2 Menentukan konsep-konsep yang relevan. 3 Mengurutkan konsep-konsep itu dari yang paling inklusif ke yang paling tidak
inklusif atau contoh-contoh. 4 Menyusun konsep-konsep itu diatas kertas, mulai dari konsep yang paling inklusif
di puncak ke konsep yang paling tidak inklusif. 5 Menghubungkan konsep-konsep itu dengan kata atau kata-kata penghubung
Ratna Wilis Dahar, 1989 : h.126-128.
c. Kegunaan peta konsep
Dalam pendidikan, peta konsep dapat diterapkan untuk berbagai tujuan, diantaranya :
1 Untuk Menyelidiki Apa yang Telah Diketahui Siswa. Dengan menggunakan peta konsep guru dapat menyelidiki apa yang telah
diketahui siswa waktu pelajaran akan dimulai, dan dengan demikian siswa diharapkan akan mengalami belajar bermakna. Salah satu pendekatan yang dapat
digunakan guru untuk maksud ini ialah dengan memilih satu konsep utama key consept dari materi pokok baru yang akan dibahas. Para siswa diminta menyusun
peta konsep yang memperlihatkan semua konsep yang dapat mereka kaitkan pada konsep utama itu, serta memperlihatkan pula hubungan-hubungan antara konsep-
konsep yang mereka gambar itu. Dengan melihat peta konsep yang telah disusun para siswa itu guru dapat mengetahui sampai berapa jauh pengetahuan para siswa
mengenai materi pokok yang akan diajarkan itu, dan inilah yang dijadikan titik tolak pengembangan selanjutnya.
2 Untuk Mempelajari Cara Belajar Dengan peta konsep siswa diharapkan benar-benar harus mempunyai kesiapan
dan minat untuk belajar bermakna. Sikap ini harus dimiliki para siswa agar belajar bermakna dapat terjadi sehingga peta konsep dapat berfungsi untuk menolong
siswa mempelajari cara belajar.
3 Mengungkapkan Konsep Salah Dengan peta konsep dapat pula mengungkapkan konsepsi ialah misconseption
yang terjadi pada siswa, yang viasnya timbul karena terdapat kaitan antara konsep-konsep yang mengakibatkan proposisi yang salah.
4 Alat Evaluasi Penggunaan peta konsep sebagai alat evaluasi didasarkan pada tiga gagasan
dalam teori Kognitif Ausubel, yaitu : a Struktur kognitif itu diatur secara hierarkis, dengan konsep-konsep dan
proposisi-proposisi yang lebih inklusif, lebih umum superordinat terhadap konsep-konsep dan proposisi yang kurang inklusif dan lebih khusus.
b Konsep-konsep dalam struktur kognituf mengalami deferensiasi progresif. Prinsip Ausubel ini menyatakan bahwa belajar bermakna merupakan proses
kontinu, yang konsep-konsep barunya memperoleh lebih banyak arti dengan dibentuknya lebih banyak kaitan-kaitan proposional. Jadi konsep-konsep
tidak pernah tuntas dipelajari, dimodikasi dan dibuat lebih inklusif. c Penyesuaian integratif. Prinsip belajar menyatakan bahwa belajar bermakna
akan meningkat, bila siswa menyadari hubungan-hubungan baru kaitan- kaitan konsep antara kumpulan sets konsep-konsep dan proposisi yang
berhubungan. Dalam peta konsep penyesuaian integratif ini diperlihatkan dengan adanya latihan-latihan silang cross links antara kumpulan konsep-
konsep Ratna Wilis Dahar, 1989 : h.129-132. Menurut Novak dalam Ratna Wilis Dahar 1989 terdapat empat kriteria
penulisan, yaitu : kesahihan proposisi, adanya hierarki, adanya kaitan silang, dan adanya contoh-contoh.
7. Keingintahuan curiousity