Rancangbangun sistem intelijen untuk strategi pengembangan agroindustri tapioka dengan pendekatan teori Chaos

(1)

AGROINDUSTRI TAPIOKA DENGAN

PENDEKATAN TEORI CHAOS

PUDJI ASTUTI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(2)

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul Rancangbangun Sistem Intelijen untuk Strategi Pengembangan Agroindustri ubi kayu dengan Pendekatan Teori Chaos adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Agustus 2010

Pudji Astuti NRP. F361040061


(3)

Development Strategy with Chaos Theory Approach. Supervised by ERIYATNO, MUSLIMIN NASUTION, YANDRA ARKEMAN

Chaos could occur anytime in agriculture sector, and that some occurences will be predictable and some will not, so it needs early warning system that could detect early chaotic conditions and take action for crisis recovery. Tapioca agro-industry turbulence condition was characterized by decreasing ability of the industry in production and business functions. Tapioca price and material supply was identified as key crisis factors in tapioca small scale agroindustry.

This research was aimed to design early warning system for tapioca agroindustry. The expert management system was established as controlling tools through formulating policies for managing crisis due to chaotic situation. The output of this research was computer program, called “Simak-Chaotica” which consists of submodels: 1) the chaos existence test, 2) predictions in chaos key factor, 3) crisis signal analysis, and 4) crisis control policy

Chaotic investigation with chaos theory approach for tapioca price and raw material supply identified by positive Lyapunov exponent and fractal dimension. Fractal dimension could determine another chaos component, embedding dimension to be considered as information about how many time lags were involed in Artificial Neural Network (ANN) forecasting. In the case study Lyapunov exponent value for the price of tapioca and raw material supply, respectively, were 0.1119 bits / week and 0.15656 bits / week. These properties indicate that the tapioca price and raw material supplies could not be predicted in the long term. Ttapioca price could be predicted within a period of 1 / 0, 1119 = 8.89728 approximately in 9 weeks, and the raw material supply in a period of 1 / 0, 15 656 = 6.34942 approximately in 6 weeks. Fractal dimension for the tapioca price was 1.05075 and 1.59616 for the raw material supply. Crisis signal analysis submodel was set up with threshold analysis, and supplemented with control management procedure. When tapioca price or raw material supply was evaluated at crisis level, then status alert would be presented as “Siaga”, “Waspada”, or “Bahaya”. Strategy and policy alternatives were formulated by Issue Management Technology (IMT) and OWA. Rule base was used to select policy alternatives for chaotic management. Agroindustry will cooperative body will ensure the long term cassava business resistance to the crisis. It was community based institution that relies on social cohesion and collective efficiency.

Keywords: Tapioca Agroindustry, expert management system, crisis management, chaos theory, Artificial Neural Network.


(4)

Agroindustri Tapioka dengan Pendekatan Teori Chaos. Dibimbing oleh: ERIYATNO, MUSLIMIN NASUTION, YANDRA ARKEMAN

Perubahan teknologi industri hilir dan perkembangan perdagangan bebas telah membawa pengaruh besar terhadap daya saing industri tapioka rakyat. Krisis agroindustri tapioka yang ditandai dengan penurunan kemampuan industri dalam menjalankan fungsi produksi dan bisnisnya menjadi ancaman yang bisa terjadi setiap saat.

Chaos dapat terjadi kapanpun dan dimanapun, oleh karena itu diperlukan sistem deteksi dini yang mampu mendeteksi lebih awal kondisi chaos dan melakukan tindakan pemulihan krisis. Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan model sistem manajemen ahli yang mencakup sistem deteksi dini keadaan chaos dan sistem manajemen kontrol. Model sistem manajemen ahli ini dapat digunakan oleh para pengambil keputusan dalam proses penentuan kebijakan dalam rangka pemulihan dan pencegahan krisis dampak chaos pada agroindustri tapioka. Keluaran (output) dari penelitian ini adalah perangkat lunak komputer yang berfungsi sebagai Sistem Manajemen Ahli yang dapat dimanfaatkan oleh pemangku kepentingan dalam pengembangan agroindustri tapioka.

Sumber-sumber pemicu krisis pada agroindustri tapioka diidentifikasi berdasarkan pengaruhnya terhadap kelangsungan industri tapioka. Hasil identifikasi sumber pemicu krisis agroindustri tapioka adalah fluktuasi dan ketidak pastian harga tapioka halus serta fluktuasi pasokan tapioka kasar sebagai bahan baku tapioka halus. Identifikasi sumber turbulensi dilakukan untuk menentukan variabel yang dominan berpengaruh terhadap harga tapioka halus dan pasokan tapioka kasar. Kuisioner perbandingan berpasangan Fuzzy digunakan untuk mengakuisisi preferensi pakar dengan penilaian kualitatif (linguistik). Proses pembobotan dilakukan dengan konsep fuzzy Analitik Hierarchi Proses. Variabel yang dominan mempengaruhi harga tapioka halus adalah banyaknya stock tapioka di pasar yang berasal dari produksi industri besar dan tapioka impor, harga tapioka kasar dan biaya produksi tapioka halus. Harga tapioka kasar ditentukan sesuai dengan kualitas tapioka kasar. Variabel yang dominan berpengaruh terhadap pasokan tapioka kasar adalah harga ubi kayu dan jumlah produksi ubi kayu.

Keberadaan sistem intelijen yang mampu melakukan deteksi dini terhadap dampak chaos sangat diperlukan untuk membantu pengambil kebijakan dalam rangka pengembangan agroindustri tapioka. Perangkat lunak sistem manajemen ahli yang diberi nama SIMAK-CHAOTICA ( Sistem Intelijen Manajemen Krisis Agroindustri Tapioka ) yang dihasilkan pada penelitian ini mampu memenuhi kebutuhan tersebut, dan model dirancang untuk mudah digunakan oleh pengguna, karena interaktif dan user friendly. SIMAK-CHAOTICA terdiri dari 4 submodel yaitu: 1) submodel uji eksistensi chaos, 2) submodel prediksi faktor kunci chaos, 3) submodel analisis sinyal krisis, dan 4) kebijakan pengendalian krisis.

Pada sub-model uji eksistensi chaos, pendekatan Teori Chaos digunakan untuk mendeteksi sistem chaos. Sistem dikatakan chaos apabila pada elemen penyusun sistem ditemukan bilangan eksponen Lyapunov positif dan memiliki dimensi fraktal. Data harga tapioka halus dan pasokan tapioka kasar yang digunakan dalam


(5)

0,1119 bits/minggu dan 0,15656 bits/minggu. Nilai eksponen Lyapunov positif menunjukkan bahwa data sensitif terhadap kondisi awal sehingga data tidak bersifat random yang sebenarnya melainkan deterministic chaos. Sifat ini menunjukkan bahwa harga tapioka halus dan pasokan tapioka kasar tidak dapat diprediksi dalam jangka panjang. Harga tapioka halus valid untuk diprediksi dalam jangka waktu 1/0,1119 =8,89728 9 minggu kedepan, dan pasokan tapioka kasar dalam jangka waktu 1/0,15656=6,34942 6 minggu kedepan. Dimensi fraktal untuk data harga tapioka halus sebesar 1,05075 dan pasokan tapioka kasar sebesar 1,59616. Embedding dimension untuk harga tapioka halus dan pasokan tapioka kasar berturut-turut adalah [1,3] dan [2,4]. Nilai ini dapat memberikan informasi jumlah variabel penyusun perilaku data-data tersebut. Informasi ini akan digunakan untuk menentukan jumlah variabel input pada proses prediksi harga tapioka halus dan pasokan tapioka kasar.

Pada sub-model prediksi faktor kunci chaos digunakan Jaringan Syaraf Tiruan untuk memprediksi data harga tapioka halus dan pasokan tapioka kasar yang bersifat deterministik chaos. Jumlah input layer disesuaikan dengan embedding dimension yang diperoleh dari submodel uji eksistensi chaos. Variabel input yang digunakan sesuai dengan urutan bobot dari yang terbesar yang telah dilakukan pembobotan pada identifikasi sumber turbulensi. Untuk prediksi harga tapioka halus digunakan struktur jaringan dengan 3 neuron input layer, satu hidden layer dan satu output layer. Variabel input untuk harga tapioka halus adalah volume impor tapioka, harga tapioka kasar dan biaya produksi tapioka halus. Proses pembelajaran menggunakan 130 pola data, pengujian menggunakan 50 pola data dengan fungsi aktivasi sigmoid biner dan jangka waktu prediksi 9 minggu. Untuk prediksi pasokan tapioka kasar digunakan struktur jaringan dengan 2 neuron input layer, satu hidden layer dan satu output layer. Variabel input untuk pasokan tapioka kasar adalah harga ubi kayu, dan jumlah produksi ubi kayu dan jangka waktu prediksi 6 minggu.

Sub-model analisis sinyal krisis mendeteksi dampak chaos dari faktor kunci sumber krisis. Analisis batas ambang (threshold analysis) digunakan untuk mendeteksi adanya potensi krisis pada harga tapioka halus dan pasokan tapioka kasar. Indikator krisis adalah hasil prediksi harga tapioka halus dan pasokan tapioka kasar apakah mampu memenuhi kapasitas produksi pada level BEP dan kelayakan

bisnis. Submodel analisis sinyal krisis menghasilkan sinyal “Normal”, “ Siaga”, “Waspada” dan “Bahaya”. Informasi ini berguna untuk perumusan strategi yang

lebih spesifik. Hasil implementasi menunjukkan pasokan tapioka selama 3 minggu dari 6 minggu yang diprediksi tidak mencukupi kapasitas BEP, dan harga tapioka halus yang diprediksi selama 9 minggu dibawah harga pokok produk. Hal ini menunjukkan industri tapioka halus tidak memiliki posisi yang kuat terhadap integrasi ke hulu sebagai sumber pasokan bahan baku dan tidak memiliki daya saing terhadap pasar. Oleh karena itu sistem deteksi dini memberikan sinyal

“Bahaya”.

Perumusan strategi dan kebijakan pemulihan krisis disesuaikan dengan keadaan agroindustri tapioka yaitu sistem chaotic. Proses perumusan kebijakan dilakukan dengan menganalisis faktor internal-eksternal untuk melihat posisi


(6)

untuk melakukan kebijakan penanggulangan krisis. Arah strategi yang disarankan adalah penguatan pada sektor hulu dan sektor hilir (backward dan forward linkage). Untuk solusi pencegahan krisis direkomendasikan untuk memberdayakan koperasi agroindustri tapioka sebagai lembaga ekonomi masyarakat yang bertumpu pada kohesi sosial dan kolektif efisien. Keberadaan koperasi sebagai mediator antara petani, industri kecil tapioka dan pemerintah melalui lembaga-lembaga yang terkait akan menjamin pengembangan industri jangka panjang.

Kata kunci : Agroindusti tapioka, sistem manajemen ahli, manajemen krisis, sistem deteksi dini, teori chaos, Jaringan Syaraf Tiruan.


(7)

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(8)

PENDEKATAN TEORI

CHAOS

PUDJI ASTUTI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(9)

Nama : Pudji Astuti

NRP : F361040061

Program Studi : Teknologi Industri Pertanian

Ketua Komisi : Prof.Dr.Ir. Eriyatno, MSAE Pembimbing

Anggota : 1. Dr.Ir. Yandra Arkeman,M.Eng 2. Dr. Ir.Muslimin Nasution

Ujian Tertutup

Penguji Luar Komisi : 1. Dr.Ir.Agus Buono,M.Si,M.Kom

Staf Pengajar Departemen Ilmu Komputer FMIPA, Institut Pertanian Bogor

2. Dr.Ir. Titi Candra Sunarti,M.Si

Staf Pengajar Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Ujian Terbuka

Penguji Luar Komisi : 1. Prof.Dr.Sri Edi Swasono

Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

2. Dr.Ir. Arief Daryanto,M.Ec

Direktur Program Pascasarjana Manajemen dan Bisnis, Institut Pertanian Bogor

Ujian Terbuka pada

Hari : Jum‟at

Tanggal : 27 Agustus 2010

Waktu : 13.30 - Selesai

Tempat : Gedung Andi Hakim Nasution


(10)

(11)

hidayahNya disertasi yang berjudul Rancangbangun Sistem Intelijen untuk Strategi Pengembangan Agroindustri Tapioka dengan Pendekatan Teori Chaos dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus kepada yang terhormat Bapak Prof.Ir.Eriyatno,MSAE, sebagai ketua komisi pembimbing yang telah memberikan curahan waktu, bimbingan arahan, nasehat dengan penuh dedikasi, serta memberikan dorongan moral yang tak terbatas kepada penulis hingga selesainya penulisan disertasi ini. Penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus kepada Bapak.Dr.Ir.Muslimin Nasution dan Bapak Dr.Ir.Yandra Arkeman selaku anggota komisi pembimbing atas semua bimbingan, arahan dorongan moral hingga penyelesaian disertasi ini.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr.Syam Herodian sebagai pimpinan sidang ujian terbuka, penghargaan dan ucapan terima kasih kepada Prof.Dr.Sri-Edi Swasono, Dr.Arief Daryanto,M.Ec sebagai penguji luar komisi pembimbing dan Dr.Ir.Machfud,MS sebagai Ketua Program Studi TIP-IPB. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr.Ir.Agus Buono,M.Si, M.Kom dan Dr.Ir.Titi Candra Sunarti,M.Si yang telah berkenan sebagai penguji luar komisi pada ujian tertutup, serta Dr.Ir.Sugiyono sebagai pimpinan sidang pada ujian tertutup.

Penulis menyadari bahwa kesempatan studi program Doktor dan penyelesaian disertasi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Rektor Universitas Trisakti yang telah memberikan beasiswa, kepada pimpinan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan bantuan penelitian dan penulisan disertasi melalui program Hibah Program Doktor tahun 2009. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman Dosen Jurusan Teknik Industri Universitas Trisakti atas semua dukungan dan bantuan dan kebersamaan selama proses perkuliahan hingga selesainya disertasi ini. Ucapan terima kasih untuk mas Agus, Nabila dan Haykal atas doa dan pengertiannya.

Terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu atas bantuan, dukungan dan doa yang telah diberikan selama masa studi. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kesejahteraan bangsa dan perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Agustus 2010 Pudji Astuti


(12)

sebagai anak bungsu dari 5 anak pasangan Surodo Notowiyoto(alm) dengan Supijatin(almh). Pendidikan SD sampai SMP diselesaikan di Ngawi, dan pada tahun 1981 menyelesaikan Sekolah menengah atas di SMA 5 Malang. Pendidikan Sarjana ditempuh di Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Gadjahmada lulus tahun 1987. Pada tahun 1994 penulis melanjutkan studi di Program Pascasarjana Universitas Indonesia pada program studi Teknik Manajemen Industri dengan beasiswa dari Universitas Trisakti dan bantuan biaya penelitian dari ICMI. Penulis lulus program Magister pada tahun 1996. Pada tahun 2004 penulis mendapat kesempatan melanjutkan studi program Doktor pada program studi Teknologi Industri Pertanian di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan beasiswa dari Universitas Trisakti. Penulis juga mendapatkan bantuan biaya penelitian dan penulisan disertasi dari pemerintah Republik Indonesia melalui Hibah Program Doktor tahun 2009.

Setelah menyelesaikan program sarjana pada tahun 1987 hingga tahun 1988 penulis bekerja sebagai staf di Bank Duta Jakarta. Pada tahun 1988 sampai dengan saat ini penulis bekerja sebagai staf pengajar di Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri Universitas Trisakti. Selain sebagai staf pengajar penulis menjabat sebagai Kepala Laboratorium Sistem dan Simulasi Industri di Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri Universitas Trisakti.

Pada tahun 1992 penulis menikah dengan Agus Sufyan dan dikaruniai 2 orang anak yaitu Nabila Yusrina Nur Abidah (16 tahun) dan Haykal Gustian Pratama (11 tahun).


(13)

DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DFATAR ISTILAH ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN. ... xix

PENDAHULUAN . ... 1

Latar Belakang . ... 1

Tujuan Penelitian . ... 5

Manfaat Penelitian. ... 6

Ruang LingkupPenelitian . ... 6

TINJAUAN PUSTAKA. ... 7

Agroindustri ubikayu . ... 7

Manajemen Krisis. ... 10

Sistem Manajemen Chaotic. ... 12

Teori Chaos... 40

Sistem Deteksi Dini. ...22

Sistem Manajemen Ahli... ... 24

Analisa Resiko Batas Ambang... 25

Sistem Intelijen ... ... 26

Fuzzy Perbandingan Berpasangan... 28

Prediksi... ... 32

Jaringan Syaraf Tiruan... 33

Manajemen Strategis... 43

Issue Management Technology...46

Ordered Weighted Average... 48

Koperasi... 49

Penelitian Terdahulu………...50

METODOLOGI PENELITIAN ...55


(14)

Metoda Pengumpulan data...60

Tahapan Penelitian...60

PEMODELAN SISTEM...63

Pendekatan Sistem ...63

Analisis Kebutuhan ...70

Formulasi Permasalahan...72

Identifikasi Sistem...73

Identifikasi Sumber Turbulensi...77

Uji Eksistensi Chaos...82

Prediksi harga tapioka halus dan pasokan bahan baku...90

Analisis Sinyal Krisis...99

Analisis Eksternal industri...109

Analisis Internal...106

Tahap masukan dan pencocokan...113

Analisis Krisis...114

Penentuan Strategi dan kebijakan penanggulangan krisis...121

Akuisisi Pengetahuan...129

Mesin Inferensi dan User Interface...135

SISTEM MANAJEMEN AHLI...137

Konfigurasi Model...137

Cakupan Model Simak-Chaotica...138

Sistem Manajemen Basis Model...140

Sistem Manajemen Basis Data...144

Sistem Manajemen Pengetahuan...145

Pembentukan Mesin Inferensi...146

Sistem Manajemen Dialog...147


(15)

Uji Eksistensi Chaos... 153

Prediksi Harga Tapioka dan Pasokan Bahan Baku... 156

Analisis Krisis... 159

Kebijakan... 160

Keterbatasan model... 162

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 163

Saran... 166

DAFTAR PUSTAKA... 167


(16)

xiv

1 Perbandingan Gizi tanaman Pangan... 7

2 Produktivitas dan potensi ubi kayu dan tanaman tumpangsari lainnya pada lahan hutan... 9

3 Standar mutu tapioka... 10

4 Prosedur IMT... 47

5 Matrik Kebijakan... 47

6 Daftar pabrik tapioka halus di kabupaten Bogor……… 67

7 Rata-rata pasokan bahan baktu dan waktu produksi tapioka... 68

8 Daftar kebutuhan pemangku kepentingan industri tapioka... 71

9 Struktur harga tapioka halus bulan Juli 2009... 79

10 Matriks perbandingan berpasangan Fuzzy………... 81

11 Bobot variabel yang berpengaruh terhadap harga tapioka... 82

12 Bobot variabel yang berpengaruh terhadap pasokan bahan baku... 82

13 Input penghitungan eksponen Lyapunov... 84

14 Faktor- faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman pada industri.. 112

15 Alternatif tindakan stakeholders penanggulangan krisis……….. 122

16 Bobot parameter Dampak dan Manfaat keadaan siaga ... 128

17 Bobot parameter Dampak dan Manfaat keadaan Waspada... 128

18 Bobot parameter Dampak dan Manfaat keadaan Bahaya... 129

19 Matriks perihal kebijakan koperasi untuk keadaan siaga... 129

20 Matriks perihal kebijakan koperasi untuk keadaan waspada... 130

21 Matriks perihal kebijakan koperasi untuk keadaan Bahaya... 131

22 Matriks perihal kebijakan Pemerintah untuk keadaan waspada dan bahaya... 132

23 Matriks perihal kebijakan Bulog untuk keadaan waspada dan bahaya... 132

24 Matriks perihal kebijakan Agroindustri tapioka untuk keadaan siaga... 133

25 Matriks perihal kebijakan Agroindustri tapioka untuk keadaan waspada.. 133

26 Matriks perihal kebijakan Agroindustri tapioka untuk keadaan Bahaya.... 134


(17)

xv

Halaman

1 Pohon industri ubi kayu... 7

2 Siklus Krisis... 11

3 Sistem Manajemen Chaotic... 14

4 Self-similarity fractal... 16

5 Siklus deteksi dini... 23

6 Grafik Fungsi Keanggotaan dalam Fuzzy AHP... 30

7 Susunan Syaraf Manusia……… 34

8 Struktur jaringan syaraf tiruan………... 35

9 Proses umpan maju di titik aktif………..... 38

10 Kerangka pemikiran penelitian ………... 57

11 Diagram alir tata laksana penelitian………... 62

12 Model Keterkaitan Agroindustri Tapioka... 70

13 Diagram Sebab akibat sistem agroindustri tapioka... 76

14 Diagram Black Box Manajemen Pengendalian Krisis ………. 77

15 Diagram alir prosedur identifikasi sumber turbulensi ………..… 78

16 Diagram root cause agroindustri tapioka... 79

17 Grafik perbandingan hari kerja ...… 78

18 Flowchart algoritma penghitungan eksponen Lyapunov ………. 85

19 Diagram alir penghitungan dimensi fraktal ……….. 89

20 Diagram alir peramalan harga tapioka dengan JST... 91

21 Struktur Jaringan Syaraf Tiruan... 93

22 Diagram alir penentuan krisis... 100

23 Diagram alir perumusan strategi kebijakan pengendalian krisis... 101

24 Matrik Internal Eksternal………. 114

25 Struktur sistem pemberdayaan kelembagaan koperasi agroindustri tapioka. 117 26 Tampilan Sistem Manajemen Ahli Simak-chaotica... 138

27 Konfigurasi Sistem Manajemen Ahli Manajemen Krisis... 139


(18)

xvi

31 Tampilan sub-menu Analisis Sinyal Krisis ………….………... 144

32 Tampilan sub-menu pemilihan alternatif strategi kebijakan untuk keadaan ”SIAGA”... 148

33 Tampilan sub-menu pemilihan alternatif strategi kebijakan untuk keadaan ”WASPADA”... 149

34 Tampilan sub-menu pemilihan alternatif strategi kebijakan untuk keadaan ”BAHAYA”... 149

35 Tampilan hasil eksekusi program untuk sub-model uji eksistensi chaos harga tapioka... 154

36 Tampilan hasil eksekusi program untuk sub-model uji eksistensi chaos pasokan bahan baku... 155

37 Tampilan hasil prediksi harga tapioka dengan jaringan syaraf tiruan ... 157

38 Tampilan hasil prediksi pasokan dengan jaringan syaraf tiruan ... 158

39 Tampilan hasil analisis sinyal Krisis... 159

40 Tampilan sub-model kebijakan Agroindustri untuk keadaan “BAHAYA”………... 161


(19)

xvii

Agroindustri : Suatu kegiatan pengolahan bahan baku yang bersumber dari hasil pertanian maupun peternakan. Pengolahan meliputi proses transformasi fisik, kimiawi, pengemasan dan distribusi.

Chaos: Sistem non linier dinamik, deterministik yang dapat menghasilkan hasil acak. Sebuah sistem yang bersifat chaos memiliki sebuah dimensi fraktal dan memperlihatkan ketergantungan yang sensitif terhadap kondisi awal.

Chaotic Management System adalah suatu pendekatan sistematis untuk mendeteksi, menganalisis dan merespon turbulence dan chaos.

Dimensi fraktal : Sebuah bilangan yang secara kuantitatif menjelaskan bagaimana sebuah obyek menempati ruangnya. Dalam geometri Euclid obyek dianggap padat dan kontinu atau disebut bilangan bulat. Fraktal adalah kasar dan seringkali diskontinu, seperti sebuah bola yang dibentuk dari selembar kertas yang diremas, bulat berongga memiliki dimensi fraktal.

Dimensi Korelasi : Estimasi dari dimensi fraktal yaitu mengukur probabilitas bahwa dua titik yang diambil secara acak akan berada pada suatu jarak yang tetap, dan menguji bagaimana probabilitas itu berubah dengan jarak yang bertambah.

Eksponen Lyapunov: Sebuah eksponen yang positif mengukur sensitivitas ketergantungan pada kondisi awal, atau seberapa jauh prediksi/peramalan akan menyimpang berdasarkan pada estimasi kondisi awal. Dalam pandangan lain 1 dibagi eksponen Lyapunov adalah kehilangan kemampuan memprediksi

Fraktal: Sebuah obyek dimana bagian-bagiannya memiliki kemiripan terhadap keseluruhan, yaitu komponen-komponen individu memiliki “kesamaan diri”. Manajemen Krisis: Suatu cara pengelolaan yang proaktif dari kegiatan organisasi

yang mengarah pada keberlanjutan fungsinya sesegera mungkin setelah adanya krisis

Ruang fasa: Sebuah gambar yang memperlihatkan segala kemungkinan dari sebuah sistem pada waktu yang sama.


(20)

xviii

1 Rule Base...173

2 Daftar file pada Submodel Uji eksistensi Chaos program Simak-Chaotica...181

3 Daftar file pada Submodel Prediksi Harga Tapioka program Sima-Chaotica..182

4 Daftar file pada Submodel Prediksi Pasokan Bahan Baku program Simac-Chaotica...183

5 Daftar file pada Submodel Analiais Sinyal Krisis program Simac-Chaotica....184

6 Daftar file pada Submodel Kebijakan Pengendalian Krisis keadaan ”SIAGA” program Simac-Chaotica...185

7 Daftar file pada Submodel Kebijakan Pengendalian Krisis keadaan ”WASPADA” program Simak-Chaotica...186

8 Daftar file pada Submodel Kebijakan Pengendalian Krisis keadaan ”BAHAYA” program Simac-Chaotica...187

9 Petunjuk Penggunaan Program Aplikasi Sistem Penunjang keputusan Simak-Chaotica...188

10 Kusioner variabel yang mempengaruhi harga tapioka...200

11 Kusioner variabel yang mempengaruhi pasokan tapioka kasar...201

12 Matriks Pembobotan faktor internal...202

13 Matriks Pembobotan faktor eksternal...203

14 Hasil Pengolahan data...204

15 Listing program training harga tapioka halus...220

16 Listing program testing harga tapioka halus...222

17 Listing program forecasting harga tapioka halus...223

18 Listing program training pasokan tapioka kasar...224

19 Listing program testing pasokan tapioka kasar...225

20 Listing program forecasting pasokan tapioka kasar...226

21 Listing program perhitungan eksponen Lyapunov dan dimensi fraktal harga tapioka halus...227


(21)

(22)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Krisis perekonomian global telah berdampak kepada krisis nasional di sektor pertanian dan agroindustri yang ditandai dengan menurunnya fungsi produksi dan fungsi bisnis pada sektor pertanian dan agroindustri. Indonesia mengalami dampak negatif akibat melemahnya perdagangan dunia. Sejumlah komoditas ekspor produk pertanian mengalami penurunan permintaan dan harganya terpuruk. Menguatnya sistem industri dan perdagangan konglomerasi di Indonesia tidak secara langsung membawa petani dan agroindustri rakyat dapat menikmati nilai tambah sekunder, tersier maupun kuarter. Petani dan agroindustri rakyat hanya menikmati nilai tambah primer sebagai pemberian alam atas hasil pertanian. Nilai tambah sekunder, tersier dan kuarter dinikmati industri dan pedagang besar (Swasono,2010). Perubahan iklim dan pengalihan pemanfaatan lahan produktif ke arah non produktif mengakibatkan terkikisnya potensi sumberdaya alam. Hal ini yang akan semakin memarjinalkan petani dan agroindustri rakyat (Nasution 2002c). Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan sebagaimana dijamin secara konstitusi dalam pasal 33 ayat (1) UUD 1945 telah bergesar ke arah asas perorangan dengan moral ekonomi berbasis pada persaingan (Ruslina,2010). Keterpurukan industri rakyat dan pemiskinan masyarakat pedesaan akan berdampak kepada situasi chaos. Chaos dapat terjadi setiap saat dan dimanapun.

Ubi kayu merupakan salah satu tanaman yang mempunyai peran penting di Indonesia, karena tidak hanya sebagai tanaman pangan melainkan sebagai bahan baku bioenergi. Indonesia termasuk sebagai negara penghasil ubi kayu terbesar ketiga (13.300.000 ton) setelah Brazil (25.554.000 ton), Thailand (13.500.000 ton) serta disusul negara-negara seperti Nigeria (11.000.000 ton), India (6.500.000 ton) dari total produksi dunia sebesar 122.134.000 ton per tahun. Produktivitas yang masih rendah yaitu 12,2 ton/ha dibandingkan dengan India (17,57 ton), Angola (14,23 ton/ha), Thailand (13,30 ton/ha) dan China (13,06 ton/ha) Agrica( 2007).

Sentra produksi ubi kayu di Indonesia adalah di Pulau Sumatera (70%) Jawa dan Sulawesi (30%). Rata-rata produksi Nasional adalah 20.411.327 ton BPS (2009 ). Produksi ubi kayu di Indonesia sebanyak 55% dikonsumsi sebagai bahan


(23)

pangan, 19,8% untuk produksi tapioka, 14,8% untuk keperluan ekspor, 1,8% untuk pakan dan 8,6% untuk industri non pakan. Produksi ubi kayu di Kabupaten Bogor mencapai 18,9 ton/ha, lebih tinggi dari rerata produksi nasional yaitu 9,4 ton/ha (Wardana, 2006). Hal tersebut menandakan bahwa kabupaten Bogor merupakan sentra ubi kayu yang perlu dikembangkan.

Sebagai tanaman pangan, ubi kayu merupakan sumber karbohidrat bagi sekitar 500 juta manusia di dunia. Ubi kayu mempunyai kandungan karbohidrat yang cukup tinggi yaitu sebanyak 32,4 gr dan kalori 567,0 kal dalam 100 gr ubi kayu. Pemilihan ubi kayu sebagai bahan pangan subtitusi beras mempunyai alasan yang kuat, karena mudah dibudidayakan, merupakan makanan pokok asli sebagian masyarakat Indonesia, dan kandungan gizi yang memadai. Selain sebagai bahan pangan, ubi kayu juga sebagai bahan baku berbagai sektor industri diantaranya dapat diolah menjadi asam sitrat, monosodium glutamat, sorbitol, glukosa kristal, dextrose monohydrate, dextrin, alcohol, etanol.

Produksi tapioka di Indonesia dalam kurun waktu tahun 1996 hingga 2001 rata-rata per-tahun 16 juta ton (dari Sumatera, Jawa dan Sulawesi) merupakan produsen tapioka nomor 2 didunia setelah Thailand sebesar 30 juta ton per-tahun. Jumlah produksi ini terserap pasar dalam negeri rata-rata 13 juta ton per-tahun dan permintaan akan naik rata-rata 10% pertahun. Proyeksi hingga tahun 2011 permintaan domestik diperkirakan akan menjadi 33,72 ton. Dengan demikian peluang pasar tapioka masih terbuka .

Pada umumnya industri tapioka di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok. Pertama kelompok industri tapioka berskala besar yang sudah menggunakan mesin-mesin modern. Kedua, kelompok industri kecil tapioka halus yang menggunakan mesin-mesin semi modern. Ketiga industri tapioka rakyat yang menghasilkan tapioka kasar. Pada industri rakyat ini memproduksi tapioka kasar menggunakan teknologi sederhana.

Aliran produk dalam rantai pasokan tapioka dimulai dari petani ubi kayu hingga industri hilir. Ubi kayu dari petani dipasok ke industri rakyat penghasil tapioka kasar, produk tapioka kasar dipasok sebagai bahan baku tapioka halus, dan produk tapioka halus diserap oleh konsumen industri makanan dan konsumen langsung. Sebaliknya arus informasi harga dimulai dari hilir ke hulu. Harga tapioka


(24)

ditentukan oleh mekanisme pasar yang dikendalikan oleh industri tapioka besar dan stok tapioka nasional. Harga tapioka halus ini akan menentukan harga tapioka kasar dan harga ubi kayu (Firdaus, 2004). Sebagaimana agroindustri pada umumnya, agroindustri tapioka rentan terhadap sitem pasokan bahan baku, karena bersifat (1) musiman, (2) mudah rusak, (3) menempati ruang banyak, (4) memiliki keragaman kualitas, (4) berskala kecil-kecil. Hal ini menyebabkan volume produksi berfluktuasi antar musim, antar waktu maupun antar daerah.

Sistem tataniaga ubi kayu rentan terhadap harga karena transmisi harga yang rendah, kenaikan harga komoditi di tingkat konsumen tidak serta merta dapat meningkatkan harga di tingkat petani produsen. Namun sebaliknya penurunan harga di tingkat konsumen umumnya lebih cepat ditransmisikan kepada harga di tingkat produsen. Struktur pasar dari tapioka bersifat monopsonis dimana harga ditetapkan oleh perusahaan besar, sehingga usaha tani dan industri kecil berada pada posisi yang lemah terhadap posisi tawar. Hal ini menyebabkan petani ubi kayu dan industri kecil tapioka pada posisi tawar yang lemah (Wardana, 2006). Risiko yang ditimbulkan akan menyebabkan turbulensi yaitu keadaan yang berubah sangat cepat, tidak dapat diprediksi, dan ketidakpastian pada agribisnis tapioka.

Era turbulensi tidak mungkin terelakkan lagi, lambat laun akan menjadi lingkungan baru yang permanen yang disebut dengan kenormalan baru (new Normality). Normalitas tersebut bukan ditandai oleh stabilitas dan kepastian (certainty) seperti yang terdapat pada era sebelumnya, melainkan terbentuk dari ketidakmenentuan dan chaos. Oleh karena itu (Kotler, 2009) menyebutnya sebagai era chaos. Normalitas baru tersebut mewujud dalam bentuk kombinasi antara perekonomian yang boom, turun, resesi bahkan depresi dalam siklus yang kian cepat. Normalitas baru yang mewujud dalam bentuk chaos itu setiap saat akan siap menelan korbannya.

Sistem tataniaga dalam rantai pasokan agroindustri tapioka dari hulu hingga hilir diwarnai dengan permasalahan yang kompleks, dinamis akibat tekanan lingkungan hulu dan hilir (Kesenja, 2005). Perencanaan strategi dengan pendekatan konvensional seringkali mengabaikan ketidak pastian dan mengandalkan asumsi-asumsi. Pada era turbulensi pendekatan ini tidak sesuai lagi. Kesalahan manajemen dalam merespon turbulence akan membawa sistem industri menjadi chaos. Era


(25)

turbulensi memaksa pelaku industri melakukan perubahan dalam rangka kelangsungan bisnisnya dengan mengubah turbulensi menjadi peluang baru (Kotler, 2009).

Manajemen perubahan adalah mengakomodasi berbagai dinamika atau perubahan lingkungan dan mengelolanya di dalam suatu sistem manajemen yang handal. Empat pilar utama dalam manajemen perubahan yaitu strategi, operasi, budaya dan kompensasi. Empat pilar ini menunjang perubahan dalam organisasi baik dalam tatanan makro maupun mikro. Reformasi di tatanan mikro akan berhasil bila tatanan makro juga ikut berubah. Platt (2001) yang diacu dalam Kasali (2005) membedakan perubahan strategis suatu perusahaan dalam 3 kategori yakni: Transformasi Manajemen, Manajemen Turnaround dan Manajemen Krisis. Transformasi manajemen biasanya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang sehat, atau perusahaan-perusahaan yang mulai menangkap sinyal yang kurang menggembirakan. Manajemen Turnaround biasanya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang sudah mulai menghadapi permasalahan-permasalahan yang agak pelik dan mulai melibatkan pihak-pihak yang lebih luas. Sedangkan manajemen krisis biasanya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang telah memasuki masa krisis, dimana perusahaan sudah berada pada posisi berbahaya dan eksistensinya diragukan.

Chaotic Management System adalah suatu pendekatan sistematis untuk mendeteksi, menganalisis dan merepon turbulence dan chaos (Kotler, 2009). Teori ekonomi tradisional didominasi oleh model linier yang didasarkan pada konsep distribusi normal. Sebagai konsekuensinya masa depan menjadi sangat terhubung dengan masa lalu ataupun saat sekarang. Berlawanan dengan hal tersebut telah terbukti oleh beberapa temuan yang dimulai dari ketidakcocokan antara konsekuensi alamiah dengan perilaku data time series. Peter (1991) telah berhasil mengidentifikasi perilaku pasar keuangan yang memiliki perilaku non linier dan bersifat chaos. Banyak usaha dilakukan untuk mengekstraksi informasi yang tepat terhadap perilaku harga dengan melibatkan diskripsi kerangka teori chaos.

Proses deterministik ditandai dengan menggunakan pencocokan regresi, sedangkan proses random ditandai melalui parameter statistik dari fungsi distribusi. Dengan menggunakan sifat deterministik saja atau teknik statistik saja tidak akan


(26)

dapat menangkap sifat dari system yang bersifat chaos. Dengan pendekatan teori chaos perilaku sistem dapat diidentifikasi secara tepat dan akurat. Untuk memprediksi keadaan pada masa yang akan datang dapat dipilih teknik peramalan yang tepat dan mampu memetakan atau menghubungkan arus data input kepada arus data output tanpa memerlukan asumsi tentang struktur data, distribusi data dan independensi data. Kesalahan dalam memprediksi keadaan yang akan datang akan berakibat kepada kekacauan sistem (chaotic system). Suatu sistem yang faktor-faktor penyusunnya rentan terhadap ketidak pastian sangat berpotensi untuk menjadi chaos. Demikian pula pada agroindustri tapioka yang memiliki karateristik khas yaitu produk maupun bahan baku yang mudah rusak, bahan baku bersifat musiman, bergantung pada iklim, memiliki kualitas yang bervariasi, dan perdagangan bersifat monopsonistik. Hal ini akan berakibat kepada resiko ketidakpastian harga produk dan sistem produksi. Oleh karena itu dalam perencanaan pengembangan agroindustri tapioka diperlukan metoda pendekatan yang tepat. Berdasarkan fenomena tersebut, penelitian tentang Rancangbangun Sistem Intelijen untuk Strategi Pengembangan Agroindustri Tapioka dengan Pendekatan Teori Chaos dilakukan sebagai suatu alternatif pemecahan masalah secara cepat dan akurat dalam menghadapi keadaan krisis.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini merancang model sistem intelijen yang mencakup sistem deteksi dini keadaan chaos dan sistem manajemen kontrol yang dapat digunakan oleh para pengambil keputusan dalam proses penentuan kebijakan dalam rangka pemulihan dan pencegahan krisis pada agroindustri tapioka. Keluaran penelitian ini menghasilkan perangkat lunak Model Sistem Intelijen SIMAK -CHAOTICA (Sistem Intelijen Manajemen Krisis Agroindustri Tapioka) yang dapat dipakai untuk mendeteksi keadaan krisis sebagai dampak keadaan chaos serta memberikan rekomendasi kebijakan atas prediksi keadaan yang diperkirakan akan terjadi. Kebaruan dari penelitian ini adalah penggunaan teori chaos yaitu suatu metoda kuantitatif untuk mendeteksi keadaan chaos dari sistem agroindustri tapioka dan mengintegrasikannya dengan model prediksi dengan jaringan syaraf tiruan dan pemilihan alternatif kebijakan ke dalam Sistem Manajemen Ahli.


(27)

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan agroindustri tapioka dimasa mendatang, Secara rinci manfaat penelitian ini adalah: 1. Sebagai rujukan bagi pemangku kepentingan untuk memahami secara holistik

persoalan krisis pada agroindustri tapioka dari sisi mikro maupun makro. 2. Sebagai rujukan bagi pemangku kepentingan untuk memahami secara holistik

akan pentingnya mendeteksi lebih awal terhadap kemungkinan terjadinya chaos dalam rangka pencegahan dan pemulihan krisis pada agroindustri tapioka.

3. Dapat dipergunakan sebagai rujukan penyusunan strategi dan rekomendasi kebijakan pada pengembangan agroindustri tapioka.

Bagi perkembangan keilmuan penelitian ini dapat dijadikan sebagai rujukan dalam penelitian lanjutan mengenai rancangbangun model sistem intelijen dan pengembangan teori chaos pada bidang lain.

Ruang Lingkup Penelitian

Rancangbangun model difokuskan pada rantai pasokan industri tapioka dengan mempelajari perilaku chaos. Obyek peneltian meliputi petani ubi kayu, industri tapioka kasar dan industri kecil tapioka halus. Sebagai validasi model diterapkan pada industri tapioka skala kecil di kabupaten Bogor. Pengambilan data dilakukan dalam kurun waktu tahun 2009.


(28)

TINJAUAN PUSTAKA

Agroindustri ubi kayu

Cassava atau ubi kayu termasuk dalam famili Euphorbiaceae. Ada dua jenis ubi kayu yaitu ubi kayu pahit atau beracun dan ubi kayu manis atau tidak beracun. Kedua jenis ubi kayu ini diklasifikasikan sebagai Manihot esculenta atau Manihot utilissima. Pemilihan ubi kayu sebagai bahan pangan subtitusi beras mempunyai alasan yang kuat. Pertama umbi-umbian termasuk ubi kayu merupakan makanan pokok asli sebagian masyarakat Indonesia, dan yang kedua kandungan gizi ubi kayu sangat memadai sebagai sumber karbohidrat. Pada Tabel 1 berikut disajikan perbandingan kandungan gizi beberapa komoditi pangan.

Tabel 1 Perbandingan Gizi tanaman pangan

Kandungan Gizi Beras Gandum Ubi kayu Garut Ubi jalar Kalori (kal) Protein (gr) Lemak (gr) Karbohidrat (gr) Kalsium (mg) Phosfor (mg) Zat besi (mg) Vit.A (SI) Vit.B(mg) Vit.C(mg) Air ( gr)

Bagian yg dapat dimakan (%) 360,0 6,8 0,7 78,9 6,0 140,0 0,8 0,0 0,1 0,0 13,0 100,0 365,0 8,9 1,3 77,3 16,0 106,0 1,2 0,0 0,1 0,0 9,1 100,0 363,0 1,1 0,5 88,2 84,0 125,0 1,0 0,0 0,0 0,0 9,1 100,0 355,0 0,7 0,2 85,2 8,0 22,0 1,5 0,0 0,1 0,0 13,0 100,0 136,0 1,1 0,4 32,3 57,0 52,0 0,7 900,0 0,1 35,0 40,0 100,0

Sumber : Direktorat Gizi DepKes RI (1981) dalam Utami (2006)

Selain sebagai bahan pangan ubi kayu juga sebagai bahan baku berbagai sektor industri. Bahkan onggok dari tapioka dapat dijadikan sebagai bahan baku obat anti nyamuk bakar seperti pada Gambar 1 berikut:


(29)

Ubi kayu

Kulit

Makanan ternak

Umbi

Onggok

Obat Nyamuk Bakar Asam sitrat Industri makanan/

kimia

Tapioka

Tapioka pearl

Dextrin

Maltosa

Glukosa

Fruktosa Macam-macam

alkohol

Asam-asam organik

Sorbitol

Senyawa kimia lain

Industri makanan

Industri makanan Industri makanan/

bio energi Industri makanan/

kimia

Industri makanan

Industri kimia

Gaplek Pelet Makanan ternak

Bahan makanan Tepung ubikayu

Makanan ringan

Bahan makanan

Daun

Sayuran

Makanan ternak Sektor

Pertanian

Sektor industri

Konsumen

Gambar 1 Pohon industri ubi kayu (Bank Indonesia, 2004)

Ubi kayu dapat tumbuh di lahan kering dari dataran rendah hingga dataran tinggi dan dapat diusahakan terus-menerus sepanjang tahun. Pada kondisi lahan yang kurang subur dan ketersediaan air yang rendah petani lebih memilih menanam


(30)

ubi kayu karena selain mudah dalam pemeliharaan juga relatif tahan terhadap kekeringan.

Melihat berbagai kegunaan dan potensi ubi kayu di Indonesia maka komoditas ini memiliki peranan dan kedudukan yang sangat strategis. Peranannya akan sangat berarti pada saat musim kering ( paceklik) digunakan sebagai sumber bahan pangan utama, sedangkan pada musim panen melimpah ubi kayu digunakan sebagai bahan baku industri hilir. Bahkan dengan adanya kebijakan pemerintah untuk mencari alternatif energi terbarukan ubi kayu mengambil peranan penting sebagai penghasil bioetanol yang merupakan bahan substitusi bensin.

Pengembangan ubi kayu bisa dilakukan tanpa penyediaan lahan khusus melainkan ditanam secara tumpang sari pada lahan yang sudah ada, misalnya hutan jati atau mahoni sangat potensial untuk pengembangan ubi kayu. Luas hutan untuk tumpangsari tanaman pangan adalah 108 juta ha (HTI, HPH, Hutan Rakyat), jika 10% luas lantai hutan digunakan untuk budidaya tanaman pangan akan menghasilkan 378 juta ton dengan potensi pati 95 juta ton, untuk jelasnya disajikan dalam Tabel 2:

Tabel 2 Produktivitas dan potensi ubi kayu dan tanaman tumpangsari lainnya pada lahan hutan.

Jenis tanaman

Produktivitas per musim (ton/ha)

Potensi panen ( juta ton)

Potensi pati (juta ton)

Potensi etanol (juta l)

Ubikayu 35 378 95 60

Garut 20 216 32 17

Ganyong 20 216 32 17

Talas 8 86 17 9

Kimpul 30 324 65 52

Ubijalar 20 216 54 35

Jagung 7 76 49 15

Sumber: Dephutbub (1999)

Kualitas tapioka dikelompokkan berdasarkan nilai dari kriteria kualitas tapioka yaitu, kadar air, kadar abu, serat dan kotoran, derajad keputihan, kadar


(31)

BaSO4, kekentalan, Derajat asam dan kadar HCN. Secara lengkap kualitas tapioka disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Standar mutu tapioka menurut SNI.01-3451-1994

Kriteria mutu Mutu I Mutu II Mutu III

Kadar air (% maks) 17 17 17

Kadar abu (% maks) 0,6 0,6 0,6

Serat + kotoran(% maks) 0,6 0,6 0,6

Derajad putih Min Min Min

BASO4 =100 Min 94,5 Min 92 Min 92

Kekentalan (Engler) 3-4 2,5-3 2,5

Derajad asam (ml NAOH/100 gr) 4 4 4

Kadar HCN (%) negatif negatif Negatif

Sumber: Sumber : Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan (2003)

Manajemen Krisis

Suatu fenomena pada alam semesta dapat digambarkan dengan dua keadaan yaitu normal dan abnormal. Normal diartikan sebagai keadaan sistem yang teratur, stabil, berjalan sebagaimana mestinya. Abnormal berlaku kebalikan dari normal. Berdasarkan strukturnya, abnormal terbagi menjadi dua, yaitu abnormal terstruktur yang disebut sebagai krisis dan abnormal yang tidak terstruktur yang disebut sebagai chaos.

Definisi Krisis menurut Fink(1996) bahwa krisis bisa diartikan sebagai suatu keadaan yang tidak stabil dimana perubahan mendasar bisa terjadi. Sedangkan Eriyatno et al (2010) mendefinisikan krisis sebagai suatu peristiwa mendadak yang secara signifikan mempengaruhi kemampuan lembaga untuk menjalankan fungsinya. Krisis menimbulkan gangguan yang secara fisik berdampak nyata terhadap suatu sistem dan mengancam eksistensi maupun kelangsungan sistem tersebut. Krisis dapat terjadi pada perseorangan maupun terhadap organisasi atau lembaga.

Secara garis besar berdasarkan anatominya siklus krisis dapat dibagi menjadi empat tahapan, yaitu 1) krisis prodomal atau awal, 2) krisis akut, 3) tahap kronis dan 4)


(32)

tahap pemulihan (resolution). Situasi krisis prodomal antara lain ditandai oleh peningkatan intensitas ketegangan, peningkatan perhatian media massa atau pemerintah, kemunculan hambatan atau gangguan terhadap operasi bisnis Krisis prodomal dapat berkembang menjadi krisis akut. Krisis akut ditandai dengan sudah ditemukannya krisis dan jika peringatan dini mengenai kemunculan krisis tidak ditangani secara serius, maka sangat sulit menemukan titik balik menjadi keadaan normal kembali. Dengan perencanaan dan penanganan yang tepat, ledakan krisis pada tahap akut dapat diatur waktu, tempo maupun magnitudenya, sehingga dampak buruk dapat dikendalikan. Periode krisis tingkat akut biasanya berlangsung singkat, kemudian dilanjutkan dengan krisis tingkat kronis (Fink, 1996).

Gambar 2 Siklus Krisis (Fink, 1996).

Metoda yang paling sederhana dalam menghindari krisis adalah konsensus yang memungkinkan para pihak yang berkepentingan berpartisipasi dalam upaya mencegah konflik. Pengambilan keputusan berdasarkan konsensus tergantung pada dua hal yaitu 1) optimasi dari terpenuhinya kepentingan semua pihak dan 2) kompromi dari pihak-pihak yang berkepentingan.

Pencegahan dan penghindaran krisis tergolong langkah yang sangat rumit, karena datangnya krisis pada umumnya sangat mendadak serta perkembangannya sangat cepat. Sehingga, upaya melakukan konsensus guna menyelesaikan krisis, sangat sulit dilakukan setelah krisis berlangsung. Perencanaan dan kesiagaan penanggulangan krisis yang tepat merupakan faktor kunci bagi keberhasilan penanganan krisis dalam suatu lembaga. (Fink, 1996)

Manajemen krisis adalah suatu pengetahuan yang dikenal sebagi prosedural model atau protokol yaitu suatu cara pengelolaan yang proaktif dari kegiatan

Prodomal Acute

Chronic Resolution


(33)

organisasi yang mengarah pada keberlanjutan fungsinya sesegera mungkin setelah adanya krisis (Eriyatno et al., 2010). Avevedo (2007) dalam Eriyatno et al (2010) menyebutkan bahwa kegiatan manajemen krisis yang proaktif dicirikan oleh prakiraan potensi krisis (forecasting) dan perencanaan pengendaliannya. Manajemen krisis berupaya mengidentifikasi sumber pemicu krisis, kemudian meminimalkan kerusakan sebagai dampak krisis dan akhirnya melakukan upaya pemulihan.

Sistem Manajemen Chaotic

Pada umumnya penetapan parameter krisis dalam bisnis terkait dengan manajemen risiko kuantitatif, meskipun disadari bahwa dunia nyata belum tentu berperilaku secara acak dengan bentuk teratur. Teknik ekonometrik yang banyak dipraktekkan dalam mazhab neo-klasik mengkategorikan sifat acak tersebut sebagai perilaku yang dapat dianalisis, sedangkan apa yang terjadi di pasar uang ataupun pasar modal adalah ketidak teraturan yang disebabkan proses umpan balik. Asumsi yang diakui oleh faham neo-klasik yaitu berlakunya prasyarat statistik ternyata hal ini terbukti tidak sahih di praktek pasar finansial. (Eriyatno et al., 2010).

Penanggulangan krisis pada pada tahap akut turbulensi menjadi ancaman menakutkan jika kekacauan, keacakan, dan ketidakpastian meluas ke arah lenyapnya kekuatan pengendalian. Henderson (1991) menggambarkan semacam zone peralihan dalam sistem (ekonomi, politik, sosial) yang tengah mengalami proses transformasi. Zone transisi ini dicirikan dengan adanya kondisi peregangan (fibrillation) di dalamnya. Zone peregangan ditandai munculnya ketidakpastian dan risiko amat besar. Inilah titik kritis yang dalam teori chaos disebut wilayah bifurkasi (bifurcation), yaitu zone perubahan yang di dalamnya tumbuh banyak mode dan percabangan yang akan menentukan arah perubahan.

Menurut Collins English dictionary Chaos diartikan sebagai “kekacauan”. Dalam bahasa umum seringkali chaos diartikan sebagai situasi kacau balau, misalnya kondisi perekonomian, perilaku masyarakat akibat terjadinya perang, bencana alam atau suatu kejadian yang sifatnya mendadak dan tidak terkendali.


(34)

1. Nonlinieritas, yaitu adanya sedikit perubahan pada satu level akan menghasilkan perubahan besar pada level yang sama atau level yang lain dari suatu sistem. 2. Ketidakstabilan status sistem. Dalam teori chaos ada 2 bentuk ketidakstabilan

yaitu: i). ketidaksatabilan struktural, terjadi ketika ada sedikit perubahan konstruksi (kondisi awal) dapat memberi pengaruh yang besar terhadap perilaku sistem. dan ii). ketidakstabilan perilaku, sedikit perubahan pada pola keterkaitan elemen sistem maka akan memicu ketidakstabilan sistem. Contohnya dengan adanya perubahan harga oleh suatu perusahaan akan menyebabkan perang harga pada industri.

3. Emergent order, sistem dapat berkembang sendiri, evolusi dipengaruhi oleh faktor endogen

Menurut Sterman (1988) kondisi chaos sering tidak disadari karena struktur dari sistem tidak chaos, tetapi menimbulkan sistem chaotic dinamic karena adanya interaksi (pola keterkaitan) unsur-unsur endogen dalam sistem atau adanya intervensi lingkungan ( exogen).

Chaotic Management System adalah suatu pendekatan sistematis untuk mendeteksi, menganalisis dan merepon turbulence dan chaos. Menurut Kotler (2009) untuk mencapai Business Enterprize yang berkelanjutan dengan pendekatan Chaotic Management System terdiri dari 4 tahapan yaitu:

1. Mendeteksi sumber turbulence melalui pengembangan sistem deteksi dini 2. Merespon dan menanggulangi chaos dengan mengkonstruksikan beberapa

skenario strategi

3. Memilih strategi berdasarkan pada prioritas skenario dan resiko. 4. Mengimplementasikan Chaotic Strategic Management


(35)

Gambar 3 Sistem Manajemen Chaotic (Kotler, 2009)

Teori Chaos

Penggunaan kata chaos dalam istilah sehari-hari sering diartikan sebagai

”kekacauan yang menjadi-jadi”. Dalam bidang sains, chaos adalah bahasa teknis dari sebuah fenomena sistem nonlinier yang kelakuannya sangat bergantung secara sensitif pada kondisi awalnya (Wiggins, 1990). Sistem yang mengalami chaos disebut sistem chaotik.

Penelitian mengenai chaos dimulai tahun 1890, ketika seorang astronom dan matematikawan Prancis Henry Poincare mempelajari sistem tata surya. Poincare pertama kali menemukan konsep chaos dalam gerak orbit tiga obyek yang mana satu sama lain menggunakan gaya tarik untuk memaksa yang lainnya. Poincare menyatakan bahwa suatu sistem yang terdiri dari beberapa bagian berinteraksi dengan kuat maka ada kemungkinan terjadinya perilaku yang tidak dapat diprediksi


(36)

(Chorafas, 1994). Konsep ini menjadi awal dari teori Chaos atau secara umum disebut dengan teori sistem non linier dinamik.

Chaos dan keteraturan (order) dipandang saling berlawanan (antagonis). Hukum alam seperti hukum Newton dan hukum Keppler memperlihatkan keteraturan (order), sedangkan chaos dipahami sebagai wajah lain dari alam ketika kesederhaan atau hukum yang kompleks (complicated laws) menjadi tidak valid. Chaos tidak hanya dilihat sebagai kompleksitas dengan derajat tinggi atau bentuk yang lebih kompleks dari keteraturan, tetapi dipandang sebagai kondisi dimana alam gagal mematuhi hukum.

Karakteristik penting dari sistem dinamik chaos, yang pertama dan paling penting adalah mempunyai ketergantungan yang sensitif terhadap kondisi awal. Sistem dinamik mempunyai sifat yang tidak dapat diprediksi untuk jangka panjang. Ketidakmungkinan prediksi ini terjadi karena sistem dinamik merupakan sistem umpan balik (feedback system), dimana keluaran saat ini menjadi masukan bagi keadaan selanjutnya. Karakteristik kedua adalah memiliki tingkat kritis. Sistem yang melewati titik kritisnya akan kehilangan kestabilan. Konsep ini dapat digambarkan seperti kejadian dimana suatu timbangan yang telah berada pada titik maksimum atau titik kritisnya, jika ditambah beban dengan berat sekecil apapun akan menyebabkan kehilangan kestabilan dan timbangan menjadi rusak. Karakteristik ketiga adalah memiliki dimensi fraktal.

Fraktal deterministik dan fraktal acak

Ide fraktal diperkenalkan oleh Benoit Manderlbrot pada tahun 1975 untuk menjelaskan obyak kompleks yang tidak dapat dijelaskan dengan menggunakan geometri Euclid. Tidak ada definisi normal mengenai fraktal, Peter (1991)

mendefinisikan fraktal sebagai berikut:”fraktal adalah sebuah obyek dimana tiap

-tiap bagiannya berhubungan dengan keseluruhan obyek tersebut.” Fraktal

menunjukkan kemiripan atas dirinya sendiri (self-similarity). Salah satu contoh fraktal alamiah adalah sebuah pohon. Pohon bercabang menurut kepada skala


(37)

fraktal. Setiap cabang memiliki cabang-cabang lain yang lebih kecil, memiliki kesamaan terhadap keseluruhan dalam sebuah pandangan kualitatif.

Fraktal dapat dibedakan menjadi fraktal deterministik dan fraktal acak (random fractal). Fraktal deterministik dihasilkan oleh pengulangan aturan-aturan deterministik dan memiliki bentuk yang umumnya simetris. Contoh bentuk fraktal deterministik adalah segitiga Sierpinski .

Gambar 4 Self-similarity fractal (Peter, 1991)

Sedangkan fraktal acak dihasilkan oleh kombinasi aturan-aturan yang dipilih secara acak pada skala yang berbeda. Contoh fraktal acak adalah garis tepi pantai. Dari pesawat udara yang sedang terbang tinggi, garis tepi pantai terlihat seperti garis mulus yang tak teratur. Makin rendah pesawat terbang, garis pantai itu terlihat makin bergerigi, sampai pada jarak dekat dimana setiap batu dapat terlihat. Kurva times series dapat dibandingkan dengan garis pantai. Garis bergerigi pada kurva times series mula-mula seperti garis pantai. Makin dekat kita melihatnya (makin kecil pertambahan unit waktunya) makin banyak rincian yang terlihat.

Geometri euclid dan geometri fraktal

Geometri euclid menyederhanakan alam menjadi obyek-obyek yang simteris dan murni ke dalam bentuk dimensi yang dinyatakan dalam bentuk bilangan bulat. Garis lurus dianggap memiliki dimensi satu, bidang memiliki dimensi dua, dan bangun ruang memiliki dimensi tiga. Bidang dua dimensi adalah permukaan yang rata tanpa celah dan obyek tiga dimensi adalah bentuk padat murni


(38)

yang tak berlubang didalamnya. Bangun ruang memiliki sejumlah bentuk simetris dan murni seperti bola, kerucut, silinder, dan balok. Tidak satupun dari benda-benda tersebut yang memiliki lubang didalamnya dan tidak memiliki permukaan yang kasar. Kesemuanya memiliki bentuk yang mulus (smooth) dan murni. Bagi Yunani kuno, simetri dan padat merupakan tanda kesempurnaan. Kelemahan Geometri Euclid adalah tidak dapat membantu kita dalam memahami bagaimana suatu obyek dibentuk.

Dimensi suatu obyek dalam geometri fraktal tidak harus selalu bilangan bulat.. Selembar kertas yang dianggap bidang dua dimensi, jika diremas menjadi bola dan akan berdimensi lebih dari dua tetapi tidak akan tepat berdimensi tiga. Dimensi bola kertas tersebut akan terletak antara dua dan tiga, terkecuali jika bola kertas tersebut dipadatkan maka akan menjadi obyek tiga dimensi. Kurva times series yang tampak seperti garis bergerigi, tidak berdimensi satu karena tidak lurus dan juga tidak berdimensi dua karena tidak memenuhi suatu bidang. Dimensinya lebih besar dari dimesi garis dan kurang dari dimensi bidang, dimensinya terletak antara satu dan dua.

Bila suatu obyek berada dalam ruang yang lebih besar daripada dimensi fraktalnya, ruang tersebut disebut dimensi melekat (embedding dimension) dan cenderung dianggap dimensi obyek itu. Sebagai contoh, bola kertas yang diremas dianggap berdimensi tiga walaupun tidak mengisi penuh ruang tiga dimensi. Sebenarnya obyek fraktal mempertahankan dimensinya bila diletakkan pada dimensi melekat yang lebih besar dari pada dimensi fraktalnya. Kurva times series juga tidak mengisi bidang dua dimensi, hanya times series acak yang mengisi bidang dan mempunyai dimensi dua.

Dimensi Fraktal

Dimensi fraktal menjelaskan bagaimana suatu obyek menempati ruangnya. Dimensi fraktal menunjukkan seluruh faktor yang mempengaruhi sistem obyek dengan skala tertentu. Ada beberapa cara untuk menghitung dimensi fraktal, tetapi semuanya melibatkan cara bagaimana memeriksa volume atau area bentuk fraktal dan bagaimana skala perubahannya jika volume atau area itu bertambah. Salah satu


(39)

metode awal penghitungan dimesi fraktal adalah mengitung jumlah lingkaran dengan diameter tertentu yang dibutuhkan untuk memenuhi kurva. Bila diameternya diperbesar dan jumlah lingkaran yang dibutuhkan dihitung, akan ditemukan jumlah lingkaran berskala memenuhi hubungan berikut:

1 *dD

N (1)

Dimana N=jumlah lingkaran d=diameter lingkaran D=dimensi fraktal

Dengan menggunakan logaritma, persamaan diatas siubah menjadi:

1 log log   d N

D (2)

Dimensi fraktal memberikan informasi penting mengenai hal-hal yang mendasar dari sistem. Bilangan bulat terbesar terdekat dari dimensi fraktal memberikan informasi banyaknya variabel dinamik minimal yang dibutuhkan untuk memodelkan dinamika sistem tersebut. Sebagai contoh, suatu sistem yang memiliki dimensi fraktal sebesar 2,37 artinya diperlukan sedikitnya tiga variabel untuk memodelkannya dalam sistem dinamik.

Grassberger dan Procacia (1983) mengembangkan metode dimensi korelasi (correlation dimentsion) sebagai pendekatan penghitungan dimensi fraktal dengan menggunakan integral korelasi (correlation integral), Cm(R). Integral korelasi adalah probabilitas sepasang titik didalam attractor yang berada dalam jarak R satu dengan lainnya. Untuk menghitung banyaknya pasangan titik yang memenuhi kondisi tersebut, pertama times series yang digunakan direkonstruksi menjadi ruang fasa, dimulai dengan dimensi melekat (m) yang rendah, yaitu m=2, m=3 dan seterusnya. Kemudian mulai dengan jarak R yang pendek, integral korelasi Cm(R) dihitung untuk jarak ini, sesuai dengan persamaan:

) ( * ) / 1 ( ) ( 1 , 2

    N j i j i j i X X R Z N R Cm (3)


(40)

N = banyaknya observasi R = jarak

Cm = integral korelasi untuk dimensi m

Z(x) disebut fungsi Heaveside karena nilainya 0 jika jarak antara dua titik Xidan

j

X lebih dari R dan nilainya 1 jika jaraknya kurang dari R. Integral korelasi adalah probabilitas 2 titik yang dipilih secara acak hanya akan terpisah dengan jarak kurang dari R unit. Jika diperbesar nilai R, Cm akan meningkat pada laju D , sehingga akan diperoleh hubungan:

D

R

Cm (4)

Atau

 *log( )

)

log(Cm D R konstanta (5)

Untuk sebuah dimensi(m), dapat dihitung Cm untuk peningkatan nilai R. Dengan mencari kemiringan pada garis log(Cm) dengan log(R) melalui regresi linier, dapat diestimasi dimensi korelasi (D) untuk masukan dimensi melekat (m). Dengan meningkatkan m, D akan berangsur-angsur menyatu menuju nilai sebenarnya. Hasil yang sama diperoleh sejalan dengan dimensi masukan (m) menjadi semakin besar dari dimensi fraktal (D), sesuai dengan alasan yang dikemukakan. Sebuah fraktal dimasukkan kedalam sebuah dimensi yang lebih tinggi akan mempertahankan dimensi aslinya karena korelasinya yang ada antara titik-titiknya. Jadi dimensi korelasi dari Grassberger dan Procaccia merupakan estimasi yang baik untuk dimensi fraktal. Embedding dimension (m) mengukur kepadatan dalam attractor dalam menemukan probabilitas sebuah titik yang berjarak R dari titik lain. Correlation integral Cm(R) adalah banyaknya sepasang titik yang berada dalam batas R. Untuk attractor chaos, Cm(R) mencapai kestabilan setelah sebuah nilai m yang mencapai nilai sebenarnya. Kemudian, melalui penghitungan kemiringan grafik log(R) untuk nilai m yang berbeda, akan diperoleh dimensi korelasi. Jika kestabilan tidak terjadi maka dapat disimpulkan bahwa proses yang mendasari adalah proses stokastik. Takens (1981) memperlihatkan bahwa untuk memperoleh hasil peramalan yang baik, pemilihan embedding dimension sangat penting dan harus berada dalam interval:


(41)

1 2 

E A

A d

d (6)

Dimana dAadalah dimensi attractor atau dimensi fraktal dan d adalah embedding E dimension.

Ruang fasa (phase space)

Inspeksi visual terhadap data menjadi penting pada sistem dinamik non linier, karena biasanya memiliki penyelesaian yang tidak tunggal. Penyelesaian yang ada mungkin berjumlah berhingga atau bahkan tidak berhingga. Sistem yang bersifat chaos memiliki penyelesaian yang tidak berhingga yang terdapat pada ruang berhingga (finite space). Sistem tersebut ditarik ke daerah ruang kumpulan jawaban yang mungkin yang biasanya mempunyai dimensi fraktal. Ruang fasa (phase space) adalah ruang dimana semua kemungkinan terjadi, sedangkan daerah dimana jawaban itu berada didalam ruang fasa disebut dengan attractor. Terdapat tiga jenis dasar attractor sistem non linier. Jenis paling sederhana adalah point attractor. Pada jenis ini, titik permulaan dimana sistem itu mulai bekerja akan berakhir di suatu titik dimana kesetimbangan sistem terjadi. Ekonomi klasik cenderung memandang sistem ekonomi sebagai sistem seimbang (equilibrium system) atau point attractor. Jenis yang kedua adalah limit cycles, bentuk attractornya seperti lingkaran tertutup. Jenis attractor ini merupakan suatu sistem yang mempunyai periode teratur. Jenis yang terakhir adalah strange attractor. Jenis ini mempunyai perputaran yang tidak periodik yang kelihatan seperti acak dan kacau akan tetapi terbatas pada daerah tertentu.

Mengukur Chaos

Ketergantungan yang sensitif terhadap kondisi awal, dapat diukur dengan sebuah bilangan skalar eksponen Lyapunov. Eksponen Lyapunov mengukur berapa cepat orbit yang terdekat menyimpang dalam ruang fasa dan menandai bagaimana lintasan ruang fasa dan proses dinamik berkembang. Secara umum terdapat lebih dari satu bilangan eksponen Lyapunov tergantung dari dimensi permasalahannya, tetapi selama bilangan terbesar bertanda positif mengindikasikan adanya pertumbuhan tak tentu secara eksponensial. Maka bilangan eksponen Lyapunov


(42)

memiliki indikasi yang sangat penting dalam mendeteksi chaos. Persamaan formal dari eksponen Lyapunov () untuk dimensi yang ke i

)adalah :

             

 (0)

) ( log 1 2

lim

i i t p t p t  (7)

Dengan memanfaatkan fungsi logistik maka persamaan menjadi

) 2 ( log 1 1 2

   N n n rX r N  (8) Dimana :

 = Bilangan eksponen Lyapunov t = perioda waktu

) (t

pi = data barisan ke-i pada periode ke-t

) 0 ( i

p = data barisan ke-i pada periode awal

n

X = data ke-n N = jumlah data r = parameter input

Bilangan eksponen Lyapunov ini kemudian dapat dihitung dengan menggunakan komputer hingga derajat ketelitian tertentu yang ditentukan oleh nilai N pada berbagai nilai parameter r. Identifikasi Chaos terhadap bilangan Lyapunov adalah sebagai berikut:

0

 orbit akan tertarik menuju titik stabil atau periodik stabil. Titik-titik tetap dan periodik superstabil memiliki bilangan Lyapunov 

0

 mengindikasikan sistem berada dalam keadaan steady state. 0

 orbit ini bersifat tidak stabil dan mengalami chaos. Titik-titik yang berdekatan akan menyebar pada jarak yang sembarang.

Satuan dari eksponen Lyapunov adalah bits/iteration. Ketika diaplikasikan pada deret waktu maka satuan tersebut lebih sering disebut dengan bits/perioda pengukuran. Keakuratan bits mengukur seberapa besar kita mengetahui kondisi saat ini. Misalkan eksponen Lyapunov terbesar adalah 0,05 bit/hari, artinya kita


(43)

kehilangan 0,05 bit dari kekuatan prediksi tiap hari, sehingga informasi menjadi tidak berguna setelah 1/0,05 atau 20 hari.

Allan Wolf (1985) yang diacu dalam (Muhyidin, 2005) mengembangkan metode penghitungan eksponen Lyapunov, berdasarkan pada penghitungan jarak yang memisahkan lintasan yang bersebelahan di dalam ruang fasa. Jika jarak awal antara lintasan adalah N0 maka setelah interval waktu yang pendek, jarak N yang baru dengan eksponen Lyapunov h, adalah:

ht

e N

N0 (9)

Jika h<0 maka lintasan akan konvergen secara eksponesial, sedangkan jika h>0 maka lintasan akan divergen secara eksponensial. Prosedur yang dilakukan oleh Wolf adalah mengambil lintasan tertentu dalam ruang fasa dan menghitung rasio

dimana jarak kepada lintasan terdekat. Hasilnya adalah rata-rata jarak

sepanjang waktu pengamatan, sehingga bilangan Lyapunov dalam formula khusus adalah:

 

N

k k

k

N d t

t d t

t h

1 0 1

2

0 ( )

) ( log 1

(10)

Algoritma Wolf memerlukan data yang sangat banyak. Wolf menyatakan bahwa sedikitnya 30 titik diperlukan utuk menghitung lintasan tunggal, dan sedikitnya

d

30 titik untuk menghitung sisa dengan dimensi d, Vaga (1994) yang diacu dalam (Muhyidin, 2005).

Sistem Deteksi Dini

Deteksi dini merupakan kegiatan pendugaan untuk suatu keadaan dimasa mendatang dengan mengadakan taksiran terhadap berbagai kemungkinan yang terjadi sebelum suatu rencana yang lebih pasti dilakukan (Eriyatno, 1999). Sistem deteksi dini dikembangkan menjadi bagian dari manajemen risiko. Resiko adalah suatu dampak dari ketidakpastian suatu kejadian yang mengawalinya. Perubahan lingkungan eksternal maupun internal akan memunculkan suatu ketidakpastian kondisi.


(44)

Manajemen resiko adalah suatu kegiatan yang mengelola ketidakpastian resiko sebelum suatu kejadian terjadi. Sedangkan manajemen krisis didefinisikan sebagai kegiatan yang mengelola resiko dampak yang telah terjadi (Gilad, 2004).

Dalam penanganan krisis dalam bentuk manajemen kontrol sangat dibutuhkan suatu metoda untuk melakukan pendugaan lebih awal. Sistem ini dilakukan secara kontinyu dimulai dari mengidentifikasi resiko sebagai indikator dampak krisis, kemudian melakukan pemantauan intelijen untuk mendapatkan sinyal-sinyal keadaan krisis dan selanjutnya manajemen melakukan tindakan antisipasi (Gilad, 2004). Untuk jelasnya digambarkan pada diagram berikut ini.

Identifikasi resiko

Pemantauan Intelijen Tindakan

manajemen

Indikator

Sinyal Umpan balik

Gambar 5 Siklus deteksi dini (Gilad, 2004)

Keadaan turbulensi dapat terjadi setiap saat dan dimanapun. Turbulensi ada yang dapat dideteksi lebih awal dan ada yang tidak dapat dideteksi. Turbulensi yang dapat dideteksi dapat dianalisis dan kemudian dilakukan tindakan secepat mungkin. Tindakan pertama adalah mengidentifikasi peluang yang mungkin terjadi dengan akan terjadinya turbulensi atau resiko yang mungkin akan muncul. Strategi yang dilakukan mengacu kepada mengeksploitasi peluang dan meminimalkan resiko untuk menuju kepada kenormalan baru.

Turbulensi yang tidak dapat diprediksi, termasuk turbulensi yang terdeteksi tetapi manajemen tidak cukup kemampuan maupun kemauan untuk melakukan tindakan, atau melakukan tindakan tetapi lambat maka keadaan akan berubah menjadi chaos (Kotler, 2009). Oleh karena itu kecepatan dan keakuratan sistem deteksi dini memegang peranan penting terhadap penganggulangan krisis.


(45)

Keberhasilan penerapan sistem deteksi dini bergantung pada dua hal penting yaitu kemampuan sintesis pengenalan keadaan dan integritas dari para pengelola sistem deteksi dini.

Sistem Manajemen Ahli

Pendekatan secara sistem dalam pengambilan keputusan dikenal dengan istilah Sistem Penunjang Keputusan (SPK), yaitu memaparkan secara mendetail elemen-elemen sistem sehingga dapat menunjang manajer (pengambil keputusan) dalam proses pengambilan keputusan (Eriyatno, 1999). Menurut Suryadi (1998) SPK adalah pengembangan lebih lanjut dari Sistem Informasi Manajemen terkomputerisasi yang dirancang sedemikian rupa sehingga bersifat interaktif dengan penggunanya. Elemen dasar dari SPK pada umumnya adalah basis data dan basis model. SPK ditambah dengan basis pengetahuan disebut sebagai Sistem Manajemen Ahli (SMA). Karakteristik pokok yang mendasari SMA menurut Eriyatno (1999) adalah : 1) interaksi langsung antara komputer dengan pengambil keputusan, 2) dukungan menyeluruh (holistik) dari keputusan bertahap ganda, 3) suatu sintesa dari konsep yang diambil dari berbagai bidang, antara lain; ilmu komputer, psikologi, intelegensia buatan, ilmu sistem dan ilmu manajemen, 4) mempunyai kemampuan adaptif terhadap perubahan kondisi dan kemampuan berevolusi menuju sistem yang lebih bermanfaat.

Model konseptual dari SMA adalah integrasi antara 1) Sistem manajemen basis data, 2) Sistem manajemen basis model, dan 3) Sistem manajemen pengetahuan, dan 4) sistem manajemen dialog, yang interaksinya diatur oleh Sistem Pengolahan terpusat. Basis Data yang digunakan dalam SMA dikreasi, diubah dan dikontrol melalui suatu sistem manajemen basis data yang harus bersifat interaktif dan fleksibel. Sistem Manajemen Basis Model mengelola, mengubah dan mengontrol model komputasi data yang ada untuk pengambilan keputusan. Pengetahuan pakar diakuisisi dan dikelola dalam sistem manajemen basis pengetahuan untuk dasar pengambilan keputusan. Sistem Manajemen Dialog merupakan sistem yang memberikan fasilitas komunikasi dan interaksi antara pengguna dan komputer. Sistem ini menerima masukan dari pengguna dan memberikan keluaran atau hasil yang dikehendaki kepada pengguna. Sistem


(46)

pengolahan terpusat merupakan koordinator dan penggendali operasi SMA secara langsung dan menyeluruh. Sistem ini menerima masukan dari ketiga sistem lainnya dalam bentuk baku dan memberikan keluaran kepada ketiga sistem lainnya dalam bentuk baku.

Analisa Resiko Batas Ambang (Threshold Risk Analysis)

Analisa resiko ambang batas digunakan untuk menentukan batas ambang dalam sistem deteksi dini sebagai sinyal awal untuk mengetahui faktor resiko yang akan terjadi. Untuk keperluan analisis ini diperlukan pengukuran tertentu untuk memunculkan batas ambang. Titik ambang dalam suatu industri adalah suatu batas dimana industri tersebut dapat beroperasi dalam minimum kelayakan usahanya (Blocher, 2005).

Titik impas (Break Event Point/BEP) adalah kemampuan sumberdaya unit produksi untuk dapat berproduksi pada level tidak rugi dan tidak untung (impas) . Yang dimaksud dengan sumber daya unit produksi adalah tenaga kerja, mesin, bahan baku, unit stasiun kerja, proses produksi, perencanaan produksi dan organisasi produksi. Manfaat perhitungan BEP antara lain untuk mengetahui tingkat produksi atau penjualan minimal yang layak secara ekonomis (Groover, 2001). Satuan BEP berupa unit produksi/ penjualan atau satuan rupiah yang dinyatakan sebagai berikut:

(11

Atau

(12)

Harga pokok produk (HPP) adalah biaya yang diperlukan untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi. Ada 2 metoda untuk menghitung HPP yaitu metoda full costing atau conventional costing dan variabel costing atau metoda Activity Base costing (ABC).

Full Costing yakni merupakan metode penentuan harga pokok produksi, yang membebankan seluruh biaya produksi baik yang berperilaku tetap maupun


(47)

variabel kepada produk. Dikenal juga dengan Absortion atau Conventional Costing. Perbedaan tersebut terletak pada perlakuan terhadap biaya produksi tetap, dan akan mempunyai akibat pada : perhitungan harga pokok produksi dan penyajian laporan laba-rugi. Dengan menggunakan Metode Full Costing, Biaya Overhead pabrik baik yang variabel maupun tetap, dibebankan kepada produk atas dasar tarif yang ditentukan di muka pada kapasitas normal atau atas dasar biaya overhead yang sesungguhnya.

Variable Costing merupakan suatu metode penentuan harga pokok produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi variabel saja. Dikenal juga dengan istilah direct costing .Dengan menggunakan metode Variable Costing, Biaya overhead pabrik tetap diperlakukan sebagai period costs dan bukan sebagai unsur harga pokok produk, sehingga biaya overhead pabrik tetap dibebankan sebagai biaya dalam periode terjadinya (Blocher, 2005).

Sinyal resiko kelangsungan industri tapioka dapat diidentifikasi dengan threshold analysis terhadap indikator kelayakan industri yaitu kapasitas produksi dan Harga Pokok Produk (HPP). Pelampauan indikator kelayakan terhadap nilai ambang akan memberikan sinyal potensi resiko.

Sistem Intelijen

Rich dan Knight (1991) yang diacu dalam Turban (2005) mendefinisikan bahwa kecerdasan buatan (artificial intelligent) adalah mempelajari bagaimana membuat komputer dapat mengerjakan sesuatu sebagaimana kecerdasan manusia. Sistem yang mengintegrasikan pengetahuan dari pakar dalam sistem penunjang keputusan disebut Knowledge Based Decision Support System atau Sistem Penunjang Keputusan Intelijen ( Inteligent Decision Support System) .

Sistem pakar adalah suatu sistem informasi berbasis komputer yang menggunakan pengetahuan pakar untuk menghasilkan keputusan dengan performansi tingkat tinggi (Turban, 1995).

Konsep dasar sistem pakar meliputi issue-issue mendasar tentang siapa yang dianggap sebagai pakar, pada bidang apa kepakarannya, bagaimana kepakarannya ditransfer dan bagaimana sistem bekerja. Pakar adalah seseorang yang memiliki


(48)

pengetahuan pada bidang yang spesifik berdasarkan pendidikan, atau pengalaman serta bijaksana memberikan solusi masalah.

Struktur sistem pakar dapat digambarkan dalam 2 lingkungan yaitu:1) lingkungan pengembangan, yang digunakan oleh sistem pakar untuk membangun komponen-komponen dan meletakkan pengetahuan kedalam basis pengetahuan. 2) lingkungan konsultasi, yang digunakan oleh bukan pakar untuk memperoleh pengetahuan pakar dan saran atau rekomendasi. Komponen utama dari sistem pakar yaitu: 1) fasilitas akuisisi pengetahuan,2)sistem berbasis pengetahuan,3) mesin inferensi, 4) fasilitas justifikasi, dan 5) user interface (Turban, 2005).

Akuisisi pengetahuan merupakan suatu proses untuk mendapatkan pengetahuan yang digunakan oleh seorang ahli dalam menyelesaikan masalah pada domain yang terbatas. Pengetahuan adalah himpunan fakta, informasi dan kaidah. Proses akuisisi pengetahuan dilakukan oleh knowledge engineer melalui metoda observasi, akuisisi dan deskripsi.

Basis pengetahuan terdiri dari pengetahuan-pengetahuan yang dibutuhkan untuk pemahaman, formulasi dan penyelesaian masalah. Pengetahuan dikumpulkan dengan melakukan akuisisi pengetahuan, yaitu suatu proses akumulasi, transfer dan transformasi pengetahuan pakar kedalam program komputer. Basis pengetahuan terdiri dari pengetahuan statik (declarative knowledge) dan pengetahuan dinamik (procedural knowledge). Pengetahuan deklaratif dapat direpresentasikan menggunakan frame dan jaringan semantik. Pengetahuan prosedural dapat direpresentasikan dengan menggunakan kaidah produksi dan representasi logika.

Frame (kerangka) yaitu pengetahuan direpresentasikan dalam struktur data yang disususn secara hierarchi. Jaringan semantik yaitu pengetahuan direpresentasikan dengan node dan link. Node merupakan keadaan obyek, sedang link menyatakan hubungan antar obyek, atau hubungan antar obyek dengan keterangan obyek. Agar sistem pakar dapat bekerja, maka pengetahuan pakar harus direpresentasikan dalam komputer dan diorganisasikan dengan dasar pengetahuan dari sistem pakar. Dalam sistem aturan dasar (rule base system), pengetahuan yang berada dalam basis pengetahuan direpresentasikan dalam IF-THEN rules yang mengkombinasikan kondisi dan kesimpulan untuk menyelesaiakan masalah pada situasi yang spesifik. IF mengindikasikan kondisi untuk rule yang diaktifkan.


(49)

THEN menunjukkan aksi atau kesimpulan dari semua kondisi IF yang sesuai. Dalam keputusan yang kompleks, pengetahuan pakar seringkali tidak dapat direpresentasikan pada rule tunggal, oleh karena itu rules dapat dirangkai secara dinamis (Chaining multiple rules).

Mesin inferensi merupakan otak dari sistem pakar yang dikenal sebagai struktur pengendalian atau aturan dasar (rule base) sistem pakar. Mesin inferensi berisi strategi penalaran yang dipakai oleh pakar pada saat mengolah atau memanipulasi fakta dan aturan. Strategi penalaran terdiri atas penalaran pasti dan penalaran tidak pasti. Penalaran pasti mencakup modus pollen dan modus tolen. Modus pollen adalah kaidah yang menjelaskan ”Jika A maka B” , artinya jika A benar maka B juga benar. Sebaliknya modus tolen adalah suatu kaidah yang

menjelaskan ”Jika tidak A maka tidak B”, jika A salah maka B juga salah.

Berdasarkan titik awal terdapat 3 strategi penalaran pengendalian, yaitu:1) penalaran kedepan (forward chaining), 2) penalaran ke belakang (Backward chaining), dan 3) campuran penalaran ke depan dan ke belakang. Penalaran ke depan dimulai dari evaluasi kebenaran fakta /informasi untuk menyimpulkan suatu goal. Sedangkan penalaran ke belakang, dimulai dari goal, dievaluasi syarat-syarat yang harus dipenuhi supaya goal tercapai (Marimin, 2005).

Fuzzy perbandingan berpasangan

Perbandingan berpasangan adalah suatu cara untuk menilai preferensi responden terhadap beberapa hal (kriteria) yang sama derajatnya (apple to apple). Alat ukur yang digunakan adalah kuisioner yang dirancang sedemikan rupa dengan nilai input antara 1 hingga 9. Metoda ini biasanya dipakai pada pengambilan keputusan kriteria majemuk dengan motoda Analytic Hierarchy Process (AHP). Untuk memformalkan pengambilan keputusan dimana ada sejumlah pilihan tetapi setiap pilihan memiliki sejumlah atribut dan sulit untuk memformalkan beberapa

dapat digunakan kalimat seperti ” lebih penting daripada” untuk mengekstrak

preferensi dari pengambil keputusan. Logika fuzzy memberikan cara yang lebih natural dalam menangani preferensi ini dari penggunakan angka eksak. Penggunaan angka fuzzy dan terminologi linguistik akan lebih sesuai dalam situasi ini.


(1)

plot(i',X(i)','-r')

title('Grafik Harga Tapioka') xlabel('minggu')

ylabel('Harga/kg (Rp)') i=1:200;

Lyapunov=[i' ZLYAP(i)'] plot(i',ZLYAP(i)')

title('Grafik Eksponen Lyapunov Harga Tapioka'); xlabel('waktu evolusi');

ylabel('Eksponen Lyapunov'); if ZLYAP(200)>0

Sinyal='Harga Tapioka berpotensi Chaos'

else Sinyal='Harga Tapioka tidak berpotensi Chaos'

end

disp('---'); disp('Program Penghitungan Dimensi Fraktal Harga Tapioka'); disp('---'); NPT=load('dataNPT.txt');

X=load('dataXC.txt'); TAU=1;

DT=0.1; R=0.1; DIMEN = 11; for n= 2:DIMEN D=0;

R=100; THETA=0;

NPT=NPT-DIMEN*TAU; for m=1:10

R=R+DT; for i=1:NPT X1=X(i); for j=i+1:NPT X2=X(j);

Z(i,j)=(X1-X2)*TAU; D=D+Z(i,j)^2;

D=sqrt(D); if D>R THETA2=0; else THETA2=1;

THETA=THETA+THETA2; end

end end

CR(m)=THETA/(NPT)^2; S(m)=R-100;

end m=1:10;

y2=[S(m)' CR(m)']; ly2=log(y2);

lR=log(S(m)); lCR=log(CR(m));

a0(n)=((sum(lCR)*dot(lR,lR))-(sum(lR)*dot(lR,lCR)))/((numel(lR)*dot(lR,lR))-(sum(lR)^2));

a1(n)=(numel(lR)*dot(lR,lCR)-(sum(lR))*(sum(lCR)))/((numel(lR)*dot(lR,lR))-(sum(lR))^2); end


(2)

k(n)=1.062; d=[n' a1(n)']; DA=a1(11); DE=2*DA+1;

Embedding_dim=[DA' DE'];


(3)

LAMPIRAN 22

Listing program perhitungan eksponen Lyapunov dan

dmensi fraktal Harga tapioka halus

%---%Program penghitungan bilangan eksponen Lyapunov Pasokan Bahan Baku %Oleh:Pudji Astuti

%---clc;

disp( '---')

disp('Program Penghitungan bilangan eksponen Lyapunov Pasokan Bahan Baku')

disp( '---')

NPT=load('dataNPT.txt'); X=load('dataBB.txt'); Xb=X';

TAU=6; DT=0.1; DIMEN = 11; SCALMX=0.1; SCALMN=0.01; EVOLV=1; IND=1; LAG=6; SUM=0; ITS=0;

for i=1:NPT-(DIMEN-1)*TAU for j=1:DIMEN

Z(i,j)=X(i+(j-1)*TAU); end

end

NPT=NPT-DIMEN*TAU-EVOLV; DI=100000000;

for i=(LAG+1):NPT D=0;

for j=1:DIMEN

D=D+(Z(IND,j)-Z(i,j))^2; end

D=sqrt(D); if (D>=SCALMN) if (D<=DI) DI=D; IND2=i; else end else end end

for i=1:200 for j=1:DIMEN

PT1(j)=Z(IND+EVOLV,j); PT2(j)=Z(IND2+EVOLV,j);


(4)

end DF=0;

for j=1:DIMEN

DF=DF+(PT2(j)-PT1(j))^2; end

DF=sqrt(DF); ITS=ITS+1;

SUM=SUM+(log(DF/DI))/((1+EVOLV)^2); ZLYAP(i)=SUM/ITS;

INDOLD=IND2; ZMULT=100000000; ANGLMX=0.5; THMIN=3.14; for i=1:NPT DNEW=0;

for j=1:DIMEN

DNEW=DNEW+(PT1(j)-Z(i,j))^2; end

DNEW=sqrt(DNEW); if DNEW<=ZMULT*SCALMX if DNEW>=SCALMN DOT=0;

for j=1:DIMEN

DOT=DOT+PT1(j)-Z(i,j)*(PT1(j)-PT2(j)); end

CTH=abs(DOT/(DNEW*DF)); if (CTH>1)

CTH=1; else

TH=cos(CTH); if (TH<=THMIN) THMIN=TH; DII=DNEW; IND2=i; else end end else end else end end

if (THMIN>=ANGLMX) ZMULT=ZMULT+1; if (ZMULT>=5) ZMULT=1;

ANGLMX=2*ANGLMX; if (ANGLMX>=3.14) IND2=INDOLD+EVOLV; DII=DF;

IND=IND+EVOLV; DI=DII;

else end else end else end end


(5)

Kecepatan_meluruh=1/ZLYAP(i); i=1:200;

Data_Harga =[i' X(i)']; plot(i',X(i)','-r')

title('Grafik Pasokan Bahan Baku') xlabel('minggu')

ylabel('Harga/kg (Rp)') i=1:200;

Lyapunov=[i' ZLYAP(i)']; plot(i',ZLYAP(i)')

title('Grafik Eksponen Lyapunov Pasokan Bahan Baku'); xlabel('waktu evolusi');

ylabel('Eksponen Lyapunov'); if ZLYAP(200)>0

Sinyal='Pasokan Bahan Baku berpotensi Chaos'

else Sinyal='Pasokan bahan Baku tidak berpotensi Chaos'

end

disp('---'); disp('Program Penghitungan Dimensi Fraktal Pasokan bahan Baku'); disp('---'); NPT=load('dataNPT.txt');

X=load('dataBB.txt'); TAU=1;

DT=0.1; R=0.1; DIMEN = 11; for n= 2:DIMEN D=0;

R=100.2; THETA=0;

NPT=NPT-DIMEN*TAU; for m=1:10

R=R+DT; for i=1:NPT X1=X(i); for j=i+1:NPT X2=X(j);

Z(i,j)=(X1-X2)*TAU; D=D+Z(i,j)^2;

D=sqrt(D); if D>R THETA2=0; else THETA2=1;

THETA=THETA+THETA2; end

end end

CR(m)=THETA/(NPT)^2; S(m)=R-100;

end m=1:10;

y2=[S(m)' CR(m)']; ly2=log(y2);

lR=log(S(m)); lCR=log(CR(m));


(6)

a1(n)=(numel(lR)*dot(lR,lCR)-(sum(lR))*(sum(lCR)))/((numel(lR)*dot(lR,lR))-(sum(lR))^2); end

n=2:11; k(n)=1.062; d=[n' a1(n)']; DA=a1(11); DE=2*DA+1;

Embedding_dim=[DA' DE'];