menekan penguapan air dari daun. Sementara Nepenthes di daerah savana umumnya hidup terestrial, tumbuh tegak dan memiliki panjang batang kurang dari
2 m. Nepenthes
dapat tumbuh dan berkembang pada kondisi tanah yang miskin hara dan biasanya menghasilkan kantong yang besar dengan warna yang
mencolok, sementara itu kantong Nepenthes yang tumbuh di tanah yang subur umumnya kecil, warna tidak mencolok dan ukuran daunnya lebih besar Akhriadi
Hernawati 2006.
2.2 Pemanfaatan Nepenthes
Masyarakat umumnya memanfaatkan Nepenthes sebagai tanaman hias. Namun selain itu ada beberapa masyarakat tradisional memanfaatkan tumbuhan
ini sebagai tanaman obat. Masyarakat tradisional menggunakan air yang ada di dalam kantung Nepenthes sebagai ramuan untuk menyembuhkan penyakit
tertentu, diantaranya yaitu obat sakit mata, batuk dan maag. Masyarakat Maluku meyakini bahwa air yang berada di dalam kantung Nepenthes dapat
mendatangkan hujan pada musim kemarau, yaitu dengan cara menuangkan semua air dari kantong ke tanah. Di sisi lain, orang Sumatera memanfaatkan Nepenthes
yang sudah dibersihkan untuk memasak lemang Handoyo Maloedyn 2006. Menurut Heyne 1987, cairan yang terdapat di dalam kantong dapat digunakan
sebagai obat batuk, selain campuran cairan kantung N. ampularia dengan bunga kenanga dan garam juga dapat digunakan sebagai obat untuk mencuci mata.
2.3 Hutan Kerangas
Hutan kerangas adalah ekosistem khusus dan mudah dikenali di seluruh formasi hutan hujan dataran rendah. Secara umum, hutan kerangas tumbuh di
daerah dataran rendah beriklim selalu basah. Hutan kerangas yang paling luas dapat ditemukan di daerah tropika bagian timur. Sementara di daerah Malaysia
tersebar secara terbatas tidak merata begitu juga di Brunei. Hutan ini juga dapat ditemui di Sumatera, Belitung, Singkep, Teluk dan Menamang. Khusus untuk
daerah Teluk Kaba Kalimantan Timur, tumbuhan Nepenthes banyak dijumpai. Menurut Whitmore 1984 di daerah Malesia, hutan kerangas tersebar secara
terbatas di Kalimantan Indonesia, Sarawak dan Sabah Malaysia, dan Brunei. Umumnya hutan kerangas banyak ditemukan di daerah yang berbukit-bukit.
Hutan kerangas merupakan salah satu tipe hutan dataran rendah yang memiliki lantai hutan yang ditutupi oleh tanah berpasir putih tanah podsol yang
miskin hara dan bersifat asam pH 3-4 yang berasal dari batuan ultrabasic Mansur 2006. Sebagian besar dibentuk oleh pepohonan muda, batang pohon
yang kecil dan bentuk yang rapi dan teratur tetapi sulit untuk ditembus. Kanopinya rendah, seragam, dan biasanya rapat ditutupi dengan lapisan yang
tidak melilit-lilit Whitmore 1984. Kanopi pohonnya relatif terbuka sehingga penyinaran cahaya matahari terhadap lantai hutan tinggi menyebabkan daun-daun
yang berada di bagian atas kanopi berwarna coklat kemerah-merahan. Hutan kerangas umumnya terdapat di daerah dataran rendah dan beriklim selalu basah.
Menurut Whitmore 1984 aliran sungai di area hutan kerangas berwarna kecoklatan akibat dari pancaran cahaya dan hitam buram akibat pamantulan
cahaya yang menunjukkan adanya kandungan senyawa organik. Tanah di hutan kerangas umumnya asam pH 5,5 dan dengan kandungan oksigen yang rendah.
Ekosistem di hutan kerangas mudah rusak dan sulit dikembalikan lagi jika sudah terganggu. Keterbukaan hutan kerangas akan mengakibatkan timbulnya Padang
savana yang gersang MacKinnon et al. 1996. Suhu udara di hutan kerangas umumnya cukup ekstrim yaitu di atas 30˚ C
pada siang hari. Beberapa spesies tumbuhan yang dapat tumbuh di hutan kerangas yaitu Hydnophytum, Myrmecodia dan Clerodendron fistulosum. Selain itu juga
terdapat tumbuhan pemakan serangga diantaranya yaitu Drosera, Nepenthes dan Utricularia
yang biasanya hidup di lokasi yang terbuka Whitmore 1984. Menurut Mansur 2006 spesies pohon yang dapat tumbuh di hutan kerangas
diantaranya yaitu Vaccinium laurofolium, Rhodomyrtus tomentosus, Tristaniopsis whiteana, Switonia glauca, Combretocarpus rotundus, Cratoxylum glaucum,
Hopea dryobalanoides, dan beberapa spesies marga Eugenia sp.
Beberapa spesies tumbuhan yang dapat dimakan edible yang hidup di
hutan kerangas Belitung sebagian besar anggota dari famili Myrtaceae, seperti jemang Rhodamia cinerea, keremuntingan Rhodomyrtus tomentosa, keleta’en
Melastoma polyanthum dan simpor bini Dillenia suffruticosa. Selain itu juga
terdapat beberapa spesies dari genus Syzygium dan famili Ericaceae yaitu perai laki Vaccinium bancanum, perai bini V. bracteatum, dari Clusiaceae seperti
melak Garcinia bancana, kiras G. hombroniana dan kandis G.parvifolia, serta dari jenis Rubiaceae antara lain tenam Psychotria viridiflora dan
tempala’en Timonius sp.. Seluruh spesies ini amat toleran atau telah teradaptasi dengan baik pada kondisi ekosistem Padangan, seperti lahan hutan kerangas
tersebut yang kurang menguntungkan Fakhrurrozi 2001.
2.4 Pola Sebaran