Keadaan Umum Hutan Indonesia

1. Keadaan Umum Hutan Indonesia

Salah satu aspek lingkungan hidup yang banyak dibicarakan akhir-akhir ini adalah kelestarian hutan.Hutan yang pada umumnya berlokasi di daerah hulu terus berkurang luasnya akibat sejumlah faktor, baik ekonomi, sosial, maupun budaya.Sementara di daerah hilir alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan terbangun terus berlangsung.Akibat simultan yang ditimbulkan oleh kegiatan di hulu dan di hilir tersebut adalah berkurangnya luas daerah resapan air, yang berfungsi menyerap sebagian air larian yang berasal dari air hujan. Akibat berkurangnya luas daerah resapan air tersebut adalah bencana banjir atau tanah longsor yang membawa kerugian bagi semua pihak, baik kerugian langsung maupun tidak langsung, material maupun non material. Sementara itu, akibat pertumbuhan penduduk maka pemenuhan kebutuhan hidup oleh masyarakat dengan mengumpulkan hasil hutan (buah-buahan, kegiatan perburuan, maupun mengambil kayu di hutan) tidak dapat dipertahankan lagi, sehingga terjadi peralihan pola hidup masyarakat dengan membuka hutan menjadi lahan pertanian atau perkebunan (Suparmoko, 1997:238).

Hutan-hutan Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tertinggi di dunia, meskipun luas daratannya hanya 1,3% dari luas daratan di permukaan bumi.Kekayaan hayatinya mencapai 11% spesies tumbuhan yang terdapat di permukaan bumi. Selain itu, terdapat 10% spesies mamalia dari total binatang mamalia bumi, dan 16% spesies burung di dunia.

commit to user

bahwa, dulunya sekitar 84 % luas daratan Indonesia (162.290.000 hektar) pada masa itu, tertutup hutan primer dan sekunder, termasuk seluruh tipe perkebunan.

Peta Vegetasi 1950 juga menyebutkan luas hutan per pulau secara berturut- turut, Kalimantan memiliki areal hutan seluas 51.400.000 hektar, Papua seluas 40.700.000 hektar, Sumatera seluas 37.370.000 hektar, Sulawesi seluas 17.050.000 hektar, Maluku seluas 7.300.000 hektar, Jawa seluas 5.070.000 hektar dan terakhir Bali dan Nusa Tenggara Barat/Timur seluas 3.400.000 hektar.

Menurut catatan pada masa pendudukan Belanda, pada 1939 perkebunan skala besar yang dieksploitasi luasnya mencapai 2.500.000 hektar dan hanya 1.200.000 hektar yang ditanami. Sektor ini mengalami stagnasi sepanjang tahun 1940- an hingga 1950-an. Tahun 1969, luas perkebunan skala kecil hanya mencapai 4.600.000 hektar. Sebagaian besar lahan hutan itu berubah menjadi perkebunan atau persawahan sekitar 1950-an dan 1960-an. Alasan utama pembukaan hutan yang terjadi adalah untuk kepentingan pertanian, terutama untuk budidaya padi.

Memasuki era 1970-an, hutan Indonesia menginjak babak baru.Di masa era ini, deforestrasi (menghilangnya lahan hutan) mulai menjadi masalah serius.Industri perkayuan memang sedang tumbuh.Pohon bagaikan emas coklat yang menggiurkan keuntungannya.Lalu penebangan hutan secara komersial mulai dibuka besar-besaran. Saat itu terdapat konsesi pembalakan hutan (illegal logging), yang awalnya bertujuan untuk mengembangkan sistem produksi kayu untuk kepentingan masa depan. Pada akhirnya langkah ini terus melaju menuju degradasi hutan yang serius.Kondisi ini juga diikuti oleh pembukaan lahan dan konversi menjadi bentuk pemakaian lahan lainnya.

commit to user

tahun 1950 maka terjadi penurunan sebesar 27 %. Antara 1970-an dan 1990-an, laju deforestrasi diperkirakan antara 600.000 dan 1.200.000hektar.

Namun angka-angka itu segera diralat, ketika pemerintah dan Bank Dunia pada 1999, bekerjasama melakukan pemetaan ulang pada area tutupan hutan.Menurut survei 1999 itu, laju deforestrasi rata-rata dari tahun 1985 –1997 mencapai 1.700.000 hektar.Selama periode tersebut, Sulawesi, Sumatera, dan Kalimantan mengalami deforestrasi terbesar.Secara keseluruhan daerah-daerah ini kehilangan lebih dari 20 % tutupan hutannya. Para ahli pun sepakat, bila kondisinya masih begitu terus, hutan dataran rendah non rawa akan lenyap dari Sumatera pada 2005 dan di Kalimantan setelah 2010.

Pada akhirnya ditarik suatu kesimpulan yang mengejutkan.Luas hutan alam asli Indonesia menyusut dengan kecepatan yang sangat mengkhawatirkan.Hingga saat ini, Indonesia telah kehilangan hutan aslinya sebesar 72 %.(World Resource Institute, 1997)

Pada periode 1997 –2000, ditemukan fakta baru bahwa penyusutan hutan meningkat menjadi 3,8 juta hektar per tahun. Dua kali lebih cepat ketimbang tahun 1980.Ini menjadikan Indonesia merupakan salah satu tempat dengan tingkat kerusakan hutan tertinggi di dunia. Di Indonesia berdasarkan hasil penafsiran citra Landsat tahun 2000 terdapat 101.730.000 hektar hutan dan lahan rusak, di antaranya seluas 59.620.000 juta hektar berada dalam kawasan hutan (Badan Planologi Dephut, 2003). Dan menciptakan potret keadaan hutan Indonesia dari sisi ekologi, ekonomi, dan sosial ternyata semakin buram.

commit to user

menyimpulkan bahwa laju deforestasi yang meningkat dua kali lipat utamanya disebabkan suatu sistem politik dan ekonomi yang korup, yang menganggap sumber daya alam, khususnya hutan, sebagai sumber pendapatan yang bisa dieksploitasi untuk kepentingan politik dan keuntungan pribadi. Ketidakstabilan politik yang mengikuti krisis ekonomi pada 1997 dan yang akhirnya melengserkan Presiden Soeharto pada 1998, menyebabkan deforestasi semakin bertambah sampai tingkatan yang terjadi pada saat ini.

Pengelolaan hutan yang buruk dimulai semenjak Soeharto berkuasa. Konsesi Hak Pengusahaan Hutan yang mencakup lebih dari setengah luas total hutan Indonesia, oleh mantan Presiden Soeharto sebagian besar di antaranya diberikan kepada sanak saudara dan para pendukung politiknya. Kronisme di sektor kehutanan membuat para pengusaha kehutanan bebas beroperasi tanpa memperhatikan kelestarian produksi jangka panjang.

Ekspansi besar-besaran dalam industri kayu lapis dan industri pulp dan kertas selama 20 tahun terakhir menyebabkan permintaan terhadap bahan baku kayu pada saat ini jauh melebihi pasokan legal. Kesenjangannya mencapai 40.000.000 meter kubik setiap tahun.Banyak industri pengolahan kayu yang mengakui ketergantungan mereka pada kayu curian, jumlahnya mencapai 65 % dari pasokan total pada 2000.

Korupsi dan anarki atau ketiadaan hukum semakin berkembang menjadi faktor utama meningkatnya pembalakan ilegal dan penggundulan hutan.Pencurian kayu bahkan marak terjadi di kawasan konservasi, misalnya di Taman Nasional

commit to user

Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) dan sistem konversi hutan menjadi perkebunan menyebabkan deforestasi bertambah luas.Banyak pengusaha mengajukan permohonan izin pembangunan HTI dan perkebunan hanya sebagai dalih untuk mendapatkan keuntungan besar dari Izin Pemanfaatan Kayu (kayu IPK) pada area hutan alam yang dikonversi.Setelah itu mereka tidak melakukan penanaman kembali, yang menyebabkan jutaan hektar lahan menjadi terlantar.Disamping itu, beberapa perusahaan perkebunan dan HTI sering melakukan pembakaran untuk pembersihan lahan, yang merupakan sumber utama bencana kebakaran hutan di Indonesia.

Pembakaran hutan merupakan salah satu ancaman serius terhadap kerusakan hutan Indonesia.Namun demikian, sampai saat ini belum banyak tindakan hukum yang telah diambil oleh pemerintah terhadap para pembakar hutan, meskipun sudah ada peraturan perundangan tentang larangan pembakaran hutan, di antaranya PP No. 4 Tahun 2001.(Ludhy Cahyana, Tri Mariyani Parlan.Potret Buram Hutan Indonesia.http://www.isai.or.id/?q=node/10 (16-05-2011 12:10))