Penelitian Tahap I Prosedur Analisis Data

7 keseluruhan. Pada sampel tempe goreng atribut sensori yang diujikan adalah warna, aroma, rasa, tekstur, dan secara keseluruhan. Tempe digoreng dalam minyak dengan suhu 150 o C selama 5 menit dan ditiriskan. Sampel tempe mentah dan tempe goreng disajikan di atas piring secara berturut-turut dalam bentuk potongan, kemudian panelis diminta untuk memberikan penilaian. Skala yang digunakan adalah 7 skala penilaian : sangat tidak suka 1, tidak suka 2, agak tidak suka 3, netral 4, agak suka 5, suka 6, dan sangat suka 7. Panelis yang diambil responnya sebanyak 37 orang. Perlakuan Pra-Analisis Tempe segar berbumbu diberi perlakuan blansir dan tanpa blansir. Pemblansiran dilakukan dengan steam blancher, pada suhu 80 o C selama 5 menit. Selanjutnya masing-masing tempe mendapatkan perlakuan pengemasan vakum dan tidak vakum. Pemvakuman dilakukan dengan vacuum packer menggunakan plastik PE. Setelah dikemas, selanjutnya tempe akan disimpan pada tiga jenis suhu, yaitu: suhu ruang 26 o C - 29 o C, suhu refrigerator 10 o C - 5 o C, dan suhu freezer -3 o C hingga -10 o C. Analisis Masa Simpan Pengujian masa simpan tempe dilakukan dengan uji penerimaan konsumen oleh 12 orang panelis terlatih. Uji penerimaan ini meliputi parameter warna, aroma, tekstur, penampakan, dan keseluruhan atribut sensori overall. Penilaian dilakukan dengan 7 skala penilaian, yaitu sangat tidak suka 1, tidak suka 2, agak tidak suka 3, netral 4, agak suka 5, suka 6, dan sangat suka 7. Pengujian masa simpan dilakukan pada tempe yang disimpan pada tiga suhu berbeda, yaitu suhu ruang, refrigerator, dan freezer. Tempe yang disimpan pada suhu ruang diuji setiap hari, tempe yang disimpan pada suhu refrigerator diuji tiap 2 hari sekali, sedangkan tempe yang disimpan pada suhu freezer diuji tiap 7 hari sekali. Pengujian dilakukan hingga panelis memberikan nilai rata-rata pada parameter overall di bawah 4. Atribut overall dipilih sebagai penentu masa simpan karena atribut ini dianggap paling mewakili untuk keseluruhan karakteristik sampel. Selanjutnya rataan skor akan diplotkan dalam kurva regresi linier sebagai sumbu x dan hari penyimpanan sebagai sumbu y. Selain diuji secara subjektif, sampel juga diuji secara objeketif selama periode penyimpanan. Parameter yang diuji antara lain adalah perubahan tekstur dengan penetrometer dan perubahan pH dengan pH-meter. Pengukuran tekstur dengan penetrometer diawali dengan pemilihan probe yang sesuai, dalam penelitian ini digunakan probe jarum tanpa beban. Setelah probe dipasang, tombol clutch ditekan untuk mengunci probe. Probe kemudian diturunkan hingga hampir menyentuh sampel dan tombol run ditekan. Setelah lima detik, pangkal besi diangkat dan skala yang tertera pada display dibaca. Hasil dinyatakan dalam kedalaman mm. Sebelum pengukuran pH, pH meter terlebih dahulu dinyalakan dan distabilkan selama 15-30 menit, kemudian dikalibrasi dengan menggunakan larutan buffer pada pH 7. Elektroda dibilas dengan akuades dan dikeringkan dengan kertas pengering. Contoh yang telah dihaluskan sebanyak 10 gram 8 ditambah dengan 10 ml air destilata dan dicampur sampai merata. Elektroda pH meter kemudian dicelupkan ke dalam sampel dan dibiarkan hingga menunjukkan suatu angka yang stabil Apriyantono et al. 1989.

2.5 Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam uji masa simpan adalah rancangan acak lengkap faktorial yang dilakukan pada masing-masing tiga suhu penyimpanan. Faktor yang digunakan adalah formula Formula A, Formula B, dan Formula C, pemblansiran blansir dan non-blansir, serta pengemasan vakum dan non-vakum. Model matematik tersebut adalah sebagai berikut: Y ijkl = μ + A i + B j + C k + AB ij + AC ik + BC jk + ABC ijk + Ɛ ijkl Di mana: Y ijkl = Nilai pengamatan respon μ = Nilai rataan umum A i = pengaruh formula tempe ke-i B j = pengaruh pemblansiran tempe ke-j C k = pengaruh pengemasan tempe ke-k AB ij = pengaruh interaksi formula dan pemblansiran AC ik = pengaruh interaksi formula dan pengemasan BC jk = pengaruh interaksi pemblansiran dan pengemasan ABC ijk = pengaruh interaksi formula, pemblansiran, dan pengemasan Ɛ ijkl = galat percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam uji penerimaan adalah rancangan blok acak lengkap. Faktor yang digunakan adalah formula tempe segar berbumbu Formula A, B, dan O. Model matematik RBAL tersebut adalah sebagai berikut: Y ij = μ + A i + B j + Ɛ ij Di mana: Y ij = Nilai pengamatan respon μ = Nilai rataan umum A i = pengaruh formula tempe B j = pengaruh panelis Ɛ ij = galat percobaan 3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Penelitian Tahap I

Penelitian tahap ini bertujuan untuk menentukan formula dan presentasi bumbu, ragi, serta metode pembuatan yang tepat untuk mengoptimumkan pertumbuhan kapang pada tempe dan menghasilkan tempe segar berbumbu dengan karakteristik sensori yang baik. Penelitian tahap awal dilakuakan untuk melihat pengaruh penambahan rempah tunggal terhadap pertumbuhan kapang Rizhopus sp. pada produksi tempe. Rempah-rempah dalam konsentrasi tertentu 9 dapat menghambat pertumbuhan mikroba Rahayu 2000. Rempah ditambahkan setelah kedelai didinginkan dan dikeringkan, setelah pemasakan II, sesaat sebelum kedelai ditambahkan ragi. Berdasarkan hasil pengamatan secara subjektif, penambahan rempah dengan konsentrasi 0.5 dari berat kedelai basah, tidak menghambat pertumbuhan kapang, sehingga tempe tetap berhasil diproduksi. Namun dengan konsentrasi ini, tempe yang dihasilkan memiliki karakteristik sensori yang tidak berbeda secara signifikan dari kontrol yang tidak ditambahkan rempah kecuali untuk tempe yang ditambahkan garam dan kencur, baik untuk tempe mentah maupun goreng. Konsentrasi sebesar 0.5 dipilih karena yang digunakan hanya rempah tunggal, yang kemudian dikombinasikan menjadi suatu formula tempe segar berbumbu. Zat antimikroba pada rempah sebagian besar merupakan senyawa fenol dan turunannya, seperti gugus vanilamid pada kapsaisin cabe merah dan senyawa kurkumin pada kunyit. Senyawa fenol mampu untuk mendenaturasi protein dan merusak membran sel dengan cara melarutkan lemak yang terdapat pada dinding sel, karena senyawa ini mampu melakukan migrasi dari fase air ke fase lemak Rahayu 2000. Namun senyawa antimikroba ini tidak begitu berpengaruh terhadap pertumbuhan kapang tempe. Mikroba utama yang berperan dalam fermentasi pembuatan tempe adalah kapang Rhizopus oligosporus Barus et al. 2008, namun selain R. oligosporus terdapat kapang lain yang turut berperan dalam pembuatan tempe, di antaranya R. oryzae, R. arrhizus, dan R. stolonifer. Menurut Fardiaz 1992, dinding sel eukariotik pada kapang dan khamir pada umumnya lebih tebal daripada sel prokariotik. Hal ini diduga menjadi salah satu penyebab kapang tempe tetap dapat tumbuh walaupun dengan penambahan bumbu. Penampilan tempe yang telah ditambahkan rempah tunggal dapat dilihat pada Gambar 3. Bumbu didefinisikan sebagai campuran rempah-rempah dengan atau tanpa penambahan bahan lain seperti garam, gula, dan atau asam untuk meningkatkan cita rasa makanan yang ditambahkan selama proses pengolahan pada industri Gambar 3 Tempe dengan penambahan rempah tunggal 10 pangan atau selama proses pemasakan pada skala rumah tangga Hirasa dan Takemasa 1998. Berdasarkan hasil pengamatan dan pengujian secara subjektif pada seleksi formula bumbu, tempe berhasil diproduksi pada saat penambahan bumbu dengan konsentrasi 1 dan 2 untuk setiap formula bumbu, namun tidak memunculkan karakteristik sensori yang diinginkan. Penambahan bumbu rendang bubuk instan formula C, soto ayam bubuk instan formula D, dan, yaitu bumbu gulai bubuk instan formula E sebanyak 3 menghambat pertumbuhan kapang, sehingga tempe gagal diproduksi. Gagalnya fermentasi kapang pada formula C, D, dan E yang terbuat dari bumbu bubuk instan diduga karena adanya pengawet yang ditambahkan dalam proses produksinya, selain itu tidak diketahui dengan pasti berapa persentase rempah-rempah dan tambahan bahan sintetik seperti pewarna yang digunakan dalam pembuatan bumbu tersebut yang dapat menghambat pertumbuhan kapang. Penambahan bumbu kombinasi rempah bawang putih bubuk, ketumbar bubuk, dan garam formula A, dan bumbu kombinasi rempah bawang putih bubuk, cabai bubuk, dan garam formula B sebanyak 3 tidak menghambat pertumbuhan kapang, sehingga tempe segar berbumbu berhasil diproduksi. Formula bumbu ini yang selanjutnya dipakai dalam penelitian tahap II. Berdasarkan hasil pengamatan dan pengujian secara subjektif untuk metode pencampuran bumbu, metode yang terpilih ialah metode 2, yaitu bumbu dicampurkan saat kedelai masih hangat dan basah segera setelah pemasakan kedua. Metode ini menghasilkan tempe yang pertumbuhan kapangnya baik serta menghasilkan rasa yang diinginkan. Jika dibandingkan dengan metode lainnya metode ini menghasilkan mutu organoleptik yang paling baik dan tidak mengalami susut massa yang signifikan. Hal ini diduga terjadi karena bumbu dapat meresap ke dalam kedelai ketika dicampurkan saat kedelai masih hangat. Tempe yang dihasilkan dengan metode 1, yakni bumbu dicampurkan ketika kedelai sudah didinginkan dan dikeringkan, pertumbuhan kapang tidak sempurna. Hal tersebut dapat terjadi karena sifat bumbu yang bersifat higroskopis, membuat bumbu mengikat air dan menyebabkan kandungan air serta kelembapan kedelai yang akan difermentasi meningkat karena tidak ada proses penirisan dan pengeringan kembali setelah dicampurkan bumbu.. Tempe yang dihasilkan dengan metode 3 memiliki susut massa yang paling tinggi, hal ini tentu saja akan merugikan dari aspek produksi dan sulit diterapkan di tingkat pengrajin. Susut massa ini dapat terjadi karena kedelai dimasak cukup lama bersama bumbu hingga meresap, yang mengakibatkan migrasi bahan pangan saat proses pemasakan Widaningrum et al. 2008. Selain itu karakteristik sensori dari tempe yang dihasilkan dengan metode 3, kurang terasa untuk parameter rasa dan aromanya. Hal ini dapat terjadi karena bumbu ditambahkan saat pemasakan kedua, yang mengakibatkan beberapa komponen flavor dapat hilang atau rusak karena panas maupun larut dalam air perebusan yang menurunkan penerimaan oragnoleptik produknya Widaningrum et al. 2008.

3.2 Penelitian Tahap II

Tempe adalah pangan hasil fermentasi kapang Rhizopus sp. yang berasal dari Indonesia yang umumnya terbuat dari kacang kedelai Nout dan Kiers 2005. Tempe segar berbumbu dapat didefinisikan sebagai tempe yang telah memiliki 11 bumbu ketika masih segar, tidak ditambahkan setelah tempe diproduksi. Pembuatan tempe segar berbumbu dengan berbagai formula bumbu dilakukan pada waktu yang sama. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan adanya variasi kondisi proses yang dapat menghasilkan ketidakseragaman pada tempe yang dihasilkan. Tempe yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah tempe formula O tempe segar tanpa penambahan bumbu, formula A kombinasi bawang putih, ketumbar, dan garam, dan formula B kombinasi bawang putih, cabai, dan garam. Penampakan tempe segar berbumbu dapat dilihat pada Gambar 4. Pembuatan tempe segar berbumbu secara garis besar sama dengan pembuatan tempe pada umumnya. Pembuatan tempe segar berbumbu juga melalui tahapan pengupasan, perendaman, pemasakan, penirisan, pendinginan, inokulasi, pengemasan, dan inkubasi Babu et al. 2009. Modifikasi yang dilakukan adalah penambahan bumbu dalam bentuk bubuk pada kedelai setelah pemasakan II. Pengupasan bertujuan menghilangkan kulit yang bersifat keras. Miselium kapang tidak dapat menembus lapisan kulit ari kedelai karena adanya zat tanduk, sehingga bila tidak dikupas maka produk tempe kurang kompak Sarwono 2002. Perendaman kedelai dilakukan selama semalam sampai air rendaman berbusa dan berbau asam, hingga pH mencapai 3 - 5. Fungsi utama proses pengasaman adalah mendukung pertumbuhan kapang dan menghambat pertumbuhan beberapa bakteri patogen dan pembusuk Nout dan Kiers 2005. Perebusan atau pemasakan kedelai bertujuan untuk melunakkan biji kedelai yang meningkatkan daya cerna tempe yang dihasilkan, menghilangkan zat antigizi kedelai, menghentikan, dan membunuh semua bakteri yang tidak diinginkan. Menurut Shurtleff dan Aoyagi 1979, innokulum yang diinokulasikan berbentuk kering untuk menjaga kelembapan kedelai tetap rendah 45-55. Oleh sebab itu sebelum penginokulasian, kedelai perlu ditiriskan dan didinginkan. Saat inokulasi suhu kedelai maksimal 37-43 o C, masa inkubasi yang optimal dengan RH 70-80 selama 24-30 jam pada suhu 30-31 o C. Tempe Formula O Tempe Formula A Tempe Formula B Gambar 4 Penampakan Tempe Segar Berbumbu Komposisi Kimia Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar air tempe segar untuk tiga jenis formula berkisar antara 61.04 hingga 63.49 Tabel 1. Jenis formula berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air tempe p0.01. Tempe formula A memiliki kadar air yang lebih tinggi dibandingkan tempe formula B dan O, hal ini dapat terjadi karena sifat bumbu yang higroskopis sehingga meningkatkan jumlah 12 kandungan air. Jika dibandingkan SNI Tempe Kedelai 2009 nilai kadar air ini masih sesuai standar, yaitu 65. Kadar abu menunjukkan kandungan mineral pada bahan pangan. Kandungan mineral yang cukup banyak berada di dalam tempe antara lain kalsium, zat besi, magnesium, fosfor, dan kalium USDA 1998. Kadar abu tempe segar tiap formula berkisar antara 0.88 sampai 2.06 bb. Penambahan bumbu akan meningkatkan kadar abu secara sangat nyata p0.01. Nilai kadar abu untuk tempe formula B 2.06 bb melebihi standar yang ditetapkan SNI maks. 1.50 bb. Peningkatan ini dapat terjadi karena bumbu yang ditambahkan mengandung mineral tambahan, terutama natrium dan klor dari garam. Tabel 1 Analisis proksimat tempe segar berbumbu berbagai jenis formula Parameter Jenis Tempe Segar Berbumbu SNI signi- fikansi Formula A Formula B Formula O Air bb 63.49 b 61.30 a 61.04 a maks. 65 0.000 Abu bb 1.50 b 2.06 c 0.88 a maks. 1.5 0.000 Kadar Protein bb 18.92 a 18.20 a 18.72 a min. 16 0.174 Lemak bb 10.04 a 10.56 a 11.37 b min. 10 0.001 Karbohidrat bb 6.06 b 7.89 a 7.99 a 0.016 Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada masing-masing taraf signifikansi. Penambahan bumbu tidak berpengaruh nyata p0.05 terhadap kadar protein tempe. Kadar protein tempe formula O, A, dan B berturut-turut adalah 18.72, 18.92, 18.20 bb. Nilai ini sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh SNI min. 16 bb. Kandungan protein yang tinggi ini merupakan salah satu keunggulan produk tempe. Protein pada tempe terutama berasal dari kacang kedelai yang mengandung asam amino yang cukup lengkap. Asam amino essensial pada kedelai meliputi isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptofan, dan valin, serta asam amino non essensial seperti alanin, glisin, arginin, histidin, prolin, tirosin, asam aspartat dan asam glutamat Cahyadi 2006. Selain berasal dari kedelai, miselium kapang yang memiliki aktivitas proteolitik juga dapat berkontribusi terhadap peningkatan kuantitas dan kualitas protein pada tempe Rahayu 2004. Pemecahan oleh enzim protease ini mengubah protein kompleks menjadi peptida dan asam amino berberat molekul rendah yang menyebabkan protein tempe lebih mudah tercerna dibandingkan ketika masih berupa kacang kedelai. Kadar lemak tempe segar tanpa bumbu 11.37 bb memiliki nilai yang lebih tinggi secara sangat nyata p0.01 dibandingkan tempe segar berbumbu, baik untuk formula A 10.04 bb dan formula B 10.56 bb. Hal ini dapat terjadi karena penambahan bumbu meningkatkan kadar mineral tempe, sehingga presentasi lemak yang ada berkurang. Namun kadar lemak ketiga tempe yang dihasilkan masih sesuai dengan SNI tempe yaitu minimal 10 bb. Lemak pada tempe berasal dari lemak kedelai yang mengandung asam lemak esensial yang cukup, yaitu asam linoleat Omega 6 serta linolenat Omega 3. Selama