Pengaruh Waktu Pengocokan Pada Uji Solvent Radiant Capacity (Src) Asam Laktat Dalam Gandum

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Alam, Nur dan Nurhaeni. 2008. Komposisi Kimia dan Sifat Fungsional Pati Jagung Dalam Berbagai Varietas yang Diekstrak dengan Pelarut Natrium Bikarbonat. J. Agroland 15 (2) : 89 – 94

Buckle, K.A., R.A., Edwards., G.H. Fleet., M. Wooton.1985. Ilmu Pangan. UI– Press. Jakarta.

Budiyanto, M.A.K. 2002. Mikrobiologi Terapan.Universitas Muhammadiyah Malang Press. Malang

Desrosier, N. W. 2008. Teknologi Pengawetan Pangan. Edisi Ketiga. Penerjemah, M. Miljohardjo. UI – Press. Jakarta.

Dwiari, Sri Rini., Danik Dania Asadayanti., Nurhayati., Mira Sofyaningsih., Sandi Frida A.R. Yudhanti., Ida Bagus Ketut Widyana Yoga. 2008. Teknologi Pangan Jilid 1. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.

Nurmala, T. 1998. Serealia Sumber Karbohidrat Utama. Rineka Cipta. Jakarta.

Parker, R. 2003. Introduction to Food Science. Delmar Thompson Learning United States.

Sherrington, K.B dan Gaman, M. 1981. Ilmu Pangan Pengantar Ilmu Pangan,

Nutrisi dan Mikrobiologi. Edisi Kedua. Penerjemah, Gardjito, M., Naruki, S., Murdiati, A., Sardjono. Gadjah Mada University Press.Yogyakarata.


(2)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Uji Solvent Radiant Capacity (SRC) Asam Laktat Dalam Gandum 3.1.1. Prinsip Kerja

Metode ini didasarkan pada berat tube dibagi berat sampel yang didapat setelah dilakukan pemusingan di alat sentrifugasi.

3.1.2. Alat

- Botol Tube 50 ml

- Rak Botol Tube - Botol Aquadest - Alat Sentrifugasi - Stopwatch - Spatula

- Neraca Analitik

- Beaker glass 1000 ml pyrex

3.1.3. Bahan

- Aquadest(l)

- Asam Laktat 95% (aq) - Tepung gandum (s)


(3)

3.1.4. Prosedur Kerja

- Ditimbang berat botol tube kosong

- Dimasukkan larutan yang diinginkan sebanyak 25 ml - Ditimbang sampel sebanyak

±

5 gram

- Dimasukkan kedalam botol tube yang telah berisi larutan - Dikocok botol tube

- Didiamkan selama 5 menit, 10 menit, 15 menit, 20 menit - Dimasukkan kedalam alat sentrifugasi selama 15 menit - Dikeluarkan dari alat sentrifugasi

- Dibuang filtrat yang ada didalam botol tube - Didiamkan selama 10 menit

- Ditimbang berat botol tube yang telah didiamkan - Dicatat hasilnya


(4)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Percobaan

High Protein Waktu Pengocokan

Berat Tube Berat

Sampel Berat SRC

Berat SRC – Berat

Tube %SRC

5’ 12.5035 12.4800 5.0035 5.0043 24.9669 24.9233 12.4634 12.4433 149.82 149.38 10’ 12.6330 12.6001 5.0075 5.0010 25.0849 25.0353 12.4519 12.4352 149.39 149.38 15’ 12.5784 12.5109 5.0043 5.0017 24.9852 24.9737 12.4068 12.4628 148.65 149.90 20’ 12.5182 12.5109 5.0043 5.0031 24.8130 24.9803 12.2948 12.2252 146.39 145.06

Medium Protein Waktu

Pengocokan Berat Tube

Berat

Sampel Berat SRC

Berat SRC – Berat

Tube %SRC

5’ 12.5661 5.0056 24.6637 12.0976 140.34

12.4585 5.0052 24.4387 11.9802 138.16

10’ 12.5585 5.0048 24.6622 12.1037 140.48

12.7003 5.0027 24.6698 11.9695 137.92

15’ 12.5771 5.0051 24.6009 12.0238 138.89

12.4728 5.0064 24.4298 11.9570 137.50

20’ 12.4757 5.0063 24.1764 11.7007 132.44


(5)

Low Protein Waktu

Pengocokan Berat Tube

Berat

Sampel Berat SRC

Berat SRC – Berat

Tube % SRC

5’ 12.5036 5.0057 24.2420 11.7384 132.26 12.4620 5.0057 24.0783 11.6163 130.84

10’ 12.5436 5.0051 24.1342 11.5906 130.36 12.6831 5.0048 24.2438 11.5607 129.78

15’ 12.5077 5.0010 24.0635 11.5558 129.86 12.4286 5.0039 23.7804 11.3518 125.68

20’ 12.5874 5.0048 23.0563 11.4689 127.97 12.6260 5.0034 24.9471 11.3211 125.10

4.2. Perhitungan Rumus SRC :

×

– 1 × 100%

High Protein

5’ ×

1 × 100%

=

1 × 100%

= 149,82 %

×

– 1 × 100%

=

– 1 × 100%


(6)

10’ ×

– 1 × 100%

=

– 1 × 100%

= 149,39%

×

– 1 × 100%

=

– 1 × 100%

= 149,37% 15’ ×

– 1 × 100%

=

– 1 × 100%

= 148,64%

×

– 1 × 100%

=

– 1 × 100%

= 149,89% 20’ ×

– 1 × 100%

=


(7)

= 146,40%

×

– 1 × 100%

=

– 1 × 100%

= 145,06%

Medium Protein

5’ ×

– 1 × 100%

=

– 1 × 100%

= 140,36 %

×

– 1 × 100%

=

– 1 × 100%

= 138,05 % 10’ ×

– 1 × 100%

=

– 1 × 100%


(8)

×

– 1 × 100%

=

– 1 × 100%

= 137,96 %

15’ ×

– 1 × 100%

=

– 1 × 100%

= 138,92 %

×

– 1 × 100%

=

– 1 × 100%

= 137,53 % 20’ ×

1 × 100%

=

– 1 × 100%

= 132,44 %

×

– 1 × 100%

=

– 1 × 100%


(9)

Low Protein

5’ ×

– 1 × 100%

=

– 1 × 100%

= 133,25 %

×

– 1 × 100%

=

– 1 × 100%

= 130,82 %

10’ ×

– 1 × 100%

=

– 1 × 100%

= 130,34 %

×

– 1 × 100%

=

– 1 × 100%

= 129,76 % 15’ ×

1 × 100%

=


(10)

= 129,84 %

×

– 1 × 100%

=

– 1 × 100%


(11)

20’ ×

– 1 × 100%

=

– 1 × 100%

= 127,93 %

×

– 1 × 100%

=

– 1 × 100%

= 125,06 %

4.3. Pembahasan

Dari hasil percobaan yang dilakukan didapatkan bahwa waktu pengocokan pada uji solvent radiant capacity ( SRC ) asam laktat dalam tepung gandum sangat berpengaruh dalam menentukan kualitas %SRC, dimana semakin lama waktu pengocokan maka kualitas stability (stabilitas) pada tepung gandum akan semakin baik. Hal ini dibuktikan dengan data yang diperoleh dari uji high protein, medium protein dan low protein.dimana keberhasilan pembuatan resep makanan tergantung dari kualitas bahan – bahan yang digunakan. Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas tepung terigu diantaranya adalah kandungan protein, kadar air, kadar abu, dan beberapa parameter fisik ; seperti water absorption, mixing time, stability, dan penyimpanan ataupun umur simpanan.


(12)

Dimana umur penyimpanan tepung akan berpengaruh pada kualitas tepung terigu yang akan diproduksi, begitu juga dengan faktor stability yaitu kemampuan tepung terigu untuk menahan stabilitas adonan agar tetap sempurna meskipun telah melewati waktu peak (kalis). Stabilitas tepung pada adonan dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain yaitu jumlah protein, kualitas protein, dan juga penambahan zat additive yang dimana dalam percobaan yaitu ditambahkan asam laktat yaitu berfungsi sebagai pengembang roti dan pada percobaan asam laktat yang didapatkan sudah sangat baik karena semakin lama waktu pengocokan yang didapatkan pada uji solvent radiant capacity (SRC) pada high protein, medium protein dan low protein sudah sesuai dengan data yang ada pada perusahaan.berikut ini adalah proses terbentuknya asam laktat :


(13)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

- Diperoleh % SRC asam laktat dalam tepung gandum pada high protein yaitu pada menit 5 diperoleh hasil 149,60%, pada menit 10 diperoleh hasil 149,38%, pada menit 15 diperoleh hasil 149,27% pada menit 20 diperoleh hasil 145,72%, sedangkan pada medium protein yaitu pada menit 5 diperoleh hasil 139,20%, pada menit 10 diperoleh hasil 139,24%, pada menit 15 diperoleh hasil 138,22%, pada menit 20 diperoleh hasil 131,75%, sedangkan pada low protein yaitu pada menit 5 diperoleh hasil 132,03%, pada menit 10 diperoleh hasil 130,05%, pada menit 15 diperoleh 127,74% dan pada menit 20 diperoleh hasil 126,50%.

- Diperoleh % solvent radiant capacity (SRC) asam laktat yang didapatkan sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan oleh perusahaan.

5.2. Saran

Mutu % solvent radiant capacity (SRC) asam laktat yang selama ini telah sesuai dengan persyaratan perdagangan hendaknya dapat dipertahankan.


(14)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gandum

Gandum (Triticum spp.) merupakan tanaman serealia dari suku padi-padian yang kaya akan karbohidrat. Selain sebagai bahan makanan, gandum dapat pula diolah sebagai bahan-bahan industri yang penting, baik bentuk karbohidrat utamanya atau komponen lainnya (Gembong, 2004).

Tanaman gandum dapat tumbuh ideal di daerah subtropik. Tanaman gandum (Triticum aestivum L.) dapat berkembang dengan baik pada daerah dengan curah hujan rata-rata 254 mm sampai 1,779 mm per tahun dan daerah yang mempunyai infiltrasi yang baik. Curah hujan yang tinggi kurang baik untuk pertumbuhan tanaman gandum karena pada kondisi ini jamur dan bakteri akan cepat berkembang. Suhu optimum untuk budidaya tanaman gandum adalah berkisar antara 20-22 ºC (Hariyanto et al., 2002).

Komoditas gandum merupakan bahan makanan penting di dunia sebagai sumber kalori dan protein. Gandum merupakan bahan baku tepung terigu yang banyak digunakan untuk pembuatan berbagai produk makanan seperti roti, mie, kue biskuit, dan makanan ringan lainnya (Wiyono, 1980). Gandum cukup terkenal dibandingkan bahan makanan lainnya sesama serealia karena kandungan gluten dan proteinnya yang cukup tinggi pada biji gandum. Biji gandum memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi diantaranya karbohidrat 60-80%, protein 25%,lemak 8-13%, mineral 4,5% dan sejumlah vitamin lainnya (Sramkova et al., 2009).


(15)

Tabel 1. Daftar komposisi tepung terigu Menurut Departemen Kesehatan RI ( per 100 gram )

Komposisi Jumlah

Kalori (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin A (SI) Vitamin B1 (mg) Vitamin C Air (g) 365 8,50 11,3 77,3 16 106 1,2 0 0,12 0 11 Sumber : Departemen Kesehatan RI (1989)

2.1.1 Jenis Jenis Gandum

Gandum dapat diklasifikasikan berdasarkan tekstur biji (kernel) menjadi hard wheat (T.aestivum), soft wheat (T. compactum), dan durum wheat (T.durum).

a. Hard Wheat (T. aestivum)

Hard wheat mengandung kadar protein 12-18%. Gandum ini mempunyai ciri-ciri kulit luar berwarna coklat, biji keras, dan berdaya serap air tinggi. Jenis gandum ini sangat cocok untuk membuat roti karena tepung yang dihasilkan berkualitas baik dan mengandung protein bermutu tinggi. Contoh gandum keras adalah gandum hard spring dan gandum hard winter.

b. Soft Wheat (T. compactum)

Soft wheat mengandung kadar protein rendah yaitu 7-12%. Gandum ini mempunyai ciri-ciri berwarna putih sampai merah dan berbiji lunak. Tepung gandum


(16)

ini cocok untuk membuat cake karena adonan yang dihasilkan memiliki daya serap air rendah. Contoh jenis gandum ini adalah standard wheat.

c. Durum Wheat (T.durum)

Durum wheat merupakan jenis yang khusus. Ciri gandum ini adalah bagian dalam (endosperm) yang berwarna kuning tidak seperti gandum pada umumnya yang memiliki warna putih dan memiliki biji yang lebih keras, serta kulit yang berwarna coklat. Gandum ini sering digunakan untuk membuat produk pasta berdasarkan warna bran, gandum diklasifikasikan menjadi red (merah) dan white (putih). Sedangkan berdasarkan musim tanam dibedakan menjadi dua yaitu winter dan spring (Samuel,1972).

2.2. Tepung Terigu

Tepung terigu adalah tepung atau bubuk halus yang berasal dari bulir gandum, dan digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kue, mie, dan roti. Tepung terigu mengandung banyak zat pati, yaitu karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air.

Tepung terigu juga mengandung protein dalam bentuk gluten, yang berperan dalam menentukan kekenyalan makanan yang terbuat dari bahan terigu. Tepung terigu memiliki perbedaan dengan tepung gandum utuh, bedanya terigu berasal dari biji gandum yang dihaluskan, sedangkan tepung gandum utuh (whole wheat flour) berasal dari gandum beserta kulit arinya yang ditumbuk (Nurmala, 1980).

Tepung terigu merupakan tepung yang dapat dipakai untuk membuat roti karena mengandung gluten sebagai kerangka dasar roti. Tepung terigu yang digunakan di pabrik roti diperoleh dari gandum yang digiling (Mudjajanto dan Lilik, 2004). Tepung


(17)

terigu banyak digunakan dalam industry pangan. Komponen terbanyak dalam tepung terigu adalah pati dengan kandungan amilosa 20-26 % dan amilopektin 70-75 % (Tarwotjo,1998 ).

Sulit mencari pengganti tepung terigu tidak lepas dari kandungan yang dimilikinya, dimana tepung terigu memiliki protein khusus yaitu gluten sebesar 80 % dari total protein. Gluten inilah yang membuat roti mengembang selama proses pembuatannya ( Utami, 1992).

2.3. Serealia

Serealia adalah biji rumput-rumputan yang dibudidayakan. Serealia merupakan sumber terpenting pangan bagi manusia dan menjadi makanan pokok di sebagian besar negara total. Di beberapa negara, serealia memberikan 70% atau lebih masukan energi total. Serealia mungkin digunakan dalam bentuk biji-bijian, misalnya beras, atau dihaluskan menjdai tepung, misalnya tepung terigu. Serealia paling penting adalah gandum, beras, jagung, “ barley”, “oats” dan “rye”. Gandum tumbuh di Eropa, Amerika Utara, sebagian Asia dan Australia yang beriklim sedang.

Biji gandum tertutup oleh kulit yang keras dan berserat, disebut sekam. Di dalam terdapat lembaga yang merupakan biji sebenarnya atau embrio dan terletak pada bagian bawah biji. Komponen terbesar biji adalah endosperma, persediaan makanan berpati bagi lembaga. Lapisan luar endosperma, disebut lapisan aleuron. Lembaga dipisahkan dari endosperma oleh skutelum.


(18)

Komposisi gandum bervariasi tergantung pada jenisnya. Sebagai contoh, gandum Kanada yang keras banyak mengandung gluten ( protein ), sedang kadar gluten pada gandum inggris yang lunak sangat rendah. Istilah “ keras” dan “lunak” menunjuk pada sifat gandum saat digiling dan tidak boleh dikacaukan dengan “kuat” dan “lemah” yang mengarah pada sifat tepung pada sifat tepung saat dipanggang.

Kekuatan tepung lebih tergantung pada mutu daripada jumlah gluten. Tepung yang kuat adalah tepung yang menghasilkan adonan yang sukar meregang dan mempunyai sifat dapat menahan gas dengan baik. Tepung yang kuat cocok untuk pembuatan roti, sedang tepung yang lemah baik untuk kue dan biskuit. Secara umum, gandum keras akan menghasilkan tepung yang kuat dan gandum lunak menghasilkan tepung yang lemah.

Di dalam biji gandum, nutrien tidaklah tersebar secara merata. Endosperma merupakan sekitar 83% berat total biji. Endosperma terutama tersusun daru pati, tetapi juga mengandung protein, beberapa vitamin B dan elemen mineral. Terhadap nutrien biji utuh, endosperma mengandung 70- 75% protein, 32% riboflavin, 12% asam nikotinat, 3% vitamin.

Sekam dan lapisan aleuron menyumbang 14,5% berat biji. Sekam terutam tersusun dari selulosa ( serat ) yang tak dapat dicerna, namun juga mengandung vitamin B dan elemen mineral. Lapisan aleuron ( biasanya terbuang bersama sekam selam penggilingan ) kaya akan protein dan vitamin B, terutama asam nikotinat. Terhadap nutrien biji utuh, sekam dan lapisan aleuron mengandung : 86% asam nikotinat, 42% riboflavin, 33% tiamin, 19% protein.


(19)

Lembaga ( termasuk skutelum ) hanya menyusun 2,5% berat biji. Lembaga kaya akan lemak, protein, zat besi dan vitamin B ( skutelum terutama kaya akan tiamin ). Terhadap nutrien biji utuh, lembaga mengandung : 64% tiamin, 26% riboflavin, 8% protein, 2% asam nikotinat.

Untuk diubah menjadi bentuk yang lebih mudah dicerna, gandum digiling menjadi tepung. Sekam dan lembaga dikeluarkan sebagai “flake” dan endosperma dihancurkan menjadi bubuk halus. Pada tahun 1870-an, mesin penggiling dari baja mulai diperkenalkan, menggantikan penggilingan batu pipih.

Terdapat tiga tahap utama dalam penggilingan tepung

1. Pembersihan dan penyiapan

Mula-mula gandum dilewatkan serangkaian mesin untuk menghilangkan kotoran, dedak dan sebagainya. Gandum kemudian dikondisikan, yaitu dilembabkan ke tingkat kelembapan yang optimum untuk penggilingan, melalui proses pembasahan dan pengeringan biji. Proses ini mengeraskan sekam sehingga lebih mudah dipisahkan selama penggilingan dan membuat endosperma lebih mudah remuk sehingga lebih mudah pula digiling menjadi tepung.

2.Pemecahan

Gandum bersih yang telah mengalami “conditioning” dilewatkan lima pasang

penggilas baja berombak (“corrugated”) yang dikenal sebagai rol pemecah. Dari tiap pasangan, sebuah penggilasnya berputar dua setengah kali lebih cepat dari penggilas satunya, sehingga biji akan terkelupas dan endosperma akan terpisah dari sekam. Setelah melewati setiap rol, produk diayak dan dipisahkan menjadi tiga fraksi :


(20)

a. partikel kasar sekam yang dilekati endosperma. Bagian ini akan diteruskan ke rol pemecah.

b. Partikel endosperma yang kasar, disebut semolina. Partikel sekam yang bercampur dengan semolina dipisahkan dengan menggunakan hembusan udara, sekam lebih ringan daripada semolina.

c. Sejumlah kecil partikel halus endosperma atau tepung. Secara bertahap, jarak antara rol-rol pemecah dibuat makin sempit sehingga di setiap tahap lebih banyak endosperma dipisahkan dari sekam.

3. Pengecilan ukuran

Semolina yang diperoleh dari rol pemecah dilewatkan sepuluh atau lebih rol pengecil ukuran. Rol ini berupa penggilas yang halus dan dari setiap pasangan, sebuah penggilasnya berputar satu setengah kali lebih cepat dari lainnya. Partikel endosperma mengalami pengecilan ukuran secara bertahan oleh gencetan rol sehingga kerusakan granula pasti adalah minimum. Setelah melewati setiap rangkaian rol, produk diayak dan dipisahkan menjadi partikel halus tepung, partikel lebih besar yang akan dilewatkan rol pengecil ukuran berikutnya serta partikel kasar yang nantinya dikembalikan ke rol pertama.

Seperti halnya rol pemecah, rol pengecil ukuran juga diatur saling berdekatan secara bertahap dan pada akhir proses akan diperoleh tepung putih yang halus. Oleh sistem pengecilan ukuran tersebut, lembaga akan menjadi pipih, bukannya hancur, dan dihilangkan dengan pengayakan.


(21)

Tingkat ekstraksi adalah persentase biji utuh yang diubah menjadi tepung.

Tepung dari biji utuh 100%

Tepung dari biji pecah kulit 85-90%

Tepung terigu 70-72%

Tepung dari biji utuh mengandung biji utuh, termasuk sekam dan lembaga, sedang tepung terigu hanya mengandung endosperma.

Berhubung tepung dengan hasil ekstraksi rendah sedikit atau tidak mengandung sekam atau lembaga, maka jumlah protein, lemak, vitamin B, mineral dan serat akan berkurang, sejak tahun 1956, tepung terigu yang dihasilkan di Inggris diperkaya dengan thiamin, asam nikotinat, zat besi dan kalsium. Berdasar hukum di Inggris, semua tepung harus mengandung paling sedikit :

0,24 mg tiamin per 100g,

1,60 mg asam nikotinat per 100g,

1,65 mg zat besi per 100g

Roti dibuat dari adonan tepung gandum, air, garam dan khamir. Bila air ditambahkan ke dalam tepung, protein gandum, yakni glutenin dan gliadin, membentuk gluten yang elastik. Peremasan akan membentuk jaringan gluten dalam adonan,. Sebelum dipanggang, adonan dibiarkan mengembang. Selama tahap ini, adonan akan memuai karena pembentukan karbon dioksida, hasil fermentasi gula oleh khamir yang terdapat dalam adonan. Jaringan gluten menjebak gas tersebut dan selama


(22)

pemanggangan gluten akan terkoagulasi, sehingga menentukan ukuran dan bentuk roti yang tetap.

Sekarang kebanyakan roti buatan Inggris dibuat dengan menggunakan proses pembuatan roti Chorleywood yang tahap fermentasi awalnya diganti dengan pengadukan mekanis yang kuat dalam waktu singkat, mengunakan pengaduk khusus berkecepatan tinggi.

Enzim memainkan peranan sangat penting dalam pembuatan roti. Tepung mengandung amilase ( diastase ) yang oleh adanya air, merubah pati menjadi maltosa. Enzim maltase yang dikeluarkan oleh khamir meneruskan pemecahan maltosa menjadi glukosa.Kemudian glukosa difermentasi oleh beberapa enzim dalam khamir, yang secara keseluruhan dikenal sebagai zymase.

Hasil-hasil proses fermentasi adalah karbon dioksida yang mengisi adonan dengan udara dan etanol (etil alkohol) yang dikeluarkan dari roti pada waktu pemanggangan.

Amilase maltase zymase

Pati maltosa glukosa karbondioksida dan etanol dalam tepung dalam khamir dalam khamir

Protease, terdapat dalam tepung dan khamir, juga penting dalam pembuatan roti. Protease bereaksi pada protein tepung, yaitu gluten, membuat gluten lebih “extensible” dan mampu menahan karbon dioksida yang dihasilkan oleh fermentasi.


(23)

2.3.1 Kandungan Kimia Serealia

Gandum disamping beras, merupakan sumber karbohidrat yang terpenting di dunia, selain itu juga mengandung protein, mineral dan vitamin. Roti Amerika banyak mengandung vitamin dan niacin yang dapat menghilangkan penyakit beri-beri dan pelagra. Ribolflavin dan besi (Fe) juga memperkaya kandungan gizi dari roti. Disamping itu, juga dapat menyembuhkan penyakit Celiac dan karang gigi.

Kandungan kimia gandum dibandingkan dengan beras dan jagung dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Kandungan Kimia Gandum, Beras dan Jagung Kandungan Kimia Gandum Beras

*)

Jagung (Yellow U.S. no. 2)

Keras (Hard)

Lunak (Soft)

Air % 12.,34 13,88 11,00

Abu % 1,54 1,41 1,90 1,03

Protein % (Nx5,7) 11,93 10,48 8,76 (Nx5,9) 7,84

Lemak kasar % 1,60 1,68 2,00 3,78

Serat kasar % 2,28 1,91 1,00 2,89

Pati % 57,13 57,49 77,00 -

Energi, kcal/kg 3910,00 3782,00 - 3786,00

Asam amino %

Lysine 0,33 0,34 0,26 0,17

Histidine 0,28 0,29 0,22 0,7

Agrinine 0,57 0,59 0,64 0,44

Asam aspartic 0,63 0,61 0,34 -

Threonine 0,36 0,35 0,27 0,34

Serine 0,59 0,58 0,30 -

Asam glutamic 4,07 3,86 0,82 -

Proline 1,31 1,21 0,30 -

Glicyne 0,53 0,50 0,45 -

Tryptophan - - 0,09 -

Analine 0,45 0,44 - -


(24)

Sumber : Millfeed Manual (MNF, 1972) cit. Saunders, Walker dan

Kohler 1974 dalam Tati Nurmala, 1980

*) Sumber Kik dan Williams cit. Grist, dalam beras pecah kulit.

Ternyata gandum mengandung lebih tinggi protein daripada beras dan jagung, begitu pula asam-asam amino pada gandum lebih lengkap dan lebih besar jumlahnya. Demikian pula bila dibandingkan dengan asam amino dari hewan. Lysine jauh lebih besar pada gandum yang merupakan sumber protein yang efisien, juga lebih tinggi daripada kedelai di mana hampir tidak terdapat Lysine pada tempe. Mineral dan vitamin terbanyak terdapat pada lapisan aleuron biji gandum.

Gandum kekurangan akan carotene dan vitamin A dibandingkan dengan jagung, disamping itu jagung juga mengandung fraksi-xanthopil yang sangat baik untuk peternakan ayam penghasil daging (broiler) dan telur. Namun gandum banyak mengandung vitamin B1, B2 dan B6.

Endosperm gandum merupakan sumber utama protein dan pati, sedangkan lembaganya dan aleuron banyak mengandung minyak, protein nongluten dan vitamin.

Tabel. 3. Susunan Kimia Biji Gandum

Komponen Kimia (%) Aleuron Endosperma Tepung (ekstraksi 72%)

Protein 13,3 26,6 11,8

Lemak 2,0 10,9 1,2

Mineral 1,7 4,3 0,46

Serat 2,3 2,5 0,4

Karbohidrat lain 68,7 44,2 74,1

Air 12,0 11,5 12,0


(25)

Susunan kimia secara umum dari beberapa serealia dapat dilihat pada Tabel 4, yang dibandingkan terhadap jagung, sorghum dan padi.

Tabel 4. Susunan Kimia dari Beberapa Serealia pada Kadar Air Dasar. Jenis serealia Karbohidrat Protein

(%)

Lemak (%)

Seart (%)

Lain-lain

Gandum keras 64 14 2 2 18

Gandum lunak 69 10 2 2 17

Jagung “Dent” 72 10 5 2 11

Sorghum 71 13 3 2 11

Padi 77 8,9 2 1 11,1

Sumber : Reitz, 1967

Daerah asal dari tanaman gandum tidak diketahui secara pasti. Diduga berasal dari daerah luas yang membentang dari Asia Tengah (India bagian Barat Laut, Kashmir, Afganistan, Tadjikistan, Uzbeskistan, Transkaukasia dan bagian Barat Laut Tian Shan) ke Timur Dekat (Asia Kecil, Transkaukasia, Iran dan Dataran Tinggi Turkmenistan), daerah sekitar Laut Tengah dan Ethiopia (Vavilov cit. Satari, dkk. 1976). Gandum telah digunakan sebagai bahan makanan manusia kira-kira 6000 tahun yang lalu, hal mana dibuktikan dari penemuan arkheologi di Mesir, Turki dan di dalam puing-puing dari Lake Dwellers di Swiss.

Sejarah Cina menunjukkan bahwa budidaya gandum telah ada di sana sejak tahun 2700 SM., dan merupakan salah satu dari lima jenis tanaman yang ditanam pada tiap-tiap upacara tahunan. Peninggalan atau sisa karbon dari gandum dan cetakan gandum dari tanah liat dan cetakan roti, telah ditemukan pada zaman Neolithic Jarno di Irak sebelah utara, yang diperkirakan dengan radio karbon data dari tahun 6900 S.M.(Satari, dkk., 1976).


(26)

Sebagai tanaman yang berasal dari daerah sub-tropis, maka dewasa ini, terutama melalui usaha-usaha manusia di bidang pemuliaan tanaman dan budidaya tanaman, penyebaran tanaman gandum meluas ke daerah iklim sedang dan daerah tropis.

Daerah produksi gandum yang utama terletak di antara 30°-55°C L.U. dan di antara 25°-40° L.S. dengan pusat-pusat utama berada di daerah iklim sedang, seperti Amerika Serikat, Kanada dan Ausralia ( Tabel 5). Prancis menghasilkan produksi per hektar tertinggi di dunia yaitu 44,1 kw/ha (tahun 1972), sedangkan areal terluas di dunia Uni Sovyet yaitu 60 juta hektar. Produksi total tertinggi yaitu di Amerika Serikat 42,042 juta metrik ton (Tabel 5).

Tabel 5. Negara-Negara Produsen Gandum di Dunia Negara Produksi 1000

metrik ton

Areal 1000 ha Produksi kw/ha

Uni Sovyet 63.300 60.000 13,8

Amerika Serikat 42.042 19.143 22.0

Kanada 14.514 8.640 16.8

Prancis 17.600 3.988 44.1

India 24.477 19.163 13.8

Italia 9.423 3.821 24.7

Turki 9.500 8.100 11.7

Australia 6.477 7.406 8.7

Sumber : USDA, 1973, dalam Tati Nurmala (1980)

Hampir 90 persen dari produksi gandum di dunia terdiri dari tiga jenis species, yaitu “common wheat” (gandum biasa), “club wheat” dan “durum wheat”. Gandum biasa diklasifikasikan sebagai Triticum Aestivum L atau T. Vulgare, gandum club sebagai Triticum Compactum Hort (banyak tumbuh di daerah yang basah), dan gandum durum sebagai Triticum Durum (untuk membuat maccaroni). Spesies-spesies tersebut


(27)

terbagi dalam tiga sub-grup yaitu diploid, tetraploid (T. Durum) dan hexaploid (T.

vulgare).

T. aegilopoides, lebih menyerupai rumput daripada T. monococcum. Kedua

spesies mempunyai satu butir pada tiap bulir (spikelet) karenanya dianggap sebagai tipe paling primitif. Karena hanya ada satu gabah tiap bulir, maka disebut einkron.

T. durum (gandum makaroni) mempunyai butir berwarna merah. Tiap butir

mempunyai dua gabah. Bahan untuk membuat maccaroni, speghetti dan vermicelli.

T.dicoccum (emmer) digunakan dalam jumlah terbatas sebagai bahan makanan

ternak. Spesies ini mempunyai sifat resistensi terhadap penyakit, merupakan jenis dari

hard red spring wheat.

T. turgidum (pulard) hampir menyerupai T. durum. Bulir-bulir cenderung untuk

bercabang dan gabahnya besar. Di Amerika dan Inggris, spesies ini tidak mempunyai arti ekonomis yang penting.

T. polonicum (gandum Polandia) mempunyai bentuk gabah yang panjang. Nilai

ekonominya kurang penting, hanya baik untuk makaroni.

T. thimopheevi sering disilangkan sebagai varietas-varietas standar untuk

memperbaiki resistensi terhadap penyakit.

T. vulgare syn. T. aestivum (gandum biasa) adalah spesies yang paling banyak

ditanam di dunia. Setiap bulir terdiri dari dua sampai lima gabah. Warna bulir bervariasi dari putih hingga merah tua. Ada varietas-varietas musim dingin dan musim semi (hard


(28)

red spring, hard red winter dan soft red winter). Tepung gandum ini digunakan untuk

membuat roti.

T. compactum (club wheat) mempunyai bulir yang terdiri dari tiga sampai lima

gabah, bewarna putih hingga merah. Malai pendek dan berisi bulir yang berbentuk menyerupai gada (pemukul). Dari gandum lunak dibuat crackers, kadang-kadang juga dibuat roti. Ditanam pada musim dingin dan semi.

T. spelta biasanya mempunyai dua gabah pada setiap bulir seperti emmer.

Dilihat dari nilai ekonomis, jenis gandum ini tidak penting.

Bulir gandum yang digiling di pabrik harus memenuhi pengujian mutu gandum yang meliputi beberapa karakteristik. Pengujian-pengujian tersebut adalah sebagai berikut :

(1) Uji berat merupakan pengukuran berat per unit volume gandum. Hasil uji berat yang rendah menyebabkan kualitas butir dan tepung yang rendah, syarat minimum adalah 73 kg per kilometer.

(2) Uji kotoran, yaitu pemisahan butir-butir gandum dari benda asing, biji gandum yang terekrut dan yang pecah (broken wheat). Benda tersebut terbawa sewaktu proses panen, perontokan dan penyimpanan. Syarat maksimum adalah 0,1 – 0,5 persen.

(3) Uji kadar air butir gandum syarat maksimum 12,5 persen, baik untuk gandum keras maupun gandum lunak. Gandum yang disimpan pada kadar air yang tinggi akan cepat berkecambah dan mudah terserang jamur, disamping itu juga menyebabkan naiknya kadar maltose dalam biji gandum, yang menjadikan


(29)

rendahnya tepung. Kadar maltose yang terlalu tinggi (lebih dari satu persen) akan menyebabkan sifat gluten yang lembek. Sebaliknya kadar air yang terlalu rendah memberikan kerusakan fisik butir gandum yang tinggi pada waktu digiling sehingga mengurangi berat.

(4) Uji kemurnian butir dari campuran tanaman lain minimal 99,6 persen.

(5) Uji bobot dari 1000 butir. Dikehendaki bobot 1000 butir sekitar 28-40 gram.

(6) Uji keseragaman ukuran dan bentuk biji.

(7) Uji kadar serat dan kadar abu. Persyaratannya adalah 2 – 2,7 persen, dan abu 1,4 – 2 persen.

(8) Rendemen tepung sekitar 85 persen.

(9) Uji kadar protein butir gandum syaratnya adalah 6 – 20 persen untuk gandum lunak dan ganum keras.

(10) Menghasilkan tepung dengan daya isap terhadap air 52 – 60 persen, merupakan karakteristik yang sangat penting bagi para konsumen tepung terigu.

Penyakit dan hama gandum yang menyerang pada umumnya adalah cendawan dan insekta. Serangan cendawan selama pertumbuhan di lapangan (Alternaria,

Fusarium dan Helminthosporium) yang berasal atau terbawa biji, tidak akan terbawa di

gudang penyimpanan yang suhu udaranya sangat rendah. Faktor suhu udara, kelembapan dan lamanya penyimpanan sangat menentukan serangan cendawan di gudang. Kadar air gandum 13 persen (maksimal) menentukan berapa lama gandum


(30)

tahan disimpan dengan aman, karena semakin lama gandum disimpan kadar airnya akan bertambah. Pada suhu 5° - 10°C pertumbuhan cendawan sangat lambat, sedangkan pada suhu 26,7° - 32,2°C pertumbuhannya sangat cepat. Gandum yang disimpan hanya beberapa minggu sebelum digiling dapat disimpan pada kadar air yang agak tinggi (lebih tinggi dari 13 persen), dengan suhu penyimpanan yang agak tinggi pula daripada suhu penyimpanan untuk berbulan-bulan lamanya. Panen dapat dilakukan bili bijinya sudah keras bila dipijit, sekitar 45 hari setelah bermalai.

Keistimewaan dari tanaman sorghum memiliki kemampuan untuk tumbuh kembali setelah dipotong atau dipanen disebut “ratoon”, setelah panen akan tumbuh tunas-tunas baru yang tumbuh dari bagian batang di dalam tanah. Oleh karena itu pangkasannya harus tepat di atas permukaan tanah. Ratoon sorghum dapat dilakukan 2 – 3 kali, apabila dipelihara dan dipupuk dengan baik, hasil ratoon dapat menyamai hasil panen pertama, hasil selanjutnya akan menurun. Kultivar unggul sorghum antara lain yaitu : Cempaka, katengu, Darso, UPCA S1, UPCA S2, Birdproof dan sebagainya.(Nurmala,T., 1998)

2.4. Pati

Pati adalah cadangan makanan utama pada tanaman. Senyawa ini sebenarnya campuran dua polisakarida.

(a) Amilosa

Molekul amilosa terdiri dari 70 hingga 350 unit glukosa yang berikatan membentuk rantai lurus. Kira-kira 20% dari pati adalah amilosa.


(31)

(b) Amilopektin

Molekul ini terdiri hingga 100.000 unit glukosa yang berikatan membentuk struktur rantai bercabang.Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan bahwa pati pada tanaman terdapat sebagai granula-granula kecil. Lapisan luar dari setiap granula terdiri atas molekul-molekul pati yang tersusun amat rapat sehingga tidak tertembus air dingin. Sumber pati asal tanaman yang bebrbeda mempunyai ciri khas pada bentuk, dan pada penyebaran ukuran-ukuran granula pati itu.

2.4.1. Sifat sifat pati

1. Kenampakan dan kelarutan

Pati berwarna putih, berbentuk serbuk bukan kristal yang tidak larut dalam air dingin.

2. Rasa manis

Tidak seperti monosakarida dan disakarida, pati dan polisakarida lain tidak mempunyai rasa manis.

3. Hidrolisis

Hidrolisis pati dapat dilakukan oleh asam atau enzim. Jika pati dipanaskan dengan asam akan terurai menjadi molekul-molekul yang lebih kecil secara berurutan, dan hasil akhirnya adalah glukosa.

(C6H10O5)n + nH2O nC6H12O6


(32)

Ada beberapa tingkatan dalam reaksi diatas. Molekul-molekul pati mula-mula pecah menjadi unit-unit rantaian glukosa yang lebih pendek yang disebut dextrin. Dextrin ini dipecah lebih jauh menjadi maltose (dua unit glukosa) dan akhirnya maltosa pecah menjadi glukosa.

pati dextrin maltosa glukosa

sirup glukosa komersial dihasilkan dengan jalan menghidrolisis pati jagung dengan asam klorida encer. Hidrolisisnya tidak sempurna dan sirup glukosa yang juga dinamakan sirup jagung atau glukosa cair, merupakan campuran glukosa, maltosa, dextrin dan air.

Hidrolisis pati dapat juga dilakukan oleh kegiatan enzim. Dalam pencernaan, enzim amilase memecah pati menjadi maltosa. Amilase juga terdapat pada tepung dan biji yang berkecambah. Pada produk-produk tersebut enzim ini biasanya dikenal dengan nama diastase. Diastase penting pada pembuatan roti dan pembuatan bir karena enzim ini dapat menghasikan gula ( maltosa ) yang seterusnya oleh enzim yang dihasilkan khamir akan dipecah lebih lanjut menjadi alkohol dan karbon dioksida.

4. Pengaruh panas

(a) Panas yang lembab (dengan air)

Jika suspensi pati dalam air dipanaskan, air akan menembus lapisan luar granula dan granula ini dimulai menggelembung. Ini terjadi saat temperatur meningkat dari 60°C samapai 85°C. Granula-granula dapat menggelembung hingga volumenya lima kali lipat volume semula. Ketika ukuran granula pati membesar, campurannya menjadi


(33)

kental. Pada suhu kira-kira 85°C granula pati pecah dan isinya terdispersi merata keseluruh air disekelilingnya.

Molekul berantai panjang mulai membuka atau terurai dan campuran pati atau air menjadi makin kental, membentuk sol. Pada pendinginan, jika perbandingan pati dan air cukup besar, molekul pati membentuk jaringan dengan molekul air terkurung didalamnya sehingga terbentuk gel. Keseluruhan proses ini dinamakan gelatinisasi.

Gelatinisasi pati sangat penting dalam proses pengolahan. Misalnya, gelatinisasi terjadi pada pengentalan macam-macam saos, sup dan kuah daging (“gravies”) dengan penambahan tepung dan tepung jagung. Gelatinisasi juga penting pada pemanggangan roti atau makanan yang dibuat dari tepung lainnya karena berperan dalam menimbulkan sifat lemah yang diinginkan dan tekstur produknya.

(b) Panas kering (tanpa air)

Banyak makanan berpati juga mengandung sedikit dextrin. Pada proses pemanasan, dextrin terpolimerisasi membentuk senyawa kompleks berwarna coklat dinamakan pirodextrin. Pirodextrin ini memberikan sumbangan pada warna coklat banyak makanan termasuk roti panggang dan kerak roti.(gaman,M.1981)

2.5. Produksi Asam Laktat

Dalam produksi, asam laktat didefinisikan sebagai campuran dari asam laktat dan hibrida asam laktat yang mengandung tidak kurang dari 85% dan tidak lebih dari 92% asam laktat. Prinsip utama pembuatan asam laktat dengan proses fermentasi adalah pemecahan laktosa menjadi bentuk monosakaridanya dan dari monosakarida tersebut


(34)

dengan bantuan enzim yang dihasilkan oleh Lactobacillus sp. akan diubah menjadi asam laktat, Asam laktat murni tidak berbau, tidak berwarna, dan bersifat higroskopis pada suhu kamar.

Dalam keadaan tidak murni asam laktat berwarna kekuningan karena mengandung pigmen karoten. Sifat fisik asam laktat antara lain adalah bobot jenisnya 1,249; bobot molekulnya 90,08; titik beku 16,8°C, dan titik didihnya 122°C pada tekanan 14mmHg. Sedang sifat kimiawinya di antaranya adalah dapat larut dalam eter, alkohol, gliserin, dan air. Asam laktat tidak larut dalam kloroform, eter disulfida, dan karbon disulfida.

Di dalam industri asam laktat, laktosa sebagai bahan baku utama didapat dari air dadih susu (whey) yang merupakan hasil samping dari pembuatan keju atau dari susu itu sendiri. Banyak air susu di Indonesia yang dibuang begitu saja karena dianggap sudah rusak dan tidak berguna lagi, padahal kandungan laktosa dalam air susu sekitar 4,2 – 5 %. Asam laktat digunakan secara luas di industri kimia, antara lain penggunaannya dalam industri makanan dan minuman, industri farmasi, dan industri kulit. Untuk industri makanan dan minuman, biasanya diperlukan asam laktat berkadar 50 – 80 %, sedangkan untuk industri farmasi diperlukan kadar yang lebih tinggi lagi, yaitu 85 – 90 %. Reaksi kimia dalam pembuatan asam laktat adalah sebagai berikut.

Lactobacillus sp.

C6H12O6 2CH3CHOHCOOH


(35)

1. Bahan baku

Untuk menghasilkan asam laktat diperlukan bahan baku utama yaitu air dadih susu (whey), kapur berhidrat, dan asam sulfat. Mikroorganisme yang berperan dalam proses fermentasi untuk menghasilkan asam asetat adalah Lactobacillus sp. Selain itu dibutuhkan pula arang aktif dan air sebagai bahan tambahan.

2. Peralatan

Peralatan yang dibutuhkan dalam proses pembuatan asam laktat dengan cara fermentasi adalah tangki fermentasi (fermentor), tangki koagulasi, filter, evaporator, acidifier, kristaliser, pengering, dan pompa transfer boiler.

3. Proses pembuatan Asam Laktat

Asam laktat dibuat dengan proses fermentasi sukrosa, glukosa atau fruktosa yang diperoleh dari molase, atau laktosa yang diperoleh dari air dadi susu. Fermentasi terjadi dengan bantuan enzim-enzim yang diproduksi oleh bakteri Lactobacillus

delbruckii. Air dadih susu merupakan hasil samping dari proses pembuatan keju dari

kasein susu. Bersama-bersama dengnan kultur bakteri, air dadih tersebut dimasukkan ke dalam tangki fermentasi di mana pada tangki tersebut terjadi proses fermentasi. Untuk mencapai kondisi yang optimum bagi pertumbuhan dan metabolisme mikroorganisme, lingkungan dan keadaan fermentor dijaga baik. Suhu optimum sekitar 28 – 30°C dengan pH dipertahankan sekitar 5 – 5,8. Kalsium karbonat ditambahkan untuk menjaga derajat keasaman tersebut. Proses fermentasi berjalan 5 – 8 hari.


(36)

Jika fermentasi berlangsung lama, pertumbuhan bakteri tersebut terhambat oleh keasaman yang dihaslikannya sendiri. Untuk mencegah hal tersebut, maka perlu dilakukan penambahan kalsium hidroksida sehingga terbentuk Ca-laktat. Setelah fermentasi Ca-laktat dipanaskan dengan uap dalam tangki koagulasi dan selanjutnya disaring sehingga bebas dari bahan-bahan yang tidak diinginkan seperti laktalbumin. Cairan utama yaitu larutan Ca-laktat dimurnikan dengan arang (charcoal) pada alat revaporator vakum. Hasil penguapannya berupa kristal Ca-laktat.

Untuk mendapatkan asam laktat, kristal Ca-laktat dilarutkan dengan asam sulfat dengan alat acidifier, di mana pada alat itu Ca-sulfat diendapkan. Selain itu protein yang ada juga diendapkan. Cairan yang keluar dari acidifier itu disaring untuk memisahkan filtrat dengan endapan protein dan Ca-sulfat yang terbentuk, dan selanjutnya diuapkan lagi dalam evaporator vakum untuk menghasilkan asam laktat kasar (crude lactic acid) yang mengandung 22 – 44% laktat.

Asam laktat yang dapat dikonsumsi diperoleh dari kristal Ca-laktat yang dilarutan dengan air dan ditambah dengan asam sulfat untuk mendapatkan 20 – 25% asam laktat murni. Kemudian larutan ini dipertinggi kadarnya hingga 50% dengan menambahkan campuran asam sulfat dan Ca-laktat dalam alat yang disebut dissolver (pengencer).

Untuk pemurnian digunakan arang dan endapan Ca-sulfat yang terbentuk dikeluarkan melalui proses pemisahan dan filtratnya diuapkan lagi dalam evaporator vakum untuk menghasilkan asam laktat yang berkonsentrasi 85%. Asam laktat kasar dapat dijadikan asam laktat murni dengan proses ekstraksi pelarut menggunakan


(37)

isopropil eter sebagai pelarut juga dapat menggunakan proses esterifiasi dengan metanol. Hasilnya dihidrolisis yang akan menghasilkan asam laktat murni.(Budiyanto,A.K., 2002)


(38)

BAB I PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Berbagai jenis bahan hasil pertanian pangan mempunyai karakteristik yang sangat beragam. Karakteristik – karakteristik tersebut seperti ; sifat fisis, morfologis, fisiologis, dan berbagai senyawa penting yang terkandung didalamnya dan sifat – sifat alami lainnya sangat penting dipahami untuk digunakan sebagai pedoman atau pertimbangan pada proses penanganan dan pengolahan lebih lanjut lebih tepat dan sesuai.

Pati merupakan salah satu produk pangan yang dijadikan sumber karbohidrat. Pati dibuat dari umbi – umbian seprti ; singkong, ubi garut, gandum, dan lain – lain. Tanaman gandum menghasilkan tepung terigu. Tepung terigu yang beredar di pasaran dikenal bermacam – macam di dasarkan pada kandungan proteinnya. Hard flour merupakan tepung terigu dengan kandungan protein tinggi sekitar 14% , Medium flour mempunyai kandungan protein sedang (sekitar 12%), sedangkan Soft flour merupakan tepung terigu dengan kandungan protein rendah sekitar (sekitar 10%).

Jenis tepung terigu tersebut berbeda, hard flour lebih cocok untuk membuat roti, sedangkan medium dan soft flour lebih cocok untuk membuat mie dan makanan lain. Seringkali penggunaan untuk membuat olahan makanan, dilakukan pencampuran untuk mendapatkan karakteristik hasil olahan yang diinginkan.Gluten merupakan tepung


(39)

gluten dan CO2 yang dihasilkan oleh khamir menyebabkan gluten mengembang selama fermentasi. (Dwiari et al,2008)

Di dalam berbagai produk pangan, pati umumnya akan terbentuk dari dua polimer molekul glukosa yaitu amilosa (amylose) dan amilopektin (amylopectin). Karena amilosa banyak terkandung di dalam beberapa komoditas pertanian terutama golongan serealia, maka perlu dilakukan pengujian untuk mengetahui kadar amilosa pada beberapa produk serealia.

Selain itu juga perlu dilakukan pengujian terhadap kualitas biji serealia maupun produk olahannya seperti tepung. Pengujian tersebut meliputi uji daya serap air, kadar gluten, dan uji bleaching pada tepung terigu.

Seperti halnya gandum, dedak dari beras mengandung lebih banyak vitamin daripada bagian dalam biji. Tepung beras yang didapatkan dengan menggiling beras putih sampai kehalusan yang sesuai, digunakan sebagai bahan pengental dalam produksi makanan kaleng. Pembuatan minuman beralkohol dan makanan ternak di beberapa daerah juga menggunakan beras.(Buckle et al, 1985)

Tingkat pengembangan dan penyerapan air tergantung pada kandungan amilosa. Makin tinggi kandungan amilosa, kemampuan pati untuk menyerap air dan mengembang menjadi lebih besar karena amilosa mempunyai kemampuan membentuk ikatan hidrogen yang lebih besar daripada amilopektin. Amilosa termasuk senyawa yang bersifat polar, oleh karena itu makin tinggi kadar amilosa pati maka kelarutannya dalam air juga meningkat.(Alam dan Nurhaeni, 2008)


(40)

Ciri khas tepung terigu yaitu mengandung gluten yang tidak dimiliki oleh jenis tepung lainnya. Gluten merupakan suatu senyawa pada tepung terigu yang bersifat kenyal dan elastis, yang diperlukan dalam pembuatan roti agar dapat mengembang dengan baik, yang dapat menentukan kekenyalan mie serta berperan dalam pembuatan kulit martabak telur supaya tidak mudah robek. Umumnya kandungan gluten menentukan kadar protein tepung terigu, semakin tinggi kadar gluten, maka semakin tinggi kadar protein tepung terigu tersebut. Kadar gluten pada tepung terigu, yang menentukan kualitas pembuatan suatu makanan, sangat tergantung pada jenis gandumnya.

Protein yang terdapat dalam tepung terigu tidak larut dalam air ini disebut gliadin dan glutein. Glutein adalah bentuk dari protein yang tidak larut dalam air jika tepung dipanaskan dan dicampurkan dengan air. Glutein bisa diekstrak dengan cara mencucinya dengan air hingga patinya menghilang. Glutein yang telah diekstrak memiliki sifat elastis dan kohesi. Jika gliadin dan glutein dipisahkan dari gluten maka gliadin akan bersifat seperti substansi sirup yang menggumpal dan saling terikat serta glutenin akan menghasilkan kekerasan yang berkemungkinan memperbesar kekuatan tekstur bahan.(Parker, 2003)

Pada gandum, kandungan gluten tidak tersebar merata pada keseluruhan butiran endosperma biji gandum, tetapi berpusat di dalam bagian badan protein yang mengandung jaringan lemak. Bagian ini bertindak sebagai pusat untuk sintesis gliadin dan glutenin. Tepung gandum mengandung kurang lebih 0,5% hingga 0,8% pentosa yang larut dalam air dan kurang lebih 0,8% lipida bebas serta 1,0% lipida yang terikat. Gluten adalah campuran amorf ( bentuk tak beraturan) dari protein yang terkandung


(41)

bersama pati dalam endosperma (dan juga tepung yang dibuat darinya) beberapa serealia terutama gandum, gandum hitam, dan jelai. Dari ketiganya gandumlah yang paling tinggi kandungan glutennya. Kandungan gluten dapat mencapai 80% dari total protein dalam tepung dan terdiri dari glutenin dan gliadin. Gluten membuat adonan kenyal dan dapat mengembang karena bersifat kedap udara.(Desrosier, 2008)

1.2. Permasalahan

Apakah %SRC (solvent radiant capacity) yang dilakukan pada PT. AGRI FIRST INDONESIA(AFI) sudah sesuai dengan standart mutu perusahaan.

1.3.Tujuan Percobaan

Untuk mengetahui Hasil dari pengaruh waktu pengocokan pada uji solvent

radiant capacity (SRC) asam laktat pada tepung gandum, sehingga dapat digunakan dengan baik sesuai dengan standar mutu dari tepung gandum yang telah ditetapkan.

1.4.Manfaat

Dengan mengetahui %SRC (solvent radiant capacity) yang di analisa, maka dapat diketahui bahwa penambhan asam laktat pada tepung gandum tersebut sudah memenuhi standar mutu atau belum, sehingga pihak perusahaan dapat melakukan penanganan lebih lanjut untuk meningkatkan mutu penambahan asam laktat pada tepung gandum tersebut.


(42)

PENGARUH WAKTU PENGOCOKAN PADA UJI SOLVENT RADIANT CAPACITY (SRC) ASAM LAKTAT DALAM TEPUNG GANDUM

ABSTRAK

Telah dilakukan percobaan pengaruh waktu pengocokan pada uji solvent radiant capacity (SRC) asam laktat dalam tepung gandum. Dimana pada pengaruh waktu pengocokan dilakukan dengan cara pemusingan didalam alat sentrifugasi pada high protein, medium protein dan low protein yang dilakukan pada menit 5, 10, 15, 20. Hasil yang diperoleh pada high protein yaitu pada menit 5 diperoleh hasil 149,60%, pada menit 10 diperoleh hasil 149,38%, pada menit 15 diperoleh hasil 149,27% pada menit 20 diperoleh hasil 145,72%, sedangkan pada medium protein yaitu pada menit 5 diperoleh hasil 139,20%, pada menit 10 diperoleh hasil 139,24%, pada menit 15 diperoleh hasil 138,22%, pada menit 20 diperoleh hasil 131,75%, sedangkan pada low protein yaitu pada menit 5 diperoleh hasil 132,03%, pada menit 10 diperoleh hasil 130,05%, pada menit 15 diperoleh 127,74% dan pada menit 20 diperoleh hasil 126,50%. Maka dapat disimpulkan bahwa uji solvent radiant capacity (SRC) asam laktat dalam tepung gandum masih sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan oleh perusahaan.

Kata kunci : uji solvent radiant capacity (SRC), pemusingan, high protein, medium protein, low protein.


(43)

EFFECT ON THE TEST OF TIME agitation RADIANT SOLVENT CAPACITY (SRC) LACTIC ACID IN WHEAT FLOUR

ABSTRACT

Has conducted experiments on the effects of shaking a test solvent radiant

capacity (SRC) lactic acid in wheat flour. Where the effect of time shuffling is done by centrifugation in the centrifuge at high protein, moderate protein and low protein performed at 5 minutes, 10, 15, 20. The results obtained in the high protein is at 5 minutes results obtained 149.60% at minute 10 149.38% result, in the 15th minute result on 20 minutes 149.27% 145.72% result, while in the medium protein that is the result five minutes 139.20%, in the 10th minute result 139 , 24%, in the 15th minute result 138.22%, on 20 minutes the results obtained 131.75%, while in the low protein which is at 5 minutes results obtained 132.03%, in the 10th minute result 130.05%, on 15

minutes gained 127.74% and on 20 minutes the results obtained 126.50%. It can be concluded that testing radiant solvent capacity (SRC) lactic acid in wheat flour is still in accordance with the quality standards set by the company.

Keywords: test solvent radiant capacity (SRC), centrifugation, high protein, moderate protein, low protein.


(44)

TUGAS AKHIR

SOFYAN ELDO SURBAKTI 132401147

PROGRAM D-3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2016


(45)

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh gelar Ahli Madya

SOFYAN ELDO SURBAKTI 132401147

PROGRAM D-3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2016


(46)

PERSETUJUAN

Judul :PENGARUH WAKTU PENGOCOKAN PADA

UJI SOLVENT RADIANT CAPACITY (SRC) ASAM LAKTAT DALAM GANDUM

Kategori : TUGAS AKHIR

Nama : SOFYAN ELDO SURBAKTI

Nomor Induk Mahasiswa : 132401147

Program Studi : DIPLOMA 3 KIMIA

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU

PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di Medan, Mei 2016

Disetujui Oleh

Ketua Program Studi D3 Kimia Dosen Pembimbing

Dra. Emma Zaidar, M.Si Drs. Amir Hamzah Siregar, M.Si. NIP : 195512181987012001 NIP : 196106141991031002

Ketua Departemen Kimia FMIPA USU

Dr. Rumondang Bulan, M.S NIP : 195408301985032001


(47)

PERNYATAAN

PENGARUH WAKTU PENGOCOKAN PADA UJI SOLVENT RADIANT CAPACITY (SRC) ASAM LAKTAT DALAM TEPUNG GANDUM

TUGAS AKHIR

Saya mengakui bahwa tugas akhir ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2016

SOFYAN ELDO SURBAKTI 132401147


(48)

PENGHARGAAN

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Adapun penulisan tugas akhir ini adalah untuk memenuhi dan melengkapi syarat dalam mengikuti ujian akhir D-3 Kimia di Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

Tugas akhir ini ditulis berdasarkan pengamatan penulis selama melaksanakan Praktek Lapangan Kerja ( PKL ) di PT. AGRI FIRST INDONESIA (AFI) dengan judul

PENGARUH WAKTU PENGOCOKAN PADA UJI SOLVENT RADIANT CAPACITY (SRC) ASAM LAKTAT DALAM TEPUNG GANDUM „‟.

Dalam penyusunan tugas akhir ini penulis banyak menemukan kendala. Namun berkat bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat mengatasi berbagai kandala tersebut dengan baik. Atas berkat bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak maka pada kesempatan ini dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua orang tua penulis, Ayahanda Drs.E. Surbakti dan Ibunda E. Br Ginting yang telah memberikan doa, motivasi dan dukungan moril maupun materil dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

2. Ibu Drs. Amir Hamzah Siregar, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah dengan tulus memberikan bimbingan kepada penulis dalam membantu penulisan karya ilmiah ini.

3. Ibu Dr. Rumondang Bulan, M.S selaku Ketua Dapertemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumaterra Utara

4. Ibu Dra. Emma Zaidar, M.Si selaku Ketua Program Studi D3 Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumaterra Utara

5. Ibu Hamida Sagala selaku assitant suvervisor yang telah memberikan fasilitas dan ilmu yang berharga bagi penulis.


(49)

7. Rekan praktek lapangan kerja yaitu Betha Daoni Siahaan yang turut membantu penulis selama praktek lapangan kerja.

8. Teman-teman seperjuangan Rio Maretanto Sinaga, Andri Hassan Simbolon, Sahat Fernando Bakara dan Surya Graha Siahaan

9. Seluruh teman-teman D3 Kimia stambuk 2013 dan seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang turut andil dalam membantu penulisan karya ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari kesempurnaa. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca untuk kesempurnaan tugas akhir ini. Segala bentuk masukan yang diberikan akan penulis terima dengan senang hati dan penulis ucapkan terima kasih. Harapan penulis, semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi para pembaca umumnya dan bagi penulis khususnya.

Medan, Juni 2016 Penulis


(50)

PENGARUH WAKTU PENGOCOKAN PADA UJI SOLVENT RADIANT CAPACITY (SRC) ASAM LAKTAT DALAM TEPUNG GANDUM

ABSTRAK

Telah dilakukan percobaan pengaruh waktu pengocokan pada uji solvent radiant capacity (SRC) asam laktat dalam tepung gandum. Dimana pada pengaruh waktu pengocokan dilakukan dengan cara pemusingan didalam alat sentrifugasi pada high protein, medium protein dan low protein yang dilakukan pada menit 5, 10, 15, 20. Hasil yang diperoleh pada high protein yaitu pada menit 5 diperoleh hasil 149,60%, pada menit 10 diperoleh hasil 149,38%, pada menit 15 diperoleh hasil 149,27% pada menit 20 diperoleh hasil 145,72%, sedangkan pada medium protein yaitu pada menit 5 diperoleh hasil 139,20%, pada menit 10 diperoleh hasil 139,24%, pada menit 15 diperoleh hasil 138,22%, pada menit 20 diperoleh hasil 131,75%, sedangkan pada low protein yaitu pada menit 5 diperoleh hasil 132,03%, pada menit 10 diperoleh hasil 130,05%, pada menit 15 diperoleh 127,74% dan pada menit 20 diperoleh hasil 126,50%. Maka dapat disimpulkan bahwa uji solvent radiant capacity (SRC) asam laktat dalam tepung gandum masih sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan oleh perusahaan.

Kata kunci : uji solvent radiant capacity (SRC), pemusingan, high protein, medium protein, low protein.


(51)

EFFECT ON THE TEST OF TIME agitation RADIANT SOLVENT CAPACITY (SRC) LACTIC ACID IN WHEAT FLOUR

ABSTRACT

Has conducted experiments on the effects of shaking a test solvent radiant

capacity (SRC) lactic acid in wheat flour. Where the effect of time shuffling is done by centrifugation in the centrifuge at high protein, moderate protein and low protein performed at 5 minutes, 10, 15, 20. The results obtained in the high protein is at 5 minutes results obtained 149.60% at minute 10 149.38% result, in the 15th minute result on 20 minutes 149.27% 145.72% result, while in the medium protein that is the result five minutes 139.20%, in the 10th minute result 139 , 24%, in the 15th minute result 138.22%, on 20 minutes the results obtained 131.75%, while in the low protein which is at 5 minutes results obtained 132.03%, in the 10th minute result 130.05%, on 15

minutes gained 127.74% and on 20 minutes the results obtained 126.50%. It can be concluded that testing radiant solvent capacity (SRC) lactic acid in wheat flour is still in accordance with the quality standards set by the company.

Keywords: test solvent radiant capacity (SRC), centrifugation, high protein, moderate protein, low protein.


(52)

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN i

PERNYATAAN ii

PENGHARGAAN iii

ABSTRAK v

ABSTRACT vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 4

1.3. Tujuan 4

1.4. Manfaat 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gandum 6

2.1.1. Jenis- jenis Gandum 7

2.2. Tepung Gandum 8

2.3. Serealia 10

2.3.1. Kandungan Kimia Serealia 16

2.4. Pati 25

2.4.1. Sifat- sifat Pati 25


(53)

BAB 3 METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Uji Solvent Radiant Capacity (SRC) Asam Laktat Dalam Gandum 33

3.1.1. Prinsip Kerja 33

3.1.2. Alat-Alat 33

3.1.3. Bahan-Bahan 33

3.1.4. Prosedur Kerja 34

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Data Percobaan 35

4.2. Perhitungan 36

4.3. Pembahasan 42

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 44

5.2. Saran 44


(54)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1. Komposisi Tepung Terigu Menurut Departemen Kesehatan 7 2.3.1. Kandungan Kimia Gandum, Beras, dan Jagung 17

2.3.1. Susunan Kimia Biji Gandum 18

2.3.1. Susunan Kimia dari Beberapa Serealia pada Kadar Air Dasar 19 2.3.1. Negara- negara Produsen Gandum di Dunia 20


(55)

DAFTAR GAMBAR

Halaman


(1)

PENGARUH WAKTU PENGOCOKAN PADA UJI SOLVENT RADIANT CAPACITY (SRC) ASAM LAKTAT DALAM TEPUNG GANDUM

ABSTRAK

Telah dilakukan percobaan pengaruh waktu pengocokan pada uji solvent radiant capacity (SRC) asam laktat dalam tepung gandum. Dimana pada pengaruh waktu pengocokan dilakukan dengan cara pemusingan didalam alat sentrifugasi pada high protein, medium protein dan low protein yang dilakukan pada menit 5, 10, 15, 20. Hasil yang diperoleh pada high protein yaitu pada menit 5 diperoleh hasil 149,60%, pada menit 10 diperoleh hasil 149,38%, pada menit 15 diperoleh hasil 149,27% pada menit 20 diperoleh hasil 145,72%, sedangkan pada medium protein yaitu pada menit 5 diperoleh hasil 139,20%, pada menit 10 diperoleh hasil 139,24%, pada menit 15 diperoleh hasil 138,22%, pada menit 20 diperoleh hasil 131,75%, sedangkan pada low protein yaitu pada menit 5 diperoleh hasil 132,03%, pada menit 10 diperoleh hasil 130,05%, pada menit 15 diperoleh 127,74% dan pada menit 20 diperoleh hasil 126,50%. Maka dapat disimpulkan bahwa uji solvent radiant capacity (SRC) asam laktat dalam tepung gandum masih sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan oleh perusahaan.

Kata kunci : uji solvent radiant capacity (SRC), pemusingan, high protein, medium protein, low protein.


(2)

vi

EFFECT ON THE TEST OF TIME agitation RADIANT SOLVENT CAPACITY (SRC) LACTIC ACID IN WHEAT FLOUR

ABSTRACT

Has conducted experiments on the effects of shaking a test solvent radiant

capacity (SRC) lactic acid in wheat flour. Where the effect of time shuffling is done by centrifugation in the centrifuge at high protein, moderate protein and low protein performed at 5 minutes, 10, 15, 20. The results obtained in the high protein is at 5 minutes results obtained 149.60% at minute 10 149.38% result, in the 15th minute result on 20 minutes 149.27% 145.72% result, while in the medium protein that is the result five minutes 139.20%, in the 10th minute result 139 , 24%, in the 15th minute result 138.22%, on 20 minutes the results obtained 131.75%, while in the low protein which is at 5 minutes results obtained 132.03%, in the 10th minute result 130.05%, on 15

minutes gained 127.74% and on 20 minutes the results obtained 126.50%. It can be concluded that testing radiant solvent capacity (SRC) lactic acid in wheat flour is still in accordance with the quality standards set by the company.

Keywords: test solvent radiant capacity (SRC), centrifugation, high protein, moderate protein, low protein.


(3)

PERSETUJUAN i

PERNYATAAN ii

PENGHARGAAN iii

ABSTRAK v

ABSTRACT vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 4

1.3. Tujuan 4

1.4. Manfaat 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gandum 6

2.1.1. Jenis- jenis Gandum 7

2.2. Tepung Gandum 8

2.3. Serealia 10

2.3.1. Kandungan Kimia Serealia 16

2.4. Pati 25

2.4.1. Sifat- sifat Pati 25


(4)

viii

BAB 3 METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Uji Solvent Radiant Capacity (SRC) Asam Laktat Dalam Gandum 33

3.1.1. Prinsip Kerja 33

3.1.2. Alat-Alat 33

3.1.3. Bahan-Bahan 33

3.1.4. Prosedur Kerja 34

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Data Percobaan 35

4.2. Perhitungan 36

4.3. Pembahasan 42

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 44

5.2. Saran 44


(5)

Tabel Halaman

2.1. Komposisi Tepung Terigu Menurut Departemen Kesehatan 7 2.3.1. Kandungan Kimia Gandum, Beras, dan Jagung 17

2.3.1. Susunan Kimia Biji Gandum 18

2.3.1. Susunan Kimia dari Beberapa Serealia pada Kadar Air Dasar 19 2.3.1. Negara- negara Produsen Gandum di Dunia 20


(6)

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman