Perkembangan Kerbau di Indonesia Pemanfaatan Ternak Kerbau

Bubalus bubalis Gambar 1 secara garis besar terbagi menjadi dua subspesies yaitu kerbau sungai dan kerbau lumpur. Kerbau sungai memiliki kebiasaan berenang dan berendam di sungai yang mengalir, sedangkan kerbau lumpur memiliki kebiasaan berkubang di lumpur. Perbedaan nyata dari kedua kerbau ini terletak pada struktur kromosom dan karakteristik tubuh. Kromosom kerbau sungai berjumlah 50, sedangkan kerbau lumpur 48 AGRIS 2011. Kerbau sungai berkulit hitam atau abu-abu agak gelap dengan tanduk melingkar atau lurus memanjang ke belakang. Kerbau ini merupakan kerbau tipe perah. Ciri- ciri kerbau lumpur ialah berwarna keabu-abuan, leher terkulai dan memiliki tanduk besar yang mengarah ke belakang. Kerbau lumpur juga biasa digunakan sebagai penghasil daging. Tujuh puluh persen populasi kerbau dunia tergolong kerbau sungai APCHA 2000. Namun, fenomena di Indonesia berbeda, 95 populasinya merupakan kerbau lumpur Alfiyati Fauziah 2010.

2.2 Perkembangan Kerbau di Indonesia

Sejak 5 000 tahun lalu, Bubalus arnee telah didomestikasi menjadi Bubalus bubalis dikembangkan sebagai hewan ternak untuk dipanen produksi daging, susu dan kulitnya Borghese Mazzi 2005. Bubalus bubalis ini telah menyebar di seluruh dunia meliputi kawasan dari Afrika, Asia China, India, Eropa Italia, Bulgaria, Australia, Amerika Latin. FAO 2011 menyatakan jumlah populasi kerbau kini mencapai 194 167 765 ekor. Indonesia sendiri memiliki populasi kerbau sebanyak 2 005 000 ekor hingga tahun 2010 BPS 2011. Sembilan puluh lima persen populasi kerbau di Indonesia merupakan subspesies kerbau lumpur. Sebanyak 5 populasi sisanya merupakan kerbau sungai seperti kerbau Murrah di Medan, kerbau Tedong Bonga di Toraja, Kerbau Kalang di Kalimantan Selatan, kerbau Binangan di Tapanuli Selatan dan Kerbau Moa di Maluku, disamping itu ada kerbau liar di Taman Nasional Baluran Alfiaty Fauziah 2010. Jumlah populasi kerbau di Indonesia mengalami pasang surut. Puncak populasi terjadi pada tahun 1999. Namun, jumlahnya terus menurun hingga tahun 2007. Sejak tahun 2008 jumlahnya terus meningkat hingga tahun 2011. Hal ini menunjukkan bahwa kerbau masih menjadi salah satu potensi ternak yang menjanjikan sebagai bahan pangan asal hewan ruminansia besar selain sapi.

2.3 Pemanfaatan Ternak Kerbau

Kerbau memiliki nilai ekonomis dan tradisi bagi masyarakat Indonesia. Nilai ekonomis dinilai dari produk daging, susu, kulit dan nilai tenaganya. Daging kerbau memiliki kandungan lemak jenuh yang lebih rendah daripada daging sapi dan babi. Selain itu, susunya mengandung bahan kering protein, lemak, mineral sebesar 18-23, dibandingkan pada susu sapi yang hanya sebesar 13-16 APCHA 2000. Hal ini menjadi keuntungan dalam pembuatan produk olahan susu seperti keju dengan menggunakan susu kerbau. Tenaga kerbau dimanfaatkan bagi petani tradisional untuk membajak sawah. Kerbau memiliki kemampuan konversi pakan yang baik dibanding sapi Zakaria et al. 2003. Kerbau mampu mendigesti bahan bahan rendah kualitas seperti jerami, limbah tebu, limbah jagung. Hal inilah yang menjadikan kerbau sebagai pilihan hewan peliharaan bagi peternak kecil, sehingga mereka bisa mengoptimalisasi hasil bumi sebagai pakan ternak dengan hasil konversi pakan yang baik.

2.4 Populasi Kerbau di Kabupaten Bogor