The Behaviour and characteristics potential of habitat of mosquitoes Anopheles spp. in Riau Village Riau Silip Subdistrict Bangka District Bangka Belitung Province
PERILAKU DAN KARAKTERISTIK HABITAT POTENSIAL
NYAMUK
Anopheles
spp. DI DESA RIAU KECAMATAN
RIAU SILIP KABUPATEN BANGKA
PROVINSI BANGKA BELITUNG
SUWARDI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
(2)
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Perilaku dan Karakteristik Habitat Potensial Nyamuk Anopheles spp. di Desa Riau Kecamatan Riau Silip Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Februari 2012
Suwardi NRP. B252090021
(3)
ABSTRACT
SUWARDI. The Behaviour and characteristics potential of habitat of mosquitoes Anopheles spp. in Riau Village Riau Silip Subdistrict Bangka District Bangka Belitung Province. Under direction of SUSI SOVIANA and UPIK KESUMAWATI HADI.
Malaria is one of public health problem in Indonesia. The research was carried out to explore the diversity, density and the behavior of Anopheles as malaria vector, including mapping and measuring characteristics of larval potential habitat in Riau Village, Riau Silip Subdistrict, Bangka District. The studies were done from February to May 2011. The Anopheles mosquitoes were collected indoor and outdoor by human landing collection in the evening starting from 6 pm to 6 am. The characteristics of potential habitat and coordinates were measured based on larval collection sites. The result showed that there were four Anopheles spesies i.e. An. letifer, An. barbirostris, An. nigerrimus, and An. indefinitus. The man hour density of mosquitoes indoor and outdoor for An. letifer were 0,12 and 0,13, An. barbirostris 0,06 and 0,04, An. indefinitus 0,02 only at outdoor, and An. nigerrimus was not found biting. The biting activity was peak indoor and outdoor at 7-8 pm and 10-11 pm for An. letifer, and An. barbirostris at 9-10 pm and 11-12 pm. There were seven types of potential habitats i.e. ditches, pool, swamps, former mining pond, wells, and ground hole, however only one larva of An. letifer was found in a pool. The habitat characteristics of An. letifer larva were found at water temperature 24ºC, pH 6.0 to 6.1, salinity 0‰, turbidity 6 NTU, mud bottom habitat, no water plants, and there was tadpoles as predator.
Keywords: Anopheles, diversity of mosquitoe, mosquitoe behavior, mosquitoe larvae habitats
(4)
RINGKASAN
SUWARDI. Perilaku dan Karakteristik Habitat Potensial Nyamuk Anopheles spp. di Desa Riau Kecamatan Riau Silip Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung. Dibimbing oleh SUSI SOVIANA dan UPIK KESUMAWATI HADI.
Desa Riau merupakan daerah endemis malaria dengan API pada tahun 2010 sebesar 7,37‰. Desa Riau memiliki kondisi sanitasi lingkungan yang kurang baik, pengetahuan masyarakat tentang kesehatan lingkungan yang masih rendah, dan banyaknya genangan air. Terbentuknya kolam akibat penggalian timah (kolong) merupakan tempat perindukan potensial nyamuk vektor malaria. Infomasi tentang perilaku dan karakteristik habitat potensial nyamuk Anopheles sangat penting dipelajari untuk menentukan strategi pemberantasan malaria. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari bagaimana perilaku dan karakteristik habitat potensial nyamuk Anopheles spp. di Desa Riau Kecamatan Riau Silip Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung.
Penelitian dilaksanakan di Desa Riau, Kecamatan Riau Silip, Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka Belitung, yang terdiri atas empat dusun, yaitu Dusun Riau, Dusun Simpang Lumut, Dusun Sinar Gunung, dan Dusun Tirus. Penelitian dilaksanakan selama empat bulan, mulai dari bulan Februari-Mei 2011. Metode penelitian terdiri atas penangkapan nyamuk dewasa dengan umpan orang pada malam hari selama 12 jam (Pukul 18.00-06.00 WIB) dengan frekuensi setiap satu minggu sekali selama empat bulan. Larva dikoleksi menggunakan cidukan plastik dengan volume 300 ml pada setiap habitat potensial. Karakteristik habitat potensial yang diamati meliputi jenis habitat, suhu air, salinitas air, derajat keasaman (pH) air, kekeruhan air, dasar habitat, tanaman air, keberadaan predator dan pengambilan titik koordinat untuk pemetaan jenis habitat larva Anopheles spp. dengan menggunakan alat GPS Garmin 60. Data sekunder yang dikumpulkan adalah data kasus penyakit malaria dan curah hujan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada empat jenis spesies Anopheles spp., yaitu An. letifer, An. barbirostris, An. nigerrimus dan An. indefinitus. Nyamuk yang paling dominan adalah An. letifer dan lebih banyak ditemukan di luar rumah dengan kelimpahan nisbi 42,65%. Urutan kedua adalah An. barbirostris di dalam rumah dengan kelimpahan nisbi 8,82%, sedangkan yang terendah An. nigerrimus dan An. indefinitus dengan angka kelimpahan nisbi masing-masing 1,47%.
Nyamuk An. letifer cenderung mengisap darah di luar rumah (eksofagik) yang terlihat dari angka MHD di luar rumah lebih tinggi daripada di dalam rumah, terutama di bulan April ( 0,31 nyamuk/orang/jam). Perilaku An. letifer mencari tempat istirahat cenderung di luar rumah (eksofilik) yang terlihat dari angka MHD tertinggi di luar rumah (0,08 nyamuk/orang/jam) daripada di dalam rumah (0,04 nyamuk/orang/jam). Nyamuk An. barbirostris mengisap darah cenderung di dalam rumah (endofagik) dengan MHD tertinggi di dalam rumah pada bulan Februari dan Maret (0,06 nyamuk/orang/jam), sedangkan nyamuk An. barbirostris istirahat tidak ada yang ditemukan. An. nigerrimus hanya ditemukan di dalam rumah satu kali dengan MHD di dalam rumah (0,02 nyamuk/orang/jam), maka belum dapat disimpulkan perilaku nyamuk ini. An. indefinitus tidak ada yang ditemukan selama penelitian.
(5)
Fluktuasi aktivitas mengisap darah hanya terlihat pada An. letifer dan An. barbirostris. Di dalam rumah, aktivitas mengisap darah An. letifer mulai pukul 18.00-06.00 WIB dan puncaknya pada pukul 19.00-21.00 WIB. Nyamuk An. barbirostris menunjukan aktivitas mengisap darah mulai pukul 19.00-01.00 WIB puncaknya pada pukul 21.00-22.00 WIB. Aktivitas mengisap darah An. letifer di luar rumah mulai pukul 18.00-19.00 WIB dengan puncak mengisap darah pukul 22.00-23.00 WIB. Adapun aktivitas mengisap darah An. berbirostris di luar rumah terjadi pada pukul 21.00-01.00 WIB dan puncaknyapada pukul 23.00- 24.00 WIB.
Hubungan kepadatan (MBR) An. letifer dengan kasus malaria (MoPI) di Desa Riau tidak cukup erat (r = -0,57). Begitu pula indeks curah hujan kurang mempengaruhi kepadatan nyamuk Anopheles spp. di Desa Riau. Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan hubungan yang tidak erat (r = 0,47) dan nilai koefisien determinasi (R² = 0,22) artinya pengaruh indeks curah hujan terhadap kepadatan nyamuk Anopheles spp. hanya sebesar 22%.
Habitat potensial larva Anopheles spp. yang ditemukan adalah sebanyak 24 habitat terdiri atas tujuh jenis, yaitu parit, kubangan, rawa-rawa, sumur, kolong, kobakan, dan kolam. Larva Anopheles hanya ditemukan pada habitat kubangan dengan kepadatan 0,01 larva/cidukan, sedangkan 23 habitat tidak ditemukan larva Anopheles spp. Karakteristik habitat larva Anopheles yang ditemukan adalah suhu air 24°C, pH 5-7,3, salinitas 0‰, kekeruhan 2-35 NTU, kedalaman 5-2510 cm, dasar habitat lumpur, predator berudu. Saran dalam penelitian antara lain perlu pengamatan yang longitudinal mengingat penularan malaria di Desa Riau sangat potensial karena ditemukannya nyamuk dan habitat potensial Anopheles spp.
Kata kunci : Anopheles, keragaman nyamuk Anopheles spp,. perilaku nyamuk Anopheles spp., habitat potensial larva Anopheles spp.
(6)
© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
(7)
Judul Tesis : Perilaku dan Karakteristik Habitat Potensial Nyamuk Anopheles spp. di Desa Riau Kecamatan Riau Silip Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung Nama : Suwardi
NRP : B252090021 Disetujui
Komisi Pembimbing DR. drh. Susi Soviana, M.Si
drh. Upik Kesumawati Hadi, MS, Ph.D
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Parasitologi dan Entomologi Kesehatan
drh. Upik Kesumawati Hadi, MS, Ph.D DR. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr
(8)
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya jualah tesis ini dapat penulis selesaikan. Tesis ini selesai tidak terlepas dari bimbingan, bantuan, dan dorongan dari semua pihak. Untuk itu penulis pada kesemapatan ini secara khusus menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada Ibu Susi Soviana selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Upik Kesumawati Hadi yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan ditengah kesibukan tugasnya sehari-hari hingga selesainya penulisan tesis ini.
Ucapan yang sama penulis sampaikan kepada seluruh staf pengajar di Program Studi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan yang telah memberikan Ilmu Pengetahuan selama penulis menuntut ilmu di Program Studi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan IPB, dan tidak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada seluruh staf dan Pegawai laboratorium Parasitologi dan Entomologi Kesehatan.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung yang telah memberikan izin tugas belajar dan membantu biaya pendidikan selama penulis menempuh pendidikan pada Program Studi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Kepala Desa Riau Kecamatan Riau Silip Kabupaten Bangka beserta seluruh staf dan jajarannya, dan juga kepada karang taruna Desa Riau yang telah ikut membantu selama pelaksanaan penelitian.
Di samping itu ucapan terima kasih yang tidak terhingga disampaikan kepada isteri tercinta Kartika, anak-anak tercinta Muhammad Za’im Ramadhan, Muhammad Habib, dan Halilah Nur Fauziah, serta ibu dan keluarga yang senantiasa memberikan dorongan moril, serta pengertiannya sehingga penelitian dan tesis ini dapat selesai.
Akhirnya penulis mengharapkan agar tesis ini dapat bermanfaat bagi kita dalam mengemban dan melaksanakan tugas kemasyarakatan.
Bogor, Februari 2012
(9)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 3 Juni 1968 di Sungailiat Bangka. Lahir sebagai anak ke empat dari tujuh bersaudara dengan orangtua Bapak Midin Sono dan Ibu Amron.
Pada tahun 1975 penulis masuk Sekolah Dasar di Kecamatan Pemali Sungailiat Bangka, kemudian Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Sungailiat Bangka dan lulus tahun 1984, selanjutnya masuk Sekolah Perawat Kesehatan Depkes Palembang di Sungailiat dan lulus tahun 1988, kemudian melanjutkan ke Akademi Keperawatan Depkes Palembang lulus tahun 1995.
Pada 1989 penulis mulai bekerja di Puskesmas Toboali, kemudian Rumah Sakit Umum Daerah Sungailiat, selanjutnya pindah ke Puskesmas Pemali pada Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka pada tahun 1998.
Pada tanggal 23 Maret 1997 menikah dengan Kartika dan telah dikarunia tiga orang anak. Sejak tahun 2005 sampai dengan 2007 penulis mendapat izin belajar di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Masyarakat (STIKES) Abdi Nusa Pangkalpinang Bangka. Tahun 2009 melanjutkan pendidikan pada Program Pascasarjana Parasitologi dan Entomologi Kesehatan di Institut Pertanian Bogor, dan dibiayai oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bangka.
(10)
DAFTAR
ISI
Halaman
DAFTAR TABEL... xiv
DAFTAR GAMBAR... xv
DAFTAR LAMPIRAN... xvii
1 PENDAHULUAN ………... .... ..1
2 TINJAUAN PUSTAKA ………... ...4
2.1 Keragaman Nyamuk Anopheles spp... 4
2.2 Perilaku Nyamuk Anopheles spp. ...6
2.3 Karakteristik Habitat larva Anopheles spp………... 7
2.3.1 Jenis Habitat ……… ....8
2.3.2 Suhu Air... ..9
2.3.3 Salinitas air ... ..10
2.3.4 pH air ... ..10
2.3.5 Kekeruhan Air ... ..11
2.3.6 Kedalaman Air ...12
2.3.7 Dasar Habitat ... ..13
2.3.8 Tanaman Air ... ..14
2.3.9 Keberadaan Predator ... ..15
2.4 Curah Hujan ... ..15
3 BAHAN DAN METODA ... ..17
3.1 Lokasi Penelitian ... ..17
3.2 Waktu Penelitian ... ..18
3.3 Metode Penelitian ... ..18
3.3.1 Penangkapan Nyamuk Anopheles spp ... ..19
3.3.2 Identifikasi Nyamuk Anopheles spp ... ..20
3.3.3 Pengumpulan Larva Dan Karakteristik Habitat ... ..20
3.3.3.1 Pengumpulan Larva... 20
3.3.3.2 Pengukuran Karateristik Habitat Larva Anopheles spp... .21
3.3.3.3 Pemetaan Habitat Larva Anopheles spp... .. 22
3.3.4 Pengumpulan Data Sekunder ... ..23
3.4 Analisis Data…. ... ..23
3.4.1 Kepadatan dan Perilaku Nyamuk Anopheles spp ... ..23
3.4.2 Kelimpahan Nisbi Nyamuk Anopheles spp ... ..24
3.4.3 Frekwensi Tertangkap Nyamuk Anopheles spp ... ..24
3.4.4 Dominansi Spesies ... ..24
3.4.5 Karakteristik Habitat larva Anopheles spp ... ..25
3.4.6 Titik Koordinat Habitat Potensial Larva Anopheles spp. Malaria ... ..25
(11)
3.4.7 Hubungan Kepadatan Anopheles spp. Dengan Kasus
Malaria... ... ..25
3.4.8 Hubungan Kepadatan Anopheles spp. Dengan ICH .... ..25
4 HASIL DAN PEMBAHASAN... 26
4.1 Keragaman Nyamuk Anopheles spp. ...26
4.2 Perilaku Mengisap Darah Nyamuk Anopheles spp... 32
4.3 Perilaku Istirahat Nyamuk Anopheles spp... 34
4.4 Hubungan MBR Anopheles spp. Dengan Kasus Malaria... 35
4.5 Hubungan MBR Anopheles spp. Dengan ICH.. ... ..38
4.6 Aktivitas Mengisap Darah Pada Malam Hari. ... ..40
4.7 Karakteristik Habitat Larva Anopheles spp... 43
4.7.1 Jenis Habitat Potensial ...43
4.7.2 Pengukuran Karakteristik Fisik, Kimia, dan Biologi Habitat Potensial Perkembangbiakan Larva Anopheles spp... 52
4.7.3 Pemetaan Habitat Potensial Perkembangbiakan Larva Anopheles spp... ... ..56
5 SIMPULAN DAN SARAN... .60
5.1 Simpulan... 60
5.2 Saran... 60
DAFTAR PUSTAKA... 61
LAMPIRAN... .67
(12)
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Keragaman jenis, kelimpahan nisbi, frekuensi, dan dominansi spesies Anopheles spp. yang tertangkap dengan umpan orang dan
istirahat di Desa Riau, Februari-Mei 2011... 29
2 Rataan kepadatan nyamuk Anopheles spp. yang mengisap darah per
Orang per jam (man hour density) di Desa Riau, Februari-Mei 2011.... 32
3 Rataan kepadatan nyamuk Anopheles spp. istirahat per orang per jam (man hour density) di Desa Riau, Februari-Mei 2011... 34
4 Data kasus penyakit malaria di Desa Riau, Kecamatan Riau Silip,
Februari-Mei 2011... 36
5 Rataan kepadatan nyamuk Anopheles spp. mengisap darah orang per malam (MBR) di Desa Riau, Kecamatan Riau Silip, Februari-Mei
2011... 37
6 Jenis habitat potensial perkembangbiakan larva Anopheles spp. di
Desa Riau, Februari-Mei 2011... 44
7 Karaktersitik habitat perkembangbiakan An. letifer di Desa Riau,
Kecamatan Riau Silip, Februari-Mei 2011... 52
9 Titik koordinat habitat potensial perkembangbiakan
(13)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Lokasi penelitian di Desa Riau Kecamatan Riau Silip Kabupaten Bangka, Februari-Mei 2011... 17 2 Metode penangkapan nyamuk dengan umpan orang di Desa Riau
Kecamatan Riau Silip, Februari-Mei 2011... 19
3 Penangkapan nyamuk istirahat di dalam dan di luar rumah di Desa Riau, Kecamatan Riau Silip, Februari-Mei 2011... 20
4 An. letifer (a) palpi, (b) ujung abdomen, (c) tarsi belakang ...27
5 An. barbirostris (a) palpi, (b) ujung abdomen, (c) sayap... 27
6 An. nigerrimus (a) tarsi, (b) sayap... 28
7 An. indefinitus (a) probosis, (b) palpi... 28
8 Hubungan angka kesakitan malaria bulanan (MoPI) dengan
kepadatan nyamuk An. letifer (MBR) di Desa Riau, Kecamatan Riau Silip, Kabupaten Bangka, Februari-Mei 2011... 37
9 Hubungan indeks curah hujan (mm/bulan) dengan kepadatan nyamuk Anopheles spp. (MBR) di Desa Riau, Kecataman Riau
Silip, Kabupaten Bangka, Februari-Mei 2011... 39
10 Rata-rata kepadatan nyamuk Anopheles spp. yang tertangkap dengan umpan orang di dalam rumah per orang per jam di Desa Riau, Februari-Mei 2011... 40
11 Rata-rata kepadatan nyamuk Anopheles spp. yang tertangkap dengan umpan orang di luar rumah per orang per jam di Desa Riau, Februari-Mei 2011... 42
12 Parit merupakan habitat potensial perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp. di Desa Riau, Kecamatan Riau Silip, Februari-Mei 2011... 45
13 Kubangan merupakan habitat potensial perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp. di Desa Riau, Kecamatan Riau Silip,
Februari-Mei 2011... 46
14 Rawa-rawa merupakan habitat potensial perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp. di Desa Riau, Kecamatan Riau Silip,
(14)
15 Sumur merupakan habitat potensial perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp. di Desa Riau, Kecamatan Riau Silip,
Februari-Mei 2011... 48
16 Kolong merupakan habitat potensial perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp. di Desa Riau, Kecamatan Riau Silip,
Februari-Mei 2011... 49
17 Kobakan merupakan habitat potensial perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp. di Desa Riau, Kecamatan Riau Silip,
Februari-Mei 2011... 50
18 Kolam merupakan habitat potensial perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp. di Desa Riau, Kecamatan Riau Silip,
Februari-Mei 2011... 51
19 Titik koordinat habitat potensial perkembangbiakan larva Anopheles spp. di Desa Riau, Kecamatan Riau Silip, Kabupaten Bangka, Februari-Mei 2011... 57
(15)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Karakteristik habitat potensial perkembangbiakan larva Anopheles spp. di Desa Riau Kecamatan Riau Silip,
Februari-Mei 2011... 67
2 Angka dominansi nyamuk Anopheles spp. tertangkap dengan umpan orang dan istirahat di dalam dan di luar
rumah di Desa Riau, Februari-Mei 2011... 68
3 Jumlah hari hujan, curah hujan, dan indeks curah hujan per minggu di Desa Riau,Kecamatan Riau Silip,
Februari-Mei 2011... 69
3 Hasil uji korelasi pearson (pearson correlation) antara indeks curah hujan (ICH) dengan kepadatan nyamuk Anopheles spp. (MBR) di Desa Riau, Kecamatan Riau
Silip, Kabupaten Bangka, Februari-Mei 2011... 70
4 Hasil uji korelasi pearson (pearson correlation) antara kepadatan nyamuk An. letifer (MBR) dengan angka kesakitan malaria bulanan (MoPI) di Desa Riau, Kecamatan Riau
(16)
1 PENDAHULUAN
Malaria di Indonesia masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang sangat mempengaruhi angka kematian dan angka kesakitan bayi, anak balita dan ibu melahirkan serta dapat menurunkan produktivitas tenaga kerja. Penduduk Indonesia yang tinggal di daerah berisiko tertular malaria diperkirakan 70 %. Dari 484 kabupaten/kota yang ada di Indonesia, 338 kabupaten/kota merupakan wilayah endemis malaria (Ditjen PP&PL 2009).
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan daerah endemis malaria yang tersebar di tujuh kabupaten dan kota dengan tingkat endemisitas 50 kasus per seribu penduduk. Setiap kabupaten dan kota mempunyai geografis yang hampir sama dalam hal tempat perindukan nyamuk penular malaria (Anopheles), seperti kolam-kolam (kolong) bekas galian timah, rawa-rawa, cekungan batuan di daerah perbukitan, dan air tergenang di pinggir pantai. Kasus malaria dihitung berdasarkan annual malaria incidence (AMI) dan annual parasite incidence (API). AMI adalah kasus malaria berdasarkan gejala klinis selama satu tahun di suatu wilayah per 1000 penduduk, sedangkan API adalah kasus malaria positif Plasmodium malaria berdasarkan pemeriksaan ulasan darah penderita selama satu tahun di suatu wilayah per 1000 penduduk (Ditjen PP&PL 2009). Kasus malaria di Provinsi Bangka Belitung berdasarkan AMI pada tahun 2008-2010 dilaporkan berturut-turut mengalami peningkatan dan penurunan, yaitu 54,73‰, 58,4‰, dan 50,89‰, sedangkan kasus malaria yang ditemukan berdasarkan API tahun 2008- 2010 mengalami penurunan, yaitu 9,6‰, 8,5‰, dan 4,7‰ (Dinkes Prov. Bangka Belitung 2011).
Kasus penyakit malaria berdasarkan AMI di Kabupaten Bangka dari tahun 2008 sampai 2010 mengalami naik turun, yaitu 20,1 ‰, 51,7‰, dan 21,66‰, sedangkan kasus malaria berdasarkan API mengalami penurunan dari tahun 2008 sampai 2010, yaitu 9,31‰, 4,01‰, dan 1,71‰ 2010 (Dinkes Kabupaten Bangka 2011). Kecamatan Riau Silip merupakan bagian wilayah dari Kabupaten Bangka yang memiliki AMI dari tahun 2008 sampai 2010 berturut-turut yaitu 14,5 ‰, 48,09 ‰, 27,26‰, sedangkan kasus malaria berdasarkan API dari tahun 2008 sampai 2010 mengalami naik turun. API tahun 2008-2010 tiga tahun terakhir secara berturut-turut yaitu 6,39 ‰, 9,51‰, 4.00‰ (Puskesmas Riau Silip 2011).
(17)
Desa Riau termasuk satu di antara desa yang ada di Kecamatan Riau Silip, dan kasus malaria menurut AMI terjadi peningkatan yang sangat signifikan dari tahun 2007 sampai dengan 2010, yaitu 15,22 ‰, 41,01 ‰, 86,36 ‰, dan 99,34‰, sedangkan kasus positif malaria berdasarkan API terjadi peningkatan dan penurunan dari tahun 2008 sampai dengan 2010, yaitu 9,86 ‰, 21,29 ‰, 7,37‰. Walaupun API mengalami penurunan, tetapi pada tahun 2009 mengalami peningkatan kasus yang cukup signifikan (PKM Riau Silip 2011).
Jenis-jenis nyamuk Anopheles spp. yang telah di konfirmasi sebagai vektor menularkan penyakit malaria berdasarkan provinsi antara lain di Sumatera Utara ditemukan An. sundaicus, An. letifer, An. maculatus, An. kochi, dan An. tesselatus, kemudian di Riau ditemukan An. sundaicus, sumatera Selatan (An. letifer), Bengkulu (An. subpictus), Lampung (An. sundaicus), DKI (An. sundaicus), Jawa Barat (An. sundaicus dan An. subpictus), NTB (An. aconitus, An. sundaicus, An. subpictus, An. maculatus, dan An. balabacencis), Kalimantan Selatan dan Timur (An. balabacencis), Sulawesi Utara dan Gorontalo (An. minimus), Maluku (An. farauti) dan Papua Barat (An. punctulatus) (Ditjen PP&PL 2007).
Nyamuk Anopheles dalam siklus hidupnya mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yaitu telur, larva (jentik), pupa dan dewasa. Larva dan pupa memerlukan air untuk kehidupannya (hewan akuatik) sedangkan nyamuk dewasa di darat (terestrial). Nyamuk merupakan serangga yang sangat sukses memanfaatkan air lingkungan, termasuk air alami dan air sumber buatan yang sifatnya permanen maupun temporer. Nyamuk dapat memanfaatkan berbagai habitat yaitu danau, aliran air, kolam, air payau, bendungan, saluran irigasi, air bebatuan, selokan, dan lain-lain yang dapat berperan sebagai tempat bertelur dan tempat perkembangan larvanya. Aktivitas mengisap darah nyamuk Anopheles malam hari (nocturnal) (Hadi & Koesharto 2006).
Penularan penyakit malaria di Pulau Bangka disebabkan oleh adanya keragaman nyamuk Anopheles spp. dan habitat potensial larva nyamuk Anopheles spp. Hal ini telah dilakukan penelitian di beberapa tempat, seperti di Kolong Ijo, Desa Bacang, Kotamadya Pangkalpinang, ditemukan An. philippinensis, An. peditaeniatus, An. nigerrimus, dan An. barbirostris dari pemeliharaan larva,
(18)
sedangkan dari penangkapan nyamuk dewasa malam hari ditemukan An. peditaeniatus dan An. nigerrimus (Qomariah 2004). Begitu pula di Desa Air Duren ditemukan An. subpictus, An. letifer, An. philippinensis, An. karwari, An. kochi, dan An. vagus, sedangkan di Kecamatan Sungailiat ditemukan dua spesies yaitu An. letifer dan An. sundaicus (Dinkes Kab. Bangka 2010).
Faktor lingkungan baik biologi, fisik dan perilaku sosial masyarakat ikut menunjang terjadinya penularan penyakit malaria. Desa Riau memiliki kondisi sanitasi lingkungan yang kurang baik, pengetahuan masyarakat tentang kesehatan lingkungan yang masih rendah, banyaknya genangan air dan terbentuknya kolam akibat penggalian timah (kolong) merupakan tempat perindukan potensial nyamuk vektor malaria. Keterbatasan informasi mengenai faktor-faktor risiko kejadian malaria, bioekologi nyamuk Anopheles dan lingkungan daerah endemis malaria menyebabkan belum diperoleh cara yang spesifik dan efisien dalam pengendalian malaria. Penentuan strategi pemberantasan malaria memerlukan data entomologi dan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi kejadian malaria (Sitorus 2005).
Infomasi tentang perilaku dan karakteristik habitat potensial nyamuk Anopheles sangat penting dipelajari dalam menentukan strategi pemberantasan malaria. Desa yang ada di Kabupaten Bangka belum dilakukan penelitian entomologi, termasuk Desa Riau Kecamatan Riau Silip. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari bagaimana perilaku nyamuk Anopheles spp. mencari darah, perilaku mencari tempat istirahat, dan karakteristik habitat potensial nyamuk Anopheles spp. yang terdiri atas jenis habitat, suhu air, salinitas air, derajat keasaman (pH) air, kekeruhan air, dasar habitat, tanaman air, keberadaan predator dan pengambilan titik koordinat untuk pemetaan jenis habitat larva Anopheles spp. dengan menggunakan global positioning system (GPS) Garmin 60.
Tujuan penelitian adalah (1) mengidentifikasi keragaman nyamuk Anopheles spp., (2) menganalisis perilaku nyamuk Anopheles spp., dan (3) menganalisis pemetaan dan karakteristik habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp.
(19)
Manfaat penelitian dapat dijadikan sebagai data dasar dan informasi ilmiah, sehingga pengendalian vektor malaria di Pulau Bangka dapat dikelola dengan baik.
(20)
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keragaman Nyamuk Anopheles spp.
Insekta atau serangga merupakan spesies hewan yang jumlahnya paling dominan di antara spesies hewan lainnya dalm filum Arthropoda. Nyamuk termasuk kelas Insekta, ordo Diptera, famili Culicidae, dengan subfamili yaitu Toxorhynchitinae (Toxorhynchites), Culicinae (Aedes, Culex, Mansonia, Armigeres) dan Anophelinae (Anopeheles). Di seluruh dunia, dilaporkan terdapat sekitar 3100 spesies dari genus nyamuk. Nyamuk di Indonesia terdiri atas 457 spesies, diantaranya 80 spesies Anopheles, 125 Aedes, 82 Culex, 8 Mansonia, sedangkan sisanya tidak termasuk begitu mengganggu (O’Connor & Sopa 1981 dalam Hadi & Koesharto 2006).
Wilayah penyebaran nyamuk Anopheles spp. di Pulau Bangka berdasarkan zoogeographic termasuk fauna Oriental, begitu juga Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, Pulau Jawa, dan sebagian Pulau Sulawesi (Rao 1981). Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka (2010) melaporkan bahwa jenis-jenis nyamuk Anopheles spp. di Desa Air Duren Kecamatan Pemali ditemukan An. subpictus, An. letifer, An. philippinensis, An. karwari, An. kochi, dan An. vagus, dan di Kecamatan Sungailiat adalah An. letifer dan An. sundaicus. Adapun di Kelurahan Bacang, Kotamadya Pangkalpinang ditemukan An. peditaeniatus dan An. nigerrimus, An. philippinensis, dan An. barbirostris (Qomariah 2004).
Nyamuk Anopheles spp. yang ada di Pulau Sumatera menunjukkan keragaman yang tidak jauh berbeda dengan nyamuk Anopheles spp. yang ada di pulau-pulau yang masuk wilayah fauna oriental. Di Desa Segara Kembang Kecamatan Lengkiti, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Sumatera Selatan ditemukan tujuh spesies yaitu An. aconitus, An. annularis, An. kochi, An. schuefneri, An. vagus, An. barbirostris dan An. nigerrimus (U’din 2005). Selanjutnya, di Kecamatan Padangcermin Kabupaten Pesawaran ditemukan sembilan spesies nyamuk Anopheles, yaitu An. sundaicus, An. subpictus, An. vagus, An. kochi, An. aconitus, An. barbirostris, An. indefinitus, An. maculatus, dan An. tessellates. Sementara itu, Suwito (2010) melaporkan bahwa Anopheles di Kecamatan Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan terdapat keragaman yang sama
(21)
dengan nyamuk Anopheles spp. di Kecamatan Padangcermin, tetapi terdapat tiga spesies yang berbeda yaitu An. annularis, An. minimus, dan An. indefinitus. Adapun di Desa Pondok Meja, Muaro Jambi, Jambi ditemukan jenis-jenis nyamuk Anopheles spp. yang beragam, yaitu An. barbirostris, An. vagus, An. nigerrimus, An. aconitus, An. kochi, An. tesselatus, An. indefinitus, An. umbrosus, An. schueffneri dan An. peditaeniatus (Maloha 2005).
Nyamuk Anopheles spp. yang ditemukan di Pulau Jawa menunjukkan keragaman yang tidak jauh berbeda dengan di Pulau Bangka dan Pulau Sumatera. Mardiana (2001) menyatakan bahwa nyamuk Anopheles spp. di Kabupaten Banyuwangi, jawa Timur ditemukan cukup beragam, yaitu An. sundaicus, An. vagus, An. subpictus, An. flavirostris, An. barbirostris, An. annularis dan An. indefinitus, sedangkan di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur ditemukan lebih beragam, yaitu selain nyamuk yang terdapat di Kabupaten Banyuwangi ditemukan juga An. maculatus, An. aconitus, An. tessellates dan An. kochi. Sementara Aprianto (2002) melaporkan bahwa nyamuk Anopheles spp. di Desa Hargotirto Kecamatan Kokap Kabupaten Kulonprogo Daerah Istimewa Yogyakarta kurang beragam, yaitu An. maculatus, An. balabacensis, An. vagus, An. annularis. Selanjutnya, di Desa Sedayu Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo Jawa Tengah terdiri atas sepuluh spesies, yaitu An. aconitus, An. flavirostris, An. vagus, An. kochi, An. annularis, An. balabacensis, An. barbirostris, An. minimus, An. maculatus, An. subpictus, dan yang paling dominan adalah An. aconitus (Noor 2002).
Nyamuk Anopheles spp. yang ada di Nusa Tenggara Timur juga menunjukkan keragaman yang tidak jauh berbeda dengan nyamuk yang masuk fauna oriental seperti di Pulau Bangka, Pulau Sumatera, dan Pulau Jawa. Rahmawati (2010) melaporkan bahwa di Desa Lifuleo, Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, An. barbirostris ditemukan lebih dominan baik di dalam rumah maupun di luar rumah (54,60% dan 51,14%), kemudian An. subpictus (3,34% dan 3,20%), An. indefinitus (9,09% dan 22,73%), sedangkan jenis lainnya adalah An. annularis ( 24,68% dan 25,97%).
(22)
2.2 Perilaku Nyamuk Anopheles spp
Nyamuk Anopheles yang aktif mengisap darah adalah yang betina karena darah diperlukan untuk perkembangan telurnya. Nyamuk Anopheles apabila aktif mencari darah maka akan berkeliling sampai ditemukan rangsangan dari inang yang cocok. Nyamuk Anopheles mencari darah berdasarkan inangnya dibedakan atas kesukaan mengisap darah hewan (zoofilik), darah manusia (antropofilik) dan kedua-duanya baik darah hewan maupun darah manusia (zooantropofilik). Berdasarkan tempat nyamuk mencari darah inangnya dibedakan atas endofagik dan eksofagik, yakni mengisap darah di dalam dan di luar rumah, sedangkan berdasarkan tempat istirahat dibedakan endofilik dan eksofilik. Hadi & Koesharto (2006) menyatakan bahwa beberapa spesies nyamuk memasuki rumah untuk mencari makan (endofagik) dan istirahat di dalam rumah (endofilik), dan ada beberapa spesies masuk rumah hanya untuk makan (endofagik) dan menghabiskan waktu istirahatnya di luar rumah (eksofilik); ada pula yang mengisap darah di luar rumah (eksofagik) dan istirahat di luar rumah (eksofilik).
Daerah yang disenangi nyamuk adalah suatu daerah yang tersedia tempat untuk beristirahat, adanya inang yang disukai, dan tempat untuk berkembangbiak (Ditjen PP&PL 2007). Pertumbuhan dan perkembangan populasi nyamuk pada habitatnya sangat dipengaruhi ketersediaan sumber pakan (darah) serta lingkungan yang sesuai, seperti suhu udara, kelembaban udara yang cocok, tersedia tempat-tempat berkembangbiak dan tempat istirahat. Untuk kepentingan pengendalian vektor, perilaku nyamuk Anopheles mengisap darah berdasarkan tempat perlu diketahui, demikian pula dengan waktu puncak aktif mengisap darah pada waktu malam hari.
Kepadatan vektor, intensitas kontak antara manusia dan vektor merupakan salah satu faktor penting dalam penularan malaria. Apabila suatu spesies Anopheles memiliki kemampuan bertahan hidup terhadap infeksi Plasmodium, masa hidup yang lebih panjang, dan lebih bersifat antropofilik maka akan terjadi penularan malaria (Rao 1981). Nyamuk Anopheles spp. pada suatu tempat menunjukkan perilaku yang berbeda-beda. Juliawaty (2008) melaporkan bahwa perilaku nyamuk An. letifer yang ada di sekitar Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, cenderung bersifat
(23)
antropofilik dan eksofagik, sedangkan mencari tempat istirahat cenderung bersifat eksofilik.
Mahmud (2002) melaporkan bahwa perilaku mencari darah An. balabacensis di desa Hargotirto Kecamatan Kokap Kabupaten Kulonprogo Daerah Istimewa Yogyakarta cenderung bersifat eksofagik, dan mencari tempat istirahat cenderung eksofilik. Wardana (2010) menyatakan hal yang sama tentang perilaku An. balabacensis di Desa Lembah Sari, Kecamatan Batu layar, Kabupaten Lombok Barat, yaitu cenderung bersifat eksofagik, selama empat bulan penangkapan ditemukan lebih banyak mengisap darah orang di luar rumah daripada di dalam rumah, di dalam rumah hanya ditemukan pada bulan Juni dengan kepadatan rata-rata 0,17 ekor/bulan, sedangkan di luar rumah ditemukan setiap bulan dengan kepadatan rata-rata 3,67 ekor/bulan. Effendi (2002) melaporkan bahwa An. balabacensis yang ditemukan di Daerah Kokap Kulonprogo, DI Yogyakarta cenderung bersifat endofagik.
Suwito (2010) menyatakan bahwa perilaku An. barbirostris yang ada di Kecamatan Rajabasa dan Kecamatan Padangcermin Lampung Selatan cenderung bersifat eksofagik, begitu juga di Desa Tongoa, Donggala, Sulawesi Tengah (Jastal 2005) dan di Desa Segara Kembang, Kecamatan Lengkiti, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Sumatera Selatan (U’din 2005). Salam (2005) menyatakan bahwa An. kochi di Desa Alat Hantakan, Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan cenderung bersifat eksofagik , hal yang sama di Kecamatan Rajabasa dan Kecamatan Padangcermin, Lampung Selatan (Suwito 2005).
2.3 Karakteristik Habitat Larva Anopheles spp.
Habitat suatu organisme adalah tempat organisme itu hidup dan berkembangbiak (Odum 1993). Nyamuk betina biasanya memilih tipe air tertentu untuk meletakan telurnya di permukaan air. Larva nyamuk Anopheles spp. ditemukan pada berbagai habitat, tetapi setiap habitat memiliki sifat umum dalam menyediakan makanan, terutama terdiri atas mikroorganisme dan bahan organik. Sumber makanan pradewasa nyamuk pada setiap habitat berbeda pada lokasi yang berbeda. Permukaan air kaya akan bahan organik dan mikroorganisme sebagai
(24)
sumber pakan larva nyamuk Anopheles spp. untuk mempertahankan hidupnya (Clement 2000).
Larva Anopheles ditemukan berkembangbiak pada berbagai habitat air tawar kecuali air yang terkontaminasi air limbah atau limbah pabrik bahan kimia. Meskipun tidak ada larva Anopheles yang ditemukan dalam air laut murni, tetapi ada beberapa spesies yang dapat berkembang biak di air payau di danau dan anak sungai yang terhubung dengan laut (Rao 1981). Perkembangan larva nyamuk di dalam suatu habitat dipengaruhi oleh suhu air, pH air, kedalaman, kekeruhan, salinitas, cahaya, aliran air, dasar air, plankton dan predator.
Larva Anopheles dapat hidup dengan karakteristik habitat yang bervariasi, dan hal ini terlihat pada informasi dari beberapa hasil penelitian. Chadijah (2005) melaporkan bahwa larva An. barbirostris, An. nigerrimus, An. kochi, dan An. tesselatus di Desa Tongoa, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah dapat hidup dan berkembang pada pH 6,5-7, kekeruhan 2,1-21 NTU. Sembiring (2005) melaporkan bahwa larva Anopheles spp. di Daerah Pasang Surut Asahan Sumatera Selatan, dapat hidup dan berkembang pada pH 7,90-8,45 dan kekeruhan 10-14 NTU. Sementara itu, di Dusun Mataram, Lengkong, Kabupaten Sukabumi, larva Anopheles dapat hidup dan berkembang dengan kekeruhan air 70-150 NTU (Saleh 2002).
2.3.1 Jenis Habitat
Clement (2000) menyatakan bahwa larva nyamuk terdapat pada berbagai habitat, hal yang sama diyatakan Hadi dan Koesharto (2006) bahwa larva nyamuk ditemukan pada berbagai jenis habitat, seperti danau, aliran air, kolam, air payau, bendungan, saluran irigasi, air bebatuan, selokan dan lain-lain. Rueda et al. (2007) melaporkan bahwa larva Anopheles spp. dapat hidup dan berkembang pada habitat kolam, sungai, lubang di tanah, rawa-rawa, sawah, irigasi, saluran air di pinggir jalan, batu karang, pinggiran sungai, sumur, dan air drum.
Kolong merupakan salah satu jenis habitat bekas penggalian timah yang Banyak ditemukan di Pulau Bangka. Qomariah (2004) menemukan An. philippinensis, An. peditaeniatus, An. nigerrimus, dan An. barbirostris pada Kolong Ijo, Kecamatan Bacang, Kotamadya Pangkalpinang, Provinsi Bangka
(25)
Belitung, sedangkan di Desa Air Duren Kecamatan Pemali, Kabupaten Bangka, ditemukan larva Anopheles spp. pada kubangan, parit dan rawa-rawa (Dinkes Kab. Bangka 2007).
Jenis habitat potensial larva Anopheles spp. yang terdapat di Kecamatan Rajabasa dan Pesawaran Lampung Selatan sangat beragam, yaitu tambak terbengkalai, bak benur terbengkalai, kolam, lagun, rawa-rawa, parit, sungai, sawah, saluran irigasi, sumur, kubangan, dan kobakan (Suwito 2010). Nyamuk An. barbirostris dan An. sundaicus di daerah pantai Banyuwangi, Jawa Timur, dapat hidup dan berkembang pada habitat lagun, kobakan dan mata air (Sinta et al. 2003). An. maculatus, An. balabacensis dan An. vagus ditemukan pada habitat sungai dan mata air di Desa Hargotirto, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta (Santoso 2002). Jenis habitat An. albimanus di Artibonite Valley, Haiti, ditemukan pada persawahan, kolam di tanah, kobakan, dan selokan (Caillouet et al. 2008). Larva Anopheles spp. di Dar es Salam, Tanzania, ditemukan pada habitat rawa-rawa (Sattler et al. 2005).
2.3.2 Suhu Air
Pengaruh suhu terhadap laju pertumbuhan dan perkembangan larva nyamuk telah menjadi subjek penelitian hingga saat ini (Clement 2000). Hasil penelitian dari beberapa tempat menunjukkan bahwa larva Anopheles spp. dapat tumbuh dan berkembang pada suhu yang bervariasi. Markovich menemukan An. claviger berkembang di kolam teduh dengan suhu berkisar antara 8°C-16°C, spesies ini juga ditemukan di kolam padang rumput pada suhu 20°C-30°C (Russel et al. 1963).
Suhu air habitat merupakan bagian penting bagi perkembangan larva (Rao 1981). Larva Anopheles spp. yang ditemukan di Desa Doro, Halmahera Selatan dapat hidup dan berkembang dengan rataan suhu 25°C-28°C. Nyamuk An. farauti ditemukan pada habitat dengan suhu 25°C-30°C, larva An. Vagus dan An. punctulatus pada suhu 25°C-28°C, An. kochi pada suhu 26°C-28°C, dan An. minimus pada suhu 25°C-26°C (Mulyadi 2010). Larva An. maculatus dan An. balabacensis yang terdapat di Desa Hargotrito, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulonprogo, DIY ditemukan pada sungai dengan suhu 24,12°C-25,80°C, dan
(26)
pada mata air dengan suhu 24,10°C-26,20°C (Santoso 2002). Larva An. subpictus di Pulau Pari dan Pulau Tidung dapat hidup dan berkembang pada suhu 27°C (Ariati et al. 2007). Suwito (2010) melaporkan bahwa larva An. sundaicus ditemukan pada air bersuhu 26°C, An. barbirostris (27°C), An. indefinites dan An. subpictus (29°C). Larva Anopheles spp. yang ditemukan dari peneliti-peneliti tersebut menunjukkan suhu batas normal yaitu antara 24,10°C-29°C.
2.3.3 Salinitas
Pengaruh salinitas terhadap kelarutan oksigen dalam air berbanding terbalik, semakin tinggi salinitas semakin rendah kadar oksigen terlarut. Air tawar mempunyai salinitas kurang dari 0,5‰ (Kordi & Tancung 2007 dalam Mulyadi 2010). Larva Anopheles spp. dapat hidup dan berkembang dengan salinitas yang bervariasi pada berbagai habitat. Mulyadi (2010) melaporkan penemuan larva An. punctulatus, An. vagus, An. kochi dan An. minimus di Desa Doro, Halmahera Selatan, Maluku Utara pada air tawar dengan salinitas 0‰, sedangkan An. farauti ditemukan pada air tawar maupun air payau dengan salinitas berkisar antara 0- 7‰.
Ariati et al. (2007) melaporkan bahwa larva An. subpictus di enam pulau di Kabupaten Kepulauan Seribu dapat hidup dan berkembang pada kolam rendaman rumput laut dengan salinitas 9 ‰ dan pada sumur dangkal dengan salinitas 0-5‰. Sementara melaporkan bahwa larva An. sundaicus di daerah pasang surut Asahan Sumatera Utara, ditemukan pada alur sungai dengan salinitas rata-rata 1,6 ‰- 2,55‰ per bulan (Sembiring 2005). Adapun larva An. sundaicus di Muara Sungai Senggigi dapat hidup dan berkembang dengan salinitas 0,33‰, pada Laguna Kerandangan dengan salinitas 0,80‰, dan Muara Sungai Mangsit dengan salinitas 0,57‰ (Sulistio 2010). Selanjutnya larva An. Sundaicus di Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan ditemukan pada bak benur terbengkalai pada kisaran salinitas 0- 9 ‰ (Suwito 2010).
2.3.4 pH Air
Nilai pH atau derajat keasaman air merupakan salah satu sifat kimia air yang penting karena nilai pH menunjukan keseimbangan asam dan basa air tersebut.
(27)
Air alami pada umunya mempunyai pH yang bersifat netral, tidak bersifat asam atau basa, pH netral antara 6-9. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa larva Anopheles spp. hidup dan berkembang pada kisaran pH normal.
Bowolaksono (2001) menyatakan bahwa pH 5 sampai dengan pH 9 merupakan faktor pembatas perkembangan larva An. farauti yang berasal dari Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat. Pada pH 6 larva An. farauti mampu berkembang menjadi imago dalam kondisi laboratorium. Sementara itu, larva Anopheles di Desa Hargotirto dapat hidup pada pH air 6,78-7,12, dan di mata air pada pH 6,70-7,20 (Santoso 2002). Selanjutnya, Ariati et al. (2007) melaporkan bahwa di enam pulau, Kabupaten Kepulauan Seribu, larva An. subpictus dapat hidup didalam kolam perendaman rumput laut di Pulau Pari dan sumur dangkal di Pulau Tidung dengan pH 7. Beberapa jenis larva nyamuk Anopheles mampu hidup dalam konsentrasi alkali yang tinggi dan kondisi air yang asam. Larva An. culicifacies mampu hidup pada kisaran pH 5,4-9,8 dan larva nyamuk An. plumbeus pada pH 4,4 hingga 9,3 (Clement 1992).
2.3.5 Kekeruhan Air
Kekeruhan biasanya disebabkan oleh zat padat tersuspensi, baik yang bersifat anorganik maupun organik. Zat anorganik biasanya berasal dari proses pelapukan batuan atau logam, sedangkan organik berasal dari proses pelapukan tanaman atau hewan. Pada dasarnya zat organik juga merupakan makanan bagi bakteri atau mikroorganisme yang ada dalam air dan mendukung perkembangbiakannya sehingga menambah kekeruhan air (Sutriati & Brahmana 2007).
Larva An. sundaicus di daerah pasang surut Asahan Sumatera Utara lebih banyak ditemukan pada habitat air keruh dengan rerata 10 NTU, sedangkan pada kekeruhan 14 NTU tidak ada larva An. sundaicus yang tertangkap, tetapi pada kekeruhan 24-25 NTU dimana dasar kolam tidak terlihat dengan jelas, rerata An. sundaicus yang tertangkap 14,5 ekor/cidukan, begitu juga pada kekeruhan 4-5 NTU, An. sundaicus yang tertangkap berfluktuasi (Sembiring 2005). Larva An. indefinitus dan An. balabacensis di Desa Hargotirto ditemukan dengan kekeruhan 5,31 NTU pada sungai dan 5,11 NTU pada mata air (Santoso 2002).
(28)
Chadijah (2005) melaporkan di Desa Tongoa, Donggala, Sulawesi Tengah ditemukan larva An. barbirostris, An. nigerrimus, An. kochi, An. tesselatus pada habitat kolam dengan naungan dengan tingkat kekeruhan 4,1, 5,7 dan 8 NTU, sedangkan pada tingkat kekeruhan 15,6 NTU tidak ditemukan larva Anopheles spp., namun larva An. barbirostris, An. nigerrimus, An. kochi, An. tesselatus ditemukan pada habitat kolam tanpa naungan pada tingkat kekeruhan 6 NTU.
2.3.6 Kedalaman Air
Kedalaman air mempengaruhi tingkat penetrasi cahaya matahari yang dibutuhkan oleh fitoplankton untuk proses fotosintesis. Pada perairan dangkal penetrasi cahaya lebih optimum sehingga tingkat produktivitas perairan dangkal lebih baik daripada perairan yang lebih dalam (Odum 1993). Larva Anopheles spp. sering ditemukan pada habitat perairan dangkal. Mulyadi (2010) melaporkan bahwa Larva Anopheles spp. di Desa Doro, Halmahera Selatan, Maluku Utara pada umumnya ditemukan pada tipe perairan dangkal dengan kisaran kedalaman air yang menyolok, An. punctulatus dan An. minimus ditemukan pada kedalaman habitat berkisar antara 2-20 cm, An. vagus pada kedalaman 5-80 cm, An. kochi pada kedalaman 5-10 cm, sedangkan kedalaman habitat An. farauti berkisar antara 5-120 cm. Sementara itu, Setyaningrum et al. (2007) melaporkan bahwa larva Anopheles spp. di Desa Way Muli, Lampung Selatan ditemukan pada kedalaman 15 cm pada habitat selokan air mengalir, 100 cm pada rawa-rawa, dan 25 cm pada selokan air tergenang. Selanjutnya, An. tesselatus di Kecamatan Padangcermin dan An. indefinitus di Kecamatan Rajabasa Lampung Selatan ditemukan pada kedalaman air relatif dangkal yaitu 5 cm dan 10 cm (Suwito 2010). Keadaan yang tidak jauh berbeda di Desa Dulanpokpok, Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat, larva An. punctulatus ditemukan pada habitat potensial cekungan batu 5 cm, kolam kangkung 50 cm, bekas galian batu 30 cm, dan bekas tapak roda mobil 10 cm (Suprapto 2010).
Larva Anopheles spp. di Brazil ditemukan dengan kedalaman habitat antara 30-70 cm. Sementara larva An. albimanus di Buena Vista ditemukan dengan kedalaman air 30-50 cm, larva An. vestitipennis dan larva An. darlingi dengan kedalaman 30-70 cm (Grieco et al. 2007). Adapun larva An. subpictus yang
(29)
terdapat di Pulau Pari, Kabupaten Kepulauan Seribu, ditemukan pada kedalaman 50-100 cm pada kolam rendaman rumput laut, 30-70 cm pada sumur dangkal, sedangkan di Pulau Tidung ditemukan pada sumur dengan kedalaman 50-150 cm (Ariati et al. 2007). Hal yang tidak jauh berbeda larva An. sundaicus di Daerah Pasang Surut Asahan, Sumatera Selatan ditemukan pada kedalaman habitat 70-75 cm (Sembiring 2005).
2.3.7 Dasar Habitat
Larva Anopheles spp. di daerah pasang surut Asahan Sumatera Utara, ditemukan pada rawa-rawa yang dasarnya terdiri atas tanah keras dan liat sehingga terjadinya kekeruhan sangat kecil meskipun air pasang (Sembiring 2005).
Suwito (2010) melaporkan bahwa larva Anopheles spp. di Kecamatan Rajabasa dan Padangcermin ditemukan pada dasar habitat lumpur, begitu pula di Desa Way Muli, Lampung Selatan (Setyaningrum et al. 2007). An. farauti, An. punctulatus, An. vagus, dan An. kochi di Desa Doro Halmahera Selatan Maluku Utara, ditemukan pada perairan berdasar lumpur, meskipun keempat spesies nyamuk Anopheles tersebut ditemukan juga pada dasar pasir dan kerikil, sedangkan An. minimus hanya terdapat pada habitat dengan dasar pasir dan kerikil (Mulyadi 2010). An. punctulatus di Desa Dulanpokpok, Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat, ditemukan pada habitat berdasar lumpur (Suprapto 2010). Namun, di Desa Hargotirto, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta, An. maculatus lebih menyukai habitat dengan dasar batu dan tanah, sedangkan An. balabacensis lebih menyukai habitat dengan dasar batu dibandingkan dasar habitat pasir dan tanah (Santoso 2002).
Nyamuk Anopheles spp. sering ditemukan pada habitat lumpur, kemungkinan disebabkan pada perairan dengan dasar lumpur banyak terdapat tumbuhan air, seperti ganggang, lumut, rumput, teratai, kangkung, lompong, dan pakis. Dasar habitat tidak berpengaruh langsung terhadap larva Anopheles, karena lumpur, tanah liat, pasir mengendap pada bagian dasar habitat, sedangkan larva Anopheles berada di atas permukaan air atau berlindung di balik tanaman air.
(30)
Partikel lumpur akan berpengaruh terhadap kejernihan air apabila terjadi pergerakan pada badan air.
2.3.8 Tanaman Air
Larva Anopheles spp. memanfaatkan tanaman di atas permukaan air sebagai tempat meletakkan telur dan berlindung dari predator (Depkes 2007). Larva nyamuk Anopheles spp. yang ditemukan di Desa Way Muli, Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan ditemukan pada habitat perairan yang di sekitarnya terdapat tumbuhan berkayu, dan pada selokan air mengalir yang terdapat satu jenis tumbuhan yaitu bandotan (Ageratum conizoides) (Setyaningrum et al. 2002).
Habitat larva Anopheles spp. yang ada di Desa Doro, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara terdapat tanaman air, yaitu ganggang dan tanaman bakau (Mulyadi 2010). Hal yang sama di Desa Senggigi Kecamatan Batulayar, Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat ditemukan larva nyamuk Anopheles berkumpul pada tempat yang tertutup tanaman air yang mengapung seperti ganggang, sampah yang terapung, dan pinggiran habitat yang berumput (Sulistio 2010).
Suwito (2010) melaporkan bahwa larva Anopheles spp. di kecamatan Rajabasa ditemukan pada perairan yang ada maupun tidak ada gulma air, yaitu An. sundaicus, An. subpictus, An. vagus, An. kochi, An. annularis, An. aconitus dan An. barbirostris, sementara larva An. tesselatus hanya ditemukan pada perairan tidak terdapat gulma, sedangkan An. indefinitus dan An. minimus hanya ditemukan pada perairan yang terdapat gulma. Di Kecamatan Padangcermin hanya larva An. indefinitus dan An. tesselatus yang ditemukan pada perairan yang terdapat gulma, selebihnya An. sundaicus, An. subpictus, An. vagus, An. kochi, An. maculatus, An. aconitus, An. barbirostris pada perairan yang tidak terdapat gulma.
Larva An. maculatus di Desa Hargotirto, Kulonprogo, DIY selain ditemukan pada perairan yang terdapat naungan, juga ditemukan juga pada perairan yang tidak terdapat naungan (Santoso 2002). Larva An. sundaicus di Daerah Pasang Surut Asahan Sumatera Utara ditemukan pada habitat kolam yang terdapat tumbuhan bentogajah dan batang kayu yang membusuk (Sembiring 2005).
(31)
2.3.9 Keberadaan Predator
Predator merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberadaan larva nyamuk di suatu habitat. Predator memiliki peranan yang penting dalam menyeimbangkan kepadatan larva nyamuk untuk mencegah terjadinya ledakan populasi. Larva nyamuk Anopheles spp. biasanya tidak banyak ditemukan di tempat-tempat yang terdapat binatang air terutama hewan predator.
Sembiring (2005) melaporkan bahwa di Pantai Asahan Sumatera Utara terdapat ikan-ikan kecil pada habitat larva An. sundaicus yang diduga sebagai predator. Chadijah (2005) menyatakan bahwa predator nyamuk Anopheles spp. yang ada di Desa Tongoa, Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah, ditemukan pada tiga habitat yang berbeda-beda. Habitat kolam dengan naungan ditemukan ikan kepala timah (Aplocheilus panchax) dan capung (Libellula sp.), habitat kolam tanpa naungan ditemukan berudu/kecebong, sedangkan pada habitat genangan air tanpa naungan yang tidak permanen tidak ditemukan predator pada setiap pengambilan sampel.
2.4 Curah Hujan
Faktor lingkungan fisik berupa iklim makro dan mikro (cuaca) berpengaruh terhadap perkembangbiakan, pertumbuhan, umur, dan distribusi vektor malaria. Curah hujan akan mempengaruhi naiknya kelembaban nisbi udara dan menambah jumlah tempat perkembangbiakan larva Anopheles spp. Curah hujan yang tinggi akan menyebabkan bersihnya tempat perkembangbiakan vektor karena larvanya hanyut dan mati. Curah hujan yang sedang dengan jangka waktu lama akan memperbesar kesempatan nyamuk berkembangbiak secara optimal (Ditjen PP&PL 2007).
Hasil penelitian dari beberapa tempat menunjukan bahwa curah hujan kurang mempengaruhi perkembangbiakan larva Anopheles spp. Hasil penelitian Effendi (2002) di Desa Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta, menyatakan 44,9% rata-rata kepadatan nyamuk Anopheles yang tertangkap dipengaruhi oleh keadaan curah hujan, sedangkan sisanya sebesar 55,1% dipengaruhi oleh faktor lain. Dari hasil penelitian Chadijah (2005) di Desa Tongoa, Sulawesi Tengah,
(32)
indeks curah hujan (ICH) dari bulan April-Juli 2004 sekitar 48,55-112,35 mm. Pada habitat kolam dengan naungan ditemukan larva An. barbirostris, An. nigerrimus, An. kochi, dan An. tesselatus pada semua kisaran ICH, habitat kolam tanpa naungan ditemukan larva Anopheles yang sama pada ICH 80,8 ml, sedangkan habitat genangan air tanpa naungan yang bersifat tidak permanen ditemukan Anopheles yang sama pada ICH terendah yaitu 48,52 ml. Udin (2005) melaporkan bahwa di Desa Segara Kembang, Sumatera Selatan, pada curah hujan 208 mm ditemukan gigitan nyamuk paling tinggi adalah An. aconitus terjadi pada bulan Februari dan Maret 2004 dengan angka gigitan yang sama (0,61 ekor/orang/malam), kemudian pada bulan Juli curah hujan mengalami peningkatan dan tertinggi selama penelitian (209 mm), tetapi tidak diikuti kecenderungan meningkatnya angka gigitan An. conitus (0,11 ekor/orang/malam). Sementara di Desa Tongoa, Donggala, Sulawesi Tengah, populasi larva nyamuk Anopheles lebih dipengaruhi oleh pertumbuhan padi dimana saat padi membutuhkan air, kepadatan nyamuk juga meningkat dan pada saat musim panen atau mengolah sawah, kepadatan nyamuk juga menurun (Jastal 2005). Selanjutnya Suprapto (2010) melaporkan bahwa hubungan indeks curah hujan dengan kepadatan An. punctulatus di Desa Dulanpokpok, Kabupaten Fakfak, Porovinsi Papua Barat, menunjukkan ada kecenderungan meningkat pada saat ICH menurun. Saat ICH tertingi pada bulan Juli (486,5 mm), pada saat itu rataan kepadatan An. punctulatus berada pada posisi terendah (0,59 ekor/orang/malam), sedangkan ICH terendah pada bulan Agustus (245,2 mm), rataan kepadatan An. punctulatus (3,17 ekor/orang/malam) dan merupakan kepadatan tertinggi selama empat bulan. Adapun curah hujan di daerah pantai pasang surut Asahan Sumatera Utara tidak mempengaruhi kepadatan larva Anopheles, pada saat curah hujan terendah di bulan Mei (14 mm) larva tertangkap rata-rata 2,5 larva/cidukan, sedangkan saat curah hujan tinggi (192 mm) di bulan Juli, tidak ada larva yang tertangkap. Bila dilihat bulan Maret dan Februari, dengan curah hujan masing- masing 85 mm dan 52 mm, larva tertangkap juga rendah yaitu masing-masing 4,5 larva/cidukan dan 2,75 larva/cidukan (Sembiring 2005).
(33)
3 BAHAN DAN METODE
3. 1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Desa Riau, Kecamatan Riau Silip, Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka Belitung (Gambar 1). Secara geografis desa ini terletak di wilayah bagian utara Pulau Bangka. Secara administratif Desa Riau termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Riau Silip, Kabupaten Bangka, dan terdiri atas empat dusun, yaitu Dusun Riau, Dusun Simpang Lumut, Dusun Sinar Gunung, dan Dusun Tirus. Luas wilayah Desa Riau 51.720 km² dengan batas wilayah Desa Riau sebagai berikut :
Sebelah barat : Desa Berbura Sebelah timur : Desa Gunung Muda Sebelah utara : Desa Riding panjang Sebelah selatan : Desa Silip.
Lokasi Penelitian
Kec.Riau Silip
Gambar 1 Lokasi penelitian di Desa Riau Kecamatan Riau Silip Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung
(34)
Penduduk Desa Riau berjumlah 2.577 jiwa. Sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai buruh tambang timah inkonvensional, petani, pedagang, dan sebagian kecil pegawai negeri sipil. Letak Desa Riau sekitar 40 km dari ibukota kabupaten, dan termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas Riau Silip. Berdasarkan data dari Puskesmas Riau Silip tahun 2010, Desa Riau merupakan daerah endemis malaria.
3. 2 Waktu Penelitian
Penangkapan nyamuk dilakukan selama empat bulan, sejak Februari hingga Mei 2011 pada malam hari selama 12 jam (18.00-06.00 WIB) dengan frekuensi setiap satu minggu sekali. Sehingga total penangkapan sebanyak 16 kali, dimulai pada minggu kedua bulan Februari sampai dengan minggu ketiga bulan Mei 2011. Desa Riau terdiri atas empat dusun, dan tiap dusun dipilih tiga rumah sebagai tempat dilakukannya penangkapan dengan frekuensi satu bulan sekali selama empat bulan (Februari-Mei 2011). Dari hasil penangkapan nyamuk kemudian dilakukan identifikasi keragaman nyamuk Anopheles spp, analisis kepadatan nyamuk Anopheles spp., analisis perilaku nyamuk Anopheles spp., pengukuran karakteristik habitat dan penandaan titik koordinat habitat larva Anopheles spp. menggunakan global positioning system (GPS) Garmin 60. Pengukuran GPS dilakukan selama empat bulan dengan frekuensi satu bulan sekali, dan dilakukan pada siang hari dari pukul 07.00-12.00 WIB.
3. 3 Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif non eksperimental, yang terdiri atas beberapa kegiatan, yaitu : 1) Penangkapan nyamuk Anopheles spp., 2) Identifikasi nyamuk Anopheles spp., 3) Pengumpulan larva nyamuk Anopheles spp., 4) Pengukuran karakteristik dan pengamatan karakteristik habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp., 5) Penandaan titik koordinat sebaran habitat larva Anopheles spp., dan 6) Pengumpulan data pendukung.
(35)
3.3.1 Penangkapan nyamuk Anopheles spp.
Penangkapan nyamuk dewasa malam hari dilakukan dengan menggunakan metode menangkap nyamuk yang hinggap dengan umpan manusia (human landing collection) dan nyamuk istirahat (resting collection) di dalam dan di luar rumah (WHO 2003). Pemilihan tiga rumah di tiap dusun berdasarkan pada ada tidaknya habitat potensial Anopheles spp. dan adanya penghuni rumah yang positif Plasmodium berdasarkan hasil pemeriksaan ulas darah oleh petugas kesehatan. Penangkapan nyamuk istirahat dilakukan terhadap nyamuk-nyamuk yang hinggap di dinding dan di sekitar rumah baik di dalam dan di luar rumah. Jumlah kolektor (penangkap nyamuk) enam orang, pada setiap rumah rumah ditempatkan satu kolektor di dalam rumah dan satu kolektor di luar rumah. Waktu penangkapan dilakukan pada malam hari selama 12 jam dari pukul 18.00-06.00 WIB. Setiap jam penangkapan terdiri atas 40 menit digunakan untuk menangkap nyamuk yang hinggap di badan, 10 menit menangkap nyamuk yang istirahat di dalam rumah dan di luar rumah, dan 10 menit untuk istirahat kolektor.
Kolektor sebagai umpan duduk di dalam (Gambar 2) atau di luar rumah (Gambar 3) di tempat penghuni rumah biasa duduk-duduk santai, celana digulung sampai lutut, bila ada nyamuk yang hinggap atau siap mengisap darah, ditangkap dengan menggunakan aspirator. Nyamuk yang tertangkap dimasukan dalam gelas kertas (paper cup) yang terpisah setiap jamnya
Gambar 2 Metode penangkapan nyamuk dengan umpan orang di Desa Riau, Kecamatan Riau Silip, Februari-Mei 2011
(36)
A
B
Gambar 3 Penangkapan nyamuk istirahat di dalam (A) dan di luar rumah (B) di Desa Riau, Kecamatan Riau Silip, Februari-Mei 2011
3.3.2 Identifikasi Nyamuk Anopheles spp.
Nyamuk dewasa yang tertangkap dengan umpan orang malam hari dan nyamuk istirahat, serta nyamuk yang berasal dari hasil pemeliharaan (rearing) larva yang ditemukan pada habitat, dimatikan dengan kloroform, kemudian diidentifikasi di bawah mikroskop stereo. Identifikasi berdasarkan panduan buku: Kunci Bergambar Nyamuk Anopheles di Sumatera-Kalimantan (Ditjen PP&PL 2000).
3.3.3 Pengumpulan Larva Dan Karakteristik Habitat
Survei larva terdiri atas pengumpulan larva, pengukuran karakteristik dan penandaan titik koordinat habitat potensial larva Anopheles spp.
3.3.3.1 Pengumpulan Larva
Larva dikumpulkan menggunakan cidukan plastik dengan volume 300 cc. Pencidukan larva dilakukan oleh dua orang dengan frekuensi lima kali per orang untuk setiap habitat. Pencidukan dilakukan di pinggir dan di tengah habitat perkembangbiakan secara merata bila habitat tidak luas. Larva Anopheles spp. yang tertangkap dipelihara, diberi makan serbuk hati, dan diidentifikasi setelah menjadi nyamuk dewasa.
(37)
3.3.3.2 Pengukuran Karakteristik Habitat Anopheles spp.
Karakteristik habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. diperoleh dengan melakukan pengukuran terhadap jenis habitat, suhu air, salinitas air, pH air, kekeruhan air, kedalaman habitat, dasar habitat, keberadaan tanaman air dan predator.
a. Suhu Air
Pengukuran suhu air menggunakan termometer air raksa, dengan cara mencelupkan termometer kedalam sampel air selama lebih kurang 5 menit. Pembacaan hasil pengukuran dengan melihat batas kenaikan air raksa pada skala pengukuran yang tertera pada termometer.
b. Salinitas Air
Pengukuran salinitas air menggunakan hand refractometer. Kisaran salinitas yang dapat terukur 0-25 g/100 gr sodium chloride. Teknik pengukuran dengan cara mengoleskan sampel air pada kaca bidik dan pembacaan hasil pengukuran dengan melihat level beda warna yang terbentuk pada skala ukur. Salinitas dinyatakan dalam satuan ‰.
c. pH Air
pH air diukur dengan menggunakan pH meter digital kisaran pH 0-14. Alat ini dicelupkan pada sampel air kemudian akan terbaca hasilnya.
d. Kekeruhan Air
Pengukuran kekeruhan air dilakukan di Laboratorium Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka dengan menggunakan alat ukur natelson turbidity unit (NTU). Dengan menggunakan cidukan, air dari masing-masing habitat diambil dan dimasukan ke dalam botol volume 500 ml, kemudian dibawa ke laboratorium untuk diperiksa. Air yang telah diambil diisi pada tabung turbidimeter, kemudian dimasukan pada alat turbidimeter dan dibaca hasilnya.
(38)
e. Kedalaman Air
Kedalaman habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. diukur menggunakan alat meteran, dengan satuan sentimeter (cm). Kedalaman habitat adalah jarak antara permukaan air dengan dasar habitat. Pengukuran dilakukan dengan memasukan meteran kayu sampai menyentuh dasar habitat, kemudian batas permukaan air pada meteran dicatat untuk melihat kedalaman habitat. Pengukuran dilakukan di bagian pinggir habitat dan bagian tengah habitat, tetapi pada habitat yang luas dan dalam hanya dilakukan di bagian pinggirnya saja.
f. Dasar Habitat
Dasar habitat potensial perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp. diukur dengan cara mengambil contoh dasar air dengan menggunakan cidukan atau melalui pengamatan visual bila genangan air jernih, kemudian jenis habitat diklasifikasi menjadi dasar habitat berupa lumpur, pasir, kerikil, dan lain-lain.
g. Tanaman Air
Tumbuhan pada habitat larva Anopheles spp. dikategorikan atas ada tidaknya tanaman air. Pengamatan terhadap tumbuhan air dilakukan secara visual meliputi jenis alga, lumut, dan tanaman pada permukaan air seperti ganggang, rumput, teratai, yang dapat menjadi tempat bernaung larva Anopheles spp.
h. Keberadaan Predator
Penangkapan predator larva pada habitat Anopheles spp. menggunakan cidukan (dipper), kemudian diidentifikasi jenisnya. Keberadaan predator larva pada setiap habitat dicatat menurut jenisnya berupa ikan, berudu, larva capung, udang, atau tidak ada predator.
3.3.3.3 Pemetaan Habitat Larva Anopheles spp.
Penandaan titik koordinat habitat larva nyamuk Anopheles spp. menggunakan alat GPS (geografical positioning system) Garmin 60. Titik koordinat larva Anopheles spp. diambil berdasarkan keberadaan larva pada habitat perkembangbiakan. Proses pemasukan data GPS dengan cara diketik pada
(39)
Microsoft Excel, kemudian dimasukan ke dalam program ArcView 3.3 (PPLH-IPB 2008).
3.3.4 Pengumpulan Data Sekunder
3.3.4.1 Pengumpulan Data Cuaca
Data cuaca diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pangkalpinang Bangka dan merupakan satu-satunya yang ada di Provinsi Bangka Belitung. Stasiun pengamatan ini terletak di Lapangan Udara Depati Amir Pangkalpinang, dan berjarak sekitar 70 Km dari tempat penelitian. Data cuaca yang diambil adalah data curah hujan sejak Februari-Mei 2011.
3.3.4.2 Pengumpulan Data Kasus Penyakit Malaria
Data kasus penyakit malaria diperoleh dari Puskesmas yang ada di wilayah Kecamatan Riau Silip, yaitu Puskesmas Riau Silip. Data kasus malaria diambil sejak Februari sampai Mei 2011.
3.4 Analisis Data
3.4.1 Kepadatan dan Perilaku Nyamuk Anopheles spp .
Kepadatan nyamuk menggigit orang dinyatakan dalam satuan jumlah nyamuk yang tertangkap per orang per jam yang dikenal sebagai man hour density (MHD) (Depkes 2003). Nilai MHD dirumuskan sebagai berikut :
∑ Anopheles spesies tertentu yang tertangkap melalui umpan orang dalam sekali penangkapan
MHD =
40/60 x 12 jam x ∑ umpan orang
Adapun kepadatan nyamuk Anopheles spp. yang hinggap di badan per orang per malam dihitung berdasarkan nilai man biting rate (MBR). Nilai MBR dihitung berdasarkan jumlah nyamuk yang hinggap di badan per malam dibagi jumlah penangkap dikali waktu penangkapan.
(40)
∑ Anopheles spesies tertentu yang tertangkap melalui umpan orang
MBR =
∑ malam X ∑ umpan orang
Keterangan :
MHD = Man hour density ( Jumlah Anopheles hinggap di badan per orang per jam) MBR = Man biting rate ( Jumlah Anopheles hinggap di badan per orang per malam )
Fluktuasi MHD ditampilkan dalam bentuk grafik selama 12 jam (18.00- 06.00), di dalam dan di luar rumah. Rata-rata MBR setiap bulan di tampilkan dalam bentuk tabel.
3.4.2 Kelimpahan Nisbi.
Kelimpahan nisbi adalah perbandingan jumlah individu nyamuk Anopheles spesies tertentu terhadap total jumlah spesies nyamuk yang diperoleh, dan dinyatakan dalam persen.
∑ individu nyamuk Anopheles spesies tertentu
Kelimpahan Nisbi = X 100%
Total jumlah spesies nyamuk yang diperoleh
3.4.3 Frekuensi Nyamuk Tertangkap
Frekuensi nyamuk tertangkap dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah penangkapan diperolehnya Anopheles spesies tertentu terhadap jumlah total penangkapan
∑ penangkapan diperolehnya Anopheles spesies tertentu Frekuensi =
∑ total penangkapan
3.4.4 Dominansi Spesies (%)
Angka dominansi spesies dihitung berdasarkan hasil perkalian antara kelimpahan nisbi dengan frekuensi nyamuk tertangkap spesies tersebut dalam satu waktu penangkapan (Sigit 1968).
(1)
Suwito 2010, Bioekologi Nyamuk Anopheles Di Kabupaten Lampung Selatan
Dan Pesawaran : Distribusi Spasial, Keragaman, karakteristik Habitat dan Kepadatan [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor.
U’din. 2005. Studi perilaku menghisap darah, Anopheles spp. di Desa Segara Kembang Kecamatan Lengkiti Kabupaten Ogankomering Ulu (OKU) Sumatera Selatan [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.
Wardana A. 2010. Studi perilaku menggigit nyamuk Anopheles balabacensis dan kaitannya dengan epidemiologi malaria di Desa Lembah Sari Kecamatan Batulayar Kabupaten Lombok Barat [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
[WHO]. World Health Organization. 2003. Malaria entomology and vector control. Learner’s guide. WHO/CDS/CPE/SM/2002.18.Rev.1.Part I.pdf.
Yee HL. 2008. Bionomik of Anopheles in Grik,Hulu Perak and Insecticide Susceptibility of Two Anopheles Spesies From Two Locations in Malaysia. [Abstrak]. [Tesis]. Malaysia: Universitas Sains Malaysia.
(2)
pasir 2500-2510 0 Ikan
1 0 Riau 5,4-5,6 25 0 2 Tanah liat,
2 0 Riau 6,2 25 0 8 lumpur 6-8 0 0
0 Riau 6,3 25 0 8 pasir 12-15 Rumput 0
n 2 0 Riau 6,0-6,3 27 0 23-24 Tanah liat 5-8 Rumput 0
n 8 0 Riau 6,3 25-26 0 12 lumpur 12 0 0
n 1 0 Riau 6,6 27 0 2 Tanah liat 8 Rumput 0
4 0 Simp.Lumut 6,3-6,5 25-28 0 10-12 Tanah liat 9-11 Rumput Berud
5 0 Simp.Lumut 6,3-6,6 26-27 0 4-5 Lumpur 25-27 0 Berud
1 0 Simp.Lumut 6,5-6,9 27 0 10-12 Lumpur 14-16 Rumput Ikan dan b
n 3 0 Simp.Lumut 6,3-6,7 24-27 0 23-25 Lumpur 25-27 Rumput Ikan
6 0 Simp.Lumut 6,1-6,3 27 0 6-7 Tanah liat 10 Rumput Berud
2 0 S.Gunung 7,1-7,3 26-28 0 8-10 lumpur 18-21 0 Ikan
n 4 0 S.Gunung 6,1-6,7 26 0 33-35 lumpur 21-24 0 Berud
7 0 S.Gunung 6,3 25 0 7-8 Pasir 8-10 0 0
3 0 S.Gunung 6,4 26 0 17 Pasir 11 Rumput 0
n 5 0 Tirus 6,2-6,4 27 0 57 lumpur 18 Rumput,teratai 0
n 6 0,01 Tirus 6,0-6,1 24 0 6 lumpur 18-25 0 Berud
n 7 0 Tirus 6,1-6,6 24-27 0 41 lumpur 15-20 Talas, rumput 0
m 0 Tirus 6,2-6,4 25-27 0 22-23 lumpur 10-12 Teratai Berud
2 0 Tirus 5,4-6,1 24-25 0 2 Tanah liat 2000 0 0
(3)
Angk a D o m inans i Ang k aDo m in an si
Lampiran 2
Angka dominansi nyamuk Anopheles spp. yang tertangkap dengan umpan orang dan istirahat di dalam dan luar rumah di Desa Riau, Februari-Mei 2011
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
A.letifer A.barbirostris A.nigerrimus A.indefinitus
Dalam Rumah 40 2,6 0 0
Luar Rumah 41,94 1,61 0 0,06 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
A.letifer A.barbirostris A.nigerrimus A.indefinitus Dalam Rumah 11,14 0 0,29 0
(4)
Jumlah hari hujan, curah hujan dan indeks curah hujan per minggu di Desa Riau Kecamatan Riau Silip, Februari-Mei 2011
Bulan Minggu Jumlah
Hari
Hari
Hujan
Curah Hujan Indeks (mm) Curah Hujan
Februari 1 7 5 82.8 59.14
2 7 2 73.6 21.03
3 7 5 109.8 78.43
4 7 3 43.7 18.73
Maret 5 7 6 45.2 38.74
6 7 6 50.4 43.2
7 7 4 36.1 20.63
8 10 7 96.8 67.76
April 9 7 5 45.9 32.79
10 7 5 157.4 112.43
11 7 4 51.1 29.1
12 9 7 101.8 79.18
Mei 13 7 4 77.2 44.11
14 7 4 154.2 88.11
15 7 3 39.4 16.89
16 10 8 73.1 58.48
(5)
Lampiran 4
Hasil uji korelasi (Pearson correlation) antara indeks curah hujan (ICH) dengan kepadatan nyamuk Anopheles spp. (MBR) di Desa Riau, Kecamatan Riau Silip, Kabupaten Bangka, Februari-Mei 2011
Correlations
ICH MBR
ICH Pearson Correlation 1 .469
Sig. (2-tailed) .531
N 4 4
MBR Pearson Correlation .469 1
Sig. (2-tailed) .531
N 4 4
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
(6)
Hasil uji korelasi (Pearson correlation) antara kepadatan nyamuk A.letifer (MBR) dengan angka kesakitan malaria (MoPI) di Desa Riau, Kecamatan Riau Silip, Kabupaten Bangka, Februari-Mei 2011
Correlations
A.letifer MoPI
A.letifer Pearson Correlation 1 -.569
Sig. (2-tailed) .431
N 4 4
MoPI Pearson Correlation -.569 1
Sig. (2-tailed) .431
N 4 4
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate