PEMBAHASAN Gambaran Perilaku Masyarakat Dalam Penanggulan Demam Berdarah Dengue Di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun Tahun 2014

sebahagian besar diperoleh berdasarkan hasil pendengaran dan penglihatan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan pengetahuan masyarakat dalam penanggulangan DBD masih diperlukan. Pengetahuan tentang penanggulangan DBD yang kurang akan dapat mengakibatkan sikap dan tindakan penanggulangan yang kurang baik pula. Hal ini sesuai dengan pendapat pendapat Green dan Kreuter 2005 yang menyatakan bahwa perilaku dipengaruhi oleh faktor predisposisi antara lain pengetahuan yang sejalan dengan pendapat Bloom dikutip oleh Notoatmodjo 2003 menyatakan bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku nyata tindakan seseorang. Masyarakat merupakan elemen yang sangat menentukan penanggulangan DBD. Oleh karena itu pengetahuan masyarakat tentang penanggulangan DBD haruslah terus menerus dilakukan. Minimnya pengetahuan masyarakat dalam penanggulangan DBD dapat mengakibatkan rentannya terserang penyakit DBD. Upaya yang efektif dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam penanggulangan DBD antara lain melalui penyuluhan yang dilakukan secara ajek, periodik dan kontinyu dengan metode penyuluhan dan materi yang signifikan tentunya. Ada beberapa metode penyuluhan yang dapat diigunakan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam penanggulangan DBD antara lain metode penyuluhan massal, kelompok dan individual. Metode penyuluhan massal pada umumnya dapat menjangkau sasarankhalayak dengan jumlah yang luas dan banyak, sedangkan pendekatan kelompok dan individual hanya terbatas pada satu atau beberapa orang saja. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat dalam penanggulangan DBD di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun berada pada kategori baik ada sebanyak 33 orang 39,28, sebanyak 34 orang 40,48 responden memiliki pengetahuan yang cukup dalam penanggulangan DBD, dan sebanyak 17 orang 20,24 responden penelitian menyatakan pengetahuan yang kurang dalam penanggulangan DBD. Menurut pendapat responden bahwa mereka sudah sejak awal mengetahui cara- cara penanggulangan penyakit DBD bahkan sejak era kepemimpinan Suharto. Namun dalam prakteknya belum diiringi dengan sikap dan tindakan yang maksimal antara lain disebabkan terbatasnya waktu dan biaya yang dimiliki. Mereka pada umumnya sebahagian besar bekerja di luar rumah baik sebagai pedagang, pegawai kantor yang bekerja dari pagi hingga soremalam hari. Responden penelitian menyatakan sejak era reformasi saat ini semangat untuk menanggulangi penyakit DBD semakin menurun baik melalui penyuluhan yang dilakukan pemerintah melalui kepala nagori dan petugas kesehatan, tokoh masyarakat maupun masyarakat secara mandiri. Hal ini mengakibatkan generasi baru kurang mengetahui secara jelas cara-cara penanggulangan penyakit DBD yang lebih tepat. Oleh karena itu penyuluhan secara langsung maupun tidak langsung dalam rangka meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam penanggulangan DBD perlu digerakkan kembali. 5.2.Gambaran Sikap Masyarakat Dalam Penanggulangan DBD Di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun Tahun 2014. Menurut Green dalam Notoatmodjo 2007, sikap merupakan faktor penentu perubahan perilaku, sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap suatu objek dan struktur. Sikap seseorang merupakan komponen yang saling menunjang, yaitu komponen kognitif, afektif, dan psikomotorik. Namun ketiga komponen tersebut tidak selalu saling berinteraksi untuk membentuk sikap yang utuh total attitude dan sikap biasanya didasarkan atas pengetahuannya. Jika individu hanya mempunyai satu atau dua komponen saja, maka sikap untuk menghasilkan perilaku yang diharapkan belum tentu terbentuk. Selanjutnya, Thurstone, Likert dan Osgoold dalam Azwar, 2003 menyatakan bahwa sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak favorable, maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak unfavorable pada objek tersebut. Menurut Allport dalam Dayakisni dan Hudaniah, 2003 menyatakan bahwa sikap memiliki tiga komponen yaitu kognitif yaitu komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan terhadap obyek sikapnya, afektif yaitu berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang dan konatif yang merupakan kesiapan untuk bertingkah laku yang berhubungan dengan obyek sikapnya. Lebih lanjut, sikap mempengaruhi perilaku lewat suatu proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan, dan dampaknya terbatas hanya pada tiga hal. Pertama, perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap umum tapi oleh sikap yang spesifik terhadap sesuatu. Kedua, perilaku dipengaruhi oleh norma-norma subjektif yaitu keyakinan kita mengenai apa yang orang lain inginkan agar kita perbuat. Ketiga, sikap terhadap suatu perilaku bersama norma- norma subjektif membentuk suatu intensi atau niat untuk berperilaku tertentu. sikap sebagai derajat efek positif atau efek negatif terhadap suatu objek psikologis. Dalam sikap yang positif reaksi seseorang cenderung untuk mendekati obyek sedangkan dalam sikap yang negatif orang cenderung untuk menjauhi atau menghindari obyek. Azwar, 2003. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa sikap responden dalam penanggulangan DBD paling banyak berada pada kategori baik, sebanyak 33 orang 39,28, kategori cukup, sebanyak 38 orang 42,25 dan sikap responden dalam penanggulangan DBD pada berkategori kurang, sebanyak 13 orang 15,47. Dari jawaban responden ternyata sikap masyarakat dalam penanggulangan DBD lebih banyak pada kategori cukup baik, dan masih ada yang berada pada kategori kurang baik. Sikap yang cukup baik dari masyarakat ini dapat dipengaruhi oleh pengetahuan masyarakat tentang DBD yang cukup baik pula. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap responden penelitian masih lebih banyak berada pada taraf cukup dan kurang. Hal ini harus menjadi perhatian yang serius bagi pemerintah khususnya kepala nagori, tenaga kesehatan dan masyarakat yang ada di nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun karena lambat laun jika tidak diberdayakan maka akan cenderung semakin banyak sikap masyarakat yang kurang baik terhadap penanggulangan DBD yang pada gilirannya akan berdampak pada semakin banyaknya jumlah penderita DBD. Kepala nagori sebagai perwakilan pemerintah, tenaga kesehatan dan masyarakat harus secara intens memberdayakan masyarakat untuk secara mandiri atau berkelompok dan rutin membangun kebersamaan dalam penanggulangan DBD, sehingga masyarakat menganggap bahwa penanggulangan DBD adalah tugas bersama masyarakat secara keseluruhan. Ada beberapa item pernyataan tentang sikap masyarakat yang kurang setuju dan tidak setuju dalam penanggulangan DBD yang masih dalam kategori kurang baik antara lain tentang tidur pagi dan siang yang lebih banyak menyatakan tidak menggunakan kelambu. Hal ini disebabkan tidak terbiasa, tidak memiliki kelambu dan terasa panas apabila menggunakan kelambu di pagi dan siang hari. Demikian pula item pertanyaan tentang bak penampungan air yang dikuras seminggu sekali, tidak melaksanakan 3M dan tidak menguras bak mandi. Jawaban responden terhadap item tersebut adalah terbatasnya waktu yang dimiliki mengingat waktu mereka yang lebih banyak dihabiskan untuk mencari penghasilan di luar rumah dari pagi hingga soremalam hari baik sebagai pedagang dan pegawai pemerintah. Sikap masyarakat yang baik terhadap penanggulangan DBD akan berdampak pada tindakan penanggulangan DBD yang baik pula. Oleh karena itu sikap masyarakat yang baik terhadap penanggulangan DBD perlu terus menerus ditingkatkan secara berkelanjutan baik melalui penyuluhan secara langsung dan tidak langsung. 5.3. Gambaran Tindakan Masyarakat Dalam Penanggulangan DBD Di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun Tahun 2014. Tindakan action masyarakat dalam penanggulangan DBD sangat penting dan dibutuhkan dalam memutus mata rantai penyakit DBD. Pengetahuan dan sikap masyarakat ansich tidak signifikan dalam upaya penanggulangan DBD harus diiringi dengan tindakan masyarakat yaitu dengan pemberantasan sarang nyamuk PSN. Sesungguhnya ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan oleh masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk antara lain melalui tindakan mengubur barang bekas, menguras dan menutup tempat penampungan air yang biasa disebut dengan 3M, pengasapan fogging, memelihara ikan pemakan jentik-jentik nyamuk dan mencegah gigitan nyamuk dengan cara membunuh jentik nyamuk Demam Berdarah di tempat air yang sulit dikuras atau sulit air dengan menaburkan bubuk abate, mengusir nyamuk dengan obat anti nyamuk, mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk gosok, memasang kawat kasa di jendela dan di ventilasi, tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar dan menggunakan kelambu waktu tidur. Namun, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa mayoritas tindakan responden dalam penanggulangan BDB paling banyak berada pada kategori cukup, yaitu sebanyak 42 orang 50, diikuti tindakan dalam kategori baik sebanyak 22 orang 26,19, dan tindakan pada kategori kurang, yaitu sebanyak 20 orang 23,81. Temuan ini menunjukkan bahwa tindakan masyarakat dalam pengendalian DBD masih belum maksimal sehingga perlu ditingkatkan. Untuk meningkatkan tindakan masyarakat dalam penanggulangan DBD sesungguhnya tidak cukup hanya menunggu, akan tetapi pemerintah atau kepala nagori, tenaga kesehatan, tokoh masyarakat dan masyarakat itu sendiri sangat diperlukan komitmen, kerja sama dan partisipasi yang konsisten dan berkelanjutan. Pemerintah dalam hal ini kepala nagori, tenaga kesehatan, tokoh masyarakat harus selalu memberikan contoh yang baik dan benar agar dapat diikuti oleh masyarakat sekitarnya dan dijadikan habit oleh setiap komponen masyarakat dan akan menyebar ke lingkungan masyarakat lainnya. 5.4. Gambaran Sarana dan Prasarana Dalam Penanggulangan DBD Di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun Tahun 2014. Ketersediaan sarana prasarana yang memadai dalam penanggulangan DBD berkorelasi positif dengan menurunnya angka penderita DBD. Sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi tindakan responden dalam penanggulangan DBD. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa ketersediaan sarana dan prasarana dalam penanggulangan DBD di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun lebih banyak menjawab pada kategori cukup yaitu sebanyak 37 orang 44,05, diikuti jawaban responden pada kategori Kurang, yaitu sebanyak 35 orang 41,66, dan jawaban responden pada kategori baik, yaitu sebanyak 12 orang 14,29 responden penelitian. Adapun alasan masih kurangnya sarana dan prasarana penanggulangan DBD adalah disebabkan terbatasnya dana dan anggaran untuk sarana dan prasarana penanggulangan DBD sehingga sangat diperlukan niat baik dari pemerintah untuk menambah anggaran dalam pengadaan sarana dan prasarana penanggulangan DBD. Minimnya kualitas dan kuantitas sarana prasarana menjadi kendala yang cukup signifikan dalam penanggulangan DBD. Penyediaan bubuk abate gratis obat-obatan, alat peragateknologi, media baliho, spanduk, iklan di radio dan televisi, maupun gedung pertemuan dan sebagainya kepada masyarakat saat ini sudah sangat langka. Biaya yang minim merupakan salah satu alasan bagi tenaga kesehatn untuk langka melakukan kegiatan penyuluhan dan edukasi kepada masyarakat. Pemerintah melalui kepala nagori, tenaga kesehatan, tokoh masyarakat dan masyarakat sendiri secara mandiri harus bias memutus mata rantai kelangkaan sarana dan prasarana kesehatan dalam penanggulanganh DBD ini agar penyakit DBD tidak semakin meningkat jumlahnya. Pemerintah daerah tidak boleh lepas tangan dalam menghadapi kelangkaan sarana prasarana kesehatan ini, akan tetapi sangat diperlukan pemberian sarana prasarana kesehatan sebagai stimulus kepada masyarakat dalam penanggulangan DBD. 5.5. Gambaran Peran Petugas Kesehatan Dalam Penanggulangan DBD Di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun Tahun 2014. Peran petugas kesehatan terutama sebagai agen pembaharuan agent of change bidang kesehatan mempunyai pengaruh yang signifikan dalam perubahan perilaku sehat masyarakat dalam hal ini penanggulangan DBD. Oleh karena itu peran petugas kesehatan tidak bisa dikesampingkan oleh siapapun.. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa peran petugas kesehatan dalam penanggulangan DBD di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun berada pada taraf kurang sebanyak 29 orang 33,33, peran petugas kesehatan untuk kategori baik sebanyak 28 orang 38.09, dan peran petugas kesehatan untuk kategori cukup baik ada sebanyak 27 orang 32,14. Peran petugas kesehatan sebagai penyuluh kesehatan baik dari sisi jumlah dan kualitas di Indonesia saat ini masih minim demikian halnya di Nagori Rambung Merah. Kegiatan untuk turun langsung mengadakan komunikasi, informasi dan edukasi dalam bentuk penyuluhan masih sangat jarang dilakukan hingga saat ini. Hal ini dipengaruhi oleh minimnya anggaran untuk itu. Hingga saat penelitian ini dilakukan, penyuluh kesehatan yang ada di Nagori Rambung Merah Simalungun masih dilakukan oleh tenaga bidan desa dan sesekali kepala nagori. Kedua profesi ini tentu bukanlah profesi yang terlalu signifikan dalam melakukan penyuluhan kesehatan masyarakat. Selain itu, kegiatan rangkap yang dilakukan oleh bidan desa dan kepala nagori tentunya berdampak pada terbatasnya waktu dan perhatian dalam penanggulangan DBD di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun. Oleh karena itu di masa yang akan datang diperlukan pengadaan tenaga penyuluh kesehatan yang berasal dari sarjana kesehatan masyarakat. Sesungguhnya, profesi yang pas dan sesuai untuk melakukan penyuluhan kesehatan masyarakat adalah sarjana kesehatan masyarakat. Hal ini didukung oleh pendapat Walgito 2003 bahwa seseorang yang mempunyai otoritas dalam bidangnya apabila memberikan sugesti terhadap orang lain akan lebih mudah untuk diterima. Hal yang demikian akan menimbulkan rasa percaya diri bahwa apa yang diberikan itu memang benar, karena memang menjadi bidang tugasnya, sehingga hal ini menimbulkan sikap penerimaan atas pendapat tersebut dan pendapat yang dikemukakan itu pasti mengandung kebaikan-kebaikan atau kebenaran-kebenaran. 5.6. Gambaran Peran Tokoh Masyarakat Dalam Penanggulangan DBD Di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun Tahun 2014. Tokoh masyarakat sebagai orang yang dihormati dan disegani masyarakat mempunyai peran yang signifikan dalam mengubah perilaku sehat masyarakat. Tokoh masyarakat adalah orang yang dipilih dan dihunjuk masyarakat untuk mewakili masyarakat. Tokoh masyarakat adalah panutan masyarakat. Segala tindak tanduk tokoh masyarakat diharapkan dapat menjadi contoh bagi masyarakat. Tokoh masyarakat adalah orang yang banyak terlibat dan bergaul dengan masyarakat. Oleh karena itu tokoh masyarakat mempunyai peran yang signifikan dalam mengubah perilaku sehat, memotivator dan menggerakkan masyarakat terutama dalam penanggulangan DBD. Di Indonesia terutama di jaman orde baru tokoh masyarakat mempunyai peran sentral dan menentukan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Berbagai peran yang dilakukan cukup mempunyai sumbangan yang signifikan bagi bangsa dan Negara. Beberapa keberhasilan pembangunan di Indonesia yang melibatkan tokoh masyarakat sebagai motivator gerakan pembaharuan dan agen perubahan agent of change menuju ke arah yang lebih baik oleh pemerintah terutama masa orde baru. Berbagai peran yang pernah dilakukan oleh tokoh masyarakat dalam pembangunan di era orde baru seperti program keluarga berencana, program penanaman padi bibit unggul, pemasyarakatan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila, penggunaan pupuk jenis pil, dan masih banyak peran lainnya yang sukses dlakukan oleh tokoh masyarakat dalam bidang pembanguan. Namun, seiring dengan berjalannya waktu saat ini setelah era reformasi peran tokoh masyarakat sedikit demi sedikit mulau menipis atau bias dikatakan hampir redup sama sekali. Oleh karena itu kiranya menarik untuk menggerakkan kembali peran tokoh masyarakat dalam penanggulangan DBD di nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun. mbicarakan peran yang bisa dimainkan oleh tokoh masyarakat, Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa peran tokoh masyarakat dalam penanggulangan DBD di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun berada pada taraf pada kategori baik, yaitu sebanyak 18 orang 21,43, jawaban responden terhadap peran tokoh masyarakat pada kategori cukup, yaitu sebanyak 31 orang 36,90, dan 35 orang 41,67 responden yang menyatakan kurang. Hal ini menunjukkan bahwa peran tokoh masyarakat dalam penanggulangan DBD masih belum maksimal sehingga perlu ditingkatkan. Adapun alasan menurunnya peran tokoh masyarakat disebabkan belum ada informasi yang tegas dari pemerintah bahwa tokoh masyarakat perlu untuk mensosialisasikan mengkomunikasikan, menginformasikan dan mengedukasi masyarakat tentang penanggulangan DBD dalam setiap pertemuan dengan masyarakat. Untuk itu perlu dilakukan pendidikan dan pelatihan tentang cara penanggulangan DBD untuk tokoh masyarakat. Penelitian ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan Ika Febriana 2003 tentang Peran Tokoh Masyarakat Dalam Pengambilan Keputusan Dalam Pembangunan Desa di Desa Banjurpasar Kecamatan Bulupesantren Kebumen yang menyimpulkan bahwa tokoh masyarakat mempunyai peran yang signifikan dalam pengambilan keputusan pembangunan desa di Desa Banjurpasar Kecamatan Bulus Pesantren Kebumen. Hasil penelitian ini juga didukung pendapat Gerungan dalam Dayakisni, 2003, bahwa pandangan dan sikap dari individu yang memiliki prestise sosial atau individu yang dianggap ahli seperti pejabat, tokoh masyarakat dan ilmuwan akan lebih mudah memberikan pengaruh terhadap masyarakat dan dengan mudahnya akan diterima oleh masyarakat. Tokoh masyarakat sebagai teladancontoh dan panutan masyarakat mempunyai peran yang signifikan dalam mengubah perilaku masyarakat menjadi perilaku sehat yang dalam hal ini perilaku dalam penanggulangan DBD. Hal ini disebabkan tokoh masyarakat dianggap sebagai orang yang dihormati dan disegani. Peran tokoh masyarakat dalam penanggulangan DBD mempunyai korelasi positif dengan perubahan perilaku sehat masyarakat. Tokoh masyarakat memiliki potensi besar untuk memberikan arahan, saran dan anjuran dalam penanggulangan DBD. Begitu pentingnya peran tokoh masyarakat dalam mengubah perilaku sehat masyarakat dalam hal ini penanggulangan DBD, maka sudah sepatutnya peran tokoh masyarakat digalakkan kembali dalam setiap pertemuan dengan masyarakat. Tokoh masyarakat dalam hal ini antara lain seperti Ketua RT, RW, Tokoh agama, tokoh adat, sesepuh desa dan orang-orang yang dianggap dapat mempengaruhi masyarakat dalam penanggulangan DBD di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun. Adapun peran yang dapat dilakukan oleh tokoh masyarakat di nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun dalam penanggulangan DBD antara lain sebagai berikut : a. Ikut terlibat secara aktif dalam mensosialisasikan bahaya penyakit DBD dan sekaligus pentingnya penanggulangan DBD secara mandiri di kalangan masyarakat baik melalui tindakan 3M, fogging, menggunakan kelambu dan sebagainya. b. Ikut serta aktif memberikan contoh dan teladan yang baik dalam penanggulangan DBD sehingga masyarakat dapat menirunya. c. Ikut serta mendorong dan memotivasi masyarakat dalam kegiatan untuk mempercepat penanggulan DBD dengan menjadi duta penanggulangan DBD baik di lingkungan keluarga maupun di kelompok masyarakatnya. d. Tokoh masyarakat perlu untuk mendorong masyarakat bersama-sama dengan pemerintah setempat untuk mendirikan posko penanggulangan DBD di lingkungannya masing-masing. e. Berpartisipasi aktif dalam membentuk masyarakat yang memiliki keteguhan hati, disiplin yang tinggi, dan mau serta mau bekerja keras dalam penanggulangan DBD di lingkungannya masing-masing. 82

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan.

1. Pengetahuan responden dalam penanggulangan DBD di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun menyatakan baik, yaitu 33 orang, 34 orang menyatakan cukup, dan 17 orang menyatakan kurang baik. Secara umum pengetahuan masyarakat tentang penanggulangan DBD cukup baik. Hal ini disebabkan bahwa sebelumnya mereka sudah mendapatkan informasi melalui radio, televisi dan brosur tentang DBD dan pencegahannya. 2. Sikap responden dalam penanggulangan DBD di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun 33 orang menyatakan baik, 8 orang menyatakan cukup, dan 13 orang menyatakan kurang baik. Sikap yang cukup baik ini dipengaruhi oleh pengetahuan masyarakat yang cukup baik pula. 3. Tindakan responden dalam penanggulangan DBD di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun mayoritas berada pada kategori cukup, yaitu sebanyak 42 orang menyatakan cukup, sebanyak 22 orang menyatakan baik, dan sebanyak 20 orang menyatakan kurang baik. Hal ini disebabkan terbatasnya waktu untuk melakukan 3M disebabkan banyaknya waktu dipergunakan untuk mencari nafkah di luar rumah. 4. Sarana dan Prasarana dalam penanggulangan DBD di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun 12 orang menyatakan baik, 37 orang menyatakan cukup, dan 35 orang menyatakan kurang baik. Kurangnya kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana ini antara lain disebabkan terbatasnya anggaran pemerintah untuk penanggulangan DBD. 5. Peran Tenaga kesehatan dalam penanggulangan DBD di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun yang berkategori baik, yaitu sebanyak 28 orang menyatakan baik, sebanyak 27 orang menyatakan cukup, dan sebanyak 29 orang menyatakan kurang baik. Hal ini didukung dengan program pemerintah Kabupaten Simalungun yang membuka puskesmas 24 jam. 6. Peran Tokoh masyarakat penanggulangan DBD di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun ada sebanyak 18 orang menyatakan baik, sebanyak 31 orang menyatakan cukup, dan sebanyak 35 orang menyatakan kurang baik. Hal ini disebabkan belum ada dorongan yang intens dari pemerintah kepada tokoh masyarakat agar dalam setiap pertemuan dengan masyarakat menginformasikan pentingnya penanggulangan DBD.

6.2. Saran

1. Tindakan masyarakat dalam penanggulangan DBD perlu ditingkatkan dengan terus menerus dan berkesinambungan baik melalui komunikasi, informasi dan edukasi KIE maupun gotong royong untuk penanggulangan DBD secara dini baik oleh petugas kesehatan, tokoh masyarakat maupun masyarakat lainnya. 2. Kualitas dan kuantitas sarana prasarana kesehatan perlu ditingkatkan agar dapat digunakan untuk memperlancar komunikasi, informasi dan edukasi dalam penanggulangan DBD antara lain seperti penyediaan bubuk abate,