Lingkungan Perairan Selat Bali

18

2.5. Lingkungan Perairan Selat Bali

Perairan Selat Bali di sebelah barat dibatasi oleh daratan Pulau Jawa, sedangkan di sebelah timur dibatasi oleh daratan Pulau Bali. Selat Bali merupakan daerah perairan yang relatif sempit sekitar 960 mil 2 Nikyuluw, 2005. Mulut bagian utara sekitar satu mil dan merupakan perairan yang dangkal kedalaman sekitar 50 meter, sedangkan mulut bagian selatan sekitar 28 mil dan merupakan perairan yang dalam yang berhubungan langsung dengan Samudera Hindia. Dengan keadaan seperti ini, maka perairan Selat Bali lebih banyak dipengaruhi oleh sifat perairan Samudera Hindia dibandingkan oleh perairan Laut Jawa Burhanuddin dan Praseno, 1982 dalam Wudianto, 2001, sehingga perubahan yang dialami Samudera Hindia akan dialami juga oleh perairan Selat Bali, terutama di bagian selatan perairan Selat Bali. Wyrtki 1962 dalam Wudianto 2001 menyatakan bahwa pada musim timur terjadi upwelling di sepanjang pantai selatan Jawa sampai Sumbawa. Upwelling ini terjadi akibat bertiupnya angin muson tenggara yang menyusuri pantai selatan Jawa-Bali. Kemudian, akibat adanya pengaruh gaya Coriolis transpor air di lapisan permukaan dibelokkan ke tengah laut sehingga kekosongan air di pesisir Jawa-Bali ini diisi oleh massa air dari lapisan dibawahnya. Adanya upwelling ini terlihat cukup kuat di perairan sebelah selatan Selat Bali pada saat musim timur Fakultas Perikanan IPB, 1997 dalam Wudianto, 2001. Upwelling mengakibatkan terjadinya peningkatan kandungan fitoplankton. Wyrtki 1961 menyebutkan bahwa daerah dimana terjadinya upwelling umumnya memiliki zat hara yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah sekitarnya. Tingginya kandungan zat hara akan merangsang pertumbuhan fitoplankton di 19 lapisan permukaan. Perkembangan fitoplankton sangat erat hubungannya dengan tingkat kesuburan perairan, maka proses air naik selalu dihubungkan dengan meningkatnya produktivitas primer suatu perairan. Meningkatnya produktivitas primer di perairan akan selalu diikuti oleh peningkatan populasi ikan di perairan tersebut. Ilahude 1975 dalam Nikyuluw 2005 menyatakan bahwa konsentrasi nitrat tinggi terjadi pada paparan Bali saat musim timur. Zat hara seperti nitrat dan fosfat sangat penting bagi perkembangan fitoplankton. Subani dan Sudrajat 1981 dalam Nikyuluw 2005 mengatakan bahwa konsentrasi plankton di perairan Paparan Bali lebih tinggi dibandingkan dengan perairan di bagian tengah selat dan Paparan Jawa. Proses upwelling yang terjadi di perairan Selat Bali dibuktikan oleh Wudianto 2001. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa proses upwelling ternyata tidak hanya terjadi di luar selat, tetapi terjadi juga di dalam perairan Selat Bali. Kejadian ini terlihat cukup jelas dari hasil potongan melintang kedalaman arah utara selatan terhadap suhu perairan Gambar 3. Upwelling pada bulan Agustus Musim Timur terlihat cukup jelas dimana suhu perairan isoterm 28,5°C terlihat bergerak ke atas mencapai kedalaman lebih dari 25 m di perairan sebelah utara stasiun 15. Fenomena upwelling ini diperkuat dengan adanya kelimpahan fitoplankton yang tinggi pada musim ini, yaitu sebesar 35.500 selm3 di perairan Selat Bali Wudianto, 2001. Hal inilah yang menyebabkan fenomena upwelling menjadi salah satu faktor penentuan kesuburan perairan. 20 Sumber: Wudianto 2001 Gambar 3. Potongan melintang suhu °C di dalam perairan Selat Bali pada bulan a Januari barat dan b Agustus timur Pola angin yang sangat berperan di Indonesia adalah angin muson. Angin muson bertiup ke arah tertentu pada satu periode, sedangkan pada periode lainnya berlainan, yaitu angin muson barat pada bulan Desember-Februari, sedangkan angin muson timur pada bulan Juni hingga Agustus. Pada bulan Maret-Mei dan September - November disebut sebagai musim peralihan pancaroba. Pada musim peralihan, angin bertiup tidak menentu. Perbedaan musim terjadi karena ada perbedaan dua pusat tekanan di atas daratan Benua Asia dan Australia, sehingga angin berhembus dari daratan yang memiliki tekanan yang lebih tinggi Nontji, 2002. Disamping angin, faktor cuaca yang lain seperti curah hujan dan penguapan juga mempunyai pengaruh penting terhadap keadaan perairan Selat Bali, khususnya terhadap perubahan salinitas permukaan. Selat Bali sangat dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi di Samudera Hindia. Perubahan yang terjadi selain penaikan massa air, adalah pengaruh Stasiun Stasiun Kedal ama n m Kedal ama n m b a 21 fenomena Indian Ocean Dipole Mode IODM. IODM merupakan suatu pola variabilitas di Samudera Hindia, dimana Suhu Permukaan Laut SPL yang lebih rendah dari biasanya ditemukan di lepas pantai barat Sumatera dan SPL yang lebih hangat terdapat di sebagian besar barat Samudera Hindia, yang diikuti oleh anomali angin dan presipitasi Saji et al., 1999. Tahun-tahun IODM antara lain 1961, 1967, 1972, 1994 dan 1997. IODM ada dua yaitu IODM positif dan IODM negatif. Pada saat IODM positif, angin zonal yang bertiup kencang dari arah timur dan kekuatan anginnya lebih tinggi daripada saat IODM negatif. Sistem IODM dan anomali angin zonal tersebut saling mempengaruhi satu sama lain Saji dan Yamagata, 2001 dalam Farita, 2006. Murtugudde et al. 1999 juga menyatakan bahwa IODM positif mempengaruhi produktivitas primer dengan cara mengubah pola penaikan massa air upwelling tahunan. Fenomena IODM positif lainnya terjadi pada tahun 1961, 1967, 1972, 1994 dan 1997 Saji et al., 1999. Saji et al. 1999 menambahkan bahwa fenomena IODM dapat diidentifikasi dengan menggunakan Dipole Mode Index DMI. DMI menggambarkan perbedaan anomali SPL antara bagian barat tropis Samudera Hindia 50°BT - 70°BT, 10°LS - 10°LU dengan bagian tenggara tropis Samudera Hindia 90°BT - 110°BT, 10°LS – ekuator. DMI memiliki tingkat akurasi yang cukup tinggi dalam mengidentifikasi IODM 70. Nilai DMI ekstrim positif merupakan indikasi terjadinya IODM.

3. BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Desember 2008 sampai April 2009. Pengambilan data produksi lemuru dilakukan pada tanggal 12 – 13 Maret 2009. Data produksi lemuru diperoleh dari Pelabuhan Perikanan Pantai PPP Muncar, Banyuwangi. Lokasi penelitian untuk sebaran konsentrasi klorofil-a adalah wilayah penangkapan ikan di perairan Selat Bali yang ditunjukkan pada Gambar 3. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Komputer ITK, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 114 BT 114.4 BT 114.8 BT 115.2 BT -8.8 LS -8.6 LS -8.4 LS -8.2 LS Muncar Pulau Bali Pulau Jawa Samudera Hindia -8.2 LS -8.4 LS -8.6 LS -8.8 LS 114 BT 114.4 BT 114.8 BT 115.2 BT Gambar 4. Lokasi penelitian

3.2. Alat dan Data Penelitian

Penelitian ini menggunakan peralatan berupa seperangkat komputer yang dilengkapi dengan perangkat lunak berikut: 22