Simulasi DTBP Logam Cr
90 maksimum 29.9 m
3
detik adalah 0.0154 mgL. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan debit di sungai berpengaruh terhadap peningkatan kandungan Cr,
yang mana peningkatan Cr pada musim hujan mencapai 2.34 dari musim kemarau.
2
Simulasi DTBP Logam Cr pada Debit Minimum 1.9 m
3
detik
Hasil simulasi pada debit minimum nampak bahwa konsentrasi Cr meningkat tajam di Kamaruton 1 0.0841 mgL pada km 16.25 dan menurun
kembali di Ragas masigit 2 sampai ke hilir Gambar 5.34. Dari hasil simulasi ini, BP dihitung untuk menetapkan DTBP dan hasilnya disajikan dalam
Tabel 5.14.
Gambar 5. 34 Konsentrasi logam Cr pada debit minimum BP logam Cr di Sungai Ciujung pada debit minimumnya berkisar antara
0.57 kghari – 13.80
kghari. BP yang diijinkan untuk kelas I, II dan III adalah 8 kghari, sedangkan untuk kelas IV 164 kghari. Sehingga berdasarkan Tabel 5.14,
dapat dilihat bahwa BP Cr di sepanjang Sungai Ciujung 27.5 km memenuhi kriteria mutu air kelas I-III kecuali lokasi Nagara dan Kamaruton dengan DTBP
rata-rata di lokasi tersebut adalah 7 kghari. Jika dibandingkan dengan BP yang diijinkan untuk sungai kelas IV, maka seluruh lokasi dapat memenuhi dengan
DTBP rata-rata 162 kghari Gambar 5.35. Secara keseluruhan, DTBP rata-rata di seluruh lokasi yang memenuhi sungai kelas I pada saat debit minimum adalah 6
kghari.
0.0000 0.0100
0.0200 0.0300
0.0400
0.0500
0.0600 0.0700
0.0800 0.0900
[C r]
m g
L
Lokasi
[Cr] BML I
BML II BML III
Q : 1.9 m
3
dtk
91 Tabel 5.14 DTBP Cr pada debit minimum
Jarak km
Segmen Beban
Pencemaran kghari
Daya Tampung Beban Pencemaran kghari
Kelas I Kelas II
Kelas III Kelas IV
1.75
Nagara
8.33 -0.12
-0.12 -0.12
155.83 4.25
Cijeruk 2
1.68 6.53
6.53 6.53
162.48 6.00
Cijeruk 1
0.57 7.64
7.64 7.64
163.59 9.25
Kragilan 2
0.86 7.35
7.35 7.35
163.30 11.25
Kragilan 1
1.14 7.07
7.07 7.07
163.02 13.75
Kamaruton 2
2.03 6.18
6.18 6.18
162.13 16.25
Kamaruton 1
13.80 -5.60
-5.60 -5.60
150.36 18.25
Ragas masigit 2
2.05 6.16
6.16 6.16
162.11 20.00
Ragas masigit 1
1.78 6.43
6.43 6.43
162.38 21.75
Karang jetak
1.53 6.68
6.68 6.68
162.63 23.25
Pegandikan
1.31 6.90
6.90 6.90
162.85 25.00
Laban
0.69 7.52
7.52 7.52
163.47 27.25
Tirtayasa
0.84 7.36
7.36 7.36
163.32 29.00
Tengkurak 2
0.98 7.23
7.23 7.23
163.18 30.75
Tengkurak 1
0.92 7.29
7.29 7.29
163.24 31.75
Muara
0.88 7.32
7.32 7.32
163.28
Beban Pencemaran yang diijinkan untuk
kghari
Kelas I 8.21
Kelas II 8.21
Kelas III 8.21
Kelas IV 164.16
Gambar 5.35. BP Logam Cr pada debit minimum
0.00 20.00
40.00 60.00
80.00
100.00
120.00 140.00
160.00 180.00
BP C
r k
g h
a ri
Lokasi
Bmbp I Bmbp II
Bmbp III Bmbp IV
BP Cr Q : 1.9 m
3
dtk
92
3 Simulasi DTBP Logam Cr pada Debit Maksimum 29.9 m
3
detik
Konsentrasi logam Cr sepanjang sungai yang diperoleh dari hasil simulasi pada debit maksimum disajikan pada Gambar 5.36.
Gambar 5.36 Konsentrasi Logam Cr pada debit maksimum Tabel 5.17 DTBP Logam Cr pada debit maksimum
Jarak km
Segmen Beban
Pencemaran kghari
Daya Tampung Beban Pencemaran kghari
Kelas I Kelas II
Kelas III Kelas IV
1.75 Nagara
0.00 129.17
129.17 129.17
2583.36 4.25
Cijeruk 2 18.62
110.55 110.55
110.55 2564.74
6.00 Cijeruk 1
20.05 109.12
109.12 109.12
2563.31 9.25
Kragilan 2 23.07
106.10 106.10
106.10 2560.29
11.25 Kragilan 1
24.74 104.43
104.43 104.43
2558.62 13.75
Kamaruton 2 26.97
102.19 102.19
102.19 2556.39
16.25 Kamaruton 1
63.94 65.22
65.22 65.22
2519.42 18.25
Ragas masigit 2 62.25
66.92 66.92
66.92 2521.11
20.00 Ragas masigit 1
59.91 69.26
69.26 69.26
2523.45 21.75
Karang jetak 57.68
71.49 71.49
71.49 2525.68
23.25 Pegandikan
56.27 72.89
72.89 72.89
2527.09 25.00
Laban 54.82
74.35 74.35
74.35 2528.54
27.25 Tirtayasa
50.11 79.06
79.06 79.06
2533.25 29.00
Tengkurak 2 44.79
84.37 84.37
84.37 2538.57
30.75 Tengkurak 1
37.84 91.32
91.32 91.32
2545.52 31.75
Muara 33.42
95.75 95.75
95.75 2549.94
Beban Pencemaran yang diijinkan untuk
kghari
Kelas I 129.17
Kelas II 129.17
Kelas III 129.17
Kelas IV 2,583.36
0.0000 0.0100
0.0200 0.0300
0.0400 0.0500
0.0600
[C r]
m g
L
Lokasi
[Cr] mgL BML I
BML II BML III
Q : 29.9 m
3
dtk
93 Hasil simulasi pada debit maksimum 29.9 m
3
detik menunjukkan bahwa Logam Cr di semua lokasi dapat memenuhi kriteria mutu air sungai
kelas I dengan konsentrasi rata-rata 0.0154 mgL. Konsentrasi Cr hasil simulasi ini selanjutnya digunakan untuk menetapkan BP guna mengetahui
DTBP Cr, Tabel 5.17.
BP Cr Sungai Ciujung pada debit maksimumnya berkisar antara 0 kghari
– 64 kghari dengan BP rata-rata 40 kghari, sedangkan BP yang diijinkan untuk kelas I sampai III adalah 129 kghari dan untuk kelas IV
adalah 2,583 kghari. Pada saat debit maksimum, seluruh lokasi memenuhi kelas I dengan DTBP rata-rata 90 kghari. Jika dibandingkan dengan beban
pencemaran yang dijinan untuk sungai kelas IV, maka DTBP rata-rata yang dimiliki adalah 2,544 kghari. Hasil yang lebih jelas untuk perbedaan BP dan
DTBP sepanjang sungai jika dibandingkan dengan BP yang diijinkan disajikan pada Gambar 5.37.
Gambar 5.37 BP senyawa Cr pada debit maksimum Peningkatan debit berdampak pada peningkatan kualitas air Sungai Ciujung
sehingga meningkatkan DTBP. Pada saat debit minimum 1.9 m
3
detik dinaikan menjadi debit maksimum 29.9 m
3
detik, lokasi sungai yang memenuhi sungai kelas I meningkat sebesar 15.45, dari 27.5 km menjadi 31.75 km dengan
peningkatan DTBP rata-rata sebesar 6 kghari menjadi 90 kghari.
Persepsi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pengendalian Pencemaran 1 Karakteristik Responden di Sekitar Sungai Ciujung
Sebagian besar masyarakat di sepanjang Sungai Ciujung masih memanfaatkan air sungai sebagai sumber air bersih dalam kehidupan sehari-
harinya seperti mandi, mencuci pakaian maupun peralatan dapur bahkan membersihkan kendaraan dan memandikan ternaknya. Tingkat pendidikan
masyarakatnya sebagian besar adalah pendidikan SLTP dan pendidikan dasar sebesar 38 dan 34, sedangkan yang berpendidikan SLTA hanya 19 dan
0,000
0,020
0,040 0,060
0,080 0,100
0,120 0,140
BP C
r k
g h
a ri
Lokasi
Bmbp I Bmbp II
Bmbp III BP Cr
Q : 29.9 m
3
dtk
94 yang tidak sekolah 8. Sementara masyarakat yang berpendidikan tinggi
hanya 1.
Gambar 5.38 Karakteristik responden berdasarkan a jenis kelamin, b pendidikan, c pekerjaan, d pendapatan, e jarak rumah dari
Sungai Ciujung dan f lama penggunaan air Sungai Ciujung
Pada Gambar 5.38 nampak bahwa pekerjaan responden sebagian besar adalah pedagangwiraswasta 42 dan petaninelayan 41. Pendapatan rata-
rata responden per bulan di atas Rp 1,000,000 55 dan Rp 500,000 – Rp
1,000,000 3.0 sedangkan sisanya berpenghasilan kurang dari Rp 500,000. Jarak rumah responden terhadap Sungai Ciujung sebagian besar sekitar 100 meter
dari Sungai Ciujung 58 dan sekitar 50 meter dari Sungai Ciujung 24.
Responden yang menggunakan air Sungai Ciujung untuk kebutuhan sehari- hari sebagian besar sudah lebih dari 20 tahun 49 dan 10
– 20 tahun 42.
95 Sedangkan responden lainnya menggunakan air Sungai Ciujung 5-10 tahun 9
dan kurang dari 5 tahun 1.
2 Perilaku Masyarakat dalam Pengendalian Air Sungai Ciujung
Perubahan perilaku masyarakat dalam pengendalian pencemaran sungai dapat dilakukan dengan memberikan informasi mengenai cara pengendalian
pencemaran sungai yang melibatkan peran serta masyarakat. Pengetahuan itu akan menimbulkan kesadaran mereka dan akhirnya akan menyebabkan orang
berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya itu.
Persepsi pada hakekatnya merupakan pandangan individu terhadap suatu objek atau stimulus. Persepsi yang benar terhadap lingkungannya sangat
diperlukan karena persepsi merupakan dasar pembentukkan sikap dan perilaku yang akan menentukan tindakan individu selanjutnya. Menurut Sasanti 2003,
Persepsi merupakan suatu proses pengenalan atau identifikasi sesuatu dengan menggunakan panca indera. Kesan yang diterima individu sangat bergantung pada
seluruh pengalaman yang telah diperoleh melalui proses berpikir dan belajar, serta dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam diri individu. Menurut Hartley
2006, persepsi individu terhadap suatu objek sangat dipengaruhi oleh informasi, ketidakpastian atau ketidaklengkapan informasi dapat menyebabkan persepsi yang
tidak benar. Lebih lanjut Hartley 2006 menyatakan bahwa informasi berkaitan dengan ilmu pengetahun dan teknologi, pengetahuan lokal, karakteristik daerah,
tata nilai, kontek lokal dan informasi lain terkait faktor politik, sosial, ekonomi, dan lingkungan. Interpretasi individu terhadap kualitas, pemanfaatan dan
kelayakan sungai untuk peruntukan dapat mempengaruhi persepsi dan sikapnya terhadap upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air sungai.
Berdasarkan hasil kuesioner dapat dilihat bahwa responden yang mengetahui pengertian air bersih sebesar 99.5 di mana pada umumnya mereka
hanya menjawab tidak berwarna. Hal ini menunjukkan bahwa responden menganggap air yang tidak berwarna sudah termasuk air bersih. Hal ini tidak
sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No 416MenkesPERIX1990 yang menyatakan air bersih adalah air yang jernih, tidak berwarna, tidak berbau,
tidak berasa, dan tidak mengandung mineralkuman-kuman yang membahayakan tubuh.
Menurut Kusnoputranto 2000, air bersih merupakan air yang tidak menyebabkan penyakit bagi manusia. Oleh karena itu, air tersebut harus
memenuhi persyaratan-persyaratan kesehatan, sekurang-kurangnya mendekati persyaratan air yang telah ditentukan. Dengan demikian air yang tidak berwarna
belum tentu memenuhi persyaratan kesehatan.
Masyarakat seluruhnya telah mengetahui 100 mengenai pemanfaatan air sungai. Pengetahuan mengenai pencemaran dan sumber pencemaran Sungai
Ciujung adalah 94.5 dan 99.5. Responden yang menjawab tahu, sebagian besar menjawab bahwa sumber pencemaran adalah dari limbah pabrik kertas. Hal
ini menunjukkan bahwa responden secara umum tidak mengetahui bahwa limbah yang bersifat non point source juga dapat menyebabkan pencemaran air bersih.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa 77.5 responden mengetahui waktu terjadinya pencemaran di Sungai Ciujung sehingga mereka sudah
merasakan dan mengetahui dampak dari pencemarannya yang sudah berlangsung cukup lama 96. Namun sebagian besar responden belum mengetahui cara
96 pengendalian pencemaran yang terjadi di Sungai Ciujung, responden yang
mengetahui cara pengendalian sungai hanya 38. Menurut Notoatmodjo 2003, perilaku seseorang akan lebih baik dan dapat
bertahan lama apabila didasari oleh pengetahuan yang baik. Oleh karena itu, pengetahuan masyarakat mengenai cara pengendalian pencemaran air sungai
khususnya Sungai Ciujung perlu ditingkatkan sehingga masyarakat memungkin- kan untuk ikut berpartisipasi dan berperan serta dalam pengendalian pencemaran
di Sungai Ciujung. Dengan demikian pencemaran di Sungai Ciujung dapat diminimalisir.
3 Persepsi Masyarakat tentang Pengendalian Pencemaran
Hasil pengumpulan data melalui kuesioner menunjukkan bahwa masyarakat sekitar bantaran Sungai Ciujung pada umumnya memiliki persepsi yang tinggi
terhadap pemanfaatan Sungai Ciujung dan kelayakan air Sungai Ciujung, namun persepsi masyarakat terhadap masalah kualitas air Sungai Ciujung umumnya
masih tergolong sedang dan perlu ditingkatkan. Hasil analisis persepsi ditunjukkan pada Gambar 5.39.
Gambar 5.39 Persepsi masyarakat terhadap pencemaran air Sungai Ciujung. Gambar di atas menunjukkan bahwa persepsi masyarakat sekitar Sungai
Ciujung terhadap pencemaran sudah baik dan tinggi. Tingginya persepsi responden terhadap pencemaran sungai diharapkan dapat menjadi dasar yang
mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat untuk tidak mencemari sungai dan ikut berpartisipasi melakukan upaya-upaya perbaikan kualitas air Sungai Ciujung
dalam rangka pengendalian pencemaran, sehingga di masa yang akan datang kualitas air Sungai Ciujung akan memenuhi standar kualitas air untuk bahan baku
air minum. Persepsi masyarakat yang benar terhadap upaya pengendalian pencemaran air Sungai Ciujung merupakan faktor penting karena akan
menentukan peran dan partisipasi masyarakat selanjutnya. Hasil analisis data kuesioner menunjukkan bahwa secara umum, masyarakat sekitar bantaran Sungai
Ciujung memiliki persepsi yang tinggi terhadap pencegahan dan penanggulangan pencemaran air Sungai Ciujung , namun hal tersebut tidak sejalan dengan kondisi
0.00 20.00
40.00 60.00
80.00 100.00
120.00
Pengetahuan
Tahu Tidak tahu
97 Sungai Ciujung yang masih tetap tercemar. Hal ini diduga akibat kurangnya
kesadaran industri dalam pengelolaan limbahnya dengan baik dan benar serta kurangnya peran serta masyarakat dalam pengendalian pencemaran sungai. Hasil
penelitian JICA dan KLH tahun 2007 KLH 2008 menunjukkan bahwa 15 orang yang tinggal dalam jarak 100 m dengan tempat penampungan sampah
melakukan pembuangan sampah ke sungai, sementara sebanyak 70 orang yang tinggal dengan jarak antara 100 m hingga 200 m dengan TPS melakukan
pembuangan sampah ke sungai. Menurut Harihanto 2001, ada tiga faktor yang menyebabkan perilaku individu tidak sesuai dengan sikap dan tindakannya, yaitu:
motivasi, pandangan mengenai perilaku panutan, dan pandangan mengenai konsekuensi dari perilaku tertentu terhadap air sungai.
4
Sikap
Berdasarkan hasil penelitian pada Gambar 5.40 dapat dilihat bahwa 92 responden menyatakan setuju air sungai Ciujung digunakan sebagai sumber air
bersih. Namun air Sungai Ciujung telah mengalami pencemaran, sehingga perlu diolah terlebih dahulu sebelum dipergunakan untuk keperluan rumah tangga.
Pengolahan purifikasi air ini dapat dibagi dalam dua golongan yaitu, purifikasi alami dan purifikasi buatan.
Gambar 5.40 Sikap masyarakat terhadap pencemaran Sungai Ciujung Dalam purifikasi buatan ini air mengalami tiga proses secara bertahap, yaitu
proses koagulasi, filtrasi dan desinfeksi. Setelah mengalami ketiga proses tadi barulah air sungai dapat dipergunakan untuk kepentingan rumah tangga.
Masyarakat sebanyak 97 tidak setuju sampah dibuang ke sungai namun 94.5 setuju jika air Sungai Ciujung dimanfaatkan untuk mandi dan 93 setuju
digunakan untu mencuci piring dan pakaian. Sebaliknya, masyarakat tidak setuju jika air sungai Ciujung digunakan untuk BAB sebesar 83.5, untuk memandikan
ternak 78.5 dan untuk memandikan kendaraan 92. Hal ini menunjukkan sikap responden masih buruk sehingga menganggap mandi dan mencuci di sungai
adalah hal yang wajar sedangkan untuk mencuci kendaraan dan memandikan ternak tidak wajar. Seharusnya untuk keperluan hidup manusia sehari-hari
20 40
60 80
100 120
Sikap
setuju Tidak setuju
98 termasuk mandi, air harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan berdasarkan
kepentingan kesehatan manusia. Dengan demikian ini menunjukkan sikap responden dalam hal pemeliharaan kebersihan sungai masih kurang. Hal ini tidak
sesuai dengan sikap responden di mana seluruh responden menyatakan setuju bila kebersihan sungai harus dijaga dan sumber air bersih harus terhindar dari bahan
pencemar.
Sikap masyarakat dalam hal menjaga kebersihan sungai dan sungai terhindar dari pencemar cukup tinggi, di mana yang menyatakan setuju masing-
masing 98.5 dan 100. Namun responden yang setuju bahwa masyarakat ikut berpartisipasi dalam menjaga kebersihan hanya 70.5. Hal ini memperlihatkan
bahwa masyarakat yang setuju bahwa sungai Ciujung terhindar dari pencemar namun tidak setuju untuk terlibat berpartisipasi dalam hal menjaga kebersihan
sebanyak 29.5.
Kurangnya keinginan masyarakat berpartisipasi dalam menjaga kebersihan sungai sebagai salah satu cara pengendalian pencemaran Sungai Ciujung
menunjukkan sikap yang kurang baik. Sikap yang kurang baik akan mempengaruhi tindakan yang kurang baik pula. Menurut Ajzen dalam Azwar
2005, sikap terbentuk dari adanya informasi secara formal maupun informal yang diperoleh oleh setiap individu. Berarti sikap sejalan dengan pengetahuan,
apabila pengetahuan seseorang baik maka sikap juga baik.
Menurut Notoatmodjo 2003, bahwa sikap terdiri atas beberapa tingkatan yaitu menerima, merespon, menghargai dan bertanggung jawab. Berdasarkan
hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa sikap masyarakat yang kategori sedang dapat dikatakan masih pada tingkatan menghargai namun belum dapat
bertanggung jawab sehingga memungkinkan masyarakat melakukan tindakan yang kurang baik.
Sikap masyarakat yang baik belum tentu menghasilkan tindakan yang baik. Dalam penerapannya sikap terkadang tidak sejalan dengan tindakan,
sehingga untuk mewujudkan sikap menjadi suatu tindakan nyata perlu ada faktor pendukung, di antaranya fasilitas ataupun dukungan dari pihak lain.
5 Tindakan
Partisipasi participation adalah suatu tindakan mengambil bagian atau memberi sumbangan pada aktivitas atau peristiwa. Tindakan itu dapat dilakukan
oleh perorangan atau oleh sejumlah orang yang terorganisasi ataupun tidak. Partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran air Sungai Ciujung adalah
keterlibatan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap aktivitas pengendalian pencemaran. Menurut Benjathikul 1986, partisipasi
masyarakat dipengaruhi oleh faktor sosial, ekonomi, politik, budaya, dan faktor sosio-psikologi. Hasil analisis data kuesioner partisipasi masyarakat dalam
pengendalian pencemaran ditunjukkan pada Gambar 5.41.
Berdasarkan hasil penelitian pada Gambar 5.41 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden menggunakan air sungai sebagai air bersih 93 dan
untuk MCK 89.5 . Hal ini menunjukkan tindakan responden masih kurang baik dalam hal perilaku hidup bersih dan sehat di mana masih menggunakan air
sungai untuk kebersihan dirinya. Masyarakat terpaksa menggunakan air sungai untuk keperluan rumah tangga dan kebersihan dirinya karena tidak memiliki
sumber air bersih selain air Sungai Ciujung. Dari hasil wawancara dengan
99 masyarakat sekitar Sungai Ciujung yang 90.5 di antaranya telah menggunakan
sungai Ciujung lebih dari 10 tahun, seluruhnya menyatakan bahwa sebelum ada industri kertas, kondisi sungai bersih dan masih layak untuk memenuhi kebutuhan
air bersihnya. Namun sejak ada dua industri kertas yang cukup besar dengan debit buangan 41,600 m
3
hari ke Sungai Ciujung secara terus menerus dan telah berlangsung cukup lama membuat kualitas sungai menurun dan tercemar.
Bantuan berupa air bersih yang diberikan pihak perusahaan tidak pernah mencukupi kebutuhan masyarakat sekitar, sehingga masyarakat tidak memiliki
pilihan lain selain tetap memanfaatkan air sungai Ciujung meskipun sudah dalam kondisi tercemar.
Gambar 5.41 Tindakan masyarakat terhadap pengendalian pencemaran Sungai Ciujung
Responden menyatakan tidak melakukan buang sampah ke sungai 99 dan tidak memandikan ternak 80 atau mencuci kendaraanya di Sungai Ciujung
92. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat memiliki kesadaran untuk memelihara kebersihan sungai.
Masyarakat sekitar Sungai Ciujung 80 tidak memanfaatkan air Sungai Ciujung untuk perikanan, namun 54 masyarakat memanfaatkannya untuk
pertanian dan peternakan. Hasil wawancara dengan masyarakat, sejak terjadi pencemaran di Sungai Ciujung, tidak ada perusahaan tambak yang beroperasi.
Saat ini hanya beberapa rumah tangga petambak yang berasal dari masyarakat biasa saja yang masih bertahan menjalankan usahanya meskipun dengan hasil
panen yang rendah baik secara kualitas maupun kuantitas.
Masyarakat yang memanfaatkan air sungai untuk industri hanya 15 sedangkan yang ikut berpartisipasi dalam menjaga kebersihan sungai sebanyak
94.5. Bentuk partisipasi yang umumnya mereka lakukan adalah dengan tidak membuang sampah ke sungai. Masyarakat yang memanfaatkan air sungai sebagai
pendapatan sehari-hari sebanyak 37.
Menurut Notoatmodjo 2003, suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan overt behavioral. Untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu
perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang
20 40
60 80
100 120
Tindakan
Ya Tidak
100 memungkinkan yaitu berupa fasilitas. Di samping itu ada faktor dukungan
support dari pihak lain di dalam praktek atau tindakan. Dalam hal ini pengetahuan dan sikap responden tentang penggunaan air sungai Ciujung masih
kurang. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa persepsi yang benar tentang pencegahan dan penanggulangan pencemaran air tidak selalu diikuti tindakan
nyata dalam pengendalian Faktor pendukung seperti penghasilan keluarga, pendidikan responden merupakan faktor pendukung yang memungkinkan
responden masih menggunakan air sungai Ciujung dalam keperluan sehari-hari. Hal tersebut sesuai hasil penelitian Pimon 2004 yang menyatakan bahwa selain
adanya persepsi yang benar, partisipasi masyarakat juga dipengaruhi oleh faktor gender, pengetahuan, tingkat pendapatan, status sosial dan pesan persepsi
message perception, namun tidak berkaitan dengan usia, pekerjaan, dan lama tinggal dalam komunitas. Hal tersebut juga sesuai dengan hasil penelitian
Mulyanto 2003, yang menyimpulkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat terhadap pengendalian pencemaran berbeda-beda sesuai situasi setempat sosial,
ekonomi, kultural. Aspek ekonomi mempunyai pengaruh kecil terhadap partisipasi masyarakat, namun kondisi sosial dan budaya masyarakat berpengaruh
signifikan terhadap partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran, terutama menyangkut penanggulangan limbah domestik.
6
Dampak Air Sungai Ciujung Terhadap Kesehatan Masyarakat
Tabel 5.18 Distribusi responden berdasarkan keluhan kesehatan kulit setelah menggunakan air sungai Ciujung
No Keluhan Kesehatan Kulit Frekuensi
Persentase
1 Responden yg mengalami keluhan kesehatan kulit
a. ada 179
89.50 b. Tidak ada
21 10.50
Jumlah 200
100.00 2
Responden yang memiliki anggota keluarga yang mengalami keluhan kesehatan kulit
a. Ada 178
89.00 b. Tidak ada
22 11.00
Jumlah 200
100.00
3 Jumlah anggota keluarga responden yang mengalami
keluhan kesehatan kulit a. ≤ 4 orang
35 19.66
b. ≥ 4 orang 143
80.34
Jumlah 178
100.00
Berdasarkan hasil penelitian pada masyarakat sepanjang Sungai Ciujung diperoleh bahwa dari 200 responden yang menggunakan air sungai terdapat 179
responden yang mengalami keluhan kesehatan kulit 89.5 dan yang tidak ada keluhan sebanyak 21 orang 10.5. Responden yang memiliki anggota keluarga
yang mengalami keluhan sakit kulit sebanyak 178 orang 89 dan yang tidak sebanyak 22 orang 11. Responden yang memiliki jumlah anggota keluarga
≤
101 4 orang yang mengalami keluhan kesehatan kulit, yaitu sebanyak 35 orang
19.66 dan 4 orang sebanyak 143 orang 80.34. Keluhan kesehatan kulit yang dirasakan oleh responden dan anggota
keluarga umumnya adalah gatal-gatal 90, bintik-bintik merah 89.5, nyeri 80.5, panashangat 77.5 dan kulit bersisik 90.5, sedangkan yang
mengalami diare sebanyak 84.
Strategi Pengendalian Pencemaran Sungai Ciujung
Strategi pengendalian pencemaran air merupakan upaya yang dilakukan dalam rangka pencegahan dan penanggulangan terjadinya pencemaran air serta
pemulihan kualitas air sesuai kondisi alaminya sehingga kualitas air sungai terjaga sesuai dengan peruntukkannya. Strategi pengendalian pencemaran Sungai Ciujung
dirumuskan berdasarkan hasil Analitycal Hierarchy Process AHP. Alternatif kegiatan, tujuan pengendalian, aktor stakeholders yang berperan, dan kriteria
dalam rangka menentukan strategi pengendalian pencemaran di Sungai Ciujung dilakukan dengan cara melakukan wawancara mendalam dengan pakar expert
judgement dan pengisian kuesioner untuk menjaring berbagai informasi tentang alternatif, tujuan, stakeholders dan kriteria terkait strategi pengendalian
pencemaran Sungai Ciujung.
Analisis AHP dalam strategi pengendalian pencemaran Sungai Ciujung ditetapkan menjadi 5 lima level. Level pertama adalah goal atau fokus kegiatan,
yaitu pengendalian pencemaran Sungai Ciujung. Level kedua adalah kriteria, level ketiga adalah aktor atau pelaku yang berperan dalam pengendalian pencemaran,
level keempat adalah tujuan pengendalian pencemaran dan level kelima adalah alternatif strategi pengendalian pencemaran. Skala prioritas disusun berdasarkan
pada bobot eigen value yang dihasilkan pada matriks perbandingan, di mana bobot yang lebih tinggi diletakkan sebagai faktor utama, sedangkan semakin kecil
bobot akan semakin rendah dalam prioritas penentuan strategi pengendalian pencemaran Sungai Ciujung.
Wawancara dilakukan terhadap beberapa narasumber yang berasal dari Perguruan Tinggi, Badan Lingkungan Hidup BLH Kabupaten Serang, Dinas
Pemukiman dan Sumber Daya Air Propinsi Banten, LSM Lingkungan dan Masyarakat Forum Komunikasi DAS Ciujung serta industri. Berdasarkan hasil
wawancara, alternatif strategi pengendalian pencemaran Sungai Ciujung yang berhasil diidentifkasi adalah:
1 Penerapan pajak limbah industri A-1 2 Pemantauan kualitas air limbah dan air sungai A-2
3 pengetatan perijinan dan kuota pembuangan limbah A-3 4 penetapan kelas sungai dan daya tampung beban pencemaran DTBP A-4
5 Relokasi industri A-5
Kriteria yang digunakan untuk menentukan strategi pengendalian pencemaran Sungai Ciujung adalah: 1 Efektivitas K-1, 2 Efisiensi K-2,
Keberlanjutan K-3, Kemudahan manajemen K-4, Partisipasi masyarakat K-5 dan Keadilan K-6. Sedangkan penentuan stakeholder yang berperan dalam
pengendalian pencemaran adalah: Pemerintah S-1, Industri S-2, Masyarakat
102 S-3, LSM S-4 dan Perguruan Tinggi S-5. Adapun tujuan dalam pengendalian
pencemaran Sungai Ciujung antara lain: Mereduksi beban pencemaran T-1, Meningkatkan kesejahteraan masyarakat T-2, dan Menjaga kualitas air sungai
T-3.
Seluruh hirarki yang terkait dalam pengendalian pencemaran Sungai Ciujung tersebut dapat dilihat dalam gambar berikut.
Pengendalian Pencemaran Sungai Ciujung
Efisiensi
LSM Masyarakat
Industri Mereduksi Beban
Pencemaran Meningkatkan
Kesejahteraan Masyarakat
Pemantauan Kualitas Air
Pengetatan Perijinan dan
Kuota Limbah Penerapan pajak
limbah industri Penetapan Kelas
Sungai dan DTBP
Efektivitas Keberlanjutan
Level 1 Fokus
Level 2 Kriteria
Level 3 Aktor
Level 4 Tujuan
Level 5 Alternatif
Menjaga Kualitas Air Sungai
Pemerintah Kemudahan
Manajemen Partisipasi
Masyarakat Keadilan
Perguruan Tinggi
Relokasi Industri
Gambar 5.42 Struktur proses hirarki analitik AHP dalam pengendalian
pencemaran Sungai Ciujung
Proses hirarki analitik ini digunakan dalam mengevaluasi semua hal yang terkait dengan proses penentuan prioritas alternatif strategi pengendalian
pencemaran Sungai Ciujung. Proses ini juga digunakan untuk melihat dinamika berbagai hal yang terkait dengan pencapaian fokus pengendalian pencemaran
Sungai Ciujung. Penentuan dinamika ini dilakukan menggunakan preferensi berbagai pakar yang memahami dinamika pengendalian pencemaran Sungai
Ciujung. Preferensi dari masing-masing pakar diuji konsistensinya dan dianggap memadai jika rasio konsistensinya consistency ratio memiliki indeks konsistensi
consistency index, CI kurang dari 0.1.
Hasil AHP menunjukan penilaian gabungan seluruh elemen pada setiap level yang dilakukan para pakar terhadap struktur tersebut memiliki tingkat
konsistensi yang baik. Hal ini ditunjukkan dengan nilai rasio konsistensi CR rata-rata 0.063, sehingga memenuhi batas CR maksimum yang diperbolehkan
sebesar 0.1. Penilaian ini menghasilkan nilai pembobotan pada setiap elemen, sekaligus memberikan gambaran prioritas pada setiap elemen tersebut.
Kontribusi tiap level hirarki dalam AHP pengendalian pencemaran Sungai Ciujung menjelaskan besarnya pengaruh dari setiap elemen dalam sebuah level
hirarki terhadap setiap elemen lainnya dalam level hirarki yang berbeda.
103
Gambar 5.43 Kontribusi level kriteria terhadap level fokus pengendalian pencemaran Sungai Ciujung.
Hasil analisis AHP Gambar 5.43 menggunakan aplikasi program Criterium decision Plus CDP, menunjukkan bahwa kriteria keberlanjutan eigen
value 0.298 menjadi kriteria yang paling prioritas dalam rangka menentukan strategi pengendalian pencemaran Sungai Ciujung, kemudian diikuti oleh kriteria
efektivitas eigen value 0.160, partisipasi masyarakat eigen value 0.159, efisiensi eigen value 0.158, keadilan eigen value 0.115, dan terakhir
kemudahan manajemen eigen value 0.111. Urutan kriteria disusun berdasarkan pada bobot prioritas yang dihasilkan pada matriks perbandingan, di mana bobot
yang lebih tinggi diletakkan sebagai kriteria utama, sedangkan semakin kecil bobot akan semakin rendah kriterianya dalam penentuan strategi pengendalian
pencemaran Sungai Ciujung.
Hasil analisis matriks perbandingan berpasangan untuk penentuan stakeholder yang paling berperan dalam pencapaian fokus dari level aktor adalah
industri eigen value 0.314, kemudian diikuti oleh pemerintah eigen value 0.298, masyarakat eigen value 0.238, perguruan tinggi eigen value 0.076, dan
LSM eigen value 0.074 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.44 berikut.
Gambar 5.44 Kontribusi level aktor terhadap level fokus pengendalian
pencemaran Sungai Ciujung.
104
Kontribusi elemen dalam level tujuan terhadap level fokus Gambar 5.45
menunjukkan bahwa kontribusi terbesar yang berpengaruh terhadap penentuan setiap elemen pada pencapaian fokus dari level hirarki tujuan adalah mereduksi
beban pencemaran eigen value 0.496, kemudian diikuti dengan menjaga kualitas air sungai eigen value 0.304, dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat eigen value 0.201.
Gambar 5.45 Kontribusi level tujuan terhadap level fokus pengendalian pencemaran Sungai Ciujung.
Selain bobot di setiap level, diperoleh juga agregat yang dapat menggambarkan bobot kepentingan tiap elemen dalam setiap level hirarki.
Agregat bobot ini menunjukan skala kepentingan tiap elemen dalam tiap level hirarkinya secara sistemik terkait keseluruhan struktur AHP yang telah dibangun.
Hasil pembobotan struktur AHP ini dapat dilihat pada Gambar 5.46.
Gambar 5.46 Agregat pembobotan dalam struktur AHP pengendalian
pencemaran Sungai Ciujung
Hasil analisis AHP menggunakan aplikasi program Criterium Decision Plus CDP, menunjukkan kriteria yang paling penting dalam menentukan strategi
Fokus Kriteria
Aktor Tujuan
Alternatif
105 pengendalian pencemaran Sungai Ciujung adalah keberlanjutan eigen value
0.298, efektivitas eigen value 0.160 dan partisipasi masyarakat eigen value 0.159. Hal ini menunjukkan bahwa segala upaya dan kegiatan yang dilakukan
dalam pengendalian pencemaran harus mendukung kepada keberlanjutan sehingga fungsi sungai akan kembali sesuai peruntukannya tanpa mengabaikan ekositem
yang ada. Menurut Arifin 2007, berkelanjutan secara ekonologi mengandung arti bahwa kegiatan pembangunan harus dapat mempertahankan integritas
ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan dan konservasi SDA termasuk keanekaragaman hayati biodiversity serta penggunaan teknologi ramah
lingkungan. Pembangunan berkelanjutan mensyaratkan keserasian antara laju kegiatan pembangunan dengan daya dukung carrying capacity lingkungan alam
untuk menjamin tersedianya aset SDA dan jasa-jasa lingkungan environmental services yang minimal sama untuk generasi mendatang Bengen 2003.
Pengendalian pencemaran merupakan upaya perlindungan terhadap lingkungan. Dalam melaksanakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup maka peran serta masyarakat sangat dibutuhkan untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Berdasarkan UU no 322009, masyarakat
memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup berupa pengawasan sosial,
pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan; danatau serta penyampaian informasi danatau laporan.
Masih adanya persepsi masyarakat yang menganggap sungai dan bantaran sungai sebagai tempat pembuangan limbah, baik limbah cair maupun limbah
padat akan meningkatkan beban pencemaran ke Sungai Ciujung. Kondisi ini dapat terjadi karena kurang dilibatkannya masyarakat dalam upaya pengendalian
pencemaran dan pengawasan pengelolaan Sungai Cujung. Pendekatan penyelesaian masalah pencemaran Sungai Ciujung yang hanya menggunakan
pendekatan teknis dan penegakan hukum serta mengabaikan peran masyarakat yang seringkali aktif berinteraksi dengan sumber pencemar menjadi tidak efektif.
Faktor partisipasi masyarakat merupakan faktor penting dalam mengembalikan kualitas air Sungai Ciujung Suwari 2010.
Untuk meningkatkan pemahaman masyarakat dapat dilakukan dengan sering dilakukannya sosialisasi dan penyuluhan masalah pencemaran lingkungan
kepada masyarakat sehingga memiliki pemahaman dan kesadaran bahwa upaya pengendalian pencemaran lingkungan hidup merupakan langkah pelestarian
lingkungan yang perlu dilaksanakan oleh semua pihak, dan partisipasi masyarakat ikut memberi peran dalam meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik. Kegiatan
ini bisa dilakukan sejalan dengan kegiatan lain yang sudah berjalan di masyarakat.
Untuk meningkatkan partisipasi serta mendinamisasikan masyarakat dalam pengelolaan
lingkungan hidup
diperlukan komunikator
yang mampu
menyampaikan informasi dan dorongan motivasi tentang pengertian pentingnya menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup bagi kesejahteraan masyarakat
secara berkelanjutan. Komunikator yang selama ini masih diperankan oleh pihak pemerintah harus mulai dialihkan kepada masyarakat setempat lurah, ketua
RTRW, tokoh masyarakatpemuda yang dapat dijadikan sebagai local exspert. Selain itu, penyampaian pesan lingkungan kepada masyarakat akan lebih optimal
jika disampaikan oleh kelompoknya dan pesan masalah lingkungan harus ditentukan berdasarkan kepada hal yang masih memerlukan perubahan sikap dan
106 prilaku. Sehingga komunikasi lingkungan hidup diharapkan dapat mengubah
sikap dan prilaku negatif menjadi positif selain menambah tingkat pengetahuan Mulyanto 2003.
Peran masyarakat dilakukan untuk 1 meningkatkan kepedulian dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, 2 meningkatkan kemandirian,
keberdayaan masyarakat, dan kemitraan, 3 menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat, 4 menumbuhkembangkan ketanggap segeraan
masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial, dan 5 mengembangkan dan menjaga budaya dan kearifan lokal dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan
hidup.
Aktor yang paling berperan dalam keberhasilan pengendalian pencemaran di Sungai Ciujung adalah industri eigen value 0.314 dan pemerintah eigen value
0.298. Industri yang berada di Kabupaten Serang berjumlah 483 industri, di mana
terdapat 14 industri yang membuang limbah cairnya melalui Sungai Cikambuy anak Sungai Ciujung, dan yang membuang langsung limbahnya ke Sungai
Ciujung ada 3 industri, yaitu 2 industri kertas dan 1 industri bahan kimia untuk kertas BLH 2012. Industri-industri ini mengambil peran yang cukup berarti
dalam menambah tumpukan persoalan terjadinya pencemaran di Sungai Ciujung terutama pada musim kemarau dan saat debit Sungai Ciujung kritis. Hal ini
terjadi, akibat masih adanya beberapa industri yang menjalankan usahanya tanpa memiliki sarana instalasi pengolah limbah IPAL, dan masih rendahnya tingkat
kesadaran para pelaku usaha dalam mengelola limbah cairnya. Oleh karena itu untuk membantu meningkatkan daya dukung Sungai Ciujung sebagai Sungai
kelas II, peran industri adalah yang paling utama.
Kebijakan yang telah diambil oleh pemerintah daerah Kabupaten Serang dalam rangka pengendalian pencemaran Sungai Ciujung adalah dengan
mengeluarkan SK Bupati yang mewajibkan seluruh industri yang berada di Kawasan Industri Modern Cikande dan bantaran Sungai Ciujung untuk membuat
lagoon sebagai tempat penampungan air limbah pada saat debit Sungai Ciujung kritis dan larangan membuang limbah cairnya ke Sungai Cikambuy dan Ciujung
selama debit kritis tersebut. Industri yang sudah menunjukkan ketaatan terhadap kebijakan tersebut hanya terbatas kepada beberapa industri yang menghasilkan
limbah cairnya dalam volume yang rendah. Sementara 2 dua industri kertas yang menghasilkan limbah cairnya dengan total lebih dari 40,600 m
3
hari dan yang diduga sebagai perusahaan yang paling berkontribusi terjadinya peningkatan
pencemaran di Sungai Ciujung belum menunjukkan komitmen untuk mentaati kebijakan tersebut sehingga pencemaran di Sungai Ciujung terus berlangsung dan
akibatnya salah satu industri kertas telah mendapatkan sanksi berupa audit lingkungan wajib dari KLH. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran
industri masih rendah dalam pengelolaan limbahnya sehingga berdampak pada pencemaran Sungai Ciujung, sehingga pihak pemerintah sebagai legulator harus
ketat dalam pengawasan dan lebih tegas dalam menegakan peraturan.
Mereduksi beban pencemaran eigen value 0.496 adalah menjadi tujuan paling utama yang ingin dicapai dalam rangka menentukan strategi pengendalian
pencemaran Sungai Ciujung. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian terhadap sampel air Sungai Ciujung yang menunjukkan bahwa kualitasnya tidak dapat
memenuhi kriteria mutu air sungai kelas II, bahkan telah melampaui kelas IV.
107 Begitupun dengan hasil analisis terhadap kualitas effluent limbah cair sebagian
besar menunjukkan tidak memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan dalam KepMen LH Nomor 511995. Rendahnya kualitas air Sungai Ciujung diakibatkan
tingginya beban pencemaran yang masuk ke sungai dari aktivitas industri Point Source di samping aktivitas pertanian, domestik dan peternakan Non Point
Source sehingga harus ada upaya untuk mereduksi beban pencemaran tersebut.
Beberapa upaya yang direkomendasikan untuk dilakukan oleh industri dalam rangka mengendalikan pencemaran di Sungai Ciujung adalah 1
memanfaatkan kembali air limbahnya sehingga dapat mengefisienkan penggunaan air sekaligus mengurangi masalah pencemaran, 2 membangun
kolam penampungan limbah cair sebagai emergency wastewater pondemergency plan untuk keadaan darurat dengan kapasitas minimal sesuai debit buangan
limbah cair terolah aktual maksimum ke Sungai Ciujung dan masa tinggal disesuaikan ketika debit Sungai Ciujung 0 , 3 melengkapi SOP dengan rencana
tindakan darurat terhadap kejadian pencemaran air serta melengkapi dengan prasarana keadaan darurat yang memadai untuk menyimpan air limbah yang
dihasilkan, dan 4 Peningkatan kinerja IPAL untuk menurunkan beban limbah cair pada musim kemarau debit sungai 0
– 10 m
3
detik. Untuk mencapai kondisi tersebut diperlukan komitmen yang tinggi dari para pelaku usaha di samping
perangkat manajemen, sumber daya manusia yang memadai dan dukungan pembiayaan perawatan IPAL Wibowo 2012.
Terdapatnya senyawa AOX dalam sampel effluent limbah cair industri kertas dan tingginya kandungan senyawa AOX dalam sampel air sungai,
menuntut upaya peningkatan kinerja IPAL harus didasarkan kepada upaya penurunan kandungan senyawa ini di samping menurunkan nilai parameter BOD
dan COD. Hal ini harus dilakukan karena menurut Savant 2006, sejumlah proses pengolahan limbah yang efektif mereduksi COD dan BOD menunjukkan tidak
mampu secara efektif mengurangi AOX dari air limbah. Tetapi proses gabungan antara proses kimia dan biologi serta dengan kondisi anaerobik secara efisien
dapat mereduksi AOX. Upaya penurunan konsentrasi senyawa AOX ini harus dilakukan karena senyawa ini berdampak negatif terhadap lingkungan akibat sulit
terdegradasi oleh bakteri dan beberapa senyawa ini diduga sebagai penyebab kanker dan kerusakan hati. Selain itu, senyawa ini dikhawatirkan terbioakumulasi
dalam ikan dan dapat menimbulkan risiko bagi kesehatan manusia jika mengkonsumsi ikan yang terkontaminasi dalam jumlah besar UNEP 2008, US
EPA 1997
Hasil analisis berdasarkan matriks perbandingan berpasangan antar elemen level lima alternatif dengan memperhatikan keterkaitannya dengan level empat
tujuan diperoleh hasil penilaian skor tingkat kepentingan antar masing-masing alternatif dalam pengendalian pencemaran Sungai Ciujung berdasarkan prioritas
masing-masing tujuan yang telah ditetapkan. Prioritas alternatif strategi pengendalian pencemaran Sungai Ciujung berdasarkan level tujuan yang
mempunyai bobot tertinggi adalah pengetatan perijinan dan kuota limbah eigen value 0.309, diikuti dengan pemantauan kualitas air eigen value 0.228,
penetapan kelas air dan daya tampung beban pencemaran eigen value 0.195, penerapan pajak limbah eigen value 0.141 dan relokasi industri eigen value
0.127 seperti ditunjukkan pada Gambar 5.47.
108
Gambar 5. 47 Prioritas alternatif strategi pengendalian pencemaran Alternatif upaya yang paling utama dapat dijadikan pertimbangan oleh
pemerintah daerah Kabupaten Serang berdasarkan hasil analisis AHP untuk mereduksi beban pencemaran adalah dengan memperketat ijin pembuangan
limbah cair dan memperketat kuota limbah yang boleh di buang ke sungai setelah memenuhi baku mutu limbah cair. Tujuan pengetatan perijinan pembuangan
limbah adalah sebagai upaya pencegahan pencemaran dari sumber pencemar, upaya penanggulangan dan atau pemulihan mutu air pada sumber air serta untuk
mewujudkan kelestarian fungsi air agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan sesuai peruntukannya.
Setiap industri yang mengajukan ijin pembuangan limbah cair ke Kabupaten melalui BLH harus diseleksi ketat dan memenuhi persyaratan sesuai PP No
822001 dan KepMen No 511995 dengan melaporkan desain IPAL, debit limbah, peta lokasi pembuangan dan area pembuangan limbah Suwari 2010. Dalam ijin
pembuangan limbah yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk industri, harus didasarkan kepada kondisi Sungai Ciujung, dimana pada saat kondisi debit Sungai
Ciujung normal 50 m
3
detik, industri boleh membuang limbah cairnya yang telah memenuhi baku mutu sesuai ijin, tetapi pada saat kondisi debit sungai kritis
maka kualitas dan kuantitas limbah industri yang dibuang ke sungai harus menyesuaikan dengan kualitas air sungai saat itu.
Pemodelan Dinamis Analisis Kebutuhan
Analisis kebutuhan merupakan tahap awal untuk mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan dari masing-masing pelakustakeholders. Bila pelaku
merasa bahwa mekanisme sistem tidak dapat mengakomodasi kebutuhannya, maka pelaku sebagai komponen sistem tidak akan menjalankan fungsi secara
optimal sehingga mengakibatkan kinerja sistem terganggu dan sebaliknya Hartrisari 2007. Analisis kebutuhan selalu menyangkut interaksi antara respon
yang timbul dari seseorang terhadap jalannya sistem Marimin 2007.
Analisis kebutuhan sistem pengendalian pencemaran Sungai Ciujung melibatkan beberapa stakeholder yang terlibat dalam sistem tersebut. Stakeholder
yang terlibat dalam sistem pengendalian pencemaran Sungai Ciujung serta kebutuhan masing-masing stakeholders dapat dilihat pada Tabel 5.19.
Penerapan pajak limbah Pemantauan kualitas air
Pengetatan perijinan kuota
Penetapan kelas air DT Relokasi industri
0.127 0.195
0.309 0.228
0.141
109
Tabel 5.19 Analisis Kebutuhan pada sistem pengendalian pencemaran air Sungai Ciujung
No Stakeholder
Kebutuhan
1 Pemerintah
- Peningkatan pendapatan daerah Kabupaten serang - Retribusi tinggi
- Iklim investasi baik - Lingkungan terjaga
- Kesadaran dan ketaatan terhadap pengelolaan
lingkungan dari pelaku kegiatan usaha tinggi - Kualitas air Sungai Ciujung baik
2 Industri
- Iklim usaha baik - Biaya retribusi rendah
- Birokrasi mudah - Keuntungan lebih tinggi
- Kualitas air Sungai Ciujung baik
3 Petani
- Hasil panen tinggi - Kualitas hasil panen baik
- Pendapatan meningkat - Kualitas air Sungai Ciujung baik
4 Pengusaha Tambak
- Kualitas air Sungai Ciujung baik - Kualitas Ikan baik
- Hasil Panen meningkat - Pendapatan meningkat
5 Masyarakat
- Kualitas air meningkat - Kesehatan meningkat
- Kesempatan kerja lebih banyak - Pendapatan meningkat
- Penerapan CSR
6 LSM
- Kualitas air sungai meningkat - Sosial ekonomi masyarakat tidak terganggu
Formulasi Masalah Terjadinya konflik kepentingan antar stakeholders merupakan masalah yang
membutuhkan solusi agar sistem dapat bekerja secara konstruktif dalam rangka mencapai tujuan. Berdasarkan analisis kebutuhan dan adanya perbedaan
kepentingan antar pelaku dalam sistem pengendalian pencemaran Sungai Ciujung, permasalahan yang sering muncul dalam upaya pengendalian pencemaran air
Sungai Ciujung adalah: - Belum ada koordinasi antar sektor dan masih lemahnya penegakan hukum
- Kurangnya partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pelestarian sumber
daya air sungai - Belum ada data parameter senyawa AOX
- Belum ditetapkannya kelas dan daya tampung beban pencemaran Sungai Ciujung
- Belum ada proyeksi resiko dampak pencemaran air Sungai Ciujung terhadap kesehatan
- Belum tersedia strategi pengendalian pencemaran air Sungai Ciujung - Mendesaknya kebutuhan masyarakat terhadap air bersih sering memicu konflik
antar masyarakat dengan industri
110
Identifikasi Sistem
Diagram lingkar sebab akibat adalah pengungkapan tentang kejadian hubungan sebab akibat causal relationship ke dalam bahasa gambar tertentu.
Bahasa gambar tersebut dibuat dalam bentuk garis panah yang saling mengkait, sehingga
membentuk sebuah
diagram sebab
akibat. Pangkal
panah mengungkapkan sebab dan ujung panah mengungkapkan akibat. Hubungan
digambarkan dengan tanda positif + atau negatif -. Sungai Ciujung sebagai salah satu sumber daya air yang vital bagi wilayah
Kabupaten Serang, memiliki interaksi sistem sosial, ekonomi, dan ekologi. Ketiga sistem dan interaksinya tersebut disimplifikasi menjadi Model
Pengendalian Pencemaran Sungai Ciujung MPPSC yang mencakup sub-model sosial, sub-model ekologi, dan sub-model nilai ekonomi. Guna memahami sistem
tersebut dilakukan simplifikasi awal melalui diagram lingkar sebab-akibat causal loop, seperti disajikan pada Gambar 5.48.
pengendalian Biaya
pengelolaan
Limbah Pertanian
Limbah Ternak Kesehatan dan
Kesejahteraan Masyarakat
Beban Pencemaran
DTBP Kualitas Air
Sungai Limbah Industri
Regulasi
+ +
- +
+ -
- -
+
Debit Air Sungai
+ +
+
Limbah Pemukiman
-
+ +
+
+ +
- Jumlah
Penduduk +
+
+
Gambar 5.48 Causal loop MPPSC. Causal loop pada gambar di atas menunjukkan bahwa limbah pemukiman,
limbah pertanian, limbah ternak dan limbah dari industri mempengaruhi beban pencemaran di Sungai Ciujung. Peningkatan beban pencemaran limbah
pemukiman sangat dipengaruhi oleh peningkatan volume limbah yang besarnya sangat dipengaruhi oleh jumlah penduduk yang beraktivitas dan tinggal di sekitar
Sungai Ciujung. Sementara itu, beban pencemaran akibat limbah pertanian dipengaruhi oleh luas lahan pertanian di sepanjang Sungai Ciujung, dan untuk
beban pencemaran limbah industri dipengaruhi oleh debit limbah dari setiap industri yang membuang limbahnya ke badan Sungai Ciujung baik langsung
maupun tidak langsung. Secara keseluruhan total potensi beban pencemaran Sungai Ciujung akan sangat mempengaruhi kemampuan Sungai Ciujung
111 mereduksi beban pencemaran akibat pembuangan limbah pemukiman, industri,
pertanian dan peternakan sehingga kualitas air sungai dan daya tampung beban pencemaran menurun.
Menurunnya kualitas air sungai akan mengganggu kesehatan masyarakat, untuk mengatasi hal ini perlu adanya pengendalian beban pencemaran pada
sumber pencemar Sungai Ciujung. Regulasi berupa biaya pengelolaan diterapkan guna perbaikan kualitas air sungai sehingga pencemaran Sungai Ciujung dapat
dikendalikan. Oleh karena itu, dalam melakukan analisis sistem pengendalian pencemaran membutuhkan beberapa informasi yang dapat digolongkan menjadi
beberapa variabel, yaitu variabel input, variabel output dan parameter yang membatasi susunan sistem. Di samping itu, hubungan antara input masukan dan
output keluaran dalam suatu sistem digambarkan dalam sebuah diagram input - output masukan-keluaran seperti disajikan pada Gambar 5.49.
Input Lingkungan
UU RI No. 32 Tahun 2009 UU RI No. 19 Tahun 2009
PP No. 82 Tahun 2001 KepMen LH No 511995
Perda Kab Serang No 8 Tahun 2012
Input Tidak Terkontrol 1. Iklim
2. Debit Air 3. Limbah non point
Output Diinginkan 1. Kualiatas air sungai meningkat
2. Meningkatnya partisipasi masyarakat
Model Pengendalian Pencemaran
di Sungai Ciujung
Input Terkontrol 1. Jumlah industri
2. Potensi Beban Pencemaran
Output Tidak Diinginkan
1. Menurunnya investor 2. Terjadinya konflik
3. Kualitas air menurun 4. Penurunan kesehatan masyarakat
Manajemen pengendalian pencemaran sungai ciujung
Parameter Kinerja : Baku Mutu Air
Feed back
Gambar 5.49 Diagram input-output sistem pengendalian pencemaran di Sungai Ciujung
112 Variabel input model terdiri atas input lingkungan input tidak langsung
serta input terkendali dan tak terkendali input langsung. Input lingkungan merupakan elemen-elemen yang mempengaruhi sistem secara tidak langsung
dalam pencapaian tujuan. Input ini berada di luar batasan sistem sehingga sering disebut sebagai input lingkungan Mandra 2012. Input lingkungan pada model
pengendalian pencemaran Sungai Ciujung adalah kebijakan pemerintah yang akan mempengaruhi kinerja sistem walaupun tidak secara langsung. Kebijakan
pemerintah yang dimaksud antara lain UU No. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan pengelolaan lingkungan hidup, PP No. 82 Tahun 2001 tentang
pengendalian pencemaran air dan pengelolaan kualitas air dan Perda No. 8 Tahun 2012 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Input terkendali dan input tak terkendali merupakan input langsung yang mempengaruhi kinerja sistem secara langsung. Input terkontrol controlled input
adalah input yang secara langsung mempengaruhi kinerja sistem dan bersifat dapat dikendalikan, sedangkan input tak terkontrol uncontrolled input
merupakan input yang diperlukan agar sistem dapat berfungsi dengan baik namun tidak dapat dikendalikan. Jumlah industri merupakan input terkendali karena
pemerintah dapat membuat kebijakan untuk mengendalikan jumlah industri begitu pula dengan potensi beban pencemaran dari sumbernya.
Iklim dan debit air sungai merupakan input yang tidak dapat dikendalikan, namun berpengaruh bagi pencapaian tujuan sistem. Menurunnya investor
merupakan output yang tidak diinginkan karena akan menurunkan pendapatan masyarakat dan pemerintah daerah. Begitu pula dengan menurunnya kualitas air
sungai yang akan berdampak pada menurunnya kesehatan masyarakat dan meningkatkan konflik adalah output yang tidak diinginkan. Sehingga
memerlukan tindak lanjut melalui umpan balik manajemen pengendalian pencemaran Sungai Ciujung supaya menghasilkan output yang diinginkan, karena
menurut Hartrisari 2007, pengendalian merupakan proses pengaturan terhadap pengoperasian sistem dalam menghasilkan output yang dikehendaki
Model Pengendalian Pencemaran Sungai Ciujung MPPSC
Model pengendalian pencemaran air Sungai Ciujung disusun oleh beberapa sub-sub model, yaitu sub-model sosial, sub-model ekologi, dan sub-
model ekonomi. Ketiga sub-model tersebut kemudian diintegrasikan menjadi satu model pengendalian pencemaran air Sungai Ciujung. Seluruh sub-model tersebut
ditransformasi menjadi stock flow diagram SFD sebagai penjabaran causal loop. Prilaku sub-model dijabarkan dalam aliran energi dan informasi dalam SFD
dengan pendekatan matematis. Penyusunan SFD dan pendekatan matematisnya dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Powersim Studio 2005E. SFD secara
keseluruhan disajikan dalam Gambar 5.50.
113 MPPSC diwakili oleh lokasi Kamaruton 1. Lokasi ini diasumsikan dapat
menggambarkan kondisi Sungai Ciujung karena terdapat aktivitas pemukiman, pertanian dan industri.
Beban pencemaran yang masuk ke Sungai Ciujung diestimasi dari seluruh aktivitas yang berada di sepanjang bantaran sungai dengan jarak 500 m dari
Sungai Ciujung sepanjang 31.75 km mulai dari lokasi Nagara sampai ke Muara. Secara umum, banyaknya penduduk dan ternak yang terdapat pada
pemukiman penduduk akan memberikan beban limbah terhadap badan Sungai Ciujung. Sumber pencemar lainnya adalah dari aktivitas pertanian dan industri
yang ada di sepanjang Sungai Ciujung. Berbagai beban pencemar yang dimodelkan dari berbagai aktivitas tersebut adalah parameter BOD, COD, Cr, dan
senyawa AOX.
Setiap beban pencemar tersebut akan masuk ke badan sungai dan menjadi pencemar yang tercampur dengan air sungai. Besarnya beban pencemar di badan
sungai dan debit air sungai akan menentukan kualitas air sungai dan daya tampung beban pencemaran. Selain itu, khusus untuk senyawa AOX yang
diprediksi bisa masuk ke dalam ikan dan tubuh manusia ditetapkan, dan hasilnya dibandingkan dengan TDI Tolerable Daily Intake yang bisa diterima dalam
tubuh manusia. Prediksi besarnya kandungan senyawa AOX dalam tubuh manusia dapat menggambarkan dampak pencemar terhadap kesehatan penduduk
yang berinteraksi dengan Sungai Ciujung.
Pengendalian pencemaran yang terjadi di Sungai Ciujung perlu dilakukan dengan mengurangi beban pencemar yang berpotensi masuk ke badan air sungai.
Pengendalian yang dilakukan di daerah industri dan pemukiman bisa dilakukan dengan membangun IPAL instalasi pengolah air limbah yang disesuaikan
dengan kapasitas limbahnya. Besarnya limbah yang harus diolah dan biaya pembangunan IPAL bisa menunjukkan besarnya nilai ekonomi dalam
pengendalian pencemaran.
114 114
Sub-Model Sosial_Penduduk
Manusia
Sub-Model Ekologi
Sub-Model Ekonomi Sub-Model
Sosial_Dampak Pencemaran
Senyawa AOX Peternakan
Pemukiman Industri
Pertanian
Jumlah Penduduk_stock
LPert Pddk FLahir Pddk
AME Penduduk Batas AME
Kepadatan Penduduk
BP BOD Kebun Emisi BOD Kebun
BP BOD Sawah Emisi BOD Sawah
BP BOD Pertanian BP BOD Sapi
Emisi BOD Sapi Jumlah Sapi
Luas Wilayah BP COD Sapi
Emisi COD Sapi
BP BOD Kerbau Emisi BOD Kerbau
Jumlah Kerbau BP COD Kerbau
Emisi COD Kerbau
BP BOD Kambing Emisi BOD Kambing
Jumlah Kambing BP COD Kambing
Emisi COD Kambing BP BOD Domba
Emisi BOD Domba Jumlah Domba
BP COD Domba Emisi COD Domba
BP BOD Ayam Emisi BOD Ayam
Jumlah Ayam BP COD Ayam
Emisi COD Ayam BP BOD Bebek
Emisi BOD Bebek Jumlah Bebek
BP COD Bebek Emisi COD Bebek
BP BOD Peternakan
BP COD Peternakan BP BOD Industri
Potensi BP BOD Total
BP COD Industri
Potensi BP COD Total
penduduk
COD Sungai BM COD Kelas1
BM COD Kelas 2 BM COD Kelas 3
BM COD Kelas 4 Debit Ciujung
BOD Sungai BM BOD Kelas 1
BM BOD Kelas 2
BM BOD Kelas 3
BM BOD Kelas 4 BP BOD Total sungai
BMBP BOD Kelas 1 DT BOD Kelas 1
BMBP BOD Kelas 2 DT BOD Kelas 2
Nilai BOD Sungai eksisting
BP BOD Sungai eksisting
Debit Ciujung
BMBP BOD Kelas 4 BMBP BOD Kelas 3
DT BOD Kelas 3 DT BOD Kelas 4
BP COD Domba BP COD Kambing
BP COD Ayam BP COD Bebek
BP BOD Bebek BP BOD Sapi
BP BOD Domba BP BOD Ayam
Debit Ciujung BP COD total sungai
BMBP COD Kelas 1 DT COD Kelas 1
BMBP COD Kelas 2 DT COD Kelas 2
Kadar COD Sungai eksisting
BP COD Sungai eksisting
BMBP COD Kelas 4 BMBP COD Kelas 3
DT COD Kelas 3 DT COD Kelas 4
Debit Limbah kebun Faktor Limbah
kebun Faktor Musim
Kemarau Faktor Musim
Peralihan Faktor Musim Hujan
Debit Limbah Sawah
Faktor Limbah Sawah
Debit Limbah Peternakan
Debit Limbah Industri
Debit Limbah Industri
Debit Limbah Pertanian
Debit Limbah Pertanian
BP Cr Industri Cr Industri_NT
BM Cr Kelas1 BM Cr Kelas 2
BM Cr Kelas 3 BM Cr Kelas 4
BP Cr total Sungai BMBP Cr Kelas 1
DT Cr Kelas 1
BMBP Cr Kelas2 DT Cr Kelas 2
Kadar Cr Sungai Eksisting
BP Cr Sungai Eksisting
BMBP Cr Kelas 4 BMBP Cr Kelas 3
DT Cr Kelas 3 DT Cr Kelas 4
Debit Ciujung AOX Industri-NT
BM AOX Kelas 1 BM AOX Kelas 2
BP AOX total Sungai BMBP AOX Kelas 1
DT AOX Kelas 1
BMBP AOX Kelas 2 DT AOX Kelas 2
Kadar AOX Sungai Eksisting
BP AOX Sungai Eksisting
Debit Limbah Industri
Biaya Pengelolaan Air Limbah Industri-
TLA Harga Pengelolaan
Air Limbah Industrie-LA
Cr-TLA Industri Cr-TRO Industri
Biaya Pengelolaan Air Limbah
Pemukiman Harga Pengelolaan
Air Limbah Pemukiman
AOX Sungai TCDD Ikan
TCDD Manusia TDI TCDD
Kelebihan TCDD Manusia
AOX Sungai TCDF Ikan
TCDF Manusia TDI TCDF
Kelebihan TCDF Manusia
PCP Ikan PCP Manusia
TDI PCP Kelebihan PCP
Manusia CH3Cl Ikan
CH3Cl Manusia TDI CH3Cl
Kelebihan CH3Cl Manusia
BM AOX Kelas 3 BMBP AOX Kelas 3
DT AOX Kelas 3
BM AOX Kelas 4 BMBP AOX Kelas 4
DT AOX Kelas 4 Luas Kebun_stock
L_Pert Luas Kebun F_Luas Kebun
LEmigrasi
LImigrasi FEmigrasi Pddk
FImigrasi Pddk LMati Pddk
FMati Pddk BP COD Industri
_stock L_BP COD Industri
F_Pert BP COD Industri
BP AOX Industri_stock
L_BP AOX Industri F_Pert BP AOX
Industri
Tingkat Konsumsi Jumlah Ayam
Wilayah_stock L_Pert JmlAyamWil
F_Pert JmlAyamWil Jumlah Kambing
Wilayah_stock L_Pert
JmlKambingWil F_Pert
JmlKambingWil Jumlah Kerbau
Wilayah_stock L_Pert JmlKerbau
F_Pert JmlKerbauWil Jumlah Domba
Wilayah_stock L_Pert JmlDomba
F_Pert JmlDomba Jumlah Sapi
Wilayah_stock L_Pert JmlSapiWil
F_Pert JmlSapiWil Jumlah Bebek
Wilayah_stock L_Pert JmlBebekWil
F_Pert JmlBebekWil
Cr Sungai BP BOD Total sungai
BP BOD Industri_stock
L_BP BOD Industri F_Pert BP BOD
Industri BP AOX Industri
BP AOX Industri BOD Industri-NT
COD Industri-NT
BP Cr Industri _stock L_Pert Cr Industri
F_Pert BP Cr Industri
debit limbah Industri _stock
L_debit limbah Industri
F_Pert debit limbah Industri
AOX-TRO Industri AOX-TLA Industri
Debit limbah industri_e
COD-TLA Industri COD-TRO Industri
BOD-TRO Industri BOD-TLA Industri
Biaya Pengelolaan Air Limbah Industri-
RO Harga Pengelolaan
Air Limbah Industrie-RO
Biaya Pengelolaan Air Limbah Industri-
TLA Biaya Pengelolaan
Air Limbah Industri- RO
Biaya Pengelolaan Air Limbah Industri-
RO Biaya Pengelolaan
Air Limbah Industri- TLA
BCF TCDD
BCF TCDF BCF PCP
BCF CHCl3 Jumlah
Penduduk_stock Luas_Pemukiman
LPert Pemukiman FPert Pemukiman
Luas Pemukiman Asal
Luas_Pemukiman Luas_Pemukiman
Luas Wilayah Luas Wilayah
Luas Wilayah BP COD Sapi
BP BOD Kerbau
BP COD Kerbau BP BOD Kambing
BP COD Industri Debit Limbah
Peternakan BP COD Peternakan
Debit Ciujung Debit Limbah
Industri
BP BOD Industri BP BOD Peternakan
Debit Limbah Industri
AOX Industri-NT BP Cr Industri
Debit Limbah Industri
BP BOD Kebun Luas Sawah_stock
L_Pert Luas Sawah F_Luas Sawah
Debit Ciujung Debit Ciujung
Debit Ciujung COD Sungai Aktual
AME COD Batas AME
Cr Sungai Aktual AME Cr
BOD Sungai Aktual AME BOD
Batas AME
Debit limbah pemukiman _stock
L_debit limbah pemukiman
F_Pert debit limbah pemukiman
Debit limbah pemukiman_e
Copy of F_Pert JmlBebekWil
BP BOD Pemukiman Debit Limbah
Pemukiman BP BOD Pemukiman
_stock L_BP BOD
Pemukiman F_Pert BP BOD
pemukiman BOD Pemukiman-NT
BOD Pemukiman-T Jumlah Penduduk
BP COD Pemukiman _stock
L_BP COD Pemukiman
F_Pert BP COD pemukiman
BP COD Pemukiman
Jumlah Penduduk COD Pemukiman-NT
COD Pemukiman-T
BP COD Pemukiman
Debit Limbah Pemukiman
BP BOD Pemukiman Debit Limbah
Pemukiman
Gambar 5.50 Stock-flow diagram MPPSC
115
Sub-Model Sosial 1
Sub Model Kependudukan
Sub model sosial kependudukan dalam MPPSC merupakan bagian pemodelan untuk mengetahui pengaruh variabel sosial,
seperti jumlah penduduk, kelahiran, kematian, imigrasi, emigrasi, dan luas pemukiman.
Emigrasi Kematian
Jumlah penduduk
Luas pemukiman
Kelahiran +
-
+ Kepadatan
penduduk +
Imigrasi +
- +
- +
+
+ +
Gambar 5.51 Diagram sub model sosial kependudukan Berdasarkan diagram sub model sosial kependudukan Gambar
5.51, pengendalian pencemaran Sungai Ciujung dipengaruhi oleh jumlah penduduk. Jumlah penduduk akan mengalami pertambahan
apabila terjadi peningkatan jumlah kelahiran dan imigrasi atau mengalami penurunan jika terjadi peningkatan tingkat kematian dan
jumlah emigrasi. Dalam MPPSC, peningkatan jumlah penduduk berdampak pada peningkatan jumlah beban pencemaran pemukiman
dan untuk mengimbanginya dapat dilakukan melalui pembuatan IPAL komunal untuk mengolah limbah domestik sebelum dibuang
ke sungai.
MPPSC sub model sosial yang telah dirumuskan dapat digunakan dengan beberapa asumsi yang akan membatasi
keberlakuan model. Penduduk auxilarry adalah jumlah penduduk di wilayah bantaran sungai yang terdapat di lokasi Kamaruton 1
diestimasi dari perkalian antara luas pemukiman dan kepadatan penduduk di wilayah tersebut, dan penduduk akan menjadi initial
untuk jumlah penduduk level yang merupakan jumlah penduduk prediksi. Laju pertumbuhan penduduk dan laju imigrasi merupakan
laju masukan untuk jumlah penduduk, sedangkan laju emigrasi dan laju kematian merupakan keluaran.
Stock flow diagram sub-model sosial kependudukan disajikan dalam Gambar 5.52.
116
Gambar 5.52 Stock-flow diagram sub-model sosial Hasil simulasi pertumbuhan penduduk pada bantaran Sungai
Ciujung memperlihatkan kecenderungan pertumbuhan positif positive growth naik mengikuti kurva eksponensial pada tahun simulasi 2009
sampai 2020. Jumlah petumbuhan penduduk di sekitar Sungai Ciujung dihitung berdasarkan pertumbuhan penduduk di Kabupaten Serang.
Pertumbuhan penduduk rata-rata di Kabupaten Serang adalah sebesar 1.77 per tahun atau sekitar 0.15 per bulan BPS 2013.
2 Sub Model Dampak Pencemaran Senyawa AOX Terhadap
Akuatik dan Manusia
Sub model dampak pencemaran dalam MPPSC merupakan bagian pemodelan untuk mengetahui dampak penurunan kualitas air sungai
terhadap akuatik ikan dan manusia. Dampak pencemaran yang ditentukan dalam model ini adalah dampak dari senyawa AOX yang
berasal dari aktivitas industri terhadap ikan dan manusia. Hubungan sebab akibat antara variabel di dalam sub model dampak pencemaran
disajikan dalam Gambar 5.53.
Berdasarkan diagram sub model dampak pencemaran Gambar 5.53, nampak bahwa meningkatnya kandungan senyawa AOX
disebabkan oleh meningkatnya beban pencemaran dari limbah industri. Senyawa ini akan terbioakumulasi dalam ikan. Maka tingginya tingkat
konsumsi masyarakat terhadap ikan diprediksi akan meningkatkan kandungan senyawa AOX dalam tubuh manusia sehingga akan
berdampak pada penurunan kesehatan.
Sub-Model Sosial_Penduduk
Jumlah Penduduk LPert Pddk
FLahir Pddk AME Penduduk
Batas AME
Kepadatan Penduduk
penduduk LEmigrasi
LImigrasi FEmigrasi Pddk
FImigrasi Pddk LMati Pddk
FMati Pddk
Luas_Pemukiman LPert Pemukiman
FPert Pemukiman Luas Pemukiman
Asal
117
Kandungan AOX dalam tubuh manusia
Limbah Industri
Jumlah penduduk
Kadar AOX di Sungai
Kandungan AOX_Ikan
Tingkat Kebutuhan
+
+
Beban Pencemaran
industri AOX
+ +
+ +
- Tingkat
konsumsi +
+
Gambar 5.53 Diagram sub model dampak pencemaran senyawa
AOX di Sungai Ciujung
Gambar 5.54 Stock flow diagram sub-model sosial-dampak pencemaran senyawa AOX dalam MPPSC
MPPSC sub model sosial yang telah dirumuskan dapat digunakan dengan beberapa asumsi yang akan membatasi keberlakuan model
khususnya sub model dampak pencemaran senyawa AOX. Senyawa AOX yang diprediksi akan berdampak pada kesehatan didasarkan pada
senyawa yang umumnya ada dalam limbah industri kertas dan pulp, yaitu senyawa 2,3,7,8
–TCDD; 2,3,7,8-TCDF; PCP dan kloroform Yasmidi, 2008. Prediksi kandungan senyawa AOX dalam tubuh ikan gkg yang
Sub-Model Sosial_Dampak
Pencemaran Senyawa AOX
AOX-TCDD Ikan AOX-TCDD Manusia
TDI TCDD Kelebihan AOX-
TCDD Manusia
AOX Sungai AOX-TCDF Ikan
AOX-TCDF Manusia TDI TCDF
Kelebihan AOX- TCDF Manusia
AOX-PCP Ikan AOX-PCP Manusia
TDI PCP Kelebihan AOX-PCP
Manusia
AOX-CH3Cl Ikan AOX-CH3Cl Manusia
TDI CH3Cl Kelebihan AOX-
CH3Cl Manusia Tingkat Konsumsi
BCF TCDD
BCF TCDF BCF PCP
BCF CHCl3 Jumlah Penduduk
118 terdapat di Sungai Ciujung dihitung dengan mengalikan konsentrasi
senyawa AOX dalam air Sungai mgL dengan nilai BCF bioconcentration factor masing-masing senyawa AOX nya. Kandungan
Senyawa AOX yang dapat masuk ke dalam tubuh manusia ghari ditentukan oleh besaran kandungan senyawa AOX yang terdapat dalam
ikan dan tingkat konsumsi ikan penduduk Kabupaten Serang 0.0493 kgharikapita.
Berdasarkan sub model dampak pencemaran senyawa AOX tampak bahwa kandungan senyawa AOX dalam ikan TCDD, TCDF,
PCP dan CH
3
Cl berfungsi sebagai auxiliary dan besarannya ditentukan oleh kandungan senyawa AOX yang terdapat di sungai sebagai laju
masukan dengan nilai BCF sebagai konstanta. Kandungan senyawa AOX dalam tubuh manusia berfungsi sebagai auxiliary dan besarannya
ditentukan oleh kandungan senyawa AOX dalam tubuh ikan sebagai laju masukan dan tingkat konsumsi ikan sebagai konstanta. Kandungan
senyawa AOX dalam tubuh dibandingkan dengan nilai Total Daily Intake TDI masing-masing jenis senyawa AOX yang diperkenankan terdapat
dalam tubuh. Jika kandungan senyawa AOX dalam tubuh melebihi nilai TDI, menunjukkan bahwa kandungan senyawa AOX yang terdapat di
Sungai Ciujung akan membahayakan kesehatan masyarakat sekitar dan terganggunya kehidupan akuatik ikan di sungai.
Berdasarkan diagram sub model dampak pencemaran Gambar 5.54, nampak bahwa meningkatnya kandungan senyawa AOX
disebabkan oleh meningkatnya beban pencemaran dari aktivitas industri. Senyawa ini akan terbioakumulasi dalam ikan. Maka tingginya tingkat
konsumsi masyarakat terhadap ikan diprediksi akan meningkatkan kandungan senyawa AOX dalam tubuh manusia sehingga akan
berdampak pada penurunan kesehatan.
Sub-model Ekologi
Sub model ekologi dalam sistem pengendalian pencemaran Sungai Ciujung merupakan bagian pemodelan untuk mengetahui variabel-
variabel lingkungan, seperti permasalahan beban pencemaran yang disebabkan oleh limbah pemukiman, peternakan, pertanian dan industri
yang berdampak pada kualitas dan daya tampung beban pencemaran Sungai Ciujung. Pengaruh variabel-variabel lingkungan tersebut terhadap
sistem kemudian disajikan dalam diagram sebab akibat, seperti yang disajikan pada Gambar 5.55.
Berdasarkan diagram sub model ekologi Gambar 5.55 diketahui bahwa beban pencemaran di Sungai Ciujung merupakan akumulasi dari
beban pencemaran industri, pemukiman, peternakan dan pertanian. Peningkatan beban pencemaran limbah pemukiman sangat dipengaruhi
oleh jumlah penduduk yang berada di bantaran sungai. Beban pencemaran pertanian dipengaruhi oleh luas lahan pertanian sepanjang
sungai, sedangkan beban pencemaran peternakan dipengaruhi oleh jumlah ternak di bantaran sungai. Sementara beban pencemaran industri
dipengaruhi oleh debit dan kualitas limbah industri yang dibuang ke sungai. Diagram stock flow masing-masing sumber pencemar dapat
119 dilihat pada Gambar 5.56 - 5.59.
Debit Limbah industri
+
Beban Pencemaran
industri
+ +
Emisi limbah domestik
+ Jumlah
Penduduk Daya tampung
beban pencemaran
Kualitas limbah industri
- +
Beban Pencemaran
Sungai
Beban Pencemaran
Pemukiman
Luas lahan pertanian
Emisi limbah pertanian
+
Beban Pencemaran
pertanian
+ +
Jumlah Ternak
Emisi limbah ternak
+
Beban Pencemaran
peternakan
+ +
Debit Sungai Kualitas air
sungai Ciujung +
-
-
Gambar 5.55 Sub model ekologi
Gambar 5.56 Stock flow Sub model ekologi - pemukiman MPPSC Sub model ekologi - pemukiman yang telah dirumuskan
dapat digunakan dengan beberapa asumsi yang akan membatasi keberlakuan model. Asumsi-asumsi tersebut adalah debit kebutuhan air
115 Loranghari dan yang dibuang 80 dari kebutuhan air, sedangkan yang sampai disungai diasumsikan 50 faktor limbah. Untuk
mendapatkan debit limbah dalam satuan Ldetik dibagi dengan 24 jam , 60 menit dan 60 detik. Faktor konversi yang digunakan untuk
mengestimasi beban pencemaran akibat limbah pemukiman domestik untuk BOD adalah 40 gramoranghari dan COD adalah 55
Pemukiman
BP BOD Pemukiman Emisi BOD
Pemukiman
BP COD Pemukiman Emisi COD
Pemukiman Debit Limbah
Pemukiman Faktor Limbah
Nilai BOD-NT Pemukiman
Biaya Pengelolaan Air Limbah
Pemukiman Nilai COD-NT
Pemukiman
Nilai COD-NT Pemukiman
Nilai COD-T Pemukiman
Nilai BOD-NT Pemukiman
Nilai BOD-T Pemukiman
Jumlah Penduduk
120 gramoranghari Yusuf 2012. Beban pencemaran BOD dan COD
diperoleh dari hasil perkalian antara emisi masing-masing dengan jumlah penduduk. Nilai BOD dan COD ditetapkan dengan membagi beban
pencemaran masing-masing dengan debit limbah pemukiman. Untuk mendapatkan nilai BOD dan COD dalam satuan mgL maka dikalikan
dengan 1000.000 dibagi 86.400 24 jam x 60 menit x 60 detik.
Berdasarkan sub model ekologi-pemukiman, tampak bahwa besarnya beban pencemaran BOD dan COD yang berfungsi sebagai
auxiliary merupakan hasil perkalian antara jumlah penduduk yang berfungsi sebagai level dengan emisi BOD dan COD masing-masing
yang berfungsi sebagai konstanta. Sementara, nilai parameter BOD dan COD yang berfungsi sebagai auxiliary merupakan hasil bagi antara
beban pencemarannya masing-masing dengan debit limbah pemukiman yang berfungsi sebagai auxiliary.
Gambar 5.57 Stock flow Sub model ekologi – peternakan
Beban pencemaran BOD dan COD dari peternakan merupakan akumulasi dari beban pencemaran masing-masing jenis ternak.
Dalam model, Asumsi yag digunakan dalam sub model ekologi- peternakan adalah fraksi pertumbuhan masing-masing ternak
setiap tahun, yaitu untuk bebek 20.93, domba 0.54, ayam 90, sapi -19.54, kerbau 41.43 dan kambing 0.46 BPS 2012. Untuk
mendapatkan data pertumbuhan ternak setiap bulan maka dibagi 12. Emisi BOD dan COD untuk masing-masing ternak tercantum dalam
Tabel 5.20.
Peternakan
BP BOD Sapi Emisi BOD Sapi
Jumlah Sapi
Luas Wilayah BP COD Sapi
Emisi COD Sapi
BP BOD Kerbau Emisi BOD Kerbau
Jumlah Kerbau BP COD Kerbau
Emisi COD Kerbau
BP BOD Kambing Emisi BOD Kambing
Jumlah Kambing BP COD Kambing
Emisi COD Kambing BP BOD Domba
Emisi BOD Domba Jumlah Domba
BP COD Domba Emisi COD Domba
BP BOD Ayam Emisi BOD Ayam
Jumlah Ayam
BP COD Ayam Emisi COD Ayam
BP BOD Bebek Emisi BOD Bebek
Jumlah Bebek BP COD Bebek
Emisi COD Bebek BP BOD Peternakan
BP COD Peternakan BP COD Domba
BP COD Kambing BP COD Ayam
BP COD Bebek BP BOD Bebek
BP BOD Sapi
BP BOD Domba BP BOD Ayam
Jumlah Ayam Wilayah_stock
L_Pert JmlAyamWil F_Pert JmlAyamWil
Jumlah Kambing Wilayah_stock
L_Pert JmlKambingWil
F_Pert JmlKambingWil
Jumlah Kerbau Wilayah_stock
L_Pert JmlKerbau F_Pert JmlKerbauWil
Jumlah Domba Wilayah_stock
L_Pert JmlDomba F_Pert JmlDomba
Jumlah Sapi Wilayah_stock
L_Pert JmlSapiWil F_Pert JmlSapiWil
Jumlah Bebek Wilayah_stock
L_Pert JmlBebekWil F_Pert JmlBebekWil
Luas_Pemukiman Luas_Pemukiman
Luas Wilayah Luas Wilayah
Luas Wilayah BP COD Sapi
BP BOD Kerbau
BP COD Kerbau BP BOD Kambing
121 Tabel 5.20 Emisi berbagai jenis ternak
No Jenis Ternak
Emisi gramekorhari BOD
COD
1 Kerbau
206.71 529.19
2 Sapi
292.00 716.50
3 Domba
55.68 136.23
4 Kambing
34.10 92.91
5 Ayam
2.36 5.59
6 Bebek
0.88 2.22
Sumber : Yusuf, 2012
Jumlah bebek, domba, ayam, sapi, kerbau dan kambing masing- masing berfungsi sebagai auxiliary dan merupakan hasil perkalian dari
luas pemukiman dengan jumlah masing-masing ternak di wilayah dibagi luas wilayah sebagai konstanta. Beban pencemaran BOD dan COD dari
masing-masing ternak berfungsi sebagai auxiliary, yang merupakan hasil perkalian dari jumlah masing-masing ternak sebagai laju masukan
dengan emisi COD dan BOD dari masing-masing ternak sebagai konstanta. Beban pencemaran BOD dan COD peternakan berfungsi
sebagai auxiliary dan merupakan hasil penjumlahan dari masing-masing beban pencemaran BOD dan COD dari masing-masing ternak sebagai
laju masukan.
Gambar 5.58 Stock flow Sub model ekologi – industri
Fraksi pertumbuhan beban pencemaran BOD, COD, Cr dan AOX dari industri berdasarkan pertumbuhan industri di Kabupaten Serang
Industri
BP BOD Industri BP COD Industri
Debit Limbah Industri
BP Cr Industri Cr Industri_NT
AOX Industri-NT
Debit Limbah Industri
Cr-TLA Industri Cr-TRO Industri
BP COD Industri _stock
L_BP COD Industri F_Pert BP COD
Industri
BP AOX Industri_stock
L_BP AOX Industri F_Pert BP AOX
Industri BP BOD
Industri_stock L_BP BOD Industri
F_Pert BP BOD Industri
BP AOX Industri BOD Industri-NT
COD Industri-NT
BP Cr Industri _stock L_Pert Cr Industri
F_Pert BP Cr Industri
AOX-TRO Industri AOX-TLA Industri
COD-TLA Industri COD-TRO Industri
BOD-TRO Industri BOD-TLA Industri
Biaya Pengelolaan Air Limbah Industri-
LA Biaya Pengelolaan
Air Limbah Industri- RO
Biaya Pengelolaan Air Limbah Industri-
RO Biaya Pengelolaan
Air Limbah Industri- LA
122 1.74 pertahun dan berfungsi sebagai konstanta. Untuk mendapatkan
data pertumbuhan industri setiap bulan maka dibagi 12. Beban pencemaran COD, BOD, AOX dan Cr industri berfungsi sebagai
auxiliary dan merupakan beban pencemaran masing-masing parameter yang terdapat dalam limbah seluruh industri yang dikaji, yang membuang
limbah cairnya ke Sungai Ciujung sebagai laju masukan. Nilai BOD, nilai COD, kadar AOX dan kadar Cr non treatment NT berfungsi
sebagai auxiliary dan merupakan hasil bagi dari beban pencemaran dibagi debit limbah industri.
Limbah industri yang melalui proses pengolahan teknologi lumpur aktif TLA dan reverse osmosis TRO, diasumsikan akan ada biaya
pengelolaan 0 dan akan menurunkan nilai masing-masing paramater BOD, COD, AOX, Cr 40 untuk TLA dan 90 untuk TRO. Jika tidak
ada pengolahan maka nilai masing-masing parameter tetap IKPP 2012.
Gambar 5.59 stock flow Sub model ekologi – pertanian
Luas lahan pertanian mengalami penurunan 0.143 pertahun. Debit limbah pertanian sebagai auxiliary merupakan hasil penjumlahan
antara debit kebun dan sawah. Beban pencemaran BOD sawah dan kebun masing-masing sebagai auxiliary dan merupakan hasil perkalian
antara masing-masing luas lahan sawah dan kebun dengan emisi BODnya masing-masing. Emisi BOD dari sawah dan kebun diasumsikan
masing-masing 225 kgmusim dan 32.5 kgmusim. Beban pencemaran pertanian berfungsi sebagai auxiliary, diperoleh dari hasil penjumlahan
antara beban pencemaran BOD kebun dan sawah.
Beban pencemaran dari pemukiman, peternakan, industri dan pertanian di sekitar bantaran Sungai Ciujung akan mengalir masuk ke
Pertanian
BP BOD Kebun Emisi BOD Kebun
BP BOD Saw ah Emisi BOD Saw ah
BP BOD Pertanian Debit Limbah kebun
Faktor Limbah kebun
Faktor Musim Kemarau
Debit Limbah Saw ah
Faktor Limbah Saw ah
Debit Limbah Pertanian
Luas Kebun_stock L_Pert Luas Kebun
F_Luas Kebun
Luas Saw ah_stock L_Pert Luas Saw ah
F_Luas Saw ah
123 sungai. Setiap beban pencemar tersebut akan masuk ke badan sungai dan
menjadi pencemar yang tercampur dengan air sungai di masing-masing bagian lokasi. Besarnya beban pencemar di badan sungai menjadi
dasar penentuan kualitas air sungai dan daya tampung beban pencemaran Sungai Ciujung. Stock flow diagram sub-model ekologi secara lengkap
disajikan dalam Gambar 5.60.
Beban pencemaran total masing-masing parameter BOD, COD, AOX dan Cr di sungai, nilai dan daya tampung beban pencemarannya
berfungsi sebagai auxiliary. Beban pencemaran total masing-masing parameter di sungai merupakan hasil penjumlahan antara potensi beban
pencemaran total masing-masing parameter dari sumber pencemar dengan beban pencemaran eksisting yang sudah ada di sungai. Nilai
masing-masing parameter di sungai merupakan hasil bagi antara beban pencemaran total di sungai di bagi dengan jumlah total debit. Daya
tampung beban pencemaran diperoleh dari pengurangan antara baku mutu beban pencemaran masing-masing kelas dengan beban pencemaran
total sungai.
Secara keseluruhan total potensi beban pencemaran dari berbagai sumber pencemar akan mempengaruhi beban pencemaran sungai yang
berdampak pada kualitas air sungai dan daya tampung beban pencemaran sungai.
Peningkatan jumlah penduduk dan luas pemukiman, serta aktifitas peternakan, pertanian dan industri di bantaran sungai akan mendorong
peningkatan limbah yang masuk ke badan air Sungai Ciujung.
124 124
Manusia
Sub-Model Ekologi Peternakan
Pemukiman Industri
Pertanian
BP BOD Kebun Emisi BOD Kebun
BP BOD Sawah Emisi BOD Sawah
BP BOD Pertanian BP BOD Sapi
Emisi BOD Sapi Jumlah Sapi
Luas Wilayah BP COD Sapi
Emisi COD Sapi
BP BOD Kerbau Emisi BOD Kerbau
Jumlah Kerbau BP COD Kerbau
Emisi COD Kerbau
BP BOD Kambing Emisi BOD Kambing
Jumlah Kambing BP COD Kambing
Emisi COD Kambing BP BOD Domba
Emisi BOD Domba Jumlah Domba
BP COD Domba Emisi COD Domba
BP BOD Ayam Emisi BOD Ayam
Jumlah Ayam BP COD Ayam
Emisi COD Ayam BP BOD Bebek
Emisi BOD Bebek Jumlah Bebek
BP COD Bebek Emisi COD Bebek
BP BOD Peternakan
BP COD Peternakan BP BOD Industri
Potensi BP BOD Total
BP COD Industri
Potensi BP COD Total
COD Sungai BM COD Kelas1
BM COD Kelas 2 BM COD Kelas 3
BM COD Kelas 4 Debit Ciujung
BOD Sungai BM BOD Kelas 1
BM BOD Kelas 2
BM BOD Kelas 3
BM BOD Kelas 4 BP BOD Total sungai
BMBP BOD Kelas 1 DT BOD Kelas 1
BMBP BOD Kelas 2 DT BOD Kelas 2
Nilai BOD Sungai eksisting
BP BOD Sungai eksisting
Debit Ciujung
BMBP BOD Kelas 4 BMBP BOD Kelas 3
DT BOD Kelas 3 DT BOD Kelas 4
BP COD Domba BP COD Kambing
BP COD Ayam BP COD Bebek
BP BOD Bebek BP BOD Sapi
BP BOD Domba BP BOD Ayam
Debit Ciujung BP COD total sungai
BMBP COD Kelas 1 DT COD Kelas 1
BMBP COD Kelas 2 DT COD Kelas 2
Kadar COD Sungai eksisting
BP COD Sungai eksisting
BMBP COD Kelas 4 BMBP COD Kelas 3
DT COD Kelas 3 DT COD Kelas 4
Debit Limbah kebun Faktor Limbah
kebun Faktor Musim
Kemarau Faktor Musim
Peralihan Faktor Musim Hujan
Debit Limbah Sawah
Faktor Limbah Sawah
Debit Limbah Peternakan
Debit Limbah Industri
Debit Limbah Industri
Debit Limbah Pertanian
Debit Limbah Pertanian
BP Cr Industri Cr Industri_NT
BM Cr Kelas1 BM Cr Kelas 2
BM Cr Kelas 3 BM Cr Kelas 4
BP Cr total Sungai BMBP Cr Kelas 1
DT Cr Kelas 1
BMBP Cr Kelas2 DT Cr Kelas 2
Kadar Cr Sungai Eksisting
BP Cr Sungai Eksisting
BMBP Cr Kelas 4 BMBP Cr Kelas 3
DT Cr Kelas 3 DT Cr Kelas 4
Debit Ciujung AOX Industri-NT
BM AOX Kelas 1 BM AOX Kelas 2
BP AOX total Sungai BMBP AOX Kelas 1
DT AOX Kelas 1
BMBP AOX Kelas 2 DT AOX Kelas 2
Kadar AOX Sungai Eksisting
BP AOX Sungai Eksisting
Debit Limbah Industri
Cr-TLA Industri Cr-TRO Industri
Biaya Pengelolaan Air Limbah
Pemukiman
AOX Sungai BM AOX Kelas 3
BMBP AOX Kelas 3 DT AOX Kelas 3
BM AOX Kelas 4 BMBP AOX Kelas 4
DT AOX Kelas 4 Luas Kebun_stock
L_Pert Luas Kebun F_Luas Kebun
BP COD Industri _stock
L_BP COD Industri F_Pert BP COD
Industri
BP AOX Industri_stock
L_BP AOX Industri F_Pert BP AOX
Industri Jumlah Ayam
Wilayah_stock L_Pert JmlAyamWil
F_Pert JmlAyamWil Jumlah Kambing
Wilayah_stock L_Pert
JmlKambingWil F_Pert
JmlKambingWil Jumlah Kerbau
Wilayah_stock L_Pert JmlKerbau
F_Pert JmlKerbauWil Jumlah Domba
Wilayah_stock L_Pert JmlDomba
F_Pert JmlDomba Jumlah Sapi
Wilayah_stock L_Pert JmlSapiWil
F_Pert JmlSapiWil Jumlah Bebek
Wilayah_stock L_Pert JmlBebekWil
F_Pert JmlBebekWil
Cr Sungai BP BOD Total sungai
BP BOD Industri_stock
L_BP BOD Industri F_Pert BP BOD
Industri BP AOX Industri
BP AOX Industri BOD Industri-NT
COD Industri-NT
BP Cr Industri _stock L_Pert Cr Industri
F_Pert BP Cr Industri
AOX-TRO Industri AOX-TLA Industri
COD-TLA Industri COD-TRO Industri
BOD-TRO Industri BOD-TLA Industri
Biaya Pengelolaan Air Limbah Industri-
TLA Biaya Pengelolaan
Air Limbah Industri- RO
Biaya Pengelolaan Air Limbah Industri-
RO Biaya Pengelolaan
Air Limbah Industri- TLA
Luas_Pemukiman Luas_Pemukiman
Luas Wilayah Luas Wilayah
Luas Wilayah BP COD Sapi
BP BOD Kerbau
BP COD Kerbau BP BOD Kambing
BP COD Industri Debit Limbah
Peternakan BP COD Peternakan
Debit Ciujung Debit Limbah
Industri
BP BOD Industri BP BOD Peternakan
Debit Limbah Industri
AOX Industri-NT BP Cr Industri
Debit Limbah Industri
BP BOD Kebun Luas Sawah_stock
L_Pert Luas Sawah F_Luas Sawah
Debit Ciujung Debit Ciujung
Debit Ciujung COD Sungai Aktual
AME COD Batas AME
Cr Sungai Aktual AME Cr
BOD Sungai Aktual AME BOD
Batas AME Copy of F_Pert
JmlBebekWil BP BOD Pemukiman
Debit Limbah Pemukiman
BP BOD Pemukiman _stock
L_BP BOD Pemukiman
F_Pert BP BOD pemukiman
BOD Pemukiman-NT BOD Pemukiman-T
Jumlah Penduduk
BP COD Pemukiman _stock
L_BP COD Pemukiman
F_Pert BP COD pemukiman
BP COD Pemukiman
Jumlah Penduduk COD Pemukiman-NT
COD Pemukiman-T
BP COD Pemukiman
Debit Limbah Pemukiman
BP BOD Pemukiman Debit Limbah
Pemukiman Jumlah
Penduduk_stock
Gambar 5.60 Stock-flow sub model ekologi
125
Sub-model Ekonomi
Sub model ekonomi dalam MPPSC merupakan bagian pemodelan untuk mengetahui pengaruh varibel- variabel ekonomi berupa besarnya nilai biaya
pengelolaan limbah melalui IPAL baik dari pemukiman maupun industri. Berdasarkan diagram causa loop sub model ekonomi, diketahui bahwa
beban pencemaran dari limbah pemukiman dan industri yang masuk ke badan sungai akan menurunkan kualitas air sungai. Rendahnya kualitas air akan
meningkatkan biaya pengelolaan limbah.
Biaya pengelolaan limbah Pemukiman
Biaya pengelolaan limbah industri
Kualitas air -
Harga pengolahan limbah Pemukiman
- +
Harga pengolahan limbah industri
- Beban
Pencemaran Pemukiman
-
Beban Pencemaran
Industri +
Gambar 5.61 Sub model ekonomi Diagram Stock flow sub-model nilai ekonomi disajikan dalam Gambar 5.62.
Gambar 5.62 Stock-flow sub-model ekonomi. MPPSC sub model ekonomi yang telah dirumuskan dapat digunakan dengan
Sub-Model Ekonomi
Biaya Pengelolaan Air Limbah Industri-
TLA Harga Pengelolaan
Air Limbah Industrie-LA
Biaya Pengelolaan Air Limbah
Pemukiman Harga Pengelolaan
Air Limbah Pemukiman
debit limbah Industri _stock
L_debit limbah Industri
F_Pert debit limbah Industri
Debit limbah industri_e
Biaya Pengelolaan Air Limbah Industri-
RO Harga Pengelolaan
Air Limbah Industrie-RO
Debit limbah pemukiman _stock
L_debit limbah pemukiman
F_Pert debit limbah pemukiman
Debit limbah pemukiman_e
126 beberapa asumsi yang akan membatasi keberlakuan model khususnya sub model
ekonomi. Asumsi dibuat berdasarkan hasil wawancara dengan penanggung jawab IPAL salah satu industri kertas 2011, bahwa pengelolaan harga pengelolaan
limbah pemukiman Rp 500,-m
3
, limbah industri dengan TLA Rp 1,000,-m
3
dan limbah industri dengan TRO Rp 5,000,-m
3
. Biaya pengelolaan berfungsi sebagai auxiliary, merupakan perkalian antara debit dengan harga pengelolaan limbah.
Debit limbah pemukiman dan limbah industri dipengaruhi fraksi pertumbuhan debit limbahnya.
Kondisi Eksisting Model 1
Simulasi Sub-Model Sosial
Simulasi model sosial menggambarkan perkembangan populasi penduduk dan dampak pencemaran senyawa AOX terhadap kesehatan. Hasil
simulasi sub-model sosial-penduduk disajikan pada Gambar 5.63
Gambar 5.63 Simulasi pertumbuhan penduduk Tabel 5.21 Hasil simulasi pertumbuhan penduduk
Tahun Jumlah Penduduk jiwa
2011 310
2012 311
2013 312
2014 313
2015 314
2016 315
2017 316
2018 317
2019 2020
318 319
Gambar 5.63 memperlihatkan bahwa prediksi peningkatan jumlah penduduk yang landai. Pada tahun 2009 jumlah penduduk di daerah tersebut 308 jiwa dan
pada tahun 2011 meningkat menjadi 310 jiwa. Hasil simulasi, pada akhir tahun 2020 jumlah penduduk mencapai 319 orang. Pertumbuhan penduduk tidak begitu
tinggi, peningkatan penduduk dari tahun 2011 sampai 2020 mencapai 2.9 Tabel 5.21.
2009 2010
2011 2012
2013 2014
2015 2016
2017 2018
2019 2020
100 200
300 400
Tahun Ju
mla h
Pen du
du k
jiw a
127 Pada model pengendalian pencemaran Sungai Ciujung, pertambahan
penduduk berdampak terhadap peningkatan beban pencemaran pemukiman. Peningkatan kandungan senyawa AOX dalam tubuh dipengaruhi oleh
tingkat konsumsi ikan dan besarnya kandungan senyawa AOX dalam ikan. Ikan yang sudah terkontaminasi senyawa AOX jika dikonsumsi manusia maka akan
berdampak pada menurunnya kesehatan. Hasil simulasi kandungan senyawa AOX dalam tubuh manusia jika mengkonsumsi ikan yang sudah tercemar senyawa
AOX disajikan dalam Gambar 5.64
– 5.67.
2009 2010
2011 2012
2013 2014
2015 2016
2017 2018
2019 2020
0,0015 0,0016
0,0017
AOX-PCP Manusia
Tahun
PC P_M
an us
ia gh
ari
a b
Gambar 5.64 a Simulasi kandungan senyawa PCP dalam tubuh manusia dan
b Senyawa PCP dalam tubuh dibandingkan dengan nilai TDI
2009 2010
2011 2012
2013 2014
2015 2016
2017 2018
2019 2020
0,0000 0,0005
0,0010 0,0015
AOX-PCP Manusia TDI PCP
Tahun
PC P_M
an us
ia gh
ari
Gambar 5.65 a Simulasi kandungan senyawa TCDD dalam tubuh manusia
dan b Senyawa TCDD dalam tubuh dibandingkan dengan nilai TDI TCDD
2009 2010
2011 2012
2013 2014
2015 2016
2017 2018
2019 2020
0,028 0,029
0,030 0,031
0,032 0,033
AOX-TCDD Manusia
Tahun
TC DD
_M an
us ia
gh ari
2009 2010
2011 2012
2013 2014
2015 2016
2017 2018
2019 2020
-0,01 0,00
0,01 0,02
0,03
AOX-TCDD Manusia TDI TCDD
Tahun
TC DD
_M an
us ia
gh ari
a b
128
Gambar di atas menunjukkan bahwa kandungan senyawa AOX dalam
tubuh manusia tiap tahun semakin bertambah. Senyawa AOX yang diprediksi terdapat dalam tubuh manusia, seluruhnya telah melebihi nilai TDI yang
diperkenankan ada dalam tubuh kecuali untuk senyawa CH
3
Cl masih berada di bawah nilai TDInya.
Tabel 5.22 memperlihatkan bahwa kenaikan senyawa AOX dalam tubuh manusia dari tahun 2011 sampai akhir tahun simulasi 2020 untuk senyawa PCP
4.33, senyawa 2,3,7,8-TCDD 4.59 ; senyawa 2,3,7,8- TCDF 4.51 dan senyawa CH
3
Cl 4.25. Gambar 5.66 a Simulasi kandungan senyawa TCDF dalam tubuh manusia dan
b Senyawa TCDF dalam tubuh dibandingkan dengan nilai TDI TCDF
a b
2009 2010 2011 2012 2013 2014
2015 2016 2017 2018 2019 2020
0,023 0,024
0,025 0,026
AOX-TCDF Manusia
Tahun
TC DF
_M an
us ia
gh ari
2009 2010 2011 2012 2013
2014 2015 2016 2017 2018
2019 2020 -0,01
0,00 0,01
0,02 0,03
AOX-TCDF Manusia TDI TCDF
Tahun
TC DF
_M an
us ia
gh ari
Gambar 5.67 a Simulasi kandungan senyawa CHCl
3
dalam tubuh manusia dan b Senyawa CHCl
3
dalam tubuh dibandingkan dengan nilai TDI CHCl
3
a b
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 0,000023
0,000024 0,000025
0,000026 0,000027
0,000028
AOX-CH3Cl Manusia
Tahun
CH Cl3
_M an
us ia
gh ari
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 0,0000
0,0003 0,0006
AOX-CH3Cl Manusia TDI CH3Cl
Tahun
CH Cl3
_M an
us ia
gh ari
129 Tabel 5.22 Kandungan senyawa AOX dalam tubuh
Tahun Kandungan Senyawa AOX dalam Tubuh ghari
PCP 2,3,7,8-TCDD
2,3,7,8-TCDF CH
3
Cl
2009 0.001559
0.0303 0.0242
0.0000249 2011
0.001572 0.0305
0.0244 0.0000259
2020 0.001640
0.0319 0.0255
0.0000270 TDI
2.1 x 10
-4
1.5 x 10
-10
1.5 x 10
-10
5 x 10
-4
2 Simulasi Sub-Model Ekologi
Simulasi model ekologi menggambarkan tingkat pencemaran Sungai Ciujung yang ditunjukkan oleh parameter kualitas air. Parameter yang digunakan
dalam simulasi model ini adalah BOD, COD, AOX dan Cr. Hasil simulasi sub model ekologi berdasarkan beban pencemaran di sungai disajikan pada Gambar
5.68
Hasil simulasi sub model ekologi berdasarkan parameter BOD, COD, AOX
dan Cr, menunjukkan bahwa terjadi peningkatan beban pencemaran di Sungai Ciujung untuk seluruh parameter. Peningkatan beban pencemaran di sungai
disebabkan adanya peningkatan beban pencemaran dari potensi beban pencemaran yang berasal dari pemukiman, peternakan, pertanian dan industri.
Pada tahun 2009, beban pencemaran di sungai untuk parameter BOD, COD, AOX dan Cr berturut-turut adalah 20,389.48 kghari, 252,252.19 kghari, 358.56
kghari dan 1,260.49 kghari. Peningkatan beban pencemaran terus berlangsung hingga akhir tahun simulasi 2020 yaitu 257,739.16 kghari untuk BOD,
23,580.66 kghari untuk COD, 360.09 kghari untuk AOX dan 1,268.62 kghari untuk Cr.
Di dalam model, beban pencemaran akan berdampak pada penurunan kualitas air sungai dan DTBP pencemaran air sungai.
2009 2010
2011 2012
2013 2014
2015 2016
2017 2018
2019 2020
50.000 100.000
150.000 200.000
250.000
BP BOD Total sungai BP COD total sungai
BP Cr total Sungai BP AOX total Sungai
Tahun Beban
Pencemaran kghari
Gambar 5.68 Hasil simulasi beban pencemaran parameter BOD, COD,
AOX dan Cr di Sungai Ciujung
130
Hasil simulasi kualitas air Sungai Ciujung Gambar 5.69 memperlihatkan
bahwa nilai BOD dan COD tidak memenuhi kriteria mutu air kelas IV pada musim kemarau, sementara konsentrasi senyawa AOX dan logam Cr memenuhi.
Pada tahun 2009, nilai BOD dan COD di musim hujan masing-masing 7.75 mgL dan 95.97 mgL, sedangkan di musim kemarau masing-masing nilai BOD dan
COD adalah 70.07 mgL dan 170.54 mgL. Konsentrasi senyawa AOX dan logam Cr pada musim hujan masing-masing 0.1367 mgL dan 0.1450 mgL, sementara
konsentrasi senyawa AOX dan logam Cr di musim kemarau masing-masing adalah 0.1450 mgL dan 0.5696 mgL.
Kualitas air Sungai Ciujung mengalami penurunan setiap tahun seiring meningkatnya beban pencemaran, sehingga pada akhir tahun simulasi 2020
Nilai BOD dan COD di musim kemarau meningkat masing-masing 2.66 71.90 mgL dan 5.66 180.19 mgL. Sementara peningkatan konsentrasi
senyawa AOX dan logam Cr pada musim kemarau di akhir tahun simulasi masing-masing adalah 3.24 0.1497 mgL dan 2.83 0.5857 mgL.
Penurunan kualitas air Sungai Ciujung seiring dengan penurunan DTBP sebagai salah satu dampak peningkatan beban pencemaran dari sejumlah aktivitas
pemukiman, peternakan, pertanian dan industri. Hasil simulasi DTBP di Sungai Ciujung disajikan pada Gambar 5.70
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 20
40 60
80 100
BOD Sungai BM BOD Kelas 1
BM BOD Kelas 2 BM BOD Kelas 3
BM BOD Kelas 4
Tahun
BOD mgL
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 50
100 150
200 250
COD Sungai BM COD Kelas1
BM COD Kelas 2 BM COD Kelas 3
BM COD Kelas 4
Tahun
COD mgL
Gambar 5.69 Hasil simulasi kualitas air Sungai Ciujung berdasarkan
parameter a BOD, b COD, c AOX dan d Cr a
b
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
0,0 0,1
0,2 0,3
AOX Sungai BM AOX Kelas 1
BM AOX Kelas 2 BM AOX Kelas 3
BM AOX Kelas 4
Tahun
AOX mgL
2009 2010
2011 2012
2013 2014
2015 2016
2017 2018
2019 2020
0,0 0,5
1,0 1,5
2,0
Cr Sungai BM Cr Kelas1
BM Cr Kelas 2 BM Cr Kelas 3
BM Cr Kelas 4
Tahun
Cr mg
L
c d
131
Gambar 5.70 di atas menunjukkan bahwa Sungai Ciujung tidak memiliki DTBP terhadap parameter BOD, COD, AOX dan Cr jika dibandingkan dengan
beban pencemaran yang diijinkan BMBP untuk sungai kelas III. Pada Tahun 2009, Sungai Ciujung memiliki DTBP jika dibandingkan
dengan BMBP kelas IV pada musim hujan, yaitu 10,610.84 kghari untuk BOD, 6,083.81 kghari untuk COD, 158.11 kghari untuk AOX dan 1,322.87 kghari
untuk Cr. Namun pada musim kemarau, terjadi penurunan DTBP sehingga Sungai Ciujung tidak memiliki DTBP untuk parameter BOD -12,754.19 kghari dan
COD -19,257.48 kghari, sedangkan DTBP untuk parameter AOX dan Cr masing-masing yaitu 3.22 kghari dan 47.86 kghari.
DTBP di Sungai Ciujung semakin menurun setiap tahun seiring dengan meningkatnya beban pencemaran. Sehingga pada akhir tahun simulasi 2020
penurunan DTBP Sungai Ciujung di musim hujan 33.49 7,057.24 kghari untuk BOD, 95.80 255.31 kghari untuk COD, 2.71 153.83 kghari untuk
AOX dan 2.33 1,292.04 kghari untuk Cr. Pada musim kemarau Sungai Ciujung tidak memiliki DTBP untuk parameter BOD -15,719.82 kghari dan
COD -24,740.23 kghari, sedangkan penurunan DTBP untuk senyawa AOX 48.14 1.67 kghari dan Cr 17.15 39.65 kghari.
2009 2010
2011 2012
2013 2014
2015 2016
2017 2018
2019 2020
-20.000 -10.000
10.000 DT BOD Kelas 1
DT BOD Kelas 2 DT BOD Kelas 3
DT BOD Kelas 4
Tahun
DT BO
D kg
ha ri
2009 2010
2011 2012
2013 2014
2015 2016
2017 2018
2019 2020
-300.000 -200.000
-100.000 DT COD Kelas 1
DT COD Kelas 2 DT COD Kelas 3
DT COD Kelas 4
Tahun
DT COD
kg ha
ri
2009 2010
2011 2012
2013 2014
2015 2016
2017 2018
2019 2020
-400 -200
200
DT AOX Kelas 1 DT AOX Kelas 2
DT AOX Kelas 3 DT AOX Kelas 4
Tahun
D T
AO X
kg bu
lan
2009 2010
2011 2012
2013 2014
2015 2016
2017 2018
2019 2020
-2.000 -1.000
1.000 2.000
DT Cr Kelas 1 DT Cr Kelas 2
DT Cr Kelas 3 DT Cr Kelas 4
Tahun
DT Cr
kg ha
ri
Gambar 5.70 Simulasi DTBP untuk parameter a BOD, b COD, c AOX dan d Cr
a b
c d
132
3 Sub-model Nilai Ekonomi
Simulasi model ekonomi Gambar 5.71 menggambarkan biaya pengelolaan limbah industri dan limbah pemukiman yang memiliki pengaruh terhadap
MPPSC, yaitu dapat menurunkan nilai parameter pencemar dalam limbah yang pada akhirnya dapat menurunkan beban pencemaran dan meningkatkan kualitas
air sungai.
Pada Tahun 2009, biaya pengelolaan limbah pemukiman setiap bulan mencapai Rp 623,760 dan pada tahun 2011 meningkat menjadi Rp 665,460.
Pada akhir tahun simulasi 2020 biaya pengelolaan limbah pemukiman menjadi Rp 890,413.
Biaya pengelolaan limbah industri setiap bulan dengan menggunakan teknologi lumpur aktif TLA dan teknologi reverse osmosis TRO pada tahun
2009 masing-masing sebesar Rp 1,200,000,000 dan Rp 6,000,000,000. Pada tahun 2011 meningkat menjadi Rp 1,242,463,809 untuk TLA dan Rp 6,212,319,046
untuk TRO. Sehingga pada akhir tahun simulasi 2020, biaya pengelolaan dengan TLA mencapai 1,452,931,044 dan dengan menggunakan TRO mencapai Rp
7,264,655,220.
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 5.000.000.000
10.000.000.000
Biaya Pengelolaan Air Limbah Industri-TLA Biaya Pengelolaan Air Limbah Industri-RO
Tahun
B ia
ya R
p
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 500.000
1.000.000
Biaya Pengelolaan Air Limbah Pemukiman
Tahun
Biaya Rp
Gambar 5.71 Simulasi biaya pengelolaan air limbah a industri b pemukiman a
b
133 Adanya biaya pengelolaan maka kualitas limbah akan meningkat dengan
menurunnya nilai parameter pencemar Gambar 5.72. Pada tahun 2009, nilai BOD dan COD tanpa pengelolaan BOD dan COD industri NT masing-masing
336 mgL dan 517.6 mgL. Dengan adanya pengelolaan dengan TLA maka nilai BOD dan COD masing-masing menurun menjadi 201.6 mgL dan 310.6 mgL,
sementara yang diolah dengan TRO adalah 33.60 mgL untuk nilai BOD dan 51.76 mgL untuk nilai COD.
Nilai parameter pencemar akan terus meningkat setiap tahun. Pada tahun 2011 nilai BOD dan COD masing-masing menjadi 208.7 mgL dan 321.5 mgL
untuk limbah yang dikelola dengan TLA, sementara yang dikelola dengan TRO 34.8 mgL untuk BOD dan 53.6 mgL untuk COD.
Pada akhir tahun simulasi 2020, terjadi peningkatan nilai BOD dan COD untuk limbah industri yang dikelola TLA masing-masing 244.1 mgL dan 376.0
mgL. Sementara nilai BOD dan COD dari limbah industri yang dikelola dengan TRO masing-masing adalah 40.7 mgL dan 62.7 mgL .
Nilai BOD dan COD limbah pemukiman yang melalui pengelolaan, pada tahun 2009 masing-masing 4.93 mgL dan 6.78 mgL. Pada akhir tahun simulasi
2020, terjadi peningkatan nilai BOD dan COD untuk limbah pemukiman yang dikelola masing-masing 7.0 mgL dan 9.7 mgL.
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 5
10 15
20
BOD Pemukiman-NT BOD Pemukiman-T
Tahun
BO D
mg L
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 5
10 15
20 25
30
COD Pemukiman-NT COD Pemukiman-T
Tahun
CO D
mg L
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 50
100 150
200 250
300 350
400 450
BOD Industri-NT BOD-TLA Industri
BOD-TRO Industri
Tahun
BO D
mg L
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 100
200 300
400 500
600 700
COD Industri-NT COD-TLA Industri
COD-TRO Industri
Tahun
COD mg
L
Gambar 5.72 Simulasi kualitas air limbah berdasarkan parameter BOD dan COD
setelah melalui pengolahan a limbah industri dan b limbah pemukiman
a
b
134
Validasi Model
Validitas atau keabsahan merupakan salah satu kriteria penilaian keobyektifan dari suatu pekerjaan ilmiah. Keobyektifan tersebut dalam pekerjaan
pemodelan ditunjukkan dengan sejauh mana model dapat menirukan fakta Muhammadi et al 2001. Sehingga validasi model ditujukan untuk melihat
kesesuaian hasil model dibandingkan dengan realitas bila model dijalankan dengan data yang lain untuk mendapatkan hasil kesimpulan yang benar
berdasarkan persyaratan-persyaratan yang telah ditetapkan Hartrisari 2007.
Validasi kinerja model adalah aspek pelengkap dalam metode berpikir sistem yang bertujuan untuk memperoleh keyakinan sejauh mana kinerja model
sesuai compatible dengan kinerja sistem nyata sehingga memenuhi syarat sebagai model ilmiah yang taat fakta. Hal ini dilakukan dengan memvalidasi
kinerja model dengan data empiris untuk melihat sejauh mana perilaku kinerja model sesuai dengan data empiris Muhammadi et al. 2001.
Validasi perilaku model yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan AME absolute mean error, yakni penyimpangan antara nilai rata-
rata simulasi terhadap aktual. Batas penyimpangan yang dapat diterima adalah kurang dari 10. Persamaan AME adalah membandingkan antara besar dan sifat
kesalahan dengan persamaan : AME = 100
x A
A S
;
N Si
S
N
Ai A
S, A dan N berturut-turut adalah nilai simulasi, nilai aktual, dan interval waktu pengamatan
. Menurut Handoko 2005, teknik untuk memeriksa konsistensi keluaran
model terhadap data aktual dapat dilakukan dengan uji statistik dan perbandingan secara visual keluaran model dengan data aktual. Perbandingan visual pola
keluaran simulasi dan pola data aktual terhadap parameter BOD, COD dan Cr disajikan pada Gambar 5.73
Gambar 5.73 Perbandingan nilai BOD aktual dan simulasi.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2009
2010 20
40 60
BOD Sungai BOD Sungai Aktual
Tahun BO
D mg
L
135
Gambar 5.74 Perbandingan nilai COD aktual dan simulasi
Gambar 5.75 Perbandingan nilai Cr aktual dan simulasi. Hasil uji validasi berdasarkan nilai BOD, COD dan konsentrasi Cr
menunjukkan bahwa secara visual pola output simulasi sudah mengikuti pola data aktual, maka untuk memperoleh keyakinan dilakukan uji statistik.
Hasil uji Tabel 5.23 menunjukkan bahwa penyimpangan AME dari data aktual tahun 2009 dan 2010 untuk nilai BOD, COD dan Cr masing-masing 3,
1 dan 2. Batas penyimpangan variabel tersebut pada parameter AME menunjukkan bahwa model ini mampu mensimulasikan perubahan-perubahan
yang terjadi secara aktual di lapangan setiap bulan.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2009
2010 50
100 150
200 250
COD Sungai COD Sungai Aktual
Tahun
COD mgL
1 2 3
4 5 6 7
8 9 10 11 12 1 2 3
4 5 6 7
8 9 10 11 12
2009 2010
0,0 0,1
0,2 0,3
0,4 0,5
0,6
Cr Sungai Cr Sungai Aktual
Tahun Cr
mgL