10.33 Analisis Pengaruh Perdagangan Internasional Terhadap Permintaan Pariwisata Di Indonesia

27 lebih besar dari taraf nyata lima persen. Artinya, kondisi tersebut menandakan bahwa cukup bukti untuk mengatakan bahwa error yang terdapat pada model telah terdistribusikan secara normal. Tabel 11 Hasil Uji Normalitas Uji Normalitas Nilai Keterangan Jarque Bera 4.618 Lebih besar dari taraf nyata 5 Probabillity 0.099 Lebih besar dari taraf nyata 5 b. Uji Heteroskedastisitas Asumsi lain yang tidak boleh dilanggar dalam suatu model adalah terbebas dari masalah heteroskedastisitas. Pengujian dilakukan dengan melihat nilai Sum squared resid Weighted yang nilainya harus lebih kecil dari nilai Sum squared resid Unweighted . Pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa nilai Sum squared resid Weighted sebesar 3.148 lebih kecil dari Sum squared resid Unweighted sebesar 3.571. Artinya, model ini sudah terbebas dari gejala heteroskedastisitas. c. Uji Multikolinieritas Suatu model yang baik adalah tidak terdapat hubungan linier sempurna antar peubah bebas dalam model tersebut. Jika terdapat hubungan tersebut, dapat dikatakan peubah-peubah bebas tersebut berkolinieritas ganda sempurna perfect multicollinearity . Uji multikolinieritas adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan linier antar variabel bebas. Keberadaan multikolinieritas dapat dilihat beradasarkan hasil uji korelasi antar variabel bebas Lampiran 2 Hasil Estimasi Nomor 6. Hasil pengujian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antar variabel bebas yang dapat dilihat berdasarkan nilai masing- masing variabel bebas yang lebih kecil dari nilai koefisien determinasi sebesar 0.989. Maka model ini terbebas dari gejala multikolinearitas. d. Uji Autokorelasi Autokorelasi digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya korelasi antar error pada periode waktu yang berbeda pada model. Hasil pengujian ini dilihat dengan menggunakan selang nilai antara 1.55 sampai dengan 2.46. Jika nilai Durbin Watson DW berada diantara selang angka tersebut, maka model tersebut dapat dikatakan terbebas dari gejala autokorelasi. Nilai DW hasil estimasi pada Tabel 10 yaitu sebesar 1.881, artinya sudah tidak terdapat gejala autokorelasi pada model tersebut. Analisis Faktor yang Memengaruhi Permintaaan Pariwisata di Indonesia Variabel jarak ekonomi yang dilambangkan dengan EDIST pada model, menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0.001, maka dapat dikatakan bahwa variabel tersebut berpengaruh negatif secara signifikan terhadap permintaan pariwisata di Indonesia. Setiap peningkatan jarak ekonomi sebesar satu persen, maka permintaan akan pariwisata di Indonesia akan menurun sebesar 2.065 persen. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan Hafiz et al 2011 28 bahwa jarak ekonomi berpengaruh negatif secara signifikan terhadap permintaan pariwisata, ceteris paribus. GDP negara-negara asal wisatawan yang dilambangkan sebagai GDP dalam model, merupakan komponen yang merepresentasikan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Keberhasilan suatu negara diukur berdasarkan tingkat pertumbuhan ekonominya. Oleh sebab itu, GDP menjadi hal yang penting dalam menentukan permintaan terhadap barang ataupun jasa, dalam hal ini permintaan terhadap pariwisata. Sesuai dengan hasil estimasi yang telah dilakukan, variabel GDP berpengaruh positif secara signifikan terhadap permintaan pariwisata di Indonesia. Peningkatan GDP di negara-negara asal wisatawan asing sebesar satu persen, akan meningkatkan permintan pariwisata sebesar 1.505 persen, ceteris paribus. Hasil estimasi ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Deluna dan Jeon 2014 yang menyatakan bahwa kenaikan GDP negara asal wisatawan akan meningkatkan permintaan pariwisata di negara tempat wisata tersebut. Hasil dari analisis data panel menunjukkan bahwa nilai probabilitas dari variabel populasi atau jumlah penduduk sebesar 0.213, artinya variabel ini tidak berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan pariwisata di Indonesia. Hal ini terjadi karena pariwisata hanya dinikmati masyarakat dengan pendapatan tinggi, yang benar-benar memiliki keinginan dan kebutuhan pariwisata, serta masyarakat yang memiliki waktu luang untuk melakukannya. Artinya, tidak semua penduduk di negara asal wisatawan melakukan kunjungan wisata ke Indonesia, terutama bagi masyarakat-masyarakat di negara-negara dengan rutinitas jadwal pekerjaan yang cukup padat. Selain itu, tidak semua masyarakat disuatu negara memiliki pendapatan tinggi, dan bersedia mengeluarkan biaya untuk berwisata ke luar negeri. Dengan demikian, berapapun jumlah penduduk di negara asal wisatawan, tidak berpengaruh terhadap jumlah permintaan pariwisata ke Indonesia. Berdasarkan hasil estimasi pada data panel, harga relatif RP antara Indonesia dengan negara-negara asal wisatawan berpengaruh negatif secara signifikan terhadap permintaan pariwisata di Indonesia, hal ini sesuai dengan hipotesis awal. Akhirnya, dapat dikatakan bahwa setiap peningkatan harga relatif sebesar satu persen, maka akan menurunkan permintaan pariwisata sebesar 0.364 persen, begitupun sebaliknya. Hasil estimasi juga sesuai dengan hukum permintaan, yang menyatakan bahwa hubungan antara harga barang atau jasa dengan permintaan akan barang dan jasa tersebut adalah negatif, ceteris paribus. Penelitian yang telah dilakukan Hafiz et al 2011 juga menunjukkan bahwa harga relatif berpengaruh negatif secara signifikan terhadap permintaan pariwisata. Di samping itu, hasil estimasi pada variabel jumlah kunjungan wisatawan asing pada tahun sebelumnya menunjukkan bahwa variabel tersebut berpengaruh positif secara signifikan terhadap permintaan pariwisata di Indonesia. Hal ini berarti setiap ada peningkatan sebesar satu persen jumlah kunjungan wisatawan asing pada tahun sebelumnya akan meningkatkan permintaan pariwisata di Indonesia sebesar 0.691 persen. Fakta tersebut menunjukkan bahwa data tahun sebelumnya berperan penting dalam menarik wisatawan asing ke Indonesia. Ketika jumlah kunjungan wisatawan asing tahun sebelumnya tinggi, maka akan meningkatkan ketertarikan wisatawan asing untuk berkunjung ke Indonesia, ceteris paribus .