BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Struktural fungsional Manusia sebagai makhluk sosial zoon politicon tidak dapat berdiri sendiri
tanpa adanya lingkungan sekitarnya, sekaligus sebagai makhluk yang memiliki karakteristik dinamis dengan peradaban yang tumbuh dan berkembang diiringi
dengan pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan perubahan struktur masyarakat yang sangat bersahaja menuju masyarakat yang sangat rumit dan
kompleks, secara spesifik memiliki keterkaitan dengan lembaga yang berkembang dimasyarakat yang berfungsi sebagai wadah bagi peradaban manusia.
Selanjutnya Talcott Parson dalam bukunya ” Structure and Process in Modern Societies ” mengatakan bahwa ” salah satu ciri struktur paling penting tentang suatu
masyarakat terletak pada kemenonjolan organisasi-organisasi yang secara relatif berskala besar dengan fungsi-fungsi yang dikhususkan, yang secara agak longgar
cenderung disebut birokrasi ”. Birokrasi bersinonim dengan organisasi, seperti lembaga pendidikan, ekonomi, pemerintah, agama, rumah sakit, dan sebagainya.
Dalam organisasi ini, tingkah laku manusia diorientasikan kepada seperangkat aturan yang berdasarkan analisis sosiologi merupakan sesuatu yang hakiki Albrow,1989 :
97-98 . Penegasan lebih jauh dari pernyataan diatas dapat disimak melalui gagasan
tentang konsep evolusi sosial teori positivis organis Spencer, yang secara definitif menjelaskan bahwa masyarakat adalah organisme yang berdiri sendiri, berevolusi
lepas dari kemauan dan bertanggung jawab kepada anggotanya, dan dibawah kuasa
15
Universitas Sumatera Utara
suatu hukum Veegar,1985:39. Dan memiliki hubungan dinamis antar bagian yang membentuk kearah keseragaman nilai yang mendasar dalam berbagai tingkat
interpretasi warganya melalui aturan penanaman nilai sejak dini, melalui sistem pendidikan.
Menurut Durkheim dalam Faisal 1980:27, disini peran pendidikan merupakan alat untuk mengembangkan kesadaran diri dan kesadaran yang menjadi
suatu paduan atau kesatuan yang stabil, disiplin dan utuh secara bermakna dimasyarakat. Jadi pendidikan merupakan suatu elemen yang dinamis dan tidak
memandang bahwa pendidikan semata-mata sebagai alat merealisasikan cita-cita abstrak dan ideal dari suatu kebudayaan. Disamping itu juga sebagai suatu ikhtisar
sosial yang ideal dan aktual mengikuti alur masyarakat sekaligus menentukan tipe- tipe pendidikan yang diselenggarakan dan diterima masyarakat.
Keberadaan pendidikan dimasyarakat secara sadar mengarahkan aktifitasnya dan mengorganisasikan departemen-departemennya dengan suatu cita-cita guna
mengembangkan corak watak baru tertentu, sekaligus sebagai penyelamat dan pengontrol nilai dan norma yang berakar dimasyarakat. Untuk itu isi pendidikan
harus relevan dengan tujuan luhur masyarakat. Struktur suatu sistem pendidikan haruslah sesuai dengan tujuan yang hendak
dicapainya. Untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan penting untuk membicarakan struktur yang ada dengan kelebihan dan kelemahannya terlebih dahulu
sebelum memutuskan tujuan umum yang realitas yang bisa diletakkan sepuluh atau lima belas tahun yang akan datang, perubahan apa yang perlu dilakukan dan berapa
lama waktu yang diperlukan. Hal ini penting dilakukan, karena selain dapat
Universitas Sumatera Utara
membantu dan menghambat kemajuan dari tujuan yang hendak dicapai, struktur sistem yang bisa mempengaruhi kegiatan belajar mengajar yang sebenarnya di
sekolah. Dalam hal ini struktur sekolah menengah dianggap lebih banyak variasi
dibandingkan dengan struktur sekolah dibawahnya. Kriteria yang ditetapkan Proyek Penilaian Nasional Pendidikan PPNP sebagai suatu struktur yang baik bagi sistem
sekolah lanjutan adalah: 1. Harus se-ekonomis mungkin yaitu pemakaian secara maksimal ruangan-
ruangan khusus, peralatan dan staf pengajar serta penggunaan dana yang wajar untuk administrasi.
2. Harus mampu menyiapkan siswa untuk mengikuti pendidikan yang lebih tinggi atau terjun langsung kedalam lapangan kerja tanpa:
- Fungsi yang satu berbaur dengan fungsi yang lain. - Menciptakan perbedaan yang tidak perlu akibat jenis pendidikan yang
telah diterima siswa. 3. Bila menyangkut kegiatan penyaringan masuk sekolah maka sistem itu
haruslah: - Membuat penyaringan yang efektif atas dasar kecakapan .
- Memungkinkan dilakukan pemindahan siswa, baik itu karena kekeliruan dalam penyaringan maupun karena kehendak murid sendiri.
4. Harus mampu membawa perbaikan yang cepat dalam mutu pendidikan, yang untuk tujuan ini organisasi haruslah membuka kemungkinan bagi kerja
Universitas Sumatera Utara
spesialisasi ditiap sekolah dibawah pimpinan tenaga-tenaga cakap untuk meningkatkan standar.
5. Struktur sekolah lanjut harus memungkinkan diadakannya percobaan dengan metode atau kurikulum dan penyesuaian tahap kondisi-kondisi setempat demi
untuk memelihara persatuan nasional dan mengkoordinir berbagai bagian dari sistem pendidikan.
6. Struktur harus cocok dengan kondisi geografis, politik, sosial-ekonomi Indonesia Beeby,1987:212-215.
Kebijakan Pemerintah dalam pendidikan yang sedang gencar akhir – akhir ini adalah pelaksanaan standarisasi kelulusan melalui UN sebagaimana
diamanatkan dalam UU No. 202003 yang menyebutkan bahwa evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan untuk menilai pencapaian standar nasional
pendidikan. UN merupakan sebuah instrumen yang digunakan untuk mengukur pencapaian siswa dari proses pembelajaran. Artinya, UN merupakan instrumen
yang terstandar untuk melihat output pendidikan. Dengan sendirinya, output pendidikan telah distandarkan dengan adanya UN yang dilakukan secara nasional.
Penentuan kelulusan peserta didik telah mengalami beberapa kali perubahan hingga akhirnya pada keputusan standarisasi nilai dalam UN. Berikut adalah kilas
balik penentuan kelulusan peserta didik, yaitu: Pada tahun pelajaran 19751976 sampai tahun pelajaran 1982-1983 penilaian
yang digunakan dalam penentuan kelulusan diserahkan seluruhnya kepada sekolah masing-masing mulai dari alat evaluasi soal-soal, pemeriksaan, penetapan nilai
sampai penentuan lulus atau tidaknya seorang siswa. Mengenai kriteria lulus adalah
Universitas Sumatera Utara
“nilai mata pelajaran pendidikan agama, pendidikan moral Pancasila PMP dan Bahasa Indonesia minimal 6 dan rata-rata nilai minimal 6,00”.
Pada tahun pelajaran 19831984 sampai tahun pelajaran 20002001 penilaian digunakan dalam penentuan kelulusan adalah nilai Ebta Evaluasi belajar tahap akhir
digabung dengan nilai-nilai lain selama berada di kelas terakhir. Ebta berlaku bagi SD, SMPSLTP dan SMASMU . Dalam Ebta ada dua macam soal yaitu soal yang
berasal dari DEPDIKBUD Pusat yang disebut Ebtanas Evaluasi belajar akhir nasional yaitu untuk SD lima mata pelajaran, SMPSLTP enam mata pelajaran dan
SMASMU tujuh mata pelajaran sedangkan sisanya menjadi kewenangan sekolah Ebta sekolah. Mengenai kriteria kelulusan sama dengan tahun-tahun sebelumnya
namun pada tahun 1994 PMP berubah menjadi PPKN. Pada tahun pelajaran 20012001 EbtaEbtanas diganti dengan ujian akhir
nasional UAN untuk SLTP, SMUSMA. Untuk SD disebut ujian akhir sekolah UAS untuk SLTP dan SMU mata pelajaran yang diujikan sama dengan yang di
Ebtakan soal-soal kewenangan DEPDIKNAS Pusat sama dengan yang di Ebtanaskan, sedangkan lebihnya kewenangan sekolah baik kewenangan pusat maupun soal
kewenangan sekolah semua disebut UAN. Mengenai kriteria kelulusan adalah rata- rata nilai UAN minimal 6,00 jadi penilaian yang digunakan dalam penentuan
kelulusan adalah UAN murni. Pada tahun pelajaran 20022003 terjadi perubahan mendasar dalam UAN
yaitu jumlah mata pelajaran yang soalnya menjadi kewenangan DEPDIKNAS pusat tinggal tiga mata pelajaran. Sistem penilaian kelulusan sama dengan tahun 20012002
akan tetapi bagi siswa yang tidak lulus diberikan kesempatan mengikuti ujian ulang.
Universitas Sumatera Utara
Mengenai kriteria kelulusan, sama dengan tahun sebelumnya akan tetapi ada standar nilai minimal untuk setiap mata pelajaran yaitu 3,01.
Untuk tahun pelajaran 20032004 UAN tetap dilaksanakan. Soal-soal yang menjadi kewenangan pusat masih sama dengan UAN 20022003 yaitu tiga mata
pelajaran. Namun ada perbedaan yang mendasar yaitu terjadi perubahan nomenklatur untuk SLTP berubah menjadi SMP dan SMU berubah menjadi SMA, standarisasi
untuk setiap mata pelajaran adalah 4,01 dan sistem penilaian mata pelajaran yang dipraktikan dimana tahun sebelumnya diadakan penggabungan ujian tertulis dan nilai
ujian praktik sedangkan tahun ini masing-masing sendiri. Untuk tahun ajaran 20042005 standarisasi untuk tiap mata pelajaran adalah
4,25 dan yang diujikan adalah 3 mata pelajaran. Tahun 20052006 standarisasi untuk tiap mata pelajaran adalah 4,50 dan yang diujikan juga 3 mata pelajaran. Sama halnya
dengan tahun 20062007 hanya standarisasi menjadi 5,01. Tahun ajaran 20072008 standarisasi nilai menjadi 5,25 dimana mata pelajaran yang diujikan menjadi enam
mata pelajaran yaitu, untuk IPA bahasa Indonesia, matematika, Bahasa inggris, Fisika, Kimia, Biologi dan untuk IPS Bahasa Indonesia, Ekonomi, Bahasa inggris,
Sosiologi, Geografi, Sejarah . Standarisasi nilai dalam UN terbilang sistem baru dalam dunia pendidikan
yang perlu juga memenuhi prasyarat fungsional yang diajukan oleh Parsons, yaitu: Adaptation Adaptasi
Berkaitan dengan hal ini, ujian nasional dengan standar nilai kelulusan merupakan suatu yang terbilang baru dalam dunia pendidikan yang harus beradaptasi dengan
dunia pendidikan itu sendiri.
Universitas Sumatera Utara
G- Goal Attainment Pencapaian Tujuan Standarisasi kelulusan dalam ujian nasional tersebut dibuat untuk kepentingan
bersama diantaranya untuk meningkatkan kualitas lulusan dan satuan pendidikan yang diharapkan nantinya berguna bagi dirinya maupun bangsa Indonesia secara
umum, sehingga tindakan yang dilakukan memang benar-benar untuk tujuan bersama.
I- Integration Integrasi Solidaritas ini dapat dilakukan antara siswa, guru, orang tua, maupun pemerintah agar
sistem standarisasi kelulusan dapat berjalan dengan baik. Solidaritas dalam hal saling mendukung tercapainya standarisasi kelulusan dalam ujian nasional dapat berupa
dorongan untuk siswa atau saling bekerja sama diantara siswa, guru, orang tua dan pemerintah, misalnya guru memberikan pengajaran yang bagus untuk siswa, orang
tua memberikan semangat dan pemerintah memenuhi fasilitas-fasilitas yang diperlukan sekolah.
L- Latent Pattern Maintenance Pemeliharaan pola-pola yang latent Suatu sistem sosial diharapkan mampu mengatasi kemungkinan bahwa sutu saat para
anggotanya akan merasa letih dan jenuh, yaitu dengan pemeliharaan fungsi laten. Dalam pendidikan itu sendiri khususnya sekolah harus memelihara fungsi-fungsi
latent itu, misalnya memberikan penghargaan bagi siswa berprestasi agar semua siswa tidak jenuh untuk mengikuti proses belajar dan ujian nasional dengan
standarisasi kelulusan tidak menjadi sesuatu yang dianggap menakutkan karena pengusaaan terhadap setiap materi pelajaran setiap harinya.
Universitas Sumatera Utara
Tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan sistem kelulusan UN dapat mengubah sendi – sendi manajemen pada operasional belajar mengajar di sekolah.
Prinsip dasar dalam proses belajar mengajar PBM itu sendiri adalah memberdayakan semua potensi yang dimiliki siswa sehingga mereka mampu
meningkatkan pemahamannya terhadap fakta konsep prinsip dalam kajian ilmu yang dipelajarinya yang akan terlihat dalam kemampuannya untuk berfikir logis,
kritis dan kreatif. Prinsip dasar proses belajar mengajar lainnya yaitu: berpusat pada siswa, mengembangkan kreatif siswa, penciptaan kondisi menyenangkan dan
menantang, mengembangkan beragam kemampuan yang bermuatan nilai, menyediakan pengalaman belajar yang beragam dan belajar melalui berbuat
http:www.puskur.netindex.php?menu=profilpro=113iduser=5 Kebijakan Sentralisasi sektor pendidikan secara teoritik memang
memudahkan untuk melakukan kontrol terutama pencapaian standar mutu yang diharapkan. Akan tetapi pada kenyataannya, etos guru dalam mengajar tidak
semuanya sesuai harapan. Dampak yang muncul dari sentralisasi dan standarisasi kelulusan secara nasional tersebut jelas terlihat disekolah. Para kepala sekolah, guru,
siswa dan juga orang tua terkena dampak dari UN yang menggunakan standarisasi kelulusan.
Para pendidik terutama kepala sekolah senantiasa dihadapkan pada pemikiran persentase kelulusan siswa. Bahkan bisa saja tingkat kelulusan ini berimplikasi
negative pada jabatan kepala sekolah apabila tidak memenuhi target yang sudah ditetapkan. Begitu juga setiap guru tidak ingin dianggap gagal sehingga mereka pun
bekerja ekstra. Para guru bidang studi UN ini berupaya memberikan materi pelajaran
Universitas Sumatera Utara
sesuai tuntutan kurikulum dan memprediksi soal – soal yang bakal muncul pada saat UN. Disamping itu sekolah juga mengambil kebijakan untuk mengadakan terobosan
dengan waktu tambahan diluar jam pelajaran regular. Hal tersebut yang menyebabkan munculnya anggapan bahwa persoalan
pendidikan yang sembraut selama ini diduga karena keterlibatan birokrasi yang begitu kuat. Zamroni dalam Muhyi 2004:122-123 mengemukakan: “ birokrasi pusat
cenderung menekankan proses pendidikan secara klasikal yang bersifat mekanistik. Dengan demikian proses pendidikan cenderung diperlakukan sebagai mana sebuah
pabrik. Satuan pendidikan sebagai penyelenggara pendidikan terkontaminasi oleh sistem yang begitu kuat mencengkram kebijakan apapun terhadap pendidikan.
Sehingga satuan-satuan pendidikan dipaksa untuk mengikuti adanya penyeragaman baik dalam hal kurikulum, perilaku guru dan pola managemen yang terpusat.
Merton juga menjelaskan mengenai konsep fungsi nyata manifestdan fungsi tersembunyi laten. Fungsi manifest adalah konsekuensi – konsekuensi obyektif
yang menyumbang pada penyesuaian terhadap sistem yang dimaksud dan diketahui oleh partisipan dalam sistem itu. Sedangkan fungsi laten adalah fungsi yang tidak
dimaksudkan atau tidak disadari. Upaya Depdiknas meningkatkan mutu pendidikan lewat standar kelulusan dalam UN merupakan keinginan mulia yang pantas diberikan
apresiasi positif. Disatu sisi Depdiknas menginginkan output pendidikan yang berkualitas, dipihak lain kemampuan merealisasikan anggaran pendidikan masih
rendah. Hal ini berarti bahwa upaya membangun dunia pendidikan masih jauh dari tuntutan perubahan.
Universitas Sumatera Utara
Pelaksanaan UN dengan standar kelulusan dan kualifikasi kesulitan materi ujian yang tidak terverifikasi kurang memiliki nilai akuntabilitas publik dan
aksesibilitas edukasi, karena mutu sekolah yang komplit fasilitasnya berpeluang meluluskan siswanya lebih besar dibandingkan sekolah yang minus anggaran dan
fasilitasnya, sehingga tidak jarang pelaksanaan UN menyebabkan kontra pihak – pihak tertentu.
Suatu kondisi yang memang wajar bahwa adanya reformasi baru di bidang pendidikan akan melahirkan dua belahan sikap, yaitu mereka yang menerima dan
menolak reformasi itu. Suara-suara penolakan akan tetap ada, betapapun baiknya konsep dan aplikasi reformasi itu dikemas. Sepanjang kebutuhan akan reformasi itu
harus diterima secara apa adanya, setidaknya sedikit para edukator akan berargumen bahwa kondisi atau kecenderungan yang ada saat ini sesungguhnya layak untuk
dipertahankan. Ketakutan mereka yang terutama adalah ketakutan kalau-kalau reformasi itu hanya sebatas mengubah konformitas ke mandat kebijakan ketimbang
berbasis pada kebutuhan edukasional anak Sudarwan, 2003: 51. 2.2 Ujian Nasional dan Motivasi Berprestasi
Dengan adanya UN sebagai pertimbangan kelulusan, siswa suka atau tidak suka tidak punya pilihan lain kecuali berusaha belajar sesuai dengan potensi yang
dimiliki, dan tidak dapat dipungkiri jika siswa termotivasi karenanya. Motivasi berprestasi oleh Mc. Clelland dalam Suwarsono 1991:28 menjelaskan apa yang
disebut sebagai kebutuhan berprestasi yaitu keinginan yang kuat untuk mencapai prestasi gemilang yang dikerjaakannya melalui penampilan kerja yang baik dengan
Universitas Sumatera Utara
selalu berfikir dan berusaha untuk menemukan cara-cara baru untuk memperbaiki kualitas kerja yang dicapainya, sama halnya dalam proses belajar mengajar.
Seseorang bisa disebut memiliki kebutuhan berprestasi yang kuat apabila seseorang berfikir tentang bagaimana meningkatkan situasi sekarang ke arah yang
lebih baik, dan hendaknya melaksanakan tugas-tugas yang dihadapinya dengan cara yang lebih baik. Disamping itu hendaknya para pengambil dan penentu kebijaksanaan
negara tidak lagi membatasi lingkup investasi dananya pada pembangunan prasarana dasar ekonomi, tetapi hendaknya mulai melakukan investasi pada pengembangan
sumber daya. Hal tersebut nampak dari hasil lapangan bahwa responden mengikuti les tambahan dan bimbingan belajar untuk menambah atau memperdalam kembali
pengetahuan yang telah diperoleh di sekolah. Pada kaitannya dengan Ujian Nasional, nilai standar yang ditentukan oleh
pusat merupakan upaya memperbaiki kondisi pendidikan di Indonesia menuju ke arah yang lebih baik lagi. Dan nilai standar yang dilaksanakan melalui penyelenggaraan
UN dapat berfungsi sesuai yang diharapakan oleh pemerintah yaitu sebagai pengendali mutu yang bermuara pada pengembangan SDM di Indonesia, dan
hendaknya ujian nasional ini punya ruh yang mampu memberikan motivasi berprestasi dan berkompetisi antar siswa serta guru-gurunya.Hal ini juga tampak dari
data lapangan bahwa adanya ujian nasional membuat responden termotivasi sebanyak 107 orang 79,85 dari 134 responden.
Dalam menaikkan skala kebutuhan berprestasi motivasi berprestasi, Mc. Clelland cenderung lebih menekankan dari lingkungan keluarga, khususnya pada
tahapan proses pembimbingan anak, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Orang tua hendaknya menentukan standar motivasi yang tinggi
pada anak-anaknya, misalnya melalui pengharapan agar anaknya memiliki prestasi yang gemilang di sekolah kemudian memiliki
pekerjaan yang mapan dan menjadi dikenal di masyarakat b.
Hendaknya orang tua lebih menggunakan metode memberikan dorongan dan hubungan yang hangat dalam sosialisasi dengan
anak-anak mereka. Orang tua hendaknya memberikan dorongan dan perhatian yang cukup dan memberikan ganjaran yang
memadai jika memang anak-anak mereka mampu mencapai dan menyelesaikan beban yang diberikan oleh orang tua mereka
c. Orang tua hendaknya tidak bersikap otoriter. Orang tua tidak
diharapkan memanjakan atau berinisiatif sendiri demi kebutuhan- kebutuhan yang diperlukan oleh anak-anaknya, tetapi justru
sebaliknya, mereka hendaknya memberikan kesempatan kepada anak-anaknya untuk mengambil inisiatif dan menetukan cara-
caranya sendiri untuk mengatasi persoalan yang dihadapinya Suwarsono, 1991:31-32
Dalam kasus ini, tidak hanya kepala sekolah maupun guru saja yang berusaha meningkatkan motivasi berprestasi seorang siswa agar dapat mencapai nilai
standar, akan tetapi orang tua juga memiliki andil dalam memberikan dorongan bagi anaknya dalam urusan masalah pendidikan sekolahnya.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODOLOGI PENELITIAN