Peranan antibodi anti-Tg dalam PTAI belum jelas; di daerah cukup iodium, penentuan antibodi anti-Tg dilakukan sebagai pelengkap penentuan kadar Tg, karena bila ada antibodi anti-Tg akan menganggu metode penentuan kadar Tg. Sedangkan di daerah kurang iodium, penentuan kadar antibodi anti-Tg berguna untuk mendeteksi PTAI pada penderita struma nodusa dan pemantauan hasil terapi iodida pada struma endemik (Rapoport B, McLachlan SM, 2001).


(42)

Gambar 2.11. Patofisiologi Infiltrasi Limfosit Pada Kelenjar Tiroid (Chistiakov DA, 2005)

Skema kejadian autoimun pada tiroiditis hashimoto. Pada tahap awal inisiasi,sel menginfiltrasi kelenjar tiroid .Infiltrasi dapat terjadi karena ada faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi ( Dietiodine, toksin atau infeksi virus, dan lain-lain) yang menyebabkan pengeluaran tirosit dan melepaskan protein spesifik dari tiroid. Protein ini berguna sebagai sumber dari peptida antigen diri yang berada pada permukaan sel dari APC setelah proses. Meningkatnya sehubungan dengan autoantigen, APC akan masuk ke kelenjar limfa kering. Fase central dimulai dalam kelenjar limfa kering dimana terjadi interaksi anatar APC, autoreaktif(AR), dan sel T (yang menjadi daya tahan dari hasil disregulasi atau breakage dari toleransi imun dan sel B yang merupakan hasil dari produksi autoantibodi tiroid. Pada tahap selanjutnya, antigen memproduksi limfosit B, sel T sitotoksik, dan makrofag menginfiltrasi dan berkumpul di dalam tiroid melalui


(43)

ekspansi klon limfosit dan propagasi dari jaringan limfa yang berada pada kelenjar tiroid. Proses ini biasanya disebut dengan mediasi dari T helper tipe 1 (TH1) sel yang mengatur sekresi sitokin (interleukin-12, interferon dan daktor nekrotik tumor). Pada tahap akhir, generasi autoreaktif dari sel T, sel B dan antibodi menyebabkan deplesi massive dari tirosit melalui antibodi dependen, sitokin mediate dan mekanisme apoptosis dari sitotoksis yang menjadi hipotiroid dan penyakit hashimoto tiroiditis (Chiatiakov DA, 2005).

2.5. Hubungan antara Infiltrasi Limfosit dengan kejadian Hipotiroid pada Pasien Pasca Istmulobektomi

Pada tahun 1956, Roitt dkk untuk pertama kalinya menemukan antibodi terhadap tirogobulin, yang bertindak sebagai autoantigen. Jika antibodi meningkat maka TSH akan meningkat sehingga terjadi kerusakan dan penurunan fungsi tiroid yang luas yang dapat menyebabkan hipotiroidisme. Maka diperlukan terapi hormon tiroid yang bertujuan mengatasi defisiensi tiroid serta memperkecil ukuran goiter.

Sebelumnya pasien-pasien paska dilakukannya lobektomi mendapat terapi pemberian hormon tiroid karena dijumpai keadaan hipotiroid secara biokimia dimana terjadi peninggian kadar Thyroid Stimulating Hormon (TSH) (Wiseman, 2011). Hipotiroid merupakan morbiditas yang paling sering dilaporkan paska lobektomi yaitu 10-45% kasus. Hipotiroid merupakan akibat yang sering terjadi setelah lobektomi yang sangat mempengaruhi hasil operasi dan kualitas hidup pasien (Wiseman, 2011).

Adanya inflamasi limfosit menurunkan fungsi tiroid sehingga memungkinkan timbulnya kejadian hipotiroid paska lobektomi (Wiseman, 2011). Pasien dengan dijumpainya infiltrasi limfosit pada pemeriksaan histologi jaringan tiroid mengalami peningkatan resiko untuk timbulnya kejadian hipotiroid paska operasi lobektomi (Wiseman, 2011). Proses inflamasi pada kelenjar tiroid mengakibatkan ditemukannya infiltrasi limfosit yang dapat menurunkan daya biosintesis sehingga mengakibatkan hipotiroid jangka panjang contoh Hashimoto


(44)

Berglund, dkk (2011) menyatakan bahwa 33 % pasien dengan infiltrasi limfosit mengalami hipotiroid paska operasi dibandingkan dengan hanya 4% pasien tanpa atau minimal infiltrasi limfosit yang menjadi hipotiroid paska operasi. Koh, dkk (2011) juga menemukan bahwa peningkatan skor infiltrasi limfosit mengakibatkan peningktan frekuensi hipotiroid paska operasi.

Seiberling, dkk (2011) menemukan bahwa pemeriksaan histologis kelenjar tiroid pasien hipotiroid secara konsisten menunjukkan adanya proses inflamasi dibandingkan dengan hanya 6,8% pada pasien dengan eutiroid.

Su, dkk (2011) meneliti bahwa proporsi terbesar pasien hipotiroid paska lobektomi mengalami tiroiditis dibandingkan dengan kelompok yang eutiroid (46,8% vs 11,8%).


(45)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Design Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik cross sectional.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sub Bagian Bedah Onkologi FK USU/ RSUP H. Adam Malik dan Bagian Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik Medan. Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai dengan April 2014.

3.3 Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah semua pasien nodul tiroid yang datang di Departemen Bedah Onkologi RSUP. H. Adam Malik yang akan dilakukan operasi Istmulobektomi.

3.4 Sampel Penelitian

Sampel penelitian ini adalah semua populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

3.4.1 Kriteria Inklusi:

1. Terdapat Slide preparat untuk pemeriksaan infiltrasi limfosit.

2. Memiliki hasil pemeriksaan laboratorium pre dan pasca isthmulobektomi untuk penilaian kadar TSH

3. Pasien setuju untuk dilibatkan dalam penelitian setelah mendapatkan informed consent.

3.4.2 Kriteria Eksklusi:

1. Pasien pernah mengalami operasi tiroid sebelumnya. 2. Hasil pemeriksaan patologi kanker tiroid


(46)

3.5 Besar Sampel

Besar sampel yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebanyak 37 responden. Jumlah sampel ini didapat dengan menggunakan rumus sebagai berikut (S. Sudigdo, 2008)

n = (Za)2 PQ (d)2 P = 33 % = 0,33 Q = 1-P = 1-0,33

n = (1,96)2 . 0,33 . (1-0,33) (0.15)2

n = 3,8416. 0,33. 0,67 0,0225 n =

3.6 Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent) 0,8494

0,0225 n= 37

Keterangan:

n = besarnya sampel

a = batas kemaknaan, yang digunakan adalah 0,05

Zα = untuk a sebesar 0,05 dari tabel dua arah didapatkan nilai 1,96 P = proporsi penyakit/ keadaan yang akan dicari

Q = proporsi keberhasilan pembanding

d = tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki yaitu 15 %

Semua subjek penelitian akan diminta persetujuan dari pasien/keluarga pasien setelah dilakukan penjelasan mengenai kondisi pasien dan tindakan yang akan dilakukan.

3.7 Etika Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan manusia sebagai subjek penelitian, yang selama pelaksanaannya tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan kode etik penelitian biomedik. Izin didapat dari Komisi Etika Penelitian Fakultas Kedokteran USU.


(47)

3.8 Cara Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan mengambil patologi anatomi pasien-pasien yang telah menjalani operasi istmulobektomi, dengan media slidenya diamati infiltrasi limfosit dan dalam penelitian ini dilakukan pemeriksaan TSH pre istmulobektomi dan TSH pasca istmulobektomi.

Terdapat 4 kriteria skor histologi infiltrasi limfosit tiroid yang diperoleh yaitu: 0 : Tidak ada infiltrasi limfosit

1 : Insidental, efeknya sedikit mempengaruhi nodul 2 : Signifikan meluas

3 : Hashimoto tiroiditis, nodul signifikan meluas dan paling banyak

dihubungkan dengan perubahan sel Hurible dan fibrosis jaringan (Wiseman, 2011).

Berdasarkan skoring dibagi menjadi 2 kelompok yaitu: - Kelompok Ada (1,2,3)

- Kelompok Tidak ada (0)

Hasil pengukuran kadar TSH dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok hipotiroid (TSH > 5,5 µIU/L) dan kelompok normal (TSH < 5,5 µIU/L) (Wiseman, 2011).

a. Identifikasi Variabel Variabel Bebas: Infiltrasi Limfosit Variabel Tergantung: Hipotiroid

b. Definisi Operasional

Tiroid adalah suatu kelenjar endokrin yang sangat vaskular, merah kecoklatan yang terdiri dari lobus dextra dan sinistra yang dihubungkan oleh istmus pada garis tengah. Tiap lobus mencapai superior sejauh linea oblique kartilago tirod, istmus terletak di atas cincin trakea kedua dan ketiga, sedangkan bagian terbawah


(48)

profunda. Beratnya sekitar 25 gram biasanya membesar secara fisiologis pada masa pubertas, menstruasi dan kehamilan (Gharib H, 1993).

Hormon stimulator tiroid (thyroid stimulating hormone, TSH) memegang peranan terpenting untuk mengatur sekresi dari kelenjar tiroid. TSH dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Proses yang dikenal sebagai negative feedback sangat penting dalam proses pengeluaran hormon tiroid ke sirkulasi. Dengan demikian, sekresi tiroid dapat mengadakan penyesuaian terhadap perubahan-perubahan di dalam maupun di luar tubuh.

Infiltrasi limfosit adalah salah satu mekanisme pertahanan sistem imun pada saat inflamasi atau peradangan dimana terjadinya kerusakan seluler saat limfosit T yang tersensitisasi (sensitized) dan/atau autoantibodi berikatan dengan membran sel, menyebabkan lisis sel dan reaksi inflamasi. Perubahan fungsi tiroid terjadi karena kerja autoantibodi yang bersifat stimulator atau blocking pada reseptor di membran sel (Mary JW, 2003).

Hipotiroid adalah suatu penyakit akibat penurunan fungsi hormon tiroid yang dikikuti tanda dan gejala yang mempengaruhi sistem metabolisme tubuh. Faktor penyebabnya akibat penurunan fungsi kelanjar tiroid, yang dapat terjadi kongenital atau seiring perkembangan usia. Pada kondisi hipotiroid ini dilihat dari adanya penurunan konsentrasi hormon tiroid dalam darah dan jaringan disebabkan peningkatan kadar TSH (Tyroid Stimulating Hormon) (Anwar R, 2005).

Istmulobektomi adalah suatu tindakan operasi dengan mengangkat jaringan isthmus beserta satu lobus kelenjar tiroid kiri atau kanan dengan mempresentasi nervus jaringan recurrent.

c. Rencana Pengolahan dan Analisis Data

Data yang terkumpul akan diolah, dianalisis, dan disajikan dengan menggunakan program komputer (SPSS dan Microsoft Excel). Batas Kemaknaan P < 0,05.

Pada penelitian ini dilakukan matching terhadap kedua variabel, dilakukan analisis dengan menjadikan pasangan-pasangan dari kedua variabel. Hasil pengamatan biasanya disusun dalam bentuk tabel 2 x 2 sebagai berikut:


(49)

Tabel 3.1. Penyajian Hasil Pengumpulan Data

Infiltrasi Tidak

Hipotiroid A B

Normal C D

Odds Ratio (OR) ini dihitung dengan mengabaikan sel A, karena sama-sama terjadi. Selain itu juga mengabaikan sel D karena sama-sama-sama-sama tidak terjadi, sehingga dihitung dengan formula berikut:

OR = B/C

Sel A = kasus dan kontrol sama-sama mengalami kejadian Sel B = kasus mengalami kejadian, kontrol tidak

Sel C = kasus tidak mengalami kejadian, kontrol mengalami Sel D = kasus dan kontrol sama-sama tidak mengalami kejadian

Interpretasi hasil

1. Bila nilai rasio odds = 1, berarti infiltrasi limfosit pada kelenjar tiroid bukan merupakan suatu faktor resiko terjadinya hipotiroid pada pasien pasca istmulobektomi.

2. Bila nilai rasio odds > 1 dan rentang interval kepercayaan tidak mencakup angka 1, berarti infiltrasi limfosit pada kelenjar tiroid merupakan suatu faktor resiko terjadinya hipotiroid pada pasien pasca istmulobektomi. 3. Bila nilai rasio odds < 1 dan rentang nilai interval kepercayaan tidak

mencakup angka 1, berarti infiltrasi limfosit pada kelenjar tiroid justru merupakan faktor protektif terhadap terjadinya hipotiroid pada pasien pasca istmulobektomi.

4. Bila nilai interval kepercayaan rasio odds mencakup angka 1, maka belum dapat disimpulkan apakah infiltrasi limfosit pada kelenjar tiroid merupakan suatu faktor resiko atau faktor protektif terhadap terjadinya hipotiroid pada pasien pasca istmulobektomi (Sastroasmoro S, 2008).


(50)

Hubungan antara Infiltrasi limfosit pada Kelenjar Tiroid dengan terjadinya Hipotiroid pada Pasien Pasca Istmulobektomi, serta melihat apakah hubungan tersebut bermakna secara statistik atau tidak.

3.9 Alur Penelitian

Isthmulobektomi n= 37

1. kelompok ada (1,2,3)

2. kelompok tidak ada (0) Histopatologi

Pemeriksaan Infiltrasi Limfosit Pemeriksaan TSH pasca

1. TSH > 5,5 µIU/L : Hipotiroid

2. TSH < 5,5 µ IU/L : Normal Pemeriksaan TSH pre

Block Parafin/ Slide Preparat Izin penelitian komisi etik

Fakultas Kedokteran USU

Pasien nodul tiroid yang datang ke RSUP.H.Adam Malik Medan

Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Izin persetujuan pasien/ keluarga

Hasil

Analisa Statistik


(51)

Daya biosintesis fungsi tiroid menurun

Fungsi tiroid menurun (T3, T4 )

Kadar TSH meningkat 3.10 Kerangka Konsep

Pasien dengan nodul tiroid

Isthmulobektomi


(52)

BAB 4 HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik Sampel

Selama periode penelitian diperoleh data dari tahun 2010-2013 sebanyak 40 pasien dengan nodul tiroid yang dilakukan istmulobektomi sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi.

Berdasarkan data sampel yang telah diambil, hasil penelitian data demografik dan karakteristik subjek penelitian dapat dilihat pada tabel-tabel yang disajikan berikut ini.

Tabel 4.1 Demografik Subyek Penelitian

Karakteristik n Proporsi %

Jenis Kelamin

Laki-laki 8 8/40 20.0

Perempuan 32 32/40 80.0

Total 40

Umur

<30 4 4/40 10.0

30-60 32 32/40 80.0

>60 4 4/40 10.0

Total 40

Jumlah subyek keseluruhan adalah 40 pasien dengan 8 laki-laki (20%) dan 32 perempuan (80%). Kemudian kelompok usia terbanyak pasien nodul tiroid yang dilakukan istmulobektomi adalah di rentang 30-60 tahun, yaitu sebanyak 32 pasien (80%). Rerata usia subyek adalah 43,525 (SD 13,13) tahun.


(53)

Gambar 4.1 Diagram.Proporsi jenis kelamin dari 40 pasien dengan 8 laki-laki (20%) dan 32 perempuan (80%)

Gambar 4.2 Diagram Proporsi berdasarkan Usia, kelompok usia terbanyak pasien nodul tiroid yang dilakukan istmulobektomi adalah di rentang 30-60 tahun.sebanyak (80%).

Tabel 4.2 Gambaran Infiltrasi Limfosit Subyek Penelitian

Infiltrasi Limfosit n Proporsi %

Ya 34 34/40 85.0

Tidak 6 6/40 15.0

Total 40

Data diatas menyajikan data infiltrasi limfosit pada subjek penelitian ada atau tidak. Keadaan terbanyak adalah nodul tiroid dengan infiltrasi limfosit 34 subyek (85%) dan sisanya keadaan nodul tiroid tanpa infiltrasi limfosit 6 subyek (15%).

20%

80%

80%

10% 10%


(54)

Gambar 4.3 Diagram menggambarkan infiltrasi limfosit pada kelenjar tiroid 34 subjek (85%) dan tanpa infiltrasi limfosit 6 subjek (15%).

Gambar 4.4 Histologi Infiltrasi Limfosit dari sampel penelitian

Tabel 4.3 Kadar TSH Pre Operasi Subjek Penelitian

n Proporsi %

Kadar TSH Normal 40 40/40 100.0

Hipotiroid 0 0/40 0.0

Total 40

Data kadar TSH pre operasi pada subyek penelitian. Pasien pre operasi memiliki kadar TSH normal sebanyak 40 subyek atau dengan kata lain seluruh pasien pre operasi memiliki Kadar TSH normal (100%).

Grade 0 Grade 1 Grade 2 Grade 3

85%


(55)

Gambar 4.5 Diagram menggambarkan Pasien Pre operasi Memiliki kadar TSH Normal Sebanyak 40 Subjek (100%).

Tabel 4.4 Kadar TSH Post Operasi Subyek Penelitian

n Proporsi %

Kadar TSH Normal 10 10/40 25.0

Hipotiroid 30 30/40 75.0

Total 40

Data kadar TSH post operasi pada subyek penelitian. Pasien post operasi memiliki kadar TSH normal sebanyak 10 subyek (25.0%) dan selebihnya memiliki kadar TSH meningkat/ Hipotiroid yaitu 30 subyek (75.0%).

Gambar 4.6 Diagram menggambarkan Pasien Post Operasi Memiliki Kadar TSH Normal 10 subjek (25%) DanPasien Post Operasi Yang memiliki TSH

100%

75% 25%


(56)

Tabel 4.5 Kadar TSH pre Istmulobektomi dengan Infiltrasi Limfosit dan Tanpa Infiltrasi Limfosit

Infiltrasi (+) Infiltrasi (-) Total

Kadar TSH Normal 34 6 40

Data kadar TSH pre istmulobektomi pada pasien dengan infiltrasi limfosit pre istmulobektomi, ternyata ada 34 pasien dari 40 pasien yang terdapat infiltrasi limfosit dan memiliki kadar TSH pre normal , sedangkan pasien yang tanpa infiltrasi limfosit terdapat 6 orang yang kadar TSH pre normal. Maka dari data diatas diperoleh bahwa dari seluruh pasien (40 orang) yaitu yang terdapat infiltrasi limfosit maupun yang tidak sama-sama memiliki kadar TSH pre istmulobektomi normal (100%).

Tabel 4.6 Kadar TSH Pasca Istmulobektomi dengan Infiltrasi Limfosit dan Tanpa Infiltrasi Limfosit

Infiltrasi (+)

Infiltrasi (-) Total

Kadar TSH pasca operasi

Hipotiroid 30 0 30

Normal 4 6 10

Total 34 6 40

x2 = 16,73; df = 1; p = 0,000

Data kadar TSH pasca istmulobektomi pada pasien dengan infiltrasi limfosit, ternyata ada 30 pasien yang terdapat infiltrasi limfosit dan memiliki kadar TSH pasca istmulobektomi hipotiroid.

Selain itu dari tabel dapat dilihat bahwa terdapat 4 orang yang memiliki infiltrasi limfosit tetapi Kadar TSH pasca istmulobektominya normal, dan 6 pasien tanpa infiltrasi limfosit memiliki kadar TSH pasca istmulobektomi normal.

Sehingga bila dilihat pada pasien tanpa infiltrasi limfosit memiliki Kadar TSH pre dan pasca istmulobektomi normal. Sedangkan yang terdapat infiltrasi limfosit memiliki Kadar TSH pasca istmulobektomi ada yang hipotiroid dan ada yang normal.


(57)

Tabel 4.7 Analisa hubungan Infiltrasi Limfosit dengan Kejadian Hipotiroid pada Pasien Pasca Istmulobektomi

Setelah dilakukan uji hipotesis dengan Pearson Chi-Square dengan tingkat kemaknaan 0,05 (α = 5%) diperoleh nilai p (p value) adalah 0.000 (p<0.05) yang berarti bahwa ada hubungan yang bermakna antara infiltrasi limfosit pada kelenjar tiroid dengan kejadian hipotiroid pada pasien pasca istmulobektomi.

Dapat pula dilakukan perhitungan Odds Ratio (OR) sebagai berikut:

Normal

Infiltrasi (+) Infiltrasi (-)

Hipotiroid

Infiltrasi (+) 30 36

Infiltrasi (-) 4 6

OR = B/C = 36/4

= 9

Pada penelitian ini didapat besarnya odds ratio adalah 9. Odds Ratio yang lebih besar dari 1 menunjukkan terdapat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Pada penelitian ini besarnya odds ratio di atas angka 1, oleh karena itu dapat dikatakan bahwa pada penelitian ini infiltrasi limfosit dapat dipertimbangkan sebagai salah satu faktor risiko terjadinya hipotiroid. Dari hasil perhitungan, diketahui bahwa pasien yang terdapat infiltrasi limfosit pada kelenjar tiroid berisiko 9 kali lebih besar untuk terjadi hipotiroid dibandingkan dengan kelenjar tiroid tanpa infiltrasi limfosit.


(58)

BAB 5 PEMBAHASAN

Nodul tiroid merupakan kelainan yang sangat sering ditemukan. Dalam suatu survey populasi besar, yang dilakukan Farmingham di Eropa tahun 2001, 6,4 % wanita dan 1,5 % pria dengan nodul tiroid. Di Jerman, di suatu area yang relatif kekurangan yodium, skrening USG atas 96.278 populasi menunjukkan 32 % wanita, dan 33 % pria didapatkan nodul tiroid. Sama dengan di Amerika, dimana 1 dari 12 – 15 wanita muda, dan 1 dari 40 pria muda mempunyai nodul tiroid (Clark OH, 2004).

Di Indonesia, Boedisantoso et al, 2003 melaporkan nodul tiroid di RSUPN-CM, Jakarta sebesar 50,3% dengan rasio laki-laki dibandingkan perempuan sekitar 8:10 sebanyak 101 kasus. Sedangkan berdasarkan data subdivisi Bedah Onkologi Rumah Sakit H. Adam Malik Medan, jumlah kasus penderita nodul tiroid tahun 2010-2012 adalah 188 kasus yaitu 2010 (67 kasus), 2011 (65 kasus,), dan 2012 (66 kasus) dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 1:12, dengan 66,6% nodul jinak dan 33,3% ganas.

Penelitian ini dimulai dengan melakukan pendataan pasien yang datang ke RSUP. H. Adam Malik Medan dengan diagnosis Nodul Tiroid. Dari hasil pendataan selama bulan Februari 2014 – Maret 2014 diperoleh 210 kasus dari tahun 2010-2013. Kemudian berdasarkan kriteria sampel penelitian, maka jumlah subyek penelitian yang sesuai diperoleh 40 sampel.

Penelitian ini untuk mengetahui gambaran infiltrasi limfosit pada kelenjar tiroid dan kejadian hipotiroid pada pasien pasca istmulobektomi. Jumlah subyek keseluruhan adalah 40 pasien dengan 8 laki-laki dan 32 perempuan (Proporsi 1:4) (Tabel 2). Berdasarkan usia yang terbanyak adalah di rentang 30-60 tahun (85%). Rerata usia subyek adalah 44,52 tahun (SD 13,13) (tabel 4.1).

Infiltrasi limfosit adalah salah satu mekanisme pertahanan sistem imun pada saat inflamasi atau peradangan dimana terjadinya kerusakan seluler saat limfosit T yang tersensitisasi (sensitized) dan/atau autoantibodi berikatan dengan membran sel, menyebabkan lisis sel dan reaksi inflamasi. Perubahan fungsi tiroid terjadi karena kerja autoantibodi yang bersifat stimulator atau blocking pada reseptor di membran sel ( Mary JW, 2003 ).


(59)

Setelah diteliti slide preparat pasien bekerja sama dengan dokter dan asisten Patologi Anatomi di ruang laboratorium Patologi Anatomi, maka ditemukan keadaan terbanyak adalah nodul tiroid dengan infiltrasi limfosit yaitu 34 subyek (85%) dan sisanya keadaan nodul tiroid tanpa infiltrasi limfosit yaitu 6 subyek (15%) (Tabel 4.2).

Dari 40 sampel penelitian, diperoleh berbagai kriteria skor histologi infiltrasi limfosit yaitu: Kriteria 0 sebanyak 6 pasien (15%), Kriteria 1 sebanyak 9 pasien (22.5%), Kriteria 2 sebanyak 9 pasien (22.5%), dan Kriteria 3 sebanyak 16 pasien (40%). Dari data ini terlihat kriteria 3 merupakan yang paling banyak dari kriteria skor histologi infiltrasi limfosit. Dalam penelitian kita bagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok ada infiltrasi limfosit (Kriteria skor histologi infiltrasi limfosit 1,2,3) dan kelompok tanpa infiltrasi limfosit (Kriteria skor 0). Kelompok ada berjumlah 34 pasien dan kelompok tanpa infiltrasi limfosit berjumlah 6 pasien.

Berdasarkan hasil laboratorium Patologi Klinik untuk pemeriksaan Kadar TSH pre operasi maka diperoleh dari 40 pasien memiliki Kadar TSH normal (100%). Sedangkan penilaian Kadar TSH pasca Istmulobektomi diperoleh dari 40 subyek penelitian sebanyak 30 subyek (75.0%) mengalami peningkatan Kadar TSH atau kita sebut dengan Hipotiroid dan selebihnya 10 subyek (25%) memiliki Kadar TSH normal pasca istmulobektomi.

Hipotiroid adalah suatu penyakit akibat penurunan fungsi hormon tiroid yang dikikuti tanda dan gejala yang mempengaruhi sistem metabolisme tubuh. Faktor penyebabnya akibat penurunan fungsi kelanjar tiroid, yang dapat terjadi kongenital atau seiring perkembangan usia. Pada kondisi hipotiroid ini dilihat dari adanya penurunan konsentrasi hormon tiroid dalam darah dan jaringan disebabkan peningkatan kadar TSH (Tyroid Stimulating Hormon) (Anwar R, 2005).

Peningkatan kadar TSH (Hipotiroid) merupakan akibat yang sering terjadi setelah lobektomi yang sangat mempengaruhi hasil akhir operasi dan kualitas hidup pasien. Hampir 100% mengalami peningkatan kadar TSH. Tetapi peningkatan kadar TSH tidak selalu menjadi patokan untuk memulai terapi


(60)

pasien eutiroid yang telah menjalani hemitiroidektomi. Beberapa penelitian telah mengevaluasi fungsi tiroid setelah hemitiroidektomi untuk penyakit tiroid jinak ditemukan bervariasi dari 5% sampai 49% dengan sebagian studi melaporkan kisaran 15-30% (Jandee L & Woong YC, 2013).

Dari seluruh pasien (40 orang) dengan atau tanpa infiltrasi limfosit memiliki kadar TSH pre istmulobektomi normal. Sedangkan data kadar TSH pasca istmulobektomi yaitu terdapat 30 pasien dengan infiltrasi limfosit dan hipotiroid. Kemudian selebihnya terdapat 4 orang dengan infiltrasi limfosit dan 6 orang tanpa infiltrasi limfosit memiliki Kadar TSH pasca istmulobektomi normal.

Sehingga bila dilihat pada pasien tanpa infiltrasi limfosit memiliki Kadar TSH pre dan pasca istmulobektomi Normal. Sedangkan yang terdapat infiltrasi limfosit memiliki Kadar TSH pasca istmulobektomi ada yang hipotiroid dan ada yang normal.

Setelah dilakukan Uji Crosstabs maka dilakukan perhitungan analisa dengan Uji Chi-square Pearson yaitu untuk melihat apakah ada hubungan antara infiltrasi limfosit dengan kejadian hipotiroid pada pasien pasca istmulobektomi. Diperoleh nilai Value pada uji Pearson Chi Square adalah 21.176 dengan x2 = 16,73; df = 1; p = 0,000, maka bila nilai p<0.05 dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara infiltrasi limfosit dengan kejadian hipotiroid pada pasien pasca istmulobektomi.

Dari hasil perhitungan penelitian ini didapat besarnya odds ratio adalah 9. Maka pasien yang terdapat infiltrasi limfosit pada kelenjar tiroid berisiko 9 kali lebih besar untuk terjadi hipotiroid dibandingkan dengan kelenjar tiroid yang tanpa infiltrasi limfosit.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan teori yang ada yaitu Hipotiroid merupakan morbiditas yang paling sering dilaporkan pasca lobektomi yaitu 10-45% kasus. Hipotiroid merupakan akibat yang sering terjadi setelah lobektomi yang sangat mempengaruhi hasil operasi dan kualitas hidup pasien (Wiseman, 2011).

Kerusakan seluler terjadi karena limfosit T tersensitisasi (sensitized T-lymphocyte) dan/atau antibodi antitiroid berikatan dengan membran sel tiroid, mengakibatkan lisis sel dan reaksi inflamasi. Sedangkan gangguan fungsi terjadi


(61)

karena interaksi antara antibodi antitiroid yang bersifat stimulator atau blocking dengan reseptor di membran sel tiroid yang bertindak sebagai autoantigen. Penyakit ini ditandai dengan infiltrasi limfosit dan autoreaktif terhadap tiroid sebagai mekanisme respon imun (Quaratino, 2004).

Infiltrasi sel limfosit pada penyakit ini memediasi kerusakan sel-sel pada tiroid sehingga pada gambaran histopatologi tiroid yang mengalami AITD menunjukkan adanya infiltrasi sel mononuklear, perubahan struktur dan bentuk jaringan tiroid (Chistiakov dan Turakulov, 2003; Quarantino, 2004).

Penyakit tiroid autoimun (PTAI) menyebabkan kerusakan seluler dan perubahan fungsi tiroid melalui mekanisme imun humoral dan seluler.Kerusakan seluler terjadi saat limfosit T yang tersensitisasi (sensitized) dan/atau autoantibodi berikatan dengan membran sel, menyebabkan lisis sel dan reaksi inflamasi. Perubahan fungsi tiroid terjadi karena kerja autoantibodi yang bersifat stimulator atau blocking pada reseptor di membran sel. Ada tiga autoantigen spesifik yang dominan pada PTAI yaitu thyroid peroxidase (TPO), tiroglobulin, dan thyrotropin receptor (TSHR). TPO, yang dulu disebut sebagai ”thyroid microsomal antigen”, merupakan enzim utama yang berperan dalam hormogenesis tiroid (Rapoport B, McLachlan SM, 2001).

Masih belum jelas apakah autoantibodi TPO atau TPO-specific T cells merupakan penyebab utama inflamasi tiroid. Antibodi anti-TPO tidak menghambat aktivitas enzimatik TPO, oleh karena itu bila antibodi tersebut berperan pada inflamasi tiroid, hanya sebatas sebagai petanda (marker) penyakit dan tidak berperan langsung dalam terjadinya hipotiroid. Di lain pihak beberapa studi menduga antibodi anti-TPO mungkin bersifat sitotoksik terhadap tiroid; antibodi anti-TPO terlibat dalam proses destruksi jaringan yang menyertai hipotiroid pada tiroiditis Hashimoto dan tiroiditis atrofik (Rapoport B, McLachlan SM, 2001).

Adanya inflamasi limfosit menurunkan fungsi tiroid sehingga memungkinkan timbulnya kejadian hipotiroid pasca lobektomi. Pasien dengan dijumpainya infiltrasi limfosit pada pemeriksaan histologi jaringan tiroid


(1)

Lampiran 3 Jadwal Penelitian

FEBRUARI 2014 MARET 2014 APRIL 2014

PERSIAPAN PELAKSANAAN

PENYUSUNAN LAPORAN PENGGANDAAN


(2)

Lampiran 4 Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian

Kepada Yth

Bapak/Ibu/Saudara/i di Tempat

Perkenalkan nama saya dr. Zulfikar. Saya mahasiswa di FK-USU yang sedang menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialisdi bagian Ilmu Kedokteran Bedah. Saat ini saya akan membuat suatu penelitian yang berjudul “Hubungan Infiltrasi Limfosit pada Kelenjar Gondok dan Kejadian Hipotiroid pada pasien pasca Pengangkatan Kelenjar Gondok.” Bersamaan dengan ini saya mohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i untuk dapat berpartisipasi sebagai subjek penelitian saya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahuiadanya hubungan infiltrasi limfosit pada kelenjar gondok dengan kejadian hipotiroid pada pasien pasca pengangkatan kelenjar gondok. Kelenjar gondok adalah kelenjar yang berperan mempertahankan derajat metabolisme dalam jaringan pada titik optimal. Saat ini banyak kejadian pembengkakan pada kelenjar gondok di dunia. Pembengkakan ini dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti peradangan. Adanya infiltrasi limfosit pada kelenjar gondok yang mengalami pembengkakan berhubungan dengan kejadian hipotiroid. Sebelumnya pasien-pasien paska dilakukannya pengangkatan kelenjar gondok mendapat terapi pemberian hormon tiroid karena dijumpai keadaan hipotiroid secara biokimia dimana terjadi peninggian kadar hormon perangsang tiroid (TSH). Hipotiroid merupakan morbiditas yang paling sering dilaporkan paska lobektomi yaitu 10-45% kasus. Hipotiroid merupakan akibat yang sering terjadi setelah lobektomi yang sangat mempengaruhi hasil operasi dan kualitas hidup pasien.

Keuntungan dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi berupa penjelasan dan deteksi dini infiltrasi limfosit pada kelenjar gondok yang berhubungan dengan kejadian hipotiroid pada pasien pasca pengangkatan kelenjar gondok. Tidak ada kerugian dan efek samping dalam penelitian ini, karena


(3)

prosedur penelitian ini dilakukan hanya dengan memeriksa silde preparat dari kelenjar gondok yang telah diangkat pada pasien pasca pengangkatan kelenjar gondok untuk mengetahui infiltrasi limfosit, dan memeriksa kadar hormon perangsang tiroid dengan mengambil sampel darah dari pasien. Pembiayaan penelitian ini berasal dari dana pribadi peneliti sendiri sehingga tidak akan merugikan subjek peneliti secara materi. Penelitian ini dilakukan di bagian Patologi Anatomi dan Patologi Klinik RSUP. H. Adam Malik Medan oleh dr. Zulfikar dan bekerja sama dengan dokter dan asisten yang bekerja dibagian Patologi Anatomi dan Patologi Klinik RSUP. H. Adam Malik Medan.

Dari hasil pemeriksaan maka akan dinilai apakah ada infiltrasi limfosit pada kelenjar gondok Bapak/Ibu, lalu dilihat bagaimana kadar hormon perangsang tiroid pasca pengangkatan kelenjar gondok. Bila kadar meningkat maka dikatakan hipotiroid. Lalu hasilnya dinilai dengan menguji apakah ada hubungan antara infiltrasi limfosit pada kelenjar gondok dengan kejadian hipotiroid pada pasien pasca pengangkatan kelenjar gondok.

Partisipasi peserta dalam penelitian ini bersifat sukarela dan tanpa paksaan maupun tekanan dari pihak manapun. Kerahasiaan identitas subjek penelitian dalam penelitian ini akan tetap dijaga oleh peneliti. Penelitian ini juga tidak menimbulkan efek samping apapun terhadap subjek penelitian, dan seandainya Bapak/Ibu/Saudara/i berhak menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini, diharapkan Bapak/Ibu/Saudara/i yang terpilih sebagai sukarelawan dalam penelitian ini, dapat mengisi lembar persetujuan turut serta dalam penelitian yang telah disiapkan.

Jika selama menjalani penelitian ini terdapat hal-hal yang kurang jelas maka Bapak/Ibu/Saudara/i dapat menghubungi saya: dr. Zulfikar, Departemen Ilmu Bedah FK-USU, telepon genggam 082364884747. Terima kasih.

Medan, Maret 2014 Hormat saya


(4)

Lampiran 5 Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama :... Umur :...tahun L/P

Alamat :...

Setelah mendapat keterangan secara terperinci dan jelas mengenai penelitian “Hubungan infiltrasi limfosit dengan kejadian hipotiroid pada pasien pasca isthmulobektomi di RSUP H. Adam Malik Medan” dan setelah mendapat kesempatan tanya jawab tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan penelitian tersebut, termasuk risikonya, maka dengan ini saya secara sadar dan sukarela tanpa pasksaan menyatakan bersedia ikut menjadi peserta di dalam penelitian tersebut, dan dapat mengundurkan diri sewaktu-waktu atau menolak.

Medan, ...2014

Yang memberikan penjelasan Yang membuat pernyataan

persetujuan

dr. Zulfikar ...

Saksi


(5)

Lampiran 6 Persetujuan dari Komisi Etika Penelitian

PERSETUJUAN KOMISI ETIK TENTANG PELAKSANAAN PENELITIAN BIDANG KESEHATAN

Nomor:...

Yang bertanda tangan di bawah ini, Ketua Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, setelah dilaksanakan pembahasan dan penilaian usulan penelitian yang berjudul:

Hubungan Antara Infiltrasi Limfosit Pada Kelenjar Gondok Dengan Kejadian Hipotiroid Pada Pasien Pasca Pengangkatan Kelenjar Gondok di RSUP H. Adam Malik Medan

Yang menggunakan manusia sebagai subjek penelitian dengan: Ketua Pelaksanaan/ Peneliti Utama : dr. Zulfikar

Institusi : Departemen Ilmu Bedah FK USU

Dapat disetujui pelaksanaannya selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dari kode etik penelitian biomedik.

Medan,...2014 Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan

Fakultas Kedokteran USU

(...) Ketua


(6)

Lampiran 7 Formulir

Status Pasien Identitas Pribadi

Nama :... Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan

Usia :...tahun T/T Lahir :... Alamat :...

No. MR: Tanggal operasi: Oleh:

Dx. Medis:

Tgl. Pemeriksaan Histopatologi: Hasil Pemeriksaan Histopatologi: Tgl. Pemeriksaan Laboratorium: Hasil Pemeriksaan Laboratorium:

- Kriteria skor histologi infiltrasi limfosit tiroid dibagi menjadi 4 kelompok yaitu: 0 : Tidak ada infiltrasi limfosit

1 : Insidental, efeknya sedikit mempengaruhi nodul .<1 per lapangan pandang kecil (10-mm field diameter)

2 : Signifikan meluas tetapi pertengahan dalam ukuran [1 per lapangan pandang besar (10-mm field diameter)

3 : Hashimoto tiroiditis, nodul signifikan meluas dan paling banyak dihubungkan dengan perubahan sel Hurible dan fibrosis jaringan

- Berdasarkan skoring dibagi menjadi 2 kelompok yaitu: 1. kelompok Ada (1,2,3)

2. kelompok Tidak ada (0)

Fungsi tiroid dinilai dengan mengukur kadar TSH. - Hasil pengukuran dibagi menjadi 2 kelompok: Kadar TSH:

Gambar Infiltrasi Limfosit (cek list yang cocok):

1. TSH > 5,5 µIU/L : Hipotiroid

2. TSH < 5,5 µIU/L : Normal