Lingkaran dan Beberapa Sifatnya

2 Lingkaran dan Beberapa Sifatnya

2.1 Kuasa Titik Terhadap Lingkaran (Power of a Point with Respect to a Circle)

Pembahasan pertama di subbab ini adalah tentang hubungan sebuah titik dengan sebuah lingkaran. Di sini kita mengenal konsep kuasa sebuah titik terhadap sebuah lingkaran.

Teorema. Diberikan sebuah lingkaran dan sebuah titik P . Buat sebuah garis yang memotong lingkaran di dua titik A dan B (jika garis tersebut menyinggung lingkaran, maka A = B). Maka hasil kali P A×P B bernilai tetap, tidak tergantung oleh garis yang dibuat.

Bukti. Buat garis lain yang melalui titik P dan memotong lingkaran di dua titik C dan D. Sekarang perhatikan bahwa ∠P BC = ∠P DA dan ∠BP C = ∠DP A.

PC

BD

Gambar 10.

Dengan demikian, kedua segitiga P BC dan P DA sebangun, sehingga

PB

PC

PD

PA

yang setara dengan P A × P B = P C × P D. Sekarang kita gunakan notasi yang sama dengan notasi pada teorema di atas.

Misalkan O dan r berturut-turut adalah tiik pusat dan panjang jari-jari lingkaran tersebut. Tinjau garis yang melalui O dan P yang memotong lingkaran di dua titik R dan S. Nilai

2 (OP − r)(OP + r) = OP 2 −r

disebut sebagai kuasa titik P terhadap lingkaran tersebut. Jika P berada di dalam lingkaran, maka kuasanya negatif, jika P di luar maka kuasanya positif dan jika P terletak pada lingkaran, kuasanya nol.

Gambar 11.

Terkait dengan teorema sebelumnya, jika P berada di luar atau pada lingkaran, maka

2 P A × P B = P R × P S = (OP − r)(OP + r) = OP 2 −r

sama dengan kuasa P terhadap lingkaran tersebut dan jika P di dalam lingkaran, maka

2 P A × P B = P R × P S = (r − OP )(r + OP ) = r 2 − OP

sama dengan −1 kali kuasa P terhadap lingkaran tersebut.

2.2 Jarak Titik Pusat Lingkaran Dalam dan Luar Segitiga: Teorema Euler

Teorema kuasa titik terhadap lingkaran di atas dapat digunakan untuk membuk- tikan salah satu teorema penting dalam geometri: Teorema Euler.

Teorema Euler. Misalkan I dan O berturut-turut adalah titik-titik pusat lingkaran dalam dan luar segitiga ABC. Jika r dan R berturut-turut menyatakan panjang jari-jari lingkaran dalam dan luar segitiga ABC, maka

OI 2 =R 2 − 2rR.

Bukti.

MA

IO

Gambar 12.

Misalkan N adalah kaki tegak lurus I pada sisi CA, sehingga IN = r dan garis bagi sudut AI memotong lingkaran luar segitiga ABC di titik L. Karena ∠BAL = ∠CAL, maka L adalah titik tengah busur BC yang tidak memuat A.

Sekarang misalkan garis LO memotong lingkaran luar segitiga ABC lagi di titik M , sehingga LM adalah diameter lingkaran tersebut yang tegak lurus dengan

BC (Mengapa?). Sekarang misalkan α = 1 2 A dan β = 1 2 B. Kita punya bahwa ∠BM L = ∠BAL = α,sehingga

LB

LB

IN

= sin α =

2R

LM

IA IA

sehingga LB = 2R sin α dan IA = r/ sin α. Kita juga punya bahwa ∠LBC = ∠LAC = α, sehingga

∠LBI = α + β = 180 ◦ − ∠AIB = ∠LIB,

sehingga LBI adalah segitiga sama kaki, sehingga LB = LI. Sekarang karena I berada di dalam lingkaran luar segitiga ABC, maka LI × IA sama dengan −1 kali

kuasa I terhadap lingkaran luar segitiga ABC, yaitu R 2 − OI 2 . Di sisi lain, kita punya bahwa

LI × IA = LB × IA = 2R sin α × = 2rR,

sin α

sehingga R 2 − OI 2 = 2rR yang setara dengan kesamaan yang ingin dibuktikan. Sebagai akibat dari teorema tersebut, kita punya ketaksamaan berikut Akibat. Jika R dan r berturut-turut menyatakan panjang jari-jari lingkaran

luar dan dalam suatu segitiga, maka

R ≥ 2r.

2.3 Segiempat Talibusur dan Beberapa Sifatnya

Segiempat talibusur adalah segiempat yang keempat titik sudutnya terletak pada satu lingkaran. Berikutnya akan dijelaskan beberapa kriteria dan sifat segiempat talibusur.

2.3.1 Beberapa Kriteria Segiempat Talibusur Misalkan ABCD sebuah segiempat talibusur dan O adalah titik pusat lingkaran

luarnya. Kita punya bahwa ∠ADB = ∠ACB = 1

2 ∠AOB

180 ◦ . Konvers dari pernyataan tersebut ternyata berlaku. Kita punya teorema berikut:

Teorema. Jika ABCD sebuah segiempat konveks (yaitu kedua diagonalnya terletak di dalam segiempat) dan ∠ADB = ∠ACB, maka ABCD segiempat tal- ibusur.

Bukti. Kita menggunakan teknik titik bayangan lagi. Misalkan lingkaran luar segitiga ABC memotong garis BD di titik D ′ (dalam hal ini, D ′ adalah titik bayangan dari titik D). Selanjutnya, kita cukup membuktikan bahwa D ′ =D (Mengapa?).

D D'

D' D

Gambar 13.

Perhatikan bahwa ABCD ′ adalah segiempat talibusur, sehingga kita punya ∠ACB = ∠AD ′ B.Dan karena ∠ACB = ∠ADB, maka ∠ADB = ∠AD ′

B. Aki- batnya, D = D ′ (Mengapa?) dan kita selesai.

Teorema. Jika ABCD sebuah segiempat dan ∠ADC + ∠ABC = 180 ◦ , maka ABCD segiempat talibusur.

Teorema tersebut dapat dibuktikan dengan menggunakan konsep titik bayan- gan dan pembuktian ini diserahkan kepada pembaca.

Selain dua kriteria dasar di atas, konsep titik bayangan dan teorema kuasa titik terhadap lingkaran dapat digunakan untuk membuktian kriteria segiempat talibusur berikut.

Teorema. Misalkan ABCD sebuah segiempat talibusur. Misalkan juga AD dan BC berpotongan di E dan AB dan CD berpotongan di F . Jika salah satu dari dua kesamaan berikut:

EA × EC = EB × ED atau F A × F B = F C × F D,

maka ABCD adalah segiempat talibusur.

2.3.2 Teorema Ptolemeus dan Brahmagupta Kita akhiri subbab ini dengan dua teorema tentang segiempat talibusur. Teorema

pertama menyebutkan hubungan antara panjang diagonal dan panjang sisi-sisi segiempat talibusur dan teorema berikutnya tentang hubungan luas segiempat talibusur dengan panjang sisi-sisi nya.

Teorema. Misalkan ABCD sebuah segiempat talibusur. Maka

AB × CD + BC × AD = AC × BD.

Bukti.

Gambar 14.

Misalkan E titik pada segmen AC sehingga ∠ABE = ∠DBC. Karena ∠BAE = ∠BAC = ∠BDC, maka segitiga ABE sebangun dengan segitiga DBC, sehingga

AE CD = AB BD

atau setara dengan AE × BD = AB × CD. Sekarang perhatikan bahwa

∠CBE = ∠ABC − ∠ABE = ∠ABC − ∠DBC = ∠DBA

dan ∠BCE = ∠BCA = ∠BDA. Dengan demikian, segitiga BCE sebangun dengan segitiga BDA, sehingga

CE AD = BC BD

atau setara dengan CE · BD = BC · AD. Jadi,

AC × BD = AE × BD + CE × BD = AB × CD + BC × AD.

Teorema berikut ini diperoleh oleh Brahmagupta, seorang matematikawan In- dia pada abad ketujuh A.D.

Teorema. Misalkan ABCD sebuah segiempat talibusur dengan panjang sisi- sisi AB = a, BC = b, CD = c, DA = d dan s = (a + b + c + d)/2. Maka luas segiempat talibusur tersebut adalah

[ABCD] = p(s − a)(s − b)(s − c)(s − d)

Bukti.

AB α

π−α D

Gambar 15.

Salah satu cara termudah membuktikan teorema di atas adalah menggunakan trigonometri. Misalkan ∠ABC = α, sehingga ∠ADC = 180 ◦ −α. Sekarang dengan

aturan cosinus pada segitiga ABC dan ADC, kita peroleh AC 2 =a 2 +b 2 2 =c 2 +d 2 − 2ab cos α dan AC ◦ − 2cd cos(180 − α). Karena cos(180 ◦ − α) = − cos α, dari dua kesamaan di atas kita peroleh

a 2 +b 2 2 − 2ab cos α = c 2 +d + 2cd cos α,

yang setara dengan

2(ab + cd) cos α = a 2 +b 2 2 −c 2 −d ,

sehingga

2 +b 2 −c cos −d α=

2(ab + cd)

Sekarang perhatikan bahwa

1 1 1 [ABC] =

ab sin α dan [ACD] =

cd sin(180 ◦ − α) =

cd sin α,

1 [ABCD] = [ABC] + [ACD] = (ab + cd) sin α.

Dengan demikian

[ABCD] 2 =

(ab + cd) 2 sin 2 α= (ab + cd) 2 (1 − cos 2 α)

2 +b 2 2 −c 2 (ab + cd) −d

4 2(ab + cd)

(ab + cd) 2

− (a 2 +b 2 2 −c 2 −d ) 2 .

Di sisi lain, dengan menjabarkan kedua ruas, kita juga punya bahwa

1 2 (s − a)(s − b)(s − c)(s − d) = (ab + cd) 2

1 2 − (a 2 +b 2 −c 2 −d ) .

Kesimpulan selanjutnya mengikuti. Sebuah kasus khusus dimana titik D berimpit dengan titik A atau C akan

menghasilkan teorema Heron. Teorema. Misalkan ABC sebuah segitiga dengan panjang sisi-sisi a, b, c dan

s = (a + b + c)/2. Maka

[ABC] = ps(s − a)(s − b)(s − c).