2.2. Pembagian surfaktan
a. Anionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu anion. Contohnya Alkyl Benzene Sulfonate ABS, Linier Alkyl Benzene Sulfonate LAS, Alpha Olein
Sulfonate AOS b. Kationik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu kation. Contohnya
garam ammonium c. Nonionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya tidak bermuatan contohnya ester
gliserin asam lemak, ester sorbiton asam lemak, ester sukrosa asam lemak. d. Amfoter yaitu surfaktan yang bagian alkilnya mempunyai muatan positif dan negatif.
Contohnya surfaktan yang mengandung asam amino. Kandungan surfaktan didalam suatu produk deterjen biasanya sebanyak 8-18.
2.3. Formulasi kandungan deterjen 2.3.1. formulasi kandungan deterjen sebagai bahan pembentuk
Pembentuk berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci dari surfaktan dengan cara menonaktifkan mineral penyebab kesadahan air. Contoh bahan pembentuk yang terdapat
dalam deterjen antara ialah Sodium Tri Poly Phosphate STPP, Sodium Phosphate,
Nitriloacetic Acid NTA, Ethylene Diamine Tetra Acetate EDTA. Secara umum kadar
bahan pembentuk sebanyak 20-45.
2.3.2. Formulasi kandungan deterjen sebagai bahan pengisi
Pengisi adalah bahan tambahan deterjen yang tidak mempunyai kemampuan meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas. Contoh bahan yang digunakan ialah
Sodium sulfate Borax dan Anti-Foaming Agents, yang memberikan gerak bebas pada deterjen dalam bentuk padat bereaksi secara bebas di air serta Anti-Foaming Agents
berfungsi sebagai pereduksi jumlah busa. Sodium Silikat juga digunakan sebagai bahan penghambat korosi pada mesin cuci. Umumnya bahan Pengisi terkandung didalam
deterjen sebanyak 5-45.
Universitas Sumatera Utara
2.3.3. Formulasi kandungan deterjen sebagai bahan tambahan
Bahan tambahan ini biasanya ditambahkan sebagai pelengkap dan tidak berhubungan langsung dengan daya cuci deterjen, misalnya pewangi, pelarut, pemutih, pewarna dan
lain-lain. Bahan tambahan yang ditambahkan lebih dimaksudkan untuk komersialisasi. Contoh bahan yang sering ditambahkan yaitu Sodium Perkarbonat dan Sodium Perborat,
suatu bahan tambahan yang memiliki daya pemutih. Bahan lainnya yaitu enzim, yang berfungsi sebagai penghilang noda-noda yang besifat biologis seperti darah. Persentasi
banyak bahan tambahan yang ada di dalam suatu deterjen sebanyak 15-30. Surfaktan merupakan bahan utama deterjen, sejak tahun 1960 surfaktan Alkyl
Benzene Sulfonate ABS digunakan sebagai formula didalam deterjen. Konsentrasi surfaktan di dalam air permukaan dengan gas udara, padatan kotoran, dan cair
minyak dapat menyebabkan pembasahan dan menjadi media pembersih yang sangat baik. Ini dikarenakan surfaktan memiliki struktur ampifilik, dimana salah satu bagian dari
molekul tergolong ionik atau polar dengan kekuatan tarik menarik pada air, dan pada bagian lain termasuk golongan hidrokarbon dengan sifat menolak air. Selain bahan-bahan
diatas Lauril alkil sulfonat sangat dibutuhkan dalam pembuatan detergen khususnya untuk detergen lunak dimana lebih ramah terhadap lingkungan dan dapat dirusak oleh
mikroorganisme. Sumber utama lauril alkil sulfonat berasal dari industri perminyakan Pratama, 2008.
2.4. Emulsi
Emulsi adalah suatu sediaan yang mengandung dua zat cair yang tidak tercampur, biasanya air dan minyak cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam
cairan yang lain. Dispersi ini tidak stabil, butir-butir ini akan bergabung dan membentuk dua lapisan air dan minyak yang terpisah. Dalam fase air dapat mengandung zat-zat
terlarut seperti pengawet, zat pewarna, dan perasa. Air yang digunakan sebaiknya adalah akuades. Zat perasa dan pengawet yang berada dalam fase air yang mungkin larut dalam
minyak harus dalam konsentrasi cukup untuk memenuhi yang diinginkan Anief, 1999.
Universitas Sumatera Utara
Pada emulsi biasanya terdapat tiga bagian utama, yaitu : pertama, bagian zat yang terdispersi, biasanya terdiri dari butir-butir minyak. Kedua, medium pendispersi yang
dikenal sebagai fase bertahap, biasanya terdiri dari air. Bagian ketiga adalah emulgator yang berfungsi sebagai penstabil koloid untuk menjaga agar butir-butir minyak tetap
terdispersi dalam air. Ada beberapa istilah yang sering digunakan untuk zat pengemulsi diantaranya emulgator, emulsifier, stabilizer atau agen pengemulsi. Bahan ini dapat
berupa sabun, deterjen, protein atau elektrolit. Jenis emulsi tergantung dari zatnya dan emulgator yang dipakai misalnya emulsi minyak dalam air emulgator yang baik adalah
sabun atau logam-logam alkali. Berdasarkan jenisnya emulsi dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu:
1. Emulsi ow yaitu Fase minyak ditambahkan ke dalam fase air, dimana pengemulsinya
mudah larut dalam air sehingga air dikatakan sebagai fase eksternal. Teknik inverse: fase air dimasukkan ke dalam fase minyak, awalnya terbentuk wo, viskositas naik
karena volume fase internal naik sampai titik inverse terbentuk ow. 2.
Emulsi wo Fase air ditambahkan ke dalam fase minyak dengan pengadukan konstan, lalu dihomogenkan, digiling untuk mengecilkan ukuran partikel fase internal untuk
meningkatkan stabilitas dan memperbaiki kilatnya emulsi http:staff.ui.ac.idinternal130674809materialEmulsion.
Faktor-faktor yang menentukan apakah akan terbentuk emulsi AM atau MA tergantung pada dua sifat kritis:
1. Terbentuknya butir tetesan
2. Terbentuknya rintangan antarmuka.
Rasio fase volume, yaitu jumlah relatif minyak dan air, menentukan jumlah relatif butir tetesan, dan menaikkan kemungkinan terjadinya benturan, makin besar jumlah butir
tetesan, makin besar kesempatan untuk benturan. Biasanya fase ekstern dalam jumlah volume yang besar. Tipe emulsi ditentukan oleh sifat-sifat emulgator, dan dapat disusun
aturan sebagai berikut: 1.
Bila emulgator hanya dapat larut atau lebih suka air sabun natrium maka akan terbentuk tipe emulsi MA. Tetapi bila emulgator hanya dapat larut atau lebih suka
minyak sabun kalsium akan terbentuk tipe emulsi AM.
Universitas Sumatera Utara
2. Bagian polar dari molekul emulgator umumnya lebih baik untuk melindungi
koalesen daripada bagian rantai hidrokarbon. Maka itu memungkinkan membuat emulsi MA dengan fase intern yang volumenya relatif tinggi. Sebaliknya emulsi
AM akan terbatas, dan apabila jumlah air cukup banyak akan mudah terjadi inversi.
Sebagai contoh sistem air-minyak untuk membentuk emulsi AM dapat terjadinya baik bila jumlah air di bawah 40, bila lebih yang stabil adalah bentuk emulsi MA. Di
samping itu untuk emulsi AM dengan 20 dan 30 air akan terjadi bila air ditambahkan pada minyak dengan diaduk. Hal itu perlu untuk kadar air 10. Jangan dicampur dulu
minyak dan air kemudian baru diaduk, karena akan sering gagal. Cara tersebut baik untuk tipe MA. Tipe emulsi yang terbentuk juga dipengaruhi oleh viskositas pada tiap fase,
emulsi yang stabil. Apabila mencampurkan campuran, dua zat cair yang tak tercampurkan akan
terjadi salah satu cairan terbagi menjadi butir-butir tetesan yang kecil dalam cairan yang lain. Apabila pencampuran berhenti, maka butir-butir cairan tersebut akan mengumpul
menjadi satu, dan terjadi suatu pemisahan. Kegagalan dalam usaha mencampur dua cairan tersebut disebabkab kohesif antarmolekul dari masing-masing cairan terpisah adalah lebih
besar daripada kekuatan adhesif antara dua cairan. Kekuatan kohesif ini disebabkan adanya tegangan antarmuka pada batas antara dua cairan tersebut.
Dengan mencampurkan, tegangan antarmuka dapat mudah dipecah, sehingga terjadi butir-butir tetes yang halus. Dengan mengusahakan penurunan atau pembebasan
efek tegangan anta rmuka secara permanen, maka akan terbentuk emulsi yang stabil. Terlihat bahwa efek kekuatan ini tegangan antarmuka dapat dibedakan dengan tiga cara:
a. Dengan penambahan substansi yang menurunkan tegangan antarmuka antara dua
cairan yang tak tercampur. b.
Dengan penambahan substansi yang menempatkan diri menyusun melintang di antara permukaan dari dua cairan,
Universitas Sumatera Utara
c. Dengan penambahan zat yang akan membentuk lapisan film di sekeliling butir-
butir fase disfers, jadi secara mekanis melindungi mereka dari penggabungan tetes-tetes Anief, 1999.
Tipe emulsi yang dihasilkan adalah ow atau wo, terutama bergantung pada sifat zat pengemulsi. Karakteristik ini dikenal sebagai keseimbangan hidrofil-liofil, yakni sifat
polar-nonpolar dari pengemulsi. Kenyataannya apakah suatu surfaktan adalah suatu pengemulsi, zat pembasah, deterjen, atau zat penstabil bias diramalkan dari pengetahuan
keseimbangan hidrofil-lipofil. Dalam suatu zat pengemulsi, seperti natrium stearat, C
17
H-
35
COONa, rantai hidrokarbon nonpolar, C
17
H
35
adalah lipofilik atau suka-minyak gugus karboksil, COONa, adalah hidrofilik atau bagian suka-air keseimbangan dari sifat
hidrofilik dan sifat lipofilik dari suatu pengemulsi atau kombinasi dari pengemulsi menentukan apakah akan dihasilkan suatu emulsi ow atau wo.
Kehadiran zat yang dikenal sebagai agen pengemulsi dapat digunakan sebagai penyusunan emulsi stabil yang mengandung proporsi yang lebih besar dari fasa dispersi.
Sistem tersebut memiliki sifat yang agak mirip dengan liofilik, misalnya viskositas tinggi, konsentrasi yang relatif tinggi, dan stabilitas untuk elektrolit. Kelebihan elektrolit garam
merupakan suatu emulsifier dan sebagainya menyebabkan kestabilan, agen pengemulsi dibagi menjadi tiga kategori. Yang pertama adalah, senyawa rantai panjang dengan
kelompok kutub, seperti sabun dan panjang rantai asam sulfonat dan sulfat, semua yang menghasilkan penurunan yang sangat besar di air-minyak tegangan antarmuka. Bisa
dikatakan di sini bahwa deterjen, yang digunakan sebagai pembersihan, tindakan sabun umumnya dianggap berasal dari kemampuannya untuk emulsi lemak. Ketika minyak
zaitun dan air sangat sedikit terguncang bersama emulsi kation yang terjadi, tetapi penambahan sejumlah kecil hasil hidroksida natrium dalam pembentukan emulsi stabil,
sabun natrium dibentuk oleh hidrolisis atau melalui reaksi dengan jejak panjang rantai asam, bertindak sebagai emulsifier tersebut.
Tampaknya ada konsentrasi optimum tertentu dari sejumlah sabun, jumlah yang kurang atau lebih dari sabun ini tidak menyebabkan stabilisasi yang efektif. Kedua, ada
zat-zat yang bersifat liofilik, seperti protein, misalnya kasein dalam susu, dan gusi, dan
Universitas Sumatera Utara
ketiga, bubuk berbagai larut, sulfat contoh dasar dari besi, tembaga, sulfat memimpin halus yang terpisah dan oksida besi, dan lampu hitam, yang menstabilkan sejumlah
emulsi. Sabun dari logam alkali mendukung pembentukan emulsi minyak dalam air, tetapi logam-logam alkali, dan seng, besi dan aluminium memberikan air dalam sistem
minyak. Demikian pula, sulfat dasar menstabilkan emulsi minyak dalam air, sedangkan yang lainnya dapat terbentuk ketika karbon yang kecil yang terpisah adalah agen
pengemulsi. Ada beberapa kasus di mana suatu zat larut mampu membawa emulsifikasi, yodium misalnya dalam sistem eter-air Glasston, 1960.
2.5. Kestabilan emulsi