4. ANALISIS SISTEM
4.1 Kondisi Situasional
Produktivitas  gula  yang  cenderung  terus  mengalami  penurunan disebabkan  efisiensi  industri  gula  secara  keseluruhan,  mulai  dari  pertanaman
tebu hingga pabrik gula melibatkan generasi 1, 2, dan 3 . Permasalahan yang dihadapi  pada  Generasi  1  adalah  kelemahan  dalam  budidaya  bibit  tebu.  Bibit
tebu  yang akan ditanam dapat berupa 1  bibit pucuk, yang diambil dari bagian pucuk  tebu  yang  akan  digiling  umur  12  bulan;  2  bibit  batang  muda,  yang
diambil  dari tanaman  tebu  umur  5 – 7 bulan; 3 bibit rayungan, yang diambil
dari tanaman tebu khusus untuk pembibitan berupa stek yang tumbuh tunasnya tetapi  akar  belum  keluar;  dan  4  bibit  siwilan,  yang  diambil  dari  tunas-tunas
baru dari tanaman yang pucuknya sudah mati. Kualitas  bibit  antara  lain  ditentukan  oleh  varietas  tebu  yang  akan
digunakan  sebagai  bibit  tanaman.  Varietas  tebu  yang  unggul  ditanam  antara lain  PS  58,  PS  56,  PS  41,  BZ  63,  BZ  81,  BZ  107  dan  klon-klon  POY  3016.
Varietas  tebu  ini  akan  berpengaruh  terhadap  besarnya  rendemen  prosentase kandungan  gula dalam tebu. Selama 20 tahun terakhir Soetedjo 2002 sudah
puluhan  varietas  baru  berhasil  ditemukan  namun  potensi  rendemen  hanya  12 dua  belas  persen,  bahkan  rendemen  nyata  tinggal  tujuh  persen  akibat
banyaknya faktorfaktor lain di lapangan. Menurut  Soetedjo  2002  PT  Perkebunan  Nusantara  XI  di  Jawa  Timur
berupaya  mencari  terobosan  dengan  mengembangkan  varietas  baru  tanaman tebu,  yaitu  varietas  R-579.  Varietas  baru  ini  mampu  menghasilkan  rata-rata
10,07 ton gulahektare atau dua kali  lipat dibandingkan produktivitas nasional yang  rata-rata  4  ton  gulahektare.  Angka  itu  juga  melampaui  program
akselerasi  produksi  gula  nasional  tahun  2007  sebanyak  8,5  ton  gulahektare. Oleh  karena  itulah,  Menteri  Pertanian  Bungaran  Saragih  memberikan
penghargaan khusus kepada PT Perkebunan Nusantara XI atas pengembangan varietas  baru  R-579  melalui  SK  Mentan  No  372TU.210AXI2002.  Varietas
ini  pada  musim  giling  yang  sedang  berjalan  tahun  2002  dikembangkan  di Pabrik  Gula  Djatiroto,  Lumajang  dengan  produktivitas  bervariasi  antara  8-15
ton gulahektare. Permasalahan  yang  dihadapi  pada  Generasi  2  adalah  kelemahan  dalam
budidaya  tanaman  tebu  yang  menggunakan  sistem  budidaya  ratoon  dengan keprasan  membesarkan  tunas  setelah  tebu  di  panen  yang  lebih  dari  3  kali,
bahkan  hingga  belasan  kali,  dengan  pemeliharaan  yang  kurang  memadai sehingga  sebagaian  besar tanaman  banyak  terserang  hama  penyakit.  Selain itu,
pengelolaan proses tebang, angkut dan giling kurang optimal. Selain kelemahan dalam  hal  budidaya  tanaman  tebu,  permasalahan  pada  generasi  2  juga  di
sebabkan oleh menurunnya luas areal tebu. Menurunnya  luas  lahan  yang  ditanami  tebu  disebabkan  oleh  adanya
kebebasan petani
untuk menentukan
pilihan jenis
tanaman dan
pembudidayaannya,  yang  semula  segala  sesuatunya  diatur  oleh  pemerintah, sejak adanya Inpres Nomor 5 tahun 1998 dan Undang-undang nomor 12 tahun
1992.  Sastrotaruno  2001.  Keengganan  petani  untuk  memanfaatkan  lahan yang relatif sempit yang dimilikinya untuk menanam tebu merupakan akibat
dari  rendahnya  provenue  yang  ditetapkan  oleh  pemerintah  dibandingkan dengan  biaya  budidaya  tebu  yang  harus  dikeluarkan  oleh  petani.  Selain  itu,
sistem  pengukuran  rendemen  yang  dilakukan  oleh  pabrik  gula  lebih  banyak merugikan  petani,  padahal  berdasarkan  pengukuran  tersebut  petani  akan
memperoleh  kompensasi  terhadap  tebu  yang  diserahkan  ke  pabrik  gula. Menurunnya  luas  lahan  yang  ditanami  tebu  pada  akhirnya  akan  menyebabkan
kurangnya  produksi  tebu  yang  dihasilkan  dan  menyebabkan  kontinuitas pasokan tebu ke pabrik gula menjadi terhambat.
Pabrik  gula  di  Indonesia  menurut  Ismail  2005  sebagian  besar  dikelola dalam  manajemen  BUMN,  ada  tujuh  BUMN  sebagai  holding  company  yang
mengelola  52  pabrik  gula  dan  tiga  perusahaan  swasta  mengelola  enam  Pabrik gula.  Permasalahan  yang  dihadapi  pada  Generasi  3  adalah  rendahnya  tingkat
efisiensi pabrik gula  yang antara lain disebabkan oleh teknologi yang dimiliki telah  usang,  mesin  pabrik  yang  sudah  tua,  dan  hari  giling  per  tahun  yang
rendah.  Hari  giling  per  tahun  rendah  disebabkan  oleh  kontinuitas  pasokan
bahan baku tebu yang rendah. Berdasarkan  hal  tersebut  di  atas,  dapat  disimpulkan  bahwa
permasalahan  yang  dihadapi  meliputi  masalah  pabrik  dan  manajemen  serta hancurnya  hubungan  fungsional  antar  komponen  sistem  agribisnis  gula.
Permasalahan-permasalahan  tersebut  di  atas  menyebabkan  produksi  gula menurun  dan  tidak  dapat  mencukupi  permintaan  gula  yang  terus  bertambah
akibat  meningkatnya  jumlah  populasi  dan  meningkatnya  pendapatan masyarakat.  Gap  yang  terjadi  dan  ketidaktepatan  kebijakan  pemerintah
menyebabkan  permasalahan  yang  dihadapi  industri  gula  nasional  semakin besar.  Oleh  karena  itu,  in-efisiensi  pada  industri  gula  Indonesia  tidak  berdiri
sendiri,  tetapi  berkaitan  dengan  kebijakan  ekonomi  mikro  dan  kebijakan ekonomi makro yang mempengaruhinya.
Ketidakmampuan industri gula nasional mencukupi kebutuhan gula untuk konsumsi  dan  input  bagi    industri  makanan  dan  minuman    di  dalam  negeri
disebabkan  oleh  rendahnya  produktivitas  dan  efisiensi  industri  gula  nasional.
P3GI 2008 menyebutkan bahwa peningkatan produktivitas industri gula nasional dapat dilakukan dengan 1 peningkatan areal lahan untuk bahan baku tebu, 2
peningkatan kapasitas giling pabrik gula, dan 3 peningkatan produktivitas pabrik gula. Selain itu, P3GI 2008 juga menyebutkan bahwa peningkatan produktivitas
pabrik  gula  dapat  dilakukan  dengan  1  peningkatan  tebuha,  dan  2  peningkatan
rendemen.
Upaya  untuk  mengatasi  permasalahan  industri  gula  nasional  melalui peningkatan  produktivitas  seluruh  pabrik  gula  yang  dilakukan  melalui
peningkatan  rendemen , pada prinsipnya adalah peningkatan efisiensi proses pada pabrik  gula  PG.  Hal  ini  disebabkan  karena  peningkatan  rendemen  dapat
dilakukan  melalui  peningkatan  gula  yang  dapat  diperoleh  dari  tebu  dan menurunkan kehilangan gula selama proses.
Peningkatan  produktivitas  melalui  peningkatan  rendemen  mempunyai keunggulan  tertentu  P3GI  2008  yaitu  1  tidak  diperlukannya  peningkatan
kapasitas giling, 2 tidak diperlukannya peningkatan biaya tebang angkut, dan 3 mengurangi biaya proses produksi gula. Selain itu, permasalahan efisiensi industri
gula nasional juga terselesaikan.
Secara  ringkas,  keterkaitan  upaya  untuk  mengatasi    permasalahan produktivitas  industri  gula  ditunjukkan  pada  Gambar  34.  Pilihan  upaya  untuk
mengatasi    permasalahan    produktivitas  industri  gula  berupa  peningkatan produktivitas PG, adapun pilihan peningkatan produktivitas PG dilakukan melalui
peningkatan  rendemen.  Peningkatan  rendemen  berarti  peningkatan  efisiensi  PG. Oleh karena itu, produktivitas PG dan efisiensi PG perlu memperoleh perhatian.
Gambar 34 Keterkaitan Upaya untuk Mengatasi Permasalahan Produktivitas Industri Gula
Rendahnya  rerata  produktivitas  maupun  rerata  rendemen  dalam  kurun waktu  lima  tahun    terakhir  jika  dibandingkan  dengan  tahun  1935  menunjukkan
perlunya  upaya  perbaikan    kinerja  produktivitas  dan  efisiensi    industri  gula. Upaya perbaikan kinerja dapat melibatkan konflik kebutuhan antar pelaku sistem,
keterbatasan  sumberdaya,  dan  kendala  eksternal.  Selain  itu,  perlu  diperhatikan tujuan  dari  tahap  analisis  perbaikan  kinerja  yang  merupakan  output  dari  sistem
analisis perbaikan kinerja. Hal tersebut menunjukkan kompleksitas sistem analisis perbaikan kinerja industri gula.
Kompleksitas  yang  dihadapi  dalam  upaya  perbaikan  kinerja  pabrik  gula dan  merujuk  pada  definisi  mengenai  perbaikan  kinerja  yang  dikemukakan  oleh
LaBonte  2001  maka  untuk  mengkaji  permasalahan  yang  berkaitan  dengan analisis  perbaikan  kinerja  industri  gula  perlu  digunakan  pendekatan  sistem.
Peningkatan lahan tebu
Peningkatan kapasitas giling
PG Peningkatan
produktivitas PG Peningkatan
tebu  ha Peningkatan
rendemen Produktivitas
Industri Gula
Peningkatan efisiensi PG
Dengan  pendekatan  sistem  maka  analisis  perbaikan  kinerja  industri  gula  harus dilihat  sebagai  satu  kesatuan  yang  menyeluruh.  Oleh  karena  itu,  semua  faktor
bagian  yang  penting  dalam  mendapatkan  solusi  permasalahan  dan  pembuatan suatu model untuk membantu keputusan yang rasional perlu diidentifikasi.
Analisis  sistem  bertujuan  untuk  mengidentifikasi  permasalahan  yang dihadapi    dari  berbagai  pemangku  kepentingan  yang  terkait  dengan  analisis
perbaikan kinerja pabrik gula. Hasil akhir dari analisis sistem berupa masukan dan keluaran  serta  pengendalian  dari  sistem  yang  dirancangbangun  dalam  bentuk
diagram
4.2 Analisa Kebutuhan