memakai bahan-bahan yang ada yang berdasarkan asas-asas, pengertian serta sumber-sumber hukum yang ada dan menarik kesimpulan dari bahan yang ada
tersebut.
G. Sistematika Penulisan.
Sistem penulisan skripsi ini dibagi dalam beberapa bagian yang tersebut dengan bab, dimana masing-masing bab diuraikan masalahnya secara tersendiri,
namun masih ada konteks yang saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Secara sistematis menempatkan materi pembahasan keseluruhannya ke dalam 4
empat bab yang terperinci sebagai berikut;
BAB I. Pendahuluan
Bagian ini menggambarkan hal-hal yang bersifat umum tentang latar belakang penulisan skripsi, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan
skripsi, keaslian penulisan, tinjauan pustaka yang mengemukakan berbagai definisi, rumusan dan pengertian istilah yang terdapat dalam judul untuk memberi
batasan dalam pemahaman mengenai istilah-istilah tersebut, metode penulisan dan
terakhir diuraikan sistematika penulisan skripsi. BAB II. Pembuktian Tindak Pidana Menurut Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana KUHAP
Bagian ini menguraikan bagaimana teori atau sistem dari pembuktian suatu tindak pidana menurut Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, apa
saja alat bukti yang sah menurut hukum acara pidana.
BAB III. Bukti Surat Elektronik EMAIL Dalam Pembuktian Pidana Menurut Beberapa Undang-undang di Indonesia
Universitas Sumatera Utara
Bagian ini menguraikan perkembangan teknologi dan kaitannya dengan kejahatan menggunakan teknologi, bukti elektronik sebagai bukti dalam
pembuktian tindak pidana keluar, dan bukti surat elektronik email sebagai bukti elektronik dalam pembuktian perkara pidana yang dikaitkan dengan beberapa
Undang-undang.
BAB IV. Kesimpulan Saran
Bagian ini menguraikan suatu kesimpulan dari pembahasan permasalahan yang dilanjutkan dengan memberi beberapa saran yang diharapkan akan berguna
di dalam praktek.
Universitas Sumatera Utara
BAB II PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA MENURUT KITAB UNDANG-
UNDANG HUKUM ACARA PIDANA KUHAP A. Teori atau Sistem Pembuktian Tindak Pidana Dalam Hukum Acara
Pidana
Pembuktian tentang benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan, merupakan bagian terpenting dalam hukum acara pidana dalam hal
ini pun hak asasi manusia dipertaruhkan. Bagaimana akibatnya jika seseorang yang didakwa dinyatakan terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan
berdasarkan alat bukti yang ada disertai dengan keyakinan hakim, padahal tidak benar. Untuk itu maka hukum acara pidana bertujuan untuk mencari kebenaran
materiil, berbeda dengan hukum acara perdata yang cukup puas dengan kebenaran formal. Sejarah perkembangan hukum acara pidana menunjukan bahwa ada
beberapa sistem atau teori untuk membuktikan perbuatan yang didakwakan. Sistem dan teori pembuktian ini bervariasi menurut waktu dan tempat Negara.
Indonesia sama dengan Belanda dan Negara-negara Eropa Continental yang lain, menganut bahwa hakimlah yang menilai alat bukti yang diajukan dengan
keyakinan sendiri dan bukan jury seperti Amerika Serikat dan Negara-negara Anglo Saxon.
27
Pembuktian bersalah tidaknya seseorang terdakwa haruslah melalui pemeriksaan di depan sidang pengadilan. Dalam hal pembuktian ini, hakim perlu
memperhatikan kepentingan masyarakat dan kepentingan terdakwa. Kepentingan masyarakat berarti, bahwa seseorang yang telah melanggar ketentuan pidana
27
Andi Hamzah, 2005, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 245
Universitas Sumatera Utara
KUHAP atau Undang-undang pidana lainnya, harus mendapat hukuman yang setimpal dengan kesalahannya. Sedangkan kepentingan terdakwa, berarti bahwa
terdakwa harus diperlakukan secara adil sedemikian rupa sehingga tidak ada seseorang yang tidak bersalah mendapat hukuman, atau kalau memang ia bersalah
jangan sampai mendapat hukuman yang terlalu berat, tetapi hukuman itu harus seimbang dengan kesalahannya.
28
Dikaji secara umum “pembuktian” berasal dari kata “bukti” yang berarti suatu hal peristiwa dan sebagainya yang cukup untuk memperlihatkan kebenaran
suatu hal peristiwa tersebut. Pembuktian adalah perbuatan membuktikan.
29
a. Apakah hal yang tertentu itu sungguh-sungguh terjadi.
Menurut Van Bemmelen, membuktikan adalah memberikan kepastian yang layak menurut akal redelijk tentang :
b. Apa sebabnya demikian hal.
Senada dengan hal tersebut, Martiman Prodjohamidjojo mengemukakan membuktikan mengandung maksud dan usaha untuk menyatakan kebenaran atas
sesuatu peristiwa, sehingga dapat diterima akal terhadap kebenaran peristiwa tersebut.
30
Menurut Pitlo, pembuktian adalah suatu cara yang dilakukan oleh suatu pihak atas fakta dan hak yang berhubungan dengan kepentingan.
31
28
Darwan Prints, 1998, Hukum Acara Pidana Dalam Praktik, Jakarta, Djambatan, hal. 133
29
Lilik Mulyadi, Op.Cit. , hal. 159
30
Hari Sasangka, Lily Rosita, 2003, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana Untuk Mahasiswa dan Praktisi, Madar Maju, Bandung, hal. 11
31
Edmon Makarim, 2005, Op.cit, hal. 417
Menurut Subekti, yang dimaksud dengan membuktikan adalah meyakinkan hakim tentang
Universitas Sumatera Utara
keberadaan dalil ataupun dalil-dalil yang dikemukakan oleh para pihak dalam suatu persengketaan.
32
M.Yahya Harahap berpendapat bahwa yang dimaksud dengan pembuktian ialah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara
yang dibenarkan Undang-undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat
yang dibenarkan Undang-undang yang boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan.
33
Sedangkan yang dimaksud dengan sistem pembuktian adalah pengaturan tentang macam-macam alat bukti yang boleh
dipergunakan, penguraian alat bukti dan dengan cara-cara bagaimana hakim harus membentuk keyakinan.
34
32
R. Subekti, Op.Cit. , hal. 1
33
M. Yahya Harahap, 2006, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Hukum Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 273
34
Hari Sasangka, Lili Rosita, Op.Cit. , hal. 12
Begitu pula dalam cara mempergunakan dan menilai kekuatan pembuktian yang melekat pada setiap alat bukti, dilakukan dalam batas-batas yang dibenarkan
Undang-undang, agar dalam mewujudkan kebenaran yang hendak dijatuhkan, majelis hakim terhindar dari pengorbanan kebenaran yang harus dibenarkan,
jangan sampai kebenaran yang diwujudkan dalam putusan berdasar hasil perolehan dan penjabaran yang keluar dari garis yang dibenarkan sistem
pembuktian, tidak berbau dan diwarnai oleh perasaan dan pendapat subjektif hakim.
Universitas Sumatera Utara
Ada enam butir pokok yang menjadi alat ukur dalam teori pembuktian dapat diuraikan sebagai berikut:
35
1. Dasar pembuktian yang tersimpul dalam pertimbangan keputusan
pengadilan untuk memperoleh fakta-fakta yang benar bewijsgonden; 2.
Alat-alat bukti yang digunakan oleh hakim untuk mendapatkan gambaran mengenai terjadinya perbuatan pidana yang sudah lampau
bewijsmiddelen; 3.
Penguraian bagaimana cara menyampaikan alat-alat bukti kepada hakim di sidang pengadilan bewijsvoering;
4. Kekuatan pembuktian dalam masing-masing alat bukti dalam rangkaian
penilaian terbuktinya suatu dakwaan bewijskracht; 5.
Beban pembuktian yang diwajibkan oleh Undang-undang untuk membuktikan tentang dakwaan di muka sidang pengadilan bewijslast
dan; 6.
Bukti minimum yang diperlukan dalam pembuktian untuk mengikat kebebasan hakim bewijsminimum.
Hukum acara pidana sendiri menganggap pembuktian merupakan bagian yang sangat esenssial untuk menentukan nasib seorang terdakwa. Bersalah atau
tidaknya seorang terdakwa sebagaimana yang didakwakan dalam surat dakwaan ditentukan pada proses pembuktiannya.
36
35
Bambang Purnomo, 2004, Pokok-Pokok Tata Cara Peradilan Indonesia, Liberti, Jogjakarta, hal. 39
36
Edmon Makarim, Op.cit. , hal. 457
Universitas Sumatera Utara
Dalam hukum pembuktian dikenal istilah notoire feiten notorious generally knows yang berarti setiap hal yang “sudah umum diketahui” tidak lagi
perlu dibuktikan dalam pemeriksaan sidang pengadilan.
37
Hal ini tercantum dalam Pasal 184 ayat 2 yang berbunyi “hal yang secara umum diketahui tidak perlu
dibuktikan”. Menurut Yahya Harahap, mengenai pengertian hal yang secara umum sudah diketahui” ditinjau dari segi hukum, tiada lain daripada “perihal”
atau “keadaan tertentu” atau omstandigheiden atau circumstances, yang sudah sedemikian mestinya atau kesimpulan atau resultan yang menimbulkan akibat
yang pasti demikian.
38
Pada dasarnya, aspek “pembuktian” ini sudah dimulai sebenarnya pada tahap penyelidikan perkara pidana. Dalam tahap penyidikan yakni tindakan
penyidik untuk mencari dan menemukan sesuatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan, sehingga disini
sudah ada tahap pembuktian. Begitu pula halnya dengan penyidikan yakni ditentukan adanya tindakan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti
dan dengan bukti tersebut membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Oleh Karena itu dengan tolak ukur ketentuan Pasal 1
angka 2 dan angka 5 KUHAP, untuk dapat dilakukanya tindakan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan, bermula dilakukan
penyelidikan dan penyidikan sehingga sejak tahap awal diperlukan adanya pembuktian dan alat-alat bukti. Kongkretnya “pembuktian” berawal dari
penyelidikan dan berakhir di depan sidang pengadilan baik ditingkat Pengadilan
37
M. Yahya Harahap, Op.cit. , hal. 255
38
Ibid
Universitas Sumatera Utara
Negeri atau Pengadilan Tinggi jikalau perkara tersebut dilakukan dengan upaya banding
39
Proses “pembuktian” hakikatnya memang lebih dominan pada sidang pengadilan guna menemukan kebenaran materiel akan peristiwa yang terjadi dan
memberi keyakinan kepada hakim tentang kejadian tersebut sehingga hakim dapat memberikan putusan seadil mungkin. Pada proses pembuktian ini, ada kolerasi
dan interaksi mengenai apa yang akan diterapkan hakim dalam menemukan kebenaran materiel melalui tahap pembuktian, alat-alat bukti dan proses
pembuktian terhadap aspek-aspek sebagai berikut :
40
1. Perbuatan-perbuatan manakah yang dianggap terbukti menurut
pemeriksaan persidangan? 2.
Apakah telah terbukti bahwa terdakwa bersalah atas perbuatan- perbuatan yang didakwakan kepadanya?
3. Tindak pidana apakah yang dilakukan sehubungan dengan perbuatan-
perbuatan itu? 4.
Hukuman apakah yang harus dijatuhkan kepada terdakwa bukan pekerjaan mudah?
Dalam persidangan hal-hal tersebut diatas dapat menimbulkan tiga 3 kemungkinan putusan hakim atau majelis hakim, yaitu sebagai berikut :
1. Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang,
kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan tidak meyakinkan, terdakwa diputus bebas;
39
Lilik Muyladi, Op.cit. , hal. 160
40
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
2. Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan
kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum;
3. Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang
bahwa kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya terbukti secara sah dan meyakinkan, terdakwa diputus pidana.
Dalam perkembangannya ilmu pengetahuan hukum mengenal ada empat 4 sistem pembuktian yang secara lebih lanjut akan dibahas pada sub bab ini,
yakni :
1. Pembuktian berdasarkan keyakinan hakim belaka conviction in time
Sistem pembuktian conviction in time ini menentukan salah tidaknya seorang terdakwa, semata-mata ditentukan oleh penilaian keyakinan hakim.
Keyakinan hakimlah yang menentukan keterbuktian kesalahan terdakwa. Dari mana hakim menarik dan menyimpulkan keyakinannya, tidak menjadi
masalah dalam sistem ini. Keyakinan boleh diambil dan disimpulkan hakim dari alat-alat bukti yang diperiksanya dalam sidang pengadilan. Bisa juga
hasil pemeriksaan alat-alat bukti itu diabaikan oleh hakim, dan langsung menarik keyakinan dari keterangan atau pengakuan terdakwa. Sistem ini
mengandung kelemahan, karena hakim dapat saja menjatuhkan hukuman pada seorang terdakwa semata-mata atas “dasar keyakinan” belaka tanpa
didukung oleh alat bukti yang cukup. Sebaliknya, hakim leluasa membebaskan terdakwa dari tindak pidana yang dilakukanya walaupun
kesalahan terdakwa telah cukup terbukti dengan alat-alat bukti yang lengkap,
Universitas Sumatera Utara
selama hakim tidak yakin dengan kesalahan terdakwa. Sistem ini seolah-olah menyerahkan sepenuhnya nasib terdakwa kepada keyakinan hakim.
Menurut Andi Hamzah, sistem ini dianut oleh peradilan jury di Prancis. Praktek peradilan jury di Prancis membuat pertimbangan berdasarkan metode
ini dan mengakibatkan banyaknya putusan bebas yang sangat aneh, sedang menurut Wirjono Prodjodikoro mengatakan, pembuktian demikian pernah
dianut di Indonesia, yaitu pada Pengadilan distrik dan Pengadilan kabupaten, Sistem ini memungkinkan hakim menyebutkan apa saja yang menjadi dasar
keyakinanya, misalnya keterangan medium atau dukun.
41
2. Sistem pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas alasan logis conviction raisonneeconvictim-raisonnee
Dalam sistem ini pun dapat dikatakan, keyakinan hakim tetap memegang peranan penting dalam menentukan salah tidaknya seorang terdakwa. Akan
tetapi, dalam sistem pembuktian ini, faktor keyakinan hakim ”dibatasi”. Jika dalam sistem pembuktian convictim in time peran keyakinan hakim leluasa
tanpa batas, maka pada sistem convictim-raisonnee, keyakinan hakim harus didukung dengan alasan-alasan yang jelas. Keyakinan hakim harus
mempunyai dasar-dasar alasan yang logis dan benar-benar dapat diterima oleh akal. Tidak semata-mata dasar keyakinan tertutup tanpa uraian alasan
yang masuk akal.
42
41
Mohammad Taufik Makarao, Suhasril, Op.cit. , hal. 103-104
42
Ibid
Sistem atau teori pembuktian ini disebut juga pembuktian bebas karena hakim bebas menyebutkan alasan-alasan keyakinanya vrije
bewijstheorie. Sistem teori pembuktian jalan tengah atau yang berdasarkan
Universitas Sumatera Utara
keyakinan hakim sampai batas tertentu ini pecah kedua jurusan. Yang pertama yang tersebut diatas yaitu pembuktian berdasarkan keyakinan hakim
atas alasan yang logis conviction raisonee dan yang kedua ialah teori pembuktian berdasarkan Undang-undang secara negatif negatief wettelijk
bewijstheorie. Persamaan antara keduannya ialah keduanya sama berdasar atas keyakinan
hakim, artinya terdakwa tidak mungkin dipidana tanpa adanya keyakinan hakim bahwa ia bersalah. Perbedaanya bahwa yang tersebut pertama
berpangkal tolak pada keyakinan hakim, tetapi keyakinan itu harus didasarkan kepada suatu kesimpulan conclusie yang logis, yang tidak
didasarkan kepada Undang-undang, tetapi ketentuan-ketentuan menurut ilmu pengetahuan hakim sendiri, menurut pilihannya sendiri tentang pelaksanaan
pembuktian yang mana yang ia akan pergunakan. Sedangkan kedua berpangkal pada tolak pada aturan-aturan pembuktian yang ditetapkan secara
limintatif oleh Undang-undang, tetapi hal itu harus diikuti dengan keyakinan hakim.
Jadi dapat disimpulkan bahwa perbedaannya ada dua, yaitu yang pertama pangkal tolaknya pada keyakiinan hakim, sedangkan yang kedua pada
ketentuan Undang-undang. Kemudian pada yang pertama dasarnya ialah suatu konklusi yang tidak didasarkan Undang-undang, sedangkan pada yang
kedua didasarkan kepada Undang-undang yang disebut secara limintatif.
43
3. Sistem Pembuktian Berdasarkan Undang-Undang Secara Positif
43
Andi Hamzah, Op. cit. , hal. 249-250
Universitas Sumatera Utara
Pembuktian menurut Undang-undang secara positif merupakan pembuktian yang bertolak belakang dengan sistem pembuktian menurut keyakinan atau
conviction in time.
44
44
Edmon Makarim, Op.cit. , hal. 454
Disebut demikian karena hanya didasarkan kepada Undang-undang melulu. Artinya, jika telah terbukti suatu perbuatan sesuai
dengan alat-alat bukti yang disebut dalam Undang-undang, maka keyakinan hakim tidak diperlukan sama sekali. Sistem ini disebut juga teori pembuktian
formal formele bewijstheorie. Menurut D.Simons, sebagaimana dikutip Andi Hamzah, sistem atau teori
berdasarkan pembuktian Undang-undang secara positif positief wettelijk ini berusaha untuk menyingkirkan semua pertimbangan subjektif hakim dan
mengikat hakim secara ketat menurut Peraturan-peraturan pembuktian yang keras. Dianut di Eropa pada waktu berlakunya asas inkisitoir inquisitoir
dalam acara pidana. M.Yahya Harahap mengatakan, sistem pembuktian Undang-undang secara
positif lebih sesuai dibandingkan dengan sistem pembuktian menurut keyakinan. Sistem pembuktian menurut Undang-undang lebih dekat kepada
prinsip penghukuman berdasar hukum, artinya penjatuhan hukuman terhadap seseorang semata-mata tidak diletakkan di bawah kewenangan hakim, tetapi di
atas kewenangan Undang-undang berlandaskan asas seorang terdakwa baru dapat dihukum dan dipidana jika apa yang didakwakan kepadanya benar-benar
terbukti berdasarkan cara dan alat-alat bukti yang sah menurut Undang- undang.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Wirjono Prodjodikoro, teori ini tidak mendapat penganut lagi. Beliau juga menolak teori pembuktian ini, karena bagaimana hakim dapat
menetapkan kebenaran selain dengan cara menyatakan kepada keyakinanya tentang hal kebenaran itu, lagi pula keyakinan seorang hakim yang jujur dan
berpengalaman mungkin sekali sesuai dengan keyakinan masyarakat.
45
4. Sistem pembuktian Undang-undang Secara Negatif Negatief Wettelijk stelsel
Pada prinsipnya, sistem pembuktian menurut Undang-undang negatif negatief wettlijke bewijs theorie menentukan bahwa hakim hanya boleh menjatuhkan
pidana terhadap terdakwa apabila alat bukti tersebut secara limintatif ditentukan oleh Undang-undang dan didukung pula oleh adanya keyakinan
hakim terhadap eksistensi alat-alat bukti tersebut. Dari aspek historis ternyata sistem pembuktian menurut Undang-undang secara negatif, hakikatnya
merupakan “peramuan” antara sistem pembuktian menurut Undang-undang secara positif positief wettelijke bewijs theorie dan sistem pembuktian
berdasarkan keyakinan hakim conviction intimconviction raisonce. Dengan peramuan ini, substansi sistem pembuktian menurut Undang-undang secara
negatif negatief wettelijke bewijs theorie tentulah melekat adanya anasir prosedural dan tata pembuktian sesuai dengan alat-alat bukti sebagaimana
limintatif ditentukan Undang-undang dan terhadap alat-alat bukti tersebut hakim baik secara materiel maupun secara prosedural.
46
45
Mohammad Taufik Makarao, Surhasril, Op.cit. , hal. 104-105
46
Lilik Mulyadi, Op.cit. , hal. 196-197
Universitas Sumatera Utara
D. Simon mengemukakan, dalam sistem atau teori pembuktian yang berdasarkan Undang-undang secara negatif negatief wettlijke bewijs theorie
ini, pemidanaan didasarkan kepada pembuktian yang berganda dubbel en grondslag, yaitu pada peraturan Perundang-undangan dan pada keyakinan
hakim, dan menurut Undang-undang, dasar keyakinan hakim itu bersumberkan pada peraturan Undang-undang
Wirjono Prodjodikoro berpendapat, bahwa sistem pembuktian berdasarkan Undang-undang secara negatif negatief wettlijke bewijs theorie sebaiknya
dipertahankan berdasarkan dua alasan, pertama memang sudah selayaknya harus ada keyakinan hakim tentang kesalahan terdakwa untuk dapat
menjatuhkan suatu hukuman pidana, janganlah hakim terpaksa memidana orang sedangkan hakim tidak yakin atas kesalahan terdakwa. Kedua adalah
berfaedah jika ada aturan yang mengikat hakim dalam menyusun keyakinannya, agar ada patokan-patokan tertentu yang harus dituruti oleh
hakim dalam melakukan peradilan. M.Yahya Harahap berpendapat lain, sistem pembuktian ini dalam praktek
penegakan hukum akan lebih cenderung pada pendekatan sistem pembuktian menurut Undang-undang secara positif. Sedangkan mengenai keyakinan
hakim, hanya bersifat unsure pelengkap dan lebih berwarna sebagai unsure formil dalam model putusan. Unsur keyakinan hakim dalam praktek dapat saja
dikesampingkan apabila keyakinan itu tidak dilandasi oleh pembuktian yang cukup. Sekalipun hakim yakin dengan seyakin-yakinnya akan kesalahan
terdakwa, keyakinan itu dapat saja dianggap tidak mempunyai nilai jika tidak
Universitas Sumatera Utara
dibarengi dengan pembuktian yang cukup. Sebaliknya, seandainya kesalahan terdakwa telah terbukti dengan cukup, dan hakim lalai mencantumkan
keyakinanya, kealpaan itu tidak mengakibatkan batalnya putusan. Hal lain berkaitan dengan keyakinan hakim ini adalah seperti apa disebutkan
dalam Pasal 158 KUHAP, hakim dilarang menunjukkan sikap atau mengeluarkan pernyataan di sidang tentang keyakinan mengenai salah atau
tidaknya terdakwa.
47
B. Sistem Pembuktian Yang Dianut KUHAP
Setelah sebelumnya dijelaskan beberapa teori dan sistem pembuktian yang ada dalam hukum acara pidana, maka pada bagian ini coba dikaji sistem
pembuktian mana yang sebenarnya diatur dan dianut oleh KUHAP. Sistem pembuktian manakah diantara salah satu sistem dan teori pembuktian yang ada
diatas tersebut yang diatur didalam KUHAP?. Jawaban dari pernyataan tersebut
dijabarkan dalam Pasal 183 KUHAP, yang berbunyi:
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh
keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukanya”
Jika dibandingkan bunyi Pasal 183 KUHAP dengan Pasal 294 HIR,
hampir bersamaan bunyi dan maksud yang terkandung didalamnya yang berbunyi: “tidak akan dijatuhkan hukuman kepada seorang pun jika hakim tidak
yakin kesalahan terdakwa dengan upaya bukti menurut Undang-undang bahwa benar telah terjadi perbuatan pidana dan bahwa tertuduhlah yang
salah melakukan perbuatan itu”
48
47
Mohammad Taufik Makarao, Suhasril, Op.cit. , hal. 106
48
M. Yahya Harahap, Op.cit, hal. 280
Universitas Sumatera Utara
Sebenarnya sebelum diberlakukanya KUHAP, ketentuan yang sama telah berlaku dalam Undang-undang Pokok Tentang Kekuasaan Kehakiman UUPKK
Pasal 6 yang berbunyi: “Tiada seorang pun juga dapat dijatuhi pidana kecuali apabila pengadilan
karena alat pembuktian yang sah menurut Undang-undang mendapat keyakinan, bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab telah
bersalah atas perbuatan yang dituduhkan atas dirinya” Kelemahan rumusan Undang-undang ini ialah disebutkan alat pembuktian,
bukan alat-alat pembuktian, seperti dalam Pasal 183 KUHAP disebut dua alat bukti.
49
Dari bunyi pasal tersebut, baik yang termuat pada Pasal 183 KUHAP maupun yang dirumuskan dalam Pasal 294 HIR, sama-sama menganut sistem
“pembuktian menurut Undang-undang secara negatif” perbedaan antara keduanya, hanya terletak pada penekananya saja. Pada Pasal 183 KUHAP syarat,
“Pembuktian menurut cara dan alat bukti yang sah”. Lebih ditekankan dalam perumusannya. Hal ini dapat dibaca dalam kalimat: ketentuan pembuktian yang
memadai untuk menjatuhkan pidana kepada seorang terdakwa “sekurang- kurangnya dua alat bukti yang sah”. Dengan demikian Pasal 183 KUHAP
mengatur untuk menentukan salah tidaknya seorang terdakwa dan untuk menjatuhkan pidana pada seorang terdakwa, harus:
50
a. Kesalahannya terbukti dengan sekurang-kurangnya “dua alat bukti yang
sah”.
49
Andi Hamzah, Op.cit. , hal. 263
50
M. Yahya Harahap, Loc. cit
Universitas Sumatera Utara
b. Dan atas keterbuktian dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang
sah, hakim “memperoleh keyakinan” bahwa tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukanya.
Untuk menjajaki alasan pembuat Undang-undang merumuskan Pasal 183 KUHAP, barangkali ditujukan untuk mewujudkan suatu ketentuan yang
seminimal mungkin dapat menjamin “tegaknya kebenaran sejati” serta “tegaknya keadilan dan kepastian hukum”. Pendapat ini dapat diambil dari makna penjelasan
Pasal 183 KUHAP. Dari penjelasan Pasal 183 pembuat Undang-undang telah menentukan pilihan bahwa sistem pembuktian yang paling tepat dalam kehidupan
penegakan hukum di Indonesia ialah sistem pembuktian menurut Undang-undang secara negatif, demi tegaknya keadilan, kebenaran, dan kepastian hukum. Karena
dalam sistem pembuktian ini, terpadu kesatuan penggabungan antara sistem conviction-in time dengan sistem pembuktian menurut Undang-undang secara
positif positief wettenlijk stelse.
51
Pendapat yang sama dikemukakan oleh Wirjono Prodjodikoro, bahwa sistem yang dipertahankan oleh Indonesia sampai sekarang dalam KUHAP adalah
sistem pembuktian berdasarkan Undang-undang secara negatif negative wettenlijk, oleh karena adanya dua alasan penting, yakni: pertama memang sudah
selayaknya harus ada keyakinan hakim tentang kesalahan terdakwa untuk dapat menjatuhkan suatu hukuman pidana. Janganlah hakim terpaksa memidana orang
sedangkan hakim tidak yakin atas kesalahan terdakwa. Kedua ialah berfaedah jika ada aturan yang mengikat hakim dalam menyusun keyakinannya, agar ada
51
Ibid
Universitas Sumatera Utara
patokan-patokan tertentu yang harus diturut oleh hakim dalam melakukan peradilan.
52
Jika direnungkan lebih jauh, sangat berbahaya dan sangat dekat dengan kesewenangan-wenangan seandainya penilaian kesalahan terdakwa semata-mata
ditentukan oleh keyakinan seperti yang dianut sistem pembuktian conviction-in time, sebab keyakinan itu bersifat abstrak dan tersembunyi secara subjektif, dan
sulit mengujinya dengan cara dan ukuran objektif. Oleh karena itu, sistem pembuktian menurut keyakinan hakim semata-mata, mempunyai tendensi
kecenderungan untuk menyerahkan sepenuhnya penentuan salah atau tidaknya terdakwa kepada penilaian subjektif hakim. Sedangkan masalah subjektif seorang
manusia, sangat dipengaruhi oleh latar belakang kehidupan yang bersangkutan. Setiap manusia memiliki sikap keyakinan yang berbeda sehingga akan
dikhawatirkan praktek penegakan hukum yang berbeda dan beragama dalam pemidanaan. Akan tetapi, sebaliknya jika pemidanaan terdakwa semata-mata
digantungkan kepada ketentuan cara dan menurut alat-alat bukti yang sah tanpa didukung keyakinan hakim, kebenaran, dan keadilan yang diwujudkan dalam
upaya penegakan hukum, sedikit banyak agak jauh dari kebenaran sejati, karena hanya mengejar dan mewujudkan kebenaran formal belaka, dan dapat
menumbulkan tekanan batin kepada hakim karena menjatuhkan pidana kepada seorang terdakwa yang diyakininya tidak benar-benar bersalah.
53
C. Alat-alat Bukti yang Diatur Dalam KUHAP
52
Andi Hamzah, Op.cit. , hal. 253
53
Yahya Harahap, Op.cit. , hal. 281
Universitas Sumatera Utara
Setelah pada bagian sebelumya dijelaskan mengenai bagaimana tentang sistem atau teori dari suatu pembuktian dan apa saja sistem pembuktian yang
diatur oleh KUHAP, maka pada bagian ini akan dipaparkan bagaimana pengaturan alat bukti yang diatur dalam KUHAP.
Sebagaimana yang diuraikan terdahulu, Pasal 184 ayat 1 KUHAP telah menentukan secara limintatif alat bukti yang sah menurut Undang-undang. Di luar
alat bukti itu, tidak dibenarkan dipergunakan untuk membuktikan kesalahan terdakwa. ketua sidang, penuntut umum, terdakwa atau penasehat hukum. Terikat
dan terbatas hanya diperbolehkan mempergunakan alat-alat bukti itu saja. Mereka tidak leluasa mempergunakan alat bukti yang dikehendakinya di luar alat bukti
yang ditentukan.
54
Yang dimaksud dengan alat bukti adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan suatu perbuatan, dimana dengan alat-alat bukti tersebut,
dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian guna menimbulkan keyakinan hakim atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh
terdakwa.
55
Pada dasarnya perihal alat-alat bukti diatur sebagaimana dalam Pasal 184 ayat 1 KUHAP. Oleh karena itu apabila ditelaah secara global proses
mendapatkan kebenaran materiel materieele waarheid dalam perkara pidana alat-alat bukti memegang peranan sentral dan menentukan. Oleh, karena itu secara
teoritis dan praktik suatu alat bukti haruslah dipergunakan dan diberi penilaian
54
Ibid, hal. 285
55
Hari Sasangka, Lily Rosita, Loc.cit
Universitas Sumatera Utara
secara cermat, agar tercapai kebenaran sejati sekaligus tanpa mengabaikan hak asasi terdakwa.
56
a. Keterangan saksi
Dalam hal ini adapun yang menjadi alat-alat bukti sebagaimana yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP , adalah sebagai berikut:
b. Keterangan ahli
c. Surat
d. Petunjuk
e. Keterangan terdakwa
57
Sesuai dengan ketentuan Pasal 184 ayat 1, Undang-undang menentukan lima jenis alat bukti yang sah. Di luar ini, tidak dapat dipergunakan sebagai alat
bukti yang sah. Jika ketentuan Pasal 183 dihubungkan dengan jenis alat bukti itu terdakwa baru dapat dijatuhi hukuman pidana, apabila kesalahan dapat dibuktikan
paling sedikit dengan dua 2 jenis alat bukti yang disebut dalam Pasal 184 ayat 1. Kalau begitu, minimum pembuktian yang dapat dinilai cukup memadai untuk
membuktikan kesalahan terdakwa “sekurang-kurangnya” atau “paling sedikit” dibuktikan dengan “dua”alat bukti yang sah.
a. Keterangan Saksi
Perihal batasan keterangan saksi secara eksplisit Pasal 1 angka 27 KUHAP menentukan, bahwa:
“Keterangan saksi adalah salah satu bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia
56
Lilik Mulyadi, Op.cit. , hal. 99
57
Ibid
Universitas Sumatera Utara
dengar sendiri, ia liat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu”
Sedangkan menurut Pasal 185 ayat 1 KUHAP, memberi batasan
pengertian keterangan saksi dalam kapasitasnya sebagai alat bukti, bahwa : “Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di
sidang pengadilan” Berdasarkan pengertian diatas jelaslah bahwa keterangan saksi sebagai alat
bukti yang paling utama dalam perkara pidana. Boleh dikatakan, tidak ada perkara pidana yang luput dari pembuktian alat bukti keterangan saksi. Sekurang-
kurangnya disamping pembuktian dengan alat bukti yang lain, masih selalu diperlukan pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi. Ditinjau dari segi nilai
dan kekuatan pembuktian atau “the degree evidence” keterangan saksi, agar keterangan saksi atau kesaksian mempunyai nilai serta kekuatan pembuktian,
perlu diperhatikan beberapa ketentuan yang harus dipenuhi oleh saksi.
58
Melalui kajian teoritis dan praktik dapat dikonklusikan bahwa menjadi seorang saksi merupakan kewajiban hukum bagi setiap orang. Apabila seseorang
dipanggil menjadi saksi akan tetapi menolaktidak mau hadir di depan persidangan, meskipun telah dipanggil dengan sah dan hakim ketua sidang
mempunyai cukup alasan untuk menyangka bahwa saksi itu tidak akan mau hadir, hakim ketua sidang dapat memerintahkan supaya saksi tersebut dihadapkan ke
persidangan Pasal 159 ayat 2 KUHAP. Dengan demikian asasnya setiap orang yang mendengar, melihat atau mengalami sendiri suatu peristiwa dapat di dengar
sebagai saksi Pasal 1 angka 26 KUHAP, akan tetapi dalam hal eksploitasi
58
M. Yahya Harahap, Op.cit. , hal. 286
Universitas Sumatera Utara
sifatnya seseorang tidak dapat mengundurkan diri sebagai saksi. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 168 KUHAP yang berbunyi:
“Kecuali ketentuan lain dalam Undang-undang ini, maka tidak dapat didengar keterangannya dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi:
a. Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus keatas atau kebawah
sampai derajat ketiga atau yang bersama-sama sebagai terdakwa; b.
Saudara dari terdakwa atau yang sama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai
hubugan karena perkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga;
c. Suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang
bersama-sama sebagai terdakwa.
Terhadap ketentuan Pasal 168 huruf a KUHAP agar lebih jelas, mudah dimengerti dan terang tentang hubungan keluarga sedarah bloeverwanschap dan
keluarga semenda aanverwantschap dalam garis lurus ketas atau kebawah sampai derajat ketiga dapat dikemukakan dalam bagan berikut:
Bagan Hubungan Keluarga Sedarah
59
A ♂ ♀B
C ♂ ♀D E♂
F ♀
G ♂
H ♀
Keterangan: Jika A dan B, C dan D, E dan F adalah suami istri, maka :
C dan E merupakan anak A dan B D dan F adalah anak C dan D
G adalah anak menantu C dan D H adalah anak E dan F
59
Lilik Mulyadi, Op.cit. , hal. 171
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan derajat kekeluargaannya adalah A dan B dengan CE adalah derajat Kesatu
A dan B dengan DF adalah derajat kesatu semenda A dan B dengan GH adalah derajat kedua
C dengan E adalah derajat Kedua C dengan F adalah derajat kedua semenda
E dengan D adalah derajat kedua semenda C dengan H adalah derajat ketiga
E dan G adalah derajat ketiga G dengan H adalah derajat keempat
60
Bagan Menghitung Derajat Kekeluargaan
Jadi, cara mengitung derajat kekeluargaan haruslah dengan menarik garis sentral sesuai dengan bagan berikut:
61
A Bapak
2 3 C
E Anak
1 G
H Cucu Namun, dalam bagan demikian dapat disimpulkan antara keponakan
dengan pamanbibik tidak diperkenankan menjadi saksi, tetapi antara keponakan dengan anak paman atau bibik sepupu sekali sudah boleh menjadi saksi. Akan
tetapi, ketentuan Pasal 168 KUHAP ternyata dapat disimpangi berdasarkan Pasal 169 KUHAP sehingga apabila mereka sebagaimana ketentuan Pasal 168 KUHAP
mengendakinya dan penuntut umum serta terdakwa secara tegas menyetujui dapat
60
Ibid, hal. 100
61
Ibid, hal.172
Universitas Sumatera Utara
memberi keterangan di bawah sumpah Pasal 169 ayat 1 KUHAP dan tanpa persetujuan mereka diperbolehkan memberi keterangan tanpa sumpah Pasal 169
ayat 2 KUHAP.
62
Disamping karena hubungan keluarga atau semenda, juga ditentukan oleh pasal 170 KUHAP bahwa mereka karena pekerjaan, harkat, martabat atau jabatan
diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan saksi. Contoh orang yang harus menyimpan rahasia jabatan
misalnya seorang Dokter yang harus merahasiakan penyakit yang diderita pasiennya. Sedangkan yang dimaksud karena martabatnya dapat mengundurkan
diri adalah mengenai hal yang dipercayakan kepada mereka, misalnya Pastor agama Khatolik Roma yang berhubungan dengan kerahasiaan orang-orang yang
melakukan pengakuan dosa kepada pastor tersebut. Menurut Pasal 170 KUHAP di atas mengatakan “dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi
keterangan sebagai saksi ..” maka berarti apabila mereka bersedia menjadi saksi, dapat diperiksa oleh hakim “oleh karena itu, kekecualian menjadi saksi karena
harus menyimpan rahasia jabatan atau karena martabatnya merupakan kekecualian relatif.
63
Dalam hal menjadi seorang saksi yang keteranganya diperlukan di muka Pengadilan maka ada syarat-syarat yang harus di penuhi oleh seorang saksi, yakni
diantaranya :
64
1. Syarat formal
62
Ibid, hal. 101
63
Andi Hamzah, Op.cit. , hal. 285
64
Lilik Mulyadi, Op.cit. , hal. 173
Universitas Sumatera Utara
Bahwa dalam syarat formal ini keterangan saksi harus diberikan dengan di bawah sumpahjanji menurut cara agamanya masing-masing bahwa akan memberi
keterangan sebenarnya dan tidak lain dari apa yang sebenarnya Pasal 160 ayat 3 KUHAP.
Dalam hal mengucapkan sumpah atau janji menurut ketentuan Pasal 160 ayat 3, sebelum saksi memberi keterangan “wajib mengucapkan” sumpah atau
janji. Adapun sumpah atau janji :
65
a. Dilakukan menurut cara agamanya masing-masing.
b. Lafal sumpah atau janji berisi bahwa saksi akan memberi keterangan
yang sebenar-benarnya dan tiada lain daripada yang sebenarnya. Dalam Pasal 161 ayat 2 menunjukkan bahwa pengucapan sumpah
merupakan syarat mutlak: “keterangan saksi atau ahli yang tidak disumpah atau mengucapkan janji,
tidak dapat dianggap sebagai alat bukti yang sah, tetapi hanyalah merupakan keterangan yang dapat menguatkan keyakinan hakim”
Ini tidak berarti merupakan kesaksian menurut Undang-undang, bahkan juga tidak merupakan petunjuk, karena hanya dapat memperkuat keyakinan
hakim.
2. Syarat materiel
Mengenai syarat ini dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 1 angka 27 Jo
Pasal 85 ayat 1 KUHAP dimana ditentukan bahwa:
“Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri,
65
Yahya Harahap, Op. cit. , hal. 286
Universitas Sumatera Utara
ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebutkan alasan dari pengetahuannya itu.”
Dalam hal ini haruslah diketahui bahwa tidak semua keterangan saksi mempunyai nilai sebagai alat bukti. Keterangan saksi yang mempunyai nilai ialah
keterangan yang sesuai dengan isi pasal yang dikemukakan diatas, yakni jika dijabarkan poin-poinnya adalah sebagai berikut :
1 Yang saksi liat sendiri;
2 Saksi dengar sendiri;
3 Dan saksi alami sendiri;
4 Serta menyebutkan alasan dari pengetahuannya itu.
Dari penegasan bunyi Pasal 1 angka 27 dihubungkan dengan bunyi penjelasan pada pasal 185 ayat 1, dapat ditarik kesimpulan :
66
a. Setiap keterangan saksi di luar apa yang didengar sendiri dalam
peristiwa pidana yang terjadi atau di luar yang dilihat atau dialaminya dalam peristiwa pidana yang terjadi, keterangan yang diberikan yang di
luar pendengaran, penglihatan, atau pengalaman sendiri mengenai suatu peristiwa pidana yang terjadi “tidak dapat dijadikan dan dinilai sebagai
alat bukti” keterangan semacam ini tidak mempunyai kekuatan nilai pembuktian.
b. “testimonium de auditu” atau keterangan saksi yang ia peroleh sebagai
hasil pendengaran dari orang lain “tidak mempunyai nilai sebagai alat bukti keterangan saksi di sidang pengadilan berupa keterangan ulangan
66
Ibid, hal. 287
Universitas Sumatera Utara
dari apa yang di dengarnya dari orang lain, tidak dapat dianggap sebagai bukti”
67
c. Pendapat atau rekaan yang saksi peroleh dari hasil pemikiran, bukan
merupakan keterangan saksi. Penegasan ini sesuai dengan ketentuan Pasal 185 ayat 5. Oleh karena itu, setiap keterangan saksi yang
bersifat pendapat atau hasil pemikiran saksi, harus dikesampingkan dari pembuktian dalam membuktikan kesalahan terdakwa. Keterangan yang
bersifat dan berwarna pendapat pemikiran pribadi saksi, tidak dapat dinilai sebagai alat bukti.
Menurut pendapat Andi Hamzah mengenai Testimonium de auditu atau hearsay evidence ialah bahwa kesaksian
tersebut tidak diperkenankan sebagai alat bukti, dan selaras pula dengan tujuan hukum acara pidana yang mencari kebenaran materiil, serta
untuk perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, dimana keterangan seorang saksi yang hanya mendengar dari orang lain, tidak terjamin
kebenarannya, maka kesaksian de auditu atau hearsey evidence patut tidak dipakai di Indonesia. Namun demikian kesaksian de auditu ini
perlu pula didengarkan oleh hakim, walau tidak mempunyai nilai sebagai bukti kesaksian tetapi dapat memperkuat keyakinan yang
bersumber kepada dua alat bukti yang lain.
68
Kekecualian menjadi saksi dibawah sumpah juga ditambahkan dalam Pasal 171 KUHAP, yaitu :
67
Andi Hamzah, Op.cit. , hal. 273
68
Yahya Harahap, Op.cit. , hal. 2
Universitas Sumatera Utara
1 Anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun dan belum pernah
kawin; 2
Orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun kadang-kadang ingatannya baik kembali.
Setelah diketahui mengenai syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang saksi maka yang juga harus diketahui adalah bahwa ada beberapa pembagian atau
jenis dari saksi, diantarannya adalah sebagai berikut :
69
1. Saksi
a chargememberatkan terdakwa dan saksi a de chargemeringankan terdakwa
Menurut sifat dan eksistensinnya, keterangan saksi a charge adalah keterangan seorang saksi dengan sifat memberatkan terdakwa dan lazimnya
diajukan oleh jaksa penuntut umum JPU. Sedangkan saksi a de charge adalah keterangan seorang saksi dengan sifat meringankan terdakwa dan lazim diajukan
oleh terdakwapenasihat hukum. Secara teoritis berdasarkan ketentuan Pasal 160 ayat 1 huruf c KUHAP ditentukan bahwa :
“Dalam hal ada saksi yang menguntungkan maupun yang memberatkan terdakwa yang tercantum dalam suatu pelimpahan perkara dan atau yang
dimintai oleh terdakwa atau penasihat hukum atau penuntut umum selama berlangsungnya sidang atau sebelum dijatuhkannya putusan, hakim ketua
sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut.”
2. saksi mahkotakroon getuige
Secara normatif dalam KUHAP tidak diatur mengenai saksi mahkotakroon getuige. Pada hakikatnya saksi mahkota adalah saksi yang diambil
dari salah seorang tersangkaterdakwa yang kepadanya diberikan suatu mahkota.
69
Ibid
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian, berdasarkan visi praktik peradilan, asasnya saksi mahkota itu mempunyai dimensi sebagai berikut :
a Bahwa saksi mahkota adalah juga saksi;
b Bahwa saksi mahkota diambil dari salah seorang tersangkaterdakwa;
c Bahwa saksi tersebut kemudian diberikan mahkota.
3. Saksi verbalisant
Secara fundamental verbalisant adalah istilah yang lazim tumbuh dan berkembang dalam praktik serta tidak diatur dalam KUHAP. Menurut makna
leksikon dan doktrina, verbalisant adalah nama yang diberikan kepada petugas polisi atau yang diberikan kepada petugas khusus, untuk menyusun, membuat
atau mengarang berita acara.
70
b. Keterangan ahli
Keterangan ahli atau verklaringen van een deskundigeexpect testimony adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus
tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan Pasal 1 angka 28 KUHAP.
71
Perbedaan antara keterangan seorang saksi dengan seorang ahli, ialah bahwa keterangan seorang saksi mengenai hal-hal yang di alami oleh saksi itu
sendiri eigen waarneming, sedang keterangan seorang ahli ialah mengenai suatu penghargaan dari hal-hal yang sudah nyata ada dan pengambilan kesimpulan dari
hal-hal itu.
72
70
Ibid, hal. 105
71
Ibid
72
Ibid, hal.128
Universitas Sumatera Utara
Dalam KUHAP sendiri tidak diberikan penjelasan khusus mengenai apa yang dimaksud dengan keterangan ahli, dan menurut Andi Hamzah dapat
merupakan kesengajaan pula. Dalam terjemahan yang dikemukakan oleh Andi Hamzah, seseorang dapat memberikan keterangan sebagai ahli jika ia mempunyai
pengetahuan, keahlian, pengalaman, latihan, atau pendidikan khusus yang memadai untuk memenuhi syarat sebagai seorang ahli tentang hal yang berkaitan
dengan keterangan.
73
c. Surat
Dalam Pasal 186 KUHAP menyatakan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan. Jadi pasal tersebut tidak menjawab siapa yang
disebut ahli dan apa itu keterangan ahli. Meskipun tidak ada pengertian dan batasan yang jelas tentang apa yang dimaksud dengan keterangan ahli, namun
KUHAP menetapkan keterangan ahli sebagai alat bukti yang sah. Bahkan ditempatkan pada urutan kedua sesudah alat bukti keterangan saksi. Melihat tata
urutannya, pembuat Undang-undang menilainnya sebagai alat bukti yang penting artinya dalam pemeriksaan perkara pidana. Adapun ahli yang dimaksud dalam
pasal ini, misalnya ahli kedokteran, ahli toxin dan lain-lain. Bantuan yang dapat diberikan oleh para ahli tersebut, adalah untuk menjelaskan tentang bukti-bukti
yang ada. Setiap orang yang dimintai pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli-ahli lainnya wajib memberikan keterangan demi
keadilan.
73
Andi Hamzah, Op.cit. , hal. 268
Universitas Sumatera Utara
Ada beberapa pengertian surat secara umum yang dikemukakan oleh para ahli diantarannya adalah sebagai berikut :
74
Asser-Anema, menyebutkan bahwa surat adalah segala sesuatu yang mengandung tanda-tanda baca yang dapat dimengerti, dimaksud untuk
mengeluarkan isi pikiran. Pitlo, menyebutkan tidak termasuk dalam kata surat, adalah foto dan peta, barang-barang ini tidak memuat tanda-tanda bacaan. Sejalan
dengan itu Sudikno Metrokusumo menyatakan bahwa potret atau gambar tidak memuat tanda-tanda bacaan atau buah pikiran, demikian pula denah atau peta,
meskipun ada tanda-tanda bacaannya tetapi tidak mengandung suatu buah pikiran atau isi hati seseorang. Itu semua hanya sekedar merupakan barang atau benda
untuk meyakinkan saja demonstratif evidence. Menurut Sudikno Metrokusumo, surat adalah yang memuat tanda-tanda
bacaan yang dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati atau untuk menyampaikan buah pikiran seseorang dan dipergunakan sebagai pembuktian. Dengan demikian
maka segala sesuatu yang tidak memuat tanda-tanda bacaan, atau meskipun memuat tanda-tanda bacaan, akan tetapi tidak mengandung buah pikiran, tidaklah
termasuk dalam pengertian alat bukti tertulis atau surat.
75
Seperti alat bukti keterangan saksi dan keterangan ahli, alat bukti surat ini juga mempunyai syarat agar dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah pada
sidang pengadilan. Dimana pengaturan mengenai alat bukti surat ini diatur dalam
74
Hari Sasangka, Rosita, Op.cit. , hal. 62
75
Ibid
Universitas Sumatera Utara
Pasal 187 KUHAP. Menurut ketentuan ini, surat dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah menurut Undang-undang ialah :
76
a. Surat yang dibuat atas sumpah jabatan.
b. Atau surat yang dikuatkan dengan sumpah.
Dalam hal ini aspek fundamental surat sebagai bukti diatur pada Pasal 184 ayat 1 huruf c KUHAP. Secara substansial tentang bukti surat ini ditentukan oleh
Pasal 187 KUHAP yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut: Sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat 1 huruf c, dibuat atas sumpah
jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah : a.
Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum, yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang semua
keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialami sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas
tentang keterangannya itu;
b. Surat yang dibuat menurut ketentuan Peraturan Perundang-undangan
atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan
bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan;
c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan
keahliannya mengenai sesuatu atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi kepadannya;
d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi
dari alat pembuktian yang lain. Dari macam-macam surat resmi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 187
huruf a, b, dan c KUHAP, maka surat dapat digolongkan menjadi : a.
Acte ambtelijk, yaitu akta otentik yang dibuat oleh pejabat umum. Pembuatan akta otentik tersebut sepenuhnya merupakan kehendak
dari pejabat umum tersebut. Jadi isinya adalah keterangan dari pejabat
76
M. Yahya Harahap, Op.cit. , hal. 115
Universitas Sumatera Utara
umum tentang yang ia liat dan ia lakukan. Misalnya, berita acara tentang keterangan saksi yang dibuat oleh penyidik
b. Acte partij, yaitu akta otentik yang dibuat para pihak dihadapan
pejabat umum yang merupakan pembuat akta otentik tersebut sepenuhnya. Berdasarkan kehendak dari para pihak dengan bantuan
pejabat umum. Isi akta otentik tersebut merupakan keterangan- keterangan yang berisi kehendak para pihak. Misalnya: akta jual beli
yang dibuat dihadapan notaris. Sedangkan macam-macam surat adalah :
1. Surat biasa;
2. Surat otentik;
3. Surat dibawah tangan.
Jika macam-macam surat tersebut dihubungkan dengan ketentuan Pasal 187 KUHAP, maka Pasal 187 huruf a, b, dan c KUHAP termasuk surat otentik.
Sedangkan Pasal 187 huruf d termasuk surat biasa.
77
Secara formal, alat bukti surat sebagaimana disebut dalam Pasal 187 a, b, dan c adalah alat bukti sempurna sebab dibuat secara resmi menurut
formalitas yang ditentukan oleh peraturan Perundang-undangan, sedangkan surat yang disebut dalam butir d bukan merupakan alat bukti yang sempurna. Dari
segi materiel, semua bentuk alat bukti surat yang disebut dalam Pasal 187 bukanlah alat bukti yang mempunyai kekuatan mengikat sama seperti keterangan
77
Hari Sasangka, Rosita, Op.cit. , Hal. 66-67
Universitas Sumatera Utara
saksi atau keterangan ahli, surat juga mempunyai kekuatan pembuktian yang bersifat bebas vrij bewijskracht.
Adapun alasan ketidakterikatan hakim atas alat bukti surat didasarkan pada beberapa asas antara lain, asas proses pemeriksaan perkara pidana ialah untuk
mencari kebenaran materiel atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran sejati materiel waarheid, bukan mencari keterangan formal. Selain itu asas batas
minimum pembuktian bewijs minimum yang diperlukan dalam pembuktian untuk mengikat kebebasan hakim sebagaimana tercatum dalam Pasal 183
KUHAP, bahwa hakim baru boleh menjatuhkan pidana kepada seorang terdakwa yang telah terbukti dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan
keyakinan hakim bahwa terdakwalah yang melakukannya. Dengan demikian, bagaimanapun sempurnanya alat bukti surat, namun alat bukti surat ini tidaklah
dapat berdiri sendiri, melainkan sekurang-kurangnya harus dibantu dengan satu alat bukti yang sah lainnnya guna memenuhi batas minimum pembuktian yang
telah ditentukan dalam Pasal 183 KUHAP.
d. Petunjuk
Dalam peraktek peradilan, sering terjadi kesulitan dalam menerapkan alat bukti petunjuk itu. Dimana akibat dari kekurang hati-hatian dalam menggunakan
alat bukti petunjuk itu dapat berakibat fatal pada putusannya.
Yahya Harahap mendefenisikan petunjuk dengan menambah beberapa kata yakni petunjuk adalah suatu “isyarat” yang dapat ditarik dari suatu perbuatan,
kejadian atau keadaan dimana isyarat tadi mempunyai persesuaian antara yang satu dengan yang lain maupun isyarat tadi mempunyai persesuaian dengan tidak
Universitas Sumatera Utara
pidana itu sendiri, dan dari isyarat yang bersesuaian tersebut “melahirkan” atau mewujudkan suatu petunjuk yang membentuk kenyataan terjadinnya suatu tindak
pidana dan terdakwalah pelakunya.
78
1 Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena
persesuaian, baik antara satu dan yang lain, maupun tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa
pelakunya. Berdasarkan ketentuan Pasal 184 ayat 1 huruf d KUHAP, petunjuk
merupakan bagian keempat sebagai alat bukti. Esensi alat bukti petunjuk ini diatur dalam ketentuan Pasal 188 KUHAP yang selengkap-lengkapnya berbunyi sebagai
berikut :
2 Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 hanya dapat diperoleh
dari: keterangan saksi, surat, keterangan terdakwa 3
Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu oleh hakim dengan arif lagi bijaksana, setelah ia
mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan keseksamaan berdasarkan hati nuraninya.
Adapun mengenai kekuatan pembuktian alat bukti petunjuk serupa sifat dan kekuatannya dengan alat bukti yang lain. Sebagaimana yang sudah diuraikan
mengenai kekuatan pembuktian keterangan saksi, keterangan ahli, dan alat bukti surat, hanya mempunyai sifat kekuatan pembuktian “ yang bebas” yaitu :
79
a. Hakim tidak terikat atas kebenaran persesuaian yang diwujudkan oleh
petunjuk, oleh karena itu, hakim bebas menilainya dan mempergunakannya sebagai upaya dalam pembuktian.
b. Petunjuk sebagai alat bukti tidak bisa berdiri sendiri membuktikan
kesalahan terdakwa, dia tetap terikat pada prinsip batas minimum
78
Muhammad Tufik Makarao, Suharsil, Op.cit. , hal. 129
79
M. Yahya Harahap, Op.cit. , hal. 317
Universitas Sumatera Utara
pembuktian. Oleh karena itu agar petunjuk mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang cukup, harus didukung sekurang-kurangnya satu alat
bukti yang lain. Kongkretnya, dengan titik tolak Pasal 188 ayat 2 KUHAP kata diperoleh
berarti diambil dari cara menyimpulkan yang hanya dapat ditarik atas keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa de waarneming van de rechter serta
diperlukan apabila bukti lain belum mencukupi batas minimum pembuktian. Pada prinsipnya dalam praktik penerapan alat bukti petunjuk cukup rumit dan tidak
semudah yang dibayangkan secara teoritis.
80
e. Keterangan terdakwa
Keterangan terdakwa erkentenis merupakan bagian kelima ketentuan Pasal 184 ayat 1 huruf e KUHAP. Apabila perbandingan dari segi istilah dengan
pengakuan terdakwa bekentennis sebagaimana ketentuan Pasal 295 jo Pasal 317 HIR istilah keterangan terdakwa Pasal 184 jo Pasal 189 tampaknya lebih luas
maknanya dari pada pengakuan terdakwa karena aspek ini mengandung makna bahwa segala sesuatu yang diterangkan oleh terdakwa sekalipun tidak berisi
pengakuan salah merupakan alat bukti yang sah. Dengan demikian, proses dan prosedural pembuktian perkara pidana menurut KUHAP tidak mengejar dan
memaksa agar terdakwa mengaku.
Pada dasarnya keterangan terdakwa sebagai alat bukti tidak perlu sama atau berbentuk pengakuan. Semua keterangan terdakwa hendaknya di dengar.
Apakah itu berupa penyangkalan, pengakuan, ataupun pengakuan sebagian dari
80
Lilik Mulyadi, Op.cit. , hal. 113-114
Universitas Sumatera Utara
perbuatan atau keadaan. Keterangan terdakwa tidak perlu sama dengan pengakuan karena pengakuan sebagai alat bukti mempunyai syarat-syarat:
81
a. Mengaku ia yang melakukan delik yang didakwakan.
b. Mengaku ia bersalah.
Selanjutnya, terhadap keterangan terdakwa secara limintatif diatur oleh Pasal 189 KUHAP, yang berbunyi :
1 Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang
tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri;
2 Keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat digunakan
untuk membantu menemukan bukti di sidang, asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang
didakwakan padanya;
3 Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri;
4 Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia
bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti lain.
Terhadap bunyi Pasal 189 ayat 2, Yahya Harahap mengatakan keterangan yang dapat diklasifikasikan sebagai keterangan terdakwa yang
diberikan di luar sidang adalah: 1
Keterangan yang diberikan dalam pemeriksaan penyidikan; 2
Dan keterangan itu dicatat dalam berita acara penyidikan; 3
Serta berita acara penyidikan itu ditandatangani oleh pejabat penyidik dan terdakwa.
82
Dari keterangan Pasal 189 KUHAP, dapat ditarik kesimpulan bahwa keterangan terdakwa dapat dinyatakan di dalam sidang pengadilan dan dapat pula
81
Andi Hamzah, Op.cit. , hal. 286-287
82
Yahya Harahap, Op. cit. , hal. 303
Universitas Sumatera Utara
diberikan di luar sidang. Apabila keterangan terdakwa yang dinyatakan di sidang pengadilan agar dapat dinilai sebagai bukti yang sah, hendaknya berisikan
penjelasan dan jawaban yang dinyatakan sendiri oleh terdakwa dalam menjawab setiap pertanyaan yang diajukan kepadanya yang ia lakukan, ia ketahui atau alami
sendiri. Sedangkan terhadap keterangan terdakwa yang berisikan di luar sidang hanya dapat dipergunakan dalam eksistensinya membantu menemukan bukti di
sidang pengadilan.
83
83
Lilik Mulyadi, Op.cit. , hal. 114-116
Universitas Sumatera Utara
BAB III BUKTI SURAT ELEKTRONIK EMAIL DALAM PEMBUKTIAN
PERKARA PIDANA MENURUT HUKUM PIDANA DI INDONESIA
A. Perluasan Alat bukti Dalam Pembuktian Tindak Pidana
Sistem pembuktian di era teknologi informasi sekarang ini menghadapi tantangan besar yang memerlukan penanganan serius, khususnya dalam kaitan
dengan upaya pemberantasan tindak pidana di dunia maya cybercrime. Hal ini muncul karena bagi sebagian pihak jenis-jenis alat bukti yang selama ini dipakai
untuk menjerat pelaku tindak pidana tidak mampu lagi dipergunakan dalam menjerat pelaku-pelaku kejahatan di dunia maya cybercrime.
Pembuktian dalam hukum pidana merupakan sub sistem kebijakan kriminal sebagai science of respone yang mencakup berbagai disiplin ilmu. Hal
ini disebabkan oleh luasnya kausa dan motif berkembangnya jenis kejahatan yang berbasis teknologi informasi dewasa ini. Penggunaan transaksi elektronik yang
tidak menggunakan kertas paperless transaction dalam sistem pembayaran menimbulkan permasalahan khususnya terkait dengan ketentuan pembuktian
sebagaimana diatur dalam Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP.
84
Sementara itu, pesatnya teknologi informasi melalui internet telah mengubah aktifitas-aktifitas kehidupan yang semula perlu dilakukan secara
kontak fisik, kini aktifitas keseharian dapat dilakukan secara virtual atau maya. Masalah pelik yang dihadapi penegak hukum saat ini adalah bagaimana menjaring
84
Didik M. Arif, Elisantris Gultom, 2005, Cyber Law Aspek Hukum Teknologi,nRefika Aditama, Bandung, hal. 97
Universitas Sumatera Utara
pelaku cybercrime yang mengusik rasa keadilan tersebut dikaitkan dengan ketentuan pidana yang berlaku.
Hambatan yang klasik adalah sulitnya menghukum si pelaku mengingat belum lengkapnya ketentuan pidana yang mengatur tentang kejahatan komputer,
internet, dan teknologi informasi cybercrime dan belum diterimanya dokumen elektronik misalnya file komputer sebagai alat bukti yang dianut oleh konsep
KUHAP.
85
Berkenaan dengan hukum pembuktian dalam proses peradilan baik dalam perkara pidana maupun perdata, kemajuan teknologi khususnya teknologi
informasi, memunculkan persoalan tersendiri mengenai apakah hukum pembuktian yang ada saat ini telah mampu menjangkau pembuktian kasus-kasus
cybercrime. Kedudukan teknologi, khususnya catatandokumen elektronik masih Hukum acara pidana sendiri, mengatur tentang ada lima 5 alat bukti yang
sah sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat 1 KUHAP. Di luar alat bukti ini tidak dibenarkan dipergunakan sebagai alat bukti untuk membuktikan kesalahan
terdakwa. Hakim ketua sidang, Penuntut umum, Terdakwa, atau Penasehat hukum terikat dan terbatas hanya diperbolehkan mempergunakan alat-alat bukti ini saja.
Mereka tidak leluasa mempergunakan alat bukti yang dikehendakinnya di luar alat bukti yang ditentukan oleh Pasal 184 ayat 1. Dimana alat-alat bukti yang
dimaksud adalah: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.
85
Ibid, hal. 99
Universitas Sumatera Utara
menjadi bahan perdebatan mengenai bagaimana kedudukannya sebagai alat bukti yang sah di persidangan.
Dalam kaitanya dengan hubungan hukum yang terjadi di cyberspace, yang menjadi pertanyaan adalah apakah untuk membuktikan tentang berbagai peristiwa
hukum yang terjadi di cyberspace dapat diterapkan kaidah-kaidah hukum di dunia non virtual.
86
1. Perkembangan Teknologi Dan Kaitannya dengan Kejahatan Menggunakan Teknologi
Oleh sebab itu pada sub bab ini akan dibahas secara lebih terperinci mengenai apa dan bagaimana sebenarnya bukti elektronik itu.
Sekarang ini, Bahwa teknologi dalam perkembangannya menimbulkan dampak positif dan negatif bagi para pihak yang menggunakannya. Dampak
positif yang ditimbulkan oleh perkembangan teknologi ini sangat banyak manfaatnya khususnya bagi perkembangan kehidupan manusia. Banyak
kemudahan yang diperoleh dari perkembangan teknologi, diantaranya adalah kita dapat menyelesaikan pekerjaan dengan semakin mudah dibantu perangkat
teknologi yang semakin berkembang dan mudah digunakan, kita dapat berkomunikasi dengan orang lain dengan fasilitas e-mail, chatting, sampai
komunikasi secara langsung pembicaraan sekalipun melalui internet, muncul bermacam-macam komunitas dari internet itu sendiri, kita dapat dengan mudah
mencari informasi yang kita butuhkan. Apalagi dengan adanya bantuan web search engine seperti googel searchyahoo search dan lain sebagainya.
87
86
Ibid, hal. 102
selain
87
http:priaprogresif.dagdigdug.com20090317dampak-positif-dan-negatif-akibat- perkembangan-teknologi-internet diakses pada19 Maret 2011
Universitas Sumatera Utara
dampak positif tersebut ada juga dampak negatif yang ditimbulkan dari perkembangan teknologi tersebut antara lain menimbulkan kejahatan-kejahatan
baru di bidang teknologi ataupun kejahatan konvensional yang menggunakan peralatan teknologi. Sehingga kejahatan yang diakibatkan dari perkembangan
teknologi selalu berhubungan dengan teknologi. Dimana teknologi ini hampir semua cenderung bersifat elektronik. Oleh sebab itu hasil dari kejahatan teknologi
ataupun alat untuk melakukan kejahatan teknologi itulah yang disebut dengan bukti elektronik yang nantinya akan mempengaruhi dalam proses pembuktian
dikarenakan KUHAP belum mengaturnya. Oleh sebab itu pada sub bab ini akan dibahas mengenai perkembangan teknologi dan kaitanya dengan kejahatan
menggunakan teknologi. Seiring dengan perkembangan teknologi internet, menyebabkan munculnya kejahatan baru yang disebut “CyberCrime” atau
kejahatan melalui jaringan internet. Munculnya “cybercrime” seperti, pencurian kartu kredit, hacking beberapa situs, menyadap data orang lain, misalnya email,
dan manipulasi data dengan cara menyiapkan perintah yang tidak dikehendaki ke dalam program komputer. Kejahatan dunia maya Inggris: cybercrime adalah
istilah yang mengacu kepada aktifitas kejahatan dengan komputer atau jaringan komputer menjadi alat, sasaran atau tempat terjadinya kejahatan.
88
Cybercrime merupakan bentuk-bentuk kejahatan yang timbul karena pemanfaatan teknologi internet. Beberapa pendapat mengidentikkan cybercrime
88
http:nyoe.wordpress.com20100412cybercrime-atau-kejahatan-dunia-maya diakses pada 19 Maret 2011
Universitas Sumatera Utara
dengan computer crime. The U.S Departement of justice memberikan pengertian
computer crime sebagai:
89
Pengertian tersebut identik dengan yang diberikan Organization of Eroupean Community Development, yang mendefinisikan computer crime
sebagai: “…any illegal act requiring knowledge of computer technology for its
perpetration, investigation, orprosecution” terdapat beberapa tindakan illegal yang memerlukan pendidikan pengetahuan teknologi komputer, untuk
melakukan tindakan, investigasi atau penuntutan
90
Adapun Andi Hamzah dalam tulisannya “Aspek-aspek Pidana di Bidang Komputer” mengartikan kejahatan komputer sebagai:
“Any illegal, unethical or unauthorized behavior relating to the automatic processing andor the transmission of data” beberapa tindakan illegal, yang
tidak diperkenankan atau tidak diizinkan untuk melakukan prosesan data secara otomatis danatau pemindahan data
91
Dari beberapa pengertian diatas, secara ringkas dapat dikatakan bahwa cybercrime dapat didefinisikan sebagai perbuatan melawan hukum yang
dilakukan dengan menggunakan internet yang berbasis pada kecanggihan “Kejahatan di bidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai
penggunaan komputer secara illegal”
89
http:sitompulke17.blogspot.com201003modus-modus-kejahatan-dalam- teknologi.html diakses pada 19 Maret 2011
90
Ibid
91
Andi Hamzah, 1989, Aspek-aspek Pidana Dibidang Komputer, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 17
Universitas Sumatera Utara
teknologi komputer dan telekomunikasi.
92
1. Karakteristik Cybercrime
Jika ditinjau secara lebih jelas maka perlu diketahui bahwa cybercrime sendiri memiliki beberapa karakteristik dimana
pada bagian ini akan dijelaskan secara lebih lengkap.
Selama ini dalam kejahatan konvensional, dikenal adanya dua 2 jenis kejahatan, yakni sebagai berikut:
93
a. Kejahatan Kerah Biru Blue Collar Crime
Kejahatan konvensional ini merupakan jenis kejahatan atau tindakan kriminal pembunuhan, dan lain sebagainya.
b. Kejahatan Kerah Putih White Collar Crime
Kejahatan jenis ini terbagi dalam empat 4 kelompok, yakni: kejahatan korporasi, kejahatan birokrat, malprektek, dan kejahatan individu.
Cybercrime sendiri sebagai kejahatan yang muncul sebagai akibat adanya komunitas dunia maya di internet, memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda
dengan kedua 2 model diatas. Karakteristik unik dari kejahatan di dunia maya tersebut antara lain menyangkut lima 5 hal, yakni sebagai berikut:
a. Ruang lingkup kejahatan
b. Sifat kejahatan
c. Pelaku kejahatan
d. Modus kejahatan
e. Jenis kerugian yang ditimbulkan.
92
http:sitompulke17.blogspot.com201003modus-modus-kejahatan-dalam- teknologi.html diakses pada 19 Maret 2011
93
Ibid
Universitas Sumatera Utara
2. Jenis Cybercrime
Berdasarkan jenis aktifitas yang dilakukan, cybercrime dapat digolongkan menjadi beberapa jenis, yakni sebagai berikut:
94
a. Unauthorized Access
Merupakan jaringan kejahatan yang terjadi ketika seseorang memasuki atau menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa
izin, atau tanpa sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya. Probing dan port merupakan contoh kejahatan ini.
b. Illegal Contents
Merupakan kejahatan yang dilakukan dengan memasukkan data atau informasi ke internet tentang suatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dianggap
melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum, contoh adalah penyebaran
pornografi. c. Penyebaran Virus Secara Sengaja
Penyebaran virus pada umumnya dilakukan dengan menggunakan email. Sering kali orang yang sistem emailnya terkena virus tidak menyadari hal ini.
Virus ini kemudian ke tempat lain melalui emailnya.
d. Data forgery
Kejahatan jenis ini dilakukan dengan tujuan memalsukan data pada dokumen-dokumen penting yang ada di internet. Dokumen-dokumen ini
biasannya dimiliki oleh insitusi atau lembaga yang memiliki situs berbasis web database.
94
Ibid
Universitas Sumatera Utara
e. Cyber Espionage, Sabotage, and Extortion
Cyber Espionage merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan
memasuki sistem jaringan komputer pihak sasaran. Sabotage and Extortion merupakan jenis kejahatan yang dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan
atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung dengan internet.
f. Cyberstalking
Kejahatan jenis ini dilakukan untuk mengganggu atau melecehkan seseorang dengan memanfaatkan komputer, misalnya menggunakan e-mail dan
dilakukan berulang-ulang. Kejahatan tersebut menyerupai teror yang ditujukan kepada seseorang dengan memanfaatkan media internet. Hal itu bisa terjadi
karena kemudahan dalam membuat email dengan alamat tertentu tanpa harus menyertakan identitas diri yang sebenarnya.
g. Carding
Secara definitif carding dapat didefinisikan sebagai tindakan penggunaan kartu kredit yang dilakukan oleh orang yang tidak seharusnya menggunakan kartu
kredit tersebut untuk melakukan transaksi melalui internet.
95
Secara terminologi, carding berasal dari bahasa Inggris, yaitu card kartu. Pakar teknologi informasi memberi label kepada para pelaku penyalahgunaan
kartu kredit dengan sebutan carder yang sampai sekarang istilah itu masih digunakan kepada mereka. Sekarang yang menurut bahasa Inggris, yang lazim
95
Setiadi, 2005, Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Internet Banking Dalam Jurnal Hukum Teknologi, Jurnal LKHT FH UI, Depok, hal. 19
Universitas Sumatera Utara
digunakan credit card fraud atau dalam istilah bahasa Indonesia adalah penipuan kartu kredit, yang diartikan sebagai penggunaan kartu kredit yang dilakukan oleh
orang yang tidak seharusnya menggunakan kartu kredit tersebut untuk melakukan transaksi melalui internet.
96
Jenis kejahatan ini carding, bila ditinjau dari segi sasarannya termasuk bentuk cyber crime against property atau jenis cybercime yang sasarannya
property milik seseorang. Sedangkan dari modus operandinya, tergolong dalam computer facilitated crime, yaitu pola kejahatan umum yang yang menggunakan
komputer dalam aksinya. Motif carding adalah pemenuhan keuntungan material berupa barang atau uang.
97
h. Hacking dan Cracker
Hacking didefinisikan sebagai suatu kejahatan yang dilakukan dengan cara memasuki atau menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak
sah, tanpa izin atau tanpa sepengetahuan dari pemilik komputer yang memasukinya.
98
96
Ade Ary Syam Indradi, 2006, Carding Modus Operandi, Penyidikan, dan Penindakan, Pensil-324, Jakarta, 2006, hal. 35
97
Ibid, hal. 20
98
Hinca IP Panjaitan, 2005, Membangun Cyber Law Indonesia yang Demokratis, IMPLC, Jakarta, hal. 35
Istilah hacker biasanya mengacu pada seseorang yang punya minat besar untuk mempelajari sistem komputer secara detail dan bagaimana
meningkatkan kapabilitasnya. Adapun mereka yang sering melakukan aksi-aksi perusakan di internet lazimnya disebut cracker. Boleh dibilang crecker ini
sebenarnya adalah hacker yang memanfaatkan kemampuannya untuk hal-hal yang negatif. Aktifitas cracking di internet miliki lingkup yang sangat luas, mulai dari
pembajakan account milik orang lain, pembajakan situs web, probing, menyebar
Universitas Sumatera Utara
virus, hingga pelumpuhan target sasaran. Tindakan yang terakhir disebut sebagai DoS Denial Of Service. DoS attack merupakan serangan yang bertujuan
melumpuhkan target hang, crash sehingga tidak dapat memberikan layanan. Khususnya tahun 90-an, dimana internet telah berkembang dengan pesat.
Beberapa tahap hacking yang dapat dikonstruksikan sebagai kejahatan meliputi:
99
a. Mengumpulkan dan mempelajari informasi yang ada mengenai sistem
operasi komputer atau jaringan komputer yang dipakai pada target sasaran.
b. Menyusup atau mengakses jaringan komputer target sasaran.
c. Menjelajahi sistem komputer dan mencari akses yang lebih tinggi.
d. Membuat backdoor dan menghilangkan jejak.
Seorang hacker meyakini bahwa komputer dan jaringan komputer merupakan wahana untuk melakukan tindakan atau perbuatan kretif sekaligus
dapat mengubah kehidupan menjadi lebih baik.
100
i. Cybersquatting and Typosquatting
Cybersquatting merupakan kejahatan yang dilakukan dengan
mendaftarkan domain nama perusahaan orang lain dan kemudian berusaha menjualnya kepada perusahaan tersebut dengan harga yang lebih mahal. Adapun
typosquatting adalah kejahatan dengan membuat domain plesetan yaitu domain yang mirip nama dengan domain orang lain. Nama tersebut merupakan nama
domain saingan perusahaan
99
Agus Raharjo, 2002, Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 175
100
Ibid, hal. 175
Universitas Sumatera Utara
a. Hijacking
Hijacking merupakan kejahatan melakukan pembajakan hasil karya orang lain. Yang paling sering terjadi adalah Sofware Piracy pembajakan perangkat
lunak.
j. Cyber Terorism
Suatu tindakan cybercrime termasuk cyber terrorism jika mengancam pemerintah atau warganegara, termasuk cracking situs pemerintah atau militer.
Beberapa contoh kasus cyber terrorism sebagai berikut: a
Ramzi yousef, dalang penyerangan pertama ke gedung WTC, diketahui
menyimpan detail serangan dalam file yang di enkripsi di laptopnya.
b Osama Bin Laden diketahui menggunakan steganography untuk
komunikasi jaringannya. c
Suatu website yang dinamai club hacker muslim diketahui menuliskan daftar tip untuk melakukan hacking ke pentagon.
d Seorang hacker yang menyebut dirinya doktornuker diketahui telah
kurang lebih lima 5 tahun melakukan defancing atau mengubah isi halaman web dengan propaganda anti-american, anti-israel dan pro-bin
laden.
3. Berdasarkan Motif Kegiatan
Berdasarkan motif kegiatan yang dilakukan, cybercrime dapat digolongkan menjadi dua 2 jenis, sebagai berikut:
101
a. Cybercrime Sebagai Tindakan Murni Kriminal
101
Ibid
Universitas Sumatera Utara
Kejahatan yang murni merupakan tindakan kriminal yang dilakukan karena motif kriminalitas. Kejahatan jenis ini biasanya menggunakan internet
hanya sebagai sarana kejahatan. Contoh kejahatan semacam ini adalah carding, yaitu pencurian nomor kartu kredit milik orang lain untuk digunakan dalam
transaksi perdagangan internet. Juga pemanfaatan media internet webserver, mailing list untuk menyebarkan material bajakan. Pengirim e-mail anonim yang
berisi promosi spamming juga dapat dimasukkan dalam contoh kejahatan yang menggunakan internet sebagai sarana. Dibeberapa Negara maju, pelaku spamming
dapat dituntut dengan tuduhan pelanggaran privasi.
b. Cybercrime sebagai kejahatan “abu-abu”
Pada jenis kejahatan di internet yang masuk dalam wilayah “abu-abu”, cukup sulit menentukan apakah itu merupakan tindakan criminal atau bukan
mengingat motif kegiatannya terkadang bukan untuk kejahatan. Salah satu contohnya adalah probing atau portscanning. Ini adalah sebutan untuk semacam
tindakan pengintaian terhadap sistem milik orang lain dengan mengumpulkan informasi sebanyak-banyakknya dari sistem yang diintai, termasuk sistem operasi
yang digunakan, port-port yang ada, baik yang terbuka maupun yang tertutup, dan sebagainya.
4. Berdasarkan Sasaran Kejahatan
Sedangkan berdasarkan sasaran kejahatan, cybercrime dapat
dikelompokkan menjadi beberapa kategori, yakni sebagai berikut:
102
a. Cybercrime yang menyerang individu Againts Person
102
Ibid
Universitas Sumatera Utara
Jenis kejahatan ini, sasaran serangan ditujukan kepada perorangan atau individu yang memiliki sifat atau kriteria tertentu sesuai penyerangan tersebut.
Beberapa kejahatan ini antara lain:
1. Pornografi
Kegiatan yang dilakukan dengan membuat, memasang, mendistribusikan, dan menyebarkan material yang berbau pornografi, cabul, serta mengekspos hal-
hal yang tidak pantas.
2. Cyberstalking
Kegiatan yang dilakukan untuk mengganggu dan melecehkan seseorang dengan memanfaatkan komputer, misalnya dengan menggunakan e-mail yang
dilakukan secara berulang-ulang seperti halnya teror di dunia cyber. Gangguan tersebut bisa saja berbau seksual, religious, dan lain sebagainya.
3. Cyber-tresspass
Kegiatan yang dilakukan melanggar area privasi orang lain seperti misalnya web hacking, breaking ke PC, probing, port scanning, dan lain
sebagainya.
b. Cybercrime Menyerang Hak Milik Againts Property
Cybercrime yang digunakan untuk mengganggu atau menyerang hak milik orang lain. Beberapa contoh kejahatan jenis ini misalnya pengaksesan komputer
secara tidak sah melalui dunia cyber, pemilikan informasi elektronik secara tidak sahpencurian informasi, carding, cybersquating, hijacking, data forgery dan
segala kegiatan yang bersifat merugikan hak milik orang lain.
c. Cybercrime Menyerang Pemerintah against Government
Universitas Sumatera Utara
Cybercrime against government dilakukan dengan tujuan khusus penyerangan terhadap pemerintah. Kegiatan tersebut misalnya cyber terrorism
sebagai tindakan yang mengancam pemerintah termasuk juga cracking ke situs resmi pemerintah atau situs militer.
103
2. Bukti Elektronik Sebagai Bukti Dalam Pembuktian Tindak Pidana di Luar KUHAP
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa bukti elektronik sendiri belum ada pengaturanya dalam kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana khususnya
dalam Pasal 184 ayat 1, tapi yang pasti keberadaan bukti elektronik dewasa ini semakin diperhitungkan dikarenakan semakin berkembangnya tindak pidana
dalam perkembangan teknologi. Sebelum membahas secara lebih lanjut mengenai bukti elektronik ini,
terlebih dahulu harus dipahami apa sebenarnya yang dimaksud dengan bukti elektronik. Adapun yang dimaksud dengan bukti elektronik adalah: Bukti yang
didapat dari kejahatan yang menggunakan peralatan teknologi untuk mengarahkan suatu peristiwa pidana berupa data-data elektronik baik yang berada didalam
perangkat teknologi itu sendiri misalnya terdapat pada komputer, hard diskfliipy disk, flash disk, memory card, sim card atau yang merupakan hasil print out,
ataupun telah mengalami pengolahan melalui suatu perangkat teknologi tertentu
103
http:sitompulke17.blogspot.com201003modus-modus-kejahatan-dalam- teknologi.html diakses pada 19 Maret 2011
Universitas Sumatera Utara
misalnya komputer ataupun dalam bentuk lain berupa jejak path dari suatu aktifitas penggunaan teknologi.
104
Mengenai alat-alat bukti elektronik ini, Michael Chissick dan Alistair Kelman menyatakan ada tiga 3 jenis pembuktian yaitu :
105
1. Real Evidence bukti nyata
Real evidence atau bukti nyata ini meliputi kalkulasi-kalkulasi atau analisa-analisa yang diolah oleh komputer melalui pengaplikasian software dan
penerimaan informasi dari devise lain seperti jam yang built-in langsung dalam komputer atau remote sender. Bukti nyata ini muncul dari berbagai kondisi. Bukti
elektronik sebagai suatu alat bukti yang sah yang berdiri sendiri real avidence, tentunya harus dapat diberikan jaminan bahwa suatu rekamansalinan data data
recording berjalan sesuai dengan prosedur yang berlaku telah dikalibrasi dan diprogram sedemikian rupa sehingga hasil print out suatu data dapat diterima
dalam pembuktian kasus.
106
2. Hearsey evidence bukti yang berupa kabar dari orang lain
Contonya jika sebuah komputer bank secara otomatis mengkalkulasi menghitung nilai pembayaran pelanggan terhadap bank
berdasarkan tarifnya, transaksi-transaksi yang terjadi dan credit balance yang dikliring secara harian, maka kalkulasi ini akan digunakan sebagai sebuah bukti
nyata.
104
Edmom Makarim, 2005, Op.cit. , hal. 455.
105
Didik M. Arief,dan Elisatris, Op.cit. , hal. 144
106
Edmon Makarim, “Tindak Pidana Terkait Dengan Komputer dan Internet Suatu Kajian Pidana Materil dan Formil”, dalam makalah Edmon Makarim, Seminar Pembuktian dan
Penanganan Cyber Crime di Indonesia, FHUI, Jakarta
Universitas Sumatera Utara
Termasuk pada Hearsey evidence atau juga disebut Testamentary Evidence adalah dokumen-dokumen data yang juga diolah oleh komputer yang merupakan
salinan dari informasi yang diberikan dimasukkan oleh manusia kepada komputer. Cek yang ditulis dan slip pembayaran yang diambil dari sebuah
rekening bank juga termasuk hearsey evidence. 3.
Derivied evidence Yang dimaksud dengan derivied evidence adalah informasi yang
mengkombinasikan antara bukti nyata real evidence dengan informasi yang diberikan oleh manusia kepada komputer dengan tujuan untuk membentuk sebuah
data yang tergabung. Contoh dari derivied evidence adalah table dari kolom- kolom harian sebuah statement bank karena table ini adalah diperoleh dari real
evidence yang secara otomatis membuat tagihan bank dan hearsey evidence check individu dan entry pembayaran lewat slip-paying in.
Sejauh ini ada beberapa teknik yang ditawarkan dan dianggap cukup mampu untuk menjamin keautentikan dan integritas dari suatu data massege.
Teknik tersebut adalah teknik kriptografi cryptography, yaitu teknik pengamanan serta penjaminan keautentikan data yang terdiri dari dua proses,
yakni; 1.
Enkripsi encrryotion: proses yang dilakukan untuk membuat suatu data menjadi tidak terbaca oleh pihak yang tidak berhak karena data-
data tersebut telah dikonversikan kedalam bahasa saansi atau kode-kode tertentu.
Universitas Sumatera Utara
2. Dekripsi decryption yang merupakan kebalikan dari enkripsi, yaitu
proses menjadikan informasi atau data yang telah di-enkripsi tersebut dapat menjadi dapat terbaca oleh pihak yang berhak.
107
Dalam metode kriptografi konvensional, enkripsi, dan dekripsi biasanya dilakukan dengan menggunakan pasangan kunci tertentu yang disebut dengan
kunci pribadi yang bersifat personal dan rahasia private key dan kunci umum public key.
108
Dibeberapa Negara, keberadaan data elektronik dalam bentuk email sudah menjadi pertimbangan bagi hakim dalam memutuskan suatu perkara perdata
maupun pidana. Kiranya, tidak perlu waktu yang lama agar persoalan bukti elektronik, termasuk email, untuk mendapatkan pengakuan secara hukum sebagai
alat bukti yang sah di pengadilan. Masalah pengakuan data elektronik memang menjadi isu yang menarik seiring dengan pemanfaatan teknologi di segala bidang.
Beberapa Negara seperti Australia, Chili, Cina, Jepang dan Singapura telah memiliki peraturan hukum yang memberikan pengakuan data elektronik sebagai
alat bukti yang sah di pengadilan. China misalnya, membuat peraturan khusus untuk pengakuan data elektronik. Salah satu pasal Contract Law of The People’s
Republic of China 1999 menyebutkan “Bukti tulisan” yang diakui sebagai alat bukti dalam pelaksanaan kontrak perjanjian antara lain: surat dan data teks
Dalam peraktek bisnis, keberadaan dokumen elektronik ini menjadi suatu konsekuensi dengan perkembangan teknologi.
107
M. Arsyad Sanusi, 2005, Hukum dan Teknologi Informasi, Tim Kemas Buku, Jakarta, hal. 204
108
Ibid, hal. 205
Universitas Sumatera Utara
dalam berbagai bentuk, seperti telegram, teleks, faksimili, dan email.
109
Sebenarnya Perundangan di Indonesia telah mengakui keberadaan bukti elektronik meskipun kedudukannya sangat rendah tidak dapat berdiri sendiri jika
dibandingkan dengan alat bukti yang ada di dalam Pasal 184 KUHAP. Meskipun demikian memang perihal alat bukti dalam KUHAP bersifat limintatif, hanya
terbatas pada apa yang disebutkan dalam Pasal 184 KUHAP, dimana alat bukti elektronik tidak dikenal didalamnya.
Bagaimana dengan Negara Indonesia sendiri?.
110
B. Bukti Surat Elektronik EMAIL Sebagai Bukti Elektronik Dalam Pembuktian Pidana Menurut Beberapa Undang-undang di Indonesia
Oleh sebab itu dalam perkembangannya untuk mengantisipasi dan mengatasi kejahatan-kejahatan khususnya dalam bidang
teknologi yang nantinya mungkin akan memunculkan bukti elektronik sebagai salah satu alat bukti, maka dimunculkanlah beberapa Undang-undang pidana
khusus diluar KUHAP yang kemudian mengatur tentang kedudukan bukti elektronik ini sebagai salah satu bukti, salah satu Undang-undang yang mengatur
secara khusus itu adalah Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, disamping itu juga ada beberapa Undang-
undang lainnya yang mengatur tentang bukti elektronik ini sebagai alat bukti yang berdiri sendiri. Oleh sebab itu pengaturan mengenai bukti elektronik sebagai alat
bukti yang diatur dalam beberapa Perundang-undangan akan dijelaskan secara lebih rinci pada sub bab selanjutnya.
109
http:www.geocities.combokur2001alatbuktielektronikmasihdipertanyakan.html oleh ICT ”Alat Bukti Elektronik Masih Dipertanyakan” diakses pada 4 Maret 2011
110
Ibid
Universitas Sumatera Utara
Berlakunya beberapa Undang-undang khusus di luar KUHAP, menciptakan suatu kajian baru dalam hukum menyangkut dunia maya law in
cyberspace. Kehadiran bidang baru ini membawa dampak baru bagi hukum dalam hal kriminalisasi perbuatan-perbuatan yang ada di dunia cyber.
Jika dahulu, perbuatan-perbuatan merugikan di dunia cyber sulit untuk dibuktikan, maka dengan keberadaan beberapa Undang-undang khusus di luar
KUHAP ini dapat membantu. Oleh karena dunia cyber ada dimensi yang berbeda dengan dunia nyata maka pengaturan hukum dalam dunia cyber tentu berbeda
pula. Terdapat karakteristik-karakteristik teknologi informasi yang harus
mendapat pengkajian hukum lebih lanjut. Salah satunya, tentang electronic email e-mail Seperti yang dijelaskan sebelumnya surat elektronik email adalah:
Electronic mail, E-mail: computer science a system of word-wide electronic communication in which a computer user can compuse a message at one terminal
that can be regenerated at the recipient’s terminal when the recipient logs in “ you can not send packages by electronic mail”
111
111
Dari defenisi diatas dapat dijelaskan bahwa e-mail atau surat elektronik dalam bahasa Indonesia merupakan sebuah sistem komunikasi elektronik dimana
penggunaan komputer dimanapun berada dapat menulis dan mengirimkan sebuah pesan pada satu terminal dengan penggunaan lain pada sistem terminal dengan
sebuah jaringan global. Hanya memang syarat untuk dapat membaca email, maka penerima harus login dulu kedalam sebuah server email.
http:wordnetweb.princeton.eduperlwebwn?s=e-mail diakses pada 6 Maret 2011
Universitas Sumatera Utara
Setelah mengetahui mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan email tersebut selanjutnya yang perlu diketahui adalah, ada beberapa jenis layanan
email yang lazim dipergunakan, antara lain adalah:
112
a. Pop mail
Adalah jenis email yang sama dengan email yang diterima dari ISP, dimana yang menjadi kelebihannya adalah kemampuan untuk dapat dibaca secara
offline tidak perlu connect ke internet untuk mengecek email, perlu connect ke server POP mail, lalu mendownload seluruh email yang ada, setelah itu kita bisa
memutuskan hubungan dengan internet dan membaca email. Sedangkan yang menjadi kekurangannya adalah tidak bisa mengecek email di sembarang tempat.
b. Web based mail
Email jenis ini adalah email yang ditawarkan berbagai jenis situsweb,
dimana yang menjadi kelebihannya adalah email ini bisa dicek dimana saja. Sedangkan yang menjadi kekurangannya adalah untuk mengecek email harus
selalu terhubung ke internet. c.
Email forwarding Kelebihan dari email ini adalah bisa menyembunyikan alamat email yang
sesungguhnya, selain itu tidak perlu memberitahukan email yang baru. Selain mengenal jenis email yang perlu juga untuk diketahui adalah ada
beberapa jenis aplikasi email berdasarkan cara untuk mengakses suatu email, pada
112
http:www.asal-usul.com200902sejarah-dan-seluk-beluk-surat_1428.html diakses
pada 4 Maret 2011
Universitas Sumatera Utara
saat ini setidaknya ada tiga 3 jenis aplikasi yang banyak digunakan oleh pengguna dalam mendapatkan pesan emailnya, yakni:
113
1. Email client
Merupakan satu metode penggunaan email dengan menggunakan sebuah perangkat lunak khusus yang digunakan untuk mendownload
dan mengirim pesan email. Pesan dikirim dan diterima melalui sebuah software yang memungkinkan terhubung ke dalam sebuah server,
sehingga komputer kita akan berfungsi sebagai sebuah client dari server email tersebut. Pada metode ini maka kita akan memerlukan
sebuah software juga settingan POPIMAP dan SMTP SERVER. Beberapa software yang digunakan untuk akses ini diantaranya adalah
outlook express, MS outlook, Eudora dan thunderbird. 2.
Web mail Web mail berasal dari kata web dan mail. Artinya adalah email yang
berbasiskan web. Teknologi word wide web
web telah memungkinkan kita semua menggunakan web sebagai alat untuk
melakukan komunikasi dengan email. Jadi disini nanti, kita akan membuka sebuah alamat web melalui sebuah browser internet
explorer atau firefox. Artinya kita tidak memerlukan sebuah program khusus untuk mendownload sebuah email. Saat ini kecenderungan
pemakai email lebih banyak yang menggunakan aplikasi webmail ini. Alasannya adalah disamping kemudahaan biasanya adalah karena
113
http:arifs.staff.ugm.ac.idmypaperaplikasi-web-email.pdt diakses pada 25 Maret 2011
Universitas Sumatera Utara
gratisnya. Namun demikian ada sisi kelemahnya yakni status email ada di server sehingga untuk dapat membacanya kita harus selalu online.
Berbeda dengan email client yang memungkinkan kita membaca dan menulis email pada saat kita offline atau belum terhubung keinternet
server email, karena posisi pesan email kita ada pada komputer kita bukan pada server.
3. Push mail
Push mail adalah menggunakan teknologi “terbaru” dari teknologi email seiring dengan perkembangan mobile technology saat ini.
Sudah tidak asing lagi bahwa saat ini banyak pengguna yang sudah menggunaan gadget atau mobile seperti handphone atau PDA untuk
mengakses internet, termasuk didalamnya email. Push mail memungkinkan pengguna menerima email secara realtime atau
terus-menerus melalui handphone atau PDA. Jadi setiap server email menerima sebuah pesan email, server tersebut akan langsung
menemukan mem-push pesan tersebut ke perangkat mobile kita. Sehingga pengguna tidak akan pernah ketinggalan informasi baru
yang berasal dari email. Keberadaan email sebagai salah satu bentuk dokumen elektronik memiliki
suatu identitas baru yaitu sebagai salah satu bentuk alat bukti baru di dalam hukum pidana. Lantas, bagaimanakah kedudukan email diantara alat bukti lain
yang diatur dalam hukum pidana ?
Universitas Sumatera Utara
Keberadaan alat bukti sangat penting terutama untuk menunjukkan adanya peristiwa hukum yang telah terjadi. Menurut PAF Lamintang,
114
a. Berita acara dan surat lain, dokumen dalam bentuk yang sesuai dibuat
pejabat umum yang berwenang; orang dapat
mengetahui bahwa adanya dua alat bukti yang sah itu adalah belum cukup bagi hakim untuk menjatuhkan pidana bagi seseorang. Tetapi dari alat-alat bukti yang
sah itu hakim juga perlu memperoleh keyakinan, bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi. Adanya bukti yang sah sangat penting bagi hakim pidana
dalam meyakinkan dirinya untuk membuat putusan atas suatu perkara. Alat bukti ini harus sah wettige bewijsmiddelen. Hanya terbatas pada alat-alat bukti
sebagaimana disebut dalam Undang-undang KUHAP atau Undang-undang lain. Didalam hukum acara pembuktian perkara pidana kedudukan alat bukti
begitu penting mengingat alat bukti ini yang menjadi dasar pertimbangan hakim pidana untuk memutuskan perkara yang diajukan kepadanya Pasal 183 KUHAP.
Dalam hal ini seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa hukum acara pidana mengenal ada lima 5 macam alat bukti yang sah, yaitu: keterangan saksi,
keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa Pasal 184 KUHAP. Apabila melihat kelima bentuk alat bukti ini, email masuk dalam kategori alat
bukti surat sebagaimana di atur dalam Pasal 187 KUHAP. Dimana alat bukti yang dimaksud adalah :
b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan Perundang-undangan
tentang suatu keadaan; c.
Surat keterangan ahli yang diminta secara resmi;
114
http:gagasanhukum.wordpress.com20080901alat-bukti-email-dalam-perkara- pidana diakses pada 6 April 2011
Universitas Sumatera Utara
d. Surat lain yang hanya berlaku jika berhubungan dengan isi dari alat
pembuktian lain. Melihat penggolongan alat bukti surat yang diakui KUHAP diatas, maka
email dapat digolongkan sebagai surat yang hanya berlaku jika berhubungan dengan isi dari alat bukti lain. Hal ini dikarenakan, email pada awal proses
pembuatanya tidak dimaksudkan sebagai alat bukti dari suatu peristiwa. Jadi baru dapat dianggap berlaku jika berhubungan dengan isi dari alat pembuktian lain.
Email merupakan alat bukti yang tidak dapat berdiri sendiri namun membutuhkan alat bukti lainnya. Misalnya alat bukti keterangan saksi yang mengetahui
pembuatan email itu atau keterangan saksi ahli yang menerangkan keaslian email sebagai suatu alat bukti. Oleh karena itu apabila ada perkara pidana dengan bukti
berupa email, akan dinilai sangat kurang bagi aparat penegak hukum untuk melakukan penangkapan pada tersangka. Namun bukan berarti pelaku yang
melakukan tindak pidana ini penghinaan misalnya bisa bebas seenaknya. Aparat kepolisian harus segera melakukan penyelidikan dan penyidikan untuk
menemukan bukti-bukti kuat yang mendukung terjadinya peristiwa pidana. Bisa dengan memperoleh saksi-saksi yang mengetahui peristiwa email itu
providerpenyelenggaraan sistem elektronik ataupun dengan menguji keaslian email yang ditulis oleh tersangka.
115
115
Ibid
Untuk itu pada sub bab ini akan dijelaskan secara lebih lanjut mengenai bagaimana kedudukan surat elektronik email untuk dapat dijadikan sebagai bukti
dalam pembuktian perkara pidana dalam beberapa Undang-undang khusus di luar KUHAP.
Universitas Sumatera Utara
a. Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-undang No.36 Tahun 1999, yang dimaksud
dengan telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dataatau penerimaan dan setiap informasi dalam bentuk
tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optic, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya.
Dari definisi tersebut, maka internet dan segala fasilitas yang dimilikinya merupakan salah satu bentuk alat komunikasi karena dapat mengirimkan dan
menerima setiap informasi dalam bentuk gambar, suara maupun film dengan sistem elektromagnetik. Penyalahgunaan internet yang mengganggu ketertiban
umum atau pribadi dapat dikenakan sanksi dengan menggunakan Undang-undang ini, terutama bagi para hacker yang masuk ke sistem jaringan orang lain.
Dalam Pasal 40 disebutkan bahwa : Setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyadapan atas informasi yang
disalurkan melalui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apapun.
Selanjutnya dalam Pasal 41: Dalam rangka pembuktian kebenaran pemakaian fasilitas telekomunikasi atas
permintaan pengguna jasa telekomunikasi, penyelenggara jasa komunikasi wajib melakukan perekaman pemakaian fasilitas telekomunikasi yang digunakan oleh
pengguna jasa telekomunikasi dan dapat melakukan perekaman informasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selanjutnya Pasal 42: 1
Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib merahasiakan informasi yang dikirim dan atau diterima oleh pelanggan jasa telekomunikasi melalui
jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi yang diselenggarakan.
2 Untuk keperluan proses peradilan pidana, penyelenggaraan jasa
telekomunikasi dapat merekam informasi yang dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta dapat memberikan informasi yang
diperlukan atas;
a. Permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Polisi Republik
Indonesia untuk tindak pidana tertentu;
Universitas Sumatera Utara
b. Permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai Undang-
undang yang berlaku. 3
Ketentuan mengenai tata cara permintaan dan pemberian rekaman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diatur dengan peraturan pemerintah.
Selanjutnya dalam Pasal 43 : 1
Pemberian rekaman informasi oleh penyelenggaraan jasa telekomunikasi kepada pengguna jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 41
dan untuk kepentingan proses peradilan pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 ayat 2, tidak merupakan pelanggaran pasal 40.
Selanjutnya Pasal 58 : 1
Alat dan perangkat telekomunikasi yang digunakan dalam tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 47, pasal 48, pasal 52 atau pasal 56
dirampas untuk Negara dan atau dimusnahkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Jika dilihat dari Pasal 40, dikatakan bahwa adanya pelarangan untuk melakukan penyadapan informasi dalam bentuk apapun, berarti jelaslah bahwa
larangan ini bukan hanya berlaku dalam bentuk rekaman saja tapi juga bisa melalui media telekomunikasi lainnya seperti email melalui penggunaan komputer
atau laptop. Dan untuk kepentingan penyidik dalam melakukan penyelidikan juga dapat mempergunakan alat bukti ini sebagai salah satu bukti. Jadi kedudukan
email disini juga dapat dijadikan sebagai alat bukti guna melakukan penyidikan. Dan sesuai Pasal 58 menyebutkan bahwa alat atau perangkat komunikasi yang
digunakan untuk melakukan kejahatan akan dimusnahkan.
b. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi
Universitas Sumatera Utara
Mengenai alat bukti elektronik sendiri sudah ada diatur dalam Undang- undang tindak pidana korupsi ini ini dapat dilihat secara jelas dalam Pasal 26A
dimana disebutkan bahwa; Alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal
188 ayat 2 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, khusus untuk tidak pidana korupsi juga dapat diperoleh dari :
a. Alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima atau
disimpan secara elektronik dengan alat optik atau serupa dengan itu; dan
b. Dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca
atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang diatas kertas, maupun yang terekam secara elektronik, yang
berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna.
Dalam Pasal 26A khususnya pada poin a khususnya terlihat bahwa kedudukan surat elektronik atau email dapat diterima dan dapat dijadikan sebagai
bukti elektronik karena surat elektronik atau email merupakan sebuah data atau informasi yang dapat dikirim, diterima, atau juga disimpan secara elektronik.
Namun sebagaimana yang telah tertulis diatas adalah bahwa alat bukti yang diperoleh dalam tindak pidana korupsi yang bersifat elektronik sama halnya
dengan email dianggap sebagai alat bukti petunjuk sesuai yang diatur didalam Undang-udang. Alat bukti petunjuk yang dimaksud di dalam Pasal 188 ayat 2
KUHAP adalah : Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 hanya dapat diperoleh
dari: a.
Keterangan saksi; b.
Surat; c.
Keterangan terdakwa.
Universitas Sumatera Utara
Jadi dalam hal ini menurut Undang-undang tindak pidana korupsi dapat disimpulkan bahwa email termasuk dalam bukti surat tetapi dalam hal ini email
tidak dapat dijadikan sebagai bukti elektronik yang berdiri sendiri karena kedudukannya harus didukung dengan keterangan saksi, keterangan terdakwa
yang dijadikan sebagai petunjuk sebagaimana yang diatur dalam Pasal 188 ayat 2. Dengan perkataan lain alat bukti email yang diatur dalam tindak pidana
korupsi merupakan perluasan dari alat bukti yang diatur dalam Pasal 188 ayat 2.
c. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Terorisme
Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Terorisme selain mengatur tentang pidana materil yaitu tentang macam pidana yang
diklasifikasikan sebagai terorisme atau unsure tindak pidana terorisme juga mengatur aspek formil atau acara dari pidana terorisme tersebut. Mengenai alat
buktinya sendiri diatur dalam Pasal 27 yang berbunyi sebagai berikut; Alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputi:
1. Alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana;
2. Alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau
disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dan 3.
Data, rekaman atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, danatau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang
tertuang diatas kertas, benda fisik apapun selain kertas, atau terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada :
a.
Tulisan, suara, atau gambar; b.
Peta, rancangan, foto, atau sejenisnya; c.
Huruf, angka, tanda, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya.
Dalam hal ini terlihat dalam Pasal 27 tersebut bahwa Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Terorisme sudah mengatur tentang
Universitas Sumatera Utara
pembuktian tindak pidana dengan mempergunakan alat bukti digital, selain alat bukti yang diatur dalam Hukum Acara Pidana. Dengan demikian merujuk pada
Pasal 27 angka 2 dapat disimpulkan bahwa kedudukan email surat elektronik sebagai alat bukti dalam tindak pidana terorisme telah diakui keberadaaannya.
d. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang
Dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang ini juga mengatur tentang pembuktian dengan alat bukti
elektronik, dimana mengenai pembuktian tersebut diatur dalam Pasal 29, yang berbunyi sebagai berikut :
Alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana, dapat pula berupa :
a. Informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara
elekktronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dan b.
Data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, danatau yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang diatas
kertas, benda fisik apapun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik, termasuk terbatas pada ;
1
Tulisan, suara, atau gambar; 2
Peta, rancangan, foto, atau sejenisnya; dan 3
Huruf, tanda, angka, simbol, atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya.
Yang dimaksud dengan “data rekaman”, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu
sarana, baik yang tertuang diatas kertas, benda fisik apupun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik, dalam ketentuan ini misalnya: data yang
tersimpan di komputer, telepon, atau peralatan elektronik lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Dalam hal ini dapat dilihat bahwa dalam Pasal 29 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang ini sudah mengatur
tentang alat bukti elektronik yang sudah berdiri sendiri dikarenakan Undang- undang ini mengatur tentang dua alat bukti, jadi dapat disimpulkan bahwa
kedudukan email surat elektronik dalam Undang-undang ini diakui dan sah sebagai salah satu alat bukti di persidangan.
e. Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
Selain beberapa Undang-undang yang telah disebut diatas Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang tindak pidana pencucian uang ini juga mengatur
aspek formil atau acara pidana dari pencucian uang tersebut. Dalam Pasal 73
Undang-undang ini, juga mengatur tentang informasi elektronik sebagai alat bukti. Dimana bunyinya adalah sebagai berikut:
Alat bukti yang sah dalam tindak pidana pencucian uang ialah: a.
Alat bukti sebagaimana yang dimaksud dalam Hukum Acara Pidana; danatau b.
Alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau alat yang serupa optik dan
dokumen.
Dari Pasal 73 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Tindak Pidana Pencucian uang tersebut jelas bahwa ketika terjadi suatu tindak pidana
pencucian uang maka yang dapat dijadikan sebagai alat bukti bukan hanya alat bukti yang diatur dalam KUHAP saja. Tetapi keberadaan alat bukti elektronik
juga diakui, dengan kata lain bahwa dalam Undang-undang ini keberadaan email diakui, sah dan dapat dijadikan alat bukti ketika terjadi suatu tindak pidana,
Universitas Sumatera Utara
karena email juga merupakan suatu data atau dokumen yang dapat diterima, dikirimkan, maupun disimpan secara elektronik.
f. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik UU ITE baru saja disahkan. UU ITE ini mengatur tentang kejahatan
di bidang teknologi informasi, yang didalamnya terdapat kejahatan komputer dan kejahatan internet. Jelas sekali bahwa kejahatan di bidang teknologi di bidang
informasi itu melibatkan data-data elektronik dimana pengaturannya diatur dalam Pasal 44 yang berbunyi:
“alat bukti penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan menurut ketentuan Undang-undang ini adalah sebagai berikut:
a. Alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Perundang-undangan; dan
b. Alat bukti lain berupa informasi elektronik danatau dokumen elektronik
sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat 1, ayat 2, dan ayat 3”
Selanjutnya dalam Pasal 5 ayat 1 “informasi elektronik danatau dokumen elektronik danatau hasil cetaknya
merupakan alat bukti hukum yang sah”. Selanjutnya dalam Pasal 5 ayat 2
“informasi elektronik danatau dokumen elektronik danatau hasil cetaknya sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 merupakan perluasan dari alat bukti
yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia” Selanjutnya Pasal 5 ayat 3
“informasi elektronik danatau dokumen elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan sistem elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
Undang-undang ini”
Universitas Sumatera Utara
Dalam Undang-undang ITE ini, adapun yang dimaksud dengan informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tapi tidak
terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange EDI, surat elektronik e-mail, telegram, teleks, telecopy, atau
sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu
memahaminya Pasal 1 angka 1. Sedangkan yang dimaksud dengan dokumen elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan,
diterima, atau disimpan, dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, danatau didengar melalui
komputer atau sistem elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses,
simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti yang dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya Pasal 1 angka 4.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa berdasarkan Undang-undang ITE surat elektronik e-mail telah secara tegas
dinyatakan sebagai salah satu dokumen elektronik yang dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah. Dalam Pasal 5 ayat 3 UU ITE, tidak semua e-mail dapat
dikategorikan sebagai alat bukti yang sah. E-mail tidak termasuk sebagai informasi elektronik danatau dokumen elektronik yang dapat dijadikan sebagai
alat bukti yang sah dalam hal sebagai berikut:
116
116
http:www.menpan.go.idindex.phpartikel-index136-e-mail-sebagai-alat-bukti- persidangan diakses pada 25 Maret 2011
Universitas Sumatera Utara
1. Terhadap surat yang menurut Undang-undang harus dibuat dalam
bentuk tertulis 2.
Terhadap surat beserta dokumen pendukungnya yang menurut Undang- undang harus dibuat dalam bentuk akta notaris atau akta yang dibuat
oleh pejabat pembuat akta tanah.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN