STUDI KOMPARASI PEMBELAJARAN KIMIA MENGGUNAKAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL TAI (TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION) DAN MODEL LT

(1)

commit to user

STUDI KOMPARASI PEMBELAJARAN KIMIA MENGGUNAKAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL TAI (TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION) DAN MODEL LT (LEARNING TOGETHER)

TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA SUBPOKOK BAHASAN IKATAN KIMIA KELAS X SEMESTER 1

SMA NEGERI 2 SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN

2005/2006

Oleh :

KRISTYA WIDYANING M K3301034

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2009


(2)

commit to user

STUDI KOMPARASI PEMBELAJARAN KIMIA MENGGUNAKAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL TAI (TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION) DAN MODEL LT (LEARNING TOGETHER)

TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA SUBPOKOK BAHASAN IKATAN KIMIA KELAS X SEMESTER 1

SMA NEGERI 2 SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN

2005/2006

Oleh :

KRISTYA WIDYANING M K3301034

SKRIPSI

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Kimia Jurusan P MIPA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2009


(3)

commit to user

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Haryono, M.Pd Dr. rer. nat. Hj. Sri Mulyani, M.Si


(4)

commit to user

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Hari : Tanggal :

Tim Penguji Skripsi :

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Dra. Hj. Bakti Mulyani, M.Si ...

Sekretaris : Sri Retno Dwi Ariani, S.Si, M.Si ... Anggota I : Drs. Haryono, M.Pd ...

Anggota II : Dr. rer. nat. Hj. Sri Mulyani, M.Si ...

Disahkan oleh

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Dekan,

Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd NIP 131 658 563


(5)

commit to user

ABSTRAK

Kristya Widyaning M. STUDI KOMPARASI PEMBELAJARAN KIMIA MENGGUNAKAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL TAI (TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION) DAN MODEL LT (LEARNING TOGETHER) TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA SUBPOKOK BAHASAN IKATAN KIMIA KELAS X SEMESTER 1 SMA NEGERI 2 SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2005/2006. Skripsi. Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, April 2009.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa pembelajaran dengan metode Team Assisted Individualization dapat memberikan prestasi belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode Learning Together pada subpokok bahasan Ikatan Kimia bagi siswa kelas X semester 1 SMA Negeri 2 Sukoharjo tahun pelajaran 2005/2006.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan desain penelitian

Randomized Control Group Pretest and Posttest Design. Pengambilan sampel

menggunakan teknik random sampling. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 2 Sukoharjo tahun pelajaran 2005/2006. Sampel terdiri dari dua kelas yaitu kelas X-4 dan X-5 yang diambil secara random sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode tes bentuk objektif untuk aspek kognitif, metode angket untuk aspek afektif, dan tes dalam bentuk uraian untuk aspek psikomotor. Adapun analisis data yang digunakan adalah uji-t pihak kanan dengan taraf signifikansi 5 %.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan metode Team Assisted Individualization dapat memberikan prestasi belajar yang lebih tinggi dibandingkan metode Learning Together pada subpokok bahasan Ikatan Kimia. Hal ini ditunjukkan oleh ketiga harga thitung kelas ekperimen Team Assisted

Individualization dan Learning Together berdasarkan uji-t pihak kanan untuk nilai kognitif (2,4473), afektif (1,7110), dan psikomotor (2,0625) lebih besar daripada ttabel = 1,66 sehingga hipotesis nol-nya ditolak.


(6)

commit to user

MOTTO

“Dalam permasalahan dan tekanan sekalipun, rencana TUHAN tetaplah rencana yang

terbaik bagi kita.”

(Alberti)

”Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang”


(7)

commit to user

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya sederhana ini untuk :

 Ayah dan Ibu tercinta yang senantiasa memberikan dukungan dan doa  Adikku Andri

 Mas Hary untuk dukungan dan doanya

 Beti, Sari, Siska, Reni, Ninik, Siti, dan Ima yang membuat persahabatan terasa indah


(8)

commit to user

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih dan karunia-Nya, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Banyak hambatan, , tantangan, dan kesulitan dalam penulisan skripsi ini, namun berkat bantuan, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak akhirnya kesulitan yang timbul dapat teratasi. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M Pd selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi ijin penyusunan skripsi.

2. Dra. Hj. Kus Sri Martini, M Si selaku Ketua Jurusan P MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi ijin penyusunan skripsi ini.

3. Dra. Hj. Tri Redjeki, M Si selaku Ketua Program Kimia yang telah memberi ijin penyusunan skripsi ini.

4. Drs. Haryono, M M selaku Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, petunjuk dan pengarahan dengan penuh kesabaran sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

5. Dr. rer. nat. Hj. Sri Mulyani, M Si selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, petunjuk dan pengarahan dengan penuh kesabaran sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

6. Drs. Djohar Arifin selaku Kepala SMA Negeri 2 Sukoharjo yang telah memberikan ijin dan atas kerjasama yang baik sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

7. Dra. Subodro selaku guru kimia SMA Negeri 2 Sukoharjo yang telah membantu dan memberi kemudahan dalam proses penelitian.

8. Siswa-siswi SMA Negeri 2 Sukoharjo yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini


(9)

commit to user

9. Teman-teman kimia’01 yang telah menjadi pendorong unuk menyelesaikan skripsi ini.

10.Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu telah membantu dalam penulisan skripsi ini.

Semoga Tuhan membalas kebaikan dengan melimpahkan anugerah-Nya kepada semua pihak tersebut.

Penulis menyadari bahwa hasil skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu diperlukan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca.

Akhirnya, penulis berharap semoga karya ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Surakarta, April 2009 .


(10)

commit to user

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL………...………i

PERSETUJUAN………...…………...………iii

PENGESAHAN………...……….iv

ABSTAK...v

MOTTO...vi

PERSEMBAHAN...vii

KATA PENGANTAR...viii

DAFTAR ISI………...…………....x

DAFTAR TABEL...xiii

DAFTAR GAMBAR...xv

DAFTAR LAMPIRAN...xvi

BAB I PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang Masalah……….1

B. Identifikasi Masalah………4

C. Pembatasan Masalah………...5

D. Perumusan Masalah………5

E. Tujuan Penelitian………5

F. Manfaat Penelitian………...6

BAB II LANDASAN TEORI………...7

A. Tinjauan Pustaka……….7

1. Studi Komparasi………7

2. Teori-teori Belajar ……..…...………...7

a.Teori Belajar ………....10

b.Teori Belajar Konsep...………....13

c. Teori Belajar Konstruktivisme... 3. Pembelajaran Kooperatif………14

4. Metode TAI (Team Assisted Individualization)……...……….…..18


(11)

commit to user

6. Prestasi Belajar………23

7. Ikatan Kimia………25

B. Penelitian yang Relevan………31 C. Kerangka Pemikiran………..31

D. Perumusan Hipotesis……….33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN………...34

A. Tempat dan Waktu Penelitian………...34

1. Tempat Penelitian………...34

2. Waktu Penelitian……….34

B. Metodologi Penelitian………...34

1. Variabel Penelitian………..34

2. Desain Penelitian………34

C. Populasi dan Sampel……….35

1. Populasi………...35

2. Sampel……….…………35

D. Teknik Pengumpulan Data………35

1. Sumber Data………35

2. Uji Coba Instrumen……….35

E. Teknik Analisis Data……….42

1. Uji Prasyarat………42 2. Uji Hipotesis………...44 BAB IV HASIL PENELITIAN………...46 A. Deskripsi Data………...……45

B. Hasil Pengujian Prasyarat Analisis………...…50

1. Uji Nomalitas………..50

2. Uji Homogeitas………..…….51

C. Pengujian Hipotesis………..51

D. Pembahasan………..….52

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN………..57 A. Kesimpulan………...57


(12)

commit to user

C. Saran-saran………57

DAFTAR PUSTAKA………59


(13)

commit to user

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Rata-rata NEM SMA Negeri Skala Nasional dan Propinsi Jawa Tengah

Bidang Studi Kimia...1

Tabel 2. Konfigurasi Elektron Gas-gas Mulia...26

Tabel 3. Daftar Keelektronegatifan...29

Tabel 4. Contoh Molekul, Rumus Struktur, dan Bentuk Molekul...30

Tabel 5. Desain Penelitian Randomized Control Group Pretest Posttest Design………....34

Tabel 6. Rangkuman Hasil Uji Taraf Kesukaran Soal………...36

Tabel 7. Rangkuman Hasil Uji Taraf Pembeda Soal………37

Tabel 8. Rangkuman Hasil Uji Validitas Soal………...…....38

Tabel 9. Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas Soal………...39

Tabel 10. Kriteria Penilaian Aspek Afektif………...………....39

Tabel 11. Rangkuman Hasil Uji Validitas Soal Angket………...40

Tabel 12. Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas Soal………...41

Tabel 13. Rangkuman Deskripsi Data Penelitian………....46 Tabel 14. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelas Eksperimen TAI...47

Tabel 15. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelas Eksperimen LT...47

Tabel 16. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Afektif Siswa Kelas Eksperimen TAI...48

Tabel 17. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Afektif Siswa Kelas Eksperimen LT...48

Tabel 18. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Selisih Nilai Kognitif……….………..49 Tabel 19. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Selisih Nilai Afektif...49

Tabel 20. Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Selisih Nilai Kognitif ………...50

Tabel 21. Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Selisih Nilai Afektif …...…………...50

Tabel 22. Ringkasan Hasil Uji-t Pihak Kanan Selisih Nilai Kognitif Kelas Eksperimen TAI dan Kelas Eksperimen LT ………...…………..50

Tabel 23. Ringkasan Hasil Uji-t Pihak Kanan Selisih Nilai Afektif Kelas Eksperimen TAI dan Kelas Eksperimen LT …………...………...51


(14)

commit to user

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Pembentukan Ikatan Kovalen pada HCl…………...………28 Gambar 2. Pembentukan Ikatan Kovalen pada O2…………...…………..………28

Gambar 3. Pembentukan Ikatan Kovalen pada N2…………...…………..……...…28

Gambar 4. Pembentukan Ikatan Kovalen Koordinat pada NH3BCl3….……..……...…29

Gambar 5. Polarisasi pada Ikatan Kovalen Polar dan Ikatan Kovalen

Non Polar...29 Gambar 6. Histogram Selisih Nilai Kognitif Kelas Eksperimen Model

TAI dan Model LT...47 Gambar 7. Histogram Selisih Nilai Afektif Kelas Eksperimen Model


(15)

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Format Pengembangan Silabus KBK...61

Lampiran 2. Skenario Pembelajaran...63

Lampiran 3. Lembar kerja Siswa...69

Lampiran 4. Lembar Soal Try Out Instrumen Kognitif...77

Lampiran 5. Lembar Jawab Soal Try Out Instrumen Kognitif ……….……….82

Lampiran 6. Kunci Jawaban Soal Try Out Instrumen Kognitif...83

Lampiran 7. Hubungan Indikator, Kisi-kisi, dan Jenjang Kemampuan Soal Kognitif...84

Lampiran 8. Instrumen Penilaian Kognitif………...86

Lampiran 9. Indikator Instrumen Penilaian Afektif...91

Lampiran 10. Instrumen Penilaian Afektif...92

Lampiran 11. Instrumen Penilaian Psikomotor...94

Lampiran 12. Uji Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran, dan Daya Pembeda Soal Try Out Instrumen Penilaian Kognitif...95

Lampiran13. Uji Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran, dan Daya Pembeda Soal Instrumen Penilaian Kognitif...97

Lampiran 14. Uji Validitas dan Reliabilitas Angket Afektif...98

Lampiran 15. Data Induk Penelitian...100

Lampiran 16. Uji t-matching...101

Lampiran 17. Uji Normalitas...102

Lampiran 18. Uji Homogenitas...116

Lampiran 19. Uji-t Pihak Kanan...123


(16)

(17)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Telah lama upaya peningkatan mutu pendidikan dilakukan oleh bangsa Indonesia, namun sampai saat ini hasilnya belum memuaskan (Depdiknas, 2003). Hal ini terlihat dari nilai rata-rata NEM SMA pada bidang studi kimia dari tahun ke tahun skala nasional pada umumnya dan propinsi Jawa Tengah pada khususnya selalu berada di bawah angka 6. Hal ini dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Rata-rata NEM SMA Bidang Studi Kimia se-Jawa Tengah

No. Tahun Pelajaran Rata-rata NEM

1. 2000/2001 4,90

2. 2001/2002 5,51

3. 2002/2003 5,13

4. 2003/2004 4,89

5. 2004/2005 5,01

Sumber : Depdiknas, 2003, http://www.ebtanas.org

Masalah lain dalam bidang pendidikan di Indonesia juga banyak diperbincangkan adalah bahwa pendekatan dalam pembelajaran masih terlalu didominasi peran guru (teacher centered). Guru lebih banyak menempatkan siswa sebagai objek dan bukan sebagai subjek didik. Pendidikan kita kurang memberikan kesempatan kepada siswa dalam berbagai mata pelajaran untuk mengembangkan kemampuan berpikir menyeluruh (holistic), kreatif, objektif, dan logis. (Depdikbud, 2003 : 1)

Demikian juga proses pendidikan dalam sistem persekolahan kita, umumnya belum menerapkan pembelajaran sampai anak menguasai materi pembelajaran. Akibatnya, tidak aneh bila banyak siswa yang tidak menguasai materi pembelajaran meskipun sudah tamat dari sekolah. Pada tahun 2004 yang lalu, pemerintah telah menetapkan kurikulum pendidikan yang baru yaitu Kurikulum Berbasis Kompentensi (KBK). Kurikulum Berbasis Kompentensi


(18)

commit to user

adalah kurikulum yang dikembangkan Departemen Pendidikan Nasional RI untuk menggantikan Kurikulum 1994. (Nurhadi, 2004 ; 15 )

Ada beberapa alasan mengapa Kurikulum Berbasis Kompentensi (KBK) menjadi pilihan dalam upaya perbaikan kondisi pendidikan di tanah air ini, di antaranya :

1. Potensi siswa berbeda-beda,dan potensi tersebut akan berkembang jika stimulusnya tepat.

2. Mutu hasil pendidikan yang masih rendah serta mengabaikan aspek moral, akhlak, budi pekerti, seni dan olah raga, serta life skill.

3. Persaingan global sehingga menyebabkan siswa/anak yang mampu akan berhasil dan anak yang kurang mampu akan gagal.

4. Persaingan pada kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) produk lembaga pendidikan, serta

5. Persaingan terjadi pada lembaga pendidikan, sehingga perlu rumusan yang jelas mengenai standar kompentensi lulusan, yang selanjutnya standar kompentensi mata pelajaran perlu dijabarkan menjadi sejumlah kompentensi dasar. (Depdiknas, 2003 : 1)

Upaya-upaya dalam rangka perbaikan dan pengembangan kurikulum menuju Kurikulum Berbasis Kompentensi (KBK) meliputi : kewenangan pengembangan, pendekatan pembelajaran, penataan isi/konten, serta model sosialisasi, yang lebih disesuaikan dengan perkembangan situasi dan kondisi serta era yang terjadi saat ini. Upaya perbaikan dan pengembangan kurikulum tersebut berlangsung secara bertahap dan terus menerus yang mengarah pada terwujudnya azas keluwesan dalam isi kurikulum dan pengelolaan proses belajar mengajar dalam rangka pengembangan kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler. (Depdiknas, 2003 : 1)

Kurikulum Berbasis Kompetensi (Competency Based Curriculum) dimaksudkan sebagai kurikulum untuk mengembangkan kompetensi siswa, yang meliputi pengetahuan, ketrampilan, dan sikap serta minat siswa, pada setiap mata pelajaran yang tercantum di dalam kurikulum itu. Sehingga pendekatan pembelajaran dalam KBK diarahkan pada upaya mengembangkan kemampuan


(19)

commit to user

siswa dalam mengelola perolehan belajar (kompetensi) yang paling sesuai dengan kondisi masing-masing. Dengan demikian, proses belajar lebih mengacu kepada bagaimana siswa belajar dan bukan lagi pada apa yang dipelajari. (Depdiknas, 2003 : 1)

Sesuai dengan cita-cita dan harapan dari tujuan pendidikan nasional, guru perlu memiliki beberapa prinsip mengajar yang mengacu pada peningkatan kemampuan internal siswa dalam merangsang strategi pembelajaran ataupun melaksanakan pembelajaran. Peningkatan potensi internal itu misalnya dengan menerapkan jenis-jenis strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa mampu mencapai kompetensi secara penuh, utuh, dan kontekstual. (Depdiknas, 2003 : 1) Salah satu paham yang mendasari pengembangan KBK adalah paham konstruktivisme. Teori konstruktivisme menuntut siswa berperan aktif dalam pembelajaran mereka sendiri. Karena penekanannya pada siswa yang aktif maka strategi pembelajarannya sering disebut pengajaran yang terpusat pada siswa (student centered instruction). (Nurhadi, 2004: 46)

Salah satu metode pendekatan pembelajaran yang dianjurkan dalam KBK dan berdasar pada paham konstruktivisme adalah metode pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar (Nurhadi, 2004:112). Sifat belajar dalam pembelajaran kooperatif tidak sama dengan belajar kelompok atau bekerja sama biasa. Pembelajaran kooperatif menuntut semua siswa aktif dalam belajar dan harus selalu memperhatikan temannya untuk dapat berkompetisi dengan kelompok lain.

Metode TAI (Team Assisted Individualization) dan metode LT (Learning

Together) merupakan metode pembelajaran kooperatif yang cukup dikenal.

Metode pengajaran TAI (Team Assisted Individualization) mengelompokkan siswa ke dalam kelompok kecil yang dipimpin oleh seorang ketua kelompok/tutor sebaya yang mempunyai pengetahuan yang lebih dibandingkan anggotanya. Kesulitan pemahaman materi yang dialami oleh siswa dapat dipecahkan bersama karena keberhasilan dari tiap individu ditentukan oleh keberhasilan kelompok.


(20)

commit to user

Untuk itu pengetahuan TAI menitikberatkan pada keaktifan siswa dan memerlukan kemampuan interaksi sosial yang baik antara semua komponen pengajaran. (Slavin, 2008 : 98)

Metode LT (Learning Together) mengelompokkan siswa dalam kelompok kecil, siswa akan mengerjakan tugas dalam suatu kelompok, dimana setiap individu akan memberi sumbangan pemikiran pada pemecahan tugas tersebut, sehingga tujuan yang dikehendaki tercapai. Sebagai contoh, seorang guru baru saja menyelesaikan sajian pendek atau para siswa telah selesai membaca. Selanjutnya, guru meminta para siswa untuk menyadari secara lebih serius mengenai yang telah dijelaskan oleh guru atau yang telah dibaca. (Slavin, 2008: 129)

Berdasarkan uraian di atas maka dilakukan penelitian dengan judul:

STUDI KOMPARASI PEMBELAJARAN KIMIA MENGGUNAKAN

METODE TAI (TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION) DAN METODE LT

(LEARNING TOGETHER) TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA

SUBPOKOK BAHASAN IKATAN KIMIA KELAS X SEMESTER I SMA NEGERI 2 SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2005/2006.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka timbul berbagai masalah yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Apakah pengajaran dengan metode TAI (Team Assisted Individualization) sesuai untuk pokok bahasan Ikatan Kimia?

2. Apakah pengajaran dengan metode LT (Learning Together) sesuai untuk pokok bahasan Ikatan Kimia?

3. Apakah pengajaran dengan metode TAI (Team Assisted Individualization) dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada pokok bahasan Ikatan Kimia? 4. Apakah pengajaran dengan metode LT (Learning Together) dapat


(21)

commit to user

5. Adakah perbedaan prestasi belajar yang menggunakan metode TAI (Team Assisted Individualization) dan LT (Learning Together) pada pokok bahasan Ikatan Kimia?

6. Apakah metode pengajaran dengan metode TAI (Team Assisted Individualization) dapat memberikan prestasi belajar yanag lebih tinggi dibandingkan metode LT (Learning Together)?

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini mempunyai arah yang jelas dan pasti, maka perlu adanya pembatasan masalah. Penelitian ini hanya membatasi permasalahan sebagai berikut:

1. Materi yang diajarkan khusus pada subpokok bahasan Ikatan Kimia.

2. Pembelajaran dilakukan dengan metode TAI (Team Assisted Individualization) dan metode LT (Learning Together)

3. Perbedaan prestasi belajar siswa dengan menggunakan metode TAI (Team Assisted Individualization) dan LT (Learning Together) pada pokok bahasan Ikatan Kimia.

4. Subjek penelitian hanya dibatasi pada siswa kelas X semester I SMA Negeri 2 Sukoharjo.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah maka permasalahan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

“Apakah pengajaran dengan metode TAI (Team Assisted Individualization) dapat memberikan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan metode LT (Learning

Together) pada pokok bahasan Ikatan Kimia bagi siswa kelas X semester I SMA

Negeri 2 Sukoharjo?

E. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan perumusan masalah di atas maka penelitian ini bertujuan untuk


(22)

commit to user

Individualization) dapat memberikan prestasi belajar yang lebih baik

dibandingkan metode LT (Learning Together) pada pokok bahasan Ikatan Kimia

bagi siswa kelas X semester I SMA Negeri 2 Sukoharjo”

F. Manfaat Penelitian

Dengan penelitian ini diharapkan dapat diambil manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini dapat memberikan sumbangan informasi bahwa metode pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

2. Manfaat Praktis

Metode pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI) dan Learning Together dapat digunakan sebagai referensi dan acuan dalam proses pembelajaran ikatan kimia yang menjadikan siswa sebagai subjek pembelajaran.


(23)

commit to user

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Studi Komparasi

Studi dalam kamus besar bahasa Indonesia artinya kajian; mempelajari (Depdikbud, 1990: 860). Dalam skripsi ini studi berarti mempelajari.

Komparasi berasal dari bahasa Inggris “comparation” yang artinya perbandingan (Depdikbud, 1990: 450), Nana S. Sukmadinata mengemukakan

bahwa “Penelitian komparatif diarahkan untuk mengetahui apakah antara dua atau lebih dari dua kelompok ada perbedaan dalam aspek atau variabel yang diteliti” . (Sukmadinata, 2005:56)

Berdasarkan pengertian di atas dapat diambil pengertian bahwa yang dimaksud studi komparasi adalah suatu kegiatan untuk mempelajari atau menyelidiki dengan membandingkan dua kelompok sehingga dapat diketahui perbedaannya.

2. Teori-teori Belajar

Dalam pembelajaran menggunakan kurikulum berbasis kompetensi, terutama dalam pembelajaran kooperatif didasarkan pada beberapa teori. Diantara teori-teori tersebut diantaranya : teori-teori belajar sosial, teori-teori belajar konsep, dan teori-teori belajar konstruktivisme

a. Teori Belajar Sosial

Teori belajar sosial merupakan perluasan dari teori belajar perilaku yang tradisional. Teori belajar sosial dikembangkan oleh Albert Bandura (Ratna Wilis Dahar, 1989: 27). Teori belajar sosial menerima sebagian besar prinsip-prinsip teori-teori perilaku, tetapi memberikan lebih banyak penekanan pada efek-efek dari isyarat-isyarat dari perilaku dan pada proses-proses mental internal. Jadi eksternal dan penjelasan-penjelasan kognitif internal untuk memahami bagaimana belajar dari orang lain.

Menurut Albert Bandura dalam Gredler (1994:369) pandangan faham belajar sosial, orang tidak didorong oleh tenaga dari dalam, demikian pun tidak


(24)

commit to user

“dipukul” oleh stimulus-stimulus yang berasal dari lingkungan. Alih-alih fungsi psikologi orang itu dijelaskan sebagai interaksi timbal balik yang terus menerus yang terjadi antara faktor-faktor penentu pribadi dan lingkungan. Asumsi yang menjadi dasar teori belajar sosial yaitu yang pertama, proses belajar menuntut dari si belajar proses kognitif dan ketrampilan pengambilan keputusan. Kedua, belajar ialah hubungan segi tiga yang saing berkaitan antar lingkungan, faktor pribadi dan tingkah laku. Ketiga, belajar menghasilkan pemerolehan kode tingkah laku verbal dan visual yang mungkin diunjukkerjakan, mungkin juga tidak.. (Gredler, 1994: 380)

Konsep-konsep utama dari teori belajar sosial antara lain: 1) Pemodelan (modelling)

Bandura memperhatikan bahwa penganut-penganut Skinner memberi penekanan pada efek-efek dari konsekuensi- konsekuensi pada perilaku dan tidak mengindahkan fenomena pemodelan, yaitu meniru perilaku orang lain dan pengalaman vicarious, yaitu belajar dari keberhasilan dan kegagalan orang lain. Ia merasa bahwa sebagian besar belajar yang dialami manusia tidak dibentuk dari konsekuensi-konsekuensi, melainkan manusia itu belajar dari suatu model.

2) Fase Belajar

Menurut Bandura, ada empat fase belajar dari model, yaitu fase perhatian (attetional phase), fase retensi (retention phase), fase produksi (reproduction phase) dan fase motivasi (motivational phase).

1). Fase perhatian

Fase pertama dalam belajar observasional ialah memberikan perhatian pada suatu model dalam kelas, guru akan memperoleh perhatian dengan menyajikan isyarat-isyarat yang jelas dan menarik. Perhatian siswa juga akan diperoleh dengan menggunakan hal-hal yang baru, aneh atau tak terduga dan dengan motivasi para siswa agar menaruh perhatian.

2). Fase Retensi

Belajar observasional terjadi berdasarkan kontinuitas. Dan kejadian kontinuitas yang diperlukan ialah perhatian pada penampilan model dan


(25)

commit to user

penyajian simbolik dari penampilan itu dalam memori jangka panjang. Menurut Bandura:

“Observers who code medeled activities into either words, encise labels, or vivid imagery learn and retain behavior better than those who simply observe or are mentally preoccupied with other matters while watching”

Dari apa yang dikemukakan oleh Bandura di atas, terlihat betapa pentingnya peranan kata-kata, nama-nama atau bayangan yang kuat yang dikaitkan dengan kegiatan-kegiatan yang dimodelkan dalam mempelajari dan mengingat perilaku.

3). Fase Reproduksi

Dalam fase ini, bayangan (imagery) atau kode-kode simbolik verbal dalam memori membimbing penampilan yang sebenarnya dari perilaku yang baru diperoleh. Fase reproduksi mengizinkan model atau intruktur untuk melihat apakah komponen-komponen suatu urutan perilaku telah dikuasai oleh yang belajar. Perlu disebut pentingnya arti umpan balik yang bersifat untuk memperbaiki dan membentuk perilaku yang diinginkan. Umpan balik ini dapat ditujukan pada aspek-aspek yang benar dari penampilan, tetapi yang lebih penting adalah ditujukan pada aspek-aspek yang salah dari penampilan. Secara cepat memberitahu siswa tentang respon-respon yang tidak tepat sebelum berkembang kebiasaan-kebiasaan yang tidak diinginkan, merupakan pelaksanaan pengajaran yang baik. Umpan balik dalam fase reproduksi merupakan suatu variabel penting dalam perkembangan penampilan ketrampilan yang diajarkan.

4). Fase Motivasi

Fase terakhir dalam proses belajar observasional ialah fase motivasi. Para siswa akan meniru suatu model, sebab mereka merasa bahwa dengan berbuat demikian mereka akan meningkatkan kemungkinan untuk memperoleh reinforsemen. Dalam kelas, fase motivasi dari observasional kerap kali terdiri atas pujian atau angka untuk penyesuaian dengan model guru.


(26)

commit to user 3) Belajar Vicarious

Sebagian besar dari belajar observasional termotivasi oleh harapan bahwa meniru model dengan baik akan menuju pada reinforsemen. Tetapi, ada orang yang belajar dengan melihat orang diberi reinforsemen atau dihukum ketika terlibat dalam perilaku-perilaku tertentu. Inilah yang disebut belajar

vicarious”.

4) Pengaturan Sendiri

Konsep penting dalam belajar observasional ialah pengaturan sendiri

atau “self regulation”. Dalam teori belajar sosial mengemukakan, bahwa sebagian besar dari kriteria yang kita miliki untuk penampilan kita, kita pelajari, seperti banyak hal-hal yang lain, dari model-model dari dunia sosial kita (Ratna Wilis Dahar, 1989:28-31).

Apabila kita memperhatikan perilaku model dan menciptakan kode-kode verbal atau kode-kode imagery bagi apa yang kita amati, kita akan belajar dari model itu. Umpan balik untuk memperbaiki, diberikan sebelum fase reproduksi belajar dari model-model, mempunyai efek yang kuat terhadap perilaku. Reinforsemen dan hukuman yang ditimbulkan sendiri secara langsung dan dialami secara vicarious, menentukan sejauh mana perilaku yang baru itu akan ditampilkan.

b. Teori Belajar Konsep

1) Pengertian Konsep

Menurut Rosser dalam Ratna Wilis Dahar (1989:80), konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan atau hubungan-hubungan yang mewakili atribut-atribut yang sama. Definisi konsep menurut Mulyati Arifin (1995:38) yang menyatakan bahwa sekumpulan pengamatan yang digeneralisasi akan membentuk konsep. Konsep adalah sekumpulan stimuli yang mewakili karakteristik umum, konsep adalah abstraksi fakta atau pengalaman manusia yang tidak mudah berubah karena keadaan. Sedangkan menurut Flavell dalam Ratna Wilis Dahar (1989:79) menyarankan bahwa konsep-konsep dapat berbeda dalam tujuh dimensi, yaitu :


(27)

commit to user a) Atribut

Setiap konsep harus mempunyai sejumlah atribut yang berbeda, contoh-contoh konsep harus mempunyai sejumlah atribut-atribut yang relevan maupun tidak relevan, atribut dapat berupa fisik maupun fungsional.

b)Struktur

Menyangkut cara terkaitnya atau gabungan atribut-atribut. c)Keabstrakan

Konsep-konsep dapat dilihat dan konkrit, atau konsep itu terdiri dari konsep-konsep yang lain.

d)Keinklusifan

Ditujukan pada jumlah contoh yang terlihat dalam konsep. e)Generalisasi

Bila diklasifikasikan konsep-konsep dapat berbeda dalam posisi superordinat dan subordinatnya.

f)Ketetapan

Dari suatu konsep menyangkut apakah ada sekumpulan dari aturan-aturan untuk membedakan contoh-contoh dari yang non contoh dari suatu konsep. g)Kekuatan

Ditentukan oleh sebuah persetujuan tentang pentingnya konsep tersebut. Jadi konsep adalah abstraksi atau maksud yang tetap dari sebuah objek atau kejadian yang digunakan untuk mempermudah komunikasi yang didapat dari proses generalisasi dan berciri mempunyai atribut yang sama. Oleh karena itu untuk memperoleh hasil belajar yang baik, siswa harus memahami konsep yang dipelajari.

2) Pemahaman Konsep

Pemahaman suatu konsep akan menambah daya abstraksi yang diperlukan dalam komunikasi dan sering digunakan untuk menjelaskan karateristik konsep lain (Mulyati Arifin, 1995:38), dengan kata lain setiap konsep berhubungan dengan konsep lain. Semua konsep bersama membentuk jaringan pengetahuan didalam kepala manusia. Semakin lengkap, terbagi dan kuat hubungan antar konsep-konsep didalam kepala manusia semakin pandai.


(28)

commit to user

Menurut Ausabel dalam Ratna Wilis Dahar (1989:82) siswa dapat dikatakan memahami konsep jika memenuhi kriteria sebagai berikut:

a) Nama

Siswa dikatakan paham jika mampu menyebutkan nama konsep itu.

b) Logic Core

Yaitu ciri khusus sifat-sifat atau faktor yang mendukung suatu konsep.

c) Assosiasi Frame Work

Yaitu menghubungkan konsep yang satu dengan yang lain.

Proses belajar kaitannya dengan proses belajar kimia dianggap sebagai

input” yang berupa faktor-faktor dan konsep kimia, sedangkan “output” berupa kesatuan konseptual dari fakta-fakta dan konsep kimia. Proses belajar pemahaman konsep harus dapat memahami konsep-konsep secara benar, untuk itu diperlukan kemampuan menstruktur konsep-konsep baru dan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif siswa. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar konsep bukanlah belajar menghafalkan definisi tetapi memperhatikan hubungan konsep dengan lainnya kemudian menghubungkan konsep baru tersebut ke dalam struktur pengetahuan mereka.

a) Mengetahui definisi konsep.

b) Memahami ciri khusus atau faktor-faktor yang mendukung atau dikenal sebagai atribut yang melekat dan berpengaruh terhadap konsep.

c) Mampu menghubungkan dan menerapkan konsep tersebut dalam memecahkan masalah.

Pemahaman konsep dalam penelitian ini, secara operasional didefinisikan sebagai nilai siswa dalam mengerjakan tes pemahaman konsep ikatan kimia yang disusun peneliti.

c. Teori Belajar Konstruktivisme

Menurut Driver dalam Purwoto (2004:38) konstuktivisme sosial menekankan bahwa belajar menyangkut dimasukkannya seseorang dalam suatu dunia simbolik. Pengetahuan dikonstruksi bila seseorang terlibat secara sosial dalam dialog aktif dengan percobaan dan pengalaman. Dalam konteks ini kegiatan-kegiatan yang dimungkinkan siswa berdialog dan berinteraksi dengan


(29)

commit to user

para ahli akan sangat membantu merangsang untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka.

Konstruktivisme menitikberatkan pada persiapan siswa untuk memecahkan permasalahan agar mengkonstruksi kesadaran mereka sendiri untuk menginterprestasikan berdasarkan kemampuan awal yang dimiliki. Belajar adalah lebih merupakan proses untuk menemukan sesuatu daripada suatu proses mengumpulkan sesuatu. Belajar bukanlah suatu kegiatan mengumpulkan fakta-fakta, tetapi suatu perkembangan pemikiran yang berkembang dengan membuat kerangka pengertian yang baru. Siswa harus mempunyai pengalaman dengan membuat hipotesa, prediksi, mengetes hipotesa, memecahkan persoalan, mencari jawaban dan lain-lain untuk membentuk konstruksi baru. Setiap siswa mempunyai cara untuk mengerti sendiri dan mempunyai kekhasan, keunggulan dan kelemahannya dalam mengerti sesuatu, mereka akan menemukan cara belajar yang tepat bagi mereka sendiri. Pengetahuan dapat dibentuk secara individual atau sosial.

Dalam konstruktivisme belajar terjadi dalam keseluruhan pengalaman dan pengetahuan tidak mempunyai bagian yang terpisah secara fisik dari sistem syaraf. Secara umum guru yang menerapkan pendekatan konstruktivisme sebagai fasilitator, pembimbing dan narasumber dari proses yang terjadi. Guru mengatur lingkungan belajar yang dapat membantu siswa mencapai pemahaman sendiri. Mengajar bukanlah sekedar memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa, tetapi suatu rangkaian kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Mengajar berarti berpartisipasi dengan siswa dalam bentuk pengetahuan, membuat makna, mempertanyakan kejelasan, bersifat kritis dan mengadakan justifikasi. Menurut Bettencourt (1989) dalam Purwoto (2004:39), mengajar adalah suatu bentuk belajar sendiri.

3. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang didasarkan pada paham konstruktivisme. Konstruktivisme menyatakan bahwa semua pengetahuan yang kita peroleh adalah konstuksi kita sendiri. Pada sistem


(30)

commit to user

pengajaran ini memberikan kesempatan pada peserta didik untuk bekerjasama dengan temannya dalam tugas-tugas terstruktur dan inilah yang disebut pengajaran gotong royong atau cooperative learning (Slavin, 2008). Secara garis besar prinsip-prinsip konstruktivisme adalah:

a. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri baik secara personal maupun sosial. b. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya

dengan keaktifan murid itu sendiri untuk menalar.

c. Murid aktif mengkonstruksi terus menerus sehingga selalu terjadi perubahan konsep menuju konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan konsep ilmiah.

d. Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan prasarana agar proses konstruksi siswa berjalan mulus. (Paul Suparno, 1997:49).

Konstruktivisme sosiologis berpandangan bahwa masyarakat sebagai pembentuk pengetahuan disamping pentingnya peran dan keaktifan individu dalam membentuk pengetahuannya juga tidak dapat dipungkiri peran masyarakat, orang lain dan lingkungan dalam proses pembentukan pengetahuan tersebut. Dalam kerangka inilah belajar kelompok menjadi penting. Hilangnya sistem komando (hierarki) dan berlakunya pola kerja sama (network) dimana tiap-tiap subsistem akan saling memperkuat, saling memberi dan menerima, memberi manfaat kepada sesama karena sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia yang lain. Konstruktivisme sosiologis menekankan bahwa pengetahuan ilmiah merupakan konstruksi sosial bukan konstruksi individual. Kelompok ini menekankan lingkungan, masyarakat dan dinamika pengetahuan (Matthews dalam Paul Suparno, 1997:47). Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang didasarkan pada teori belajar konstruktivisme sosiologis.

Salah satu metode pembelajaran yang perlu dikembangkan saat ini adalah metode pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah aktifitas belajar kelompok yang teratur sehingga ketergantungan pembelajaran pada struktur sosial pertukaran informasi antara anggota dalam kelompok dan tiap anggota


(31)

commit to user

bertanggungjawab untuk kelompoknya dan dirinya sendiri dan dimotivasi untuk meningkatkan pembelajaran lainnya (Kessler, 1992:8).

Menurut Salvin (2008) yang dikutip Dimyati (1990:243) dikatakan bahwa cooperative learning mempunyai tiga karakteristik, yaitu:

a Siswa bekerja dalam tim-tim belajar kecil.

b Siswa didorong untuk saling membantu dalam mempelajari bahan yang bersifat akademik atau dalam melakukan tugas kelompok.

c Siswa diberi imbalan atau hadiah atas dasar prestasi.

Pada pembelajaran ini diyakini bahwa keberhasilan peserta didik akan tercapai jika setiap anggota kelompoknya berhasil. Karena tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan suatu situasi sedemikian sehingga keberhasilan anggota kelompok mengakibatkan keberhasilan kelompok itu sendiri. Oleh sebab itu untuk mencapai tujuan dari salah satu anggota, maka salah seorang anggota melakukan apa saja yang dapat membantu kelompok itu berhasil. (Slavin, 2008:16-17)

Keberhasilan pembaharuan dalam pendidikan merupakan suatu upaya sadar yang sengaja dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki praktek pendidikan dengan sungguh-sungguh (Cece, Djaja dan Tabrani, 1987:33). Pembelajaran konstruktivisme melalui pembelajaran kooperatif sengaja diharapkan dapat menjadi pembaharu dalam dunia pendiidkan yaitu sebagai alternatif jalan keluar dari rendahnya daya serap siswa.

Pembelajaran kooperatif menurut Slavin dibedakan menjadi beberapa tipe, yaitu:

a StudentTeams Achievement Division (STAD)

b Teams Games Tourmet (TGT)

c Team Assisted Individualization (TAI)

d Cooperative Integrated Reading and Competisoin (CIRC)

e Jigsaw

Masih ada lagi metode belajar lain yang masih dikembangkan antara lain:

a Group Investigation


(32)

commit to user

c Complex Instruction

d Structural Dyadic Methods (Slavin, 2008:9-11)

Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pengajaran atau pembelajaran yang didasarkan pada paham konstruktivisme. Dalam teori konstruktivisme peserta didik harus menemukan sendiri dan memecahkan informasi baru dengan aturan dan merevisi apabila aturan-aturan ini tidak sesuai lagi. Sesuai dengan disiplin Ilmu Kimia dimana dalam hal ini perkembangan dalam dunia kimia sangat dinamis maka kondisi seperti ini mutlak diperlukan. Pandangan konstruktivisme menyatakan bahwa peserta didik diberi kesempatan agar menggunakan suatu strategi dalam belajar secara sadar dan pendidik dalam hal ini membimbing peserta didik ke tingkat pengetahuan ke arah yang lebih tinggi. Oleh karena itu, agar peserta didik benar-benar memahami mereka harus bekerjasama untuk memecahkan masalah dan kesulitan yang ada dengan ide-ide dan kemampuannya.

Pembelajaran dalam kelompok kecil ini akan benar-benar mencerminkan belajar kooperatif apabila telah menunjukkan lima prinsip dari ciri inilah yang membedakan dengan kelompok belajar tradisional. Menurut Slavin (2008:2), karena ada 5 prinsip ini maka proses belajar kooperatif akan berhasil, yaitu: a. Adanya Sumbangan dari Ketua Kelompok

Tugas dari seorang ketua kelompok adalah memberikan sumbangan pengetahuannya untuk anggota kelompok, karena ketua kelompok adalah seorang yang dinilai berkemampuan lebih dibandingkan dengan anggota yang lainnya. Dalam hal ini anggota diharapkan dapat memperhatikan, mempelajari informasi atau penjelasan yang diberikan oleh ketua kelompok jika ada anggota kelompok yang merasa belum jelas, walaupun tugas ini juga bisa dilakukan oleh anggota lain.

b. Keheterogenan Kelompok

Kelompok belajar yang efektif adalah yang mempunyai anggota kelompok heterogen, baik dalam jenis kelamin, latar belakang sosial, ataupun tingkat kecerdasannya.


(33)

commit to user c. Ketergantungan Pribadi yang Positif

Setiap anggota kelompok belajar untuk berkembang dan bekerjasama satu sama lain. Ketergantungan pribadi ini bisa memberikan motivasi bagi setiap individu karena pada awalnya mereka harus bisa membangun pengetahuannya terlebih dahulu sebelum mereka bekerjasama dengan temannya.

d. Ketrampilan Bekerjasama

Dalam proses bekerjasama perlu adanya ketrampilan khusus sehingga kelompok tersebut dapat berhasil membawa nama kelompoknya, proses yang dibutuhkan disini adalah adanya komunikasi yang baik antar anggota kelompok.

e. Otonomi

Setiap kelompok mempunyai tugas agar bisa membawa nama kelompoknya untuk menjadi yang terbaik. Jika mereka mengalami kesulitan dalam proses pemecahan masalah setelah melampui tahap kegiatan kelompok, maka mereka akan bertanya kepada gurunya bukan kepada kelompoknya.

Metode kooperatif mempunyai kelebihan-kelebihan dibandingkan metode lain, yaitu :

a Meningkatkan kemampuan siswa. b Meningkatkan rasa percaya diri.

c Menumbuhkan keinginan untuk menggunakan pengetahuan dan keahlian.

d Memperbaiki hubungan antar kelompok .(Slavin, 2008:2) Tetapi disamping itu ada juga kelemahannya, yaitu:

a Memerlukan persiapan yang rumit untuk melaksanakan. b Bila terjadi persaingan negatif maka hasilnya akan buruk.

Bila ada siswa yang malas atau ada yang ingin berkuasa maka dalam kelompok akan terjadi kesenjangan sehingga usaha kelompok tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Dalam metode kooperatif, setiap siswa saling bekerjasama satu dengan yang lain, berdiskusi dan berpendapat, menilai kemampuan, pengetahuan dan saling mengisi kekurangan anggota lainnya. Apabila dapat diorganisasikan secara


(34)

commit to user

tepat maka siswa akan lebih menguasai konsep yang diajarkan. Bagi siswa yang kurang mampu mereka akan diberi masukan dari teman-teman satu kelompoknya yang lebih mampu. Dan bagi siswa yang mampu, diharapkan dia bisa lebih berkembang dengan menyalurkan pengetahuannya kepada siswa yang kurang mampu.

4. Metode TAI (Team Assisted Individualization)

Metode pengajaran TAI (Team Assisted Individualization) adalah suatu metode pengajaran yang dikemukakan oleh Slavin. Team Assisted Individualization dapat diterjemahkan sebagai kelompok yang dibantu secara individual merupakan teori belajar konstruktivisme dan teori belajar kognitif. Jadi metode pengajaran TAI (Team Assisted Individualization) merupakan metode pengajaran secara kelompok dimana terdapat seorang siswa yang lebih mampu berperan sebagai asisten yang bertugas membantu secara individual siswa lain yang kurang mampu dalam satu kelompok. Dalam hal ini peran pendidik hanya sebagai fasilitator dan mediator dalam proses belajar mengajar. Pendidik cukup menciptakan kondisi lingkungan belajar yang kondusif bagi peserta didiknya.

Pada pengajaran TAI (Team Assisted Individualization) akan memotivasi siswa untuk saling membantu anggota kelompok sehingga tercipta semangat dalam sistem kompetisi dengan lebih mengutamakan peran individu tanpa mengorbankan aspek kooperatif.

Secara umum TAI (Team Assisted Individualization) terdiri dari delapan komponen utama, yaitu:

a. Kelompok / Tim

Peserta didik dalam pengajaran TAI (Team Assisted Individualization) terdiri dari 4 sampai 5 siswa yang mewakili bagian dari kelasnya dalam menjalankan aktivitas akademik, jenis kelamin, dan suku atau etnik. Fungsi utama dari tim adalah membentuk semua tim agar mengingat materi yang telah diberikan dan lebih memahami materi yang nantinya digunakan dalam persiapan mengerjakan lembar kerja sehingga bisa mengerjakan dengan baik. Dalam hal ini biasanya siswa menggunakan cara pembelajaran diskusi tentang


(35)

commit to user

masalah-masalah yang ada, membandingkan soal yang ada, dan mengoreksi beberapa miskonsepsi jika dalam tim mengalami kesalahan. Semuanya tersebut dilakukan setelah presentasi awal dari guru dan pemberian lembar kerja. Anggota kelompok yang mengalami kesulitan dapat bertanya kepada anggota yang telah ditunjuk sebagai ketua atau anggota lain yang lebih tahu. b. Tes Pengelompokan

Siswa-siswa diberi tes awal pada awal program pengajaran. Hasil dari tes awal digunakan untuk membuat kelompok berdasarkan nilai yang mereka peroleh.

c. Materi Kurikulum

Pada proses pengajaran harus disesuaikan dengan materi yang terdapat pada kurikulum yang berlaku dengan menerapkan teknik dan strategi pemecahan masalah untuk penguasaan materi.

d. Kelompok Belajar

Berdasarkan tes pengelompokan maka dibentuk kelompok belajar. Siswa dalam kelompoknya mendengarkan presentasi dari guru dan mengerjakan lembar kerja. Jika ada siswa yang belum paham tentang materi dapat bertanya pada anggota lainnya atau ketua yang telah ditunjuk, kalau belum paham juga baru meminta penjelasan dari guru.

e. Penilaian dan Pengakuan Tim

Setelah diberikan tes, kemudian tes tersebut dikoreksi dan dinilai berdasarkan kriteria tertentu. Tim akan mendapatkan sertifikat atau penghargaan atau sejenisnya jika dapat melampaui kriteria yang telah ditentukan.

f. Mengajar Kelompok

Materi yang belum dipahami oleh suatu kelompok dapat ditanyakan kepada guru dan guru menjelaskan materi pada kelompok tersebut. Pada saat guru mengajar, siswa dapat sambil memahami materi baik secara individual dan kelompok dengan kebebasan tetapi bertanggungjawab. Keaktifan siswa sangat diutamakan pada pengajaran TAI (Team Assisted Individualization).


(36)

commit to user g. Lembar Kerja

Pada setiap subkonsep pokokbahasan diberikan lembar kerja secara individual untuk mengetahui pemahaman individu. Bahan atau materi dapat berupa ringkasan materi yang dipelajari di rumah kemudian pertemuan selanjutnya dikerjakan.

h. Mengajar Seluruh Kelas

Setelah akhir dari pengajaran pokok bahasan suatu materi guru menghentikan program pengelompokan dan menjelaskan konsep-konsep yang belum dipahami dengan strategi pemecahan masalah yang relevan. Pada akhir pengajaran diberikan kesimpulan dari materi. (Slavin, 2008:102-104) Dalam model pembelajaran kooperatif tipe TAI, dalam pelaksanaannya terbagi dalam :

a. Pengelompokan

Sebelum pengajaran TAI, dilaksanakan suatu tes awal (tes kemampuan awal) yang menyangkut tentang konsep-konsep yang akan diajarkan. Tes awal ini berguna untuk pembentukan kelompok agar penyebaran siswa berdasarkan nilai yang didapat pada tes awal tersebut secara homogen. Selain itu dalam tes awal ini dapat digunakan untuk menunjuk ketua atau asisten yang memimpin suatu kelompok. Dalam proses pengelompokan juga didasarkan pada prestasi belajar sebelumnya, dalam hal ini nilai ulangan harian pokok bahasan sebelumnya.

b. Tahap penyajian materi pelajaran

Pada tahap ini bahan-bahan atau materi pelajaran diperkenalkan melalui penyajian kelas. Pada penyajian materi ini dilakukan melalui:

a Pengajaran kelompok

Jika terdapat materi pelajaran yang kurang dipahami dalam suatu kelompok, maka ketua kelompok dapat memberikan penjelasan. Namun bila dalam kelompok belum juga berhasil, dapat meminta penjelasan dari guru untuk menjelaskan materi yang belum dipahami tersebut, sedangkan kelompok lain yang sudah paham dapat melanjutkan pekerjaannya.


(37)

commit to user b Pengajaran seluruh kelas

Pengajaran ini dilakukan pada akhir proses pembelajasan. Guru menyimpulkan penekanan materi yang dianggap penting. Dalam pembelajaran, keaktifan siswa sangat diharapkan melalui latihan pengajaran.

c Kegiatan kelompok

Setelah terbagi dalam kelompok-kelompok, masing-masing individu mengerjakan tugas yang diberikan guru melalui lembar kerja pada buku mereka. Mereka bekerja sebagai satu tim, jika terdapat kesulitan dipecahkan secara bersama-sama dengan kelompoknya. Setelah selesai mengerjakan secara mandiri kemudian saling mencocokkan dengan teman sekelompoknya. Paket soal yang terdapat di lembar kerja diberikan menurut tingkat kesukaran soal, diurutkan dari soal yang mudah dilanjutkan soal yang sukar dan juga sesuai dengan urutan materi, dari materi yang mudah dilanjutkan materi yang sulit. Setelah paket soal selesai dikerjakan maka dicocokkan dengan kelompok lain untuk mengukur keberhasilkan dari kelompok untuk kemduian diberikan nilai oleh guru.

5. Metode LT (Learning Together)

Learning Together merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif.

Metode Learning Together merupakan metode pembelajaran kooperatif yang murni. Learning Together merupakan model pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh David Johnson dan Roger Jonhson yang melibatkan siswa bekerja dalam kelompok-kelompok heterogen yang terdiri dari 4-5 orang dalam melaksanakan tugasnya (Slavin, 2008:286).

Proses pembelajaran metode Learning Together terbagi menjadi dua tipe. Tipe pertama, siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 4-5 orang. Tiap kelompok akan menerima lembar kerja, kemudian semua anggota kelompok bekerjasama menjawab soal dalam lembar kerja tersebut. Tapi cara ini pertanggungjawaban individunya sangat rendah karena disini kemungkinan hanya siswa tertentu saja yang mengerjakan. Sedang tipe yang kedua, siswa dikelompokkan sama dengan tipe yang pertama tapi di sini masing-masing siswa mendapatkan lembaran kerja dan mereka akan mengerjakan lembar kerja tersebut


(38)

commit to user

pada awalnya secara mandiri, setelah masing-masing siswa selesai mengerjakan mereka menyatukan jawaban dan memberikan pendapat-pendapat untuk mencapai jawaban yang benar. Setelah tercapai kesepakatan jawaban maka kelompok tersebut akan memilih salah satu anggota kelompok untuk menjelaskan hasil jawaban kelompok mereka (Slavin, 2008:30).

Dalam pembelajaran metode Learning Together setiap kelompok yang telah mampu menjawab pertanyaan akan menjadi kelompok terbaik, di sini pertanggungjawaban individualnya kadang-kadang dilakukan, antar kelompok tidak terjadi persaingan.

Pembelajaran metode Learning Together mengutamakan empat unsur bagian, yaitu:

a. Interaksi antar seseorang atau individu

Untuk dapat berinteraksi maka individu-individu tersebut harus disatukan menjadi suatu kelompok yang terdiri dari 4-5 orang.

b. Ketergantungan positif

Dalam pembelajaran berkelompok ini siswa akan saling membutuhkan sehingga mereka akan bekerjasama untuk menyelesaikan tugas yang dibebankan pada kelompok tersebut. Pertanggungjawaban individu tertentu saja yang bertanggungjawab atas persoalan yang dihadapkan pada kelompok tersebut, tapi setiap anggota kelompok harus memberikan sumbangan kemampuannya untuk memecahkan persoalan yang dihadapkan pada kelompok tersebut.

c. Ketrampilan antar kelompok

Kelompok saling berdiskusi dan bekerjasama memecahkan persoalan yang diberikan pada kelompok tersebut, sehingga ketrampilan antar kelompok akan terlihat.

Pendekatan kooperatif model Learning Together yang mengutamakan ketergantungan positif antar kelompok tanpa meninggalkan pertanggungjawaban individu akan sesuai untuk berdiskusi dalam materi subpokok bahasan Ikatan Kimia, mereka akan mengambil kesimpulan bersama-sama untuk menyelesaikan


(39)

commit to user

persoalan tersebut dimana masing-masing anggota kelompok akan mengembangkan pemikiran mereka dalam penyelesaian persoalan tersebut.

6. Prestasi Belajar

Pendidikan dan pengajaran adalah suatu proses sadar akan tujuan. Maksudnya bahwa kegiatan belajar dan pembelajaran itu suatu peristiwa yang terikat, terarah pada tujuan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan. Sedangkan untuk mengetahui sejauh mana kegiatan belajar yang dilaksanakan itu mencapai tujuan dan memenuhi target atau tidak, maka diperlukan adanya kegiatan evaluasi. Hasil dari kegiatan evaluasi itu antara lain akan memberikan gambaran mengenai prestasi hasil belajar dari peserta didik.

Kata “prestasi” berasal dari bahasa Belanda yaitu ”prestatie”. Kemudian

dalam bahasa Indonesia menjadi “prestasi” yang berarti hasil usaha. Dengan

demikian, prestasi belajar berarti hasil dari kegiatan (Zainal Arifin, 1990:3). . Menurut Syaifudin Azwar (2000: 90) prestasi belajar adalah hasil maksimal seseorang dalam menguasai materi-materi yang telah diajarkan. Prestasi belajar merupakan fungsi yang penting dalam suatu pembelajaran. Kemampuan hasil belajar merupakan puncak dari proses belajar, pada proses ini siswa menunjukkan keberhasilan atau kegagalan dalam belajarnya.. Menurut Zainal Arifin (1990:5-6) prestasi belajar semakin terasa penting untuk dipermasalahkan, karena mempunyai beberapa fungsi utama, antara lain:

a. Prestasi belajar merupakan suatu indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai anak didik.

b. Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa para ahli psikologi biasanya menyebutkan hal ini sebagai tendensi keingintahuan dan merupakan kebutuhan umum pada manusia, termasuk kebutuhan anak didik dalam suatu program pendidikan. c. Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan.

d. Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan. Indikator intern dalam arti bahwa prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat produktivitas suatu institusi pendidikan. Indikator ekstern


(40)

commit to user

dalam arti bahwa tinggi atau rendahnya prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat kesuksesan anak didik masyarakat.

e. Prestasi belajar dapat dijadikan indikator daya serap (kecerdasan) anak didik. Dalam proses belajar dan pembelajaran yang telah diprogram dalam kurikulum.

Pada pedoman Pengembangan Penilaian Kurikulum SMA 2004 dijelaskan bahwa untuk mengetahui seberapa jauh peserta didik telah memiliki kompetensi dasar perlu dikembangkan suatu sistem penilaian. Sistem penilaian yang dilakukan harus mencakup seluruh kompetensi dasar dengan menggunakan indikator yang dikembangkan oleh guru. Sistem penilaian berbasis kompetensi yang direncanakan adalah sistem penilaian berkelanjutan. Berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih, kemudian hasil dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui kesulitan peserta didik (Abdul Ghofur, 2003 :19).

Prestasi belajar siswa dalam hal ini meliputi dua aspek, yaitu aspek kognitif, dan aspek afektif.

a. Aspek kognitif

Menurut Mulyani Arifin (1995:24), bahwa aspek kognitif dapat berupa pengetahuan dan ketrampilan intelektual yang meliputi produk ilmiah dan proses ilmiah. Produk ilmiah meliputi : fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, generalisasi, teori dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan proses ilmiah meliputi : pengamatan, pemahaman, aplikasi, analisis dan evaluasi. Untuk aspek pengetahuan, evaluasi dapat dilakukan melalui tes lisan maupun tertulis yang relevan dengan pokok bahasan tersebut. b. Aspek afektif

Evaluasi aspek afektif berkaitan dengan perasaan, emosi, sikap, derajat penerimaan atau penolakan terhadap suatu obyek. Evaluasi aspek afektif dalam hal ini meliputi kesadaran diri, kecakapan berpikir rasional, kecakapan sosial, dan kecakapan akademik.


(41)

commit to user

7. Ikatan Kimia

Menurut kurikulum 2004 subpokok bahasan Ikatan Kimia diajarkan pada siswa kelas X semester I. Standar kompetensi yang ingin dicapai dalam pengajaran subpokok bahasan ini adalah mendeskripsikan struktur atom, sifat-sifat periodik unsur dan ikatan kimia serta struktur molekul dan sifat-sifatnya. Sedangkan kompetensi dasar yang ingin dicapai yaitu mendeskripsikan kemungkinan terjadinya ikatan kimia dengan menggunakan tabel periodik.

Pokok bahasan Ikatan Kimia subpokok bahasan-sub pokok bahasan sebagai berikut:

a. Ikatan Ion b. Ikatan Kovalen

c. Ikatan Kovalen Koordinat d. Polarisasi Ikatan Kovalen e. Ikatan Logam

Dalam penelitian ini semua materi diajarkan.

Unsur gas mulia merupakan golongan unsur yang paling stabil. Semua unsur gas mulia terdapat di alam sebagai gas monoatomik (atom-atomnya berdiri sendiri) dan sangat sukar bereaksi dengan unsur lain. Menurut pendapat W. Kossel dan Gilbert N Lewis, kestabilan sifat gas mulia disebabkan oleh elektron valensinya yang berjumlah delapan (kecuali He dengan elektron valensi dua). Konfigurasi elektron valensi gas mulia ini dikenal sebagai konfigursi oktet, karena terdiri atas 8 elektron pada kulit luarnya. (Perhatikan Tabel. 2)

Tabel 2. Konfigurasi Elektron Unsur-unsur Gas Mulia Periode Unsur Nomor Atom Kulit

K L M N O P 1 2 3 4 5 6 He Ne Ar Kr Xe Rn 2 10 18 36 54 86 2 2 2 2 2 2 8 8 8 8 8 8 18 18 18 8 18 32 8 18 8


(42)

commit to user a. Ikatan Ion

Ikatan ion merupakan ikatan yang terbentuk akibat gaya elektrostatis antara ion yang berlawanan muatan sebagai akibat serah terima elektron dari satu atom ke atom yang lain.

Unsur lain akan melepaskan atau menerima elektron agar elektron valensinya serupa dengan elektron valensi unsur-unsur gas mulia sehingga mencapai kestabilan. Unsur golongan Alkali dan Alkali Tanah cenderung melepaskan elektron terluarnya untuk mencapai kestabilan dengan membentuk ion positif. Unsur-unsur Halogen mempunyai 7 elektron valensi, sehingga untuk membentuk konfigurasi elektron valensi seperti gas mulia (oktet) perlu menerima satu elektron, dengan demikian Halogen lebih stabil dalam bentuk ion negatif. Senyawa biner dari logam Alkali dengan golongan Halogen seperti NaCl, NaBr, KI, LiS dan CsCI semunya bersifat ionik. Senyawa dari logam Alkali Tanah juga bersifat ionik, kecuali beberapa senyawa dari Be.

Contoh:

Pada reaksi-reaksi berikut, masing-masing unsur dapat mencapai konfigurasi oktet. Tulislah rumus elektron (rumus Lewis) dan rumus empiris senyawa yang terbentuk

* Mg (Z = 12) + Cl (Z = 17) Jawab :

Mg (Z = 12) dan Cl (Z = 17) mempunyai konfigurasi elektron sebagai berikut: Mg : 2 8 2

Cl : 2 8 7

Untuk mencapai konfigurasi oktet, Mg harus melepas 2 elektron, sedangkan Cl menyerap 1 elektron. Atom Mg berubah menjadi ion Mg2+, sedangkan atom Cl menjadi ion Cl

-Mg (2 8 2) Mg2+ (2 8 ) + 2e Cl (2 8 7) + e Cl- (2 8 8)

Ion Mg2+ dan ion Cl- kemudian bergabung membentuk senyawa denganr umus MgCl2.


(43)

commit to user b. Ikatan Kovalen

1) Ikatan Kovalen Tunggal

Ikatan yang terbentuk karena penggunaan bersama pasangan elektron disebut ikatan kovalen. Pada umumnya, ikatan kovalen terjadi antar unsur non logam yaitu antar unsur yang mempunyai daya tarik elektron relatif besar. Ikatan kovalen terbentuk karena serah terima elektron tidak dimungkinkan.

Contoh: Gambarkan terjadinya ikatan kovalen pada HCl ! H = 1

Cl = 2, 8, 7

Sesuai dengan aturan Oktet, atom H kekurangan 1 elektron (sehingga menyerupai Helium). Demikian juga, atom Klorin membutuhkan tambahan 1 elektron (sehingga menyerupai Argon). Meskipun kelektronegatifan Klorin lebih besar dari pada Hidrogen, atom Cl tidak dapat merampas elektron dari atom H karena atom H juga mempunyai daya tarik elektron yang relatif besar. Keadaan yang lebih stabil dapat dicapai dengan pemasangan elektron (membentuk ikatan kovalen). Masing-masing atom H dan Cl menyumbang 1 elektron untuk membentuk pasangan elektron milik bersama. Perhatikan gambar 1 !

H + Cl

H Cl

HCl Gambar 1. Pembentukan Ikatan Kovalen pada HCl

2) Ikatan Kovalen Rangkap dan Ikatan Kovalen Rangkap Tiga

Dua atom dapat membentuk ikatan dengan sepasang, dua pasang atau tiga pasang elektron bergantung pada jenis unsur yang berikatan. Ikatan dengan sepasang elektron disebut ikatan tunggal (ikatan kovalen), yang menggunakan dua pasang elektron disebut ikatan kovalen rangkap dua, sedangkan yang menggunakan tiga pasang elektron disebut ikatan kovalen rangkap tiga.

Ikatan kovalen rangkap dua misalnya pada pembentukan O2 di gambarkan


(44)

commit to user

O O O O O O

Gambar 2. Pembentukan Ikatan Kovalen pada O2

Ikatan kovalen rangkap tiga misalnya pada pembentukan N2, yaitu :

N N N N N N

Gambar 3. Pembentukan Ikatan Kovalen pada N2

c. Ikatan Kovalen Koordinat

Dalam beberapa senyawa, ikatan kovalen dapat pula terbentuk dengan penggunaan bersama sepasang elektron yang berasal dari salah satu atom yang berikatan, sedangkan atom lain hanya menerima saja pasangan elektron yang digunakan bersama itu. Ikatan kovalen yang terbentuk disebut ikatan kovalen koordinat. Pasangan elektron ikatan pembentuk ikatan koordinat digambarkan dengan anak panah kecil yang arahnya menuju atom yang menerima pasangan elektron. N H H H Cl Cl Cl B N H H H Cl Cl Cl B N H H H Cl Cl Cl B

Gambar 4. Pembentukan Ikatan Kovalen Koordinat pada NH3BCl3

d. Polarisasi Ikatan Kovalen

Keelektronegatifan yaitu sifat yang menyatakan kecederungan relatif dari unsur-unsur dalam hal menarik elektron ikatan ke pihaknya. Tabel 2 merupakan daftar harga keelektronegatifan.

Tabel 3. Daftar Keelektronegatifan

Atom Harga kelektronegatifan (f+) H C N Cl O F 2,1 2,5 3,0 3,0 3,5 4,0


(45)

commit to user

Salah satu akibat dari perbedaan keelektronegatifan ialah terjadinya polarisasi pada ikatan kovalen. Perhatikan dua contoh berikut :

H

H H Cl

a. Non polar b. Polar

Gambar 5. Polarisasi pada Ikatan Kovalen Polar dan Ikatan Kovalen Non Polar

Pada contoh (a), kedudukan pasangan elektron ikatan sudah pasti simetris terhadap kedua atom H. Dalam molekul H2 tersebut muatan negatif

(elektron) tersebut secara homogen. Ikatan seperti itu disebut ikatan kovalen non polar. Pada contoh (b), pasangan elektron ikatan tertarik lebih dekat ke atom Cl, karena Cl mempunyai daya tarik elektron lebih besar dari pada H. akibatnya, pada HCl terjadi polarisasi, dimana atom C lebih negatif dari pada atom H. ikatan seperti itu disebut ikatan kovalen polar.

Molekul dengan ikatan kovalen non polar seperti H2, Cl dan N2 sudah

tentu bersifat non polar. Sebaliknya, molekul dengan ikatan polar bisa bersifat polar, bisa pula bersifat non polar, bergantung pada geometri/bentuk molekulnya. Walaupun ikatan bersifat polar jika molekul bersifat simetris maka secara keseluruhan molekul bersifat non polar.

Perhatikan beberapa molekul berikut:

Molekul BeCl2 NH3 BF3

Rumus

Struktur Cl Be Cl N

H H H

B F

F F

Bentuk Molekul Linear Piramida Segitiga planar

Tabel 4. Contoh Molekul, Rumus Struktur, dan Bentuk Molekul e. Ikatan Logam

Unsur logam mempunyai sedikit elektron valensi. Oleh karen aitu kulit terluar unsur logam relatif longgar (terdapat banyak tempat kosong). Sehingga elektron dapat berpindah di satu atom ke atom lain. Mobilitas


(46)

commit to user

elektron dalam logam sedemikian bebas sehingga elektron valensi logam mengalami delokalisasi, yaitu suatu keadaan dimana elektron valensi tersebut tidak tetap posisinya pada satu atom, tetapi senantiasa berpindah-pindah dari satu atom ke atom lain. Elektron-elektron valensi tersebut berbaur sehingga menyerupai awan atau lautan yang membungkus ion-ion positif logam didalamnya. Jadi, struktur logam dapat dibayangkan sebagai terdiri dari ion-ion positif yang dibungkus oleh awan atau lautan elektron valensi.

Struktur logam seperti diatas dapat menjelaskan sifat-sifat khas logam, seperti daya hantar listrik, sifat dapat ditempa dan dapat tarik. Logam merupakan konduktor yang baik karena elektron valensinya yang mudah mengalir. Logam dapat ditempa atau dapat tarik karena ketika logam dipukul atau ditarik, atom-atom logam hanya bergeser sedangkan ikatan didalamnya tidak terputus.

(Michael Purba, 2002: 142-173)

B. Penelitian yang Relevan

1. Penelitian menurut Siti Aisiyah (2004:55).

Metode Learning Together disertai latihan berstruktur lebih efektif dalam meningkatkan pemahaman siswa.

2. Penelitian menurut Iwan Prihatin (2004:42).

Pengajaran matematika menggunakan metode TAI lebih berhasil dibandingkan dengan pengajaran matematika menggunakan metode konvensional.

3. Penelitian menurut Suko Pangestuti (2004:55).

Penggunaan metode TAI lebih efektif terhadap peningkatan prestasi belajar siswa daripada penggunaan metode konvensional.

4. Penelitian menurut Roro Dhenok Indaryah (2002:40).

Metode pembelajaran diskusi kelompok kecil disertai Hand-out lebih baik dibanding dengan metode diskusi kelompok besar disertai Modul.


(47)

commit to user 5. Penelitian menurut Asmariza Deni (2003:46)

Penggunaan metode pengajaran beregu disertai resitasi dapat menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan penggunaan metode konvensional.

6. Penelitian menurut Ruliana Wahyu Widyastuti (2003:62).

Penggunaan metode pengajaran TAI menghasilkan prestasi yang lebih tinggi dibandingkan metode konvensional.

C. Kerangka Berpikir

Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan dalam kegiatan pengajaran. Belajar mengacu kepada yang dilakukan oleh siswa, sedangkan mengajar mengacu kepada yang dilakukan oleh guru sebagai pemimpin belajar. Proses belajar mengajar berkaitan dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dan materi yang akan diberikan serta metode belajar mengajar yang dipakai guru dan siswa dalam memberikan atau menerima materi tersebut.

Pembelajaran kimia yang dilaksanakan oleh guru tidak selamanya berhasil. Pada saat yang sama tidak semua siswa dapat memahami dan menguasai materi pelajaran dan ada siswa yang lambat dalam menerima pelajaran. Keberhasilan proses belajar mengajar dapat dilihat dari prestasi belajarnya. Dengan mengetahui prestasi belajar dapat mengukur kemampuan siswa selama mengikuti proses belajar mengajar. Penggunaan metode mengajar yang tepat akan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

Salah satu metode mengajar yang sampai sekarang digunakan di sekolah-sekolah adalah metode ceramah yang memungkinkan siswa cenderung pasif dalam proses belajar mengajar karena guru lebih banyak mendominasi. Metode ceramah rasanya kurang cocok jika terus digunakan pada saat sekarang yang telah menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Karena kurikulum ini menurut siswa memiliki kompetensi yaitu pengetahuan, keterampilan dan nilai serta pola berpikir dan bertindak sebagai refleksi atas pemahaman dan penghayatan yang telah dipelajari siswa.


(48)

commit to user

Untuk itu perlu adanya metode mengajar yang sesuai dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Metode pembelajaran kooperatif dipandang cocok untuk memenuhi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Metode pembelajaran kooperatif bermacam-macam, pada penelitian ini dipilih metode TAI (Team Assisted Individualization) dan metoda LT (Learning Together) karena kedua metode ini menawarkan suatu inovasi pembelajaran yang akan menghasilkan individu-individu selain menguasai materi juga mempunyai bekal kemampuan bekerja sama. Berbekal kemampuan bekerja sama ini para peserta didik siap menghadapi tantangan jaman yang membutuhkan sikap saling bekerja sama dan mampu bersaing secara sehat.

Pada dasarnya metode TAI dan metode Learning Together sama dalam hal pembentukan kelompok. Pada metode TAI memerlukan sebuah kerjasama antar anggota dalam kelompok dengan dipimpin oleh seorang siswa yang memiliki kemampuan lebih dari teman-teman dalam satu kelompoknya berdasarkan nilai pretes dan nilai ulangan harian materi sebelumnya yang diperoleh. Ketua kelompok di sini memiliki tugas sebagai tutor sebaya bagi anggota kelompoknya. Dengan metode TAI menuntut siswa lebih aktif dalam proses belajar mengajar karena ada tahap-tahap yang diikuti siswa yang menuntut siswa untuk aktif sehingga pemahaman siswa akan lebih terstruktur dalam pikirannya. Tahap-tahap tersebut juga dilengkapi tugas-tugas sehingga pemahaman siswa pada Ikatan Kimia lebih dalam.

Sedangkan pada metode Learning Together seluruh kelompok saling bekerjasama dengan dipimpin oleh seorang ketua kelompok yang dipilih sendiri oleh anggota kelompoknya. Ketua kelompok disini memiliki tugas sebagai moderator dalam kelompoknya. Dalam metode Learning Together siswa tidak hanya sekedar menerima materi secara pasif, tetapi lebih dari itu siswa dituntut mampu menjelaskan materi tersebut dan berargumentasi dihadapan teman-temannya, serta diharapkan antara siswa yang satu dengan yang lain dalam satu kelompok dapat berinteraksi saling memberi masukan-masukan dan pendapat.


(49)

commit to user

D. Perumusan Hipotesis

Dalam penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut:

“Penggunaan metode pembelajaran kooperatif model TAI (Team Assisted Individualization) dapat menghasilkan prestasi belajar yang lebih tinggi dibandingkan penggunaan metode pembelajaran kooperatif model Learning Together pada pokok bahasan Ikatan Kimia bagi siswa kelas X


(50)

commit to user

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 2 Sukoharjo kelas X semester 1 tahun pelajaran 2005/2006.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada semester 1 tahun pelajaran 2005/2006, yaitu pada bulan Oktober-November tahun 2005.

B. Metodologi Penelitian

1. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Variabel bebas : metode pembelajaran TAI (Team Assisted Individualization) dan metode pembelajaran LT (Learning Together)

b. Variabel terikat : prestasi siswa pada materi Ikatan Kimia 2. Desain Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan metode eksperimental dengan bentuk perluasan

Randomized Control Group Pretest-Posttest Design”. Adapun bagan desain perluasan “Randomized Control Group Pretest-Posttest Design” adalah sebagai berikut :

Kelompok Pretes Perlakuan Postes

Kelas Eksperimen I T1 X1 T2

Kelas Eksperimen II T1 X2 T2

Tabel 5. Desain Penelitian Perluasan Randomized Control Group Pretest Posttest Design

Keterangan : X1 = Pengajaran dengan metode TAI T1 = Pretes X2= Pengajaran dengan metode LT T2= Postes


(51)

commit to user

C.Populasi dan Sampel

1. Populasi Penelitian

Populasi adalah semua siswa kelas X SMA Negeri 2 Sukoharjo tahun pelajaran 2005/2006 yang berjumlah 7 kelas.

2. Sampel Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan secara random sampling, yaitu :

a Menetapkan dua kelas secara acak sebagai kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II.

b Membagi siswa tiap kelas ke dalam kelompok-kelompok, tiap kelompok terdiri dari 4-5 anggota.

c Menentukan kelompok berdasarkan perbedaan kepandaian, ras dan jenis kelamin.

D.Teknik Pengumpulan Data

1. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tes dan data angket. Data tes obyektif digunakan untuk mengukur aspek kognitif, metode angket digunakan untuk mengukur aspek afektif, sedangkan metode tes uraian untuk aspek psikomotor.

2. Uji Coba Instrumen

Instrumen dalam penelitian ini terdiri atas dua instrumen yaitu instrumen penilaian kognitif dan instrumen penilaian afektif.

a. Instrumen Penilaian Kognitif

Untuk penilaian kognitif menggunakan bentuk tes objektif. Sebelum digunakan untuk mengambil data penelitian, instrumen tersebut diujicobakan terlebih dahulu untuk mengetahui kualitas soal. Uji coba soal ditujukan untuk mengetahui taraf kesukaran soal, taraf pembeda soal, validitas, dan reliabilitas soal.


(52)

commit to user (1) Taraf Kesukaran Item Soal

Tingkat kesukaran soal dapat ditunjukan dengan bilangan indeks yang disebut Indeks Kesukaran (IK) yaitu bilangan menunjukkan sukar mudahnya suatu soal yang harganya dapat dicari dengan rumus sebagai berikut:

IK =

maksimal Skor

x N

B

Keterangan :

IK = indeks kesukaran

B = jumlah jawaban benar yang diperoleh siswa dari suatu item

Skor maksimal = besarnya skor yang dituntut oleh suatu jawaban benar dari suatu item

N x skor maksimal = jumlah jawaban benar seharusnya diperoleh siswa dari suatu item

Adapun kriterianya adalah sebagai berikut 0,81 – 1,00 = Mudah Sekali (MS)

0,61 – 0,80 = Mudah (Md) 0,41 – 0,60 = Sedang/cukup (Sd) 0,21 – 0,40 = Sukar (S)

0,00 – 0,20 = Sukar Sekali (SS) (Masidjo, 1995:189-192) Rangkuman taraf kesukaran item soal setelah dlakukan try out dapat dilihat pada tabel 6 dan hasil selengkapnya dapat dilihat di lampiran 13.

Tabel 6. Rangkuman Hasil Uji Taraf Kesukaran Soal

Variabel Jumlah soal MS M Sd S SS

Soal tes prestasi belajar Ikatan Kimia

20 1 11 4 2 2

(2) Taraf Pembeda Item Soal

Rumus untuk menentukan daya pembeda item soal sebagai berikut: ID =

maksimal Skor

x NKB atau NKA

KB

KA


(53)

commit to user ID = indeks diskriminasi.

KA = jumlah jawaban yang diperoleh siswa tergolong kelompok atas. KB = jumlah jawaban yang diperoleh siswa tergolong kelompok atas

atau kelompok bawah.

NKA atau NKB x skor maksimal = perbedaan jawaban benar dari siswa-siswa yang tergolong kelompok atas dan bawah yang seharusnya diperoleh.

Adapun kriterianya adalah sebagai berikut: 0,80 – 1,00 = Sangat Membedakan (SM) 0,60 – 0,79 = Lebih Membedakan (LM) 0,40 – 0,59 = Cukup Membedakan (CM) 0,21 – 0,39 = Kurang Membedakan (KM)

Negatif – 0,19 = Sangat Kurang Membedakan (SKM)

(Masidjo, 1995 : 189 – 192) Rangkuman taraf pembeda item soal setelah dilakukan try out dapat dilihat pada tabel 7 dan hasil selengkapnya dapat dilihat di lampiran 12.

Variabel Jumlah soal SM LM CM KM SKM

Soal tes prestasi belajar Ikatan Kimia

20 - - 7 7 6

Tabel 7. Rangkuman Hasil Uji Taraf Pembeda Soal (3) Validitas Instrumen Penelitian

Teknik yang digunakan untuk menghitung validitas butir soal digunakan rumus product momen dari Pearson dengan rumus angka kasar sebagai berikut:

rxy =

 

 } ) ( { ) ( { ) ( ) ( 2 2 2

2 X N Y Y

X N Y X XY N Keterangan :

X = hasil pengukuran suatu tes yang ditentukan validitasnya Y = kriteria yang dipakai


(1)

commit to user

tidak mudah merasa jenuh, karena setiap kali siswa mengalami kesulitan maka akan mendapatkan arahan dari asisten maupun guru dalam memecahkan masalah. Pada pembelajaran kooperatif model TAI memiliki kelebihan utama, yaitu:

1. Pengakuan terhadap lingkungan yang kompetitif mengajak siswa untuk

berkompetisi satu dengan lainnya.

2. Terbukti bahwa ketika pembelajaran kooperatif diterapkan sangat

potensial untuk memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan prestasi akademik, ketrampilan sosial dan kepercayaan diri siswa.

3. Adanya ketua kelompok yang bertindak sebagai asisten.

Tingginya prestasi rata-rata siswa dengan metode kooperatif model TAI karena pada metode ini selain siswa terlibat langsung dalam kegiatan belajar di dalam kelas juga membuka kesempatan bagi siswa untuk belajar sesuai dengan taraf kemampuan belajarnya. Selain itu, terjadinya kerjasama yang baik dalam kelompok menyebabkan interaksi antar anggota kelompok menjadi efektif dan maksimal, sehingga siswa yang memiliki kemampuan tinggi dapat membantu siswa yang memiliki kemampuan rendah. Para siswa yang bekerja dalam TAI saling mendorong satu sama lain untuk bekerja dngan cepat supaya dapat menyelesaikan seluruh tugas.

Dengan metode pembelajaran kooperatif model TAI siswa lebih berani dalam menyatakan pendapat, dan lebih termotivasi untuk bersaing dengan kelompok lain. Kebebasan untuk menyatakan pendapat serta penghargaan yang diterima siswa merupakan modal psikologis untuk berprestasi. Ketika siswa menyatakan pendapat kemudian dinyatakan benar maka ia akan merasa puas dan bangga, sebaliknya jika belum benar maka dia akan berusaha mencari jawaban yang benar. Dari sini siswa dapat membangun kepercayaan dirinya.

Dalam kegiatan kelompok, kerja kelompok memacu siswa untuk meraih prestasi yang tinggi. Di dalam proses kelompok atau kerjasama terdapat segi-segi relasi, interaksi, partisipasi, kontribusi, afeksi dan dinamika. Setiap siswa berhubungan satu sama lain, memberikan sumbangan pikiran saling mempengaruhi secara positif, serta setiap siswa mendapat pembagian tugas yang sama, sehingga suasana belajar menjadi dinamis.


(2)

Model pembelajaran Learning Together juga merupakan suatu metode belajar kooperatif dimana siswa dapat bekerjasama, berdiskusi dan berdebat dengan temannya, memiliki kemampuan pengetahuan dan mengisi kekurangan anggota kelompoknya. Sehingga dalam model LT ini juga terjadi kerjasama yang baik dalam kelompok menyebabkan interaksi antar anggota kelompok menjadi efektif dan maksimal, sehingga siswa yang memiliki kemampuan tinggi dapat membantu siswa yang memiliki kemampuan rendah. Sehingga untuk meningkatkan pemahaman siswa tidak hanya sekedar menerima materi tetapi lebih dari itu siswa dituntut untuk mampu menjelaskan materi tersebut kepada temannya. Siswa lebih berani dalam menyatakan pendapat, dan belajar untuk dapat menghargai temannya.

Kebebasan menyatakan pendapat serta penghargaan yang diterima siswa merupakan modal psikologis untuk berprestasi. Tetapi dalam metode LT ini, siswa lebih ditekankan pada kegiatan kelompoknya saja, sedangkan motivasi untuk bersaing dengan kelompok lain kurang. Siswa hanya mengerjakan lembar kerja semata-mata untuk memenuhi tugas dari guru, sehingga kurang memacu motivasi siswa untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi dari temannya. Dan motivasi siswa untuk saling mendorong siswa lain dalam kelompoknya kurang, sehingga kecepatan belajarnya jauh ebih lambat.

Dan dari hasil analisis uji-t pihak kanan, prestasi belajar siswa untuk aspek kognitif pada pembelajaran dengan model TAI dan LT diperoleh harga thitung =

2,4473 lebih besar daripada harga ttabel = 1,66; sehingga diperoleh kesimpulan

bahwa prestasi belajar siswa untuk aspek kognitif pada pembelajaran dengan model TAI lebih tinggi daripada pembelajaran dengan model LT.


(3)

commit to user

aspek afektif menjadi penunjang keberhasilan untuk mencapai hasil pembelajaran pada aspek lainnya, yaitu aspek kognitif. Pengembangan aspek afektif dalam pembelajaran ini lebih diarahkan pada pengembangan sikap ilmiah siswa yang meliputi kesadaran diri, kecakapan berpikir rasional, kecakapan sosial dan kecakapan akademik.

Pada pembelajaran metode TAI siswa memperoleh penghargaan seperti halnya dalam pembelajaran metode LT, sehingga siswa yang kurang menyukai mata pelajaran kimia menjadi lebih menyukai mata pelajaran kimia. Dengan model pembelajaran TAI siswa lebih leluasa mempelajari materi subpokok bahasan Ikatan Kimia sesuai dengan jenjang kemampuan masing-masing siswa. Hal inilah yang membuat prestasi belajar aspek afektif model TAI lebih tinggi dibandingkan dengan model pembelajaran LT.

Dari pembahasan diatas, dapat diketahui bahwa pembelajaran dengan model TAI yang menciptakan lingkungan yang kompetitif mengajak siswa untuk berkompetisi satu dengan yang lainnya sehingga dapat meningkatkan motivasi untuk berprestasi lebih tinggi, ketrampilan sosial dan kepercayaan diri siswa. Oleh karena itu, prestasi belajar siswa pada subpokok bahasan Ikatan Kimia dengan model TAI lebih tinggi daripada model pembelajaran LT.

Dari hasil analisis uji-t pihak kanan, prestasi belajar siswa untuk aspek afektif pada pembelajaran dengan model TAI dan LT diperoleh harga thitung =

1,7110 lebih besar daripada harga ttabel = 1,66; sehingga diperoleh kesimpulan

bahwa prestasi belajar siswa untuk aspek afektif pada pembelajaran dengan model TAI lebih tinggi daripada pembelajaran dengan model LT.


(4)

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi belajar siswa pada pembelajaran kimia subpokok bahasan Ikatan Kimia dengan metode TAI lebih tinggi dibandingkan dengan metode LT. Hal ini ditunjukkan oleh ketiga harga thitung kelas eksperimen TAI dan LT berdasarkan uji t pihak kanan dengan

taraf signifikan 5% untuk nilai kognitif 2,4473 dan afektif 1,7110 lebih besar daripada ttabel 1,66, sehingga hipotesis nol-nya ditolak.

B. Implikasi

Dari hasil penelitian menimbulkan suatu pemikiran agar dalam proses belajar mengajar, guru memiliki suatu metode untuk mengembangkan potensi yang dimiliki siswa dalam usaha untuk menemukan dan memahami konsep suatu materi pembelajaran kimia khususnya subpokok bahasan Ikatan Kimia sehingga kompetensi dan tujuan pembelajaran yang diharapkan tercapai. Untuk itu diperlukan metode pembelajaran yang melibatkan keaktifan siswa yaitu antara lain metode Team Assisted Individualization dan metode Learning Together.

Untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan metode kooperatif, khususnya metode pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI), dalam pelaksanaannya mengharuskan adanya:

1. Pembentukan tim-tim belajar kecil.


(5)

commit to user

1. Guru hendaknya memilih metode yang paling tepat untuk siswanya, salah satunya dengan menggunakan metode Team Assisted Individualization pada pembelajaran kimia subpokok bahasan Ikatan Kimia

2. Proses pembelajaran kimia hendaknya dilakukan dengan melibatkan keaktifan

siswa sehingga kompetensi yang diharapkan tercapai.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang penggunaan metode Team Assisted Individualization pada pembelajaran kimia pokok bahasan yang lain.


(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe team assisted individuallization (tai) terhadap pemahaman konsep matematika siswa kelas v sdi ummul quro bekasi

0 10 221

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI).

6 9 167

KOMPARASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION DENGAN DAN TANPA INTERACTIVE HANDOUT PADA HASIL BELAJAR SISWA

0 32 263

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAI (TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION) Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Tai (Team Assisted Individualization) Untuk Meningkatkan Motivasi Dan Prestasi Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Matematika

0 2 16

PENINGKATAN KREATIVITAS BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION Peningkatan Kreativitas Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI) pada Siswa K

0 1 17

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION ( TAI ) Peningkatan Motivasi Belajar Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization ( TAI ) Dengan Pemanfaatan Media Komik

0 0 18

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION ( TAI ) Peningkatan Motivasi Belajar Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization ( TAI ) Dengan Pemanfaatan Media Komik

0 0 13

STUDI KOMPARASI PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAI (TEAM ASSISTED INDIVIDUALLY) STUDI KOMPARASI PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAI (TEAM ASSISTED INDIVIDUALLY) DILENGKAPI MEDIA KOMPUTER PROGRAM MACROMEDIA FLASH DENGAN MEDIA

0 0 16

STUDI KOMPARASI PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAI (TEAM ASSISTED INDIVIDUALLY) Studi Komparasi Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individually) Dilengkapi Media Power Point Dengan Media Komik Terhadap Hasil B

0 2 18

STUDI KOMPARASI PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAI (TEAM ASSISTED INDIVIDUALLY) Studi Komparasi Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individually) Dilengkapi Media Power Point Dengan Media Komik Terhadap Hasil B

0 0 14