Penanganan infeksi Babesia, Theileria, Anaplasma

Hewan yang berhasil melewati stadium inkubasi dan perkembangan akan mengalami stadium penyembuhan. paremeter patologi klinis yang tampak yaitu kembalinya nilai parameter darah PCV, jumlah sel darah merah, hemoglobin ke rentang nilai normal. Hewan yang sembuh ini umumnya akan menjadi karier dan bertindak sebagai sumber Anaplasmosis bagi hewan sehat lainnya seumur hidup Foley Bieberstein 2004.

2.8 Dampak Infeksi Babesia, Theileria, Anaplasma

Perhitungan kerugian ekonomi setidaknya pernah dilaporkan di Tanzania terkait tick borne disease tiap tahunnya mencapai 364 juta dolar Amerika, termasuk 1.3 juta sapi yang mati. Dari kerugian tersebut setidaknya 68 kerugian disebabkan oleh theileriosis, 13 disebabkan oleh anaplasmosis dan babesiosis dan sisanya oleh penyakit lain Kivaria 2006. Perhitungan serupa belum pernah dilakukan di Indonesia, kerugian umumnya dikaitkan dengan gejala klinis dan kematian Uilenberg 2006, Osman AL- Gaabary 2007, Kocan et al. 2010. Hewan dengan infeksi rendah dan peresisten akan mengalami penurunan nafsu makan yang berdampak pada penurunan produktifitas. Penurunan produktifitas ditandai dengan penurunan berat badan dan performa kerja.

2.9 Penanganan infeksi Babesia, Theileria, Anaplasma

Pengobatan menggunakan sediaan antiprotozoa biasanya dilakukan pada hewan yang menunjukkan gejala klinis akibat infeksi ketiga agen ini. Pengobatan yang tersedia di antaranya tetracycline atau oxytetracycline untuk infeksi Anaplasma dan Theileria Kaufmann 1996, Akhter et al. 2010. Selain itu infeksi Anaplasma bisa ditangani dengan sediaan parvaquone, cocsidiostat halofuginone Kaufmann 1996, Akhter et al. 2010. Infeksi Babesia bisa ditangani dengan Diminazene aceturate dan Imidocarb dipropionate Kaufmann 1996, Akhter et al. 2010. Hewan sembuh dari pengobatan, hewan tidak akan sepenuhnya terbebas dari infeksi. Hewan yang sembuh akan menjadi karier bagi hewan lain . Pada infeksi yang ringan umumnya penyakit ini bisa sembuh dengan sendirinya. Pengendalian ektoparasit yang merupakan vektor adalah salah satu penanganan infeksi yang tepat Gubler 1998. Pengendalian ektoparasit lebih mudah dilakukan di Indonesia, melihat ketersediaan insektisida di pasaran dan sistem berternak bisa dimodifikasi. Himawan 2009 memberikan contoh menejemen yang bisa dimodifikasi contohnya mengubah kebiasaan merumput di pagi hari, dimana larva caplak aktif di rerumputan pagi hari, memandikan kerbau maupun membiasakan kerbau berkubang.

BAB III BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2011 di Unit Rehabilitasi dan Reproduksi dan Laboratorium Protozoologi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan ialah spuit, jarum sekali pakai ukuran 21-G, gelas objek, mikroskop cahaya, dan kamera digital. Hewan pada percobaan ini ialah 4 ekor kerbau lumpur betina dari kawasan Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Bahan yang digunakan meliputi, minyak imersi, methanol, pewarna Giemsa 10 dan akuades.

3.3 Pengambilan Darah

Pengambilan sampel darah dilakukan dua kali dalam 1 minggu,selama 2 bulan, pada pagi hari pukul 07.00 di kandang URR FKH IPB Darah diambil dari vena jugularis dengan menggunakan spuit berukuran 5 ml dan jarum berukuran 21-G.

3.4 Pembuatan Ulas Darah

Ulas darah tipis disiapkan segera setelah darah diambil dari vena jugularis. Satu tetes darah diletakan di gelas objek, di bagian tepi, kemudian dengan perlahan ujung gelas objek satunya ditempelkan di atas darah tersebut. Darah akan menyebar di antara sudut gelas objek 1 dan 2. Gelas objek 2 selanjutnya didorong dengan membentuk sudut 45 o untuk membentuk ulas darah yang tipis. Ulas darah yang telah terbuat dikeringkan selama 1 menit. Setelah kering, ulas darah difiksasi dengan metanol selama 3-5 menit kemudian dikeringkan. Pewarnaan selanjutnya dilakukan dengan cara merendam objek gelas yang berisi ulas darah tersebut dengan Giemsa 10 selama 30 menit. Objek gelas yang telah diwarnai dicuci dengan aquades dan dikeringkan Mahmmod et al. 2011.