Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Accelerated Instruction (TAI) Terhadap Keterampilan Sosial Matematik Siswa Kelas 8 di SMP Negeri 3 Tangerang (Penelitian Quasi Eksperimen di Kelas 8 SMP Negeri 3 Tangerang)

(1)

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Accelerated

Instruction (TAI) Terhadap Keterampilan Sosial Matematik Siswa

Kelas 8 di SMP Negeri 3 Tangerang

(Penelitian Quasi Eksperimen di Kelas 8 SMP Negeri 3 Tangerang)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Disusun Oleh:

Ichsan Fahmi

NIM. 109017000077

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014


(2)

(3)

(4)

Nama : ICHSAN FAHMI

NIM : 109017000077

Jurusan : Pendidikan Matematika

AngkatanTahun : 2009

Alamat : Jln. KH. Hasyim Ashari Rt.04/01 No. 54 Gondrong Kenanga, Cipondoh-Tangerang

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif

Tipe Team Accelerated Instruction (TAI) Terhadap Keterampilan Sosial

Matematik Siswa Kelas 8 di SMP Negeri 3 Tangerang adalah benar hasil karya

sendiri di bawah bimbingan dosen:

1. Nama : Dr. Kadir, M.Pd

NIP : 19670812 199402 1 001

Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika

2. Nama : Femmy Diwidian, S.Pd.,M.Si

NIP :198009005 200604 2 001

Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa kripsi ini bukan hasil karya sendiri.

Jakarta, April 2014 Yang Menyatakan


(5)

i

ABSTRAK

Ichsan Fahmi (109017000077). “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Team Accelerated Instruction (TAI) Terhadap Keterampilan Sosial Matematik Siswa”. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, April 2014

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh model pembelajaran kooperatif Tipe Team Accelerated Instruction (TAI) terhadap

Keterampilan Sosial matematik siswa. Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 3 Tangerang, Tahun Ajaran 2013/2014 dengan materi lingkaran. Metode penelitian yang digunakan adalah metode quasi eksperimen dengan desain Post-test Only Control Group Design, yang melibatkan 60 siswa sebagai sampel. Pengumpulan data setelah perlakuan dilakukan dengan menggunakan tes keterampilan sosial matematik siswa dan angket.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan sosial matematik siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif Tipe Team Accelerated Instruction (TAI) lebih tinggi dari pada siswa yang diajar dengan model pembelajaran klasikal. Hal ini dapat dilihat pada dua aspek yaitu aspek kemampuan dan aspek sikap. Pada aspek kemampuan nilai rata-rata keterampilan sosial matematik siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif Tipe Team Accelerated Instruction (TAI) sebesar 71,10 dan nilai rata-rata keterampilan sosial matematik siswa yang diajar dengan model pembelajaran klasikal sebesar 61,17 (thitung = 2,64 dan ttabel = 2,00). Untuk aspek sikap pada kelas eksperimen persentase keterampilan sosial tinggi sebesar 76,67%, keterampilan sosial sedang sebesar 23,33% dan keterampilan sosial rendah 0% sedangkan pada kelas kontrol, persentase keterampilan sosial tinggi sebesar 60%, keterampilan sosial sedang 40% dan sikap keterampilan sosial rendah 0%. Kesimpualan hasil penelitian ini adalah bahwa pembelajaran matematika pada pokok bahasan lingkaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Tipe Team Accelerated Instruction (TAI) berpengaruh secara signifikan terhadap keterampilan sosial matematik siswa.


(6)

ii

ABSTRACT

Ichsan Fahmi (109017000077). "Effects of Cooperative Learning Model Type of

Team Accelerated Instruction (TAI) Against Social Skills in Mathematics Students". Skripsi Department of Mathematics Education, Faculty of Tarbiyah and Teaching, State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta, April 2014

The purpose of this study was to analyze the effect of cooperative learning model Type Team Accelerated Instruction (TAI) of the Social Skills mathematics students. This research was conducted at SMP Negeri 3 Tangerang, Academic Year 2013/2014 with material circle. The method used is the method of quasi-experimental design with Post-test Only Control Group Design, which involves 84 students as the sample. Data collection after the treatment is done by using a test of social skills mathematical students and angket.

The results showed that social skills mathematics students taught with cooperative learning model Type of Team Accelerated Instruction ( TAI ) is higher than the students who are taught by the classical model of learning . This can be seen in two aspects: the ability and attitude aspects . On the capability of the average value of social skills mathematics students taught by cooperative learning model Type of Team Accelerated Instruction ( TAI ) at 71.10 and the average value of the social skills of students who are taught by the mathematical model of classical learning was 61.17 ( tcount = table = 2.64 and 2.00 ) . For the aspect of attitude on the experimental class social skills high percentage of 76.67% , social skills were at 23.33% and 0% lower social skills whereas in the control class , social skills higher percentage of 60% , social skills were at 40%, and lower social skills and attitudes of 0% . Conclusions result of this study is that the learning of mathematics on the subject of the circle by using cooperative learning model Type of Team Accelerated Instruction ( TAI ) significantly influence social skills mathematics students.


(7)

iii

KATA PENGANTAR

ﻳﺤﺭﻟﺍﻦ ﺤﺭﻟﺍﷲﺍ ﺳﺑ

Alhamdulillah segala puji kehadirat illahirabbi Allah SWT yang telah memberikan segala karunia, nikmat iman, nikmat islam, dan nikmat kesehatan yang berlimpah dari dunia sampai akhirat. Shalawat dan Salam senantiasa dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta seluruh keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman.

Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami. Namun, berkat kerja keras, doa, perjuangan, kesungguhan hati dan dorongan serta masukan-masukan yang positif dari berbagai pihak untuk penyelesaian skripsi ini, semua dapat teratasi. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Nurlena Rifa’i, MA.Ph.D., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Kadir, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus Pembimbing I.

3. Bapak Abdul Muin, S.Si,M.Pd., Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Lia Kurniawati, M.Pd., Dosen Pembimbing Akademik dan Ibu Femmy

Diwidyan, S.Pd,M.Si., Pembimbing II, yang telah memberikan waktu, bimbingan, arahan, motivasi, dan semangat dalam membimbing penulis selama ini. Terlepas dari segala perbaikan dan kebaikan yang diberikan, Semoga Ibu selalu berada dalam kemuliaanNya.

5. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.


(8)

iv

6. Staf Fakultas Tarbiyah dan Keguruan dan Staf Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberi kemudahan dalam pembuatan surat-surat serta sertifikat.

7. Pimpinan dan staff Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam menyediakan serta meberikan pinjaman literatur yang dibutuhkan.

8. Kepala SMP Negeri 3 Tangerang, Bapak Drs. H. Amsir, M.Pd yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.

9. Seluruh dewan guru SMP Negeri 3 Tangerang, khususnya Bapak Riyadhi S.Pd selaku guru mata pelajaran Matematika sekaligus pembimbing yang menjadi tempat bertanya penulis selama melakukan kegiatan penelitian. Serta siswa dan siswi SMP Negeri 3 Tangerang, khususnya kelas 8.2 dan 8.3.

10.Keluarga tercinta Ayahanda Guntur Irawan Alamsyah, Ibunda Salha yang tak henti-hentinya mendoakan, melimpahkan kasih sayang dan memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis. Adik Fitrah Utami dan Syahril Adam, serta semua keluarga yang selalu mendoakan, mendorong penulis untuk tetap semangat dalam mengejar dan meraih cita-cita.

11.Sahabat tercinta dan tersayang Saipul Akbar, Ahmad Suhandi, Fakhri Fauzi Nugraha, Hajroni, Munawir Sadzali, Desi Ratnasari dan Ghufron Kamil, S.Pd yang sudah membantu menghilangkan stres, panik dan kesulitan serta memberikan motivasi penuh selama proses penyusunan skripsi.

12.Teman-teman seperjuangan Jurusan Pendidikan Matematika Angkatan 2009. Ucapan terima kasih juga ditunjukan kepada semua pihak yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis hanya dapat memohon dan berdoa mudah-mudahan bantuan, bimbingan, dukungan, semangat, masukan dan doa yang telah diberikan menjadi pintu datangnya ridho dan kasih sayang Allah

SWT di dunia dan akhirat. Amin yaa robbal’alamin.

Demikianlah, betapapun penulis telah berusaha dengan segenap kemampuan yang ada untuk menyusun karya tulis yang sebaik-baiknya, namun di


(9)

v

atas lembaran-lembaran skripsi ini masih saja dirasakan dan ditemui berbagai macam kekurangan dan kelemahan. Karena itu, kritik dan saran dari siapa saja yang membaca skripsi ini akan penulis terima dengan hati terbuka.

Penulis berharap semoga skripsi ini akan membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi penulis khususnya dan bagi pembaca sekalian umumnya.

Jakarta, April 2014


(10)

vi

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Rumusan Masalah Penelitian ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ... 10

A. Deskripsi Teoritik... 10

1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Accelerated Instruction (TAI) ... 10

a. Pengertian Model pembelajaran ………10

b. Pengertian Model pembelajaran Kooperatif .………12

c. Pengertian Model pembelajaran Kooperatif Tipe TAI ………….18

2. Model Pembelajaran Klasikal ... 21

3. Keterampilan Sosial Matematik ... 22

a. Pengertian Keterampilan Sosial ... 22

b. Indikator Keterampilan Sosial ... 24

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 25

C. Kerangka Berpikir ... 26


(11)

vii

BAB III METODE PENELITIAN ... 28

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 28

B. Metode dan Desain Penelitian ... 28

C. Populasi dan Sampel ... 29

D. Teknik Pengumpulan Data ... 30

E. Instrumen Penelitian... 30

F. Teknik Analisis Data ... 41

G. Hipotesis Statistik ... 47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 48

A. Deskripsi Data ... 48

1. Keterampilan Sosial Matematik Siswa Kelompok Eksperimen ... 49

2. Keterampilan Sosial Matematik Siswa Kelompok Kontrol ... 53

3. Perbandingan Keterampilan Sosial Matematik Siswa Kelas Eksperimen dengan Kelas Kontrol………..……56

B. Pengujian Prasyarat Analisis dan Pengujian Hipotesis ... 64

1. Uji Normalitas ... 64

2. Uji Homogenitas ... 65

3. Hasil Pengujian Hipotesis ... 66

C. Pembahasan ... 67

D. Keterbatasan Penelitian ... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 74

A. Kesimpulan ... 74

B. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 76 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(12)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Desain Penelitian Posttest-Only Control Group Design ... 28

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Keterampilan Sosial Matematik ... 31

Tabel 3.3 Pedoman Penskoran ... 32

Tabel 3.4 Rekap Data Hasil Uji Validitas Instrumen ... 34

Tabel 3.5 Rekap Data Hasil Uji Daya Pembeda Instrumen ... 36

Tabel 3.6 Rekap Data Hasil Uji Taraf Kesukaran Instrumen ... 37

Tabel 3.7 Rekap Data Hasil Uji Instrumen ... 38

Tabel 3.8 Kisi-kisi Angket Keterampilan Sosial Siswa ... 40

Tabel 3.9 Skala Penilaian Angket ... 45

Tabel 3.10 Interpretasi Persentase Angket ... 46

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Keterampilan Sosial Matematik Siswa Kelas Eksperimen ... 49

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Angket Keterampilan Sosial Kelas Eksperimen ... 51

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Keterampilan Sosial Matematik Siswa Kelas Kontrol ... 53

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Angket Keterampilan Sosial Kelas Kontrol .. 55

Tabel 4.5 Perbandingan Keterampilan Sosial Matematik Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 57

Tabel 4.6 Persentase Rata-rata Indikator Keterampilan Sosial Matematik Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 59

Tabel 4.7 Persentase Sikap Keterampilan Sosial Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 61

Tabel 4.8 Uji Normalitas Keterampilan Sosial Matematik Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 65

Tabel 4.9 Rangkuman Hasil Uji Homogenitas ... 66

Tabel 4.10 Hasil Uji Hipotesis ... 66


(13)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Histogram Frekuensi Keterampilan Sosial Matematik Siswa Kelas Eksperimen ... 50 Gambar 4.2 Histogram Sikap Keterampilan Sosial Matematik Siswa Kelas

Eksperimen ... 52 Gambar 4.3 Histogram Frekuensi Keterampilan Sosial Matematik Siswa Kelas

Kontrol ... 54 Gambar 4.4 Histogram Sikap Keterampilan Sosial Matematik Siswa Kelas

Kontrol ... 56 Gambar 4.5 Kurva Perbandingan Nilai Keterampilan Sosial Matematik Siswa

pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 58 Gambar 4.6 Histogram Persentase Rata-rata Indikator Keterampilan Sosial

Matematik Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 60 Gambar 4.7 Histogram Persentase Sikap Keterampilan Sosial Siswa Kelas

Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 62 Gambar 4.8 Kurva Uji Perbedaan Data Kelas Eksperimen dan

Kelas Kontrol... 67 Gambar 4.9 Hasil Jawaban Siswa Indikator Develop Communication Skills

Kelas Eksperimen ... 68 Gambar 4.10 Hasil Jawaban Siswa Indikator Develop Communication Skills

Kelas Kontrol ... 69 Gambar 4.11 Hasil Jawaban Siswa Indikator Resolve Conflicts

Kelas Eksperimen ... 69 Gambar 4.12 Hasil Jawaban Siswa Indikator Resolve Conflicts

Kelas Kontrol ... 70 Gambar 4.13 Kurva Persentase Sikap Keterampilan Sosial


(14)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen... 78

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol ... 110

Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 142

Lampiran 4 Pedoman Penskoran Keterampilan Sosial Matematik ... 164

Lampiran 5 Kisi-kisi Uji Instrumen Tes Keterampilan Sosial Matematik Sebelum Validitas ……… .. …..165 Lampiran 6 Soal Uji Coba Instrumen Tes Keterampilan Sosial Matematik ... …..168

Lampiran 7 Kunci Jawaban Soal Uji Coba Instrumen Tes Keterampilan Sosial Matematik ... 172

Lampiran 8 Hasil Uji Validitas Instrumen ... 176

Lampiran 9 Hasil Uji Perhitungan Daya Pembeda Instrumen ... 178

Lampiran 10 Hasil Uji Tingkat Kesukaran Instrumen ... 180

Lampiran 11 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ... 182

Lampiran 12 Rekapitulasi Perhitungan Validitas, Daya Pembeda, dan Tingkat Kesukaran ... 184

Lampiran 13 Soal Tes Keterampilan Sosial Matematik ... 185

Lampiran 14 Hasil Postes Kelas Eksperimen ... 189

Lampiran 15 Hasil Postes Kelas Kontrol ... 190

Lampiran 16 Distribusi Frekuensi Kelompok Eksperimen ... 191

Lampiran 17 Distribusi Frekuensi Kelompok Kontrol ... 196

Lampiran 18 Uji Normalitas Kelas Eksperimen ... 201

Lampiran 19 Uji Normalitas Kelas Kontrol ... 203

Lampiran 20 Perhitungan Uji Homogenitas ... 205

Lampiran 21 Perhitungan Pengujian Hipotesis ... 207

Lampiran 22 Angket Sikap Siswa ... 209

Lampiran 23 Perhitungan Angket Sikap Siswa ... 212

Lampiran 24 Perhitungan persentase Angket Respon Siswa ... 214


(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Pendidikan pada dasarnya merupakan proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan potensi dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi. Melalui pendidikan, manusia dapat meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan kreatifitas terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Fungsi lain dari pendidikan adalah mengurangi kebodohan, keterbelakangan dan kemiskinan karena ilmu pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dapat menjadikan seseorang mampu mengatasi problematika.

Secara umum pendidikan dilaksanakan untuk maksud yang positif dan struktural, format serta pelaksanaannya diarahkan untuk membimbing, membina manusia dalam kehidupan. Manusia secara kodratnya dikaruniai kemampuan-kemampuan dasar yang bersifat rohaniah dan jasmaniah. Dengan potensi ini manusia mampu mempertahankan hidup serta menuju kesejahteraan. Kemampuan dasar manusia tersebut dalam sepanjang sejarah pertumbuhannya merupakan modal dasar untuk mengembangkan hidupnya dalam segala bidang, karena itu peranan pendidikan sangat penting, sebab pendidikan merupakan lembaga yang berusaha untuk membangun masyarakat dan watak bangsa secara berkesinambungan dalam rangka membentuk manusia seutuhnya.

Dalam kehidupan masyarakat yang selalu berubah, idealnya pendidikan tidak hanya berorientasi pada jangka pendek, tetapi sudah seharusnya merupakan proses yang mengantisipasi dan membekali untuk jangka panjang. Artinya, pendidikan hendaknya melihat jauh ke depan dan memikirkan apa yang akan dihadapi peserta didik di masa yang akan datang. Pendidikan yang benar adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik menjadi sumber daya manusia yang berkualitas.


(16)

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia, di samping itu matematika juga merupakan faktor pendukung dalam laju perkembangan dan persaingan di berbagai bidang. Matematika lahir karena dorongan kebutuhan manusia, dengan bantuan matematika, banyak peristiwa atau kejadian alam semesta ini dapat dipelajari.

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang menduduki peranan penting dalam pendidikan. Mata pelajaran matematika diajarkan di segala jenjang pendidikan, mulai dari taman kanak-kanak hingga di perguruan tinggi. Hal ini dilakukan karena tujuan mata pelajaran matematika sangat banyak. Salah satu tujuannya, menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif. Matematika merupakan ilmu dasar dari segala ilmu pengetahuan. Matematika menjadi dasar dari pengembangan ilmu. Ilmu matematika tidak hanya untuk matematika saja tetapi teori maupun pemakaiannya praktis banyak membantu dan melayani ilmu-ilmu lain. Oleh karena itu matematika berperan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan.

Sebagai ilmu dasar, matematika dewasa ini telah berkembang amat pesat, baik materi maupun kegunaannya. Sehingga dalam pembelajarannya di sekolah harus memperhatikan perkembangan matematika itu sendiri. Baik masa lalu, masa sekarang maupun kemungkinan-kemungkinannya untuk masa depan. Namun hal ini kurang dapat dukungan baik dari segi kurikulum, sarana dan prasarana, guru, siswa dan khususnya penerapan pembelajaran yang digunakan.

Kelas matematika merupakan miniatur masyarakat. Berbagai karakter yang dibawa siswa dari luar kelas memberikan warna dalam proses interaksi siswa di kelas. Keragaman tersebut dapat memunculkan banyak masalah jika tidak diorganisir melalui suatu proses pembelajaran matematika yang efektif. Jika pembelajaran tidak memanfaatkan dan mengorganisir potensi berupa nilai-nilai dan kebiasaan siswa secara baik, maka proses pencapaian tujuan pembelajaran akan terganggu.


(17)

Potensi siswa perlu diorganisir dan dimanfaatkan dalam proses pembelajaran matematika sehingga dapat dikolaborasi dengan nilai-nilai matematika yang logis, konsisten, dan sistematis. Nilai-nilai matematika ini akan menjadi modal utama siswa untuk mempersiapkan diri menghadapi berbagai permasalahan hidup. Untuk memanfaatkan keragaman siswa tersebut dapat dikembangkan pembelajaran matematika dengan model interaktif. Melalui pembelajaran dengan model interaktif siswa dapat melatih diri untuk berkomunikasi dan terampil dalam menjalani kehidupan sosial di kelas.

Oleh karena itu, pembelajaran matematika harus dirancang sedemikian rupa sehingga mendorong partisipasi aktif siswa untuk berinteraksi dengan guru, siswa lainnya, dan dengan materi matematika. Interaksi maksimal ketiga komponen ini berdampak pada meningkatnya efektifitas pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif jika dapat memaksimalkan partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran sehingga pemahaman, daya serap, dan keterampilan berpikir mereka meningkat.

Pembelajaran seperti ini dapat dilaksanakan dengan: (1) pembelajaran kelompok kecil; (2) memberikan masalah yang menarik dan menantang; (3) merancang strategi diskusi untuk dapat memaksimalkan interaksi siswa di kelompok dan di kelas; (4) memberi perhatian kepada siswa yang kurang memiliki keterampilan berbagi, keterampilan berpartisipasi, keterampilan menyusun kata-kata, dan keterampilan mendengar; dan (5) menggunakan teknik scaffolding untuk membimbing siswa memecahkan masalah.1

Pembelajaran matematika di sekolah seharusnya dapat mencetak peserta didik untuk memiliki kemampuan komunikasi matematik dan keterampilan sosial. Kedua kemampuan ini penting dikembangkan karena semakin kompleksnya permasalahan kehidupan yang akan dihadapi siswa pada masa mendatang. Siswa dapat mengatasi masalah tersebut jika mampu menempatkan

1

Kadir, Kemampuan Komunikasi Matematik dan Keterampilan Sosial Siswa dalam Pembelajaran Matematika, Jurnal FKIP Unhalu Kendari, 2008, h. 339.


(18)

dirinya secara baik dalam berinteraksi dengan orang lain. Ketika berinteraksi, siswa membutuhkan sikap dan pola pikir yang logis, konsisten dan sistematis.

Di dalam Standar Isi (SI) mata pelajaran matematika untuk semua jenjang pendidikan dasar dan menengah dinyatakan bahwa tujuan mata pelajaran matematika di sekolah adalah agar siswa mampu2:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat , efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah,

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika,

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh,

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah,

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Dengan demikian pembelajaran matematika disekolah baik untuk jenjang dasar maupun menengah hendaknya tidak keluar dari tujuan yang telah dirumuskan pada standar isi.

Menurut teori metakognisi bahwa siswa yang belajar mestinya akan memiliki kemampuan tertentu untuk mengatur dan mengontrol apa yang dipelajarinya. Secara rinci Uno dalam buku Ibrahim dan Suparni, menyatakan bahwa kemampuan itu meliputi kemampuan pemecahan

2

Sri Wardhani, Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs untuk Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika, (Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika, 2008), h. 2.


(19)

masalah, kemampuan pengambilan keputusan, kemampuan berpikir kritis, dan kemampuan berpikir kreatif.3

Apabila keempat kemampuan tersebut dapat dikembangkan kepada siswa disekolah melalui proses pembelajaran, dapat diperkirakan bahwa kualitas hasil belajar siswa paling tidak memenuhi tuntutan masyarakat bangsa ini. Jika ini terwujud maka siswa yang dilahirkan dari sekolah menengah (SMP dan SMA) akan menjadi keluaran pendidikan yang memiliki sikap kemandirian dalam berpikir, berani mengambil keputusan, serta memiliki kreativitas yang tinggi. Selama ini kita masih menyaksikan keluaran pendidikan yang ternyata belum memadai dalam hal keempat kemampuan itu. Hal ini disebabkan siswa yang dididik sampai saat ini berada pada paradigma lama, yaitu paradigma yang monoton. paradigma ini mempunyai ciri yaitu penggunaan strategi pembelajaran yang seragam dan sumber belajar yang hanya mengandalkan dari buku paket yang seragam.

Realita di lapangan menunjukan bahwa pembelajaran matematika di sekolah terkesan kurang bervariatif dan kurang melibatkan siswa untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran sehingga interaksi-interaksi sosial antar siswa tidak berjalan. Sebab kemampuan berupa interaksi-interaksi sosial ini penting dikembangkan karena semakin kompleksnya permasalahan hidup yang akan dihadapi siswa pada masa mendatang. Siswa dapat mengatasi masalah tersebut jika mampu menempatkan dirinya secara baik dalam berinteraksi dengan orang lain. Ketika berinteraksi, siswa membutuhkan sikap dan pola pikir yang logis, konsisten dan sistematis. Nilai-nilai ini dapat diperoleh siswa dalam proses pembelajaran matematika.

Keterampilan sosial merupakan kemampuan yang dimiliki siswa untuk menempatkan diri dan berperan sesuai dengan kondisi yang ada di lingkungannya. Keterampilan ini sangat penting karena dari berbagai hasil penelitian menyebutkan bahwa ada hubungan yang cukup erat antara keterampilan sosial

3

Ibrahim dan Suparni, Strategi Pembelajaran Matematika, (Yogyakarta: Teras, 2009), h. 33.


(20)

siswa dengan berbagai kemampuan lainnya seperti bekerjasama dalam suatu kelompok, berinteraksi dengan teman sebaya, menjalin pertemanan dengan orang baru, dan menangani konflik. Kurangnya keterampilan sosial yang dimiliki siswa akan berdampak pada rendahnya prestasi akademik dan non akademik siswa di sekolah, cenderung kesepian dan menampakkan rasa percaya diri yang rendah, serta ada kemungkinan akan dropt-out dari sekolah.4

Oleh karena itu, pembelajaran matematika harus dirancang untuk mendorong partisipasi siswa berinteraksi dengan guru, siswa lainnya, dan dengan materi matematika. Interaksi maksimal ketiga komponen ini berdampak pada meningkatnya efektifitas pembelajaran. Dari hasil wawancara dengan guru bidang studi matematika di SMP Negeri 3 Tangerang bahwa sebagian besar siswa yang mengikuti pelajaran matematika menyatakan bahwa pembelajaran matematika di kelas hanya duduk pasif, mereka tidak terlibat aktif dalam pembelajaran. Sehingga yang terjadi hanya transfer ilmu pengetahuan dan siswa menjadi jenuh dan bosan dalam belajar. Padahal keberhasilan pembelajaran matematika di kelas seharusnya diawali dengan proses belajar mengajar yang menyenangkan dan aktif sehingga siswa dapat memahami pelajaran. Interaksi-interaksi sosial baik antar siswa dengan siswa atau antar siswa dengan guru tidak terlihat saat proses pembelajaran matematika berlangsung.

Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, dalam pembelajaran matematika harus digunakan model pembelajaran yang sesuai. Salah satu model pembelajaran yang digunakan yaitu model pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated Instruction (TAI). Pembelajaran kooperatif tipe TAI ini dikembangkan oleh Slavin. Tipe ini mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran individual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual.

Ciri khas pada tipe TAI ini adalah setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar

4

Kadir, Kemampuan Komunikasi Matematik dan Keterampilan Sosial Siswa dalam Pembelajaran Matematika, Jurnal FKIP Unhalu Kendari, 2008, h. 344.


(21)

individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama.5

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Accelerated Instruction

(TAI) Terhadap Keterampilan Sosial Matematik Siswa Kelas 8 di SMP Negeri 3 Tangerang ”.

B.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan maka dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Metode pengajaran yang digunakan guru kurang bervariatif. 2. Siswa kurang aktif saat belajar matematika.

3. Kurangnya pemahaman siswa terhadap pelajaran matematika. 4. Interaksi-interaksi sosial antar siswa dengan siswa tidak tumbuh. 5. Hasil belajar matematika siswa rendah.

C.

Pembatasan Masalah Penelitian

Agar penelitian ini dapat terarah dan tidak terlalu luas jangkauannya maka diperlukan pembatasan masalah. Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Keterampilan sosial matematik siswa dilihat pada dua aspek yaitu aspek kemampuan dan aspek sikap.

2. Pembahasan keterampilan sosial matematik siswa yaitu yang diberi permasalahan sosial dan konflik dengan pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated Instruction (TAI) dan model pembelajaran klasikal.

5

Widyantini, Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Kooperatif,


(22)

3. Siswa yang diteliti adalah siswa kelas 8 yaitu kelas 8.2 dan 8.3 di SMP Negeri 3 Tangerang.

4. Materi yang dibahas adalah Lingkaran. D.

Perumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peniliti merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated Instruction (TAI) terhadap keterampilan sosial matematik siswa?

2. Bagaimana respon sikap keterampilan sosial siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated Instruction (TAI) dengan siswa yang diajar dengan menggunakan model klasikal?

E.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe TAI. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TAI terhadap keterampilan sosial matematik siswa.

2. Mengetahui respon sikap keterampilan sosial siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TAI dengan siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran klasikal.

F.

Manfaat Penelitian

Apabila hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TAI memberikan pengaruh yang signifikan terhadap keterampilan sosial matematik siswa, maka diharapkan bermanfaat bagi berbagai pihak diantaranya:


(23)

1. Bagi Siswa

Hasil dari pembelajaran siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TAI dapat meningkatkan keterampilan sosial matematik siswa.

2. Bagi Guru

Model pembelajaran kooperatif tipe TAI dapat digunakan sebagai model alternatif yang dapat meningkatkan keterampilan sosial matematik siswa pada proses pembelajaran.

3. Bagi Sekolah

Sekolah dapat merekomendasikan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TAI untuk meningkatkan keterampilan sosial matematik siswa bahkan untuk mata pelajaran lain.

4. Bagi Peneliti

Peneliti dapat menambah wawasan tentang model pembelajaran kooperatif tipe TAI dalam meningkatkan keterampilan sosial metematik.

5. Bagi Pembaca

Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi bagi pembaca untuk diteliti lebih lanjut.


(24)

10

BAB II

KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A.

Deskripsi Teoritik

1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Accelerated Instruction

(TAI)

a) Pengertian Model Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran dalam implementasinya mengenal banyak istilah untuk menggambarkan cara mengajar yang akan dilakukan oleh guru. Saat ini, begitu banyak macam strategi ataupun metode pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran menjadi lebih baik. Istilah model, pendekatan, strategi, metode, dan teknik sangat familiar dalam dunia pembelejaran kita.

Model pembelajaran menurut Arends dalam buku Trianto, adalah suatu perencanaan yang disusun untuk digunakan dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Perencanaan yang dibuat mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan saat melakukan kegiatan pembelajaran, termasuk di dalamnya memuat tujuan pengajaran, langkah-langkah yang akan dilakukan, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas.1

Menurut Joyce dan Weil dalam buku Rusman, bahwa model pembelajaran adalah suatu susunan perencanaan yang dapat digunakan untuk merancang kurikulum atau rencana pembelajaran dalam jangka panjang, merancang bahan-bahan pembelajaran, serta membimbing siswa pada pembelajaran di kelas.2

Joyce dalam buku Trianto, mendefinisikan model pembelajaran sebagai “each model guides us as we design instruction to help student achve various

objectives”. maksud kutipan tersebut adalah bahwa setiap model mengarahkan

1

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 51.

2

Rusman, Seri Manajemen Sekolah Bermutu: Model-Model Pembelajaran (Mengembangkan Profesionalsme Guru), (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 133.


(25)

guru dalam merancang dan menyusun pembelajaran untuk membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.3

Sedangkan Trianto menyatakan bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang dapat digunakan untuk mendesain langkah-langkah dalam mengajar secara langsung didalam kelas, dan untuk menentukan bahan pembelajaran bagi siswa termasuk didalamnya memuat buku bacaan, film yang berisi materi pembelajaran, atau program-program media komputer yang mendukung kegiatan pembelajaran.4

Model pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berikut:5

1) Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu; 2) Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu;

3) Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar dikelas;

4) Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan: a) Urutan langkah-langkah pembelajaran (syntax); b) Adanya prinsip-prinsip reaksi;

c) Sistem sosial; d) Sistem pendukung.

Keempat bagian tersebut merupakan pedoman praktis bila guru akan melaksanakan suatu model pembelajaran.

5) Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak tersebut meliputi:

a) Dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat diukur; b) Dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang.

6) Membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedoman model pembelajaran yang dipilihnya.

3

Ibid. h. 133. 4

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 52.

5

Rusman, Seri Manajemen Sekolah Bermutu: Model-Model Pembelajaran (Mengembangkan Profesionalsme Guru), (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 136.


(26)

Berdasarkan uraian diatas, maka disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar yang telah ditentukan.

b) Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif telah memiliki sejarah yang panjang. Sejak zaman dahulu kala, para guru telah membolehkan atau mendorong siswa-siswa mereka untuk bekerjasama dalam tugas-tugas kelompok tertentu, dalam diskusi atau debat kelompok, atau dalam bentuk-bentuk kerja kelompok, atau dalam kegiatan belajar tambahan lainnya. Arends dalam Trianto, menyeleksi enam macam model pembelajaran yang sering digunakan guru dalam mengajar, masing-masing model pembelajaran tersebut antaralain: presentasi, pengajaran langsung (direct instruction), pengajaran konsep, pembelajaran kooperatif atau berkelompok, pengajaran berdasarkan masalah (problem base instruction), dan diskusi kelas.6

Model pembelajaran kooperatif atau kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu yang memungkinkan para siswa bekerjasama dalam suatu kelompok campuran dengan kecakapan yang berbeda-beda, dan akan memperoleh penghargaan jika kelompoknya mencapai suatu keberhasilan. Menurut Riyanto pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang dirancang untuk membelajarkan kecakapan akademik (academic skill), sekaligus keterampilan social (social skill) termasuk interpersonal skill.7

Sedangkan Widyantini menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang didalamnya berisi kelompok-kelompok belajar. Setiap siswa yang ada dalam kelompok-kelompok tersebut mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda yaitu tinggi, sedang dan rendah, jika

6

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 53.

7


(27)

memungkinkan anggota kelompok bisa dibentuk dari ras, budaya, dan suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja kelompok dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan sehingga pengetahuan dan keterampilan yang telah dibuat dapat tercapai dengan maksimal.8

Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran kelompok yang akhir-akhir ini menjadi perhatian dan dianjurkan para ahli pendidikan untuk digunakan. Slavin dalam buku Sanjaya, mengemukakan dua alasan,

pertama, beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningatkan prestasi belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan social, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain, serta dapat meningkatkan harga diri. Kedua, pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam belajar berpikir, memecahkan masalah dan mengintegrasikan pengetahuan dengan keterampilan.9

Metode ini biasanya bersifat informal, tidak berstruktur, dan hanya digunakan pada saat-saat tertentu saja. Namun demikian, sejak dua puluh tahun yang lalu, telah dilakukan beberapa penelitian yang signifikan terhadap teknik-teknik lama ini. Untuk pertama kalinya, strategi kooperatif mulai dikembangkan, bahkan, lebih dari itu, mulai di evaluasi dalam berbagai konteks pengajaran yang lebih luas. Sebagai hasil dari sekian tahun penelitian dan aplikasi praktis dari ratusan ribu guru, keberadaan metode-metode pembelajaran kooperatif yang efektif kini sebenarnya hadir untuk berbagai keperluan pengajaran yang ada. Lebih jauh lagi, kini kita tahu betapa banyaknya pengaruh pebelajaran kooperatif terhadap siswa dan kondisi-kondisi yang dibutuhkan untuk membuat pembelajaran kooperatif yang efektif, khususnya untuk pencapaian prestasi.

Pembelajaran kooperatif berbeda dengan strategi pembelajaran yang lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan kepada proses kerjasama dalam kelompok. Tujuan yang ingin

8

Widyantini, Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Kooperatif,

(Yogyakarta: PPPG Matematika, 2006), h. 3. 9

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: kencana, 2011), h. 242.


(28)

dicapai tidak hanya kemampuan akademik dalam pengertian penguasaan bahan pelajaran, tetapi juga adanya unsur kerjasama untuk penguasaan materi tersebut. Adanya kerjasama inilah yang menjadi ciri khas dari pembelajaran kooperatif.

Dalam proses pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif, siswa didorong untuk bekerja sama pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Tujuan model pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya, serta pengembangan keterampilan sosial. Menurut Riyanto, ada lima prinsip yang mendasari pembelajaran kooperatif, yaitu:10

1) Positive independence artinya adanya saling ketergantungan positif yakni anggota kelompok menyadari pentingnya kerjasama dalam pencapaian tujuan.

2) Face to face interaction artinya antar anggota berinteraksi dengan saling berhadapan.

3) Individual accountability artinya setiap anggota kelompok harus belajar dan aktif memberikan kontribusi untuk mencapai keberhasilan kelompok.

4) Use collaborative/social skill artinya harus menggunakan keterampilan bekerjasama dan bersosialisasi. Agar siswa mampu berkolaborasi perlu adanya bimbingan guru.

5) Group processing artinya siswa perlu menilai bagaimana mereka bekerja secara efektif.

Sedangkan Menurut Nur dalam Widyantini, prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut:11

1) Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya.

10

Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 270. 11

Widyantini, Model Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Kooperatif,


(29)

2) Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama.

3) Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya.

4) Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.

5) Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.

6) Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Dengan demikian bukanlah suatu cooperative environment meskipun beberapa siswa duduk bersama namun bekerja secara individu dalam menyelesaikan tugas, atau seorang anggota kelompok menyelesaikan sendiri tugas kelompoknya. Cooperative learning lebih merupakan upaya pemberdayaan teman sejawat, meningkatkan interaksi antar siswa, serta hubungan yang saling menguntungkan antar mereka. Siswa dalam kelompok akan belajar mendengar ide atau gagasan orang lain, berdiskusi setuju atau tidak setuju, menawarkan, atau menerima kritikan yang membangun, dan siswa merasa tidak terbebani ketika ternyata pekerjaannya salah.

Dalam pembelajaran kooperatif dikembangkan diskusi dan komunikasi dengan tujuan agar siswa saling berbagi kemampuan, saling belajar berpikir kritis, saling menyampaikan pendapat, saling memberi kesempatan menyalurkan kemampuan, saling membantu belajar, saling menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman lain. Selanjutnya Widyantini, menyatakan bahwa terdapat 6 langkah yang harus dilakukan guru dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif, antaralain:12

12

Widyantini, Model Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Kooperatif,


(30)

1) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan mengkomunikasikan kompetensi dasar yang akan dicapai serta memotivasi siswa.

2) Guru menyajikan informasi tentang materi yang akan dipelajari kepada siswa.

3) Guru menginformasikan pengelompokan siswa.

4) Guru memotivasi serta memfasilitasi kerja siswa dalam kelompok-kelompok belajar.

5) Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi pembelajaran yang telah dilaksanakan.

6) Guru memberi penghargaan hasil belajar individual dan kelompok. Berbeda dengan pendapat Widyantini, Rusman menyatakan bahwa prosedur atau langkah-langkah pembelajaran kooperatif pada prinsipnya terdiri atas empat tahap, yaitu sebagai berikut:13

1) Penjelasan materi, tahap ini merupakan tahapan penyampaian pokok-pokok materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuan utama tahapan ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi pelajaran.

2) Belajar kelompok, tahapan ini dilakukan setelah guru memberikan penjelasan materi, siswa bekerja dalam kelompok yang telah dibentuk sebelumnya.

3) Penilaian, penilaian dalam pembelajaran kooperatif bisa melalui tes atau kuis, yang dilakukan secara individu atau kelompok. Tes individu akan memberikan penilaian kemampuan individu, sedangkan kelompok akan memberikan penilaian pada kemampuan kelompoknya, seperti dijelaskan sanjaya “Hasil akhir setiap siswa adalah penggabungan keduanya dan dibagi dua. Nilai setiap kelompok memiliki nilai sama dalam kelompoknya. Hal ini disebabkan nilai

13

Rusman, Seri Manajemen Sekolah Bermutu: Model-Model Pembelajaran (Mengembangkan Profesionalsme Guru), (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 212.


(31)

kelompok adalah nilai bersama dalam kelompoknya yang merupakan hasil kerja sama setiap anggota kelompoknya”.

4) Pengakuan tim, adalah penetapan tim yang dianggap paling menonjol atau tim paling berprestasi untuk kemudian diberikan penghargaan atau hadiah, dengan harapan dapat memotivasi tim untuk terus berprestasi lebih baik lagi.

Pembelajaran kooperatif mempunyai kelebihan, dalam hal ini Wina Sanjaya menyatakan bahwa kelebihan pembelajaran model kooperatif atara lain:14

1) Melalui SPK siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain..

2) SPK dapat mengembangkan kemampuanmengungkapkan idea tau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide yang lain.

3) SPK dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannyaserta menerima segala perbedaan.

4) SPK dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.

5) SPK merupakan strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial.

6) Melalui SPK dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik.

7) SPK dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata.

8) Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir.

14

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Poses Pendidikan,, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2011 h. 249-250


(32)

Dari beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang melibatkan sejumlah kelompok kecil siswa yang bekerjasama dan belajar bersama dengan saling membantu satu dengan yang lainnya secara interaktif untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.

c) Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Accelerated Instruction (TAI)

Model ini diperkenalkan pertama kali oleh Slavin, ia membuat model ini dengan beberapa alasan. Pertama, model ini mengkombinasikan keunggulan kooperatif dan program pengajaran individual. Kedua, model ini memberikan tekanan pada efek social dari belajar kooperatif. Ketiga, TAI disusun untuk memecahkan masalah dalam program pengajaran, misalnya dalam hal kesulitan belajar siswa secara individual.

Tipe ini mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran individual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual, ciri khas pada tipe TAI ini adalah setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama.

Model ini juga merupakan model kelompok berkemampuan heterogen. Setiap siswa belajar pada aspek khusus pembelajaran secara individual. Anggota tim menggunakan lembar jawab yang digunakan untuk saling memeriksa jawaban teman se-tim, dan semua bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban pada akhir kegiatan sebagai tanggung jawab bersama. Diskusi ini terjadi pada saat siswa saling mempertanyakan jawaban yang dikerjakan teman sekelompoknya. Dalam model pembelajaran TAI, siswa memasuki sekuan individual berdasarkan tes penempatan dan kemudian melanjutkannya dengan tingkat kemampuan mereka sendiri. Secara umum, anggota kelompok bekerja


(33)

pada unit pelajaran yang berbeda. Teman satu tim saling memeriksa hasil kerja masing-masing menggunakan lembar jawaban dan saling membantu dalam menyelesaikan berbagai masalah. Para siswa bertanggung jawab untuk saling mengecek satu sama lain dan mengelola materi yang disampaikan, guru dapat menghabiskan waktu di dalam kelas untuk menyampaikan pelajaran kepada kelompok kecil siswa yang terdiri dari beberapa tim yang belajar pada tingkat yang sama dalam sekuen matematika.

Model pembelajaran TAI memiliki delapan komponen. Kedelapan komponen tersebut adalah sebagai berikut: (1) Teams, yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri atas 4 sampai 5 siswa, (2) Placement Test, yakni pemberian pre-test kepada siswa atau melihat rata-rata nilai harian siswa agar guru mengetahui kelemahan siswa pada bidang tertentu, (3) Student Creative, melaksanakan tugas dalam suatu kelompok dengan menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya, (4) Team Study, yaitu tahapan tindakan belajar yang harus dilaksanakan oleh kelompok dan guru memberikan bantuan secara individual kepada siswa yang membutuhkannya, (5) Team Scores and Team Recognition, yaitu pemberian skor terhadap hasil kerja kelompok dan pemberian criteria penghargaan terhadap kelompok yang berhasil secara cemerlang dan memberikan dorongan semangat kepada kelompok yang dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas, (6) Teaching Group, yakni pemberian materi secara singkat dari guru menjelang pemberian tugas kelompok, (7) Facts Test, yaitu pelaksanaan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang diperoleh siswa, dan (8) Whole Class Units, yaitu pemberian materi kembali di akhir waktu pembelajaran oleh guru dengan strategi pemecahan masalah.

Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TAI dijelaskan oleh Widyantini sebagai berikut:15

15

Widyantini, Model Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Kooperatif,


(34)

1) Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi pembelajaran secara individual yang sudah dipersiapkan oleh guru. 2) Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk

mendapatkan skor dasar atau skor awal.

3) Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 – 5 siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat kemampuan (tinggi, sedang dan rendah) Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta kesetaraan jender.

4) Hasil belajar siswa secara individual didiskusikan dalam kelompok. Dalam diskusi kelompok, setiap anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman satu kelompok.

5) Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.

6) Guru memberikan kuis kepada siswa secara individual.

7) Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).

Pada implementasi pembelajaran kooperatif struktur TAI ini, siswa dapat bekerjasama dalam kelompok dyad (terdiri dari dua orang), triad (kelompok tiga orang), atau menurut Slavin sampai 4-6 orang. Mereka belajar untuk menjawab sejumlah masalah atau pertanyaan yang ada dalam suatu paket pembelajaran serta diberikan kewenangan memberikan nilai kepada hasil kerja temannya dalam tim yang sama. Kemudian mereka diberikan kuis. Hasil kuis ini dinilai oleh kelompok lain dan selanjutnya dilaksanakan tinjauan oleh salah seorang siswa dalam kelompok yang bertindak sebagai pemantau (monitor). Setelah tinjauan ini selesai dan disetujui oleh para siswa dalam kelompoknya, mereka dapat mengerjakan tes akhir (final test) dan mendapatkan skor final setelah


(35)

selesai mengerjakan tes akhir. Para siswa yang memperoleh skor positif akan mendapatkan penghargaan bagi hasil karyanya.

2. Model Pembelajaran Klasikal

Model pembelajaran klasikal atau Group presentation adalah kegiatan penyampaian pelajaran kepada peserta didik yang biasanya dilakukan dengan cara berceramah di depan kelas. Pembelajaran klasikal lebih menunjukkan kemampuan utama pendidik, karena pembelajaran klasikal ini merupakan kegiatan pembelajaran yang tergolong efisien dan tidak terlalu rumit. Pembelajaran dengan model klasikal ini memberi arti bahwa seorang pendidik melakukan dua kegiatan sekaligus yaitu mengelola kelas dan mengelola pembelajaran.16

Pengelolaan kelas adalah penciptaan kondisi yang memungkinkan terselenggaranya kegiatan pembelajaran secara baik dan menyenangkan yang dilakukan di dalam kelas diikuti sejumlah peserta didik yang dibimbing oleh seorang pendidik. Pendidik dituntut kemampuannya menggunakan teknik penguatan dalam pembelajaran agar ketertiban belajar dapat diwujudkan. Pengajaran klasikal dirasa lebih sesuai dengan kurikulum yang sama, yang dinilai melalui ujian yang sama pula. Buku pelajaran yang diterbitkan oleh pemerintah untuk digunakan oleh peserta didik juga sama bagi semua tingkatan pendidikan. Buku paket tersebut dapat dipadukan dengan buku lain yang sama materinya. Itu pun berlaku bagi pendidik kreatif dalam mengembangkan materi pelajaran dengan tidak hanya menggunakan satu buku paket untuk satu mata pelajaran.

Belajar secara klasikal cenderung menempatkan peserta didik dalam posisi pasif, sebagai penerima bahan pelajaran. Upaya mengaktifkan peserta didik dapat menggunakan metode tanya jawab, diskusi, demonstrasi, dan lain-lain yang sesuai dengan materi pelajaran dan latar belakang kemampuan peserta

16

Muhammad Idris, model mengajar dalam pembelajaran: alam sekitar, sekolah kerja, individual, dan klasikal, lentera pendidikan, Vol. 15 No. 2 Desember 2012, h.262


(36)

didik. Model ini memiliki karakteristik yang memberikan suasana belajar individual dan kelompok serta pencapaian keterampilan sosial. Model ini juga dapat digunakan untuk mencapai tujuan yang bersifat akademis.

3. Keterampilan Sosial Matematik

a. Pengertian Keterampilan Sosial

Menurut Mujis dan Reynolds dalam Kadir, Keterampilan sosial merupakan kemampuan yang dimiliki siswa untuk menempatkan diri dan berperan sesuai dengan kondisi yang ada di lingkungannya. Keterampilan ini sangat penting karena dari berbagai hasil penelitian menyebutkan bahwa ada hubungan yang cukup erat antara keterampilan sosial siswa dengan berbagai kemampuan lainnya seperti bekerjasama dalam suatu kelompok, berinteraksi dengan teman sebaya, menjalin pertemanan dengan orang baru, dan menangani konflik. Kurangnya keterampilan sosial yang dimiliki siswa akan berdampak pada rendahnya prestasi akademik dan non akademik siswa di sekolah, cenderung kesepian dan menampakkan rasa percaya diri yang rendah, serta ada kemungkinan akan dropt-out dari sekolah.17

Keterampilan sosial anak perlu dikembangkan agar anak memperoleh rasa percaya diri, bisa menghadapi berbagai masalah dan mencari solusinya, dan mudah diterima oleh anak lainnya. Melalui pengembangan keterampilan sosial, anak akan mudah bergaul dengan orang lain di lingkungan manapun dia berada. Anak yang mempunyai keterampilan sosial yang baik akan berperilaku sesuai dengan harapan lingkungan secara tepat. Salah satu cara yang dapat diupayakan untuk menanamkan keterampilan sosial anak adalah dengan memberi kesempatan kepada anak untuk berlatih berinteraksi dengan anak lainnya dalam pembelajaran kelompok kecil. Kebiasaan siswa bermain dan bergaul bersama temannya dalam memecahkan masalah dan saling menerima cenderung akan memiliki keterampilan sosial yang tinggi dibandingkan dengan anak yang

17

Kadir, Kemampuan Komunikasi Matematik dan Keterampilan Sosial Siswa dalam Pembelajaran Matematika, Jurnal FKIP Unhalu Kendari, 2008, h. 344.


(37)

sehari-harinya di rumah saja atau dalam pembelajaran klasikal tanpa interaksi dengan siswa lainnya.

Winataputra dalam Iim, dkk., menyatakan bahwa keterampilan sosial merupakan bagian tak terpisahkan dari jenis-jenis keterampilan yang lainnya harus menjadi target dalam proses pembelajaran, seperti keterampilan intelektual yang meliputi keterampilan berpikir kritis (mengidentifikasi, mendeskripsikan, menjelaskan dan menganalisis, mengevaluasi, dan mempertahankan sikap atau pendapat berkenaan dengan masalah-masalah publik).18

Sedangkan menurut Chaplin dalam Yulia, keterampilan sosial merupakan bentuk perilaku, perbuatan dan sikap yang ditampilkan oleh individu ketika berinteraksi dengan orang lain disertai dengan ketepatan dan kecepatan sehingga memberikan kenyamanan bagi orang yang berada disekitarnya.19

Lebih lanjut Janice J. Beaty dalam Yulia, menyebutkan bahwa keterampilan sosial atau disebut juga prosocial behavior mencakup perilaku-perilaku sebagai berikut:

1) Empati yang didalamnya anak-anak mengekspresikan berbagai macam perasaannya seperti: menunjukan rasa harunya dengan memberikan perhatian kepada seseorang yang sedang mengalami masalah dan mengungkapkan perasaan kepada orang lain yang sedang mengalami konflik sebagai bentuk bahwa ia ikut merasakan seperti yang sedang dialami orang lain.

2) Kemurahan hati atau kedermawanan seperti: berbagi atau memberikan suatu barang yang dimiliknya kepada orang lain.

3) Kerjasama seperti: ikut serta dalam membantu teman sekelompok dan menuruti perintah ketua kelompok dengan sukarela tanpa ada perselisihan, dan

18

Iim Masyitoh, dkk., Model Pembelajaran Curah Pendapat Untuk Meningkatkan Partisipasi Dan Keterampilan Sosial Mahasiswa,Jurnal UPI, 2010, h. 778.

19

Yulia, Penerapan Metode Bermain Peran (Role Playing) dalam Meningkatkan Keterampilan Sosial dan Keterampilan Berbicara Anak Usia Dini, Jurnal ISSN 1412-565X , Edisi Khusus No. 2, Agustus 2011, h.32.


(38)

4) Memberi bantuan seperti: membantu seseorang yang sedang mengalami kesulitan.20

b. Indikator Keterampilan Sosial

Menurut Dowd dan Tierney dalam desvi dan nor, Anak-anak perlu diajarkan keterampilan sosial karena hal ini merupakan faktor penting yang dapat membantu anak berhasil mencapai cita-cita dan sukses dalam kehidupannya.21

Elksnin dan Elksnin dalam Wisnu, dkk., mengidentifikasikan keterampilan sosial dalam beberapa ciri, antara lain: (1) Perilaku interpersonal, yaitu perilaku yang menyangkut keterampilan yang digunakan selama melakukan interaksi sosial, (2) Perilaku berhubungan dengan diri sendiri, yaitu perilaku seseorang yang dapat mengatur dirinya sendiri dalam situasi sosial, (3) Perilaku yang berhubungan dengan kesuksesan akademik, (4)

Peer acceptance (penerimaan teman sebaya), dan (5) Keterampilan berkomunikasi, yaitu keterampilan yang diperlukan untuk menjalin hubungan social yang baik.22

Selanjutnya Gottman dan Parker dalam kadir, menyatakan bahwa ada enam keterampilan sosial yang harus dikembangkan di dalam pertemanan, yaitu:23

1) Conform, cooperate and compete (penyesuaian diri, bekerja sama dan bersaing).

2) Take risks (mengambil resiko).

3) Develop communication skills (mengembangkan keterampilan komunikasi);

4) Develop negotiation skills and tact (mengembangkan keterampilan negosiasi dan bijaksana).

20

Yulia, Penerapan Metode Bermain Peran (Role Playing) dalam Meningkatkan Keterampilan Sosial dan Keterampilan Berbicara Anak Usia Dini, Jurnal ISSN 1412-565X , Edisi Khusus No. 2, Agustus 2011, h.33.

21

Desvi yanti, dkk., Evektifitas Art Therapy Untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial Pada Anak Yang Mengalami Gangguan Prilaku,Jurnal UNSU, 2006, h. 19.

22

Wisnu Sri Hertinjung, dkk., Keterampilan Sosial Anak Pra Sekolah ditinjau dari Interaksi Guru-Siswa Model Mediated Learning Experience, Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 9, No. 2, Agustus 2008, h. 181-182.

23

Kadir, Kemampuan Komunikasi Matematik dan Keterampilan Sosial Siswa dalam Pembelajaran Matematika, Jurnal FKIP Unhalu Kendari, 2008, h. 344.


(39)

5) Resolve conflicts (menangani konflik), dan

6) Develop shared meanings for group interaction (mengembangkan pengertian bersama dalam interaksi kelompok).

Keenam keterampilan sosial ini sesuai dengan studi pertemanan di kelas matematika.

Lebih lanjut Iim, dkk., menyatakan bahwa yang termasuk kedalam keterampilan sosial (social skill) antaralain: keterampilan berkomunikasi baik verbal maupun non verbal, menjalin interaksi yang baik dengan orang lain, mampu mengemukakan pendapat, memiliki sikap toleran terhadap perbedaan, dapat bekerjasama dengan baik, dan mau menerima pendapat atau masukan dari orang lain secara terbuka.24

Namun demikian dalam penelitian ini indikator keterampilan sosial yang digunakan adalah develop communication skills (mengembangkan keterampilan komunikasi) dan resolve conflicts (menangani konflik) dengan pertimbangan bahwa kedua indikator tersebut berkaitan erat dengan tujuan pembelajaran matematika yang dimuat pada standar isi.

Dari beberapa penjelasan diatas, disimpulkan bahwa keterampilan sosial adalah kemampuan siswa untuk aktif mengeluarkan pendapat, berdiskusi dengan baik, menghargai perbedaan dan pendapat satu sama lain serta kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan baik dan benar.

B.

Penelitian yang Relevan

Sebagai bahan penguat penelitian tentang model pembelajaran TAI untuk meningkatkan pemahaman konsep, peneliti mengutip beberapa penelitian yang relevan, yaitu :

1. Hamzah dan Giri (2010), dengan judulnya “Peningkatan Prestasi Belajar Penjumlahan Pecahan Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe

24

Iim Masyitoh, dkk., Model Pembelajaran Curah Pendapat Untuk Meningkatkan Partisipasi Dan Keterampilan Sosial Mahasiswa,Jurnal UPI, 2010, h. 778.


(40)

TAI Pada Siswa Kelas V SDN Inpres Cenggu” Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa langkah-langkah pembelajaran-pembelajaran kooperatif tipe TAI dengan model lingkaran dapat meningkatkan prestasi belajar penjumlahan pecahan siswa kelas V SDN INPRES. Maka berkaitan dengan hal tersebut penerapan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe TAI memberi pengaruh yang positif terhadap hasil belajar siswa.

2. M. Wahid Syaifuddin (2013) Pembelajaran model kooperatif tipe TAI menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada pembelajaran dengan menggunakan model konvensional baik untuk siswa yang mempunyai kemampuan awal tinggi,siswa yang berkemampuan awal sedang, maupun siswa yang berkemampuan awal rendah pada pokok bahasan relasi dan fungsi siswa Kelas VIII MTs Kabupaten Klaten.

C.

Kerangka Berpikir

Matematika merupakan ilmu dasar, tentu selalu mendapat perhatian khususnya bagi peserta didik, karena matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan, baik pendidikan umum maupun pendidikan kejuruan mulai dari pendidikan dasar sampai pada pendidikan tinggi. Pelajaran matematika merupakan pelajaran yang dianggap penting oleh pemerintah. Tetapi bagi banyak siswa justru matematika dianggap mata pelajaran tersulit. Penyebabnya pun bermacam-macam, diantaranya adalah siswa tidak aktif didalam pembelajaran sehingga merasa kesulitan saat menghadapi soal-soal yang diluar kebiasaan. Hal ini terlihat dari hasil belajar siswa yang masih rendah. Selain hasil belajar yang konkret yang dapat dilihat, juga ada hal yang harus diperhatikan oleh guru untuk meningkatkan hasil belajar siswa, yaitu keterampilan sosial siswa didalam kelas. Keterampilan sosial siswa tidak berkembang dikarenakan pembelajaran yang diberikan terkesan pasif, tidak mengasa siswa untuk bertukar pikiran atau pendapat antar sesama.


(41)

Dalam proses pembelajaran matematika hendaknya guru menggunakan metode yang tepat dan sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa tersebut guna meningkatkan keterampilan sosial matematik siswa khususnya didalam kelas. Guru harus menciptakan suasana belajar dimana siswa dapat aktif dan memahami fenomena dari segala sisi, kemudian memahami prinsip dan konsep secara langsung, menghubungkan konsep satu dengan konsep lain, serta mampu memecahkan masalah nyata dalam kehidupan. Pembelajaran tidak hanya berpusat kepada guru sehingga materi yang diberikan terasa membosankan, tetapi juga membuat siswa aktif dan merasa senang ketika belajar matematika.

Oleh karena itu dibutuhkan suatu model pembelajaran yang dapat membantu siswa mudah memahami materi sekaligus meningkatkan aktivitas siswa dalam belajar. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika yaitu model pembelajaran Team Accelerated Instruction (TAI). Model pembelajaran TAI melatih siswa untuk menemukan konsep sendiri, membuat siswa aktif selama pembelajaran berlangsung dan materi tidak terasa membosankan.

Proses pembelajaran tidak hanya berpusat kepada guru, tetapi kepada siswa, guru bertindak sebagai fasilitator. Sehingga dengan menggunakan model pembelajaran tersebut dapat meningkatkan keterampilan sosial matematik siswa dan meningkatkan hasil belajar matematika siswa.

D.

Hipotesis Penelitian

Dalam suatu penelitian, rumusan hipotesis sangat penting. Hipotesis merupakan kesimpulan sementara yang masih perlu diuji kebenarannya. Adapun hipotesis yang diajukan adalah “Keterampilan Sosial Matematik Siswa Kelas 8 di SMP Negeri 3 Tangerang Lebih Tinggi dengan Menggunakan Model


(42)

28

BAB III

METODE PENELITIAN

A.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 3 Tangerang pada semester genap bulan Januari tahun pelajaran 2013/2014 dengan subjek penelitiannya adalah siswa kelas 8.

B.

Metode dan Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Quasi Eksperimen

(percobaan semu), yaitu metode eksperimen yang tidak memungkinkan peneliti melakukan pengontrolan penuh terhadap faktor lain yang mempengaruhi variabel dan kondisi eksperimen.

Desain eksperimen ini memiliki dua kelompok yaitu: kelompok pertama yang mendapatkan perlakukan (treatment) sedangkan kelompok kedua merupakan pengendali (kontrol). Desain ini menggunakan Posttest-Only Control Group Design. Dalam desain penelitian ini objek yang akan diteliti akan diberikan tes akhir setelah kedua kelas mendapatkan perlakuan. Kelas eksperimen diberikan perlakuan (treatment) berupa penggunaan model pembelajaran Team Accelerated Instruction (TAI). Sedangkan pada kelompok kontrol, peneliti melakukan proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Klasikal. Desain ini digambarkan pada tabel 3.1

Tabel. 3.1

Desain Penelitian Posttest-Only Control Group Design

Kelompok Perlakuan Test Akhir

RE X1 O


(43)

Keterangan:

RE = Proses pemilihan subyek pada kelas eksperimen Rk = Proses pemilihan subyek pada kelas kontrol

X1 = Perlakuan dengan penggunaan model pembelajaran Team

Accelerated Instruction (TAI)

X2 = Perlakuan dengan penggunaan model pembelajaran klasikal O = Tes akhir (Posttest) 1

Pada pelaksanaannya, peneliti terlibat langsung dalam mengumpulkan, mengolah, menganalisis, serta menarik suatu kesimpulan dari data yang diperoleh. Dalam penelitian ini, sebelum memberikan tes akhir peneliti mengajarkan materi dengan menggunakan model pembelajaran Team Accelerated Instruction (TAI) pada kelas eksperimen. Pada tahap akhir peneliti memberikan soal posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

C.

Populasi dan Sampel Penelitian

1.

Populasi

Menurut Sugiyono, populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh penelti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya2. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas 8.2 dan 8.3 di SMP Negeri 3 Tangerang pada semester genap tahun pelajaran 2013/2014 dengan jumlah 84 siswa.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi3. Pada penelitian ini sampel diambil dari populasi dengan teknik

Multistage Sampling, yaitu Desain pengambilan sampel secara acak dari dua kelas yang menjadi populasi. Seluruh individu yang menjadi anggota populasi memiliki

1

Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), . 206

2

Sugiyono, Metodologi Penelitian Kombinasi (Mixed Methods), (Bandung: Alfabeta, 2011), h. 119.

3


(44)

peluang yang sama dan bebas dipilih sebagai anggota sampel. Dari kedua kelas yang menjadi populasi, dipilih 30 siswa pada setiap kelas yang akan dijadikan sampel. Kelas eksperimen berasal dari kelas 8.2 sebanyak 30 siswa dan kelas kontrol berasal dari kelas 8.3 sebanyak 30 siswa.

D.

Teknik Pengumpulan Data

Data penelitian ini diambil dari hasil tes keterampilan sosial matematika siswa di kelas eksperimen dan kelas kontrol. Tes yang dikerjakan oleh kedua kelas tersebut adalah sama. Instrumen tes yang digunakan adalah tes berbentuk essay sebanyak 19 soal yaitu soal nomor 1 (a, b, c, d), 2 (a, b, c), 3 (a, b, c), 4 (a, b, c, d), dan 5 (a, b, c, d, e). Diberikan tes dalam bentuk essay dikarenakan siswa dituntut menjawab secara teliti, analisis dan sistematik (teratur). Peneliti juga mengambil data dari kelas eksperimen berupa lembar observasi yang di isi selama kegiatan pembelajaran di kelas eksperimen. Lembar observasi yang peneliti isi bertujuan untuk melihat perkembangan keterampilan sosial matematik siswa di dalam kelas selama kegiatan pembelajaran.

Selain itu dilakukan juga penyebaran angket untuk mengetahui respon keterampilan sosial matematik siswa selama menggunakan model pembelajaran

Team Accelerated Instruction (TAI) di kelas eksperimen dan model pembelajaran klasikal di kelas kontrol. Pemberian angket dilakukan setelah peneliti menyelesaikan delapan kali pertemuan

E.

Instrumen Penelitian

1. Tes Keterampilan Sosial Matematik

Instrumen tes keterampilan sosial matematik yang diberikan sesuai dengan indikator keterampilan sosial matematik. Tes uji coba tersebut, terlebih dahulu diberikan kepada 42 siswa kelas 9.5 di SMP Negeri 3 Tangerang. Tes uji coba ini dilakukan untuk mengetahui apakah tes tersebut telah memenuhi uji prasyarat instrumen yakni dengan menguji validitas, realibilitas, daya pembeda dan taraf kesukaran.


(45)

Tabel 3.2

Kisi-kisi Instrumen Keterampilan Sosial Matematik Standar kompetensi: Menentukan unsur, bagian lingkaran serta ukurannya

Keterangan:

1. Develop Communication Skills 2. Resolve Conflicts

Untuk memperoleh skor keterampilan sosial matematik siswa, diperlukan pedoman penskoran terhadap jawaban siswa untuk tiap butir soal, penskoran tersebut dapat dilihat pada tabel 3.3

Kompetensi Dasar Indikator Soal Indikator Keterampilan Sosial Matematik No. Soal

1 2

Menghitung keliling dan luas lingkaran

- Siswa dapat menyatakan

pendapatnya dari permasalahan yang diberikan

1b, 2b, 3b, 4b,

5b

- Siswa dapat membuat pertanyaan melalui informasi yang telah diketahui

3c

- Siswa dapat menceritakan ulang sebuah peristiwa dengan bahasanya sendiri

1a, 3a, 4a, 5a

- Siswa dapat menjelaskan solusi dari suatu permasalahan

2a

- Siswa dapat menghitung luas lingkaran pada soal konflik

1c, 2c, 4c, 5c

- Siswa dapat menghitung keliling lingkaran pada soal konflik

1d, 4d, 5d Menghitung panjang garis singgung per-sekutuan dua lingkaran

- Siswa dapat menghitung panjang garis singgung persekutuan dalam dua lingkaran pada soal konflik

5e


(46)

Tabel 3.3 Pedoman Penskoran

Aspek yang

Diukur Respon Siswa terhadap Soal Skor

Develop

Communication Skills

Tidak memberikan jawaban. 0

Bisa membuat pertanyaan atau menyatakan pendapat dari suatu pristiwa namun tidak sesuai dengan pertanyaan soal.

1

Bisa membuat pertanyaan atau menyatakan pendapat dari suatu pristiwa namun singkat ataupun salah.

2

Bisa membuat pertanyaan atau menyatakan pendapat dari suatu pristiwa namun kurang lengkap.

3

Bisa membuat pertanyaan atau menyatakan pendapat dari suatu pristiwa secara lengkap.

4

Resolve Conflicts

Tidak memberikan jawaban. 0

Bisa menyelesaikan suatu permasalahan namun tidak sesuai dengan pertanyaan soal.

1 Bisa menyelesaikan suatu permasalahan namun

singkat ataupun salah

2 Bisa menyelesaikan suatu permasalahan yang

diberikan namun penyelesaiannya tidak lengkap atau satuannya salah.

3

Bisa menyelesaikan suatu permasalahan yang diberikan dengan penyelesaian yang lengkap dan satuannya benar.


(47)

Dalam instrumen pengumpulan data, peneliti akan melakukan perhitungan validitas, perhitungan daya pembeda soal, perhitungan tingkat kesukaran, dan perhitungan reliabilitas untuk instrumen tes sebagai berikut:

a. Perhitungan Validitas Instrumen Tes

Validitas adalah derajat ketetapan suatu alat ukur tentang pokok isi atau arti sebenarnya yang diukur. Validitas dihitung dengan menggunakan rumus product moment dari Pearson yaitusebagai berikut: 4

�� = �Σ� − Σ� (Σ )

�ΣX2− ΣX 2 (nΣY2−(ΣY)2)

Keterangan:

rxy: koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y

n : banyaknya siswa X : skor butir soal Y : skor total

Uji validitas instrumen dilakukan untuk membandingkan hasil perhitungan � dengan � �� pada taraf signifikansi 5%, dengan terlebih dahulu menetapkan degrees of freedom atau derajat kebebasan yaitu dk = n-2. Soal dikatakan valid jika nilai �ℎ� ��≥ � ��, sebaliknya soal dikatakan tidak valid jika nilai �ℎ� ��<� ��.

Berdasarkan hasil perhitungan uji validitas instrumen dari 19 soal yang diujicobakan diperoleh 15 butir soal yang valid. Soal-soal yang valid tersebut adalah soal nomor 1 (a, c, d), 2 (a, b, c), 3 (a, c), 4 (a, c, d), dan 5 (a, c, d, e) yang mewakili indikator Develop Communication Skills dan Resolve Conflicts. Untuk lebih jelasnya, hasil uji validitas instrumen tes dapat dilihat pada tabel 3.4.

4

Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h.


(48)

Tabel 3.4

Rekap Data Hasil Uji Validitas Instrumen

b. Daya Pembeda Tes

Perhitungan daya pembeda soal dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana soal yang diberikan dapat menunjukkan siswa yang mampu dan yang

Indikator Keterampilan

Sosial

No Soal rhitung rtabel Keterangan

Develop Communication

Skills

1b 0,098 0,304 Tidak Valid

2b 0,646 0,304 Valid

3b 0,109 0,304 Tidak Valid 4b 0,148 0,304 Tidak Valid 5b 0,268 0,304 Tidak Valid

3c 0,801 0,304 Valid

1a 0,694 0,304 Valid

3a 0,710 0,304 Valid

4a 0,569 0,304 Valid

5a 0,537 0,304 Valid

Resolve Conflicts

2a 0,642 0,304 Valid

1c 0,716 0,304 Valid

2c 0,530 0,304 Valid

4c 0,518 0,304 Valid

5c 0,720 0,304 Valid

1d 0,688 0,304 Valid

4d 0,576 0,304 Valid

5d 0,620 0,304 Valid


(49)

tidak mampu menjawab soal. Perhitungan daya pembeda soal dalam penelitian ini menggunakan rumus dan kriteria sebagai berikut:5

� =

� − �

Keterangan :

D : indeks daya beda

: jumlah skor siswa kelompok atas : jumlah skor siswa kelompok bawah

� : skor maksimum siswa kelompok atas

� : skor maksimum siswa kelompok bawah Kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut:6

D :≤ 0,00 = sangat jelek D : 0,00 – 0,20 = jelek D : 0,21 – 0,40 = cukup D : 0,41 – 0,70 = baik D : 0,71 – 1,00 = sangat baik

Instrumen tes keterampilan sosial matematik yang telah diujikan menunjukkan hasil bahwa terdapat 7 soal dengan daya pembeda cukup, yaitu nomor 1c, 2c, 4 (a, c), dan 5 (a, c, e), terdapat 3 soal dengan daya pembeda baik yaitu nomor 1d, 3c dan 5d dan terdapat 5 soal dengan dayapembeda buruk yaitu nomor 1a, 2 (a, b), 3a dan 4d. Untuk lebih jelasnya data dari perhitungan daya pembeda disajikan pada tabel 3.5

5

Ibid, h.213 6


(50)

Tabel 3.5

Rekap Data Hasil Uji Daya Pembeda Instrumen

Indikator Keterampilan

Sosial

No Soal Nilai Daya

Pembeda Keterangan

Develop Communication

Skills

2b 0,274 Cukup

3c 0,452 Baik

1a 0,310 Cukup

3a 0,286 Cukup

4a 0,262 Cukup

5a 0,321 Cukup

Resolve Conflicts

2a 0,333 Cukup

1c 0,333 Cukup

2c 0,274 Cukup

4c 0,202 Cukup

5c 0,333 Cukup

1d 0,405 Baik

4d 0,226 Cukup

5d 0,452 Baik

5e 0,369 Cukup

c. Uji Taraf Kesukaran Soal

Uji taraf kesukaran digunakan untuk mengetahui indeks kesukaran suatu soal. Soal yang dikatakan baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Rumus yang digunakan untuk mengukur taraf kesukaran suatu soal adalah7:

� =

��

7


(51)

Keterangan :

� = indeks taraf kesukaran

= banyak siswa yang menjawab soal itu dengan betul

��= jumlah seluruh siswa peserta tes Klasifikasi tingkat kesukaran8:

0,00 < P≤ 0,30 : Soal Sukar 0,30 < P≤ 0,70 : Soal Sedang

0,70 < P≤ 1,0 : Soal Mudah

Dari hasil perhitungan diperoleh hasil 5 soal dinyatakan memiliki indeks kesukaran sedang, dan 10 butir soal memiliki indeks kesukaran sukar. Untuk lebih jelasnya, hasil uji taraf kesukaran instrumen tes dapat dilihat pada tabel 3.6

Tabel 3.6

Rekap Data Hasil Uji Taraf Kesukaran Instrumen Indikator Keterampilan

Sosial

No Soal Nilai Taraf

Kesukaran Keterangan

Develop Communication Skills

2b 0,331 Sedang

3c 0,286 Sukar

1a 0,286 Sukar

3a 0,267 Sukar

4a 0,250 Sukar

5a 0,250 Sukar

Resolve Conflicts

2a 0,248 Sukar

1c 0,319 Sedang

2c 0,255 Sukar

4c 0,321 Sedang

5c 0,319 Sedang

1d 0,305 Sedang

4d 0,260 Sukar

5d 0,290 Sukar

5e 0,220 Sukar

8


(52)

Berdasarkan hasil uji validitas, daya pembeda, dan kesukaran soal maka peneliti memilih instrumen yang akan digunakan dengan urutan sebagai berikut:

Tabel 3.7

Rekap Data Hasil Uji Coba Instrumen

Nomor Soal Validitas Daya Pembeda Kesukaran

1a Valid Cukup Sukar

1c Valid Cukup Sedang

1d Valid Baik Sedang

2a Valid Cukup Sukar

2b Valid Cukup Sedang

2c Valid Cukup Sukar

3a Valid Cukup Sukar

3c Valid Baik Sukar

4a Valid Cukup Sukar

4c Valid Cukup Sedang

4d Valid Cukup Sukar

5a Valid Cukup Sukar

5c Valid Cukup Sedang

5d Valid Baik Sukar

5e Valid Cukup Sukar

d. Perhitungan Reliabilitas Instrumen Tes

Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui keterpercayaan hasil tes. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. Adapun rumus yang digunakan untuk mengukur reliabilitas suatu tes yang berbentuk uraian adalah dengan menggunakan formula Alpha Cronbach, yaitu9:

�11 = �

� −1 1−

��2 �2

9


(53)

Keterangan :

�11 : reliabilitas yang dicari

�2 : varians total

2 : jumlah varians skor tiap-tiap item

Kriteria koefisien reliabilitas adalah sebagai berikut:10

0,80 <�11≤ 1,00 Derajat reliabilitas sangat baik 0,60 <�11≤ 0,80 Derajat reliabilitas baik 0,40 <�11≤ 0,60 Derajat reliabilitas cukup 0,20 <�11≤ 0,40 Derajat reliabilitas rendah

0,00 <�11≤ 0,20 Derajat reliabilitas sangat rendah

Berdasarkan kriteria koefisien reliabilitas, nilai �11= 0,97 berada diantara kisaran 0,80<�11≤ 1,00, maka dari 15 soal yang valid, memiliki derajat reliabilitas sangat baik.

2. Instrumen Non-Tes (Angket Siswa)

a) Lembar Observasi

Observasi atau pengamatan merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan kegiatan yang sedang berlangsung.11 Dalam penelitian ini digunakan lembar observasi yang berisi indikator pencapaian yang berhubungan dengan keterampilan sosial siswa. Lembar observasi ini hanya diberikan pada kelas eksperimen yang fungsinya untuk mengetahui perkembangan keterampilan sosial siswa selama kegiatan pembelajaran. Indikator pencapaian keterampilan sosial yang dimaksud antaralain: (1) Membangun kekompakan kelompok; (2) Menghargai konstribusi; (3) Tanggung jawab melaksanakan tugas; (4) Mengajukan pertanyaan; (5) Memberikan jawaban dari suatu pertanyaan; (6) Menjadi pendengar; dan (7) Berbicara di depan orang banyak

10

Ibid, h.75

11 Nana syaodih,

Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung:PT. Remaja Rodakarya, 2011), h.220.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Upaya Peningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa Melalui Model Kooperatif Tipe Team Games Tournament (TGT) Pada Konsep Sistem Koloid

0 7 280

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe team assisted individuallization (tai) terhadap pemahaman konsep matematika siswa kelas v sdi ummul quro bekasi

0 10 221

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe match mine terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa (quasi eksperimen di SMP Islam al-azhar)

11 106 89

Perbedaan hasil belajar biologi siswa antara pembelajaran kooperatif tipe stad dengan metode ekspositori pada konsep ekosistem terintegrasi nilai: penelitian quasi eksperimen di SMA at-Taqwa Tangerang

0 10 192

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA (Penelitian Quasi Eksperimen di SMP Madani Depok)

0 8 150

Analisis Wacana Argumentasi Siswa Pada Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Konsep Virus Kelas X (Penelitian Deskriptif Di Sma Negeri 9 Kota Tangerang Selatan)

1 7 275

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI).

6 9 167

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAI (TEAM ACCELERATED INSTRUCTION) UNTUK MENINGKATKAN Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Accelerated Instruction) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Kelas IV SD Negeri 01 Sepanjang Kecama

0 1 16

PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL J

0 2 18

PENGARUH PENERAPAN MODEL KOOPERATIF TIPE

0 1 32