Latar Belakang Masalah Bab 1 dan Bab 2 Proposal Skripsi

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pembiayaan sebuah negara sangatlah bergantung kepada besarnya penerimaan pajak. Pajak merupakan fenomena umum sebagai sumber penerimaan Negara yang berlaku di berbagai negara[CITATION Sus14 \l 1057 ]. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Andriani, Pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan – peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran–pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan[CITATION Ind12 \l 1057 ]. Pajak dipungut berdasarkan undang–undang serta aturan pelaksanaannya. Pajak bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui perbaikan dan peningkatan sarana publik Lingga, 2012. Besar kecilnya pajak akan menentukan kapasitas anggaran negara dalam membiayai pengeluaran negara, baik untuk pembiayaan pembangunan maupun untuk pembiayaan rutin. “Jalan baru belum diperbanyak, pelayanan pada masyarakat belum baik karena banyak yang belum bayar pajak” [CITATION tem123 \l 2052 ]. Maka, penerimaan pajak adalah faktor penting dalam berjalannya roda pemerintahan dan untuk mensejahterakan kehidupan masyarakat. Adapun lembaga yang ditunjuk untuk mengelola perpajakan negara adalah Direktorat Jendral Pajak DJP yang berada di bawah naungan Departemen 1 Keuangan Republik Indonesia, yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang perpajakan . Dengan mengetahui manfaat dan mekanisme perpajakan, diharapkan tingkat kepatuhan masyrakat dapat meningkat. Dan kemudian akan meningkatkan jumlah penerimaan pajak penghasilan badan. Pemungutan pajak tidak semena-mena dikenakan kepada keseluruhan masyarakat. Pemungutan pajak dikenakan terhadap subjek dan objek pajak. Subjek pajak yang memliki kewajiban untuk membayar pajak sesuai dengan ketentuan Undang–Undang, disebut sebagai Wajib Pajak. Subjek pajak ada dua yaitu subjek pajak luar negeri dan subjek pajak dalam negeri. Pengertian Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan[ CITATION IAI132 \l 1057 ]. Setiap orang pribadi atau badan yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan untuk membayar Pajak Penghasilan, menurut UU No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, merupakan Wajib Pajak, yang memiliki kewajiban membayar pajak kepada negara. Subjek pajak penghasilan dalam negeri terbagi menjadi tiga yaitu Wajib Pajak Orang Pribadi WP OP, Wajib Pajak Badan, dan Bentuk Usaha Tetap BUT. Berdasarkan pada Undang–Undang No. 36 tahun 2008, Wajib Pajak orang pribadi yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 seratus delapan puluh tiga hari dalam jangka waktu 12 dua belas bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai 2 niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. Sedangkan Wajib Pajak badan adalah badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria: 1. Pembentukannya berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang- undangan. 2. Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD. 3. Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah. 4. Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara. Sementara itu, Bentuk Usaha Tetap BUT adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 seratus delapan puluh tiga hari dalam jangka waktu 12 dua belas bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. Kemudian, yang dimaksud dengan Subjek pajak luar negeri, menurut Undang – Undang No. 36 tahun 2008, adalah orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 seratus delapan puluh tiga hari dalam jangka waktu 12 dua belas bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia dan yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan 3 dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan adalah pajak penghasilan, yang diterima dalam satu tahun pajak. Objek pajak penghasilan diatur dalam Undang–Undang Pajak Penghasilan UU No. 36 tahun 2008 Pasal 4 ayat 1. Objek pajak penghasilan terbagi menjadi tiga yaitu penghasilan, penghasilan bersifat final, dan yang dikecualikan dari objek pajak. Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun [ CITATION IAI131 \l 1057 ]. Dengan demikian, pajak penghasilan itu berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya. Penghasilan yang dikenakan pajak bersifat final adalah penghasilan yang mendapatkan perlakuan tersendiri dalam pengenaan pajaknya termasuk tarif, tata cara pembayaran, pemotongan, pemungutan, yang selengkapnya diatur dalam UU No. 36 Tahun 2008 pasal 4 ayat 2. Dan untuk penghasilan yang dikategorikan sebagai penghasilan bukan objek pajak, atas penerimaan penghasilan ini tidak terutang Pajak Penghasilan, meskipun diterima oleh Wajib Pajak, yang selengkapnya diatur dalam UU No. 36 tahun 2008 pasal 4 ayat 3. Menurut Undang-Undang No. 36 tahun 2008 Pajak Penghasilan Badan pasal 2529, definisi pasal 25 adalah besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak badan untuk setiap bulannya sebesar 4 Pajak Penghasilan Terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak. Untuk pasal 29 adalah ketentuan Wajib Pajak dalam melunasi kekurangan pembayaran pajak yang terutang menurut Undang-Undang sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan paling lambat pada batas akhir penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Susanti, et al., 2012. Kemudian, atas pajak penghasilan ini dilaporkan kepada Direktorat Jendral Pajak melalui Surat Pemberitahuan SPT. Pada awal tahun 1984, dimulainya tax reform, sistem perpajakan di Indonesia berubah dari official assesment menjadi self assesment. Sistem self assesment diterapkan atas dasar kepercayaan pihak otoritas pajak kepada Wajib Pajak Rahayu, 2007. dalam Sukartha, 2014. Dimana, masyarakat atau Wajib Pajak memiliki independensi terhadap perhitungan, pengisian, dan pelaporan perpajakannya. Wajib Pajak harus dapat memahami bahwa penerimaan pajak memiliki peranan penting dalam menunjang kinerja pemerintah dalam menjalankan pemerintahan. Konsekuensi dari sistem ini adalah Direktorat Jendral Pajak berkewajiban melakukan pelayanan, pengawasan, pembinaan, dan penerapan sanksi pajak Sari, 2014. Ada banyak upaya yang dapat dilakukan oleh Direktorat Jendral Pajak agar sistem self assessment dapat berjalan dengan efektif. Salah satunya adalah dengan melakukan intensifikasi penerimaan pajak. Menurut SE-06PJ.092001, intensifikasi adalah kegiatan optimalisasi penggalian penerimaan pajak terhadap objek serta subjek pajak yang telah tercatat atau terdaftar dalam administrasi DJP, dan dari hasil pelaksanaan ekstensifikasi Wajib Pajak [CITATION SUR01 \l 1057 ] Hal ini dapat ditempuh dengan cara meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak, dan pembinaan Wajib Pajak, 5 pengawasan administratif, pemeriksaan, penyidikan, dan penagihan pasif dan aktif, serta penegakan hukum [CITATION NiN14 \l 1057 ]. Transparansi juga merupakan faktor penting agar sistem self assessment ini dapat berjalan efektif. Pemberian kekuasaan penuh terhadap Wajib Pajak dalam Self assessment system untuk menghitung, membayar, dan melaporkan pajak penghasilan terutang menjadi satu kelemahan, dimana praktiknya sulit berjalan sesuai dengan yang diharapkan bahkan disalahgunakan Tarjo dan Indrawati, 2006 dalam Sukartha, 2014. Ini terbukti dalam kenyataannya, masih banyak Wajib Pajak yang tidak melakukan kewajiban perpajakannya sehingga jumlah penerimaan pajak berkurang dan tidak dapat memenuhi target penerimaan pajak yang ditetapkan oleh pemerintah. Seperti diketahui bahwa dalam APBN 2015, pemerintah bersama dengan DPR telah menyepakati bahwa pendapatan negara pada tahun 2015 sebesar Rp 1.793,6 triliun. Sebanyak 10 disumbang oleh penerimaan dari kepabeanan dan cukai sebesar Rp 178,3 triliun. 23 atau sebanyak Rp 410,3 triliun berasal dari PNBP serta Rp 3,3 triliun berasal dari penerimaan hibah. Sementara itu, sebanyak 67 atau sebanyak Rp 1.201,7 triliun merupakan pendapatan negara yang berasal dari pajak. Dengan jumlah sebanyak itu, sudah tentu penerimaan pajak menjadi tulang punggung pendapatan negara[CITATION Nic15 \l 1057 ]. Namun, meskipun punya target besar, sejauh ini, kinerja kantor pajak belum istimewa. Tanpa gebrakan baru, besar kemungkinan pemerintah akan gagal mencapai target perpajakan seperti tahun – tahun lalu. DitJen Pajak Kemkeu mencatat, penerimaan pajak pada Januari 2015 hanya Rp 69 triliun, meleset dari target sebesar Rp 76 triliun. Direktorat Jendral Pajak Sigit Priadi Pramudito 6 beralasan, penerimaan perpajakan pada awal tahun memang selalu rendah dibandingkan bulan selanjutnya [ CITATION Har152 \l 2052 ]. Untuk meningkatkan pendapatan negara dan mengejar rasio pajak, Ditjen Pajak mengejar dari sektor Pajak Penghasilan perorangan dan perusahaan. Penghasilan yang dikejar berasal dari perkebunan, industri, dan pertambangan [ CITATION tem121 \l 2052 ]. Ada banyak kasus Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya dengan baik di Indonesia. Contohnya, menurut data pada KPP Pratama Cirebon, jumlah penunggak pajak di KPP Pratama Cirebon mencapai Rp 4,7 miliar [ CITATION Har15 \l 2052 ]. Jumlah ini hanya sebagian kecil dari tunggakan pajak dari Kanwil Ditjen Pajak Jawa Barat II yang mencapai sekitar Rp 105 miliar. [ CITATION Har15 \l 2052 ]. Ada juga penunggak pajak PT SPT yang terdaftar di KPP Prataman Surabaya Pabean Cantikan dengan tunggakan pajak Rp 900 juta. Lalu, penunggak pajak PT. PWD yang terdaftar di KPP Pratama Surabaya Krembangan memiliki tunggakan Rp 2,99 miliar [ CITATION Har151 \l 2052 ]. Kasus lain, ada indikasi tunggakan pajak Rp 77 triliun dalam 10 tahun terakhir. Executive Director Center for Indonesian Taxation Analysis CITA memaparkan hasil riset Center for Indonesian Taxation Analysis CITA yang menunjukkan bahwa sekitar 90 tunggakan berasal dari pajak penghasilan badan dan 10 pajak penghasilan pribadi nonkaryawan [ CITATION HAR14 \l 2052 ]. Iryanto 2014 mengatakan bahwa ada penurunan tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam menyampaikan SPT di Semarang, di tahun 2013 sebesar 62,22 , sedangkan 2014 hanya 62,06 [ CITATION sua14 \l 2052 ]. Di Kantor Wilayah 7 DitJen Pajak Jawa Tengah II, tengah memeriksa bukti dugaan pidana perpajakan yang dilakukan 6 Wajib Pajak dengan total Rp 11,3 miliar, yang ke enam nya memiliki usaha perdagangan pupuk, perdagangan alat rumah tangga, perdagangan bahan bangunan, jasa konstruksi, dan usaha industri kertas [ CITATION Tem12 \l 2052 ]. Di Serang, ratusan villa di kawasan wisata Anyer hingga Cinangka tidak ada tercatat sepersen pun pendapatan dari sektor tersebut yang masuk [ CITATION tem122 \l 2052 ]. Ditjen Pajak kembali bekerjasama dengan Kepolisian Indonesia dan Ditjen Pemasyarakatan Hukum dan HAM untuk melakukan sandera terhadap DJ yang merupakan penanggung pajak PT KSC yang menunggak pajak Rp 1,96 Miliar. PT KSC sendiri terdaftar pada KPP Madya Palembang[CITATION www152 \l 1057 ]. Berdasarkan catatan Direktorat Jendral Pajak, saat ini baru 10 dari total pelaku usaha di Indonesia yang membayar pajak [ CITATION tem12 \l 2052 ]. Mengatasi hal ini, Direktorat Jendral Pajak melakukan berbagai upaya ekstra untuk mencapai target. Optimalisasi penerimaan pajak dilakukan dengan upaya ekstentifikasi dan intensifikasi Wajib Pajak Badan, diharapkan dapat meraih Rp 254,2 triliun dan upaya penegakan hukum yang dapat diperkirakan meraih Rp 22,5 triliun [ CITATION ana15 \l 2052 ]. Selain itu, untuk menjaga agar Wajib Pajak tetap taat mengikuti peraturan perpajakan, maka dilakukanlah intensifikasi pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang memenuhi kriteria untuk diperiksa. Pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, danatau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan 8 kewajiban perpajakan danatau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan[CITATION IAI13 \l 1057 ]. Menurut SE - 28PJ2013, tujuan pemeriksaan adalah menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan kepada Wajib Pajak WP. Target pemeriksaan adalah menganalisa risiko terhadap Wajib Pajak yang kurang atau tidak patuh dan digunakan sebagai dasar bagi pemeriksa untuk menetapkan jangka waktu penyelesaian pemeriksaan[CITATION Ind12 \l 1057 ]. Pemeriksaan dilakukan terhadap Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan, yang dilaporkan oleh Wajib Pajak orang pribadi maupun badan, yang melaporkan adanya lebih bayar dan menginginkan restitusi. Dalam hal pemeriksaan, Wajib Pajak diharapkan dapat bekerja sama dengan pemeriksa pajak dengan memberikan dokumen yang dibutuhkan oleh pemeriksa pajak agar melancarkan proses pemeriksaan. Wajib Pajak yang diperiksa dapat menolak pemeriksaan harus menandatangani Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan. Apabila pada saat pemeriksaan, Wajib Pajak tidak bersifat kooperatif, maka pemeriksa pajak dapat melakukan penyegelan. Dari hasil pemeriksaan ini akan di dapatkan bukti kepatuhan Wajib Pajak dalam menghitung, membayar, dan melaporkan pajak nya. Output dari kegiatan pemeriksaan ini adalah Surat Ketetapan Pajak SKP karena ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan Wajib Pajak[CITATION Ind12 \l 1057 ]. Jika setelah dilakukan pemeriksaan, ditemukan bahwa Wajib Pajak ternyata terdapat kurang bayar, maka Wajib Pajak berkewajiban membetulkan Surat Pemberitahuan Tahunan atas pajak penghasilan terutang nya dan kemudian membayar sisa 9 kekurangannya beserta sanksi administrasi berupa denda 2 kali jumlah pajak kurang bayar. Solusi untuk menghindari pemeriksaan pajak adalah Wajib Pajak menunjukkan kepatuhannya dalam administrasi perpajakan. Menurut Maria M. Ratnasari dan Ni Nyoman Afriyanti 2014, pemeriksaan pajak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap jumlah penerimaan pajak penghasilan badan. Pendapat ini juga didukung oleh Erni Susanti, Zirman, dan Volta Diyanto 2014 yang menemukan bahwa pemeriksaan pajak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan pajak penghasilan badan. Namun menurut Euphrasia Susy Suhendra 2014, pemeriksaan pajak tidak berpengaruh terhadap penerimaan pajak penghasilan. Kini, Direktorat Jendral Pajak juga mulai mengandalkan sistem penegakan hukum demi mengejar penerimaan pajak, maka dilaksanakan penagihan pajak yang merupakan serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan cara menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, dan melelang barang yang telah disita[ CITATION DrW13 \l 1057 ]. Penagihan dilakukan dengan mengeluarkan Surat Paksa. Surat paksa dilaksanakan terhadap penanggung pajak. Penanggung pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan peraturan perundan– undangan perpajakan[CITATION Ind12 \l 1057 ]. Penanggung pajak yang disandera dapat dilepaskan apabila utang pajak dan biaya penagihan pajak telah 10 dibayar lunas, jangka waktu yang ditetapkan dalam Surat Perintah Penyanderaan telah terpenuhi, berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atau berdasarkan pertimbangan tertentu Menteri KeuanganGubernur. Setelah Surat Teguran atau Surat Paksa dikeluarkan, Wajib Pajak kemudian mengakui utang pajak nya, maka Wajib Pajak berkewajiban membayarnya kepada DitJen Pajak. Apabila WP tidak membayar, maka akan dilakukan penyitaan. Menurut Putra Mahendra dan Sukartha 2014 menemukan bahwa penagihan pajak memiliki pengaruh positif terhadap jumlah penerimaan pajak penghasilan badan. Selain melalui penegakan hukum terhadap Wajib Pajak yang melanggar, beberapa kantor pajak juga melakukan sosialisasi kepada Wajib Pajak orang pribadi maupun badan di sekitar wilayah KPP secara terbuka. Kantor Pelayanan Pajak KPP Pratama Cibitung menyelenggarakan Acara Sosialisasi e-Faktur dan e-Filing kepada para Wajib Pajak yang berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak PKP, bertempat di Aula Lantai III Gedung KPP Pratama Cibitung. Dalam rangka memperkenalkan penggunaan e-Faktur untuk transaksi yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak PKP, KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua menyelenggarakan kelas pajak bagi PKP yang terdaftar di wilayah kerjanya[CITATION www151 \l 1057 ]. Sosialisasi dilakukan guna meningkatkan pengetahuan dan kesadaran Wajib Pajak, yang diharapkan dapat meningkatkan tingkat kepatuhan masyarakat dalam memenuhi kewajiban menghitung, melaporkan, dan membayar pajaknya sendiri. Karena kepatuhan Wajib Pajak badan diperkirakan dapat mempengaruhi jumlah penerimaan pajak penghasilan 11 badan. Menurut Euphrasia Susy Suhendra 2014 mengatakan bahwa kepatuhan Wajib Pajak badan memiliki pengaruh positif terhadap penerimaan pajak penghasilan badan. Upaya yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Pajak untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dan penerimaan pajak penghasilan, tidak hanya sanksi dan sosialisasi, Direktorat Jendral Pajak juga memberikan keringanan terkait penghapusan sanksi penghapusan administrasi bunga. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 29PMK.032015. Pemerintah menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga utang atas keterlambatan pembayaran pajak. Penghapusan ini diberikan bagi Wajib Pajak yang melunasi utang pajaknya sebelum 1 Januari 2016. Utang pajak yang dimaksud adalah utang Pajak yang timbul sebelum tanggal 1 Januari 2015. “Silakan isi Surat Pemberitahuan 5 tahun ke belakang, dan kami akan hapus sanksinya,” kata Direktur Jenderal Pajak Sigit Priadi Pramudito kepada Tempo di kantornya, Jumat lalu [CITATION Tem15 \l 1057 ]. Dan juga Direktorat Pajak telah memberlakukan sistem elektronik SPT E- SPT untuk membantu mempermudah sistem pelaporan pajak penghasilan terutang bagi Wajib Pajak orang pribadi dan badan, serta untuk pelaporan Surat Pemberitahuan Pajak Pertambahan Nilai PPN bagi Pengusaha Kena Pajak. Tata cara untuk penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Badan dalam bentuk Elektronik E-SPT diatur dalam Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor PER – 16PJ2012. 12 Melihat usaha – usaha yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Pajak menunjukkan bahwa pemerintah mulai gencar dan meperketat aturan perpajakan. Maka dari itu, masyarakat sebagai Wajib Pajak orang pribadi terlebih Wajib Pajak badan, diharapkan dapat menambah kesadaran nya untuk melakukan kewajiban perpajakannya. Pembayaran pajak badan usaha hanya dilakukan oleh sekitar 466 ribu badan usaha dari 12,9 juta badan usaha yang berdomisili tetap dan aktif saat ini. Itu artinya hanya 3,6 persen[CITATION Tem11 \t \l 1057 ] . Dari lima juta badan usaha yang juga wajib melakukan pembayaran pajak ternyata baru 11 persen atau 550.000 badan usaha yang sudah melakukannya. Sedangkan, tax ratio atau perbandingan penerimaan pajak terhadap nilai domestik bruto PDB baru 12 persen [CITATION ant14 \l 1057 ]. Wajib Pajak badan diharapkan dapat dengan tertib memenuhi kewajiban pajaknya agar dapat terhindar dari penegakan hukum berupa sanksi penjara dan sanksi–sanksi lainnya dari Direktorat Jendral Pajak. Karena kepatuhan Wajib Pajak yang tidak meningkat, akan mengurangi pendapatan negara dalam sektor pajak dan mengakibatkan jalannya roda pemerintahan terhambat. “Oleh karena itu Ditjen Pajak meminta kepada Penanggung Pajak yang mempunyai utang pajak untuk bersikap kooperatif dan segera melunasi utang pajaknya agar terhindar dari penyanderaan yang akan dilaksanakan oleh Ditjen Pajak,” himbau Wahju[CITATION www152 \l 1057 ]. Untuk mencapai target pajak, perlu ditumbuhkan terus menerus kesadaran dan kepatuhan masyarakat Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dikarenakan kesadaran dan kepatuhan Wajib 13 Pajak merupakan dua faktor utama dari penerimaan pajak, maka perlu ditinjau dan dikaji secara insentif mengenai faktor – faktor lain yang dapat mempengaruhi jumlah penerimaan pajak penghasilan Wajib Pajak, terutama Wajib Pajak badan. Jumlah Wajib Pajak badan yang terdaftar diperkirakan mempengaruhi penerimaan pajak penghasilan. Dikarenakan bertambahnya jumlah Wajib Pajak badan, maka diharapkan akan menambah pendapatan negara dalam sektor pajak penghasilan badan. Dengan asumsi bahwa apabila wajib pajak badan telah patuh untuk mendaftarkan dirinya, maka diharapkan akan patuh dalam memenuhi administrasi perpajakannya, dalam hal menghitung, membayar, dan melaporkan pajak terutangnya. Menurut Erni Susanti, Zirman, dan Volta Diyanto 2014 jumlah Wajib Pajak badan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Badan. Dengan bertambahnya jumlah Wajib Pajak, maka pajak penghasilan terutang yang tercatat di Kantor Pelayanan Pajak juga akan bertambah. Asumsinya, Wajib Pajak telah patuh mendaftarkan diri maka Wajib Pajak juga akan patuh dalam pemenuhan kewajiban pajaknya. Dari jumlah pajak penghasilan terutang itu diharapkan dapat terealisasi seluruhnya. Besarnya pajak penghasilan terutang juga diperkiran mempengaruhi penerimaan pajak pengahasilan badan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Euphrasia Susy Suhendra 2014 pajak penghasilan terutang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan pajak penghasilan badan. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Euphrasia Susy Hendra 2014, Pengaruh Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak 14 Badan terhadap Peningkatan Penerimaan Pajak Penghasilan Badan. Perbedaan yang terdapat dalam penelitian ini dibanding dengan penelitian sebelumnya adalah penambahan variabel independen yaitu jumlah Wajib Pajak badan dan penagihan pajak. Sehubungan dengan latar belakang di atas, maka hal tersebut mendorong penulis untuk membuat karya tulis dalam bentuk skripsi dengan judul “Pengaruh Jumlah Wajib Pajak Badan, Tingkat Kepatuhan, Pemeriksaan Pajak, Penagihan Pajak, dan Pajak Penghasilan Terutang, terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Badan”

1.2 Batasan Masalah