IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENANGGULANGAN EKSPLOITASI SEKSUAL KOMERSIAL TERHADAP ANAK-ANAK DI KOTA SURAKARTA (Studi Kasus Anak-anak Jalanan Banjarsari di Kota Surakarta)

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENANGGULANGAN EKSPLOITASI SEKSUAL KOMERSIAL TERHADAP ANAK-ANAK DI KOTA SURAKARTA (Studi Kasus Anak-anak Jalanan Banjarsari di Kota Surakarta)

SKRIPSI Disusun Guna Memenuhi Syarat-syarat Untuk Mencapai

Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Administrasi

Disusun Oleh : ANDHIKA SARI PUTRI D0108033 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2012

commit to user

HALAMAN PERSETUJUAN

Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta

Mengetahui, Dosen Pembimbing

Dra. Hj. Lestariningsih, M.Si NIP. 19531009 198003 2 003

commit to user

HALAMAN PENGESAHAN

Telah Diuji dan Disahkan Oleh Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada hari : Tanggal :

Panitia Penguji:

1. Drs. Sonhaji, M.Si ( ...................................) NIP.19591206 198803 1 004

Ketua

2. Drs.Muchtar Hadi, M.Si (.....................................) NIP. 19530320 198503 1 002

Sekretaris

3. Dra. Hj. Lestariningsih, M.Si (.....................................) NIP. 19531009 198003 2 003

Penguji

Mengetahui, Dekan

Prof. Drs. Pawito, Ph.D NIP. 19540805 198503 1 002

Jumat

13 Juli 2012

commit to user

MOTTO

“ Allah mengangkat orang-orang beriman di antara kamu dan juga orang-orang yang dikaruniai ilmu pengetahuan hingga beberapa derajat ” (al-Mujadalah : 11)

“Hidup adalah kegelapan jika tanpa hasrat dan keinginan. Dan semua hasrat- keinginan adalah buta, jika tidak disertai pengetahuan. Dan pengetahuan adalah hampa jika tidak diikuti pelajaran. Dan setiap pelajaran akan sia-sia jika tidak disertai cinta ” (Khalil Gibran)

“ Raihlah ilmu, dan untuk meraih ilmu belajarlah untuk tenang dan sabar “ (Khalifah Umar)

“Bekerja dengan rasa cinta, ikhlas dan tanggung jawab, berarti menyatukan diri dengan diri kalian sendiri, dengan diri orang lain dan kepada Tuhan” (Penulis)

commit to user

#!

#!

' (#

!$

commit to user

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat, nikmat dan anugrahNya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

“Implementasi Kebijakan

Penanggulangan Eksploitasi Seksual Komersial Terhadap Anak-anak di Kota

Surakarta (Studi Kasus Anak-anak Jalanan Banjarsari di Kota Surakarta)” ini merupakan tugas akhir penulis dalam menyelesaikan studi dan memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana sosial di Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta.

Dalam kesempatan ini dengan segenap ketulusan dan kerendahan hati, penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu, mengarahkan dan memberi dorongan hingga tersusunnya skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dra. Hj. Lestariningsih, M.Si selaku Pembimbing, yang senantiasa memberi bimbingan, arahan, dan motivasi dengan sabar dan ikhlas sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

2. Drs. H. Muchtar Hadi, M.Si selaku Pembimbing Akademik, terima kasih atas bimbingan akademis yang telah diberikan selama ini.

3. Prof. Pawito, Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret.

4. Drs. Is Hadri Utomo, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret.

5. Segenap dosen jurusan Ilmu Administrasi yang telah memberikan pengetahuan dan pemikirannya selama penulis menempuh studi.

6. Drs. A. Fahrudin, HS, selaku Kepala Sub Bidang Pengembangan Perlindungan Anak BAPERMAS PP, PA dan KB yang telah memberikan bantuan, informasi, dan semua hal yang penulis butuhkan demi kelancaran skripsi ini.

commit to user

7. Sumilir Wijayanti, selaku Koordinator Divisi Layanan Tim Pelayanan Terpadu bagi Perempuan dan Anak (PTPAS) Kota Surakarta yang telah memberikan bantuan, informasi, dan semua hal yang penulis butuhkan demi kelancaran skripsi ini.

8. Rita Hastuti, selaku Koordinator Program untuk Bidang Perlindungan Anak Yayasan KAKAK (Kepedulian untuk Konsumen Anak).

9. Anak-anak Jalanan (Korban ESKA) Banjarsari yang banyak memberikan informasi dalam penyusunan skripsi ini.

10. Adekku Rafli untuk dukungan, bantuan, keusilannya dan doa yang diberikan.

11. Mas Nardi untuk dukungan, bantuan, semangat dan doa yang diberikan.

12. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam proses penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya akan keterbatasan dan kemampuan dalam skripsi ini sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak. Amin.

Surakarta, Juli 2012

Penulis

commit to user

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL…………………………………………………………. HALAMAN PERSETUJUAN……………………………………………..... HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………….. HALAMAN MOTTO………………………………………………………… HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………….... KATA PENGANTAR……………………………………………………….. DAFTAR ISI…………………………………………………………………. DAFTAR TABEL……………………………………………………………. DAFTAR GAMBAR……………………………………………………….... ABSTRAK……………………………………….…………………………... ABSTRACT…………………………………….……………………………. BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Balakang Masalah………………….………………………..

B. Rumusan Masalah…………………………….……………………

C. Tujuan Penelitian……………………………………….……….....

D. Manfaat Penelitian………………………………………….……...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Implementasi Kebijakan…………………………………………...

B. Ekploitasi Seksual Komersial Anak ……........................................

C. Penanggulangan Eksploitasi Seksual Komersial Anak....................

D. Pendampingan dan Pembinaan Korban Eksploitasi Seksual Komersial Anak.........…………………………………….….……….............

E. Anak Jalanan……………………………………………………….

F. Kategori Anak Jalanan……………………………………………..

G. Penyebab-penyebab Terjadinya ESKA…………………………….

H. Bentuk-bentuk ESKA……………………………………………

I. Kerangka Pemikiran…………………………………………….

i ii iii iv

v vi

viii xi xii xiii xiv

12

12

13

14

22

25

26

27

31

33

37

39

commit to user

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian…………………………………………………......

B. Lokasi Penelitian……………………………………………………

C. Sumber Data……………………………………………………..…

D. Teknik Sampling..............…………………………………….…..

E. Teknik Pengumpulan Data…..……………………………………...

F. Validitas Data……………………………………………….……..

G. Teknik Analisis Data….…………………………….………….….. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian…………………………...………..…..

1. Letak Geografi..….…………………………….………….……

2. Kependudukan..……………………………………………. ....

3. Potensi Wilayah……………..……………………….……........

4. Kecamatan Banjarsari (Gilingan) ……………..……………….

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan……………………………..…....

1. Implementasi Penanggulangan Eksploitasi Seksual Komersial Terhadap Anak-anak di Kota Surakarta…................................

1.1. Proses Implementasi Kebijakan Penanggulangan Eksploitasi Seksual Komersial di Kota Surakarta………………………

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Implementasi Penangulangan Eksploitasi Seksual Terhadap Anak di Kota Surakarta………..

2.1. Standar dan Sasaran Kebijakan…………………….………

2.2. Sumberdaya.........................................................................

2.3. Hubungan Antar organisasi………………………………..

2.4. Karakteristik Agen Pelaksana………………………………

2.5. Disposisi Implementor……………………………...............

42

43

44

46

47

49

51

54

54

55

56

57

58

66

66

71

71

75

80

92

95

commit to user

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan…………………………………………………………

B. Saran………………………………………………………………. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

102 105

commit to user

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel IV.1 : Tabel IV.2 : Tabel IV.3 : Tabel IV.4 : Tabel IV.5 : Tabel IV.6

Jumlah Prostitusi Anak di Surakarta Berdasarkan Tingkat Pendidikan… Jumlah Prostitusi Anak di Surakarta Berdasarkan Aktivitas….………… Anak Korban ESKA di Surakarta Tahun 2007…………………………. Anak Korban ESKA di Surakarta Tahun 2009……..………………….. Pengelompokan Anak Korban ESKA………………………………….. Matrik Penilaian Faktor-faktor dalam Proses Implementasi Penanggulangan Eksploitasi Seksual Terhadap Anak-anak di Kota Surakarta pada 5 Indikator……………………………………………….

62

63

64

65

65

100

commit to user

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar II.1 : Model Implementasi Kebijakan George C. Edward III .........

18

Gambar II.2 : Model Implementasi Kebijakan Merilee S. Grindle...............

19

Gambar II.3 : Model Implementasi Kebijakan Daniel A. Mazmanian dan

Paul A. Sabatier ......................................................................

20

Gambar II.4 : Model Implementasi Kebijakan Donals S. Van Meter dan

Carl E. Van Horn....................................................................

21

Gambar III.3: Model Analisis Interaktif Miles dan Huberman........................

53

Gambar IV.1 : Sosialisasi ...............................................................................

69

Gambar IV.2 : Sosialisasi Penghapusan ESKA di SMK 6…………………..

70

Gambar IV.3 : Sosialisasi Penghapusan ESKA di SMK 3 .............................

70

Gambar IV.4 : Sosialisasi Penghapusan ESKA di SMP 5 .............................

74

Gambar IV.5 : Kegiatan Workshop Penguatan Kapasitas PT PAS……….. . 87 Gambar IV.6 : Workshop Evaluasi Gugus Tugas Penghapusan ESKA…… 90

commit to user

ABSTRAK

Andhika Sari Putri. D0108033. Implementasi Kebijakan Penanggulangan Eksploitasi Seksual Komersial Terhadap Anak-anak di Kota Surakarta (Studi Kasus Anak-anak Jalanan Banjarsari di Kota Surakarta). Skripsi. Administrasi Negara.Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 2012. 108 Halaman.

Perlindungan terhadap hak-hak anak sudah diatur di dalam UU Perlindungan Anak No 23 Tahun 2002. Kekerasan dan eksploitasi seksual terhadap anak juga seharusnya dihilangkan. Surakarta sendiri tingkat eksploitasi seksual komersial terhadap anak-anak sudah semakin memprihatinkan, untuk menanggulangi hal tersebut maka dibuatnya Perda No 3 Tahun 2006 tentang Penanggulangan Eksploitasi Seksual Komersial terhadap anak, dalam lingkup pendampingan dan pembinaan korban ESKA, diharapkan mampu menanggulangi hal tersebut. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan dan faktor apa saja yang menyebabkan anak-anak rentan menjadi korban ESKA.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang dilaksanakan di Daerah Banjarsari. Teknik pemilihan informan yang digunakan adalah purposive sampling dan snowball sampling. Teknik pengumpulan data yaitu dengan cara wawancara, observasi dan ditambah dengan dokumentasi. Sedangkan untuk validitas data dilakukan dengan trianggulasi data. Teknik analisis data menggunakan model analisis interaktif.

Hasil penelitian dapat diketahui, bahwa pelaksanaan penanggulangan ESKA ada 3 tahapan,yaitu tahapan yang pertama adalah sosialisasi dari pemerintah kepada masyarakat, tahapan yang kedua adalah Rencana Aksi Kota (RAK), tahapan yang terakhir adalah pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang berhubungan untuk menanggulangi masalah ESKA. Proses implementasi dipengaruhi oleh factor-faktor, ada 5 faktor yang mempengaruhi, yaitu yang pertama standar dan sasaran kebijakan, standar yang ditetapkan sudah jelas. Kedua, sumber daya, sumber daya manusia dan non manusia saling berhubungan, walaupun perlu penambahan sumber dana. Ketiga, hubungan antar organisasi, berjalan dengan baik karena ada koordinasi sesama pemangku kepentingan. Keempat, karakteristik agen pelaksana, pembagian tugas dan saling bekerjasama dapat berjalan dengan seimbang. Kelima, disposisi implementor, respon dan intensitas dari para aparat sudah berjalan sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing. Pelaksanaan penanggulangan ESKA hal pendampingan dan pembinaan sudah berjalan cukup baik, hanya terdapat kendala masalah dana dan sulitnya menjangkau korban ESKA tersebut. Hasil yang dicapai dari kebijakan ini adalah turunnya angka jumlah korban ESKA dan banyaknya LSM yang membantu menangani permasalahan ESKA di Surakarta.

commit to user

ABSTRACT

Andhika Sari Putri. D0108033. Implementation of Mitigation Policies Against Commercial Sexual Exploitation of Children in Surakarta (Case study in Gading Market Surakarta). Skipsi. Public Administration. Faculty of Social and Political Sciences. Sebelas Maret University. Surakarta. 2012. 104 pages.

The protection of children's rights are entered in the Child Protection Act No.

23 of 2002. Violence and sexual exploitation of children should also be eliminated. In Surakarta own level of commercial sexual exploitation of children is even more alarming, to do about it then made law No. 3 of 2006 on Prevention of Commercial Sexual Exploitation of children, mentoring and coaching within the scope of CSEC victims, should be able to overcome it. The purpose of this study to find out how the implementation and what are the factors that cause children vulnerable to CSEC.

This study is a qualitative descriptive study conducted at the Regional Banjarsari. Selection technique used is purposive sampling informant and snowball sampling. Technical data collection techniques is by way of interviews, observations, and coupled with the documentation. As for the validity of data is done by triangulation of data. Techniques of data analysis using interactive analysis model.

The results can be known, that the implementation of CSEC, there are three stages, namely the first stage is the dissemination of government to the community, the second stage is the City Action Plan, the last stage is the implementation of activities related to tackling the problem of CSEC. The implementation process is influenced by these factors, there are five factors, namely the first standard and policy targets, which set clear standards. Second, the resources, human resources and non-humans are interrelated, although need additional sources of funding. Third, the relationship between the organization, running well because there is coordination among stakeholders. Fourth, the characteristics of the implementing agency, the division of tasks and work together to run a balance. Fifth, the disposition of the implementor, and the intensity of the response of the apparatus was run in accordance with the duties and responsibilities of each. The implementation of the mentoring and coaching CSEC has been running quite well, there are only a resource constraint and the difficulty of reaching the victims of CSEC. The result of this policy is the reduction in the number of CSEC victims and the many NGOs that help address the problem of CSEC in Surakarta.

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak merupakan tumpuan harapan bangsa, negara, masyarakat, dan juga keluarga, sehingga harus diperlakukan khusus agar dapat tumbuh dan berkembang secara wajar baik fisik, mental maupun rohaninya. Kenyataan yang terjadi, kesejahteraan dan perlindungan hak-hak anak masih sangat rendah, masih banyak anak-anak yang tereksploitasi baik secara ekonomi (menjadi pekerja anak, anak jalanan) ataupun eksploitasi seksual (menjadikan anak-anak sebagai pelacur). Maraknya eksploitasi seksual terhadap anak disebabkan oleh berbagai faktor, selain itu dapat terjadi karena desakan dari berbagai pihak Semakin banyaknya anak-anak dilacurkan (sebagai salah satu bentuk eksploitasi seksual anak) menunjukkan semakin meningkatnya eksploitasi terhadap anak.

Deklarasi dan Agenda Stokholm untuk Menentang Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA) merupakan instrument yang pertama mendefinisikan ESKA. Deklrasi ini telah diadopsi oleh 122 pemerintah pada pelaksanan Kongres Dunia Pertama menentang ESKA yang diadakan di Stocholm, Swedia tahun tahun 1996. Deklarasi ini mendefenisikan ESKA sebagai berikut :

“Sebuah pelanggaran mendasar terhadap hak-hak anak. Pelanggaran tersebut terdiri dari kekerasan seksual oleh orang dewasa dan pemberian imbalan dalam bentuk uang tunai atau barang terhadap anak, atau orang ketiga, atau orang-orang lainnya. Anak tersebut diperlakukan sebagai objek seksual dan sebagai objek komersial. Eksploitasi seksual komersial

commit to user

dan mengarah pada bentuk-bentuk kerja paksa serta perbudakan modern.”

Defenisi di atas jelas bahwa melalui ekspolitasi seksual komersial anak, seorang anak tidak hanya menjadi sebuah obyek seks tetapi juga sebagai sebuah komoditas yang membuatnya berbeda dalam rehabilitasi maupun pemulihannnya dan reintegrasi dengan keluarga atau masyarakat. ESKA adalah penggunaan seorang anak untuk tujuan-tujuan seksual guna mendapatkan uang, barang atau jasa bagi pelaku eksploitasi, perantara atau agen dan orang-orang lain yang mendapatkan keuntungan dari eksploitasi seksual pada anak tersebut. ESKA sendiri adalah Eksploitasi Seksual Komersial Anak dimana didalamnya ada tiga bentuk yaitu pornografi, prostitusi/pelacuran, dan perdagangan anak untuk tujuan seksual Hal ini merupakan pelanggaran terhadap hak-hak anak dan elemen kuncinya adalah bahwa pelanggaran ini muncul melalui berbagai bentuk transaksi komersial dimana satu atau berbagai pihak mendapatkan keuntungan.

Laporan Jaap E Doek, Unicef, dan End Child Prostitution Child Pornography and The Trafficking of Children for Sexual Purposes (ECPAT) menyebutkan, perdagangan perempuan dan anak untuk eksploitasi seksual di

Asia mengorbankan 30 juta orang, termasuk untuk prostitusi. (http://www.menegpp.go.id/index.php). Setiap tahun diperkirakan ada 100.000 anak dan perempuan yang diperdagangkan di Indonesia. Diperkirakan juga bahwa 30 persen perempuan yang terlibat dalam pelacuran di Indonesia masih berumur di bawah 18 tahun dengan 40.000-70.000 anak Indonesia yang menjadi korban eksploitasi seksual. Permintaan terhadap

commit to user

sedangkan kemiskinan, kekerasan dalam rumah tangga, diskriminasi serta keinginan untuk memiliki sebuah kehidupan yang lebih baik membuat anak- anak menjadi rentan. Anak-anak sangat rentan untuk diperdagangkan untuk tujuan seks karena mereka seringkali kurang berpendidikan, lebih mudah untuk dimanfaatkan karena kekuasaan yang besar atau dapat ditipu oleh orang yang telah dewasa. Anak-anak juga mungkin merasa wajib untuk membantu menafkahi keluarga mereka atau lari dari situasi keluarga yang sulit dan bisa dijual atau pergi ke luar negeri untuk mendapatkan pekerjaan. Di Indonesia, kemiskinan, penerimaan sosial terhadap buruh anak, kurangnya pencatatan kelahiran, praktek-praktek tradisional seperti pernikahan dini dan kurangnya pendidikan bagi anak perempuan merupakan faktor-faktor yang memfasilitasi terjadinya perdagangan manusia , terlebih-lebih semakin tingginya angka eksploitasi seksual komersial terhadap anak-anak.

Anak-anak usia 15-18 tahun dari Indonesia diperdagangkan ke Malaysia, Hong Kong dan Singapura untuk tujuan seksual, banyak dari mereka yang diperdagangkan dari Indonesia melalui Kepulauan Riau, Kalimantan dan Sulawesi ke daerah-daerah wisata di Malaysia dan Singapura. Menurut Komisi Nasional Perlindungan Anak, berdasarkan data yang dikumpulkan dari 23 propinsi, tercatat ada lebih dari 2.000 kasus perdagangan anak di Indonesia pada tahun 2007, sebagian besar melalui Batam (400 kasus) dan Jakarta dari daerah-daerah pengirim di Jawa, Indramayu dan Sukoharjo. Pemerintah Indonesia sendiri dalam merespon

commit to user

disambut baik rencana aksi nasional penghapusan ESKA periode 2002-2007. Namun, komite merasa khawatir UU yang ada tidak memberikan perlindungan yang efektif dan bahwa anak-anak korban ESKA sering tidak mendapatkan perlindungan dan atau bantuan pemulihan yang efektif. Komite juga merasa prihatin tentang kurangnya informasi mengenai bagaimana Rencana Aksi Nasional dilaksanakan di tingkat propinsi dan kabupaten.

Anak yang dilacurkan tidak hanya berada di kota-kota besar, akan tetapi mereka juga ada di kota-kota kecil. Di Surakarta sendiri praktek ESKA juga tidak kalah mengkhawatirkan. Kota Surakarta atau yang lebih dikenal dengan sebutan Solo dilihat dari kesatuan geografis, sosial, ekonomi dan kultural merupakan kota yang strategis dan sebagai pusat kegiatan dalam lingkup regional Jawa Tengah. Posisi ini selain berpotensi untuk peningkatan dan akselerasi pembangunan kota juga berpotensi menimbulkan permasalahan-permasalahan sosial sebagaimana yang terjadi di kota-kota lainnya. Kota Solo sendiri tidak luput dari praktek-praktek yang mengarah kepada pelanggaran hak asasi anak. Salah satunya ialah praktik ESKA (Eksploitasi Seksual Komersial terhadap Anak). Praktik ini kian marak di Surakarta. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (PPK LPPM) Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), sebanyak 164 anak di kota Solo, mulai usia 12 hingga 17 tahun, dinyatakan sebagai korban perdagangan anak dan ESKA, baik lokal maupun antarprovinsi. Angka kasus

commit to user

perbandingan dengan hasil penelitian yang sama pada 2004. Kebanyakan anak-anak yang menjadi korban eksploitasi seksual di kota Surakarta adalah mereka yang hidup di jalanan yang sangat rentan terhadap kejahatan seksual. Kehidupan yang bebas sebagai anak jalanan serta kurangnya perhatian dari orang tua yang menyebabkan “suburnya” praktik eksploitasi seksual tersebut. Menurut ECPAT, prostitusi anak karena eksploitasi seksual terjadi karena kemiskinan, disfungsi keluarga, pendidikan rendah, pengangguran, penghasilan kurang, tradisi, dan peningkatan kebutuhan perempuan muda pada industri seks. Terdapat juga beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya eksploitasi seksual komersial terhadap anak di Surakarta adalah faktor keluarga dan teman dekat, sosiokultural , serta pengalaman seksual dini.Himpitan ekonomi juga menjadi salah satu hal yang mendasar atau factor utama dari eksploitasi seksual di kota Surakarta. Dari sebab-sebab tersebut, kemiskinan merupakan faktor utama dan kontributor terbesar kasus eksploitasi seks pada anak dan kunci yang mendorong mereka berprofesi menjadi anak jalanan. Dari pengamatan penulis melalui pra survey yang dilakukan, kebanyakan anak-anak jalanan biasanya kumpul ialah Terminal Tirtonadi, Gilingan, Alun-alun Kidul, Perempatan Jebres dll. Peningkatan jumlah anak jalanan yang pesat merupakan fenomena sosial yang perlu mendapat perhatian serius dari berbagai pihak. Perhatian ini tidak semata-mata terdorong oleh besarnya jumlah anak jalanan, melainkan karena situasi dan kondisi anak jalanan yang

commit to user

terlanggar, sehingga mereka sangat rentan mendapat praktik kekerasan seksual di jalanan.

Sangat disadari bahwa untuk mengatasi masalah ESKA tidak bisa dilakukan atau ditangani oleh salah satu institusi yang terkait. Dibutuhkan kerjasama dari beberapa pihak pemerintah kota serta lembaga-lembaga swasta, dan berbagai komponen masyarakat sipil. Upaya pemerintah untuk menanggulangi ESKA melalui tindakan pencegahan tampak pada beberapa kegiatan yang dilaksanakan oleh Bapermas P3AKB misalnya dengan mengadakan kegiatan sosialisasi/penyuluhan PNBAI (Program Nasional Bagi Anak Indonesia) serta kampanye publik yang diadakan setiap hari Anak Nasional pada tanggal 23 Juli. Pelaksanaan sosialisasi juga dilakukan di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang anak-anaknya rentan menjadi korban ESKA. Namun sejauh ini upaya tersebut belum sepenuhnya berhasil karena hingga saat ini mereka belum sepenuhnya menyadari resiko dari apa yang mereka lakukan (melakukan hubungan seks usia dini) dan masih melakukan aktivitas seksual.

Meningkatnya angka praktik ESKA di Surakarta ternyata tidak hanya mendapat perhatian dari lembaga pemerintah saja, akan tetapi juga mendapat perhatian yang serius dari sebuah LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang peduli terhadap Perlindungan Konsumen Anak di Surakarta. LSM ini bernama Yayasan KAKAK (Kepedulian Untuk Konsumen Anak). Dari data yang diperoleh dari Yayasan KAKAK Surakarta, Selama tahun 2009 kurang

commit to user

dari mereka adalah usia sekolah. Sementara untuk tahun 2009 menjangkau dan mendampingi 29 yang dilacurkan yang terdiri dari 25 adalah perempuan dan 4 laki-laki. Sedangkan selama Januari-Juni 2010 menjangkau 16 anak yang semuanya adalah perempuan. (Arsip Yayasan Kakak). Jadi dapat disimpulkan untuk periode tahun 2005- Juni 2010 Yayasan Kakak dapat menjangkau dan mendampingi 156 anak korban ESKA.

Korban ESKA tidak hanya terjadi di kalangan anak yang rentan menjadi korban. Terlebih-lebih anak jalanan yang hidup keras di jalanan, seringkali mengalami kekerasan, salah satunya adalah kekerasan seksual komersial. Badan-badan dari Pemerintah seperti BAPERMAS, PP, PA dan KB (Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perlindungan anak, Perlindungan Perempuan dan Keluarga Berencana) yang menangani kasus anak-anak yang menjadi korban ESKA (Eksploitasi Seksual Komersial Anak) di kota Surakarta. Pemerintah sendiri sering mengadakan sosialisasi ke beberapa sekolah, yaitu SMP 5, SMA 1, SMK 3, SMK 6 dll di kota Surakarta.

Penelitian tentang ESKA di Surakarta menghasilkan sebuah kesimpulan, bahwa kasus ESKA yang terjadi di Solo adalah anak korban perdagangan untuk tujuan seksual, sebanyak 27 kasus. Sebagian besar anak menjadi korban ESKA untuk pertama kali saat berusia 16 tahun. Pada usia

16 tahun atau rentang usia dikisaran ini merupakan usia yang paling rawan bagi seorang anak. Proses pencarian identitas diri seorang anak selalu melibatkan lingkungan yang ada disekitarnya termasuk melibatkan teman-

commit to user

membentuk pola pikir dan perilaku seorang anak. Tempat berlangsungnya aktivitas seksual anak pertama sekali hingga terjebak ESKA sebagian besar di lingkungan kost / kontrakan yang didiami oleh responden sendiri maupun pacar/teman, sebagian di rumah/tempat tinggal korban, sebagian di Kafe, hotel, di jalanan, di kebun, bahkan ada yang di luar kota, Malang dan Jogja. http://www.eska.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=75

&Itemid=43 Sungguh memprihatinkan melihat kondisi ini, terlebih Kota Surakarta adalah salah satu kota yang pada tahun 2006 memulai program Kota Layak Anak harus terkontaminasi dengan menjamurnya fenomena ESKA (Eksploitasi Seksual Komersial Anak). Selain itu angka-angka di atas harus dilihat dalam konteks fenomena gunung es artinya kasus yang terlihat di permukaan hanyalah sebagian kecil saja dari kejadian yang sebenarnya. Menyikapi hal tersebut sebenarnya Pemerintah Kota Surakarta telah

menetapkan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Penanggulangan Eksploitasi Seksual Komersial. Diantaranya bertujuan untuk mencegah, membatasi, mengurangi adanya kegiatan eksploitasi seksual komersial, melindungi dan merehabilitasi korban eksploitasi seksual serta menindak dan memberikan sanksi kepada pelaku sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Penanggulangan Eksploitasi Seksual Komersial itu sendiri, tertuang beberapa hal penanggulangan eksploitasi seksual komersial diantaranya adalah (1)

commit to user

eksploitasi, (3) Koordinasi dan Pembinaan korban eksploitasi. Akan tetapi untuk lebih spesifik di dalam melakukan penelitian ini, penulis hanya akan membahas atau hanya membatasi mengenai penanggulangan eksploitasi seksual komersial yaitu dalam hal Pendampingan dan Pembinaan korban eksploitasi seksual komersial. Di dalam Perda Nomor 3 Tahun 2006 itu sendiri, juga tertuang upaya pemerintah dalam menanggulangi penanggulangan eksploitasi seksual komersial, diantaranya (1) Penertiban perijinan usaha yang rentan terhadap kegiatan eksploitasi seksual komersial, (2) Pemberian sanksi terhadap pelaku. Akan tetapi wujud upaya tersebut belum sepenuhnya efektif, dengan melihat praktek yang ada sekarang ini.

Pada dasarnya munculnya Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2006 Tentang

Penanggulangan Eksploitasi Seksual Komersial di kota Surakarta merupakan penyempurnaan dan tindak lanjut dari SK Walikota Surakarta Nomor 462/78/1/2006 Tentang Rencana Aksi Kota (RAK) penghapusan Eksploitasi Seks Komersial Anak (ESKA) kota Surakarta dan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 1975 Tentang Pemberantasan Tuna Susila yang sudah tidak efektif lagi berlaku karena tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat.

Bahkan dalam UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, disebutkan dalam Pasal 4 UU No. 23 Tahun 2002 tentang hak dari anak yang menyebutkan bahwa : “Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan

commit to user

yang ada sekarang ini, bahwa anak yang seharusnya mendapat perlindungan dari kekerasan dan tindakan asusila, malah menjadi obyek eksploitasi seksual yang kian hari kian marak dan malah menjadi ladang subur sebagai “pekerjaan” dan kasusnya seperti fenomena gunung es, yang kasusnya hanya terlihat beberapa di permukaan saja.

Upaya hukum telah dilakukan dengan adanya sosialisasi kebijakan yang terkait dengan perlindungan anak dan anak-anak yang dilacurkan. Seperti Konvensi Hak Anak oleh PBB Tahun 1989 yang telah diratifikasi Indonesia pada 1990, UU No 1 tahun 2000 (Tanggal 8 Maret 2000) tentang Konvensi ILO 1999 No. 182 tentang Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Pekerja Anak, Keppres No. 40 Tahun2004 tentang Ranham 2004-2009 tentang Memasukkan agenda ratifikasi Protokol Opsional Konvensi Hak Anak tentang PerdaganganAnak, Pornografi Anak dan Prostitusi Anak (2005) dan Protokol Opsional Konvensi Hak Anak tentang Keterlibatan anak dalam konflik bersenjata (2006), Keppres No. 59 Tahun2002 tentang Rencana Aksi Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak.

UU Perlindungan Anak No 23 Tahun 2002. Juga ada Keppres No.59 Tahun 2002 mengenai Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak. Aturan lainnya, Keppres No.87 Tahun 2002 mengenai Rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak, Keppres No.88 Tahun 2002 mengenai Rencana Aksi

commit to user

lainnya(. http://lppm.uns.ac.id/sirine/penelitian.php?act=detail&idp=17 )

Maka dari itu permasalahan kasus eksploitasi komersial yang lebih banyak melibatkan anak-anak di bawah umur sangat penting diperhatikan. Akan tetapi sejauh ini, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan Perda Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Penanggulangan Eksploitasi Seksual Komersial yang seharusnya digunakan untuk melindungi anak-anak dari tindak kejahatan bahkan ironisnya dari tindakan perdagangan anak serta eksploitasi seksual, ternyata masih belum mampu mengatasi laju pertambahan jumlah anak-anak yang terjebak pada eksploitasi seksual komersial yang secara signifikan bertambah terus tiap tahunnya, khususnya di Kota Surakarta. Berkaitan dengan hal di atas maka penulis tertarik untuk lebih lanjut mengetahui Implementasi Penanggulangan Eksploitasi Seksual Komersial di Kota Surakarta berdasarkan Perda Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Penanggulangan Eksploitasi Seksual Komersial dengan studi kasus anak-anak jalanan di kecamatan Banjarsari kota Surakarta yang relative rentan terhadap praktek-praktek ESKA.

commit to user

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Implementasi Penanggulangan Eksploitasi Seksual Terhadap Anak-anak di Kota Surakarta berdasarkan Perda Nomor 3 Tahun 2006 tentang Penanggulangan Eksploitasi Seksual Komersial?

2. Faktor-Faktor apa sajakah yang mempengaruhi Implementasi Perda Nomor 3 Tahun 2006 tentang Penanggulangan Eksploitasi Seksual Komersial?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang diajukan, maka tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah :

1. Secara umum untuk mengetahui implementasi pelaksanaan Perda Nomor 3 Tahun 2006 tentang Penanggulangan Eksploitasi Seksual Komersial di Kota Surakarta.

2. Untuk mengetahui berbagai faktor-faktor yang mempengaruhi Implementasi Perda Nomor 3 Tahun 2006 tentang Penanggulangan Eksploitasi Seksual Komersial

dalam pelaksanaan

Implementasi Penanggulangan ESKA di Surakarta.

commit to user

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Secara individual penelitian ini untuk melengkapi prasyarat gelar sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Secara umum hasil penelitian diharapkan mampu memberikan masukan dan sumbangan pikiran bagi berbagai pihak yang nantinya dapat mengurangi tingginya angka eksploitasi seksual terhadap anak- anak.

3. Secara teoritis penelitian ini dapat melengkapi penelitian selanjutnya dan untuk menambah ilmu pengetahuan.

commit to user

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Implementasi Kebijakan

Tahap implementasi dalam lingkaran proses kebijakan publik, menempati posisi yang penting, karena kebijakan akan dikatakan berhasil atau tidak tergantung pada implementasinya. Implementasi adalah proses untuk memastikan terlaksananya suatu kebijakan dan tercapainya kebijakan tersebut. Impelementasi juga dimaksudkan menyediakan sarana untuk membuat sesuatu dan memberikan hasil yang bersifat praktis terhadap sesama. Implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam proses kebijakan publik. Suatu program kebijakan harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan.

Implementasi dari suatu program melibatkan upaya-upaya policy makers untuk memengaruhi perilaku birokrat pelaksana agar bersedia memberikan pelayanan dan mengatur perilaku kelompok sasaran. Untuk kebijakan yang sederhana, implementasi hanya melibatkan satu badan yang berfungsi sebagai implementor. Dalam berbagai system politik, kebijakan publik diimplementasikan oleh badan-badan pemerintah. (Subarsono 2005 : 87-88)

Ripley dan Franklin berpendapat bahwa implementasi adalah apa yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan (benefit), atau suatu jenis keluaran yang

commit to user

kegiatan yang mengikuti pernyataan maksud tentang tujuan-tujuan program dan hasil-hasil yang diinginkan oleh para pejabat pemerintah. (Budi Winarno 2008 : 145)

Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak lebih dan tidak kurang. Untuk mengimplementasikan kebijakan publik, ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program atau melalui formulasi kebijakan turunan dari kebijakan publik tersebut. Kebijakan publik dalam bentuk Undang-undang atau Perda adalah jenis kebijakan publik yang memerlukan kebijakan publik penjelas atau yang sering diistilahkan sebagai peraturan pelaksanaan. Kebijakan publik yang bisa langsung operasional antara lain Keppres, Inpres, Kepmen, Keputusan Kepala Daerah, Keputusan Kepala Dinas, dan lain-lain. Riant Nugroho ( 2008: 494-495).

Definisi Implementasi secara eksplisit mencakup tindakan oleh individu/ kelompok privat (swasta) dan publik yang langsung pada pencapaian serangkaian tujuan terus menerus dalam keputusan kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya. William (1971: 144) dalam Dr. Mas Roro Lilik Ekowati, MS “Perencanaan Implementasi dan Evaluasi Kebijakan atau Program” ( Suatu Kajian Teoritis dan Praktis )2009

commit to user

“Dalam bentuk lebih umum, penelitian dalam implementasi menetapkan apakah organisasi dapat membawa bersama jumlah orang dan material dalam unit organisasi secara kohesif dan mendorong mereka mencari cara untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.”

Dengan adanya kebijakan implementasi, yang merupakan bentuk konkret dari konseptualisasi dalam kebijakan formulasi, tidak secara otomatis merupakan garansi berjalannya suatu program dengan baik. Oleh karena itu suatu kebijakan implementasi pada umumnya satu paket dengan kebijakan pemantauan atau

monitoring. Mengingat kebijakan implementasi adalah sama peliknya dengan kebijakan formulasi, maka perlu diperhatikan berbagai faktor yang akan mempengaruhinya.

Menurut Ripley & Franklin (1986, 54) dalam penelitian Wahyu Nurhardjatmo, M.Si, ada dua hal yang menjadi fokus perhatian dalam penelitian implementasi, yaitu compliance (kepatuhan) dan what’s happening ? (apa yang terjadi).

Kepatuhan menunjuk pada apakah para implementor patuh terhadap prosedur / standard aturan yang telah di tetapkan. Sementara untuk “what’s happening ” mempertanyakan bagaimana proses implementasi itu dilakukan, hambatan apa yang muncul, apa yang berhasil dicapai, mengapa dan sebagainya.

commit to user

M.Si, ada 4 aspek yang perlu dikaji dalam implementasi kebijakan, yaitu:

1. Siapa yang mengimplementasikan

2. Hakekat dari proses administrasi

3. Kepatuhan, dan

4. Dampak dari pelaksanaan kebijakan

Model-Model Implementasi (Subarsono. Analisis Kebijakan Publik. 2005)

a. Model George C. Edwards III (1980)

Dalam pandangan Edwards III, implementasi kebijakan dipengaruhi 4 variabel :

1. Komunikasi Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target groups) sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Tujuan dan sasaran kebijakan harus jelas, apabila tidak diketahui oleh kelompok sasaran, akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran.

2. Sumberdaya Sumberdaya adalah factor penting untuk implementasi kebijakan agar efektif. Tanpa sumberdaya, kebijakan hanya tinggal di kertas dan menjadi dokumen saja.

commit to user

Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis.

4. Struktur Birokrasi Stuktur Birokrasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar.

Gambar II.1 Model Implementasi Kebijakan George C. Edward III

b. Model Merilee S. grindle (1980)

Keberhasilan implementasi menurut Merilee S. Grindle dipengaruhi oleh dua variable besar, yakni isi kebijakan (content of policy) dan lingkungan implementasi (context of implementation).

Komunikasi

Sumber daya

Implementasi

Sikap

Struktur Birokrasi

commit to user

atau target groups termuat dalam isi kebijakan; (2) jenis manfaat yang diterima oleh target groups; (3) sejauhmana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan; (4) apakah letak sebuah program sudah tepat; (5) apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci; (6) apakah sebuah program didukung oleh sumberdaya yang memadai Variable Lingkungan Kebijakan mencakup : (1) seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para actor dalam implementasi kebijakan; (2) karakteristik institusi dan rejim yang sedang berkuasa; (3) tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran.

Gambar II.2 Model Implementasi Kebijakan Merilee S. Grindle

Tujuan yang dicapai

Tujuan Kebijakan

Program aksi dan proyek individu yang didesain dan didanai

Implementasi Kebijakan

Dipengaruhi oleh

A. Isi Kebijakan

1. Kepentingan kepentingan sasaran 2. Tipe manfaat 3. Derajat perubahan yang diinginkan 4. Letak pengambilan keputusan 5. Pelaksaan program 6. Sumberdaya yang dilibatkan

B. Lingkungan Implementasi

1. Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat

2. Karakteristik lembaga dan penguasa 3. Kepatuhan dan daya tanggap

Hasil Kebijakan a. Dampak pada masyarakat individu dan kelompok

b. Perubahan dan penerimaan masyarakat

Program yang dilaksanakan sesuai

rencana

Mengukur keberhasilan

commit to user

Menurut Mazmanian dan Sabatier, ada tiga kelompok variable yang mempengaruhi keberhasilan implementasi, yakni : (1) karakteristik dari masalah; (2) karakteristik kebijakan atau undang-undang; (3) variable lingkungan.

Gambar II.3 Model Implementasi Kebijakan Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier

Mudah / tidaknya Masalah Dikendalikan

1. Kesulitan teknis 2. Keragaman perilaku kelompok

sasaran

3. Prosentase kelompok sasaran dibanding jumlah populasi

4. Ruang lingkup perubahan perilaku yang diinginkan

Kemampuan Kebijaksanaan untuk Menstrukturkan Proses Implementasi

1. Kejelasan dan konsistensi tujuan 2. Digunakannya teori kausal yang memadai 3. Ketepatan alokasi sumber daya 4. Keterpadan hierarki dalam dan diantara

lembaga pelaksana 5. Aturan – aturan keputusan dari badan pelaksana 6. Rekrutmen pejabat pelaksana 7. Akses formal pihak luar

Variabel diluar Kebijaksanaan yang Mempengaruhi Proses Implementasi

1. Kondisi sosio – ekonomi dan teknologi 2. Dukungan publik 3. Sikap dan sumber – sumber yang dimiliki

kelompok pemilih 4. Dukungan dari pejabat atasan 5. Komitmen dan keterampilan kepemimpinan

pejabat – pejabat pelaksana

Tahap – tahap Dalam Proses Implementasi ( Variabel Tergantung)

Keputusan

Dampak output Perbaikan Output kebijakan

kelompok sasaran Dampak nyata kebijakan mendasar Dari badan-badan

terhadap output

output

sebagaimana

dalam Pelaksana kebijakan kebijakan dipersepsi undang – undang

commit to user

Menurut Meter dan Horn, ada lima variable yang memengaruhi kinerja implementasi, yakni : (1) standar dan sasaran kebijakan; (2) sumberdaya; (3) komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas; (4) karakteristik agen pelaksana; (5) kondisi social, ekonomi dan politik; (6) disposisi implementor.

Gambar II.4 Model Implementasi Kebijakan Donals S. Van Meter dan Carl E. Van Horn

e. Model G. Shabbir Cheema dan Dennis A. Rondinelli (1983)

Untuk menganalisis implementasi program-program pemerintah yang bersifat desentralistis, ada empat kelompok variable yang dapat mempengaruhi kinerja dan dampak suatu program, yakni : (1) kondisi lingkungan; (2) hubungan antar organisasi; (3) sumberdaya organisasi

Komunikasi antar organisasi

dan kegiatan pelaksanaan

Ukuran dan tujuan kebijakan

Karakteristik badan

pelaksana

Disposisi pelaksana

Kinerja Implementasi

Lingkungan ekonomi sosial

dan politik

Sumberdaya

commit to user

pelaksana.

f. Model David L. Weimer dan Aidan R. Vining (1999)

Dalam pandangan Weimer dan Vining, ada tiga kelompok variable besar yang dapat mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu program, yakni : (1) logika kebijakan; (2) lingkungan tempat kebijakan dioperasikan; (3) kemampuan implementor kebijakan.

B. Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA)

ESKA adalah singkatan dari Eksploitasi Seksual Komersial Anak. ECPAT Internasional (2001) mendefinisikan ESKA sebagai sebuah pelanggaran mendasar terhadap hak-hak anak. Pelanggaran tersebut berupa kekerasan seksual oleh orang dewasa dengan pemberian imbalan kepada anak, atau orang ketiga, atau orang-orang lainnya. Sederhananya anak diperlakukan sebagai objek seksual dan komersial. Ini adalah perwujudan dari kerja paksa dan perbudakan modern terhadap anak. Sebab tak jarang anak-anak dipaksa, mengalami kekerasan fisik dan trauma. Eksploitasi Seksual Komersial Anak adalah penggunaan anak untuk tujuan seksual dengan imbalan tunai atau dalam bentuk lain antara anak, pembeli jasa seks, perantara atau agen dan pihak lain yang memperoleh keuntungan dari perdagangan seksualitas anak tersebut. Ada tiga bentuk yaitu prostitusi anak, pornografi anak dan perdagangan anak untuk tujuan seksual.

commit to user

temid=4 )

Deklarasi dan Agenda Stokholm untuk Menentang Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA) merupakan instrument yang pertama mendefinisikan ESKA. Deklrasi ini telah diadopsi oleh 122 pemerintah pada pelaksanan Kongres Dunia Pertama menentang ESKA yang diadakan di Stocholm, Swedia tahun tahun 1996. Deklarasi ini mendefenisikan ESKA sebagai berikut :

“Sebuah pelanggaran mendasar terhadap hak-hak anak. Pelanggaran tersebut terdiri dari kekerasan seksual oleh orang dewasa dan pemberian imbalan dalam bentuk uang tunai atau barang terhadap anak, atau orang ketiga, atau orang-orang lainnya. Anak tersebut diperlakukan sebagai objek seksual dan sebagai objek komersial. Eksploitasi seksual komersial anak merupakan sebuah bentuk penggunaan, pemaksaan dan kekerasan terhadap anak dan kekerasan seksual terhadap anak dan untuk tujuan kerja paksa dan bentuk perbudakan seks lainnya.”

Defenisi di atas jelas bahwa melalui ekspolitasi seksual komersial anak, seorang anak tidak hanya menjadi sebuah obyek seks tetapi juga sebagai sebuah komoditas yang membuatnya berbeda dalam rehabilitasi maupun pemulihannnya dan reintegrasi dengan keluarga atau masyarakat. ESKA adalah penggunaan seorang anak untuk tujuan-tujuan seksual guna mendapatkan uang, barang atau jasa bagi pelaku eksploitasi, perantara atau agen dan orang-orang lain yang mendapatkan keuntungan dari eksploitasi seksual pada anak tersebut. Hal ini merupakan pelanggaran terhadap hak-

commit to user

melalui berbagai bentuk transaksi komersial dimana satu atau berbagai pihak mendapatkan keuntungan. Adanya faktor keuntungan ini membedakan antara ESKA dengan kekerasan seksual anak karena dalam kekerasan seksual anak tidak ada keuntungan komersial walaupun eksploitasi seksual juga merupakan sebuah kekerasan seksual.

Eksploitasi seksual terhadap anak ternyata mempunyai dampak yang sangat besar terutama dampak terhadap kesehatan fisik maupun psikis anak tersebut. Hal tersebut dipertegas dengan penjelasan Allison Phinncy (dalam jurnal Trafficking Of Women And Children For Sexual Exploitation In The Americas, 2007 :34) :

“Sexual exploitation is particularly damaging to the health of children. They are even more likely than adults to lack accurate information about th transmission and prevention of sexually transmitted infections, including HIV/AIDS. Girls are especially vulnerable to sexually transmitted infections due to their immature reproductive tracts, and they are more likely to suffer long term damage from them. In addition to the elvated risk of HIV and other, the traumatic sexsualization betrayal, powerlessness and stigmatitation involved in sexsual exploitation are damaging to child and adolescent development. (Eksploitasi seksual pada dasarnya merusak kesehatan anak-anak. Mereka bahkan memiliki kemungkinan lebih besar daripada orang dewasa untuk kecurangan informasi yang akurat tentang penyebaran dan pencegahan infeksi penyakit seksual menular, termasuk HIV/AIDS. Anak perempuan sangat rentan terhadap infeksi penyakit menular seksual karena organ reproduksinya yang belum matang, dan mereka memiliki kemungkinan lebih besar untuk menderita kerusakan organ dalam jangka panjang. Selain itu, tingginya resiko HIV/AIDS dan penyakit menular seksual lainnya, trauma seksual, ketidakberdayaan dan stigma negative sebagai akibat dari

commit to user

remaja.)

C. Penanggulangan Eksploitasi Seksual Komersial Anak

Menurut Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2006, pengertian penanggulangan adalah upaya yang dilakukan secara bertahap untuk mencegah