ke dalam larutan tanah, yang selanjutnya dapat tercuci keluar karena dibawa hanyut oleh air yang mengalir. Tidak hanya pasokan K menjadi
terbatas, tetapi juga mengakibatkan kahat unsur Ca dan Mg. 4.
Secara ringkas, akibat penurunan pH tanah di bawah pH 3,5 terjadi keracunan ion H
+
, Al, SO
4 2-
, dan Fe-III, serta penurunan kesuburan tanah alami akibat hilangnya basa-basa tanah
Subiksa dan Diah, 1991.
2.2.3. Penyebaran Tanah Sulfat Masam di Indonesia
Lahan sulfat masam di Indonesia tersebar di daerah sepanjang pantai timur dan utara Pulau Sumatera, pantai selatan dan timur Pulau Kalimantan,
pantai barat dan timur Pulau Sulawesi, dan pantai selatan Pulau Papua Noor, 2004. Dari 20,11 juta ha lahan pasang surut yang ada di Indonesia, 6,7 juta ha
adalah lahan sulfat masam. Kalau digabungkan dengan lahan potensial yang juga berpotensi sulfat masam 2,07 juta ha lahan, maka jumlahnya mencapai 8,77 juta
ha Subsiksa dan Diah, 1991. Lahan sulfat masam merupakan ekosistem yang
potensial untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian, karena arealnya
yang cukup luas sehingga mempunyai peran yang strategis dalam
mendukung peningkatan produksi beras nasional. Namun lahan
sulfat masam bukan hanya cocok untuk tanaman padi, tetapi juga
tanaman pangan lainnya, tanaman hortikultura dan
perkebunan. Hal penting yang harus diperhatikan dalam pemanfaatannya harus hati-hati dan terencana agar tidak
mengalami degradasi dan menimbulkan masalah lingkungan Subiksa dan Diah, 1991.
2.3. Karakteristik Tanaman Padi
Organ tanaman padi terdiri dari dua kelompok yakni organ vegetatif dan organ generatif reproduktif. Bagian vegetatif meliputi akar, batang dan daun,
sedangkan bagian generatif terdiri dari malai, gabah dan bunga. Menurut Yoshida
1981, tanaman padi pada umumnya memerlukan waktu 3-6 bulan yang keseluruhannya terdiri dari dua stadia pertumbuhan yaitu vegetatif dan generatif.
Pertumbuhan padi dibagi menjadi tiga bagian yaitu fase vegetatif, reproduktif, dan pemasakan.
Fase vegetatif meliputi pertumbuhan tanaman dari mulai berkecambah sampai dengan inisiasi primordial malai. Selama fase pertumbuhan vegetatif,
anakan bertambah dengan cepat, tanaman bertambah tingggi, dan daun tumbuh secara regular. Anakan aktif ditandai dengan pertambahan anakan yang cepat
sampai tercapai anakan maksimal. Setelah anakan maksimal tercapai sebagian dari anakan akan mati dan tidak menghasilkan malai. Anakan tersebut dinamakan
anakan yang tidak efektif. Fase reproduktif dimulai dari inisiasi primordia malai sampai berbunga,
ditandai dengan memanjangnya beberapa ruas teratas pada batang, yang sebelumnya tertumpuk rapat dekat permukaan tanah. Disamping itu, stadia
reproduktif juga ditandai dengan berkurangnya jumlah anakan, munculnya daun bendera, bunting dan pembungaan. Inisiasi primordia malai biasanya dimulai 30
hari sebelum pembungaan. Stadia ini hampir bersamaan dengan memanjangnya ruas-ruas yang terus berlanjut sampai berbunga.
Fase pemasakan dimulai dari pembungaan sampai masak panen. Setelah pembungaan, pertumbuhan memasuki stadia pemasakan yang terdiri dari masak
susu dough masak bertepung, menguning, dan masak panen. Periode pemasakan ini memerlukan waktu kira-kira 30 hari dan ditandai dengan penuan daun.
I1I. BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan Tempat
Pelaksanaan penelitian dilakukan dari Nopember 2010–Agustus 2011. Percobaan pot rumah kaca dilakukan di kebun percobaan University Farm,
Institut Pertanian Bogor. Analisis tanah dan tanaman dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan,
Institut Pertanian Bogor.
3.2. Bahan dan Alat