1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sistem  Keuangan  Islam  memperkenalkan  prinsip-prinsip  muamalah  yang sesuai  syari’ah  untuk  menghindari  pengoperasian  bank  dengan  sistem  bunga
riba.  Prinsip  muamalah  yang  diperkenalkan  itu  berupa  prinsip  Bagi  Hasil  lahir sebagai  pengganti  prinsip  bunga  sekaligus  sebagai  salah  satu  solusi  alternatif
untuk menjawab persoalan pertentangan antara bunga  bank dengan riba. Dengan demikian, kerinduan umat Islam Indonesia  yang mendambakan kehadiran sistem
lembaga  keuangan  yang  sesuai  dengan  tuntunan  kebutuhan  yang  tidak  hanya sebatas
financial
namun juga  tuntutan  moralitasnya  serta  yang  ingin  melepaskan diri dari persoalan riba telah menjawab dengan lahirnya Bank Islam.
1
Berkembangnya bank-bank syariah di negara-negara Islam berpengaruh ke Indonesia.  Pada  awal  periode  1980-an,  diskusi  mengenai  bank  syariah  sebagai
pilar  ekonomi  islam  mulai  dilakukan.  Para  tokoh  yang  terlibat  dalam  kajian tersebut  adalah  Karnaen  A.  Perwataatmadja,  M.  Dawam  Rahardjo,  A.M.
Saefudin,  M.  Amien  Azis,  dan  lain-lain.
2
Perkembangan  perbankan  syariah  pada era  reformasi  ditandai  oleh  dengan  disetujuinya  Undang-undang  No.  10  tahun
1998.  Dalam  undang-undang  tersebut  diatur  dengan  rinci  landasan  hukum  serta jenis-jenis  usaha  yang  dapat  dioperasikan  dan  diimplementasikan  oleh  bank
syariah.  Undang-undang  tersebut  juga  memberikan  arahan  bagi  bank-bank
1
Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, Yogyakarta: Ekonisia, 2004, h. 41
2
M. Amin. Azis, mengembangkan Bank Islam di Indonesia Jakarta: Bangkit 1992 h. 2
2
konvensional  untuk  membuka  cabang  syariah  atau  bahkan  mengkonvesi  diri secara total menjadi bank syariah.
3
Sebagai  lembaga
intermediary
dan  seiring  dengan  situasi  lingkungan eksternal  dan  internal  perbankan  yang  mengalami  perkembangan  pesat,  bank
syariah  akan  selalu  berhadapan  dengan  berbagai  jenis  risiko  dengan  tingkat kompleksitas  yang  beragam  dan  melekat  pada  bagian  pada  kegiatan  usahanya.
Risiko dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik dapat diperkirakan  maupun  tidak  dapat  diperkirakan  yang  berdampak  negatif  terhadap
pendapatan  dan  permodalan  bank.  Risiko-risiko  tersebut  tidak  dapat  dihindari, tetapi dapat dikendalikan. Oleh karena itu, sebagaimana lembaga perbankan pada
umumnya,  bank  syariah  juga  memerlukan  serangkaian  prosedur  dan  metodologi yang  dapat  digunakan  untuk  mengidentifikasi,  mengukur,  memantau  dan
mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha, atau yang disebut sebagai manajemen risiko.
4
Untuk  mewujudkan  sistem  keuangan  yang  adil  dan  efisien,  maka  setiap tipe  lapisan  masyarakat  harus  terwadahi  keinginannya  dalam  berinvestasi  dan
berusaha,  sesuai  dengan  kemampuan  dan  keinginan  mereka.  Lembaga pembiayaan harus memfasilitasi hal tersebut guna menampung seluruh keinginan
masyrakat dalam memenuhi kebutuhan akan sumber dana yang mereka inginkan. Di samping itu, peran dan dan kinerja perbankan tidak akan optimal tanpa
didukung  oleh  sistem  keuangan  yang  tangguh
robust  financial  system
.  Sistem
3
Muha ad Syafi’I A to io, Bank Syariah dari Teori ke Praktik Depok, Gema Insani,2001
h.26
4
Adiwarman A. Karim, Bank Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan Jakarta: RajaGrafindo Persada,2006 Ed. 3-4 hal, 255
3
keuangan  yang  tangguh  harus  mampu  menghindari  dan  memecahkan  masalah keuangan yang dihadapi, yaitu potensi adanya risiko sistemik dan ketidak stabilan
sistem  keuangan
system  risk
,  potensi  adanya  risiko
bank  run,
resiko  kelebihan atau  kekurangan  likuiditas  perbankan,  dan  risiko  terhadap  buruknya  pelayanan
yang  diberikan  oleh  bank.  Dengan  alasan  itulah,  maka  diperlukan  institusi- institusi  pendukung  dalam  sistem  keuangan,  seperti  lembaga  pembiayaan  yang
ada saat ini.
5
Prinsip perbankan syariah merupakan bagian dari keseluruhan ajaran islam khususnya  yang  berkaitan  dengan  ekonomi  dan  muamalah.  Pemenuhan  prinsip
syariat  islam  merupakan  hal  utama  yang  harus  dipenuhi  dalam  transaksi perbankkan  syariah.  Berdasarkan  Peraturan  Bank  Indonesia  PBI  No.
1325PBI2011  tentang  penerapan  manajemen  risiko  bagi  Bank  Umum  Syariah dan  Unit  Usaha  Syariah,  risiko  didefinisikan  sebagai  potensi  kerugian  akibat
terjadinya suatu peristiwa tertentu.
6
Terdapat  beberapa  prinsip  yang  harus  dipatuhi  didalam  mengembangkan dan menerapkan suatu model Manajemen Risiko.
7
Prinsip-prinsip tersebut adalah: 1.
Transparasi.    Prinsip  ini  mensyaratkan  agar  seluruh  potensi  risiko  yang  ada pada  suatu  aktifitas,  khususnya  transaksi,  dibeberkan  secara  terbuka.  Risiko
yang tersembunyidisembunyikan akan menjadi sumber permasalahan terbesar dan perdefinisi, tidak akan dapat dikelola dengan baik.
5
Ade Arthesa  Edie Hardiaman, Bank  Lembaga Keuangan Bukan Bank, Jakarta: PT. Indeks, 200.  h. 7-8
6
M. Nur Rianto Al Arif Yuke Rahmawati, Manajemen Risiko Perbankkan Syariah Jakarta: UIN Press, UIN Syarif Hidayatullah, 2015, cet. 1 hal. 19
7
M. Nur Rianto Al Arif Yuke Rahmawati, Manajemen Risiko Perbankkan Syariah h. 2
4
2. Pengukuran  yang  akurat.  Prinsip  ini  mewakili  sisi  sains  dari  konsep
Manajemen  Risiko,  dan  mensyaratkan  investasi  berkesinambungan  untuk berbagai  tekhnik  dan  alat  yang  akan  digunakan  sebagai  syarat  dari  proses
Manajemen Risiko yang kuat. 3.
Informasi  Berkualitas  yang  tepat  waktu.  Prinsip  ini  akan  turut  menentukan akurasi  pengukuran  dan  kualitas  keputusan  yang  diambil.  Sebaliknya  tidak
terpenuhinya  prinsip  ini  bisa  membawa  manajemen  pada  suatu  keputusan yang berisiko fatal.
4. Diversifikasi.  Sistem  manajemen  risiko  yang  baik  menempatkan  konsep
diservikasi  sebagai suatu  yang penting untuk dicermati. Hal ini menutut pola pemantauan  yang  konstan  dan  konsisten.  Asumsinya  adalah  bahwa
konsentrasi  Risiko  dapat  muncul  setiap  saat  seiring  dengan  berbagai perubahan yang terjadi didunia.
5. Independensi.  Berdasarkan  independensi,  keberadaan  suatu  kelompok
manajemen risiko yang independen makin dianggap sebagai  suatu keharusan. Prinsip  ini  tidak  sekedar  berbicara  tentang  kewenangan  dan  level  tanggung
jawab  dari  kelompok  manajemen  risiko  dengan  kelompokunit  lainnya,  dan juga  antar  kelompokunit  yang  melaksanakan  transaksi  dengan  mengambil
risiko tertentu. 6.
Pola  Keputusan  yang  disiplin.  Posri  sains  dalam  konsep  manajaemen  risiko memang  telah  memberikan  banyak  kontribusi  bagi  kemampuan  manajemen
risiko  dalam  melakukan  pengukuran  pengukuran  risiko  namun  kualitas keputusan tetap saja tergantung pada bagaimana manajemen memutuskan cara
5
terbaik  untuk  menggunakan  alatteknik  teretntu  dan  memahami  keterbatasan yang dimiliki oleh alatteknik tersebut.
7. Kebijakan.  Prinsip    ini  mensyaratkan  bahwa  tujuan  dan  strategi  manajemen
risiko suatu perusahaan harus dirumuskan dengan sebuah
Policy, Manual, dan Procedure
yang  jelas.  Tujuan  utama  dari  hal  tersebut  adalah  memberikan kejelasan  mengenai  proses  manajemen  risiko,  baik  untuk  pihak  internal
maupun untuk pihak eksternal seperti regulator dan para analis. Sasaran  kebijakan  manajemen  risiko  adalah  mengidentifikasi,  mengukur,
memantau dan mengendalikan jalannya kegiatan usaha bank dengan tingkat risiko yang wajar secara terarah, terintegrasi dan berkesinambungan. Dengan demikian,
manajemen  risiko  berfungsi  sebagai  filter  atau  pemberi  peringatan  dini  terhadap kegiatan usaha bank. Tujuan manajemen risiko itu sendiri adalah:
1. Menyediakan informasi tentang risiko kepada pihak regulator.
2. Memastikan bank tidak mengalami kerugian yang bersifat
unacceptable.
3. Meminimalisasi kerugian dari berbagai risiko yang bersifat
uncontrolled.
4. Mengukur eksposur dan pemusatan risiko.
5. Mengalokasikan modal dan membatasi risiko.
Hubungan antara risiko dan hasil secara alami berkorelasi secara linier negatif. Semakin  tinggi  hasil  yang  diharapkan,  dibutuhkan  risiko  yang  semakin  besar
untuk  dihadapi.  Untuk  itu,  diperlukan  upaya  yang  serius  agar  hubungan  tersebut
6
menjadi  kebalikannya,  yaitu  aktivitas  yang  meningkat  hasil  pada  saat  risiko menurun. Manajemen risiko diperlukan untuk:
8
a. Mendukung pencapaian tujuan
b. Memungkinkan  untuk  melakukan  aktivitas  yang  memberikan  peluang  yang
jauh lebih tinggi dengan mengambil risiko yang lebih tinggi. Risiko yang lebih tinggi diambil dengan dukungan sikap dan solusi yang sesuai terhadap risiko.
c. Mengurangi kemungkinan kesalahan fatal
d. Menyadari  bahwa  risiko  dapat  terjadi  pada  setiap  aktivitas  dan  tingkatan
dalam  organisasi  sehingga  setiap  individu  harus  mengambil  dan  mengelola risiko masing-masing sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya.
Salah satu hal yang membedakan antara bank syariah dan bank konvensional ialah  terdapatnya  kontrak  kemitraan  di  dalam  industri  perbankan  syariah.
Setidaknya terdapat beberapa kontrak kemitraan yang dapat menimbulkan risiko, salah satunya yaitu pada, akad Murabahah. Kontrak Murabahah merupakan salah
satu kontrak penjualan terpopuler yang digunakan untuk membeli komoditas dan produk-produk  lainnya  secara  kredit.  Sebagian  besar  lembaga  keuangan  yang
menyediakan  produk-produk  keuangan  islam  menggunakan  Murabahah  secara luas  sebagai  salah  satu  metode  pembiayaan  Islam,  dan  sebagian  besar  dari
kegiatan  pembiayaan  yang  dilakukan  didasarkan  pada  Murabahah.  Jenis  kontrak ini  cocok  untuk  pembiayaan  beragam  kegiatan  investasi  yang  dilakukan  oleh
8
Ferry N, Idroes, Manajemen Risiko Perbankan, Pemahaman Pendekatan 3 Pilar Kesepakatan Basel II Terkait  Aplikasi Regulasi dan Pelaksanaannya di Indonesia, Jakarta:
Rajawali Pers, 2011 hal. 6
7
nasabah dalam hal produksi barang-barang pabrik, membeli bahan mentah, mesin, dan pembelian sarana produksi dan alat lainnya.
9
Perluasan  lembaga  keuangan  pembiayaan  disambut  baik  oleh  pemerintah, yaitu  dengan  adanya  Kepres  No  61  Tahun  1998,  dimana  dalam  Kepres  ini
didalamnya  terdapat  landasan  operasional  yang  jelas.  Adapun  beberapa  jenis usaha dalam lembaga pembiayaan diantaranya adalah sewa guna
leasing,
modal ventura
ventura  capital
,  piutang,  pembiayaan  konsumen
consumer  finance
, dan  perdagangan  surat  berharga.
10
Melihat  karakteristik  pembiayaan  jenis  usaha yang  beragam,  maka  perusahaan  pembiayaan  yang  melakukan  lebih  dari  satu
kegiatan sering disebut dengan
multifinance company.
11
Salah  satu  lembaga  yang  menyediakan  produk-produk  pembiayaan  yang menggunakan  akad  Murabahah  adalah  BTN  Syariah.  BTN  Syariah  merupakan
bagian dari BTN Konvensional. BTN Syariah adalah salah satu lembaga keuangan syariah  yang  mendistribusikan  pembiayaan.  Dan  produk  yang  ditawarkannya
yaitu Pembiayaan MultiManfaat BTN iB. Pembiayaan  MultiManfaat  BTN  iB  ini  menggunakan  akad  Murabahah.
Pembiayaan  ini  bukan  pembiayaan  produktif,  tapi  pembiayaan  konsumtif. Pembiayaan  Multi  Manfaat  BTN  iB  merupakan  pembiayaan  konsumtif
9
M. Nur Rianto Al Arif Yuke Rahmawati, Manajemen Risiko Perbankkan Syariah,  hal. 34
10
Ade Arthesa  Edie Handiaman, Bank  Lembaga Keuangan bukan Bank, h.248
11
Andi Somitra, Bank   Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Kencana 2009, h. 29
8
perorangan  yang  ditujukan  khusus  bagi  para  pegawai  dan  para  pensiunan  yang manfaat pensiunnya dibayarkan melalui jasa
Payroll
BTN Batara.
12
Pembiayaan  tersebut  hanya  dimiliki  oleh  BTN  saja,  belum  dimiliki  oleh bank-bank  lain.  Pembiayaan  ini  digunakan  untuk  keperluan  pembelian  berbagai
jenis  barang  halal  yang  dibutuhkan  oleh  Nasabah  sepanjang  tidak  bertentangan dengan  hukum  yang  berlaku,  seperti  barang  elektronik,  Furniture  dan
perlengkapan rumah tangga serta barang halal lainnya. Adanya  kebutuhan  hidup  manusia,  merupakan  sesuatu  yang  sangat  mudah
dibuktikan karena hal tersebut dapat diindra dan dirasakan secara langsung dalam diri kita. Sering kita merasa lapar, butuh istirahat dan tidur, bernapas setiap detik,
ingin  dihormati  dan membela  kehormatan  keluarga.Semua  ini  dapat  kita  rasakan sebagai bentuk kebutuhan hidup kita
13
. Kata  kebutuhan  merupakan  sesuatu  yang  sudah  tidak  asing  lagi  didengar,
dan sering kali diucapkan. Setiap manusia  yang hidup pasti memiliki kebutuhan. Hal yang sangat wajar, karena manusia itu memiliki hawa nafsu. Dengan adanya
berbagai macam kebutuhan, satu tujuan manusia, yaitu untuk bisa bertahan hidup. Allah  menganugrahkan  keberadaan  fitrah  tersebut  yang  memungkinkan
manusia  agar  mampu  bertahan  hidup.  Fittrah  tersebut  muncul  sebagai  potensi kehidupan.  Potensi  kehidupan  ini  akan  mendorong  manusia  untuk  memenuhi
kebutuhannya  tersebut.  Potensi  kehidupan  memiliki  dua  penampakan,  yaitu
12
www.btn.co.id syariah
13
M. Sholahuddin, Asas – asas Ekonomi Islam,  Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000,
hal. 12
9
kebutuhan  fisik
al-hajat  al-udhuwiyah
dan  naluri
gharizah.
Keduanya memerlukan pemenuhan, cara dan alat pemuas yang tepat dan sesuai dengan jenis
kebutuhan.  Keduanya  memiliki  penampakan  yang  berbeda  pula,  dalam  segi implementasi pemenuhannya.
14
Secara  definitif,  konsumsi  adalah  kebutuhan  individual  meliputi  kebutuhan baik  barang  maupun  jasa  yang  tidak  dipergunakan  untuk  tujuan  usaha.  Dengan
demikian  yang  dimaksud  pembiayaan  konsumtif  adalah  jenis  pembiayaan  yang diberikan untuk tujuan diluar usaha dan umumnya bersifat perorangan.
15
Menurut  jenis  akadnya  dalam  produk  pembiayaan  syariah,  pembiayaan Konsumtif dapat dibagi menjadi 5 bagian, yaitu:
1. Pembiayaan Konsumen Akad Murabahah
2. Pembiayaan Konsumen Akad Ijarah Muntahiya Bit Tamlik IMBT
3. Pembiayaan Konsumen Akad Ijarah
4. Pembiayaan Konsumen Akad Isthisna
5. Pembiayaan Konsumen Akad Qard
Dalam  menetapkan  akad  pembiayaan  konsumtif,  langkah-langkah  yang perlu dilakukan bank adalah sebagai berikut:
1. Apabila  kegunaan  pembiayaan  yang  dibutuhkan  nasabah  adalah  untuk
kebutuhan  konsumtif  semata,  harus  dilihat  dari  sisi  apakah  pembiayaan tersebut berbentuk pembelian barang atau jasa.
14
M. Sholahuddin, Asas – asas Ekonomi Islam,  h. 13
15
Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, h 244
10
2. Jika  untuk  pembelian  barang,  faktor  selanjutnya  yang  harus  dilihat  adalah
apakah barang tersebut berbentuk
ready stock
atau
good in process.
Jika
ready stock,
pembiayaan  yang  diberikan  adalah  pembiayaan  murabahah.  Namun, jika berbentuk
goods in process,
yang harus dilihat berikutnya adalah dari sisi apakah proses barang tersebut memerlukan waktu dibawah 6 bulan atau lebih.
Jika dibawah 6 bulan, pembiayaan  yang  diberikan adalah pembiayaan salam. Jika proses barang tersebut memerlukan waktu lebih dari 6 bulan, pembiayaan
yang diberikan adalah istishna. 3.
Jika  pembiayaan  tersebut  dimaksudkan  untuk  memenuhi  kebutuhan  nasabah dibidang jasa, pembiayaan yang diberikan adalah ijarah.
Bank  sebagai  Institusi  yang  memiliki  izin  untuk  melakukan  banyak aktivitas,  memiliki  peluang  yang  sangat  luas  dalam  memperoleh  pendapatan.
Perbankan dalam menjalankan aktivitasnya, selalu dihadapkan pada risiko, karena pada  dasarnya  risiko  melekat  pada  seluruh  aktifitas  bank.  Risiko  yang  mungkin
terjadi dapat menimbulkan kerugian bagi bank, jika tidak dideteksi serta dikelola sebagaimana  mestinya.  Dalam  menghadapinya  banyak  cara  yang  dilakukan
perusahaan,  yaitu  dapat  berupa  suatu  pemahaman  tentang  bagaimana  risiko  itu terjadi,  bagaimana  dampaknya  bagi  perusahaan  dan  mengendalikannya  adalah
suatu  proses  manajemen  yang  perlu  dilakukan  perusahaan.  Perusahaan  yang melakukan  proses  manajemen  risiko  akan  semakin  sadar  dan  siap  menghadapi
kemungkinan terjadinya risiko yang potensial terjadi.
16
16
Muhammad Muchlis, Manajemen Risiko dan Operasional: Teori dan Praktik  Jakarta: PT. Aksara 2007, h. 3
11
Perusahaan  yang  melakukan  proses  manajemen  risiko  dan  memasukan dalam  setiap  pengambilan  keputusan  bisnisnya  diharapkan  lebih
survive,
karena potensi  risiko  yang  akan  terjadi  sudah  diperhitungkan.  Perusahaan  yang
melakukan  proses  manajemen  risiko  juga  diharapkan  lebih  dapat  menciptakan nilai  tambah,  karena  potensi
return
yang  diperoleh  sudah  diperhitungkan  lebih besar dari pada potensi risiko kerugiannya. Dengan demikian, proses manajemen
risiko menjadi suatu kebutuhan bagi setiap perusahaan bukan menjadi kewajiban yang dipersyaratkan oleh regulator.
17
Karena  hal  itu  peneliti  tertarik  untuk  meneliti,  mengkaji  dan  menganalisis lebih  jauh  permasalahan  tersebut  dalam  skripsi  ini  dengan  judul
“  Manajemen Risiko  Pembiayaan  MultiManfaat  BTN  iB  pada  Bank  Tabungan  Negara
Kantor Cabang Pembantu Syariah Ciputat”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah