EUIS SRI MULYANI FDK

(1)

i

MANAJEMEN RISIKO PEMBIAYAAN MULTIMANFAAT

BTN iB PADA BANK TABUNGAN NEGARA (BTN) KANTOR

CABANG PEMBANTU SYARIAH CIPUTAT

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh

Euis Sri Mulyani NIM: 1111053000035

KONSENTRASI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

i

ABSTRAK

Euis Sri Mulyani 1111053000035, “Manajemen Risiko Pembiayaan

Multimanfaat BTN iB Pada BTN Kantor Cabang Pembantu Syariah

Ciputat”, Di bawah bimbingan: Drs. Sugiharto, MA.

Salah satu lembaga yang menyediakan produk-produk pembiayaan yang menggunakan akad Murabahah adalah BTN Syariah. BTN Syariah merupakan bagian dari BTN Konvensional. BTN Syariah adalah salah satu lembaga keuangan syariah yang mendistribusikan pembiayaan. Dan produk yang ditawarkannya yaitu Pembiayaan MultiManfaat BTN iB.Pembiayaan ini merupakan pembiayaan konsumtif dengan akad murabahah, diperuntukkan pembelian barang furniture atau barang rumah tangga lainnya, selama itu sesuai dengan prinsip syariah. Setiap pembiayaan memiliki risiko yang berpengaruh pada fungsional bank, dengan demikian, proses manajemen risiko menjadi suatu kebutuhan bagi setiap perusahaan bukan menjadi kewajiban yang dipersyaratkan oleh regulator. Berdasarkan data tersebut penulis tertarik untuk meneliti tentang manajemen risiko pada pembiayaan ini.

Bagaimana mekanisme pembiayaanya? Bagaimana penerapan manajemen risiko pada pembiayaan Multimanfaat? Penyelesaiaan pembiayaan Multimanfaat yang bermasalah? Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seperti apa mekanisme pembiayaan Multimanfaat, penerapan manajemen risikonya dan penyelesaian pembiayaan Multimanfaat yang bermasalah..

Analisis dalam skripsi ini menggunakan penelitian lapangan yaitu penelitian deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif untuk memaparkan data-data yang ada dilapangan kemudian menganalisisnya dan mendapatkan kesimpulan dari penelitian ini.

Dari hasil penelitian ini, Mekanisme pembiayaan ini harus melengkapi data, dan melakukan BI checking. Penerapan manajemen risiko ini Salah satu cakupan penerapan manajemen risiko yang efektif yaitu kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko. Strategi penyelesaiaanya dengan cara, konfirmasi ke nasabah yang bersangkutan, bermusyawarah, melakukaan pembinaan nasabah dan melakukan restrukturisasi.

Kata Kunci: Manajemen risiko, Pembiayaan Multimanfaat BTN Syariah KCP Ciputat.


(5)

ii

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena Rahmat dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat beserta salam semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya, hingga kepada umatnya hingga akhir zaman. Aamiin.

Proses penulisan skripsi ini penulis banyak menemui hambatan dan cobaan, tapi itu semua penulis hadapi dengan ikhtiar dan tawakal. Alhamdulillah atas doa dari orang tua, keluarga, dan sahabat terdekat yang selalu memberikan motivasi dan semangat. Penulis dapat melewati perjalanan panjang itu semua.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis menyadari bahwa dalam penyusunan bukan semata-mata atas usaha penulis saja melainkan bantuan dari berbagai pihak yang telah tulus dan ikhlas membantu penulis sehingga selesai. Untuk itu dari lubuk hati yang paling dalam, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Arief Subhan M.Ag. selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Dr. Suparto, M. Ed. Ph. D, selaku Wakil Dekan I, Roudhonah, M.Ag, selaku Wakil Dekan II, Suhaimi, M.Si. selaku Wakil Dekan III.

2. Drs. Cecep Castrawijaya, MA. Selaku Ketua Jurusan Manajemen Dakwah yang banyak member arahan kepada penulis selama berada di bangku kuliah.


(6)

iii

3. Drs. Sugiharto, MA. Selaku Sekretaris Jurusan Manajemen Dakwah sekaligus merangkap menjadi Dosen Pembimbing, yang telah bersedia meluangkan waktunya, tenaga serta pikiran untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Segenap Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah banyak memberikan wawasan, ilmu pengetahuan dan berbagi pengalamannya kepada penulis.

5. Pimpinan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan pelayanan dan fasilitasnya,

6. Ibu Yusita Ahadiah selaku Sub Branch Manager BTN Syariah KCP Ciputat yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di kantor yang beliau pimpin.

7. Segenap Karyawan BTN KCP Syariah Ciputat, khususnya Kak Taufik Anwar Selaku Operation Staff BTN Syariah KCP Ciputat, yang bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan informasi yang penulis butuhkan.

8. Kedua Orang Tuaku yang tercinta dan tersayang, selalu tulus mendoakan dan memberikan semngat, sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas akhir ini. Semoga Allah selalu memberikan perlindungan dan kesehatan kepada ayah dan mamah.


(7)

iv

9. Mas budi yang tidak pernah bosan selalu menemani dan menyemangati penulis, ketika penulis mulai menyerah untuk menyelesaikan skripsi ini. 10.Sahabat-sahabat penulis, Ami Uut, Hana dan teman MD LKS yang

selalu memberikan saran dan masukan kepada penulis.

Begitu banyak nama-nama yang belum tercantum di skripsi ini. Akhirnya penulis kembalikan kepada Allah, semoga yang penulis dapatkan selama ini menjadi ilmu yang bermanfaat untuk orang lain dan diri sendiri.

Wassalmualaikum. Wr. Wb.

Penulis

Euis Sri Mulyani


(8)

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I : PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ... 11

C.Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 12

D.Metodologi Penelitian ... 13

E.Tinjauan Pustaka ... 15

F. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II: LANDASAN TEORI MANAJEMEN RISIKO DAN PEMBIAYAAN A. Manajemen Risiko 1. Pengertian Risiko ... 19

2. Pengertian Manajemen Risiko ... 20

3. Jenis-jenis Risiko Perbankan Syariah ... 21

4. Proses Manajemen Risiko ... 29

5. Tujuan Manajemen Risiko ... 32

B. Pembiayaan 1. Pengertian Pembiayaan ... 34

2. Fungsi Pembiayaan ... 34

3. Jenis-jenis Pembiayaan ... 39


(9)

vi

1. Sejarah Singkat BTN Syariah... 47

2. Tujuan ... 50

3. Visi dan Misi ... 50

4. Produk dan Jasa yang dijalankan ... 51

5. Struktur Organisasi ... 64

BAB IV: PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO MULTIMANFAAT BTN iB KCP SYARIAH CIPUTAT 1. Bagaimana Penerapan Manajemen Risiko Pembiayaan Multimanfaat BTN iB ... 69

2. Bagaimana Mekanisme Pemberian Pembiayaan Multimanfaat BTN iB? ... 74

3. Bagaimana Proses Penyelesaian Pembiayaan Multimanfaat BTN iB Bermasalah? ... 78

BAB V: PENUTUP 1. Kesimpulan ... 81

2. Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

vii

DAFTAR TABEL


(11)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar3.1 Pembiayaan KPR BTN Syariah (Murabahah) ... 55

Gambar3.2 Pembiayaan Multiguna BTN Syariah ... 58

Gambar3.3 Pembiayaan Musyarakah ... 60

Gambar3.4 Pembiayaan Modal Kerja BTN Syariah ... 61

Gambar3.5 Pembiayaan Istishna ... 62

Gambar3.5 Struktur Organisasi BTN KCP SyariahCiputat ... 65

Gambar4.2 Mekanisme Pembiayaan Multimanfaat BTN KCP Syariah Ciputat ... 75

Gambar4.3 Alur Penyelesaian Pembiayaan Multimanfaat Bermasalah ... 78


(12)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sistem Keuangan Islam memperkenalkan prinsip-prinsip muamalah yang

sesuai syari’ah untuk menghindari pengoperasian bank dengan sistem bunga

(riba). Prinsip muamalah yang diperkenalkan itu berupa prinsip Bagi Hasil lahir sebagai pengganti prinsip bunga sekaligus sebagai salah satu solusi alternatif untuk menjawab persoalan pertentangan antara bunga bank dengan riba. Dengan demikian, kerinduan umat Islam Indonesia yang mendambakan kehadiran sistem lembaga keuangan yang sesuai dengan tuntunan kebutuhan yang tidak hanya sebatas financial namun juga tuntutan moralitasnya serta yang ingin melepaskan diri dari persoalan riba telah menjawab dengan lahirnya Bank Islam.1

Berkembangnya bank-bank syariah di negara-negara Islam berpengaruh ke Indonesia. Pada awal periode 1980-an, diskusi mengenai bank syariah sebagai pilar ekonomi islam mulai dilakukan. Para tokoh yang terlibat dalam kajian tersebut adalah Karnaen A. Perwataatmadja, M. Dawam Rahardjo, A.M. Saefudin, M. Amien Azis, dan lain-lain.2 Perkembangan perbankan syariah pada era reformasi ditandai oleh dengan disetujuinya Undang-undang No. 10 tahun 1998. Dalam undang-undang tersebut diatur dengan rinci landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syariah. Undang-undang tersebut juga memberikan arahan bagi bank-bank

1 Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, (Yogyakarta: Ekonisia, 2004), h. 41 2 M. Amin. Azis, mengembangkan Bank Islam di Indonesia Jakarta: Bangkit 1992) h. 2


(13)

2

konvensional untuk membuka cabang syariah atau bahkan mengkonvesi diri secara total menjadi bank syariah.3

Sebagai lembaga intermediary dan seiring dengan situasi lingkungan eksternal dan internal perbankan yang mengalami perkembangan pesat, bank syariah akan selalu berhadapan dengan berbagai jenis risiko dengan tingkat kompleksitas yang beragam dan melekat pada bagian pada kegiatan usahanya. Risiko dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik dapat diperkirakan maupun tidak dapat diperkirakan yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan bank. Risiko-risiko tersebut tidak dapat dihindari, tetapi dapat dikendalikan. Oleh karena itu, sebagaimana lembaga perbankan pada umumnya, bank syariah juga memerlukan serangkaian prosedur dan metodologi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha, atau yang disebut sebagai manajemen risiko.4

Untuk mewujudkan sistem keuangan yang adil dan efisien, maka setiap tipe lapisan masyarakat harus terwadahi keinginannya dalam berinvestasi dan berusaha, sesuai dengan kemampuan dan keinginan mereka. Lembaga pembiayaan harus memfasilitasi hal tersebut guna menampung seluruh keinginan masyrakat dalam memenuhi kebutuhan akan sumber dana yang mereka inginkan.

Di samping itu, peran dan dan kinerja perbankan tidak akan optimal tanpa didukung oleh sistem keuangan yang tangguh (robust financial system). Sistem

3Muha ad Syafi’I A to io, Bank Syariah dari Teori ke Praktik (Depok, Gema Insani,2001) h.26

4 Adiwarman A. Karim, Bank Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan (Jakarta: RajaGrafindo Persada,2006) Ed. 3-4 hal, 255


(14)

3

keuangan yang tangguh harus mampu menghindari dan memecahkan masalah keuangan yang dihadapi, yaitu potensi adanya risiko sistemik dan ketidak stabilan sistem keuangan (system risk), potensi adanya risiko bank run, resiko kelebihan atau kekurangan likuiditas perbankan, dan risiko terhadap buruknya pelayanan yang diberikan oleh bank. Dengan alasan itulah, maka diperlukan institusi-institusi pendukung dalam sistem keuangan, seperti lembaga pembiayaan yang ada saat ini. 5

Prinsip perbankan syariah merupakan bagian dari keseluruhan ajaran islam khususnya yang berkaitan dengan ekonomi dan muamalah. Pemenuhan prinsip syariat islam merupakan hal utama yang harus dipenuhi dalam transaksi perbankkan syariah. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia PBI No. 13/25/PBI/2011 tentang penerapan manajemen risiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, risiko didefinisikan sebagai potensi kerugian akibat terjadinya suatu peristiwa tertentu.6

Terdapat beberapa prinsip yang harus dipatuhi didalam mengembangkan dan menerapkan suatu model Manajemen Risiko.7 Prinsip-prinsip tersebut adalah: 1. Transparasi. Prinsip ini mensyaratkan agar seluruh potensi risiko yang ada

pada suatu aktifitas, khususnya transaksi, dibeberkan secara terbuka. Risiko yang tersembunyi/disembunyikan akan menjadi sumber permasalahan terbesar dan perdefinisi, tidak akan dapat dikelola dengan baik.

5 Ade Arthesa & Edie Hardiaman, Bank & Lembaga Keuangan Bukan Bank, (Jakarta: PT. Indeks, 200). h. 7-8

6 M. Nur Rianto Al Arif Yuke Rahmawati, Manajemen Risiko Perbankkan Syariah (Jakarta: UIN Press, UIN Syarif Hidayatullah, 2015), cet. 1 hal. 19


(15)

4

2. Pengukuran yang akurat. Prinsip ini mewakili sisi sains dari konsep Manajemen Risiko, dan mensyaratkan investasi berkesinambungan untuk berbagai tekhnik dan alat yang akan digunakan sebagai syarat dari proses Manajemen Risiko yang kuat.

3. Informasi Berkualitas yang tepat waktu. Prinsip ini akan turut menentukan akurasi pengukuran dan kualitas keputusan yang diambil. Sebaliknya tidak terpenuhinya prinsip ini bisa membawa manajemen pada suatu keputusan yang berisiko fatal.

4. Diversifikasi. Sistem manajemen risiko yang baik menempatkan konsep diservikasi sebagai suatu yang penting untuk dicermati. Hal ini menutut pola pemantauan yang konstan dan konsisten. Asumsinya adalah bahwa konsentrasi (Risiko) dapat muncul setiap saat seiring dengan berbagai perubahan yang terjadi didunia.

5. Independensi. Berdasarkan independensi, keberadaan suatu kelompok manajemen risiko yang independen makin dianggap sebagai suatu keharusan. Prinsip ini tidak sekedar berbicara tentang kewenangan dan level tanggung jawab dari kelompok manajemen risiko dengan kelompok/unit lainnya, dan juga antar kelompok/unit yang melaksanakan transaksi dengan mengambil risiko tertentu.

6. Pola Keputusan yang disiplin. Posri sains dalam konsep manajaemen risiko memang telah memberikan banyak kontribusi bagi kemampuan manajemen risiko dalam melakukan pengukuran pengukuran risiko namun kualitas keputusan tetap saja tergantung pada bagaimana manajemen memutuskan cara


(16)

5

terbaik untuk menggunakan alat/teknik teretntu dan memahami keterbatasan yang dimiliki oleh alat/teknik tersebut.

7. Kebijakan. Prinsip ini mensyaratkan bahwa tujuan dan strategi manajemen risiko suatu perusahaan harus dirumuskan dengan sebuah Policy, Manual, dan Procedure yang jelas. Tujuan utama dari hal tersebut adalah memberikan kejelasan mengenai proses manajemen risiko, baik untuk pihak internal maupun untuk pihak eksternal seperti regulator dan para analis.

Sasaran kebijakan manajemen risiko adalah mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan jalannya kegiatan usaha bank dengan tingkat risiko yang wajar secara terarah, terintegrasi dan berkesinambungan. Dengan demikian, manajemen risiko berfungsi sebagai filter atau pemberi peringatan dini terhadap kegiatan usaha bank. Tujuan manajemen risiko itu sendiri adalah:

1. Menyediakan informasi tentang risiko kepada pihak regulator.

2. Memastikan bank tidak mengalami kerugian yang bersifat unacceptable. 3. Meminimalisasi kerugian dari berbagai risiko yang bersifat uncontrolled. 4. Mengukur eksposur dan pemusatan risiko.

5. Mengalokasikan modal dan membatasi risiko.

Hubungan antara risiko dan hasil secara alami berkorelasi secara linier negatif. Semakin tinggi hasil yang diharapkan, dibutuhkan risiko yang semakin besar untuk dihadapi. Untuk itu, diperlukan upaya yang serius agar hubungan tersebut


(17)

6

menjadi kebalikannya, yaitu aktivitas yang meningkat hasil pada saat risiko menurun. Manajemen risiko diperlukan untuk:8

a. Mendukung pencapaian tujuan

b. Memungkinkan untuk melakukan aktivitas yang memberikan peluang yang jauh lebih tinggi dengan mengambil risiko yang lebih tinggi. Risiko yang lebih tinggi diambil dengan dukungan sikap dan solusi yang sesuai terhadap risiko. c. Mengurangi kemungkinan kesalahan fatal

d. Menyadari bahwa risiko dapat terjadi pada setiap aktivitas dan tingkatan dalam organisasi sehingga setiap individu harus mengambil dan mengelola risiko masing-masing sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya.

Salah satu hal yang membedakan antara bank syariah dan bank konvensional ialah terdapatnya kontrak kemitraan di dalam industri perbankan syariah. Setidaknya terdapat beberapa kontrak kemitraan yang dapat menimbulkan risiko, salah satunya yaitu pada, akad Murabahah. Kontrak Murabahah merupakan salah satu kontrak penjualan terpopuler yang digunakan untuk membeli komoditas dan produk-produk lainnya secara kredit. Sebagian besar lembaga keuangan yang menyediakan produk-produk keuangan islam menggunakan Murabahah secara luas sebagai salah satu metode pembiayaan Islam, dan sebagian besar dari kegiatan pembiayaan yang dilakukan didasarkan pada Murabahah. Jenis kontrak ini cocok untuk pembiayaan beragam kegiatan investasi yang dilakukan oleh

8 Ferry N, Idroes, Manajemen Risiko Perbankan, Pemahaman Pendekatan 3 Pilar Kesepakatan Basel II Terkait Aplikasi Regulasi dan Pelaksanaannya di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011) hal. 6


(18)

7

nasabah dalam hal produksi barang-barang pabrik, membeli bahan mentah, mesin, dan pembelian sarana produksi dan alat lainnya.9

Perluasan lembaga keuangan pembiayaan disambut baik oleh pemerintah, yaitu dengan adanya Kepres No 61 Tahun 1998, dimana dalam Kepres ini didalamnya terdapat landasan operasional yang jelas. Adapun beberapa jenis usaha dalam lembaga pembiayaan diantaranya adalah sewa guna (leasing), modal ventura (ventura capital), piutang, pembiayaan konsumen (consumer finance), dan perdagangan surat berharga.10 Melihat karakteristik pembiayaan jenis usaha yang beragam, maka perusahaan pembiayaan yang melakukan lebih dari satu kegiatan sering disebut dengan multifinance company.11

Salah satu lembaga yang menyediakan produk-produk pembiayaan yang menggunakan akad Murabahah adalah BTN Syariah. BTN Syariah merupakan bagian dari BTN Konvensional. BTN Syariah adalah salah satu lembaga keuangan syariah yang mendistribusikan pembiayaan. Dan produk yang ditawarkannya yaitu Pembiayaan MultiManfaat BTN iB.

Pembiayaan MultiManfaat BTN iB ini menggunakan akad Murabahah. Pembiayaan ini bukan pembiayaan produktif, tapi pembiayaan konsumtif. Pembiayaan Multi Manfaat BTN iB merupakan pembiayaan konsumtif

9 M. Nur Rianto Al Arif Yuke Rahmawati, Manajemen Risiko Perbankkan Syariah, hal. 34

10 Ade Arthesa & Edie Handiaman, Bank & Lembaga Keuangan bukan Bank, h.248 11 Andi Somitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana 2009), h. 29


(19)

8

perorangan yang ditujukan khusus bagi para pegawai dan para pensiunan yang manfaat pensiunnya dibayarkan melalui jasa Payroll BTN Batara. 12

Pembiayaan tersebut hanya dimiliki oleh BTN saja, belum dimiliki oleh bank-bank lain. Pembiayaan ini digunakan untuk keperluan pembelian berbagai jenis barang halal yang dibutuhkan oleh Nasabah sepanjang tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku, seperti barang elektronik, Furniture dan perlengkapan rumah tangga serta barang halal lainnya.

Adanya kebutuhan hidup manusia, merupakan sesuatu yang sangat mudah dibuktikan karena hal tersebut dapat diindra dan dirasakan secara langsung dalam diri kita. Sering kita merasa lapar, butuh istirahat dan tidur, bernapas setiap detik, ingin dihormati dan membela kehormatan keluarga.Semua ini dapat kita rasakan sebagai bentuk kebutuhan hidup kita13.

Kata kebutuhan merupakan sesuatu yang sudah tidak asing lagi didengar, dan sering kali diucapkan. Setiap manusia yang hidup pasti memiliki kebutuhan. Hal yang sangat wajar, karena manusia itu memiliki hawa nafsu. Dengan adanya berbagai macam kebutuhan, satu tujuan manusia, yaitu untuk bisa bertahan hidup.

Allah menganugrahkan keberadaan fitrah tersebut yang memungkinkan manusia agar mampu bertahan hidup. Fittrah tersebut muncul sebagai potensi kehidupan. Potensi kehidupan ini akan mendorong manusia untuk memenuhi kebutuhannya tersebut. Potensi kehidupan memiliki dua penampakan, yaitu

12 www.btn.co.id/ syariah

13 M. Sholahuddin, Asas – asas Ekonomi Islam, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000), hal. 12


(20)

9

kebutuhan fisik (al-hajat al-udhuwiyah) dan naluri (gharizah). Keduanya memerlukan pemenuhan, cara dan alat pemuas yang tepat dan sesuai dengan jenis kebutuhan. Keduanya memiliki penampakan yang berbeda pula, dalam segi implementasi pemenuhannya.14

Secara definitif, konsumsi adalah kebutuhan individual meliputi kebutuhan baik barang maupun jasa yang tidak dipergunakan untuk tujuan usaha. Dengan demikian yang dimaksud pembiayaan konsumtif adalah jenis pembiayaan yang diberikan untuk tujuan diluar usaha dan umumnya bersifat perorangan.15

Menurut jenis akadnya dalam produk pembiayaan syariah, pembiayaan Konsumtif dapat dibagi menjadi 5 bagian, yaitu:

1. Pembiayaan Konsumen Akad Murabahah

2. Pembiayaan Konsumen Akad Ijarah Muntahiya Bit Tamlik (IMBT) 3. Pembiayaan Konsumen Akad Ijarah

4. Pembiayaan Konsumen Akad Isthisna 5. Pembiayaan Konsumen Akad Qard

Dalam menetapkan akad pembiayaan konsumtif, langkah-langkah yang perlu dilakukan bank adalah sebagai berikut:

1. Apabila kegunaan pembiayaan yang dibutuhkan nasabah adalah untuk kebutuhan konsumtif semata, harus dilihat dari sisi apakah pembiayaan tersebut berbentuk pembelian barang atau jasa.

14 M. Sholahuddin, Asas – asas Ekonomi Islam, h. 13


(21)

10

2. Jika untuk pembelian barang, faktor selanjutnya yang harus dilihat adalah apakah barang tersebut berbentuk ready stock atau good in process. Jika ready stock, pembiayaan yang diberikan adalah pembiayaan murabahah. Namun, jika berbentuk goods in process, yang harus dilihat berikutnya adalah dari sisi apakah proses barang tersebut memerlukan waktu dibawah 6 bulan atau lebih. Jika dibawah 6 bulan, pembiayaan yang diberikan adalah pembiayaan salam. Jika proses barang tersebut memerlukan waktu lebih dari 6 bulan, pembiayaan yang diberikan adalah istishna.

3. Jika pembiayaan tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan nasabah dibidang jasa, pembiayaan yang diberikan adalah ijarah.

Bank sebagai Institusi yang memiliki izin untuk melakukan banyak aktivitas, memiliki peluang yang sangat luas dalam memperoleh pendapatan. Perbankan dalam menjalankan aktivitasnya, selalu dihadapkan pada risiko, karena pada dasarnya risiko melekat pada seluruh aktifitas bank. Risiko yang mungkin terjadi dapat menimbulkan kerugian bagi bank, jika tidak dideteksi serta dikelola sebagaimana mestinya. Dalam menghadapinya banyak cara yang dilakukan perusahaan, yaitu dapat berupa suatu pemahaman tentang bagaimana risiko itu terjadi, bagaimana dampaknya bagi perusahaan dan mengendalikannya adalah suatu proses manajemen yang perlu dilakukan perusahaan. Perusahaan yang melakukan proses manajemen risiko akan semakin sadar dan siap menghadapi kemungkinan terjadinya risiko yang potensial terjadi. 16

16 Muhammad Muchlis, Manajemen Risiko dan Operasional: Teori dan Praktik ( Jakarta: PT. Aksara 2007), h. 3


(22)

11

Perusahaan yang melakukan proses manajemen risiko dan memasukan dalam setiap pengambilan keputusan bisnisnya diharapkan lebih survive, karena potensi risiko yang akan terjadi sudah diperhitungkan. Perusahaan yang melakukan proses manajemen risiko juga diharapkan lebih dapat menciptakan nilai tambah, karena potensi return yang diperoleh sudah diperhitungkan lebih besar dari pada potensi risiko kerugiannya. Dengan demikian, proses manajemen risiko menjadi suatu kebutuhan bagi setiap perusahaan bukan menjadi kewajiban yang dipersyaratkan oleh regulator.17

Karena hal itu peneliti tertarik untuk meneliti, mengkaji dan menganalisis lebih jauh permasalahan tersebut dalam skripsi ini dengan judul “ Manajemen Risiko Pembiayaan MultiManfaat BTN iB pada Bank Tabungan Negara Kantor Cabang Pembantu Syariah Ciputat”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Dalam penulisan proposal ini agar tidak meluas dan fokus pada permasalahan yang akan dibahas dan mencapai hasil yang diharapkan, maka penulis merasa perlu membatasi objek yang dikaji. Masalah yang akan dibatasi adalah mengenai Manajemen Risiko MultiManfaat BTN iB cabang Ciputat. 2. Perumusan Masalah

a. Bagaimana penerapan manajemen risiko Pembiayaan MultiManfaat BTN iB?

b. Bagaimana mekanisme pemberian pembiayaan MultiManfaat BTN iB?


(23)

12

c. Bagaimana proses penyelesaian pembiayaan MultiManfaat BTN iB bermasalah?

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Menjelaskan tentang manajemen risiko pembiayaan multimanfaat.

b. Untuk mengetahui alur proses pemberian pembiayaan Multi Manfaat BTN iB kepada para nasabah.

c. Untuk mengetahui proses penerapan manajemen risiko dan srategi penyelesaian pembiayaan multimanfaat1 BTN iB

2. Manfaat dari penelitian ini adalah: a. Bagi Penulis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan memperdalam pengetahuan dalam hal penyaluran pembiayaan multi manfaat yang diterapkan oleh BTN Syariah.

b. Bagi Pihak Perusahaan

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan yang bermanfaat dalam menentukan langkah selanjutnya kearah yang lebih baik, khususnya dalam penyaluran pembiyaan multi manfaat.

c. Bagi Jurusan Manajemen Dakwah

Hasil penelitian ini merupakan informasi mengenai Pemberian Pembiayaan Multi Manfaat dalam upaya membantu para nasabah untuk memenuhi kebutuhan konsumtifnya.


(24)

13

d. Bagi Dunia Pustaka

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai sumbangan yang berguna dan bermanfaat dalam memperkaya koleksi dalam ruang lingkup karya-karya penelitian.

e. Bagi Masyarakat

Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi masyarakat untuk mengetahui sejauh mana penyaluran yang diberikan oleh pihak bank terhadap para pegawainya.

D. Metodologi Penelitian

Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai dan jenis data yang diperlukan maka penelitian ini menggunakan bentuk penelitian kualitatif. Peneliti berusaha mengumpulkan data yang akurat dengan cara observasi dan wawancara.

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian lapangan yaitu penelitian deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif untuk memaparkan data-data yang ada dilapangan kemudian menganalisisnya dan mendapatkan kesimpulan dari penelitian ini.

Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau menjelaskan suatu hal apa adanya.18 Penelitian kualitatif menurut Flick ialah keterkaitan spesifik pada studi hubungan sosial yang

18 Prasetya Irawan, Logika dan Prosedur Penelitian,( Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Lembaga Administrasi Negara : 2004), h. 23


(25)

14

berhubungan dengan fakta dari pluralism kehidupan. Metode ini diterapkan untuk melihat dan memahami subjek dan objek penelitian yang meliputi orang, lembaga, berdasarkan fakta yang tampil secara apa adanya. Penelitian kualitatif bertujuan untuk mengembangkan konsep sensivitas pada masalah yang dihadapi menerangkan realitas yang berkaitan dengan penelusuran teori dari bawah (grounded theory) dan mengembangkan pemahaman akan suatu atau lebih dari fenomena yang dihadapi.19

2. Objek Penelitian

Objek dari penelitian ini adalah Bank Tabungan Negara Syariah Kantor Cabang Pembantu Ciputat.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kantor Cabang Pembantu Syariah BTN Ciputat, 18 Desember 2015.

4. Tehnik Analisis Data

Analisa dilakukan setelah data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini terkumpul. Sedangkan untuk proses analisa dimulai dari membaca, mempelajari, menelaah, dan menganalisis data dengan menggunakan analisis yang didapat dari pelaksanaan penyaluran Pembiayaan Multi Manfaat BTN iB dalam memenuhi kebutuhan konsumtif para pegawai BTN Syariah.

19 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013), h. 81


(26)

15

Selanjutnya dari analisa tersebut penulis mengambil kesimpulan yang bersifat khusus (deduktif).

5. Tehnik pengumpulan data

Untuk memperoleh data yang diinginkan, maka penulisan menggunakan tehnik pengumpulan data, sebagai berikut:

a. Riset kepustakaan. Riset ini dimaksudkan untuk mendapatkan acuan teori untuk melengkapi data yang ada. Dengan cara membaca buku, mempelajari literature dan catatan yang sesuai dengan masalah yang dibahas. Agar mendapatkan data-data yang acuan teorinya jelas.

b. Riset lapangan. Riset ini dilakukan untuk mendapakan data primer yang dilakukan peneliti untuk pelengkap data dalam hasil penelitian. Yaitu dengan cara melakukan wawancara dengan pejabat yang berwenang, sehingga mendapatkan data yang benar dan dapat dipertanggung jawabkan.

c. Dokumentasi yakni mencari data mengenai masalah yang dibahas, yang berupa catatan, transkip buku notulen dan sebagainya.

E. Tinjauan Pustaka

Berdasarkan telaah yang sudah dilakukan terhadap sumber kepustakaan, penulis meliput bahwa apa yang merupakan masalah pokok penelitian ini sangat penting dan prospektif. Penelitian tentang Manajemen Risiko Pembiayaan MultiManfaat BTN iB pada Bank Tabungan Negara Kantor Cabang Pembantu Syariah Ciputat, menurut sepengetahuan penulis belum ada yang meneliti karena


(27)

16

penulis belum menemukan penelitian yang sama. Adapun kajian yang digunakan adalah:

1. Manajemen Risiko Pembiayaan Murabahah dan Musyarakah pada BRI Syariah. Nilna Chazima Dina. Konsentrasi Perbankan Syariah Program Studi Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum. Tahun 2015.

Menjelaskan tentang evaluasi manajemen risiko pembiayaan murabahah dan musyarakah yang ada di BRI Syariah.

Sedangkan skripsi yang penulis kaji tentang konsep Manajemen Risiko Pembiayaan multimanfaat BTN iB, aplikasi dan mekanisme pembiayaan MultiManfaat BTN iB BTN Syariah.

2. Manajemen Risiko pada Pembiayaan Murabahah dan Ijarah (Studi di Koperasi Jasa Keuangan Syariah Berkah Madani Depok). Marlena Irena. Konsentrasi Perbankan Syariah Program Studi Muamalat. Fakultas Syariah dan Hukum. Tahun 2014.

Menjelaskan tentang manajemen risiko pembiayaan murabahah dan ijarah pada koperasi jasa keuangan syariah.

Sedangkan skripsi yang penulis kaji tentang konsep manajemen risiko pembiayaan multimanfaat BTN iB, aplikasi dan mekanisme pembiayaan MultiManfaat BTN iB pada BTN Syariah.

3. Strategi Manajemen Risiko Pembiayaan Musyarakah pada KSU BMT UMJ. Aam Mahmudah. Konsentrasi Perbankan Syariah Program Studi Muamalat. Fakultas Syariah dan Hukum Tahun 2014.


(28)

17

Menjelaskan tentang strategi manajemen risiko pada pembiayaan musyarakah yang ada di KSU BMT UMJ.

Sedangkan skripsi yang penulis kaji tentang konsep manajemen risiko pembiayaan multimanfaat BTN iB, aplikasi dan mekanisme pembiayaan MultiManfaat BTN iB pada BTN Syariah.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulisan bagi penulis dan untuk memudahkan pemahaman bagi pembaca, proposal ini akan disusun dengan sistematika dalam bentuk bab-bab besar yang didalamnya termuat subbab-subbab yang lebih kecil. Adapun sistematika yang dimaksud adalah sebagai berikut:

Bab yang pertama, yaitu berisi pokok-pokok pikiran awalan yang penulis tuangkan untuk nantinya dibahas dan diuraikan lebih lanjut dalam skripsi ini. Bab pertama ini yaitu pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah yang berisi alasan penulis tentang pengangkatan masalah dan pemilihan judul. Masalah yang diangkat kemudian dibatasi dan dirumuskan dalam pembatasan dan perumusan masalah. Selain itu, penulis juga mencantumkan tujuan dan manfaat penelitian, lokasi penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Selanjutnya bab yang kedua, bab ini membahas tentang teori pengertian manajemen risiko, jenis-jenis risiko perbankan syariah, karakter manajemen risiko dalam bank islam, proses manajemen risiko, manajemen risiko pada pembiayaan bank Syariah, Pengertian pembiayaan, dan pengertian pembiayaan MultiManfaat.


(29)

18

Bab yang ketiga merupakan gambaran umum Bank Tabungan Negara (BTN) Syariah yakni sejarah dan dasar pemikiran berdirinya BTN, tujuan, visi dan misi, strategi usaha BTN, konsep dasar dan kegiatan operasional BTN, struktur organisasi BTN.

Kemudian bab keempat akan menguraikan sekaligus menjawab rumusan masalah kedua, yakni tentang Aplikasi, Mekanisme Manajemen Risiko pada Pembiayaan MultiManfaat BTN iB dan Penyelesaian Pembiayaan MultiManfaat yang bermasalah

Terakhir bab kelima, dalam skripsi ini hanya terdiri dari satu bab, yaitu kesimpulan dan saran. Subbab kesimpulan berisi ringkasan uraian sekaligus penegasan penulis mengenai jawaban atas tiga rumusan masalah yang diajukan sebelumnya. Sedangkan subbab saran berisi tindak lanjut yang seharusnya dilakukaan sehingga hasil kajian dan pendalaman penulis dapat benar-benar bermanfaat, baik terhadap perkembangan wacana pengetahuam penulis sendiri ,aupun pembaca secara keseluruhan. Dan sebagai bahan rujukan untuk peninjauan ulang, diakhir skripsi ini pun nantinya akan dicantumkan daftar pustaka.


(30)

19

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Manajemen Risiko a. Pengertian Risiko

Para pakar manajemen risiko di dalam dan luar negeri memiliki banyak definisi mengenai apa itu risiko dan manajemen risiko. Namun demikian, secara umum risiko dapat didefinisikan dengan bebagai cara, misalnya risiko didefinisikan sebagai kejadian yang merugikan, atau risiko adalah penyimpangan hasil yang diperoleh dari yang diharapkan. Ada beberapa definisi risiko, antara lain:

1. Risiko adalah kemungkinan yang tidak diharapkan.

2. Risiko adalah ketidakpastian atau uncertainty yang mungkin melahirkan kerugian (loss),

3. Risiko adalah kejadian yang merugikan. Dalam bidang investasi risiko diartikan sebagai kemungkinan hasil yang diperoleh menyimpang dari apa yang diharapkan.20

4. Risiko merupakan bahaya, risiko adalah ancaman atau kemungkinan suatu tindakan atau kejadian yang menimbulkan dampak yang berlawanan dengan tujuan yang ingin dicapai.21

20

Drs. Kasidi, Manajemen Risiko (Bogor: Ghalia Indonesia,2010), h. 4 21 Ferry N, Idroes,

Manajemen Risiko Perbankan, Pemahaman Pendekatan 3 Pilar Kesepakatan Basel II Terkait Aplikasi Regulasi dan Pelaksanaannya di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011) hal. 4


(31)

20

5. Menurut Philip Best, menyatakan bahwa risiko adalah kerugian secara financial, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Dari berbagai definisi diatas dapat disimpulkan, risiko adalah kemungkinan terjadi penyimpangan dari harapan yang menimbulkan dampak yang berlawanan dengan tujuan yang ingin dicapai.

b. Pengertian Manajemen Risiko

Ahmad Slamet dan Hoscaro dalam tulisannya “ Manajemen Risiko

Bank Syariah” menyatakan, bahwa risiko dapat di definisikan sebagai suatu

potensi terjadinya suatu peristiwa (events)yang dapat menimbulkan kerugian.22 Risiko dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak dapat diperkirakan (unancipated)yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan bank. Risiko-risiko tersebut tidak dapat dihindari, tetapi dapat dikelola dan dikendalikan.23

Manajemen risiko sebagai suatu metode logis dan sistematik dalam identifikasi, kuantifikasi, menentukan sikap, menetapkan solusi, serta melakukan monitor dan pelaporan risiko yang berlangsung pada setiap aktifitas atau proses.24

22 Rachmadi Usman, Aspek Hukum Perbankan Syariah di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2012) Cet ke 1 h. 290

23 Adiwarman A. Karim, Bank Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan (Jakarta: RajaGrafindo Persada,200) Ed. 3-4 h. 255

24 Ferry N, Idroes, Manajemen Risiko Perbankan, Pemahaman Pendekatan 3 Pilar Kesepakatan Basel II Terkait Aplikasi Regulasi dan Pelaksanaannya di Indonesia, hal. 5


(32)

21

Manajemen risiko adalah serangkaian metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha bank.

Dapat disimpulkan bahwa manajemen risiko adalah cara untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko yang kemungkinan timbul pada aktifitas fungsional bank, yang dapat merugikan pendapatan dan permodalan bank.

c. Jenis-jenis Risiko Perbankan Syariah

Bank Indonesia telah mengidentifikasi jenis-jenis risiko yang akan dihadapi industri perbankan pada umumnya, yang meliputi sebagai berikut:

c.1 Risiko Kredit

Risiko kredit adalah risiko akibat kegagalan debitur dan atau pihak lain (counterparty) dalam memenuhi kewajiban kepada bank.Termasuk dalam kelompok risiko kredit adalah risiko konsentrasi kredit. Risiko konsentrasi kredit merupakan risiko yang timbul akibat terkonsentrasinya penyediaan dana kepada satu pihak atau sekelompok pihak, industry, sector dan atau area geografis tertentu berpotensi menimbulkan kerugian cukup besar yang dapat mengancam kelangsungan usaha bank.25Risiko kredit dapat timbul karena beberapa hal, antara lain:

a. Adanya kemungkinan pinjaman yang diberikan oleh bank atau obligasi (surat utang) yang dibeli oleh bank tidak dibayar.


(33)

22

b. Tidak dipenuhinya kewajiban, dimana bank yang terlibat di dalamnya dapat melalui pihak lain, misalnya kegagalan memenuhi kewajiban pada kontrak derivatif.

c. Penyelesaian dengan nilai tukar, suku bunga, dan produk derivatif. Kerugian risiko kredit dapat timbul sebelum terjadinya default, sehingga risiko kredit itu didefinisikan sebagai potensi kerugian nilai market to market yang mungkin timbul karena pemberian kredit oleh bank.

c. 2 Risiko Pasar (Market Risk)

Risiko pasar adalah suatu risiko yang timbul karena menurunnya nilai suatu investasi karena pergerakan pada faktor-faktor pasar. Risiko pasar antara lain terdapat pada akitivitas fungsional bank seperti kegiatan tresuri dan investasi dalam bentuk surat berharga dan pasar uang maupun penyertaan pada lembaga keuangan lainnya, penyediaan dana (pinjaman dan bentuk sejenis), dan kegiatan pendanaan dan penerbitan surat utang, serta kegiatan pembiayaan perdagangan.

Jenis risiko pasar meliputi risiko suku bunga, risiko nilai tukar, risiko komoditas, dan risiko ekuitas.26Risiko suku bunga adalah risiko yang timbul sebagia akibat dari fluktuasi tingkat bunga. Meskipun bank syariah tidak menetapkan tingkat bunga, baik dari sisi pendanaan maupun sisi pembiayaan, tetapi bank syariah tidak akan dapat terlepas dari risiko tingkat bunga. Hal ini disebabkan pasar yang dijangkau oleh bank syariah


(34)

23

tidak hanya untuk nasabah-nasabah yang loyal penuh terhadap syariah. Oleh karena itu, bank syariah menghadapi hal yang semacam tingkat bunga berupa pricing risk yaitu:

a. Direct Competitior Market Rate (DCMR), yaitu tingkat bagi hasil dari bank-bank yang menjalankan usahanya dengan prinsip syariah.

b. Indirect Competitor Market Rate (ICMR), yaitu tingkat bunga pada bank-bank konvensional.

c. Expected Competitive Return for Investor, yaitu hasil investasi yang kompetitif yang diharapkan oleh investor.

Bila terjadi bagi hasil pendanaan syariah lebih kecil dari tingkat bunga nasabah dapat dipindah ke bank konvensional, sebaliknya pada sisi financing, bila margin yang dikenakan lebih besar dari tingkat bunga maka nasabah dapat beralih ke bank konvensional.

Berikut adalah beberapa contoh risiko yang terkait dengan tingkat bunga sebagai berikut:

a. Dalam pembiayaan murabahah, margin tidak dapat dinaikkan dari ketetapan di awal akad. Apabila terjadi kenaikan suku bunga, maka pendapatan margin dari pembiayaan murabahahmenjadi lebih kecil dibanding pendapatan bunga.

b. Harga barang dalam salam ditetapkan dan dibayar dimuka pada saat kontrak/akad ditanda tangani. Apabila terjadi kenaikan suku bunga, maka margin dalam piutang salam yang ditetapkan menjadi lebih


(35)

24

rendah dibanding tingkat bunga. Akibat selanjutnya, bagi hasil yang diberikan kepada nasabah tidak kompetitif.

c. Pembiayaan sewa ditetapkan di muka dan dapat diubah di kemudian hari, tetapi harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak,.Keharusan adanya kesepakatan ini, tidak mudah bagi bank untuk melakukan penyesuaian harga sewa meskipun suku bunga pada bank konvensional meningkat.

d. Dalam pembiayaan mudharabah dan musyarakah, tingkat nisbahbagi hasil dapat diubah dikemudian hari, tetapi harus disepakati oleh masing-masing pihak. Hal ini terjadi terutama dalam pembiayaan dikaitkan dengan transaksi murabahah, bila kenaikan nisbah tidak disepakati, bank hanya akan memperoleh bagi hasil atas margin murabahah dalam jumlah tetap sebagaimana lazimnya dalam pembiayaan murabahah.27

Risiko nilai tukar adalah risiko akibat perubahan nilai posisi trading book dan banking bookyang disebabkan oleh perubahan nilai tukar valuta asing atau perubahan harga emas. Risiko komoditas adalah risiko akibat perubahan harga instrument keuangan dari posisi trading book dan banking book yang disebabkan oleh perubahan harga komoditas. Risiko ekuitas adalah


(36)

25

risiko akibat perubahan harga instrument keuangan dari posisi trading book yang disebabkan oleh perubahan harga saham.28

c.3 Risiko Likuiditas (Liquidity Risk)

Risiko likuiditas adalah risiko yang antara lain disebabkan oleh ketidak mampuan bank untuk memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo.29 Risiko likuiditas dapat dikategorikan sebagai berikut:

1. Risiko likuiditas pasar, yaitu risiko yang timbul karena bank tidak mampu melakukan offsetting posisi tertentu dengan harga pasar karena kondisi likuiditas pasar tidak memadai atau terjadi gangguan di pasar. 2. Risiko likuiditas pendanaan, yaitu risiko yang timbul karena bank tidak

mampu mencairkan asetnya atau memperoleh pendanaan dari sember dana lain30.

Sebagaimana bank-bank pada umumnya, bank syariah bank syariah juga menghadapi risiko likuiditas sebagai berikut:

a. Turunnya kepercayaan nasabah terhadap sistem perbankan, khususnya perbankan syariah.

b. Turunnya kepercayaan nasabah pada bank syariah yang bersangkutan. c. Ketergantungan pada sekelompok deposan.

d. Dalam mudharabah kontrak, memungkinkan nasabah untuk menarik dananya kapan saja, tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.

28 Rachmadi Usman, Aspek Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, h. 293. 29 Adiwarman A. Karim, Bank Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan, h.274.


(37)

26

e. Mismatching antara dana jangka pendek dengan pembiayaan jangka panjang.

f. Keterbatasan instrument keuangan untuk solusi likuiditas.

g. Bagi hasil antar bank kurang menarik, karena final settlement-nya harus nunggu selesainya perhitungan cash basis pendapatan bank yang biasanya baru terlaksana pada akhir bulan.

Risiko likuiditas dapat melekat pada aktivitas fungsional perkreditan (penyediaan dana), tresuri dan investasi, kegiatan pendanaan dan instrument utang. Pengelolaan likuiditas ini sangat penting karena kekurangan likuiditas dapat menggangu bukan hanya bank tersebut namun system perbankan secara keseluruhan.

c.4 Risiko Operasional (Operational Risk)

Risiko yang diakibatkan ketidakcukupan atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan system, dan adanya kejadian-kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional bank. Risiko operasional dapat menimbulkan kerugian keuangan secara langsung maupun tidak langsung dan kerugian potensial atas hilangnya kesempatan memperoleh keuntungan. Risiko operasional dapat melekat pada setiap aktivitas fungsional bank, seperti kegiatan perkreditan (penyedia dana), tresuri dan investasi, operasional dan jasa, pembiayaan perdagangan, pendanaan dan instrumen utang, tekhnologi dan sistem informasi, dan


(38)

27

sistem informasi manajemen, serta pengelolaan sumber daya manusia.Ada tiga faktor yang menjadi penyebab timbulnya risiko ini, yaitu:

a. Infrastruktur, seperti Tekhnologi, Kebijakan, Lingkungan, Pemngamanan, Perselisihan dan sebaginya.

b. Proses, dan c. Sumber daya.

c.5 Risiko Kepatuhan (Compliance Risk)

Risiko kepatuhan adalah risiko yang disebabkan oleh tidak patuhinya ketentuan-ketentuan yang ada, baik ketentuan internal maupun eksternal, sebagai berikut:

a. Ketentuan Giro Wajib Minimum, Net Open Position, Non Performing Financing, dan Batas Pemberian Maksimum Pemberian Pembiayaan. b. Ketentuan dalam penyediaan produk.

c. Ketentuan dalam pemberian pembiayaan.

d. Ketentuan dalam pelaporan baik laporan internal, laporan kepada Bank Indonesia, maupun laporan kepada pihak ketiga lainnya.

e. Ketentuan Perpajakan.

f. Ketentuan dalam akad dan kontrak. g. Fatwa Dewan Syariah Nasional.


(39)

28

Risiko hukum adalah risiko yang diakibatkan oleh tuntutan hukum atau kelemahan aspek yuridis, antara lain disebabkan oleh ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung, atau kelemahan perikatan seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontrak dan pengikatan agunan yang tidak sempurna.Dalam kaitan dengan risiko hukum ini, hal-hal yang harus diperhatikan adalah:

a. Keharusan memiliki kebijakan dan prosedur secara tertulis,

b. Keharusan melaksanakan prosedur analisis aspek hukum terhadap produk dan aktivitas baru.

c. Keharusan memiliki satuan kerja yang berfungsi sebagai “legal

watch”, tidak saja terhadap hukum positif tetapi juga terhadap fatwa DSN dan ketentuan-ketentuan lainnya berdasarkan prinsip syariah. d. Keharusan menilai dampak perubahan ketentuan/peraturan terhadap

risiko hukum.

e. Keharusan untuk menerapkan sanksi secara konsisten.

f. Keharusan untuk melakukan kajian secara berkala terhadap akad, kontrak dan perjanjian-perjanjian bank dengan pihak lain dalam hal efektivitas dan enforceability

c.7 Risiko Reputasi (Reputation Risk)

Risiko repuatsi adalah risiko yang antara lain disebabkan oleh adanya publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan bank atau adanya


(40)

29

persepsi negatif terhadap bank.Hal-hal yang sangat berpengaruh terhadap reputasi antara lain:

a. Manajemen b. Pemegang saham

c. Pelayanan yang disediakan d. Penerapan prinsip-prinsip syariah e. Publikasi

c.8 Risiko Strategik (Strategic Risk)

Risiko strategik adalah risiko yang antara lain disebabkan oleh adanya penetapan dan pelaksanaan strategik bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau bank yang tidak mematuhi atau tidak melaksanakan perubahan perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku. Pengelolaan risiko kepatuhan dilakukan melalui penerapan sistem pengendalian secara internal secara konsisten.

Dampak dari Risiko Operasi yang mencakup Risiko Reputasi, Risiko Kepatuhan, Risiko Strategi, dan Risiko Hukum ini dapat berupa:

1. Penarikan besar-besaran terhadap Dana Pihak Ketiga; 2. Timbul masalah likuiditas;

3. Ditutup oleh Bank Indonesia; 4. Kebangkrutan.


(41)

30

Proses manajemen risiko pada zaman dahulu juga diterapkan oleh Nabi Yusuf as. Kisah tersebut tercantum dalam Al-Qur’an Surat Yusuf ayat 46 -49 yang menceritakan tentang pertanyaan raja Mesir mengenai mimpinya kepada Nabi Yusuf, di mana pada suatu ketika raja Mesir pernah bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus, melihat tujuh bulir gandum yang hijau dan tujuh bulir gandum yang kering. Dari kisah tersebut dapat dikatakan bahwa telah timbul suatu risiko yang menimpa negeri Yusuf yaitu pada tujuh tahun kedua akan timbul kekeringan yang dahsyat. Mendengar cerita mengenai mimpi sang raja, kemudian yusuf memberikan saran agar seluruh rakyat menyimpan sebagian hasil panennya dengan tujuan menghindari bahaya kelaparan akibat musim paceklik yang akan menimpa negeru tersebut. Proses manajemen risiko yang diterapkan Nabi Yusuf melalui tahapan pemahaman risiko, evaluasi dan pengukuran risiko, serta pengelolaan risiko.31Selain itu, Allah SWT juga berfirman dalam Surat Al-Hasyr ayat 18:

بخ هّّا ّإ هّّا ا قّا ّغّ ْتمّق ام سْفن ْرظْنتّْ هّّا ا قّا ا نمآ نيذّا ا يأ اي ّ َّّْْ اَِ رر

( ٨١ )

Yang artinya :Wahai orang-orang yang beriman Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.

Manajemen risiko selain meliputi aktivitas pengembangan perangkat, alat, dan tekhnik dalam pengelolaan risiko, juga merupakan suatu

31 Rika Fitrianti, Manajemen Risiko Pembiayaan Pada BRI Syariah Kantor Cabang Pembantu Cipulir,2014 h. 21-22


(42)

31

proses manajemen secara umum memiliki siklus perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan pengendalian serta tindakan korektif. Sebagai suatu proses manajemen, dalam proses manajemen risiko terdiri dari dua kelompok aktivitas, yaitu manajemen risiko dan pengendalian risiko. Manajemen risiko bertujuan memaksimalkan pendapatan/keuntungan sambil meminimumkan tingkat risiko yang dihadapi dengan faktor pembatas tingkat modal yang tersedia. Sedangkan pengendalian risiko adalah proses independen untuk mengidentifikasi, mengukur, mengantisipasi, dan melaporkan tingkat risiko yang dihadapi, keuntungan/pendapatan, dan modal yang digunakan.32

Dalam pelaksanaannya, proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Identifikasi risiko dilaksanakan dengan melakukan analisis terhadap: a. Karakteristik risiko yang melekat pada aktivitas fungsional, b. Risiko dari produk dan kegiatan usaha.

2. Pengukuran risiko dilaksanakan dengan melakukan:

a. Evaluasi secara berkala terhadap kesesuaian asumsi, sumber data dan prosedur yang digunakan untuk mengukur risiko,

b. Penyempurnaan terhadap system pengukuran risiko apabila terdapat perubahan kegiatan usaha, produk, transaksi dan faktor risiko yang bersifat material.

3. Pemantauan risiko dilaksanakan dengan melakukan:

32 Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin, Islamic Banking System Bank Islam Bukan Hanya Solusi Menghadapi Krisis Namun Solusi dalam Menghadapi Berbagai Persoalan Perbankan dan Ekonomi Global, (Jakarta: Bumi Askara 2010), h. 954.


(43)

32

a. Evaluasi terhadap eksposur risiko,

b. Penyempurnaan proses pelaporan apabila terdapat perubahan kegiatan usaha, produk, transaksi, faktor risiko, tekhnologi informasi dan system informasi manajemen risko yang bersifat material.

4. Pengendalian Risiko

Tahap ini dilakukan untuk melihat kemungkinan penyempurnaan tahapan analisis risiko yang diakibatkan oleh perubahan lingkungan.Langkah tersebut dilanjutkan dengan penambahan serta penyempurnaan perencanaan risiko perusahaan.Selain itu, dengan adanya pengawasan dan pengendalian risiko berjalan sesuai rencana, memastikan bahwa pengelolaan risiko cukup efektif, dan memantau perkembangan terhadap kecenderungan berubahnya profil risiko, karena perubahan ini berpengaruh pada pergeseran peta risiko dan prioritas risiko.33Pelaksanaan proses pengendalian risiko, digunakan untuk mengelola risiko tertentu yang dapat membahayakan kelangsungan usaha bank.34

e. Tujuan Manajemen Risiko

Diterapkannya proses suatu manajemen risiko di dalam ruang lingkup manajemen perusahaan tentunya memiliki tujuan-tujuan yang hendak dicapai. Tujuan manajemen risiko menurut Soeisno Djojosoedarso adalah sebagai berikut:35

33 Veithzal Rivai, Bank and Financial Institution Management: Conventional and Sharia System,(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), Terje, h. 29

34 Adiwarman A. Karim, Bank Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan h. 260.

35 Soeisno Djojosoedarso, Prinsip-prinsip Manajemen Risiko dan Asuransi, (Jakarta: Salemba Empat, 1999), h. 12


(44)

33

a. Tujuan sebelum terjadinya peril36

Tujuan yang ingin dicapai menyangkut hal-hal sebelum terjadinya peril antara lain:

1. Hal-hal yang bersifat ekonomis, misalnya upaya penanggulangan kemampuan kerugiandengan cara yang paling ekonomis melalui tekhnik analisis keuangan.

2. Hal-hal yang bersifat non ekonomis, misalnya upaya untuk mengurangi kecemasan dan ketakutan, sehingga dengan adanya penanggulangan maka kondisi tersebut dapat diatasi.

b. Tujuan sesudah terjadinya peril

Tujuan yang ingin dicapai menyangkut hal-hal sesudah terjadinya peril dapat berupa:

1. Menyelamatkan operasi perusahaan, artinya perusahaan harus dapat mengupayakan pencarian strategi bagaimana agar kegiatan perusahaan dapat berjalan setelah perusahaan terkena peril.

2. Mengupayakan agar pendapatan perusahaan tetap mengalir, meskipun tidak sepenuhnya, paling tidak cukup menutupi biaya variabelnya. 3. Mencari upaya agar operasi perusahaan tetap berlanjut setelah

perusahaan terkena peril.

4. Berupaya tetap dapat melakukan tanggung jawab sosial terhadap perusahaan.


(45)

34

B. Pembiayaan

a. Pengertian Pembiayaan

Pembiayaan selalu berkaitan dengan aktivitas bisnis. Pembiayaan atau financing menurut UU No. 10 Tahun 199 pasal 1 ayat 12 adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan hal tersebut, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka wajtu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. 37

b. Fungsi Pembiayaan

Pembiayaan mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian. Secara garis besar fungsi pembiayaan di dalam perekonomian, perdagangan, dan keuangan dapat dikemukakan sebagai berikut:

b.1Pembiayaan Dapat Meningkatkan Utility (Daya Guna) dari Modal/Uang

Para penabung menyimpan uang dalam bentuk giro, deposito, ataupun tabungan.Uang tersebut dalam persentase tertentu ditingkatkan kegunaannya oleh bank.Para pengusaha menikmati pembiayaan dari bank umtuk memperluas/memperbesar usahanya, baik peningkatan produksi, perdagangan, maupun untuk usaha-usaha rehabilitas ataupun usaha peningkatan produktivitas secara menyeluruh.

37 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h. 62


(46)

35

Dengan demikian, dana yang mengedap di bank (yang diperoleh dari para penyimpan uang) tidaklah idle (diam), dan disalurkan untuk usaha-usaha yang bermanfaat, baik kemanfaatan bagi pengusaha maupun bermanfaat bagi masyarakat.

b.2 Pembiayaan Meningkatkan Utility (Daya Guna) Suatu Barang

Produsen dengan bantuan pembiayaan bank dapat memproduksi bahan jadi sehingga utility dari bahan tersebut meningkat, misalnya peningkatan utility kelaoa menjadi kopra dan selanjutnya menjadi minyak kelapa/minyak goring, peningkatan utility padi menjadi beras, benang menjadi tekstil, dan sebagainya.Produsen dengan bantuan pembiayaan dapat memindahkan barang dari suatu tempat kegunaanya kurang, ke tempat yang lebih bermanfaat. Seluruh barang-barang yang dipindahkan dari suatu daerah ke daerah yang lain yang kemanfaatan barang itu lebih terasa pada dasarnya meningkatkan utility dari barang itu. Pemindahan barang-barang tersebut tidaklah dapat diatasi oleh keuangan pada distributor saja dan oleh karenanya mereka memerlukan bantuan permodalan dari bank berupa pembiayaan.

b.3 Pembiayaan Meningkatkan Peredaran dan Lalu Lintas Uang

Pembiayaan yang disalurkan melalui rekening-rekening Koran, pengusaha menciptakan pertambahan peredaran uang giral dan sejenisnya seperti cheque, giri bilyet, wesel, promes dan sebagainya melalui pembiayaan, peredaran uang kartal maupun giral akan lebih berkembang,


(47)

36

karena pembiayaan menciptakan suatu kegairahn berusaha sehingga penggunaan uang akan bertambah baik secara kualitatif apalagi secara kuantitatif.

b.4 Pembiayaan Menimbulkan Kegairahan Berusaha Masyarakat

Manusia adalah mahluk yang selalu melakukan kegiatan ekonomi.Yaitu selalu berusaha memenuhi kebutuhannya. Kegiatan usaha sesuai dengan dinamikanya akan selalu meningkat, akan tetapi peningkatan usaha tidaklah selalu diimbangi dengan peningkatan kemampuan. Karena itu, manusia selalu berusaha dengan segala daya untuk memenuhi kekurang mampuannya, yang berhubungan dengan manusia lain yang mempunyai kemampuan. Karena itu pulalah, pengusaha akan selalu berhubungan dengan bank untuk memperoleh bantuan permodalan guna peningkatan usahanya. Bantuan pembiayaan yang diterima pengusaha dari bank inilah kemudian untuk memperbesar volume usaha produktifitasnya.

Ditinjau dari sisi hukum permintaan dan penawaran maka terhadap segala macam dan ragamnya usaha, permintaan akan terus bertambah bilamana masyarakat telah memulai melakukan penawaran. Timbulah kemudian efek kumulatif oleh semakin besarnya permintaan sehingga secara berantai kemudian menimbulkan kegairahan yang meluas dikalangan masyarakat untuk sedemikian rupa, sehingga meningkatkan produktivitas.Secara otomatis kemudian timbul pula kesan


(48)

37

bahwa setiap usaha peningkatan produktivitas, masyarakat tidak perlu khawatir kekurangan oleh karena masalahnya dapat diatasi oleh bank dengan pembiayaan.

b.5 Pembiayaan sebagai Alat Stabilitas Ekonomi

Dalam keadaan ekonomi yang kurang sehat langkah-langkah stabilitas pada dasarnya diarahkan pada usaha-usaha antara lain untuk:

a. Pengendalian inflasi; b. Peningkatan ekspor; c. Rehabilitas sarana;

d. Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok rakyat.

Untuk menekan arus inflasi dan terlebih-lebih lagi untuk usaha, pembiayaan ekonomi maka pembiayaan bank memegang peranan yang penting.Arah pembiayaan harus berpedoman pada segi-segi pembatasan kualitatif, yaitu pengarahan ke sektor yang produktif dan sector-sektor prioritas yang secara langsung berpengaruh terhadap hajat hidup masyarakat. Dengan kata lain setiap pembiayaan harus benar-benar diarahkan untuk menambah flow of good, serta memperlancar distribusi barang-barang tersebut agar merata ke seluruh lapisan masyarakat.

b.6 Pembiayaan sebagai Jembatan Peningkatan Pendapatan Nasional.

Pengusaha yang memperoleh pembiayaan tentu saja berusaha untuk meningkatkan usahanya.Peningkatan usaha berarti peningkatan profit.Bila keuntungan ini secara kumulatif dikembangkan lagi, dalam


(49)

38

arti kata dikembalikan ke dalam struktur permodalan, maka peningkatan akan berlangsung terus menerus. Dengan earnings (pendapatan) yang terus meningkat berarti pajak perusahaan pun akan terus bertambah. Di pihak lain pembiayaan yang disalurkan untuk merangsang pertambahan kegiatan ekspor akan menghasilkan pertambahan devisa bagi Negara.

Di samping itu, dengan semakin efektifnya kegiatan swasembada kebutuhan pokok, berarti akan menghemat devisa keuangan Negara, akan dapat diarahkan pada usaha-usaha kesejahteraan ataupun sektor-sektor lain yang lebih berguna. Apabila rata-rata pengusaha, pemilik tanah, pemilik modal, dan buruh/karywan mengalami peningkatan pendapatan, maka pendapatan Negara via pajak akan bertambah, penghasilan devisa bertambah dan penggunaan devisa untuk urusan konsumsi barang berkurang sehingga langsung atau tidak, melalui pembiayaan, pendapatan nasional akan bertambah.

b.7 Pembiayaan sebagai Alat Hubungan Ekonomi Internasional

Bank sebagai lembaga pembiayaan tidak saja bergerak di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri.Beberapa Negara-negara kaya minyak yang telah sedemikian maju organisasi dan sistem perbankannya telah melebarkan sayap perbankannya ke seluruh pelosok dunia, demikian pula beberapa Negara maju lainnya.Negara yang kaya atau kuat ekonominya, demi persahabatan antar Negara banyak memberikan bantuan kepada Negara-negara yang sedang berkembang atau sedang


(50)

39

membangun.Bantuan-bantuan tersebut tercermin dalam bentuk bantuan pembiayaan dengan syarat-syarat ringan, yaitu bagi hasil/bungan yang relatif murah dan jangka waktu penggunaan yang panjang. Melalui bantuan pembiayaan antar Negara yang istilahnya sering kali didengar sebagai G to G(Government to Government), maka hubungan antar Negara pemberi (Shahibul Maal) dan penerima pembiayaan (Mundharib) akan bertambah erat, terutama yang menyangkut hubungan perekonomin dan perdagangan.

Dari uraian di atas, betapa besarnya fungsi dalam dunia perekonomian, tidak saja di dalam negeri, tetapi juga menyangkut hubungan antara Negara sehingga melalui pembiayaan hubungan ekonomi internasional dapat dilakukan dengan lebih terarah.Lalu lintas pembayaran internasional pada dasarnya berjalan lanacar bila disertai kegiatan pembiayaan yang sifatnya internasional.38

c. Jenis-jenis Pembiayaan

Menurut Ir. Adiwarman A. Karim dalam bukunya Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, jenis-jenis pembiayaan bank syariah ada 6 (enam), diantaranya:

c.1 Pembiayaan Modal Kerja Syariah

Secara umum yang dimaksud dengan Pembiayaan Modal Kerja (PMK) Syariah adalah pembiayaan jangka pendek yang diberikan kepada

38 Veithzal Rivai, Arviyan Arifin, Islamic Banking, Sistem Bank Iskam Bukan Hanya Solusi Menghadapi Krisis Namun Solusi dalam Menghadapi Berbagai Persoalan Perbankan Ekonomi Global, h. 712-715


(51)

40

perusahaan untuk membiayai kebutuhan modal kerja usahanya berdasarkan prinsip-prinsip syariah.Jangka waktu pembiayaan modal kerja maksimum 1 (satu) tahun dan diperpanjang sesuai dengan kebutuhan.Perpanjangan fasilitas PMK dilakukan atas dasar hasil analisis terhadap debitur dan fasilitas pembiayaan secara keseluruhan.

Fasilitas PMK dapat dberikan kepada seluruh sector/subsector ekonomi yang dinilai prospek, tidak bertentangan dengan syariat islam dan tidak dilarang oelh ketentuan perundang-undangan yang berlaku serta yang dinyatakan jenuh oleh Bank Indonesia. Pemberian fasilitas pembiayaan modal kerja kepada debitur /calon debitur dengan tujuan untuk mengeliminasi risiko dan mengoptimalkan keuntungan Bank.

Dalam Pemberian Modal Kerja, bank juga harus mempunyai daya analisis yang kuat tentang sumber pembayaran kembali, yakni sumber pendapatan (income) proyek yang akan dibiayai. Hal ini dapat diketahui dengan cara mengklasifikasikan proyek menjadi:

1. Proyek dengan kontrak 2. Proyek tanpa kontrak

Berdasarkan akad yang digunakan dalam produk pembiayaan syariah, jenis Pembiayaan Modal Kerja (PMK) dapat dibagi menjadi 5 macam, yakni:

1. PMK Mudhrabah 2. PMK Istishna‟ 3. PMK Salam


(52)

41

4. PMK Murabahah 5. PMK Ijarah

c.2 Pembiayaan Investasi Syariah

Yang dimaksud dengan investasi adalah penanaman dana dengan maksud untuk memperoleh imbalan/manfaat/keuntungan di kemudian hari. Dana yang ditanam dalam aktiva tetap seperti halnya dana yang diinvestasikan ke dalam aktiva lancar juga mengalami proses perputaran, walaupun secara konsepsional sebenarnya tidak ada perbedaan antara investasi dalam aktiva tetap dengan investasi dalam aktiva lancar. Baik investasi dalam aktiva lancar maupun investasi dalam aktiva tetap dilakukan dengan harapan bahwa perusahaan akan dapat memperoleh kembali dana yang telah diinvestasikan tersebut. Masalahnya adalah perputaran dana yang tertanam dalam kedua jenis aktiva tersebut berbeda, yaitu investasi ke dalam aktiva lancar diharapkan akan dapat diterima kembali dalam waktu dekat dan secara sekaligus (paling lama dalam 1 tahun), sebaliknya dalam aktiva tetap dana yang tertanam tersebut akan kembali secara keseluruhan dalam waktu beberapa tahum dan kembalinya itu secara berangsur-angsur melalui penyusutan (depresiasi).

Dari pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan pembiayaan investasi adalah pembiayaan jangka menengah atau jangka panjang untuk pembelian barang-barang modal yang diperlukan.


(53)

42

c.4 Pembiayaan Konsumtif Syariah

Pembiayaan konsumtif diperlukan oleh pengguna dana untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan akan habis dipakai untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Kebutuhan konsumsi dapat dibedakan atas kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder. Kebutuhan primer adalah kebutuhan pokok baik berupa barang,seperti makanan, minuman, pakaian, dan tempat tinggal maupun berupa jasa, sepeti pendidikamn dasar dan pengobatan. Adapun kebutuhan sekunder adalah kebutuhan tambahan yang secara kuantitatif maupun kualitatif lebih tinggi atau lebih mewah dari kebutuhan primer, baik berupa barang, seperti makanan dan minuman, pakaian/perhiasan, bangunan rumah, kendaraan dan sebagainya, maupun berupa jasa, seperti pendidikan, pelayanan, kesehatan, pariwisata, hiburan dan sebagainya.

Pada umumnya bank konvensional membatasi pemberian kredit untuk pemenuhan barang tertentu yang dapat disertai dengan bukti kepemilikan yang sah, seperti rumah dan kendaraan bermotor, yang kemudian menjadi barang jaminan utama. Adapun untuk pemenuhan kebutuhan jasa, bank meminta jaminan berupa barang lain yang dapat diikat sebagai collateral. Sumber pembayaran kembali atas pembiayaan tersebut berasal dari sumber pendapatan lain dan bukan dari eksploitasi barang yang dibiayai fasilitas ini.Menurut jenis akadnya dalam produk


(54)

43

pembiayaan syariah, pembiayaan Konsumtif dapat dibagi menjadi 5 bagian, yaitu:39

6. Pembiayaan Konsumen Akad Murabahah

7. Pembiayaan Konsumen Akad Ijarah Muntahiya Bit Tamlik (IMBT) 8. Pembiayaan Konsumen Akad Ijarah

9. Pembiayaan Konsumen Akad Isthisna 10.Pembiayaan Konsumen Akad Qard

Dalam menetapkan akad pembiayaan konsumtif, langkah-langkah yang perlu dilakukan bank adalah sebagai berikut:

4. Apabila kegunaan pembiayaan yang dibutuhkan nasabah adalah untuk kebutuhan konsumtif semata, harus dilihat dari sisi apakah pembiayaan tersebut berbentuk pembelian barang atau jasa.

5. Jika untuk pembelian barang, faktor selanjutnya yang harus dilihat adalah apakah barang tersebut berbentuk ready stock atau good in process. Jika ready stock, pembiayaan yang diberikan adalah pembiayaan murabahah. Namun, jika berbentuk goods in process, yang harus dilihat berikutnya adalah dari sisi apakah proses barang tersebut memerlukan waktu dibawah 6 bulan atau lebih. Jika dibawah 6 bulan, pembiayaan yang diberikan adalah pembiayaan salam. Jika proses barang tersebut memerlukan waktu lebih dari 6 bulan, pembiayaan yang diberikan adalah istishna.

39 Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2006), h 244


(55)

44

6. Jika pembiayaan tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan nasabah dibidang jasa, pembiayaan yang diberikan adalah ijarah. c.4 Pembiayaan Sindikasi

Secara definitif, yang dimaksud dengan pembiayaan sindikasi adalah pembiayaan yang diberikan oleh lebih dari satu lembaga keuangan bank untuk satu objek pembiayaan tertentu.Pada umumnya, pembiayaan ini diberikan bank kepada nasabah korporasi yang memiliki nilai trnasaksi yang sangat besar.

c.5 Pembiayaan Berdasarkan Take Over

Salah satu bentuk jasa pelayanan keuangan bank syariah adalah membantu masyarakat untuk mengalihkan transaksi non syariah yang telah berjalan menjadi transaksi yang sesuai dengan syariah.Dalam hal ini, atas permintaan nasabah bank syariah melakukan pengambila alihan hutang nasabah di bank konvensional dengan cara memberikan jasa hiwalah atau dapat juga menggunakan qard, disesuaikan dengn ada atau tidaknya unsur bunga dalm hutang nasabah kepada bank konvensional. Setelah nasabah melunasi kewajibannya kepada bank konvensional, transaksi yang terjadi adalah adalah transaksi antara nasabah dengan bank syariah. Dengan demikian yang dimaksud dengan pembiayaan take over adalah pembiayaan yang timbul sebagai akibat dari take over terhadap transaksi nonsyariah yang telah berjalan yang dilakukan oleh bank atas permintaan nasabah.


(56)

45

c.6 Pembiayaan Letter of Credit (L/C)

Secara definisi, yang dimaksud dengan pembiayaan Letter of Credit (L/C) adalah pembiayaan yang diberikan dalam rangka memfasilitasi transaksi impor atau ekspor nasabah. Pada umumnya, pembiayaan L/C dapat menggunakan beberapa akad, yaitu:

1. Pembiayaan L/C Impor

Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 34/DSN-MUI/IX/ 2002, akad yang dapat digunakan untuk pembiayaan L/C Impor adalah:

a. Wakalah bil Ujrah;

b. Wakalah bil Ujrah dengan Qardh; c. Murabahah;

d. Salam atau Istishna‟ dan Murabahah; e. Wakalah bil Ujrah dan mudharabah; f. Musyarakah; dan

g. Wakalah bil Ujrah dan Hawalah. 2. Pembiayaan L/C Ekspor

Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 35/DSN-MUI/IX/2002, akad yang dapat digunakan untuk pembiayaan L/C Ekspor adalah:


(57)

46

b. Wakalah bil Ujrah dan Qardh; c. Wakalah bil Ujrah dan mudharabah; d. Musyarakah; dan


(58)

47

BAB III

GAMBARAN UMUM BANK TABUNGAN NEGARA (BTN) KANTOR CABANG PEMBANTU SYARIAH CIPUTAT

A. Sejarah Singkat BTN Syariah

BTN Syariah merupakan Strategic Business Unit (SBU) dari Bank BTN yang menjalankan bisnis dengan prinsip syariah. Mulai beroperasi pada tanggal 14 februari 2005 melalui pembukaan Kantor Cabang Syariah pertama di Jakarta. Pembukaan SBU ini guna melayani tingginya minat masyarakat dalam memanfaatkan jasa keuangan syariah dan memperhatikan keunggulan prinsip perbankan syariah. Adanya fatwa MUI tentang bunga bank, serta melaksanakan hasil RUPS tahun 2004. 40

Dalam prakteknya ternyata bank syariah bukan hanya diminati oleh kalangan umat muslim, tetapi juga dimanfaatkan oleh kalangna non muslim, baik dalam kapasitasnya sebagai nasabah, karyawan maupun pemilik. Hal ini menunjukana bahwa Bank Syariah merupakan Bank yang universal dan tidak semata-mata dimanfaatkan atas pertimbangan agama, tetapi juga pertimbangan ekonomis dan manfaatnya.

Untuk mengantisipasi kecenderungan tersebut, maka BTN Unit Usaha Syariah berdiri berdiri berdasarkan risalah RUPS tanggal 16 januari 2004 dan perubahan Anggaran Dasar dengan akta No. 29 tanggal 27 oktober 2004 oleh Emi Sulistyowati,SH Notaris di Jakarta yang ditandai dengan terbentuknya Divisi


(59)

48

Syariah berdasarkan Ketetapan Direksi No. 14/DIR/DSYA/2004 tanggal 4 November 2004. BTN telah pula mendapatkan izin prinsip operational Unit Usaha Syariah dari Bank Indonesia melalui surat BI No. 6/1350/DPbs tanggal 15

Desember 2004. Selanjutnya BTN Unit Usaha Syariah disebut “BTN Syaraiah” dengan “Moto Majudan Sejahtera Bersama”. 41

Perkembangan jaringan UUS bank BTN telah memiliki jaringan yang tersebar di seluruh Indonesia dengan rincian sebagai berikut:

1. Kantor Cabang Syariah = 22 unit

2. Kantor Cabang Pembantu Syariah = 21 unit

3. Kantor Kas Syariah = 7 unit

4. Kantor Layanan Syariah = 240 unit

Dalam pelaksanaan kehiatannya, Unit Usaha Syariah didampingi oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertindak sebagai pengawas, penasehat dan pemberi saran kepada Direksi, Pimpinan Divisi Syariah dan Pimpinan Kantor Cabang Syariah mengenai hal-hal yang terkait dengan prinsip syariah. Dewan Pengawas Syariah adalah badan independent yang ditempatkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) pada bank. Dewan Pengawas Syariah terdiri dari:42

1. Drs. H. Ahmad Nazri Adlani sebagai Ketua DPS.

2. Drs. H. Mohammad Hidayat, MBA, MBL sebagai Anggota DPS. 3. Ir. Muhammad Syakir Sula, AAIJ, FIIS. QIP sebagai Anggota DPS.

41 Bank BTN, Laporam Tahunan Annual Report, (Jakarta, 2006). h. 85 42 Bank BTN, Laporam Tahunan Annual Report, (Jakarta, 2006). h. 85


(60)

49

Pada tahun 2006, BTN telah mengoperasikan 9 (sembilan) Kantor Cabang Syariah dan 27 (dua puluh tujuh) Kantor Layanan Syariah (Office Chnneling) pada kantor-kantor cabang pembantu konvensional. Kantor cabang syariah tersebar berada di Jakarta, Bandung, Makassar, Surabaya, Yogyakarta, Solo, Malang, Medan dan Batam. 43

BTN Syariah yang baru beroperasi kurang dari dua tahun membukukan laba pada tahun 2006 sebesar Rp 1,65 miliar dengan asset Rp 413,03 miliar dan pembiayaan Rp 256,89 miliar serta berhasil mendapatkan beberapa penghargaan baik untuk kinerja tahun 2005 maupun pencapaian kinerja tahun 2006 yaitu:44 1. The Best Customer Service and Teller dari Karim Business Consulting tahun

2005.

2. The Most Growing Earning Asset Share Unit Usaha Syariah untuk kelomok asset > 100 milir rupiah tahun 2006. Di Jakarta, serta Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 145/KMK.01/200 tanggal 16 Mei 2000 dan No. 150/KMK.01/2000 tanggal 17 Mei 2000.

3. The Best Sharia Unit (Overall) peringkat ke 2 Unit Usaha Syariah untuk kelompok asset > 100 miliar rupiah.

Penghargaan ini diserahkan pada acara Islamic Finance Summit 2007 untuk Islamic Finance Quality Award & Islamic Financial Award 2006 oleh Karim Business Consulting.

43 Bank BTN, Laporam Tahunan Annual Report, (Jakarta, 2006). h. 86 44 Bank BTN, Laporam Tahunan Annual Report, (Jakarta, 2006). h. 86


(61)

50

B. Tujuan

Bank Tabungan Negara Syariah didirikan dengan tujuan sebagai berikut: a. Meningkatkan daya saing,

b. Memperluas dan menjangkau segmen masyarakat yang menghendaki produk perbankan syariah,

c. Mempertahankan loyalitas nasabah Bank Tabungan Negara yang menghendaki transaksi perbankan berdasarkan prinsip syariah.

Berdasarkan latar belakang dan tujuan diatas, Bank Tabungan Negara mengembangkan layanan khusus jasa perbankan syariah, sehingga menciptakan alternatif pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Baik KPR BTN atau KPR Syariah, yang merupakan produk unggulan BTN Syariah.45

C. Visi dan Misi

Visi dan misi BTN Syariah sejalan dengan visi BTN konvensional yang merupakan Strategic Busines Unit (SBU)46 dengan peran meningkatkan pelayanan dan pangsa pasar sehingga BTN tumbuh dan berkembang dimasa yang akan datang. BTN Syariah juga sebagai pelengkap dari bisnis perbankan dimana secara konvensional tidak dapat terlayani. 47

45www.btn.syariah.com, diakses pada senin 16 januari 2017.

46 Strategic Busines Unit adalah sebuah konsep yang telah mengubah banyak bisnis-bisnis dengan banyak variasi produk-produk atau jasa. Ini adalah sebuah jalan dari pemikiran yang sangat vital terhadap kesuksesan sebuah bisnis. (http:// www. Majalahexcellent.com/artikel afandy/ mengembangkan strategic business unit) diakses pada tanggal 26 februari 2016 pukul 10.29.


(62)

51

Visi BTN Syariah yaitu: Menjadi Strategi Business Unit BTN yang sehat dan terkemuka dalam penyediaan jasa keuangan syariah dan mengutamakan kemaslahatan bersama.48

Misi BTN Syariah yaitu:

a. Mendukung pencapaian sasaran laba usaha BTN

b. Memberikan pelayanan jasa keuangan syariah yang unggul dalam pembiayaan perumahan dan produk serta jasa keuangan syariah terkait sehingga dapat memberikan kepuasan bagi para nasabah dan memperoleh pangsa pasar yang diharapkan.

c. Memberikan keseimbangan dalam pemenuhan kepentingan segenap stakeholders serta memberikan ketentraman pada karyawan dan nasabah. d. Melaksanakan manajemen perbankan yang sesuai dengan prinsip syariah

sehingga dapat meningkatkan ketahanan BTN dalam menghadapi perubahan lingkungan usaha serta meningkatkan Shareholder Value.49

D. Produk dan Jasa yang dijalankan

Selama ini bank BTN dikenal dan mendapatkan tugas khusus untuk menyalurkan kredit perumahan dengan subsidi. Sejalan dengan perkembangan bisnis, BTN mulai mengarah pada bank komersil. Untuk itu, produk-produk yang akan disediakan oleh bank BTN Syariah adalah produk-produk yang sesuai dengan BTN disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah.

1. Produk Pendanaan (F unding Products)50

48www.BTN.co.id/syariah diakses pada senin 16 januari 2017. 49www.BTN.co.id/syariah diakses pada senin 16 januari 2017.


(63)

52

a. Tabungan Batara Mudharabah adalah tabungan yang bersifat investasi yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu dengan imbalan yang disyaratkan dana disepakati dalam bentuk nisbah yang terutang dalam akad pembukaan rekening. 51

Spesifikasi Produk:

1. Pemilik rekening dapat perorangan atau lembaga. 2. Penabung pertama minimal Rp. 100.000.

3. Pengambilan kembali dapat dilakukan setelah dana diperjanjikan mengendap di bank sekurang-kurangnya selama 1 bulan.

4. Saldo yang harus disisakan di bank minimal Rp. 100.000. 5. Biaya ganti buku tabungan rusak/hilang Rp. 10.000. 6. Biaya tutup rekening Rp. 25.000.

7. Biaya pengelolaan rekening Rp. 4.000.

8. Atas pendapatan bagi hasil yang diperoleh nasabah, dikenakan pajak penghasilan sesuai ketentuan yang berlaku.

9. Terdapat opsi dipotong zakat terhadap bagi hasil yang diterima nasabah b. Tabungan Batara Wadiah adalah tabungan yang bersifat simpanan yang bisa

diambil kapan saja, tidak ada imbalan yang disyaratkan kecuali dalam bentuk pemberian („athaya) bonus yang bersifat sukarela, tidak disyaratkan dan tidak diinformasikan baik secara lisan maupun tulisan dari pihak bank.

Spesifikasi Produk:

50www.BTN.co.id/syariah diakses pada Selasa 17 januari 20017.


(64)

53

1. Pemilik rekening dapat perorangan atau lembaga,Penabung pertama minimal Rp. 100.000.

2. Pengambilan kembali saldo yang harus disisakan sebesar Rp. 50.000. 3. Ketentuan bonus:

Bank dapat memberikan bonus secara sukarela kepada nasabah, pemberian bonus tidak disyaratkan atau diinformasikan baik lisan maupun tulisan, atas pendapatan bonus dikenakan pajak penghasilan sesuai ketentuan yang berlaku dab atas pendapatan bonus yang diterima nasabah dapat diberikan opsi pemotongan zakat.

c. Deposito Batara Syariah adalah jenis penanaman dana pada yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah dengan bank. Deposito ini menggunakan prinsip Al-Mudharabah Muttlaqah yakni suatu perkongsian antara dua pihak dimana pihak pertama selaku pemilik dana (shahibul maal) menyediakan dana dan pihak kedua selaku pengelola dana (mudarib) bertanggung jawab atas pengelolaan dana. Hasil keuntungan dari pengelolaan dana akan dibagikan sesuai dengan nisbah atau rasio yang telah disepakati sebelumnya oleh kedua belah pihak.

Spesifikasi Produk:

1. Pemilik rekening dapat perorangan atau lembaga. 2. Pilihan jangka waktu deposito : 1, 3, 6, 12, dan 24. 3. Penyetoran untuk penempatan deposito:


(65)

54

 Lembaga ditetapkan minimal Rp. 2.500.000. 4. Pencairan deposito belum jatuh tempo:

 Tidak dikenakan penalty namun deposan tidak mendapatkan bagi hasil untuk periode bulan berjalan.

5. Bagi hasil deposito

 Distribusi bagi hasil menggunakan metode bagi hasil secara proposional harian berdasrkan bagi hasil bulan sebelumnya dan bagi hasil diberikan setiap tanggal jatuh tempo dan dihitung berdasarkan saldo rata-rata harian yang mengendap selama 1 bulan sesuai nisbah yang disepakati.

2. Produk Pembiayaan (Financing Product)

a. KPR BTN Syariah

Pembiayaan KPR BTN Syariah (Mura bahah) diperuntukam bagi calon nasabah yang memenuhi persyaratan dengan tujuan penggunanaan untuk pembelian rumah, rumah toko, rumah kantor, apartemen dan jenis rumah tinggal lainnya dan/atau berikut tanah untuk dimiliki atau dipergunakan sendiri (rumah baru/lama).

 Persyaratan Umum:

1. Warga Negara Indonesia (WNI).

2. Usia minimal 21 tahun atau telah menikah dan saat pembiayaan lunas usia tidak lebih dari 65 tahun.

3. Minimum masa kerja/usaha 1 tahun.


(66)

55

Gambar 3.1

Pembiayaan KPR BTN Syariah (Murabahah)

3. beli rumah 4. Rumah diserahkan oleh bank kepada nasabah

2. Akad jual beli

5. Pembayaran secara cicilan 1. Negoisasi

 Fitur produk:

1. Nilai pembiayaan bebas.

2. Uang muka minimal 10% untuk pembiayaan kolektif dan 20% untuk pembiayaan non kolektif.

3. Maksimal jangka waktu pembiayaan 15 tahun.

4. Kemampuan mengangsur pembiayaan 70% dari sisa penghasilan bersih.

5. Berada pada lokasi yang marketable.

6. Discover dengan asuransi jiwa dan kebakaran syariah. 7. Pelunasan dipercepat tanpa pinalti.

8. Marjin bersifat tetap sejak akad dan dihitung dengan sistem flat.

BANK NASABAH


(67)

56

Biaya realisasi akad pembiayaan sebagai berikut: 1. Biaya administrasi.

2. Biaya appraisal.

3. Biaya asuransi jiwa dan kebakaran. 4. Biaya notaris.

5. Biaya SKMHT atau APHT

b. Pembiayaan Multimanfaat BTN iB

Pembiayaan Multimanfaat BTN iB merupakan pembiayaan konsumtif yang bersifat perorangan, yang ditujukan khusus bagi para pegawai dan pensiunan yang manfaat pensiunnya dibayarkan melalui jasa Payroll BTN Syariah. Multimanfaat BTN iB digunakan untuk keperluan pembelian berbagai jenis barang yang bermanfaat sesuai kebutuhan dan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku, seperti barang elektronik, furniture dan alat rumah tangga, serta barang kebutuhan lainnya.

Proses akad yang digunakan adalah jual beli (murabahah), dan jangka waktu pembiayaan maksimal 60 (enam puluh) bulan. Adapun persyaratan dan kelengkapan untuk melakukan pembiayaan multimanfaat yaitu:

a. Warga Negara Indonesia (WNI) yang berusia minimal 21 tahun atau telah menikah dan berwenang melakukan tindakan hukum.

b. Karyawan/pegawai minimal 1 tahun.

c. Melengkapi aplikasi Permohonan Pembiayaan dan data yang diperlukan, seperti fotocopy kartu keluarga, fotocopy surat nikah atau cerai, pasfoto,


(68)

57

fotocopy rekening bank 3 bulan terakhir serta data lainnya yang dibutuhkan sesuai syarat dan ketentuan yang berlaku.

c. Pembiayaan Multiguna BTN Syariah

Pembiayaan Multiguna BTN Syariah (Murabahah) diperuntukkan bagi pemohon/ calon nasabah yang memenuhi persyaratan dan dengan tujuan penggunaan untuk membeli barang guna dimiliki atau dipergunakan sendiri. Yang dimaksud dengan barang disini adalah mobil, sepeda dan motor.

Persyaratan umum:

1. Warga Negara Indonesia (WNI)

2. Usia minimal 21 tahun atau telah menikah dan saat pembiayaan lunas tidak lebih dari 5 tahun

3. Minimum masa kerja atau usaha 1 (satu) tahun 4. Tidak memiliki kredit atau pembiayaan bermasalah 5. Kolektif minimal 5 orang (sepeda motor).


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)