telat. Untuk terjatuh tidur menjadi lebih malam dan bangun tidur lebih telat pada pagi hari. Dan remaja tersebut lebih waspada pada malam
hari dan menjadi lebih susah tidur.
12
Menurut penelitian remaja membutuhkan waktu 9 sampai 9.25 jam untuk tidur dalam sehari. Namun nyatanya sekitar 8 jam sehari karena
pengaruh waktu sekolah. Waktu tidur dan bangun berdasarkan waktu sekolah dan kehidupan sosial akan mengkontribusi pengurangan waktu
tidur pada remaja.
13
Penelitian yang dilakukan oleh Iglowstein dkk
13
terhadap anak di Swiss mendapatkan hasil bahwa anak usia 12 sampai 15 tahun memiliki rata-rata jumlah waktu tidur sebanyak 8,4 sampai 9,3
jam per hari.
14
2.2 Remaja
WHO mendefinisikan remaja adolescent
sebagai individu berusia 10 sampai 19 tahun dan dewasa muda
youth 15 sampai 24 tahun. Dua
kelompok umur yang tumpang-tindih ini digolongkan sebagai pemuda young people
yang mencakup usia 10 sampai 24 tahun.
12
Secara garis besar, fase remaja dibagi menjadi tiga periode penting, yaitu fase awal,
pertengahan, dan lanjut; yang masing-masing memiliki karakteristik dalam hal biologis, psikologis, dan isu sosial.
15
Berdasarkan Nelson dkk, penggolongan fase remaja dibagi menjadi fase remaja awal, yaitu usia 10
sampai 13 tahun; fase remaja pertengahan, yaitu usia 14 sampai 16
Universitas Sumatera Utara
tahun; dan fase remaja lanjut, yaitu usia 17 samapi 20 tahun hingga seterusnya.
15
2.3 Gangguan tidur
2.3.1 Defenisi Gangguan Tidur
Gangguan tidur merupakan suatu kumpulan kondisi yang dicirikan dengan adanya gangguan dalam jumlah, kualitas, atau waktu tidur pada
seorang individu.
5
Pada kelompok remaja, kurangnya durasi tidur juga dapat terjadi akibat adanya perubahan gaya hidup. Kualitas tidur
inadekuat adalah fragmentasi dan terputusnya tidur akibat periode singkat terjaga di malam hari yang sering dan berulang.
16
2.3.2 Epidemiologi Gangguan Tidur
Studi yang dilaksanakan oleh Liu X dkk di SMU di provinsi
Shandong, Cina. Hasil studi menyatakan rata-rata lama tidur di malam hari adalah 7,64 jam dan menurun dengan meningkatnya usia.
17
Penelitian yang dilakukan oleh Johnson EO dkk pada remaja 13 hingga 16 tahun mengenai epidemiologi insomnia sesuai DSM-IV pada
remaja menunjukkan bahwa prevalensi insomnia adalah 10,7 dengan usia median timbulnya insomnia adalah 11 tahun.
18
Penelitian Halbower dan Marcus yang menyatakan gangguan tidur yang paling banyak
ditemukan pada remaja adalah insomnia.
19
Universitas Sumatera Utara
2.3.3 Klasifikasi Gangguan Tidur
Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III WHO PPDGJ III,
gangguan tidur secara garis besar dibagi dua, yaitu dissomnia dan parasomnia.
20
Dissomnia merupakan suatu kondisi psikogenik primer dengan ciri gangguan utama pada jumlah,
kualitas, atau waktu tidur yang terkait faktor emosional. Termasuk dalam golongan ini antara lain adalah insomnia, hipersomnia, dan gangguan
jadwal tidur. Parasomnia merupakan peristiwa episodik abnormal yang terjadi selama masa tidur. Termasuk dalam golongan ini adalah
somnabulisme, teror tidur, dan mimpi buruk. Penggolongan gangguan tidur lain berdasarkan PPDGJ III adalah gangguan tidur organik,
gangguan nonpsikogenik termasuk narkolepsi dan katapleksi, apne waktu tidur, gangguan pergerakan episodik termasuk mioklonus nokturnal, dan
enuresis. Menurut DSM IV-TR
American Psychiatric Association
20
gangguan tidur dibagi menjadi insomnia primer, hipersomnia primer, narkolepsi, gangguan tidur yang berhubungan dengan pernapasan,
gangguan tidur irama sirkadian, gangguan mimpi buruk, gangguan teror tidur, gangguan tidur berjalan, gangguan tidur terkait kondisi medis, dan
gangguan tidur yang diinduksi zat.
21
Sedangkan, Nelson dkk membuat klasifikasi gangguan tidur spesifik pada anak dan remaja, karena pola
gangguan tidur pada anak berbeda dengan pola gangguan tidur pada dewasa. Pola tidur mengalami perubahan yang progresif seiring
Universitas Sumatera Utara
bertambahnya usia; dari masa bayi, anak, hingga remaja; kearah pola tidur dewasa, yaitu durasi tidur yang berkurang, siklus tidur yang lebih
panjang, dan berkurangnya waktu tidur siang.
15
2.3.4 Etiologi dan Faktor Risiko
Gangguan tidur pada remaja dipengaruhi berbagai faktor baik medis maupun nonmedis. Penelitian di Jepang oleh Ohida T dkk
pada tahun 2004 menunjukkan beberapa faktor risiko terjadinya gangguan tidur,
yaitu jenis kelamin perempuan, siswa tingkat SMU, dan gaya hidup yang tidak sehat stres psikologis, merokok dan minum alkohol.
4
Penelitian di Cina oleh Liu X pada tahun 2000 juga menunjukkan hal yang serupa.
17
Pubertas sebagai salah satu ciri yang dialami oleh remaja juga memberikan pengaruh terhadap timbulnya gangguan tidur. Hipersomnia
adalah lebih sering terjadi pada remaja dan dewasa muda sedangkan insomnia lebih umum terjadi pada orang dewasa.
7
Pada analisis eksploratif insomnia dan perkembangan pubertas oleh Johnson EO dkk
18
, didapatkan hasil bahwa menstruasi meningkatkan risiko insomnia.
Anak perempuan mengalami gangguan tidur dan kelelahan di siang hari lebih tinggi dari laki-laki. Hal ini diperkirakan karena perempuan
memiliki risiko lebih tinggi dalam mengalami kelelahan terkait pubertas, prevalensi gangguan mental yang lebih tinggi serta lebih sensitif terhadap
masalah keluarga, dan tingginya tuntutan dalam kehidupan keluarga dan pergaulan.
22
Universitas Sumatera Utara
Patten dkk melakukan penelitian berbasis populasi secara longitudinal dengan
Teenage Attitudes and Practices Survey pada remaja
berusia 12 hingga 18 tahun untuk mengevaluasi faktor yang berkaitan dengan perkembangan dan persistensi gangguan tidur pada remaja.
23
Hasil penelitian menunjukkan jenis kelamin perempuan dan gejala depresi yang jelas berhubungan dengan perkembangan, persistensi serta
frekuensi dari gangguan tidur. Merokok menunjukkan hubungan yang bergantung dosis dalam perkembangan dan frekuensi gangguan tidur.
Kualitas tidur juga dapat dipengaruhi berbagai hal di lingkungan sekitar. Rangsangan sensorik dari lingkungan seperti bunyi, cahaya,
pergerakan, dan bau dapat mempengaruhi inisiasi dan kualitas tidur. Lokasi tidur juga mempengaruhi kualitas tidur seperti dikamar atau pada
transportasi umum. Hal lain yang juga perlu dipertimbangkan adalah keadaan sosial ekonomi dan lingkungan sekitar seperti kelembaban, suhu
dingin, kumuh, kepadatan dan bising.
24
Johnson dkk
25
melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara menonton televisi dengan gangguan tidur pada remaja dan dewasa
muda dengan metode penelitian prostektif longitudinal dengan cara wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja yang menonton
televisi lebih atau sama dengan 3 jam per hari memiliki peningkatan risiko gangguan tidur yang bermakna pada saat dewasa, sedangkan remaja
yang membatasi menonton televisi hingga 1 jam atau kurang mengalami penurunan risiko gangguan tidur saat dewasa yang bermakna.
Universitas Sumatera Utara
Berbagai keadaan medis juga dapat menyebabkan timbulnya gangguan tidur. Sebanyak 35-50 individu dengan kelainan neuropsikiatri
mengalami gangguan tidur.
7
2.3.5 Dampak Gangguan Tidur pada Remaja
Tidur berhubungan dengan kualitas dan kuantitas morbiditas dan mortalitas. Menurut data epidemiologi tidur yang kurang dari 6 jam atau
tidur yang lebih dari 9 jam perhari, erat hubungannya dengan peningkatan mortalitas.
26
Kualitas dan kuantitas tidur yang kurang pada anak dapat mengakibatkan terjadinya rasa kantuk yang berlebihan di siang hari dan
penurunan tingkat atensi di siang hari.
2
Gangguan pola tidur berupa pola tidur yang berlebihan dapat menimbulkan efek negatif pada performa di
sekolah, fungsi kognitif, dan mood sehingga dapat menimbulkan konsekuensi serius lainnya seperti peningkatan angka kejadian
kecelakaan mobil dan motor.
27
Dari hasil penelitian disebutkan bahwa berkurangnya waktu tidur dan jadwal tidur yang tidak teratur terkait erat dengan performa sekolah
yang buruk pada remaja. Selain itu, pada penelitian sebelumnya terhadap siswa SMU didapatkan bahwa siswa yang mendapat peringkat akademik
yang baik memiliki jadwal tidur yang lebih teratur dan waktu tidur yang lebih panjang dengan waktu tidur lebih awal dibandingkan dengan siswa
dengan peringkat akademik yang lebih rendah.
27
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat keterkaitan antara pola tidur atau bangun dan kemampuan persepsi mereka di sekolah dan
mempengaruhi hasil peringkat akademik dan nilai ujian mereka.
27
2.3.6 Diagnosis
Gangguan tidur secara umum terdiagnosis oleh dokter spesialis anak atau
sleep specialist. Jika orang tua menyadari akan hal tersebut
maka mereka akan berdiskusi dengan dokter. Tetapi tidak semua dokter spesialis anak mengetahui variasi gangguan tidur pada anak dan remaja,
jika orang tua tidak puas akan hasil diskusi dengan dokter tersebut maka biasanya orang tua akan membawa anaknya pada
sleep specialist atau
sleep clinic.
28
Di sekolah misalnya orang tua akan berkonsultasi dengan psikologi untuk mendiskusikan gangguan tidur tersebut. Ternyata masalah perilaku
dan atensi anak mempengaruhi tidur anak karena akan berdampak pada gangguan tidur atau waktu tidur berkurang termasuk sulit berkonsentrasi,
mudah marah, hiperaktifitas, dan tidak dapat mengontrol masalah.
28
Untuk mendiagnosis insomnia, dilakukan penilaian terhadap pola tidur penderita,
pemakaian obat-obatan, alkohol atau obat terlarang, tingkatan stres psikis, riwayat medis dan aktivitas fisik.
8
Salah satu metode untuk diagnosis gangguan tidur adalah dengan SDSC
Sleep Disturbancess Scale for Children , berupa suatu kuesioner
yang ditanyakan kepada ibu dengan anak yang diduga mengalami
Universitas Sumatera Utara
gangguan tidur. Kuesioner SDSC dibuat dalam rangka standardisasi penilaian terhadap gangguan tidur anak-anak dan remaja dengan
memberikan kemudahan kepada ilmuwan dan peneliti untuk menggunakan sistem skoring tidur, membuat basis data dari populasi
besar untuk mendapatkan standar nilai normal, mendefinisikan tiap-tiap bagian yang dapat digunakan dalam mengidentifikasikan batasan spesifik
gangguan tidur dan mengidentifikasikan anak-anak yang mengalami gangguan tidur.
8
Metode SDSC digunakan karena prinsip analisis komponennya yang kuat, normalitas yang distandardisasi, dan usia yang dipakai sesuai
dengan yang diteliti. Metode ini dapat digunakan untuk menentukan gangguan tidur pada anak dengan usia 6,5-15,3 tahun. Kuesioner SDSC
terdiri dari 26 pertanyaan, dinilai dalam 5 poin skala intensitas atau frekuensi.
9
Orang tua diinstruksikan untuk mengingat pola tidur anak mereka pada waktu keadaan sehat selama enam bulan terakhir. Untuk memeriksa
anak dengan gangguan tidur, lebih baik menggunakan metode konsultasi dibandingkan dengan kuesioner.
8
Penilaian SDSC ini dilakukan dengan menggunakan angka mulai dari 1 sampai dengan 5. Angka 1 untuk tidak
pernah, 2 untuk jarang 1 atau 2 kali per bulan atau kurang, 3 untuk kadang-kadang 1 atau 2 kali seminggu, 4 untuk sering 3 sampai 5 kali
seminggu dan 5 untuk selalu setiap hari. Setelah itu nilai akan
Universitas Sumatera Utara
dijumlahkan dan didapatkan penilaian akan adanya gangguan tidur pada anak.
9
Total angka gangguan tidur didapatkan dengan menjumlahkan seluruh angka faktor tidur. Standardisasi digunakan untuk mengkalkulasi
angka T mean = 50, SD = 10, dengan angka T lebih besar dari 70 maka dinyatakan terdapat gangguan tidur. Gangguan tidur anak dibagi menjadi
tiga kategori klinis berdasarkan total angka T: 1 normal angka T50; 2 borderline angka T 50-70; dan 3 signifikan secara klinis angka T70,
yaitu 95th sentil. Dalam penelitian ini total angka faktor gangguan tidur dibagi menjadi dua variabel: angka T normal T
≤70 dan angka T dalam batas klinis T70. Dua variabel ini dikategorikan sebagai variabel terikat
dan usia serta jenis kelamin dikategorikan sebagai variabel bebas.
9
Sleep Disturbancess Scale for Children SDSC mengemukakan
enam kategori gangguan tidur yaitu 1 gangguan memulai dan mempertahankan tidur mulai tidur yang lama, bangun malam hari, dan
lain-lain; 2 gangguan pernapasan waktu tidur frekuensi mengorok, apnea saat tidur, dan kesulitan bernapas; 3 gangguan kesadaran
berjalan saat tidur, mimpi buruk, dan teror tidur, 4 gangguan transisi tidur-bangun gerakan involunter saat tidur,
restless legs , gerakan
menganggukkan kepala, bicara saat tidur; 5 gangguan somnolen berlebihan mengantuk saat pagi dan tengah hari, dan lain-lain; 6
hiperhidrosis saat tidur berkeringat saat tidur.
9
Universitas Sumatera Utara
2.3.7 Tata Laksana
Secara umum, langkah awal untuk mengatasi gangguan tidur akibat kondisi medik atau psikiatrik adalah dengan mengoptimalkan terapi
terhadap penyakit yang mendasarinya. Cara farmakologik dan nonfarmakologik diperlukan untuk terapi gangguan tidur, namun
penatalaksanaan utama umumnya mencakup aspek nonfarmakologik. Pada beberapa gangguan tidur tertentu, dibutuhkan penanganan-
penanganan khusus.
11,29
Tatalaksana non farmakologik gangguan tidur antara lain adalah melalui pengaturan higiene tidur, terapi pengontrolan stimulus,
sleep restriction therapy,
terapi relaksasi dan biofeedback.
29
Higiene tidur bertujuan untuk memberikan lingkungan dan kondisi yang kondusif untuk tidur, dan merupakan aspek yang mutlak
dimanipulasi pada tatalaksana gangguan tidur.
29
Terapi pengontrolan stimulus bertujuan untuk memutus siklus masalah yang sering dikaitkan dengan kesulitan memulai atau jatuh
tidur.
29
Sleep Restriction Therapy merupakan pembatasan waktu di tempat
tidur yang dapat membantu mengkonsolidasikan tidur. Terapi ini bermanfaat untuk pasien yang berbaring di tempat tidur tanpa bisa
tertidur.
29
Terapi relaksasi dan biofeedback
merupakan terapi hipnosis diri, relaksasi progresif, dan latihan nafas dalam sehingga terjadi keadaan
Universitas Sumatera Utara
relaks cukup efektif untuk memperbaiki tidur. Pasien membutuhkan latihan yang cukup dan serius.
29
Beberapa gangguan tidur memerlukan perhatian khusus dalam penatalaksanaanya. Pada
psychophysiologic insomnia, terapi atau
penanganannya antara lain adalah melakukan edukasi kepada individu tentang prinsip higiene tidur, menginstruksikan kepada mereka untuk
menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur dan keluar dari tempat tidur jika belum dapat tertidur stimulus, dan diajarkan bagaimana teknik
relaksasi untuk mengurangi ansietasnya. Medikasi hipnosis jarang dibutuhkan.
15
Terapi parasomnia meliputi edukasi kepada orang tua dan memberikan dukungan, menghindari faktor yang dapat mempengaruhi.
Farmakoterapi dan atau psikoterapi jarang dibutuhkan.
15
Restless Legs SyndromePeriodic Limb Movement Disorder merupakan gangguan tidur neuromotor dengan karakteristik rasa
kesemutan dan rasa tidak enak pada ekstrimitas bawah. Pengobatan dengan agen dopaminergik seperti carbidopa, levodopa, dan agonis
dopaminergik, pramipexole, ropinirole, dan pergolide.
15
Narkolepsi merupakan gangguan primer dari rasa kantuk yang berlebihan pada siang hari. Penanganannya yaitu dengan memberikan
kombinasi medikasi untuk siang dan malam hari.
15
Universitas Sumatera Utara
2.4 Pengertian urban suburban
Urban artinya kota, dimana pemahaman arti kota meliputi dua aspek besar yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Kedua aspek tersebut
yang pertama adalah aspek fisik sebagai wujud ruang dengan elemen - elemennya dan kedua adalah aspek manusia sebagai subjek
pembangunan dan pengguna ruang kota. Dalam bahasa Inggris terdapat dua kata yang menunjukkan kedua arti tersebut yaitu
City dan
Citizen, yang pertama menyangkut wujud suatu tempat yang tebentuk oleh
prasarana dan sarana dan yang kedua menyangkut penghuninya. Kedua aspek tersebut tidak dapat lepas satu dengan lainnya. Kota adalaah
tempat bermukimnya manusia dengan segala kehidupannya. Yang mencirikan suatu kota yaitu kehidupan yang individualisme, aktivitas
ekonomi yang non agraris dan kepadatan penduduk. Pemukiman pedesaan yang padat tidak dapat disamakan dengan pemukiman kota,
karena masyarakatnya relatif homogen, dengan aspek sosial ekonomi, politik dan budaya, itulah yang membedakan kota dan desa.
30
Suburban merupakan suatu proses substitusi daerah pinggiran ke pusat kota. Daerah suburban terbentuk sebagai daerah yang tergantung
kepada kota induk. Sektor pendidikan menjadi kunci pada proses pengembangan wilayah yang didukung oleh masyarakat lokal. Sektor
pendidikan pada kenyataanya tidak pernah dibangun melaui dasar kekuatan sumber daya lokal yang dapat dikembangkan oleh masyarakat
Universitas Sumatera Utara
lokal. Pendidikan selalu berorientasi ke jenjang sekolah yang membawa arus migrasi ke kota.
30
2.5. Kerangka Konsep