Teologi Rasional PMIKIRAN TEOLOGI KH. AHMAD DAHLAN

yang dapat menghukum atau menentukan apa yang boleh dibuat dan apa yang tidak boleh dibuat oleh Tuhan. Tuhan bersifat absolute, dalam kehendak dan kekuasaan-Nya. 87 Secara singkat Harun Nasution membagi kriteria teologi tradisional yaitu, Pertama, mengakui kelemahan akal untuk mengetahui sesuatu, kedua, mengakui ketidak bebasan dan ketidak pastian manusia dalam berkehendak dan berbuat, dan ketiga, mengakui ketidakpastian sunatullah dan hukum kausalitas sebab ssemua yang terjadi di alam semesta ini adalah menurut kehendak mutlak Allah yang tidak diketahui oleh manusia. 88

2. Teologi Rasional

Berbicara mengenai teologi rasional, teologi ini sering juga disebut dengan teologi modern, Joesoef Sou‘yb menyebutkan modern secara harfiah bermakna baru, hingga zaman sekarang ini dinamakan modern time zaman baru. Modernization bermakna pembaharuan. New Collegiate Dictionary edisi 1956 halaman 541 memberikan kata modern yaitu: characteristic of the present or recent time ciri dari zaman sekarang atau zaman kini. 89 Teologi modernrasional dikenal dengan penggunaan akal secara bebas, yaitu dengan menggunakan rasional dalam memahami Islam. Pemahaman dalam teologi rasional berarti aliran teologi yang mengandalkan kekuatan akal atau rasio karena akal mempunyai daya yang kuat serta dapat memberikan interpretasi secara rasional terhadap teks-teks, ayat-ayat Alquran dan hadis. Pengertian rasional secara sosiologis ini sejalan dengan pengertian modernisasi ialah rasionalisasi. 90 Teologi modern adalah pembicaraan tentang keyakinan yang berhubungan dengan Ilahiyat untuk menyelaraskan dengan pemahaman selera baru yang bersifat rasional atau ilmiah. Menurut Joesoef Sou‘yb bahwa teologi 87 Harun Nasution, Teologi Islam Rasional: Apresiasi Terhadap Wacana dan Praktik Harun Nasution Jakarta: Ciputat Press, 2001, h. 126. 88 Harun Nasution, Islam Rasional...h. 345. 89 Joesoef Sou‘yb, Perkembangan Theologi Modern Ilmu Tentang Ketuhanan Jakarta: Rimbou, 1987, h. 51. 90 Nurcholis Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan Bandung: Mizan, 1993, h. 183. modern adalah pandangan maupun metode baru, kecendrungannya khusus dalam masalah kepercayaan keagamaan untuk menundukkan tradisi dalam upaya penyelarasan dengan pemikiran baru. Menurut Ahmad Hasan, modernisme adalah aliran pemikiran keagamaan yang menafsirkan Islam melalui pendekatan rasional untuk menyesuaikannya dengan perkembangan zaman. Dengan demikian Islam harus beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di dunia modern. Hampir serupa dengan rumusan Hasan, Mukti Ali tampaknya setuju dengan pengertian ini, tetapi dia lebih menekankan defenisi modernisme pada usaha purifikasi agama dan kebebasan berfikir. 91 Fazlur Rahman, menganggap bahwa modernisme memiliki semangat yang tinggi dan baik, namun mempunyai kelemahan : pertama, ia tidak menguraikan secara tuntas metodenya yang semi implisit terletak dalam menangani masalah- masalah khusus dan implisit dari prinsip-prinsip dasarnya. Mungkin karena perannya selaku reformasi terhadap masyarakat muslim dan sekaligus sebagai kontroversialis-apologetik terhadap Barat, sehingga ia terhalang untuk melakukan interpretasi yang sistematis dan menyeluruh terhadap Islam, serta menyebabkannya menangani secara a hoc beberapa masalah penting Barat. Kedua, masalah-masalah di dalam bagian Barat, sehingga terdapat kesan yang kuat bahwa mereka telah terbaratkan serta merupakan agen-agen westernisasi. 92 Dari kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa modernisme terkesan mengambil apa saja yang menjadi isu di Barat. Oleh karenanya mudah saja ia dicurigai sebagai agen pembaratan. Sehingga dengan kelemahan itulah muncul gerakan lain yang disebut dengan neo revivalisme. Gerakan ini mendasari dirinya pada basis pemikiran modernism bahwa Islam itu mencakup segala aspek kehidupan manusia, baik individual maupun kolektif. Perbedaannya terletak pada usahanya yang hanya membedakan dirinya dengan Barat. Dengan demikian ia 91 Yusril Ihza Mahendra, Modernisme dan Fundamentalisme Dalam Politik Islam Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 1999, h. 12. 92 Taufik Adnan Amal peny, Metode dan Alternatif Neo-Modernisme Islam Fazlur Rahman Bandung : Mizan, 1987, h. 19-20. Dan Lihat Maraimbang Daulay, Rekonstruksi Etika Alquran Fazlur Rahman Medan : Panjiaswaja Press, 2010, h. 19. sekaligus merupakan reaksi terhadap modernism, namun tidak mampu mengembangkan metodologinya sendiri. 93 Konsep pendirian gerakan modernisme dalam dunia Islam itu pada satu aspek bersamaan pendiriannya dengan gerakan revivalisme mengenai pemurnian agama Islam ke mbali dengan semboyan ―kembali ke Alquran dan hadis‖ , tetapi bedanya tajam pada aspek lainnya. Gerakan modernisme berpendirian bahwa kehidupan sosial semenjak awal abad ke-XX tidak dapat dipulangkan kembali kepada tata hidup sosial semenjak awal abad ke-VII Masehi, yakni tata hidup pada masa Nabi Muhammad Saw, disebabkan situasi dan kondisi sosial sudah jauh berubah dan berbeda, apa lagi mengenai perkembangan ilmiah dan tekhnologi. Oleh sebab itu Islam harus berani melakukan re-interpretasi pembaharuan penafsiran setiap ayat Alquran maupun hadis, sesuai dengan perkembangan ilmiah dan teknologi semenjak penghujung abad ke-XIX berdasarkan critical analytic interpretasi yaitu penafsiran yang kritis dan analitik.

B. Aspek-aspek Pembahasan Dalam Teologi

Berbicara mengenai teologi, tidak terlepas dari apa yang disebut dengan ilmu kalam, ilmu kalam adalah sains Islam yang membahas berbagai persoalan ketuhanan yang berhubungan dengan manusia dan kehidupan akhirat. Kalau yang dimaksud dengan kalam ialah sabda Tuhan maka teologi dalam Islam disebut „ilm al-kalam, karena sabda Tuhan atau Alquran pernah menimbulkan pertentangan- pertentangan keras di kalangan umat Islam di abad IX dan X Masehi, sehingga timbul penganiyayaan dan pembunuhan-pembunuhan terhadap sesama muslim di waktu itu. Kalau yang dimaksud dengan kalam ialah kata-kata manusia, maka teologi dalam Islam disebut ‘ilm al-kalam, karena kaum teolog Islam bersilat dengan 93 Maraimbang Daulay, Rekonstruksi Etika Alquran Fazlur Rahman Medan : Panjiaswaja Press, 2010, h. 19. kata-kata dalam mempertahankan pendapat dan pendirian masing-masing. 94 Dalam menjalankan agamanya umat Islam dilandasi dengan ajaran pokok yang disebut dengan akidah, sebagai pedoman bagi seluruh rangkaian keyakinan manusia terhadap Tuhan. Ajaran pokok ini disosialisasikan lewat berbagai macam keilmuan Islam diantaranya melalui ilmu kalam. 1. Tuhan Ajaran Islam menuntut agar setiap muslim mempunyai keyakinan akidah tertentu dalam masalah ketuhanan sebab hal itu termasuk masalah yang sangat pokok dalam sistem ajaran Islam yang tidak boleh diabaikan. Alquran sebagai sumber keagamaan dan moral sering kali melontarkan ide agar terciptanya masyarakat yang terdiri atas individu-individu yang saleh, dengan kesadaran religius yang tinggi serta memiliki keyakinan yang benar dan murni tentang Tuhan. Alquran diketahui juga memberikan bimbingan dalam rangka terciptanya hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan Tuhannya. 95 Sejak zaman batu, masyarakat sebenarnya sudah mengenal adanya Tuhan, tetapi dengan nama yang berbeda-beda, bangsa Yunani misalnya, mengenal Tuhan dengan sebutan Zeus, bangsa Romawi dengan sebutan Yupiter, bangsa Yahudi dengan Yahweh, bangsa Persia dengan nama Mazda, dan bangsa Arab sejak sebelum datangnya Islam pada abad ke-1, mengenalnya dengan nama Allah, berbeda dengan bangsa-bangsa lain, bangsa Arab sejak masa Jahiliyah tidak pernah mendirikan patung bagi Tuhan pencipta alam semesta. Mereka memang mendirikan patung- patung disekitar Ka‘bah di Makkah, tetapi semua itu untuk dewa-dewa yang mereka yakini berada dan berkuasa disekitar daerah tempat tinggal mereka, tidak satupun dari patung-patung tersebut yang diberinama dengan sebutan Allah, artinya pada zaman Jahiliyah, bangsa Arab telah mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang lain. Kehadiran Islam pada abad ke-VII pada hakikatnya adalah untuk mengembalikan umat manusia kepada paham yang benar tentang Allah. Menurut Islam, harus diyakini bahwa Allah sebagai satu-satunya yang harus ditaati serta 94 Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandinga, Jakarta: UI Press, 1986, h. ix. 95 Muhammad Nazir Harim, Dialektika Teologi Islam Bandung : Nuaansa, 2004, h. 67. disembah oleh makluknya. Dalam pandangan Islam, Allah Maha Suci, Allah mengutus Rasul pada setiap bangsa, agar dapat mengikuti petunjuk Allah Swt. Keesaan Tuhan merupakan salah satu prinsip dasar dalam kajian teologi Mu‘tazilah. Keesaan Tuhan dalam hal ini berkaitan dengan zat-Nya, sedangkan keadilan Tuhan berkaitan dengan perbuatan-Nya yang seluruhnya baik dan mustahil Ia melakukan perbuatan jahat. Mengenai sifat- sifat Tuhan, golongan Mu‘tazilah mengambil bentuk peniadaan mengenai sifat-sifat Tuhan dalam arti bahwa apa yang disebut sifat Tuhan sebenarnya bukanlah sifat yang mempunyai wujud tersendiri diluar zat Tuhan tetapi sifat yang merupakan esensi Tuhan. 96 Ajaran Mu‘tazilah ini sebenarnya bertujuan untuk memurnikan keesaan Tuhan dengan semurni- murninya, berkaitan dengan hal tersebut, ketauhidan dari golongan Mu‘tazilah. Secara rinci dapat dilihat sebagai berikut : Pertama, Tuhan tidak bersifat qodim, kalau sifat Tuhan qodim berarti Allah berbilang-bilang, sebab ada dua zat yang qodim, yaitu Allah dan sifat-sifat-Nya, padahal Allah Maha Esa. Kedua, mereka menafikan meniadakan sifat-sifat Allah sebab Allah dan sifat-Nya bermacam-macam, pasti Allah itu berbilang. Ketiga, allah tidak dapat diterka dan dilihat mata walaupun di akhirat kelak nanti. Keempat, mereka menolak aliran Mujasimmah 97 , Musyahibah 98 , Dualisme 99 , dan Trinitas 100 . Kelima, mereka berpendapat bahwa Allah tidak menciptakan terkecuali sesuatu yang baik, Allah berkewajiban memelihara kepentingan hamba-Nya. Adapun yang lebih baik 96 Harun Nasution, Teologi Islam : Aliran-aliran Sejarah Analisis Perbandingan Jakarta : UI Press, 1986, h. 44. 97 Mujasimmah, adalah orang yang membedakan Tuhan, menyatakan bahwa Tuhan bersifat materi. 98 Musyahibah, adalah kaum yang memfatwakan bahwa Tuhan itu berwajah dan bertangan seperti manusia. 99 Dualisme, adalah ajaran yang memandang alam ini terdiri atas dua macam hakikat yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani. 100 Trinitas, dimana tri menurut bahasa tunggal, yaitu tiga unsur yang menjadi satu dalam kesatuan, ini merupakan paham agama Nasrani. apakah wajib Allah menciptakannya ,dalam hal ini mereka berbeda pendapat karena itulah mereka dinamakan keadilan. 101 Sedangkan aliran Asy‘ariyah memandang sifat Tuhan itu kebalikan dari paham Mu‘tazilah bahwa sifat Tuhan itu mesti ada. Tidaklah diingkari bahwa Tuhan mempunyai sifat karena perbuatan-perbuatan-Nya, disamping menyatakan bahwa Tuhan mengetahui, menghendaki, berkuasa dan sebagainya juga mengatakan bahwa Ia mempunyai pengetahuan, kemauan dan daya. Menurut Al- Baqdadi, terdapat konsensus dikalangan kaum Asy‘ariyah bahwa daya, pengetahuan, hayat, pendengaran, penglihatan, dan sabda Tuhan adalah kekal. Aliran Asy‘ariyah ini kelihatannya lebih memilih mengakui adanya sifat-sifat Allah dan sifat ini bukanlah lain dari zat-Nya, tetapi sifat yang dimaksud bukanlah sifat yang berbentuk jasmani, sifat-sifat ini hanyalah dimiliki oleh Maha pencipta itu sendiri dan oleh sebab itu tidak sesuatupun yang menyekutui-Nya atau memiliki sifat-sifat yang sama sebagaimana yang dipunyai Allah. 102 Al- Asy‘ari berpendapat bahwa Allah memang memiliki sifat-sifat itu, seperti mempunyai tangan dan kaki, dan ini tidak boleh diartikan secara harfiah melainkan secara simbolis berbeda dengan kelompok sifatiah. Selanjutnya Al- Asy‘ari berpendapat bahwa sifat-sifat Allah itu unik sehingga tidak dapat dibandingkan dengan sifat manusia yang tampaknya mirip. Sifat-sifat Allah berbeda dengan Allah sendiri, tetapi sejauh menyangkut realitasnyahaqiqah tidak terpisah dari esensi-Nya,dengan demikian tidak berbeda dengan-Nya. 103 Sebagai penentang Mu‘tazilah sudah barang tentu ia berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat. Mustahil kata Asy‘ari Tuhan mengetahui dengan zat-Nya ,karena dengan demikian zat-Nya adalah pengetahuan dan Tuhan sendiri adalah pengetahuan. Tuhan bukan pengetahuan „Ilm tatapi Yang Mengetahui Alim 101 Asy-Syahrastani, Al-Milal wa Al-Nihah, Aliran-aliran Teologi Dalam Sejarah Umat Manusia Surabaya : PT Bina Ilmu, 2000, h. 39. 102 Sayyid Sabiq, Aqidah Islam, terj. Moh. Abdu Rathomy Bandung : Diponegoro, 1992, h. 81. 103 C.A.Qadir, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam, Yayasan Obor, Jakarta,1991, h.67-68. tuhan mengetahui dengan pengetahuan dan pengetahuan-Nya bukan zat-Nya. Demikian pula dengan sifat-sifat seperti sifat hidup, berkuasa, mendengar dan melihat. 104 Oleh karena itu Asy‘ariyah terkenal dengan kelompo ا ص ا ا ا yaitu kelompok yang menetapkan adanya sifat-sifat Allah yang qadim, Mengenai antropomorpisme Al- Asy‘ari berpendapat bahwa Tuhan mempunyai muka, tangan,mata dan sebagainya dengan tidak ditentukan bagaimana bila kayfa 105 yaitu dengan tidak mempunyai bentuk dan batasan layukayyaf wa layuhad 106 Al- Asy‘ari seterusnya menentang faham keadilan Tuhan yang dibawa kaum Mu‘tazilah. Menurut pendapatnya Tuhan berkuasa mutlak dan tak ada satupun yang wajib bagi-Nya. Tuhan berbuat sekehendak-Nya,sehingga kalau ia memasukkan seluruh manusia kedalam neraka tidaklah Ia bersifat zalim. 107

2. Alquran