BAB II PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK
PIDANA DALAM PROSES PERADILAN PIDANA ANAK studi kasus anak pelaku tindak pidana pencabulan di Karo
Dalam upaya memberikan perlindungan terhadap kepentingan dan hak-hak anak yang berhadapan dengan hukum, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan
beberapa peraturan perundang-undangan terkait, antara lain UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak dan UU
No. 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak. Masalah perlindungan hak-hak anak yang berhadapan dengan hukum, yang
terdapat dalam Pasal 66 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999, menentukan bahwa: a.
Setiap anak berhak untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan, penyiksaan atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi;
b. Hukuman mati atau hukuman seumur hidup tidak dapat dijatuhkan untuk
pelaku tindak pidana yang masih anak; c.
Setiap anak berhak untuk tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum;
d. Penangkapan, penahanan atau pidana penjara anak hanya boleh dilakukan
sesuai dengan hukum yang belaku dan hanya dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir;
e. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak mendapatkan perlakuan
secara manusiawi dan dengan memperhatikan kebutuhan pengembangan pribadi sesuai dengan usianya dan harus dipisahkan dari orang dewasa, kecuali
demi kepentingannya;
Universitas Sumatera Utara
f. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak memperoleh bantuan hukum
atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku;
g. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk membela diri dan
memperoleh keadilan di depan Pengadilan Anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang yang tertutup untuk umum.
Terhadap anak yang berhadapan dengan hukum, UU No. 3 Tahun 1997 menggunakan istilah “anak nakal”. Sehubungan dengan perlindungan terhadap
anak nakal, maka menurut undang-undang ini tidak selalu anak pelaku tindak pidana harus mendapatkan hukuman penjara. Sebagaimana ditegaskan pada Pasal
24 UU No. 3 Tahun 1997, bahwa tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal, berupa pengembalian kepada orang tua, waliorang tua asuh atau
menyerahkannya kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja atau menyerahkannya kepada departemen sosial atau organisasi
sosial kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan dan latihan kerja. Selanjutnya berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam UU No. 23
Tahun 2002, ada beberapa pasal berhubungan dengan masalah perlindungan anak yang berhadapan dengan hukum, yaitu:
a. Pasal 1 angka 2, yang menentukan bahwa perlindungan anak adalah segala
kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
b. Pasal 1 angka 15, menentukan bahwa perlindungan khusus adalah per-
lindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak yang
Universitas Sumatera Utara
berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi danatau seksual, anak yang diper-
dagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya napza, anak korban penculikan, pen-
jualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik danatau mental, anak yang menyandang cacat dan anak korban perlakuan salah dan pene-
lantaran. c.
Pasal 2, menentukan bahwa penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan UUD 1945 serta prinsip-prinsip
dasar Konvensi Hak-hak Anak meliputi: 1.
non diskriminasi; 2.
kepentingan yang terbaik bagi anak; 3.
hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan; 4.
penghargaan terhadap pendapat anak. d.
Pasal 3, menentukan bahwa perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan
berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanu- siaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi
terwujudnya anak Indonesia berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera. e.
Pasal 16, menentukan bahwa: 1
Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan atau penjatuhan hukuman yang tidak
manusiawi.
Universitas Sumatera Utara
2 Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan
hukum. 3
Penangkapan, penahanan atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat
dilakukan sebagai upaya terakhir. f.
Pasal 17, menentukan bahwa: 4 Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk:
1 mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya
dipisahkan dari orang dewasa; 2
memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku;
3 membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak
yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum; 5 Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau
yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan. g.
Pasal 17, menentukan bahwa:
Pasal 18, menentukan bahwa setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan
hukum dan bantuan lainnya.
h.
Pasal 59, menentukan bahwa pemerintah dan lembaga negara lainnya ber- kewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus
kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secara
ekonomi danatau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lain-
nya napza, anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak
Universitas Sumatera Utara
korban kekerasan baik fisik danatau mental, anak yang menyandang cacat dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.
i. Pasal 64, menentukan bahwa:
6 Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 meliputi anak yang berhadapan
dengan hukum dan anak korban tindak pidana, merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.
7 Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum dilaksanakan melalui:
a. perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan
hak-hak anak. b.
penyediaan petugas pendamping khusus anak sejak dini. c.
penyediaan sarana dan prasarana khusus. d.
penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan terbaik bagi anak. e.
pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan anak yang berhadapan dengan hukum.
f. pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang
tua atau keluarga. g.
perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi.
Dalam Pasal 59 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dinyatakan bahwa: “Pemerintah dan Lembaga negara lainnya wajib
memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang
tereksploitasi secara ekonomi dan atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang
Universitas Sumatera Utara
menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya, anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan
baik fisik dan atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.”
Dalam salah satu poin pasal tersebut menyebut tentang anak yang berhadapan dengan hukum. Asumsi setiap orang jika mendengar kata anak yang berhadapan
dengan hukum seolah terkooptasi pada pemahaman anak yang menjadi pelaku tindak pidana. Padahal telah dinyatakan secara tegas dalam Pasal 64 Undang-Undang No. 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak tersebut bahwa: “Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 meliputi
anak yang berkonflik dengan hukum dan anak korban tindak pidana. Perlindungan khusus terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dilaksanakan melalui:
1 Perlakuan atas anak secara menusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak
anak. 2
Penyediaan Petugas Pendamping sejak dini. 3
Penyediaan sarana dan prasarana khusus. 4
Penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak. 5
Pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan anak yang berhadapan dengan hukum.
6 Pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orangtua atau
keluarga. 7
Perlindungan dari pemberian identitas melalui media masa untuk menghindari labelisasi.
Sistem
Peradilan Pidana Anak Juvenile Justice System adalah segala unsur sistem peradilan pidana yang terkait di dalam penanganan kasus-kasus
Universitas Sumatera Utara
kenakalan anak. Pertama, polisi sebagai institusi formal ketika anak nakal pertama kali bersentuhan dengan sistem peradilan, yang juga akan menentukan
apakah anak akan dibebaskan atau diproses lebih lanjut. Kedua, jaksa dan lembaga pembebasan bersyarat yang juga akan menentukan apakah anak akan
dibebaskan atau diproses ke pengadilan anak. Ketiga, Pengadilan Anak, tahapan ketika anak akan ditempatkan dalam pilihan-pilihan, mulai dari dibebaskan
sampai dimasukkan dalam institusi penghukuman. Yang terakhir, institusi penghukuman.
30
a. Status Offender adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan
oleh orang dewasa tidak dianggap sebagai kejahatan, seperti tidak menurut, membolos sekolah atau kabur dari rumah;
Ada 2 dua kategori perilaku anak yang membuat ia berhadapan dengan hukum, yaitu:
b. Juvenile Delinquency adalah perilaku kenakalan anak yang apabila
dilakukan oleh orang dewasa dianggap kejahatan atau pelanggaran hukum Pelaksanaan Sitem Peradilan Pidana Anak ditegakkannya demi mencapai
kesejahteraan anak de
ngan berdasar prinsip kepentingan terbaik bagi anak. Dengan kata lain, Sitem Peradilan Pidana Anak berdasarkan pada perlindungan anak dan pemenuhan
hak-hak anak protection child and fullfilment child rights based approuch. Selanjutnya akan dibahas sistem peradilan anak di Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan.
30
Steven Allen, Kata Pengantar, dalam Purnianti, Mamik Sri Supatmi, dan Ni Made Martini Tinduk, Analisa Situasi Sistem Peradilan Pidana Anak Juvenile Justice System di Indonesia,
UNICEF, Indonesia, 2003, hlm. 2
Universitas Sumatera Utara
A. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pada Tahap Penyidikan, Penuntutan dan Persidangan
1. Tahap Penyidikan
Pada hakikatnya ketentuan KUHAP tentang penyidikan didefenisikan sebagai berikut. Penyidikan adalah serangakaian tindakan penyidik dalam hal dan
menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini KUHAP untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak
pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
31
Tindakan itu dapat meliputi pemanggilan dan pemeriksaan saksi-saksi, penyitaan alat-alat bukti,
pengeledahan, pemanggilan dan pemeriksaan tersangka, melakukan penangkapan, melakukan penahanan, dan lain sebagainya. Sementara penyidik sesuai Pasal 1
angka 1 KUHAP, adalah Pejabat Polisi Negara RI atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk
melakukan penyidikan. Penyidikan yang dilakukan oleh pejabat kepolisian negara RI bertujuan untuk mengumpulkan bukti guna menemukan apakah suatu peristiwa
yang terjadi merupakan peristiwa pidana, dengan penyidikan juga ditujukan untuk menemukan pelakunya. Setelah adanya penyidikan tahapan selanjutnya dilakukan
penyelidikan. Penyelidikan kasus pidana dilakukan oleh kepolisian sesuai dengan KUHAP dan Undang-Undang No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Polisi
dalam melakukan penyelidikan terhadap anak pelaku tindak pidana harus memperhatikan berbagai ketentuan mengenai upaya penangan anak mulai dari
penangkapan sampai proses penempatan.
32
31
Pasal 1 butir 2 KUHAP
32
Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative justice, Bandung,Refika Aditama 2009, hlm.85 selanjutnya disebut Marlina II
Universitas Sumatera Utara
Secara umum berdasarkan ketentuan Undang-Undang nomor 3 tahun 1997 bahwa penyidikan terhadap pelaku tindak pidana anak hanya dapat dilakukan
apabila pelaku tindak pidana telah berusia 8 delapan tahun tetapi belum mencapai umur 18 delapan belas tahun, tarhadap anak dibawah umur delapan
tahun yang melakukan tindak pidana akan mendapat pembinaan dan dikembalikan pada orang tuawali.
Penyidikan terhadap anak dalam hal anak nakal dilakukan oleh Penyidik Anak, yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kepolisian RI atau
Pejabat yang ditunjuk olehnya. Dengan demikian Penyidik Umum tidak dapat melakukan penyidikan atas Perkara Anak Nakal, kecuali dalam hal tertentu,
seperti belum ada Penyidik Anak di tempat tersebut. Penyidikan terhadap anak nakal berlangsung dalam suasana kekeluargaan,
dan untuk itu penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran dari Pembimbing Kemasyarakatan sesuai Undang-Undang No. 3 Tahun 1997. Diperiksa dalam
suasana kekeluargaan, berarti pada waktu memeriksa tersangka anak, penyidik tidak memakai pakaian seragamdinas, dan melakukan pendekatan secara efektif,
aktif, dan simpatik. Suasana kekeluargaan itu juga berarti tidak ada pemaksaan, intimidasi atau
sejenisnya selama dalam penyidikan. Salah satu jaminan terlaksananya suasana kekeluargaan ketika penyidikan dilakukan, adalah hadirnya Penasehat Hukum,
disamping itu, karena yang disidik adalah anak, maka juga sebenarnya sangat penting kehadiran orang tuawaliorang tua asuhnya, agar tidak timbul ketakutan
atau trauma pada diri si anak.
Universitas Sumatera Utara
Apabila dipandang perlu, penyidik juga dapat meminta pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan, ahli kesehatan jiwa, ahli agama, atau petugas
kemasyarakatan lainnya. Sementara untuk kepentingan si anak sendiri, maka proses penyidikan
wajib dirahasiakan Tindakan yang dapat dilakukan penyidik oleh seorang penyidik adalah
penangkapan, penahanan, mengadakan pemeriksaan ditempat kejadian, melaksanakan penggeledahan, pemeriksaan tersangka dan interogasi, membuat
Berita Acara Pemeriksaan BAP, penyitaan, penyimpanan perkara dan melimpahkan perkara.
33
a. Penangkapan
Berikut penjelasan prosedur yang dilakukan untuk anak pelaku tindak pidana :
Penangkapan adalah suatu tindakan Penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti
guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang.
34
Mengenai tindakan penangkapan tidak diatur secara rinci dalam Undang- Undang pengadilan anak, sehingga berlaku ketentuan-ketentuan dalam Undang-
Undang No.8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP. Undang-Undang ini mengatur wewenang polisi dalam melakukan
penyidikan dan penyelidikan yang selanjutnya diatur dalam petunjuk pelaksanaan juklak dan petunjuk teknis juknis kepolisian. Aturan tersebut menjadi pedoman
bagi setiap anggota kepolisian RI dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
33
Paramita dan tamba BIT, perlindungan hak anak dalam proses peradilan pidana pada tahap penyidikan, Jurnal Hukum no 1 Januari 2003, hlm. 29
34
Pasal 1 butir 20 KUHAP
Universitas Sumatera Utara
Upaya memberikan perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum, disamping juklak dan juknis yang dimiliki, ada beberapa cara penanganan
terhadap anak, seperti :
35
a. Tindakan penangkapan diatur dalam Pasal 16 sampai Pasal 19
KUHAP. Berdasarkan Pasal 16 KUHAP dapat diketahui bahwa tujuan penangkapan tersangka ialah untuk kepentingan penyelidikan
dan untuk kepentingan penyidikan. Perintah penangkapan dilakukan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana
berdasarkan bukti yang cukup
36
. Pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan oleh petugas kepolisian negara RI, dengan
memperlihatkan surat tugas dan memberikan kepada tersangka surat- surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka.
Menyatakan alasan penangkapan, dan uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan, serta mengemukakan tempat
tersangka diperiksa
37
. Adapun waktu penangkapan paling lama satu hari.
38
b. Khusus tindakan penangkapan terhadap anak yang berhadapan
dengan hukum, polisi memperhatikan hak-hak anak dengan melakukan tindakan perlindungan terhadap anak, seperti :
1. Perlakukan anak dengan asas praduga tak bersalah.
2. Perlakukan anak dengan arif, santun dan bijaksana, dan tidak
seperti terhadap pelaku tindak pidana dewasa.
35
Marlina II, Op.cit, hlm.86
36
Pasal 17 KUHAP
37
Pasal 18 KUHAP
38
Pasal 19 KUHAP
Universitas Sumatera Utara
3. Saat melakukan penangkapan segera memberitahukan orang tua
dan walinya. 4.
Anak tertangkap tangan segera memberitahukan orang tua atau walinya.
5. Wewenang mengadakan tindakan lain menurut hukum yang
bertanggung jawab, polisi atau masyarakat berdasar pada asas kewajiban.
6. Penangkapan terhadap anak yang diduga sebagai tersangka
bukan karena tertangkap tangan, merupakan kontak atau tahap pertama pertemuan antara anak dengan polisi. Tahap ini penting
bagi seorang polisi menghindarkan anak dari pengalaman- pengalaman traumatic yang akan dibawanya seumur hidup.
Untuk itu polisi memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1
Menunjukkan surat perintah penangkapan legal kepada anakyang diduga sebagai tersangka dengan ramah dan
bertanggung jawab. Cara yang ramah memberi rasa nyaman terhadap anak daripada rasa takut.
2 Menggunakan pakaian yang sederhana dan hindari
penggunaan kendaraan yang bertandaberciri khas polisi untuk menghindari tekanan mental anak akibat simbol-simbol
polisiyang terkesan membahayakan dan mengancam diri anak.
3 Petugas yang melakukan penangkapan tidak boleh
menggunakan kata-kata kasar dan bernada tinggi yang akan
Universitas Sumatera Utara
menarik perhatian orang-orang yang berada di sekeliling anak. Penggunaan kata-kata yang bersahabat akan
mempermudah anak menjalani setiap prosesnya dengan tenang dan tanpa rasa takut dan tertekan.
4 Membawa anak dengan menggandeng tangannya untuk
menciptakan rasa bersahabat, hindari perlakuan kasar dan menyakitkan seperti memegang kerah baju atau bahkan
menyeret dengan kasar. 5
Petugas tidak memerintahkan anak melakukan hal-hal yang mempermalukannya dan merendahkan harkat dan
martabatnya sebagai manusia, seperti menyuruh membuka pakaian. Akan tetapi memberikan perlindungan perlindungan
mental dan jiwa anak saat ditangkap. 6
Jika keadaan tidak memaksa dan membahayakan, polisi tidak perlu melakukan penangkapan dengan menggunakan borgol
terhadap anak, karena perlakuan ini menyakitkan dan membuat trauma serta rasa malu dilihat masyarakat atau
tetangganya. 7
Media massa tidak boleh melakukan peliputan proses penangkapan tersangka anak demi menjaga jati diri dan
identitas anak. 8
Pemberian pelayanan kesehatan seperti pemeriksaan kesehatan fisik dan psikis anak sesegera setelah penangkapan.
Universitas Sumatera Utara
Berkas pemeriksaan medis dan pengobatan anak menjadi bagian catatan kasus anak yang berhadapan dengan hukum.
9 Penangkapan yang dilakukan diinformasikan kepada orang
tuawalinya dalam waktu tidak lebih dari 24 jam dan kesediaan orang tuawali mendampingi anak dalam
pemeriksaan di kantor polisi. 10
Pemberitahuan penangkapan anak tersangka kepada petugas Bapas di wilayah setempat atau pekerja sosial oleh polisi.
Pemberitahuan dilakukan dalam waktu secepatnya tidak lebih dari 24 jam.
11 Polisi melakukan wawancara atau pemeriksaan di ruangan
yang layak dan khusus untuk anak guna membrikan rasa nyaman kepada anak.
b. Wawancara dan Penyidikan
Tahap wawancara dan penyidikan polisi penting untuk kasus tindak pidana yang dilakukan oleh anak. Wawancara terhadap anak tersangka pelaku tindak
pidana dilakukan secara berkesinambungan antara orang tua, saksi, dan orang- orang lain yang diperlukan atau berkaitan dengan kasus tersebut.
Langkah-langkah yang dapat membantu Polisi dalam melaksanakan wawancara secara efektif adalah sebagai berikut :
39
1. Anak yang sedang diperiksa saat wawancara dilakukan harus didampingi
orang tuawali, orang terdekat dengan anak, dan atau orang yang paling
39
Marlina II, Op.cit, hlm.88
Universitas Sumatera Utara
dipercaya oleh anak seperti orang tua angkat, saudara, pengasuh, pekerja sosial, dan sebagainya. Saat wawancara dengan anak seorang
pendamping dihadirkan bertujuan untuk membantu kelancaran wawancara dan memberikan perlindungan terhadap anak;
2. Bahasa yang dipergunakan polisi dalam wawancara dengan anak mudah
dimengerti, baik oleh anak yang bersangkutan maupun pendampingnya, jika anak dan pendampingnya kesulitan dalam menggunakan bahasa
resmi yaitu bahasa Indonesia, maka Polisi harus menghadirkan penerjemah bahasa. Hal ini bertujuan agar pesan yang disampaikan
polisi dapat benar-benar dipahami oleh anak dan pendampingnya; 3.
Wawancara terhadap anak dilakukan pada kesempatan pertama, di antara wawancara dengan pihak lain seperti pendamping atau orang yang hadir
saat itu; 4.
Untuk menjaga perasaan anak, polisi menghindari penekanan kebohongan,intimidasi atau perlakuan keras atau kasar terhadap anak
selama wawancara berlangsung. Tempat wawancara dilakukan dalam suasana ruangan yang nyaman dan terpisah dengan orang dewasa
lainnya, sehingga anak tidak merasa ketakutan. Adapun teknik dasar melakukan wawancara terhadap anak yang harus
dilakukan oleh Penyidik atau Polisi adalah :
40
1. Menginformasikan kepada orang tua atau wali anak sesegera sebelum
wawancara dimulai;
40
Ibid, hlm.89
Universitas Sumatera Utara
2. Menginformasikan bahwa anak berhak mendapat bantuan hukum dari
pihak pengacara atau advokat. Polisi juga menyampaikan kepada anak dan orang tua atau walinya mengenai pentingnya anak didampingi oleh
penasihat hukum dan pekerja sosial yang kompeten, dan bagaimana cara mengakses bantuan tersebut;
3. Memperlakukan anak dengan pertimbangan keterbatasan kemampuan
ataupun verbal dibandingkan dengan orang dewasa bahkan dibandingkan dengan diri Polisi itu sendiri. Tindakan yang salah terhadap anak
membuat rasa trauma pada diri anak di masa depan; 4.
Mengupayakan terciptanya suasana yang akrab di antara Penyidik yang sedang mewawancarai dan anak yang sedang diperiksa;
5. Tidak melakukan hal-hal yang membentuk tingkah laku anti sosial pada
anak sehingga anak-anak putus asa menghadapi masalahnya yang menyebabkan rasa kehilangan masa depan;
6. Memberikan motivasi guna membangun rasa percaya anak dengan sikap
peka pada kebutuhan anak, maka akan mempermudah mendapatkan informasi dari anak tersebut;
7. Memperkenalkan diri dengan benar. Hal ini akan membantu dalam
memfasilitasi wawancara; 8.
Melakukan wawancara sesegera mungkin setelah anak ditangkap atau ditahan. Hal ini akan menunjukkan keseriusan dan menjaga anak dalam
membangun alibinya;
Universitas Sumatera Utara
9. Mengatakan kepada anak bahwa ingin membantunya. Hal ini dilakukan
dengan tujuan agar anak tahu bahwa penyidik ingin bekerjasama dan peduli terhadap hari depannya;
10. Berbicara dengan bahasa yang mudah dimengerti. Menggunakan bahasa
yang mudah dimengerti oleh anak yang bersangkutan, jika mungkin gunakan istilah-istilah yang populer diantara anak-anak;
11. Mengajak anak untuk mau berbicara. Pada umumnya anak akan tertarik
pada diskusi tentang hal-hal yang menarik atau digemarinya. Hal ini akan membantunya merasa tenang dan nyaman;
12. Menjadi pendengar yang baik Konsentrasi dalam wawancara, sehingga
anak akan merasa diperhatikan dengan sungguh-sungguh. Hindarkan mengalihkan perhatian kepada orang lain selama wawancara
berlangsung; 13.
Bersikap sabar dan perlahan. Dalam menyelesaikan setiap kasus jangan menargetkan waktu tertentu antisipasi sejumlah hambatan dan hindari
tekanan untuk mengungkapkan fakta-fakta; 14.
Menghormati kepribadian anak. Perlakukan anak sebagai orang yang berharga, bermartabat, sebagai seseorang yang memerlukan bantuan dan
pengertian; 15.
Mengizinkan anak menulis ceritanya. Meninggalkan anak sendirian untuk melakukan ini apabila diperkirakan akan aman.
Ada beberapa hal yang tidak boleh dilakukan oleh seorang Polisi dalam melakukan penyidikan terhadap anak, yaitu:
41
41
Ibid
Universitas Sumatera Utara
a. Penyidik melakukan kekerasan dan tindakan tidak wajar terhadap anak. Hal
ini dapat menimbulkan trauma pada anak. b.
Memberikan label buruk pada anak dengan menggunakan kata-kata yang sifatnya memberikan label buruk pada anak, seperti ‘pencuri’, ‘maling’,
‘pembohong’, dan lain-lain c.
Penyidik kehilangan kesabaran sehingga menjadi emosi dalam melakukan wawancara terhadap anak
d. Penyidik tidak boleh menggunakan kekuatan badan atau fisik atau perlakuan
kasar lainnya yang dapat menimbulkan rasa permusuhan pada anak e.
Membuat catatan atau mengetik setiap perkataan yang dikemukakan oleh anak pada saat Penyidik melakukan wawancara dengan anak. Seharusnya
petugas mencatat poin-poin penting dari hasil wawancara, setelah selesai baru dibuat catatan yang lengkap hasil wawancara tersebut. Oleh karena itu,
sebaiknya Penyidik menggunakan alat-alat perekam yang tersembunyi untuk membantu mengingatnya.
Dalam kasus yang tidak memerlukan tindak lanjut atau kasus ringan yang cukup mendapatkan peringatan cautioning saja, laporan harus dibuat dengan
benar dan secepatnya, dan terpisah dengan laporan bagi kasus-kasus yang memerlukan tindak lanjut.
Sebelum melakukan penyelidikan tentu harus diketahui terlebih dahulu apakah telah terjadi suatu tindak pidana. Jalur untuk mengetahuinya adalah
melalui pengaduan,
42
laporan,
43
atau tertangkap tangan.
44
42
Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan tindak
pidana aduan yang merugikannya. Pasal 1 butir 25 KUHAP
Universitas Sumatera Utara
Menurut Pasal 1 butir 5 KUHAP penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai
tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang. Dengan melakukan
penyelidikan maka dapat ditentukan bahwa suatu peristiwa merupakan suatu peristiwa pidana, maka dilanjutkan dengan tahap penyidikan.
Penyidikan terhadap anak pelaku tindak pidana dilakukan oleh penyidik anak, yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kepolisian RI atau
Pejabat yang ditunjuk olehnya. Dengan demikian penyidik umum tidak dapat melakukan penyidikan atas perkara anak pelaku tindak pidana, kecuali dalam hal
tertentu seperti belum ada penyidik anak di tempat tersebut.
45
a Telah berpengalaman sebagai penyidik;
Adapun syarat- syarat untuk menjadi penyidik anak sesuai Pasal 41 ayat 2 Undang-Undang No.3
Tahun 1997 adalah :
b Mempunyai minat, perhatian, dedikasi dan memahami masalah anak.
Dalam melakukan penyidikan anak, diusahakan dilaksanakan oleh polisi wanita Polwan, dan dalam beberapa hal, jika perlu dengan bantuan polisi pria.
Penyidik anak, juga harus mempunyai pengetahuan seperti psikologi, psikiatri,
43
Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan Undang-Undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau
diduga akan terjadinya peristiwa pidana. Pasal 1 butir 24 KUHAP
44
Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau
apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan
atau membantu melakukan tindak pidana itu. Pasal 1 butir 19 KUHAP
45
Darwan Prinst, S.H., Hukum Anak Indonesia, Bandung, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2003, hlm.38
Universitas Sumatera Utara
sosiologi, pedagogi, antropologi, dan juga menyintai anak dan berdedikasi, dapat menyelami jiwa anak dan mengerti kemauan anak.
46
Dalam melakukan penyidikan anak pelaku tindak pidana, Penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran dari Pembimbing Kemasyarakatan, dan apabila
perlu juga dapat meminta pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan, ahli kesehatan jiwa, ahli agama, atau petugas kemasyarakatan lainnya Pasal 42 ayat
[2] Undang-Undang No.3 Tahun 1997. Laporan penelitian kemasyarakatan, dipergunakan oleh Penyidik Anak sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan
tindakan penyidikan, mengingat bahwa anak pelaku tindak pidana perlu mendapat perlakuan sebaik mungkin dan penelitian terhadap anak dilakukan secara seksama
oleh peneliti kemasyarakatan Bapas, agar penyidikan dapat berjalan dengan lancar. Sebelum anak pelaku tindak pidana dihadapkan ke persidangan, harus
melalui beberapa proses pemeriksaan dari instansi yang terkait dalam proses tata peradilan, dengan harapan untuk memperoleh hasil yang baik. Penelitian
kemasyarakatan terhadap anak perlu dilakukan , sehingga keputusan yang dihasilkan mempunyai dampak yang positif, baik bagi anak nakal maupun
terhadap pihak yang dirugikan, serta untuk menegakkan hukum dan keadilan. Penelitian kemasyarakatan terhadap anak pelaku tindak pidana, bertujuan agar
hasil pemeriksaan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Berdasarkan laporan Akan tetapi dalam hal-hal tertentu, karena penyidik anak belum ada, maka
tugas penyidikan dapat dilakukan oleh penyidik biasa bagi tindak pidana yang dilakukan orang dewasa, atau penyidik lain yang ditetapkan berdasarkan Undang-
Undang yang berlaku.
46
Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Bandung, Refika Aditama, 2008, hlm.101
Universitas Sumatera Utara
penelitian kemasyarakatan, Penyidik anak dapat mempertimbangkan berkas perkaraBerita Acara Pemeriksaan BAP diteruskan kepada pihak kejaksaan atau
tidak. Dalam penelitian kemasyarakatan, dilakukan penelitian tentang latar belakang kehidupan dan lingkungan sosial, ekonomi serta hal-hal lain yang ada
kaitannya dengan tersangka. Penelitian ini paling tidak harus dapat mengungkapkan seseorang melakukan perbuatan itu karena terpaksa atau akibat
dipaksa orang lain, atau situasikondisi lingkungan yang memungkinkan dilakukan kejahatan, dan faktor victim korban juga dapat mendorong orang melakukan
pelanggaran hukum, dan faktor lain yang dapat dijadikan pertimbangan bagi proses perkaranya.
47
Pasal 42 ayat 2 Undang-Undang No.3 Tahun 1997, menentukan bahwa dalam melakukan penyidikan anak nakal, Penyidik dibantu Pembimbing
kemasyarakatan. Pasal 34 ayat 1 huruf a Undang-Undang No.3 Tahun 1997, menentukan bahwa pembimbing kemasyarakatan bertugas membantu
memperlancar penyidikan dengan membuat laporan penelitian kemasyarakatan. Pembimbing Kemasyarakatan harus siap memberikan pertimbangan atau saran
yang diperlukan oleh Penyidik. Hal ini mencerminkan perlindungan hukum terhadap anak. Bila penyidikan dilakukan tanpa melibatkan Pembimbing
Kemasyarakatan, penyidikan batal demi hukum.
48
Proses penyidikan anak nakal, wajib dirahasiakan Pasal 42 ayat [3] Undang-Undang No.3 Tahun 1997. Tindakan Penyidik berupa penangkapan,
penahanan, dan tindakan lain yang dilakukan secara rahasia. Undang-Undang No.3 Tahun 1997 tidak memberikan sanksi yang tegas terhadap Penyidik, apabila
47
Ibid, hlm.102
48
Ibid
Universitas Sumatera Utara
kewajiban ini dilanggar, dan tidak mengatur akibat hukum terhadap hasil penyidikan. Hal ini memengaruhi kualitas kerja pihak Penyidik dan sangat
berpengaruh terhadap perlindungan anak. Anak dapat menjadi korban ketidaktegasan Undang-Undang No.3 Tahun 1997. hal ini dapat menimbulkan
kerugian fisik, mental, sosial anak, karena dapat mengahambat perkembangan fisik, mental dan sosial anak dalam pergaulan hidupnya. Pelanggaran kerahasiaan
proses penyidikan anak nakal, tidak dapat digugat melalui sidang pra-peradilan, karena pelanggaran tersebut bukan tergolong alasan untuk diajukan pra-peradilan.
Dalam menanggulangi pelanggaran tersebut, ketika perkara anak diperiksa di persidangan, terdakwa atau penasihat hukum dapat menyampaikan keberatan
Pasal 156 ayat [1] KUHAP terhadap surat dakwaan. Alasan keberatan adalah, bahwa surat dakwaan tidak memiliki landasan hukum yang benar, karena dibuat
berdasarkan hasil penyidikan yang tidak sah, yang pada waktu proses penyidikan tidak dirahasiakan oleh Penyidik. Keberatan tersebut didukung oleh bukti-bukti
yang dapat meyakinkan Hakim dalam mengambil keputusan selanya, apabila Hakim sependapat dengan terdakwapenasihat hukumnya.
49
Perkara anak nakal dapat diajukan ke sidang pengadilan, adalah perkara anak nakal yang berumur minimal 8 delapan tahun dan maksimum belum genap
berumur 18 delapan belas tahun dan yang belum pernah kawin. Namun Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang No.3 Tahun 1997, masih memungkinkan dilakukan
penyidikan anak yang berumur di bawah 8 delapan tahun, padahal berkas perkaranya tidak akan dilimpahkan ke Kejaksaan, untuk dilakukan penuntutan di
persidangan. Tujuan dilakukan penyidikan terhadap anak yang belum berumur 8
49
Ibid, hlm.103
Universitas Sumatera Utara
tahun yang diduga melakukan kenakalan, adalah untuk mengetahui bahwa anak yang bersangkutan melakukan tindak pidana seorang diri, atau ada orang lain yang
terlibat atau anak yang bersangkutan melakukan tindak pidana bersama-sama dengan orang lain, yang dalam hal ini yang berumur 8 tahun keatas dan atau orang
dewasa. Apabila anak yang berumur 8 tahun melakukan tindak pidana dengan yang belum berumur 8 tahun, maka penyidikannya dilakukan lebih lanjut. Apabila
anak yang bersangkutan melakukan tindak pidana dengan orang dewasa, maka penyidikannya terpisah dengan anak, dan berkasnya pun dipisah. Demikian juga
penuntutan dan persidangannya dengan anak nakal dipisahkan. Penyidikan anak yang belum berumur 8 delapan tahun, tetap menjunjung tinggu asas praduga tak
bersalah. Menjadi masalah apabila hal ini dikaitkan dengan tindakan penahanan. Undang-Undang No.3 Tahun 1997 tidak mengatur dengan tegas, anak yang belum
berumur 8 delapan tahun yang diduga melakukan tindak pidana dapat ditahan atau tidak. Dalam kedudukannya sebagai tersangka, bila merujuk pada Pasal 44
ayat 1 Undang-Undang No.3 Tahun 1997, Penyidik berwenang melakukan penahanan anak yang diduga keras melakukan kenakalan berdasarkan bukti
permulaan yang cukup. Syarat penahanannya sama dengan anak nakal yang berumur 8 delapan tahun atau lebih, yaitu sungguh-sungguh mempertimbangkan
kepentingan anak dan atau kepentingan masyarakat Pasal 45 ayat [1] Undang- Undang No.3 Tahun 1997. Jadi secara yuridis, anak yang belum berumur 8 tahun
dapat dilakukan penahanan.
50
Bila ditinjau dari aspek perlindungan anak, ketentuan Undang-Undang No.3 Tahun 1997 yang berkaitan dengan kemungkinan penahanan anak yang belum
50
Ibid, hlm.104
Universitas Sumatera Utara
berumur 8 delapan tahun, yang diduga keras melakukan tindak pidana, tidak mencerminkanmemberikan perlindungan hukum terhadap anak. Terhadap anak
yang bersangkutan dapat dilakukan penyidikan, namun seharusnya tidak dilakukan penahanan. Mengingat anak masih kecil dan perkaranya tidak dilanjutkan ke
persidanganpengadilan serta mengingat tujuan penyidikannya untuk mengetahui keterlibatan pihak lain anak nakal atau orang dewasa, demi kepentingan
anakperlindungan anak, sebaiknya anak yang berumur dibawah 8 delapan tahun yang diduga keras melakukan tindak pidana, tidak ditahan.
51
Pasal 5 ayat 2 Undang-Undang No.3 Tahun 1997 menetukan bahwa bila menurut hasil pemeriksaan, Penyidik berpendapat bahwa anak tersebut masih
dapat dibina oleh orangtuawaliorangtua asuhnya, maka Penyidik mengembalikan anak tersebut kepada orangtuawaliorangtua asuhnya untuk dibina. Hal ini wajar
dan logis sebab anak yang belum berumur 8 delapan tahun, bahkan anak yang umurnya 8 delapan tahun atau lebih, lebih baik dibina kembali oleh
orangtuawaliorangtua asuhnya, sebab merekalah yang mengetahui karakter anak tersebut. Keputusan pengembalian anak kepada orangtuawaliorangtua asuhnya,
dilakukan oleh Penyidik dengan terlebih dahulu mendengar pertimbangan- pertimbangan yang diberikan oleh pembimbing kemasyarakatan, yang telah
melakukan penelitian kemasyarakatan terhadap anak tersebut, dan pertimbangan- pertimbangan ahli-ahli lainnya.
52
Pasal 5 ayat 3 Undang-Undang tahun 1997 menentukan bahwa apabila menurut Penyidik, yang bersangkutan tidak dapat dibina kembali oleh
orangtuawaliorangtua asuhnya, maka Penyidik menyerahkannya kepada
51
Ibid
52
Ibid, hlm. 105
Universitas Sumatera Utara
Departemen Sosial, setelah mendengar pertimbangan dari pembimbing kemasyarakatan dan atau pertimbangan ahli-ahli lainnya, seperti pertimbangan-
pertimbangan kriminolog, psikolog.
c. Penghentian Penyidikan
Penyidikan merupakan kompetensi Penyidik, termasuk menghentikannya Pasal 109 ayat [2] KUHAP. Alasan pemberian wewenang penghentian
penyidikan ada 2 dua, yaitu :
53
a. Untuk menegakkan prinsip penegakan hukum yang cepat, tepat, dan biaya
ringan, sekaligus untuk tegaknya kepastian hukum dalam kehidupan masyarakat. Jika Penyidik berkesimpulan bahwa hasil penyelidikan dan
penyidikan tidak cukup bukti atau alasan untuk menuntut tersangka ke persidangan, Penyidik secara resmi menyatakan penghentian pemeriksaan
penyidikan, agar dengan demikian segera tercipta kepastian hukum. b.
Supaya penyidikan terhindar dari kemungkinan tuntutan ganti kerugian, jika perkaranya diteruskan ternyata tidak cukup bukti atau alasan untuk menuntut
ataupun menghukum, dengan sendirinya memberi hak kepada tersangkaterdakwa untuk menuntut ganti kerugian berdasarkan Pasal 95
KUHAP. Dalam menghentikan penyidikan, ada beberapa alasan sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 109 ayat 2 KUHAP, yaitu:
54
53
Ibid, hlm.107
54
Ibid
Universitas Sumatera Utara
a. Tidak diperoleh bukti yang cukup; Penyidik sering tidak mengabaikan
kekuatan bukti-bukti perkara yang diajukan ke Penuntut Umum. Hal ini menyulitkan penegakan keadilan.
b. Peristiwa yang disangkakan bukan merupakan tindak pidana; jika kasus
hukum yang disangkakan bukan termasuk perkara pidana, melainkan perkara perdata, maka pemeriksaan perkara itu dihentikan.
c. Penghentian penyidikan demi hukum; pada pokoknya sesuai dengan alasan-
alasan hapusnya hak menuntut dan hilangnya hak menjalankan pidana. Menegakkan asas nebis in idem seseorang tidak boleh dituntut untuk kedua
kalinya terhadap suatu perkara yang sudah pernah diadili dan telah diputus perkaranya oleh Hakim atau pengadilan yang berwenang, dan putusan itu
telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Apabila tersangka meninggal dunia, maka perkaranya harus dihentikan dan lain-lain alasan penghentian
penyidikan. d.
Delik yang terjadi merupakan delik aduan, yang dapat dilakukan pencabutannya
e. Penghentian penyidikan juga dilakukan apabila ada perdamaian antara pihak
anak pelaku tindak pidana dengan korban.
d. Hak-hak Tersangka
Hak-hak tersangka meliputi:
55
a. Hak untuk mendapat surat perintah penahanan atau penahanan lanjutan
atau penetapan Hakim Pasal 21 ayat [2] KUHAP
55
Ibid, hlm.109
Universitas Sumatera Utara
b. Hak untuk menerima tembusan surat perintah penahanan atau penahanan
lanjutan atau penetapan Hakim Pasal 21 ayat [3] KUHAP c.
Hak untuk mengajukan keberatan terhadap perpanjangan penahanan Pasal 29 ayat [7] KUHAP
d. Hak untuk menerima ganti kerugian Pasal 30 KUHAP
e. Hak segera mendapatkan pemeriksaan Penyidik Pasal 50 ayat [1] jo
Pasal 122 KUHAP f.
Hak agar perkaranya segera dimajukan ke pengadilan dan diadili Pasal 50 ayat [2] dan ayat [3] KUHAP
g. Hak meminta penjelasan yang disangkakan Pasal 51 huruf a KUHAP
h. Hak untuk memberikan keterangan secara bebas Pasal 52 dan Pasal 117
KUHAP i.
Hak untuk mendapatkan bantuan hukum Pasal 54 KUHAP j.
Hak untuk menghubungi dan meminta kunjungan dokter pribadi Pasal 58 KUHAP
k. Hak untuk diberitahukan tentang penahanan terhadap dirinya Pasal 59
KUHAP l.
Hak untuk menghubungi atau menerima kunjungan sanak keluargayang mempunyai hubungan kekeluargaan Pasal 60 KUHAP
m. Hak untuk menerima atau mengirim surat kepada penasihat hukum atau
sanak keluarganya Pasal 62 ayat [1] KUHAP n.
Hak untuk menghubungi dan menerima kunjungan rohaniawan Pasal 63 KUHAP
Universitas Sumatera Utara
o. Hak untuk meminta turunan Berita Acara Pemeriksaan Pasal 72
KUHAP p.
Hak untuk meminta pemeriksaan tentang sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan Pasal 79 dan Pasal 124 KUHAP
q. Hak untuk mengajukan keberatan atas penahanan dan jenis penahanan
Pasal 123 ayat [1] KUHAP
Hak-hak anak yang menjadi sorotan utama dalam proses ini, sebagai berikut:
Sebagai tersangka : a.
Hak-hak yang diperoleh sebagai tindakan perlindungan terhadap tindakan yang merugikan fisik, psikologis, dan kekerasan
b. Hak untuk didampingi pengacara
c. Hak untuk mendapatkan fasilitas
Sebagai saksi korban victim: a.
Hak untuk dilayani karena penderitaan fisik, mental dan sosial atau penyimpangan perilaku sosial
b. Hak didahulukan dalam proses pemeriksaan, penerimaan laporan,
pengaduan, dan tindakan lanjutan dari proses pemeriksaan c.
Hak untuk dilindungi dari bentuk-bentuk ancaman kekerasan dari akibat laporan dan pengaduan yang diberikan.
Universitas Sumatera Utara
d. Penahanan
Penahanan ialah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh Penyidik, atau Penuntut Umum atau Hakim dengan penetapannya, dalam hal serta
menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang.
56
Pasal 44 ayat 1 Undang-Undang No.3 Tahun 1997 menentukan bahwa untuk kepentingan penyidikan, Penyidik berwenang melakukan penahanan anak
yang diduga keras melakukan tindak pidana kenakalan berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Jangka waktu penahanan untuk kepentingan penyidikan,
paling lama adalah 20 dua puluh hari, untuk kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang paling lama 10 sepuluh hari. Dalam jangka
waktu 30 tiga puluh hari tersebut, Penyidik harus sudah menyerahkan berkas perkara kepada Penuntut Umum. Jangka waktu penahanan anak pelaku tindak
pidana lebih singkat daripada penahanan orang dewasa. Hal ini positif dari segi Undang-Undang No.3 Tahun 1997 dan KUHAP, menetukan bahwa
tersangka atau terdakwa dapat ditahan. Karena ada istilah “dapat” ditahan, berarti penahanan anak tidak selalu dilakukan, sehingga dalam hal ini Penyidik
diharapkan betul-betul mempertimbangkan apabila melakukan penahanan anak. Menurut Pasal 21 ayat 1 KUHAP, alasan penahanan adalah karena ada
kekhawatiran melarikan diri, agar tidak merusak atau menghilangkan barang bukti, agar tidak mengulangi tindak pidana. Menurut hukum acara pidana,
menghilangkan kemerdekaan seseorang tidak merupakan keharusan, tetapi untuk mencari kebenaran bahwa seseorang melanggar hukum, kemerdekaan seseorang
itu dibatasi dengan melakukan penangkapan dan penahanan.
56
Pasal 1 butir 21 KUHAP
Universitas Sumatera Utara
aspek perlindungan anak, sebab anak tidak perlu terlalu lama berada dalam tahanan, sehingga tidak mengganggu pertumbuhan anak baik secara fisik, mental
maupun sosial. Pasal 45 ayat 1 Undang-Undang No.3 Tahun 1997, menetukan bahwa
penahanan dilakukan setelah dengan sungguh-sungguh mempertimbangkan kepentingan anak dan atau kepentingan masyarakat.
Pasal 45 ayat 2 Undang-Undang No.3 Tahun 1997, menentukan bahwa alasan penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 harus dinyatakan secara
tegas dalam surat perintah penahanan. Tempat penahanan anak, harus dipisahkan dari tempat penahanan orang
deawasa dan selama anak ditahan, kebutuhan jasmani, rohani dan sosial anak harus tetap terpenuhi Pasal 45 ayat [3] dan ayat [4] Undang-Undang No.3 Tahun
1997. Penahanan anak ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan anak, yang tempatnya terpisah dari narapidana anak. Hal ini dilatarbelakangi oleh
pertimbangan psikologis, untuk mengihindari akibat negatif sebab anak yang ditahan belum tentu terbukti melakukan kenakalan, bergaul dengan narapidana
anak, dikhawatirkan dapat menularkan pengalaman-pengalamannya kepada anak yang berstatus tahanan, dan mempengaruhi perkembangan mentalnya. Dalam
praktik, diketahui bahwa tahanan anak digabung dengan orang dewasa. Hal ini sangat berbahaya dan tidak mencerminkan perlindungan anak. Narapidana anak
dan tahanan anak, terpengaruh dengan sikap dan tindakan tahanan dewasa. Anak bisa saja mengetahui pengalaman-pengalaman melakukan kejahatan yang belum
Universitas Sumatera Utara
pernah didengar dan dilakukannya, atau bahkan anak dapat menjadi korban pelecehan seksual selama berada dalam tahanan tersebut.
57
2. Tahap Penuntutan a. Penuntut Umum Anak
Menurut proses peradilan pidana, tahapan setelah penyidikan yaitu tahapan penuntutan.
Penuntutan adalah tindakan Penuntut Umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang
diatur dalam Undang-Undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh Hakim di sidang pengadilan.
58
Yang dimaksud dengan jaksa yang lebih populer dengan sebutan Penuntut Umum adalah :
59
a. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh Undang-Undang ini
untuk bertindak sebagai Penuntut Umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
b. Penuntut Umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh Undang-
Undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan Hakim.
Kedudukan jaksa dalam menjalankan tugas dalam penuntutan anak, diartikan oleh Undang-Undang No.3 Tahun 1997 dengan mengelompokkan secara
umum, bahwa penuntutan yang dilakukan jaksa hanya dilakukan kepada anak
57
Op.cit, hlm.100
58
Pasal 1 butir 7 KUHAP
59
Pasal 1 butir 6 KUHAP
Universitas Sumatera Utara
pelaku tindak pidana pengelompokan anak yang melakukan tindak pidana kejahatan dan pelanggaran. Ketentuan Pasal 53 Undang-Undang No.3 Tahun
1997 menyebutkan ketentuan syarat-syarat seorang jaksa yang layak dan dapat ditugaskan untuk menangani anak yang melakukan tindak pidana. Jaksa yang
dimaksud sebagai berikut :
60
1. Penuntut Umum yang ditetapkan berdasarkan SK Jaksa Agung atau pejabat
lain yang ditunjuk oleh Jaksa Agung; 2.
Penuntut Umum yang telah berpengalaman dalam menangani masalah penuntutan tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa;
3. Penuntut Umum yang mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami
masalah anak; 4.
dalam hal tertentu dapat ditugaskan kepada Penuntut Umum yang telah melakukan tugas penuntutan bagi tindak pidana yang dilakukan oleh orang
dewasa. Kedudukan jaksa sebagai Penuntut Umum menjalankan tugasnya dalam
perkara anak wajib dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan dan melakukan penahanan terhadap anak sebagai penahanan lanjutan selama 10 hari
dan dapat diperpanjang menjadi 15 hari. Dalam jangka waktu 25 hari dakwaan Penuntut Umum terhadap anak yang melakukan tindak pidana kejahatan dan atau
pelanggaran sudah dilimpahkan kepada Pengadilan Anak.
61
Penuntutan dikaitkan dengan prapenuntutan terlihat adanya hubungan yang erat antara jaksa Penuntut Umum dengan pihak penyidik dalam penanganan kasus
pidana. Jaksa Penuntut Umum berwenang mengembalikan berkas perkara kepada
60
M. Hassan Wadong, Op.cit, hlm.70.
61
Ibid
Universitas Sumatera Utara
penyidik dengan tujuan penyempurnaan penyidikan yang disebut dengan prapenuntutan. Tugas penyidik selesai apabila berkas perkara dinyatakan sudah
lengkap telah diterbitkan P-21, berakhirlah masa prapenuntutan beralih menjadi penuntutan. Hubungan jaksa Penuntut Umum sejak penuntutan adalah dengan
Hakim dalam penyidangan perkara. Setelah Penuntut Umum menerima atau menerima kembali hasil penyidikan yang lengkap dari penyidik, Penuntut Umum
segera menentukan apakah berkas perkara sudah memenuhi persyaratan untuk dapat atau tidak dilimpahkan ke pengadilan Pasal 139 KUHAP.
62
Apabila Penuntut Umum anak berpendapat, bahwa dari hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan Pasal 54 Undang-Undang No.3 Tahun 1997 maka ia
wajib dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan sesuai KUHAP. Waktu secepatnya dimaksud, adalah berkaitan dengan masa penahanan atas diri
tersangkaterdakwa, sebagaimana diatur dalam Pasal-Pasal 44 sampai dengan 50 Undang-Undang No.3 Tahun 1997. Pasal 143 KUHAP menentukan, bahwa Surat
Dakwaan harus memenuhi syarat formal dan syarat material.
63
a. diberi tanggal
Syarat formal dari suatu surat dakwaan meliputi :
b. memuat identitas terdakwa secara lengkap, seperti :
1 nama atau alias;
2 umurtempat tanggal lahir;
3 jenis kelamin
4 agama;
5 kebangsaan.
62
Marlina II, Op.cit, hlm.104
63
Darwan Prinst, S.H., Op.cit, hlm.50
Universitas Sumatera Utara
c. Diberi tanggal dan tempat pembuatan surat dakwaan
d. Ditandatangani dan cap jabatan Penuntut Umum
Syarat material dari suatu Surat Dakwaan sesuai Pasal 143 ayat 2 KUHAP harus memuat uraian secara:
a. Cermat
Cermat berarti, bahwa surat dakwaan itu dipersiapkan sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku bagi terdakwa, tidak terdapat kekurangan
atau kekeliruan, misalnya: 1
Apakah ada pengaduan dalam hal delik aduan? 2
Apakah penerapan hukumketentuan pidananya sudah tepat; 3
Apakah terdakwa dapat dipertanggungjawabkan? Perhatikan ketentuan Pasal 44, 48, 49, 50 dan 51 KUHAP.
4 Apakah belum daluwarsa?
5 Apakah tidak nebis in idem?
Dalam hal ini juga perlu diperhatikan, apakah terjadi pelanggaran Hukum Acara Pidana KUHAP ketika
memproses pembuatan Berita Acara Pemeriksaan atau tidak? Apakah tersangkaterdakwa ketika disidik didampingi oleh
penasihat hukum atau tidak? Ini terutama sekali dalam hal-hal yang diwajibkan oleh Pasal 56 KUHAP.
b. Jelas
Jelas berarti, bahwa surat dakwaan harus mampu merumuskan semua unsur-unsur delik yang didakwakan dan uraian perbuatan material yang
dilakukan oleh terdakwa.
Universitas Sumatera Utara
c. Lengkap
Lengkap berarti, bahwa surat dakwaan harus mencakup semua unsur- unsur yang ditentukan KUHAP, seperti:
1 Locus delicti tempat kejadian tindak pidana, dan
2 Tempus delicti waktu terjadinya tindak pidana.
Setelah surat dakwaan diselesaikan dengan sempurna seterusnya dilakukan pelimpahan berkas perkara ke pengadilan. Sebagai tindak lanjut pelimpahan
berkas perkara ke pengadilan, penuntut berkewajiban menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu perkara
disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada siding yang telah ditentukan.
Tindakan untuk memberikan perlindungan terhadap anak sebagai terdakwa, dilakukan oleh jaksa berdasarkan pertimbangan yang ditetapkan oleh hukum,
yaitu Surat Edaran Mahkamah Agung No.3 Tahun 1959 tentang bagaimana memperlakukan sistem peradilan pidana anak yang sebenarnya. Dalam hal jaksa
melakukan tugas penuntutan yang sesuai dengan ketentuan Pasal 1 ayat 7, Pasal 14, Pasal 110 ayat 3, Pasal 138 KUHAP sebagai pedoman pelaksanaan
penuntutan dan prapenuntutan; juga harus memperhatikan ketentuan-ketentuan penuntutan yang diatur dalam surat edaran Mahkamah Agung, No.3 Tahun 1959;
khususnya yang mengatur tentang sikap jaksa dan cara jaksa dalam melakukan tugas penuntutan terhadap seorang anak yang menjadi terdakwa. Dalam tugas-
tugas, Penuntut Umum diwajibkan untuk mengikuti anjuran yang ditentukan sebagai berikut:
64
64
M.Hassan Wadong, Op.cit, hlm.72
Universitas Sumatera Utara
1. Jaksa dalam melaksanakan tugas pemeriksaan, pembacaan dakwaan dalam
persidangan tidak diperbolehkan menggunakan toga atau pakaian-pakaian dinas masing-masing.
2. Kejaksaan harus menunjuk seorang jaksa khusus sebagai Penuntut Umum
untuk perkara anak. 3.
Surat dakwaan harus dibuat sesederhana mungkin, agar tidak menyulitkan anak untuk memahami dan mengikuti tujuan persidangan.
b. Penghentian Penuntutan
Dalam sidang anak, ada kemungkinan penyampingan perkara. Terdapat dua alasan penyampingan perkara, yaitu: penyampingan perkara berdasarkan asas
oportunitas karena alasan demi kepentingan umum; dan penyampingan perkara karena alasan demi kepentingan hukum. Terhadap proses penyampingan perkara
yang ditutup demi hukum, tidak sama dengan perkara yang ditutup demi kepentingan umum, karena :
a. “demi hukum” tidak sama pengertiannya dengan “demi kepentingan
umum” sebab hukum juga mengatur kepentingan individual selain kepentingan umum;
b. Perkara yang ditutup “demi hukum” tidak dideponir secara defenitif,
tetapi masih dapat dituntut bilamana ada alasan baru, sedangkan perkara yang ditutup definitive demi kepentingan umum, tidak boleh
dituntut kembali walaupun cukup alat buktinya.
65
Terdapat tiga alasan tidak melakukan penuntutan, yaitu :
65
Maidin Gultom, Op.cit, hlm.112
Universitas Sumatera Utara
1. Demi kepentingan Negara
Kategori kepentingan Negara,dapat terjadi apabila dari suatu perkara akan memperoleh tekanan yang tidak seimbang, sehingga kecurigaan
masyarakat dalam keadaan tersebut menyebabkan kerugian besar Negara, maka terhadap perkara tersebuttidak dilakukan penuntutan.
2. Demi kepentingan masyarakat
Kategori-kategori kepentingan masyarakat, dilakukan atas pemikiran-pemikiran yang telah atau sedang berubah dalam
masyarakat, umpamanya pendapat-pendapat yang dapat berubah atau sedang berubah tentang pantas atau tidaknya dihukum beberapa
perbuatan delik susila. Seperti diketahui bahwa landasan berlakunya hukum, adalah kenyataan-kenyataan yang hidup dalam masyarakat.
Hukum yang berlaku itu berorientasi pada kenyataan-kenyataan sehari-hari masyarakat,semua kaidah hukum bersenyawa dengan
peristiwa hukum dan selalu menyelaraskan tatanan hidup dengan lingkungan sekitarnya.
3. Demi kepentingan pelakutersangka
Kategori kepentingan tersangkapelaku tidak menghendaki penuntutan karena menyangkut persoalan-persoalan yang merupakan
perkara kecil, atau jika melakukan tindak pidana telah membayar kerugian, dan dalam keadaan ini masyarakat tidak mempunyai cukup
kepentingan dengan penuntutan atau penghukuman. Bagi pelaku sendiri, kepentingan-kepentingan pribadinya lebih diutamakan
dibandingkan dengan kemungkinan hasil proses pidana demi
Universitas Sumatera Utara
kepentingan umum tidak akan bermanfaat. Keuntungan yang diperoleh dari penuntutan adalah tidak seimbang dengan kerugian-
kerugian yang timbul terhadap terdakwa dan masyarakat.
c. Hak-hak Anak Dalam Proses Penuntutan
Hak-hak anak dalam proses penuntutan, meliputi sebagai berikut: 1.
Menetapkan masa tahanan terhadap anak, Cuma pada sudut urgensi pemeriksaan;
2. Membuat dakwaan yang dimengerti anak;
3. Secepatnya melimpahkan perkara ke pengadilan negeri;
4. Melaksanakan penetapan Hakim dengan jiwa dan semangat pembinaan
atau mengadakan rehabilitasi. Hak-hak anak pada saat pemeriksaan di kejaksaan sebagai berikut:
1. Hak untuk mendapat keringanan dari masawaktu penahanan kejaksaan;
2. Hak untuk mengganti status penahanan dari penahanan RUTAN Rumah
Tahanan Negara menjadi berada dalam tahanan rumah, atau tahanan kota;
3. Hak untuk mendapat perlindungan dari ancaman, penganiayaan,
pemerasan dari pihak yang beracara; 4.
Hak untuk mendapat fasilitas dalam rangka waktu pemeriksaan dan penuntutan;
5. Hak untuk didampingi oleh penasihat hukum.
Universitas Sumatera Utara
d. Pelimpahan Perkara ke Pengadilan
Apabila Penuntut Umum sudah selesai mempelajari berkas perkara hasil penyidikan, dan Penuntut Umum berpendapat bahwa tindak pidana yang
disangkakan dapat dituntut, maka Penuntut Umum dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan, yang merupakan dasar adanya suatu perkara pidana
dan dasar Hakim melakukan pemeriksaan. Setelah surat dakwaan dibuat, berkas perkara dilimpahkan ke Pengadilan dengan membuat surat pelimpahan
perkara. Dalam surat pelimpahan perkara, dilampirkan surat dakwaan, berkas perkara dan surat permintaan agar Pengadilan Negeri yang bersangkutan
segera mengadilinya. Fotokopi surat pelimpahan perkara tersebut, disampaikan kepada tersangka atau kuasanya dan kepada Penyidik.
3. Tahap Persidangan a. Hakim Pengadilan Anak
Pada dasarnya, Hakim yang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara anak nakal diperadilan tingkat pertamapengadilan negeri disebut Hakim
Anak.
66
Hakim Anak ini ditetapkan dengan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung atas usul Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan melalui Ketua
Pengadilan Tinggi.
67
Hakim memeriksa dan memutus perkara anak dalam tingkat pertama sebagai hakim tunggal. Adapun syarat-syarat untuk dapat diangkat
sebagai Hakim Anak adalah :
68
a. Telah berpengalaman sebagai Hakim di pengadilan dalam lingkup
Peradilan Umum; dan
66
Pasal 1 butir 7 Undang-Undang No.3 Tahun 1997
67
Pasal 9 Undang-Undang No.3 Tahun 1997
68
Pasal 10 Undang-Undang No.3 Tahun 1997
Universitas Sumatera Utara
b. Mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah anak.
b. Penyidangan Perkara Pidana Anak
Tujuan penanganan perkara pidana pada umumnya adalah mencari, mendapatkan kebenaran material guna mempertahankan kepentingan umum maka
prinsip pemeriksaan perkara pidana dalam persidangan sangat penting eksistensinya oleh karena merupakan salah satu elemen agar persidangan
dinyatakan sah dan tidak diancam adanya pembatalan. Dengan demikian dapat disebutkan bahwa prinsip pemeriksaan tunduk kepada penerapan hukum acara
oleh HakimMajelis Hakim yang menyidangkan perkara pidana tersebut.
69
Pada hakekatnya terhadap prinsip dasar dan tata cara persidangan perkara anak dalam praktik di Pengadilan Negeri mengacu kepada ketentuan Pasal 55-
Pasal 59 Undang-Undang No.3 Tahun 1997, ketentuan-ketentuan KUHAP, pedoman pelaksanaan KUHAP, dan peraturan-peraturan lainnya maka pada
asasnya prinsip-prinsip dasar dan tata cara persidangan perkara anak dalam praktik di Pengadilan Negeri adalah sebagai berikut
70
a. Penuntut Umum, Penasihat Hukum, Pembimbing Kemasyarakatan, Orangtua,
WaliOrangtua Asuh dan Saksi wajib hadir dalam sidang anak Pasal 55 Undang-Undang No.3 Tahun 1997
:
b. Pembimbing kemasyarakatan menyampaikan laporan hasil penelitian
kemasyarakatan Pasal 56 ayat [1] Undang-Undang No.3 Tahun 1997. Sebelum sidang dibuka, hakim memerintahkan agar pembimbing
kemasyarakatan menyampaikan laporan hasil penelitian kemasyarakatan
69
Lilik Mulyadi,S.H., M.H., Pengadilan Anak di Indonesia Teori, Praktik dan Permasalahannya, Bandung, Penerbit Mandar Maju, 2005, hlm.76
70
Ibid, hlm.77
Universitas Sumatera Utara
mengenai anak yang bersangkutan. Ini artinya pembimbing kemasyarakatan menyampaikan laporan itu secara tertulis. Dan kelak bila diperlukan
pembimbing kemasyarakatan dapat memberikan kesaksian di depan Pengadilan Anak. Maksud diberikannya laporan sebelum sidang dibuka,
adalah agar cukup waktu bagi hakim untuk mempelajari laporan hasil penelitian kemasyarakatan itu. Oleh karena itu laporan tidak diberikan pada
saat sidang berlangsung, melainkan beberapa saat sebelumnya. Hakim wajib meminta penjelasan dari pembimbing kemasyarakatan atas hal-
hal tertentu yang berhubungan dengan perkara anak untuk mendapatkan data yang lebih lengkap. Penjelasan ini diberikan di muka sidang pengadilan anak.
Laporan kemasyarakatan berisi: 1
Data individu anak, keluarga, pendidikan, dan kehidupan sosial anak; dan 2
Kesimpulan atau pendapat dari pembimbing kemasyarakatan tentang anak. c.
Pembukaan sidang anak Selanjutnya hakim membuka sidang dan menyatakan sidang tertutup untuk
umum
71
, kemudian terdakwa dipanggil masuk ke ruangan sidang bersama orangtua, wali, orangtua asuh, penasihat hukum, dan pembimbing
kemasyarakatan
72
71
Pasal 8 Undang-Undang No.3 Tahun 1997
72
Pasal 57 ayat 1 Undang-Undang No.3 Tahun 1997
. Menurut kebiasaan hakim lalu memeriksa identitas terdakwa, dan setelah itu hakim mempersilahkan jaksa penuntut umum
membacakan surat dakwaannya. Sesudahnya kalau ada kepada terdakwa atau penasihat hukumnya diberi kesempatan mengajukan tangkisan atau eksepsi
atas dakwaan jaksa penuntut umum.
Universitas Sumatera Utara
d. Pemeriksaan anak dengan hakim tunggal Pasal 11 Undang-Undang No.3
Tahun 1997 Pemeriksaan anak di tingkat pertama dengan hakim tunggal, dan dalam hal
tertentu di pandang perlu yaitu apabila ancaman pidana atas tindak pidana yang dilakukan anak yang bersangkutan lebih dari 5 lima tahun dan sulit
pembuktiannya maka Ketua Pengadilan Negeri dapat menetapkan pemeriksaan perkara anak dilakukan dengan hakim majelis
73
e. Pemeriksaan perkara harus dengan kehadiran terdakwa anak
. Dengan “hakim tunggal” diharapkan baik langsung ataupun tak langsung dapat lebih
mempercepat proses penanganan perkara sehingga peradilan dapat dilaksanakan secara sederhana, cepat dan biaya ringan.
f. Pemeriksaan dilakukan terlebih dahulu untuk mendengarkan keterangan saksi
Sesuai dengan Pasal 58 Undang-Undang No.3 Tahun 1997 pada waktu pemeriksaan saksi, hakim dapat memerintahkan agar terdakwa anak dibawa ke
luar sidang. Sementara orangtua, wali, orangtua asuh, penasihat hukum dan pembimbing kemasyarakatan tetap hadir di ruang sidang. Maksud dari
tindakan ini, adalah agar terdakwa anak tidak terpengaruh kejiwaannya apabila mendengar keterangan saksi yang mungkin sifatnya memberatkan.
Selesai pemeriksaan saksi-saksi menurut kebiasaan dalam KUHAP acara dilanjutkan dengan mendengar keterangan terdakwa anak itu sendiri.
g. Hakim, Penuntut Umum, Penyidik dan Penasihat Hukum serta petugas lainnya
tidak memakai toga atau pakaian dinas
73
Pasal 11 ayat 2 Undang-Undang No.3 Tahun 1997
Universitas Sumatera Utara
Prinsip dasar ini ditegaskan dalam ketentuan Pasal 6 Undang-Undang No.3 Tahun 1997. Adapun maksud mereka tidak memakai toga atau pakaian dinas
adalah untuk menghilangkan rasa takut pada diri anak tersebut sehingga dapat memberikan keterangan dengan jelas dan tidak berbelit-belit, dan agar tercipta
suasana kekeluargaan pada sidang anak sehingga pendekatan pada waktu memeriksa terdakwa anak dapat dilakukan secara efektif, afektif, dan
simpatik. Pada hakekatnya apabila dijabarkan mereka yang tidak memakai toga atau pakaian dinasPDH berlaku bagi Hakim dan Penuntut Umum,
sedangkan bagi penyidik tidak memakai pakaian dinas dan bagi Penasihat Hukum tidak memakai toga.
h. Mengemukakan hal-hal yang bermanfaat bagi anak
Menurut ketentuan Pasal 59 ayat 1 Undang-Undang No.3 Tahun 1997, sebelum mengucapkan putusannya, hakim member kesempatan kepada
orangtua, wali, atau orangtua asuh untuk mengemukakan segala hal ihwal yang bermanfaat bagi anak, dengan alasan bahwa selama ini kurang
memperhatikan anaknya, sehingga melakukan kenakalan. Orangtuawaliorangtua asuh, memohon kepada hakim untuk tidak
menjatuhkan putusan pidana tetapi menyerahkan kepada mereka, dengan janji bahwa mereka akan lebih berupaya mendidik anaknya. Selesai acara ini jaksa
penuntut umum menyampaikan requisitoir tuntutan hukum atas diri terdakwa anak. Selanjutnya penasihat hukum terdakwa anak menyampaikan
pula pledoi pembelaan atas terdakwa anak tersebut.
Universitas Sumatera Utara
i. Putusan
Dalam mengambil keputusan, Hakim wajib mempertimbangkan Laporan Penelitian Kemasyarakatan
74
, dan putusan harus diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum
75
c. Dasar Pertimbangan Keputusan Hakim
. Putusan yang tidak diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum, adalah batal demi hukum. Namun dalam Undang-
Undang No.3 Tahun 1997 tidak menjelaskan alasan Laporan pembimbing Kemasyarakatan ini diwajibkan dipertimbangkan Hakim dalam mengambil
keputusannya. Hakim tidak terikat penuh pada laporan penelitian tersebut, hanya merupakan bahan pertimbangan bagi Hakim untuk mengetahui latar
belakang anak melakukan kenakalan. Hakim pengadilan dalam mengambil keputusan lebih terfokus pada hasil pemeriksaan di depan sidang pengadilan.
Hakim yang menangani perkara pidana anak sedapat mungkin mengambil tindakan yang tidak memisahkan anak dari orangtuanya, atas pertimbangan bahwa
rumah yang jelek lebih baik dari Lembaga Pemasyarakatan Anak yang baik a bad home is better than a good institutionprison. Hakim seyogianya benar-benar
teliti dan mengetahui segala latar belakang anak sebelum sidang dilakukan. Dalam mengambil putusan, hakim harus benar-benar memperhatikan kedewasaan
emosional, mental, dan intelektual anak. Dihindarkan putusan hakim yang mengakibatkan penderitaan batin seumur hidup atau dendam pada anak, atas
kesadaran bahwa putusan hakim bermotif perlindungan.
76
74
Pasal 59 ayat 2 Undang-Undang No.3 Tahun 1997
75
Pasal 59 ayat 3 Undang-Undang No.3 Tahun 1997
76
Maidin Gultom, Op.cit, hlm.120
Universitas Sumatera Utara
Bila tidak ada pilihan lain kecuali menjatuhkan pidana terhadap anak, patut diperhatikan pidana yang tepat. Untuk memperhatikan hal tersebut, patut
dikemukakan sifat kejahatan yang dilakukan; perkembangan jiwa anak; tempat menjalankan hukuman. Berdasarkan penelitian normatif, diketahui bahwa yang
menjadi dasar pertimbangan bagi Hakim dalam menjatuhkan putusan, antara lain : a.
Keadaan psikologis anak pada saat melakukan tindak pidana Hakim harus mengetahui latar belakang dan faktor-faktor penyebab anak
melakukan tindak pidana. Misalnya, anak melakukan tindak pidana tersebut karena ingin membela diri, anak dalam keadaan emosi, karena faktor
lingkungan atau pergaulan dan faktor-faktor yang demikian menjadi pertimbangan bagi hakim untuk menjatuhkan hukuman pada anak.
b. Keadaan psikologis anak setelah dipidana
Hakim harus memikirkan dampak atau akibat yang ditimbulkan terhadap anak setelah dipidana. Pemidanaan anak bukan hanya bertujuan untuk memidana,
melainkan untuk menyadarkan anak, agar tidak melakukan tindak pidana yang sama atau tindak pidana yang lainnya setelah menjalani pidana.
Perkembangan jiwa anak setelah menjalani pidana, menjadi perhatian Hakim dalam menjatuhkan pidana, bila tidak demikian halnya maka dikhawatirkan
perkembangan jiwa anak bukan menjadi semakin baik namun sebaliknya, anak akan menjadi lebih buruk.
c. Keadaan psikologis Hakim dalam menjatuhkan pidana
Hakim harus mempertimbangkan berat ringannya kenakalan yang dilakukan anak. Jika kenakalan dilakukan anak menurut pertimbangan Hakim sudah
keterlaluan atau dapat membahayakan masyarakat, maka hakim dapat
Universitas Sumatera Utara
menjatuhkan pidana. Atas pertimbangan kepentingan anak, hakim dapat memutuskan agar anak diserahkan ke Departemen Sosial atau Organisasi
Sosial Kemasyarakatan untuk dididik dan dilatih serta dibina. Apabila Hakim merasa perbuatan anak tidak terlalu berat atau tidak membahayakan, maka
Hakim dapat mengembalikannya kepada orangtua, wali atau orangtua asuhnya untuk lebih diperhatikan atau diawasai dan dibina kembali.
77
1 Perbuatan terlalu berlebihan dan bahkan menyamai kejahatan yang dilakukan
orang dewasa; Secara singkat dapat dikatakan bahwa dasar pertimbangan Hakim
menjatuhkan pidana terhadap anak, adalah latar belakang kehidupan anak yang meliputi keadaan anak baik fisik, psikis, sosial maupun ekonominya, keadaan
rumah tangga orangtua atau walinya, keterangan mengenai anak sekolah atau tidak, hubungan atau pergaulan anak dengan lingkungannya, yang dapat diperoleh
Hakim dari Petugas Pemasyarakatan. Pertimbangan dijatuhkannya pidana, adalah dengan harapan selama berada
di Lembaga Pemasyarakatan Anak, anak yang bersangkutan mendapat bimbingan dan pendidikan dari Pembimbing Kemasyarakatan.
Dalam menjatuhkan pidana terhadap anak nakal, Hakim memperhatikan hal-hal yang dapat memberatkan dan hal-hal yang dapat meringankan.
Hal-hal yang memberatkan seperti :
2 Anak pernah dihukum;
3 Usianya sudah mendekati dewasa;
77
Ibid
Universitas Sumatera Utara
4 Anak cukup berbahaya.
Hal-hal yang meringankan yaitu : 1
Si terdakwa mengakui terus terang perbuatannya; 2
Terdakwa menyesali perbuatannya; 3
Terdakwa belum pernah dihukum; 4
Terdakwa masih muda dan masih banyak baginya kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya;
5 Bila tindakannya dilatarbelakangi pengaruh yang kuat dari keadaan
lingkungannya, keluarga berantakan, anak ditelantarkan atau kurang dipehatikan orangtuanya.
78
a. Sanksi Terhadap Anak Nakal
Putusan hakim dalam sidang pengadilan anak dapat berupa menjatuhkan pidana atau tindakan kepada terdakwa anak nakal. Pidana itu dapat berupa Pasal
23 Undang-Undang No.3 Tahun 1997: 1
Pidana penjara; 2
Pidana kurungan; 3
Pidana denda; atau 4
Pidana pengawasan. Disamping pidana pokok, juga dapat dihukum dengan pidana tambahan berupa:
1 Perampasan barang-barang tertentu; danatau
2 Pembayaran ganti kerugian.
78
Ibid
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan tindakan yang dijatuhkan kepada anak nakal, dapat berupa Pasal 24 Undang-Undang No.3 Tahun 1997:
a. Mengembalikan anak kepada:
1 Orangtua;
2 Wali; atau
3 Orangtua asuh
b. Menyerahkan anak kepada Negara anak Negara untuk mengikuti
pendidikan, pembinaan dan latihan kerja; atau c.
Menyerahkan anak nakal kepada Departemen Sosial, atau organisasi sosial kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan,
pembinaan dan latihan kerja.
B. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pada Tahap Penyidikan, Penuntutan dan Persidangan di Kabanjahe
1. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pada Tahap Penyidikan di Polres Kabanjahe
Seorang yang melakukan perbuatan menyimpang dari peraturan dan tergolong sebagai tindak pidana misalnya memukul sampai luka, membawa
senjata api atau melakukan perbuatan tidak senonoh dapat menjadi perkara pidana yang penyelesaiannya melalui sidang pengadilan meskipun pelakunya adalah
seorang anak. Padahal seorang anak memiliki kekhususan dalam penangannannya. Dalam penanganan hukum terhadap anak, saat ini berpedoman
pada UU Nomor 3 tahun 1997 tentang peradilan anak.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Kanit PPA Polres Karo, Penanganan tindak pidana anak di Polres Karo yang dilakukan orang dewasa dan anak telah dibedakan. Hal ini diketahui
dengan dibentuknya unit khusus yaitu Unit Pelayanan Anak pada tahun 2009. Unit ini dibentuk pentingnya penanganan anak pelaku tindak pidana karena akan
berkaitan dengan masa depan anak itu sendiri dan semakin meningkatnya anak pelaku tindak pidana.
79
a. Peraturan Kapolri No. Pol : 10 tahun 2007 tanggal 6 Juli 2007 tentang
organisasi dan tata kerja unit pelayanan perempuan dan anak PPA di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia
Dasar pembentukan Unit Pelayanan Anak adalah :
b. Surat Kapolri No. Pol. B2070VIII2007 tanggal 22 Agustus 2007 perihal
pengawakan Unit Pelayanan Perempuan dan Anak. Selama kurun waktu 2006 hingga Mei 2011, terdapat 68 kasus anak
yang dinyatakan anak pelaku tindak pidana di Polres Kabanjahe. Setiap tahunnya terjadi peningkatan anak pelaku tindak pidana. Hal ini dapat dicermati
pada tabel dibawah ini :
Tabel 2 Data Tindak Pidana Anak
No Tahun
Kasus 1
2006 5
2 2007
7 3
2008 13
4 2009
13 5
2010 18
6 Mei-11
12 Sumber : Polres Karo 2011
79
Hasil wawancara 6 Juni 2011
Universitas Sumatera Utara
Peningkatan anak pelaku tindak pidana setiap tahunnya ini menunjukkan begitu rentannya anak pada usia transisi dari remaja- pemuda melakukan
pelanggaran pidana yang membuat mereka terpaksa harus berhadapan dengan proses peradilan pidana.
Penyidikan merupakan serangkaian tindakan penyidik selama pemeriksaan pendahuluan untuk mencari bukti-bukti tentang tindak pidana yang
dilakukan oleh anak. Sesuai ketentuan pasal 41 UU Pengadilan Anak, yang memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan adalah penyidik khusus anak
dari Kepolisian Negara R.I atau pejabat Pegawai Negeri Sipil PNS tertentu. Namun di Polres Karo hingga tahun 2009 dimana unit PPA dibentuk, penyidik
untuk anak pelaku tindak pidana masih penyidik umum di kepolisian. Seperti kasus yang dialami “KG” 14 tahun yang terlibat dalam kasus pencabulan di
Polres TigaPanah dimana “KG” masih diperiksa penyidik umum. Hal ini terjadi karena belum ada penyidik khusus anak di kepolisian.
80
Perlakuan khusus dalam penanganan perkara anak, semestinya dimulai manakala anak bersinggungan dengan proses peradilan pidana anak yang
pertama kali, yakni penangkapan. Namun dalam UU No. 3 tahun 1997 tidak diatur secara spesifik mengenai perlakuan terhadap anak pada saat penangkapan.
Pasal 43 ayat 1 UU Pengadilan Anak mengatur bahwa penangkapan anak nakal dilakukan sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
Namun, apabilah membaca Bab V mengenai Penangkapan, Penahanan, Penggeledahan Badan, Pemasukan rumah, Penyitaan dan Pemeriksaan surat,
khususnya Bagian kesatu Penangkapan dari pasal 16-19, tidak satupun ketentuan
80
Hasil studi pustaka Berkas Perkara No. 205PID.A2006PN.KBJ
Universitas Sumatera Utara
tersebut mengatur mengenai penangkapan anak yang diduga melakukan tindak pidana. Akibatnya dalam proses penangkapan, anak sering diperlakukan sama
dengan orang dewasa seperti, diborgol, ditarik, dan perlakuan kasar lainnya dari aparat kepolisian.
Untuk kasus “KG” di Polsek Tigapanah, KG dijemput ditangkap oleh pihak penyidik dari Polsek Tiga Panah ke rumah orang tuanya.
Untuk tata cara dan prosedur penanganan tersangka anak pada proses penyidikan, telah diatur dalam UU No. 3 tahun 1997 pasal 41-46, yang
mengatur setidaknya ada tujuh syarat minimal dalam penyidikan anak nakal. 1. Ditangani Penyidik Khusus
Yang dimaksud penyidik khusus adalah penyidik khusus anak yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kepolisian Negara R.I atau
pejabat lain yang ditunjuk oleh Kapolri, dengan kriteria ; 1 telah berpengalaman sebagai penyidik tindak pidana yang dilakukan orang dewasa; 2
mempunyai minat, perhatian, dedikasi dan memahami masalah anak. Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh dari Polres Karo, sebelum
dibentuk unit PPA, tidak ada satupun penyidik yang dilatih dan diangkat secara khusus menangani penyidikan anak, karena itu penyidikan anak dilakukan oleh
penyidik umum dan dapat dilakukan oleh semua tenaga penyidik yang ada di lingkup Polres Kabupaten Karo. Sesudah Unit PPA dibentuk, baru ada penyidik
khusus yang menangani kasus anak. Di Polres Karo semenjak dibentuk unit PPA, disediakan juga ruang pemeriksaan untuk anak pelaku tindak pidana untuk
Universitas Sumatera Utara
membuat anak yang diperiksa nyaman. Kanit PPA Polres Karo menyampaikan sebagai berikut :
81
81
Hasil wawancara 6 Juni 2011
“Semenjak unit PPA dibentuk di Polres Karo, yang melakukan pemeriksaan adalah Polwan dan tidak memakai pakaian dinas”.
Dalam hal penyidikan yang dilakukan oleh penyidik yang ditugaskan adalah penyidik Polwan yang telah memenuhi syarat perundang- undangan.
Alasan ini sangat sederhana, bahwa untuk memahami persoalan anak dalam kehidupan sosial dan psikologis sudah menjadi budaya, yaitu akan lebih
dinamis anak-anak diurus oleh seorang ibu atau wanita.
2. Pemeriksaan dalam Suasana Kekeluargaan Pemeriksaan dimaksudkan untuk dapat menentukan perlu tidaknya
diadakan penahanan, mengingat jangka waktu Penangkapan yang diberikan oleh Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana hanya 1 x 24 jam. Pada tahap
penangkapan terhadap anak yang diduga sebagai tersangka, namun bukan karena tertangkap tangan, penting bagi seorang Polisi untuk menghindarkan anak dari
pengalaman-pengalaman traumatik yang akan dibawa oleh anak seumur hidupnya. Dalam penjelasan pasal 42 ayat 1 UU No. 3 tahun 1997, juga
dijelaskan bahwa, “yang dimaksud dengan ‘dalam suasana kekeluargaan’ antara lain pada
waktu memeriksa tersangka, penyidik tidak memakai pakaian dinas dan melakukan pendekatan secara efektif, afektif dan simpatik”
Universitas Sumatera Utara
Khusus dalam menangani kasus anak yang berhadapan dengan hukum, petugas harus mewawancarai anak yang terlibat baik sebagai pelaku, korban,
maupun saksi, orang tua, saksi dan orang-orang lain yang diperlukan atau berkaitan dengan kasus tersebut secara berkesinambungan dalam suasana
kekeluargaan. Kanit unit PPA Polres Karo menyatakan bahwa
82
Hasil penelitian di lapangan dan studi pustaka diketahui bahwa penyidikan anak yang dilakukan dalam suasana kekeluargaan sudah sesuai dengan Undang-
undang Pengadilan Anak menegaskan bahwa proses pemeriksaan dilakukan :
” Pemeriksaan yang dilakukan terhadap anak pelaku tindak pidana dilakukan secara santai, tidak menggunakan kekerasan agar anak merasa
nyaman dann tidak takut. Yang melakukan pemeriksaan adalah Polwan dan tidak memakai pakaian dinas. Biasanya juga anak diperiksa di ruang PPA
yang dibuat sedemikian rupa agar anak merasa nyaman. Dalam pemeriksaan penyidik juga meberi hak pada anak untui didampingi orang tua, didampingi
penasihat hukum dan didampingi oleh petugas pemasyarakatan. Dalam pemeriksaan juga dilakukan secara santai, tidak menggunakan kekerasan
agar anak merasa nyaman dan tidak takut”.
Lebih lanjut disampaikan Kanit PPA bahwa selain itu pemeriksaan pada anak dilakukan 1 x 24 jam, kemudian pada pemeriksaan pertama harus sudah
ditentukan status si anak sebagai tersangka atau tidak.
82
Hasil wawancara 6 Juni 2011
Universitas Sumatera Utara
dalam suasana kekeluargaan. Namun pemeriksaan yang dilakukan khusus oleh penyidik anak hanya terjadi sesudah unit PPA dibentuk.
3. Wajib Meminta Pertimbangan Pembimbing Kemasyarakatan PK Berkaitan dengan kewajiban penyidik untuk meminta saran dan
pertimbangan PK, menurut sebagian besar penyidik di Polres Karo telah melaksanakannya dengan cara melayangkan surat ke Bapas di Kabanjahe. Seperti
yang disampaikan Kanit PPA bahwa anak pelaku tindak pidana ketika menjalani pemeriksaan akan selalu didampingi pembimbing kemasyarakatan. Hasil studi
kepustakaan atas kasus pencabulan yang dilakukan “KG” diketahui bahwa ketika menjalani pemeriksaan “KG” didampingi pembimbing kemasyarakatan dan
penasehat hukum.
4. Pemeriksaan Wajib Dirahasiakan Penyidikan anak harus dilakukan dalam suasana tertutup untuk menjaga
agar anak kelak tidak mengalami depresi, rasa malu, dan akhirnya sulit bermasyarakat atau diterima dilingkungannya apabilah selesai menjalani proses
hukum. Pada prakteknya penyidikan anak oleh polisi di Kabupaten Karo dilakukan diruangan Polres yang tertutup untuk umum. Namun di Polres Karo
ruangan khusus untuk pemeriksaan anak baru ada semenjak unit PPA dibentuk sedangkan di Polsek, ruangan pemeriksaan khusus untuk anak masih belum ada.
83
Hal ini terbukti ketika wartawan yang biasa meliput di Polres Karo ditanyai apakah mereka mengetahui ada kasus anak pelaku tindak pidana di Polres Karo,
83
Hasil wawancara dan studi pustaka Berkas Perkara No. 205PID.A2006PN.KBJ
Universitas Sumatera Utara
para wartawan menjawab tidak tahu karena menurut mereka kalau kasus anak biasanya dirahasiakan dan tertutup dari umum.
84
Menurut Kanit PPA Polres Karo bahwa setelah menerima laporan, kepolisian membuat suarat panggilan. Jika dua kali surat panggilan tersebut
diabaikan maka dilakukan penjemputan dengan membawa surat keterangan. Dalam melakukan penjemputan polisi tidak memakai pakaian dinas.
5. Penahanan Lebih Singkat Semakin meningkatnya angka pertumbuhan anak pelaku tindak pidana di
Kabupaten Karo, hal lain yang harus mendapat perhatian serius adalah tingginya angka penahanan oleh penegak hukum khususnya penyidik terhadap
tersangka anak.
85
Namun berdasarkan studi pustakaan atas kasus “KG” diketahui bahwa berdasarkan laporan orang tua korban pada tanggal 16 Juni 2006, kemudian dibuat
surat penahanan pada tanggal 17 Juni 2006. Berdasarkan surat penahanan tersebut “KG” kemudian dijemput kerumahnya dan langsung ditahan. Hal ini bertentangan
dengan apa yang disampaikan Kanit PPA Polres Karo dimana pelaku akan menerima dua kali surat panggilan dan bila diabaikan baru dilakukan
penjemputan.
86
Lebih lanjut disampaikan Kanit PPA Polres Karo bahwa dalam hal penahanan, untuk anak yang masih sekolah tidak ditahan di rutan namun menjadi
tahanan kota dengan jamina orang tua karena di Kabanjahe tahanan khusus untuk anak belum ada. Namun untuk anak yang tidak sekolah dilakukan penahanan atau
84
Hasil wawancara 6 Juni 2011 dengan wartawan SIB, Waspada dan Bersama
85
Hasil wawancara 6 Juni 2011
86
Hasil analisis studi kepustakaan Berkas Perkara No. 205PID.A2006PN.KBJ
Universitas Sumatera Utara
dititipkan di rutan namun biasanya kasus penahanan ini dilakukan untuk kejahatan yang berat seperti narkoba atau pencabulan.
87
Namun pada pelaksanaanya, apa yang disampaikan oleh Kanit PPA ini belum tentu sesuai. Hasil studi kepustakaan atas kasus “KG”, ‘KG” ditahan
melebihi batas waktu yang ditentukan dalam UU Pengadilan Anak yaitu diatas 30 hari. “ KG” ditahan sejak tanggal 17 Juni 2006 hingga 6 Agustus 2006 dengan
alasan penyidikan yang dilakukan kepolisian belum selesai. Mengenai batas penahanan, disampaikannya jika alat bukti tidak cukup
maka tidak dilakukan penahanan. Jika dua alat bukti saja sudah lengkap dilakukan penahanan. Penahanan dari kepolisian selama 20 hari dan perpanjangan selama 10
hari. Hal ini didasarkan KUHAP dan UU perlindungan anak no 23 tahun 2003.
88
87
Hasil wawancara 6 Juni 2011
88
Hasil analisis studi kepustakaan Berkas Perkara No. 205PID.A2006PN.KBJ
Seharusnya berdasarkan pasal 44 UU Nomor 3 tahun 1997, apabila penahanan melebihi 30
hari, maka anak harus dibebaskan demi hukum. Selain bertentangan dengan UU Pengadilan Anak, tindakan dari pihak
penyidik yang menahan tersangka anak melebihi batas waktu 30 tersebut juga bertentangan dengan Undang Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak pasal 16 ayat 2-3, “2 Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai
dengan hukum; 3 Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara hanya dilakukan apabilah sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya
dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.
6. Tempat Penahanan Terpisah dari Tahanan Dewasa
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa anak pelaku tindak pidana yang ditahan pada tingkat penyidikan masih ditempatkan sekamar dengan
tahanan dewasa. Seperti yang dialami “KG” yang selama penahanan ditempatkan di rutan polsek TigaPanah karena rutan polsek Tigapanah belum memliki ruang
khusus untuk penahanan anak. Akibatnya anak sering mendapat kekerasan dari tahanan lain yang lebih dewasa.
89
Sesudah unit PPA dibentuk di Pores Karo 2010 barulah ada ruangan penahanan khusus untuk anak. Lebih lanjut disampaikan untuk anak yang masih
sekolah tidak ditahan di Rutan namun menjadi tahanan kota dengan jaminan orang tua karena di Kabanjahe ruang tahanan khusus untuk anak belum ada namun
untuk anak yang tidak sekolah atau kasus pelanggaran kejahatan yang berat dilakukan penahanan atau dititipkan di rutan
90
Sebetulnya ketentuan Pasal 22 ayat 1 huruf b dan c KUHAP cukup memberikan alas hukum bagi penyidik untuk lebih memilih jenis penahanan
rumah atau kota agar anak terhindar dari pengaruh buruk penahanan yang Penahanan “KG” di rutan Polsek
Tigapanah karena terlibat dalam kasus pencabulan pemerkosaan dan tidak sekolah.
Padahal mengenai tempat penahanan untuk anak UU Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, mengatur sebagai berikut :
Pasal 44 ayat 2. Penahanan terhadap anak dilaksanakan di tempat khusus untuk anak di lingkungan Rumah Tahanan Negara, Cabang Rumah Tahanan
Negara, atau tempat tertentu.
89
Hasil analisis studi kepustakaan Berkas Perkara No. 205PID.A2006PN.KBJ
90
Hasil wawancara 6 Juni 2011 dan studi kepustakaan
Universitas Sumatera Utara
digabung dengan pelanggar hukum dewasa, namun agaknya dua jenis penahanan ini belum dilirik secara optimal oleh aparat kepolisian di Kabupaten Karo.
7. Lama Penahanan Sebelum Pemeriksaan Untuk lamanya penahanan sebelum pemeriksaan, penyidik polisi telah
melaksanakannya sesuai UU Pengadilan Anak yaitu paling lama 1 X 24 jam, sehingga dapat disimpulkan bahwa prosedur dan tata cara penyidikan anak
dilaksanakan secara penuh oleh aparat penyidik kepolisian di Kabupaten Karo. Hal ini disampaikan Kanit PPA bahwa pemeriksaan anak dilakukan 1 x 24 jam.
Demikian juga untuk kasus “KG”, pemeriksaan dilakukan 1 x 24 jam.
91
2. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pada Tahap Penuntutan di Kejaksaan Negeri Kabanjahe
Setelah semua selesai diperiksa oleh penyidi maka dilakukan pemberkasan perkara atau berkas perkara, yang kemudian berkas perkara tersebut diserahkan
ke POLRES dimana terdakwa berdomisili diwilayahnya. Setelah diperiksa di Serse POLRES, apabila sudah benar kemudian diberi cap label POLRI dan
apabila belum lengkap maka dikembalikan untuk diperbaiki.
Selanjutnya berita acara pelaksanaan tindakan oleh penyidik kepolisian dilimpahkan kepada Jasa Penuntut Umum melalui prosedur dengan dua tahap ;
a. Tahap pertama : penyidik hanya menyerahkan berkas perkara dan
selanjutnya diadakan penelitian oleh Jasa penuntut umum mengenai kelengkapan berkas perkara tersebut dalam tenggang waktu 14 hari. Apabila
91
Hasil wawancara 6 Juni 2011 dan studi kepustakaan
Universitas Sumatera Utara
berkas tersebut belum lengkap maka dikembalikan kepada penyidik untuk dilengkapi P-18 dan P-19.
b. Tahap kedua : apabila berkas dinyatakan telah lengkap sempurna P-21
maka penyidik menyerahkan tanggung jawab atas kasus tersangka kepada penuntut umum.
Menurut Kasubbag Pembinaan di Kejaksaan Negeri Kabanjahe, berkas yang dilimpahkan dari kepolisian ke kejaksaan kemudian akan diteliti dan diperiksa
oleh jaksa yang telah ditunjuk Kepala Kejaksaan Negeri untuk menangani perkara tersebut. Dalam waktu 14 hari harus sudah mempunyai sikap mengenai kasus
anak pelaku tindak pidana apakah akan dilanjutkan atau jika alat bukti masih kurang maka akan dikembalikan ke penyidik dengan menerbitkan P- 18 dan P-19
berkas kurang lengkap.
92
Kemudian penyidik harus melengkapi dengan petunjuk jaksa penuntut umum dalam tempo 7 hari. Apabila berkas sudah lengkap maka akan
dikembalikan ke JPU. Kemudian oleh JPU diterbitkan P-21 yang kemudian Penyerahan berkas perkara tahap pertama ataupun penyerahan kedua
terkadang tidak sejalan dengan apa yang tercantum dalam aturan perundang- undangan walaupun antara penyidik dengan jaksa penuntut umum telah
melakukan koordinasi seperti pengembalian berkas oleh jaksa penuntut umum yang melebihi tenggang waktu 7 hari bahkan sampai berminggu-minggu P-18 dan
P-19 baru diserahkan kepada penyidik. Hal ini mengakibatkan jangka waktu penahanan anak bertambah panjang dan ini bertentangan dengan UU perlindungan
Anak.
92
Hasil wawancara 7 Juli 2011
Universitas Sumatera Utara
dilimpahkan di kejaksaan. Kemudian setelah pelimpahan terdakwa dan barang bukti kemudian dibuat surat dakwaan untuk pelimpahan ke pengadilan berkas
dan administrasi untuk persidangan.
93
Setelah ke pengadilah, 7 hari kemudian terbit penetapan hari sidang dan majelis hakim kemudian akan menyidangkan kasus anak dalam pembacaan
dakwaan. Untuk kasus pencabulan harus ada penasehat hukum baru diadakan pembacaan dakwaan. Sidang kemudian dimundur seminggu untuk kemudian
penasehat hukum membuat pembelaan dalam sidang berikutnya. Setelah pembelaan selesai kemudian dilanjutkan ke pemeriksaan saksi korban. Dalam
setiap persidangan anak wajib didampingi orang tua dan petugas kemasyarakatan.
94
Kondisi ini yang terjadi pada kasus “KG”, pada masa persidangan maju tidak didampingi oleh penasehat hukum.
95
Untuk kejaksaan negeri Kabanjahe, jaksa yang ditunjuk khusus menangani anak masih belum ada sehingga JPU yang menangani adalah JPU yang ditunjuk
oleh Kajari untuk memeriksa anak tersebut. Pada saat pemeriksaan dilakukan, JPU tidak memakai pakaian dinas dalam memeriksa anak. Dalam proses
pemeriksaan anak pelaku tindak pidana, JPU pertama sekali akan mengadakan pemeriksaan terhadap saksi korban, kemudian pemeriksaan saksi dan pemeriksaan
tersangkaterdakwa. Namun di Kejaksaan Negeri Kabanjahe disampaikan bahwa Perlindungan hukum dimana anak wajib didampingi orang tua dan petugas
kemasyarakatan ini sesudah sesuai dengen UU perlindungan anak dan UU Pengadilan anak. Namun pada waktu pemeriksaan di kejaksaan, anak tidak harus
didampingi oleh orangtua maupun pengacara.
93
Hasil wawancara 7 Juli 2011
94
Hasil wawancara 7 Juli 2011
95
Hasil studi kepustakaan
Universitas Sumatera Utara
surat dakwaan tidak berbeda dengan orang dewasa namun tuntutan hukuman setengah dari tuntutan hukum orang dewasa. Persidangan yang dilakukan juga
tertutup untuk umum, namun untuk putusan sidang dibuka untuk umum.
96
Untuk masa penahanan anak pelaku tindak pidana biasanya lama penahanannya 20 hari dan sebelum 20 hari dilimpahkan ke pengadilan yang
kemudian menjadi wewenang hakim. Untuk penahanan anak pelaku tindak pidana, anak akan dititipkan ke rutan namun terpisah dengan orang dewasa.
97
Prosedur dan tindakan untuk memberikan perlindungan terhadap anak sebagai terdakwa, dilakukan oleh jaksa berdasarkan pertimbangan yang ditetapkan
oleh hukum. Dalam hal ini jaksa melakukan tugas penuntutan yang sesuai dengan ketentuan Pasal 1 ayat 7, Pasal 14, Pasal 110 ayat 3, Pasal 138 KUHAP
sebagai pedoman pelaksanaan penuntutan dan prapenuntutan; juga harus memperhatikan ketentuan-ketentuan penuntutan yang diatur dalam surat edaran
Mahkamah Agung, No.3 Tahun 1959; khususnya yang mengatur tentang sikap Pendapat Kasubag Pembinaan Umum Kejaksaan negeri Kabanjahe juga
disetujui oleh salah seorang jaksa perempuan yang pernah bertugas sebagai jaksa penuntut umum untuk kasus anak pelaku tindak pidana menyatakan bahwa
penunjukan jaksa khusus yang menangani kasus anak tidak ada tetapi ditunjuk oleh Kajari dan dalam pemeriksaan biasanya jaksa tidak menggunakan pakaian
dinas atau toga. Surat dakwaan dan surat tuntutan anak sama dengan dewasa karena bentuk dakwaan dan tuntutan itu standar dan tidak ada kekhususan karena
hal tersebut merupakan prosedural sesuai dengan KUHAP. Mengenai masa penahanan juga dimana anak ditempatkan pada rutan khusus anak.
96
Hasil wawancara 7 Juli 2011
97
Hasil wawancara 7 Juli 2011
Universitas Sumatera Utara
jaksa dan cara jaksa dalam melakukan tugas penuntutan terhadap seorang anak yang menjadi terdakwa.
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan dan studi dilapangan, pihak Kejaksaan dan Jaksa yang berhubungan dengan anak pelaku tindak pidana sudah
melakukan prosedur sesuai dengan UU perlindungan anak dan uu peradilan anak walaupun belum semua ketentuan itu dilaksanakan seperti penahanan yang
melebih waktu.
3. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pada Tahap Persidangan di Pengadilan Negeri Kabanjahe
Apabila Penuntut Umum sudah selesai mempelajari berkas perkara hasil dan berpendapat bahwa tindak pidana yang disangkakan dapat dituntut, maka
dibuat surat dakwaan, sehingga berkas perkara dilimpahkan ke Pengadilan dengan membuat surat pelimpahan perkara.
Dalam persidangan perkara anak dalam praktik di Pengadilan Negeri Kabanjahe sesuai dengan ketentuan Pasal 55-Pasal 59 Undang-Undang No.3
Tahun 1997, ketentuan-ketentuan KUHAP, pedoman pelaksanaan KUHAP, dan peraturan-peraturan lainnya, dalam praktik di Pengadilan Negeri berdasarkan
persidangan kasus “KG” anak pelaku tindak pidana pencabulan dapat diketahui sebagai berikut :
98
a. Pemeriksaan anak dengan hakim tunggal Pasal 11 Undang-Undang No.3
Tahun 1997. Hal ini terbukti pada kasus “KG” yang Dipimpin oleh hakim tunggal perempuan “FDN”
98
Hasil studi kepustakaan Berkas Perkara No. 205PID.A2006PN.KBJ
Universitas Sumatera Utara
b. Pembukaan sidang anak
Sidang dibuka oleh Hakim ketua sidang “FDN” dan dinyatakan terbuka untuk umum dan terdakwa yang ditahan dalam keadaan bebas atau tidak ditahan
masuk ke ruang sidang. Hal ini bertentangan dengan Pasal 8 Undang-Undang No.3 Tahun 1997 bahwa sidang kasus anak pelaku tindak pidana seharusnya
merupakan tertutup untuk umum. Kemudian terdakwa dipanggil masuk ke ruangan sidang bersama keluarga pelaku, penasihat hukum, dan pembimbing
kemasyarakatan. Namun pada kasus “KG” yang dipanggil hanya terdakwa dan sesuai kebiasaan hakim lalu memeriksa identitas terdakwa, dan setelah itu
hakim mempersilahkan jaksa penuntut umum membacakan surat dakwaannya. Pada kasus “KG”, JPU “HS” menuntut “KG” enam tahun hukuman penjara.
Sesudahnya Hakim menanyakan kepada terdakwa apakah terdakwa benar- benar mengerti bunyi dakwaan dan terdakwa diberi kesempatan mengajukan
tangkisan atau eksepsi atas dakwaan jaksa penuntut umum.
99
c. Jaksa Penuntut Umum “HS”, Penasihat Hukum “SH” yang pada tahap
penyidikan mendampingi anak namun pada persidangan tidak mendampingi tidak ada penasehat hukum karena atas permintaan terdakwa menghadap
sendiri, Pembimbing Kemasyarakatan tidak ada tercatat di BAP kasus KG, Keluarga pelaku dan Saksi hadir dalam sidang anak Pasal 55 Undang-Undang
No.3 Tahun 1997. d.
Kehadiran Pembimbing kemasyarakatan menyampaikan laporan hasil penelitian kemasyarakatan sehubungan dengan kasus “KG” Pasal 56 ayat [1]
99
Hasil studi kepustakaan Berkas Perkara No. 205PID.A2006PN.KBJ
Universitas Sumatera Utara
Undang-Undang No.3 Tahun 1997 tidak ditemui laporan pembimbing kemasyarakatan pada kasus “KG”.
100
e. Pemeriksaan perkara dilakukan dengan kehadiran terdakwa “KG”
f. Pada kasus “KG” Pemeriksaan dilakukan terlebih dahulu untuk mendengarkan
keterangan saksi Sesuai dengan Pasal 58 Undang-Undang No.3 Tahun 1997 pada waktu pemeriksaan saksi, hakim dapat memerintahkan agar terdakwa
anak dibawa keluar sidang. Pada Kasus “KG”, hakim tidak memerintahkan “KG” keluar sidang. Sidang dihadiri oleh keluarga pelaku namun pelaku tidak
penasihat hukum atas keinginan pelaku dan pembimbing kemasyarakatan tidak hadir di ruang sidang. Selesai pemeriksaan saksi-saksi menurut
kebiasaan dalam KUHAP acara dilanjutkan dengan mendengar keterangan terdakwa anak itu sendiri.
101
g. Pada persidangan kasus “KG” Hakim, Penuntut Umum, Penyidik dan
Penasihat Hukum serta petugas lainnya tidak memakai toga atau pakaian dinas.
102
h. Pada waktu sidang kasus “KG”, tidak ditemukan tindakan Hakim “FDN”
untuk memberi kesempatan kepada orangtua, wali, atau orangtua asuh untuk mengemukakan segala hal ihwal yang bermanfaat bagi pelaku. Juga tidak
ditemukan adanya permohonan keluarga pelaku kepada hakim untuk tidak menjatuhkan putusan pidana tetapi menyerahkan kepada keluarga pelaku agar
lebih berupaya mendidik anaknya. Selesai acara ini jaksa penuntut umum menyampaikan requisitoir tuntutan hukum atas diri terdakwa anak.
100
Hasil studi kepustakaan Berkas Perkara No. 205PID.A2006PN.KBJ
101
Hasil studi kepustakaan Berkas Perkara No. 205PID.A2006PN.KBJ
102
Hasil studi kepustakaan Berkas Perkara No. 205PID.A2006PN.KBJ
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya penasihat hukum terdakwa anak menyampaikan pula pledoi pembelaan atas terdakwa anak tersebut.
i. Pengambilan keputusan sehubungan dengan kasus “KG” dilakukan hakim
“FDN” tanpa mempertimbangkan Laporan Penelitian Kemasyarakatan karena tidak ada laporan dari pembimbing kemasyarakatan. Putusan yang ditetapkan
hakim ‘FDN” untuk kasus “KG” diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum
103
Dalam kasus “KG” Hakim “FDN” dalam mengambil keputusan lebih terfokus pada hasil pemeriksaan di depan sidang pengadilan. Hakim “FDN”
berdasarkan kenyataan yang diperoleh selama persidangan dalam perkara “KG” hakim tidak menemukan hal-hal yang dapat melepaskan terdakwa dari
pertanggungjawaban pidana. Hakim berkesimpulan bahwa perbuatan yang dilakukan terdakwa harus dipertanggungjawabkan kepadanya mengingat terdakwa
mampu bertanggungjawab maka terdakwa dinyatakan bersalah atas tindak pidana yang didakwakan pencabulanpemerkosaan. Selain itu dalam mengambil
keputusan hakim “FDN” berdasarkan adanya fakta hukum yang ditemukan bahwa orang tua pelaku ternyata tidak mampu untuk memberikan perhatian yang cukup
kepada terdakwa seandainya terdakwa dikembalikan kepada orang tuanya. . Karena dalam Undang-Undang No.3 Tahun 1997 tidak menjelaskan
alasan Laporan pembimbing Kemasyarakatan ini diwajibkan dipertimbangkan Hakim dalam mengambil keputusannya. Hakim tidak terikat penuh pada
laporan penelitian tersebut, hanya merupakan bahan pertimbangan bagi Hakim untuk mengetahui latar belakang anak melakukan kenakalan.
103
Hasil studi kepustakaan Berkas Perkara No. 205PID.A2006PN.KBJ
Universitas Sumatera Utara
Sebelum memberi keputusan hakim “FDN” juga mempertimbangkan hal- hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa. Dalam kasus “KG” hal-hal
yang memberatkan adalah : 1.
Kelakuan terdakwa meresahkan masyarakat pada umumnya dan keluarga korban pada khususnya
2. Perbuatan terdakwa telah menghancurkan masa depan korban
Sedangkan hal-hal yang meringankan adalah : 1.
Terdakwa masih muda 2.
Terdakwa blm pernah dihukum 3.
Terdakwa tidak mempersulit jalannya persidangan dan menyesali perbuatannya
4. Terdakwa melakukan perbuatan pidana akibat mimnimnya
perhatianpengawasan dari orang tua Berdasarkan hal-hal yang meringankan dan memberatkan tersebut, Hakim
“FDN” menyatakan terdakwa “KG” telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana “melakukan ancaman kekerasan, memaksa anak untuk
melakukan perbuatan cabul” dengan menjatuhkan pidana penjara 3 tahun enam bulan dan denda RP. 60.000.000,- subsider tiga bulan kurungan.
104
104
Hasil studi kepustakaan Berkas Perkara No. 205PID.A2006PN.KBJ
Berdasarkan hal-hal diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak semua ketentuan dalam UU Pengadilan anak dilaksanakan oleh hakim di Pengadilan
negeri kabanjahe. Namun pada umumnya prosedur pelaksanaan peradilan anak pelaku tindak pidana sudah sesuai dengan UU pengadilan anak dan uu
perlindungann anak.
Universitas Sumatera Utara
Namun berdasarkan data yang diperoleh dilapangan, hal yang sering bertentangan dengan UU pengadilan anak dan uu perlindangan adalah tindakan
hakim dalam memutuskan suatu perkara. Hamp ir se mua ka sus a nak pe laku t indak p ida na d i pe ngad ila n neger i ka banja he d iput uskan denga n
p ida na pe njara ba hka n ada kasus a nak p e laku t indak p ida na, kasus penjatuhan hukuman pidana seumur hidup terhadap LG 16 tahun oleh
hakim Pengadilan Negeri Kabanjahe, Kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara,
105
Hakim seyogianya benar-benar teliti dan mengetahui segala latar belakang anak sebelum sidang dilakukan. Hakim seharusnya tidak boleh keliru dalam
menjatuhkan keputusan, karena putusan hakim sangat berarti dan sangat berpengaruh pada kehidupan anak yang bersangkutan di masa depan. Hakim
yang menangani perkara pidana anak sedapat mungkin mengambil tindakan yang tidak memisahkan anak dari orangtuanya, atas pertimbangan bahwa rumah yang
Hal ini merupakan potret buram pelanggaran hak anak yang berkonflik dengan hukum karena se harusnya dakw aa n t erhadap a nak pe laku t inda k
p ida na set enga h dar i dakwaa n o rang dewasa. Padahal dalam
mengambil putusan, hakim harus benar-benar memperhatikan kedewasaan emosional, mental, dan intelektual anak. Hakim
sebagai institusi terakhir di pengadilan negeri yang paling menentukan atas nasib anak, lebih suka “menghukum” dengan menempatkan anak di dalam Lembaga
Pemasyarakatan daripada memberikan putusan
alternatif. Padahal
memasukkan anak ke dalam Lembaga Pemasyarakatan tidak menjadi satu- satunya jalan terbaik bagi perbaikan moral dan tingkah laku anak.
105
Maidin Gultom, Op.cit, hlm.127
Universitas Sumatera Utara
jelek lebih baik dari Lembaga Pemasyarakatan Anak yang baik a bad home is better than a good institutionprison.
Universitas Sumatera Utara
BAB III PENERAPAN KONSEP DIVERSI DAN RESTORATIVE JUSTICE