Analisis Variabel-Variabel yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Pada Beberapa Industri Konveksi di Kota Medan

(1)

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran A: Daftar Pertanyaan Wawancara

Wawancara untuk Penelitian

“Analisis Variabel-Variabel yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Beberapa Industri Konveksi

di Kota Medan” A. Identitias Informan

1) Nama : 2) Pendidikan : 3) Umur : 4) Jenis Kelamin : 5) Nama Jabatan : 6) Masa Jabatan :

1. Informan Kunci

Pertanyaan untuk faktor eksternal penyerapan tenaga kerja.

1) Bagaimana pendapat Anda mengenai ketersedeiaan alat/teknlogi yang mampu meningkatkan produktivitas perusahaan Anda? Bagaimana tingkat penggunaan teknologi tersebut di perusahaan Anda? Mengapa anda memilih menggunakan teknologi tersebut?

2) Menurut anda, bagaimana kondisi ekonomi pasar saat ini khususnya di Kota Medan? Seperti apa kondisi pasar saat ini mempengaruhi kegiatan usaha konveksi anda?


(2)

3) Mengenai peraturan pemerintah, bagaimana pendapat Anda tentang UMK Karyawan saat ini? Apakah Anda pernah merasa terganggu dengan peraturan yang dikeluarkan pemerintah tentang ketenagakerjaan?

4) Bagaimana kondisi lingkungan masyarakat di sekitar perusahaan anda? Bagaimana tingkat kriminalitas di sekitar perusahaan? Apakah sarana seperti rekreasi dan kesehatan mudah di di perusahaan Anda? Apakah pernah karyawan enggan bekerja karena lingkungan yang kurang bersahabat?

5) Bagaiamanakah sikap karyawan Anda terhadap kualitas hidup, kondisi kerja yang lebih baik, dan terhadap jam kerja? Apakah ada karyawan yang menyampaikan kenaikan gaji/upah?

6) Seperti apa bentuk motivasi kerja karyawan di perusahaan anda?

7) Apakah Anda merasakan kesulitan mendapatkan karyawan yang memiliki keterampilan yang dibutuhkan perusahaan Anda? Bagaimana tingkat kualifikasi pelamar yang melamar di perusahaan Anda?

8) Apakah Anda pernah mengalami perebutan tenaga kerja yang terampil dengan pesaing Anda? Apakah sudah pernah karyawan Anda pindah bekerja kepada pesaing Anda?

Pertanyaan untuk faktor Internal Penyerapan tenaga Kerja :

1) Bagaimana rencana strategis perusahaan anda di masa mendatang? Bagaiamana anda memetakan rencana industri konveksi ini di masa akan datang?


(3)

2) Bagaimana anggaran dana perusahaan anda dalam bidang sumber daya manusia? Apa saja program untuk memenuhi anggaran tersebut?

3) Bagaiamana estimasi produksi industri konveksi anda?

4) Apakah anda merencanakan mendirikan bidang atau bisnis baru selain industri konveksi?

2. Informan Utama

A. Identitias Informan

1) Nama : 2) Pendidikan : 3) Umur : 4) Jenis Kelamin : 5) Nama Jabatan : 6) Masa Jabatan :

1) Bagaimana pendapat Anda tentang kondisi kerja dan pengupahan di perusahaan ini?

2) Bagaimana pendapat Anda tentang jam kerja, cuti, dan rekreasi di perusahaan ini?

3) Bagaimana pendapat Anda tentang lingkungan masyarakat di sekitar perusahaan ini?

4) Bagaimana menurut anda tentang sistem pengupahan di perusahaan ini? 5) Bagaimana pendapat anda tentang sistem manajemen sumber daya


(4)

6) Seperti apa bentuk motivasi kerja di perusahaan ini? Bagaimana pendapat anda tentang motivasi kerja tersebut?

7) Bagaiamana menurut anda mengenai tingkat kesulitan untuk diterima bekerja di perusahaan ini?


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Afrida, BR. 2003. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: Ghalia Indonesia Barthos, Basir. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia (Suatu Pendekatan

Makro). Jakarta : Bumi Aksara

Bugin, Burhan. 2011. Metodologi Penelitian Kuantitatif edisi kedua. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Bugin, Burhan. 2009. Metodologi Penelitian Kuantitatif edisi pertama. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Bugin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Sosial. Surabaya: Airlangga University Press.

Handoko, Hani. 2008. Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia. Yogyakarta : BPFE UGM

Haryo Kuncoro. 2001. Sistem Bagi Hasil dan Stabilitas Penyerapan Tenaga Kerja. Media Ekonomi.

Hunger, J. David & Wheelen, Thomas L. 2003. Manajemen Strategis. Yogyakarta: Andi

Idrus, Muhammad. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Jakarta: Penerbit Erlangga.

J. Supranto. 1983. Ekonometrik. Jakarta : Lembaga Penerbit FE UI Kotler, Philip. 2009. Manajemen Pemasaran. Jakarta : Erlangga

Kurniati, Y. 2010. Dinamika Industri Manufaktur dan Respon terhadap Siklus Bisnis

Mangkuprawira, Sjafri, 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik. Jakarta: Ghalia Indonesia

Nawawi, Hadari, 2001. Metodologi Bidang Sosial. UGM Yogyakarta

Nawawi, Hadari, 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Bisnis Yang Kompetitif. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.


(6)

Miles & Huberman, 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta : Ui-Press

Siagian, Sondang P, 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Bumi Aksara.

Sinulingga, Sukaria. 2014. Metode Penelitian. Medan: USU Press.

Sudarsono, dkk. 2000, Ekonomi Sumber Daya Manusia, Universitas Terbuka, Jakarta

Sugiyono, 2013. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV. ALFABETA.

Suprihanto, John, 2002. Hubungan Industrial sebuah Pengantar edisi I. Yogyakarta: BPFE- UGM.

Umar, Husein, 2008.Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis edisi kedua. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003, Pasal 1 dan Pasal 2

Jurnal Ilmiah :

Reza Adi Purnomo. 2013. Analisis Variabel-Variabel yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja pada Usaha Kecil & Menengah Anyaman Bambu di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Malang: Jurusan Ilmu . Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya.

Kadafi, Muhammad Fuad. 2013. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja pada Industri Konveksi Kota Malang. Malang : Ilmu Ekonomi, Universitas Brawijaya.

Adrianto, Rizky. 2013. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja pada Industri Kecil (Studi Kasus Pada Industri Krupuk Rambak di Kelurahan Bangsal, Kecamatan Bangsal, Kabupaten Mojokerto). Malang: Ilmu Ekonomi dan Bisnis. Universitas Brawijaya. Budiaman, Amin. 2012. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga

Kerja Terhadap Industri Kecil Pengolahan Ikan di Kabupaten Demak. Semarang: Ilmu Ekonomi. Universitas Negeri Semarang.

Tesis :

Zamrowi, M. Taufik. 2007. Analisis Penyerapan Tenaga Kerja pada Industri Kecil (Studi di Industri Kecil Mebel di Kota Semarang), Semarang: Magister Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan. Universitas Diponegoro.


(7)

Hidayati Nasution, Siti Khadijah. 2013. Analisis Faktor-Faktor Internal yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja (Studi Kasus pada Industri Kecil Konveksi Pakaian Jadi di Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai). Medan : Magister Program Studi Ekonomi Pembangunan. Universitas Sumatera Utara.

Internet

Badan Pusat Statistik


(8)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Bentuk Penelitian

Pada penelitian ini jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Juliandi (2013:14) penelitian deskriptif merupakan penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan suatu variabel secara mandiri.

3.2. Lokasi Penelitian

Adapun yang menjadi lokasi dari penelitian ini adalah beberapa industri konveksi di Kota Medan, antara lain:

1. Alfahmi Konveksi

Alamat : Jl. Rahmad Komplek PIK No. A 42 Menteng VII, Kota Medan, Sumatera Utara

Telepon :

2. Eugenia Konveksi

Alamat : Jl. Setia Budi No. 187, Tj. Rejo Kecamatan Medan Sunggal.

Telepon : 0821-6843-7817 3. Sablon Medan

Alamat : Jl. Let. Jen. Jamin Gintings No.247, Padang Bulan, Medan Baru, Kota Medan, Sumatera Utara 20157


(9)

3.3. Objek Penelitian

Objek merupakan sasaran dari penelitan, sasaran penelitian digambarkan secara konkret dalam rumusan masalah penelitian (Bungin, 2007: 76). Objek penelitian adalah masalah yang diteliti. Menurut Sugiyono (2008: 38) pengertian objek penelitian yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti adalah variabel-variabel yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja pada beberapa industri konveksi di kota Medan, diantaranya : Alfahmi Konveksi, Eugenia Konveksi, dan Sablon Medan.

3.4. Informan Penelitian

Penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk membahas generalisasi dari hasil penelitian. Oleh karena itu, pada penelitian kualitatif tidak dikenal adanya populasi dan sampel. Untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dalam penelitian ini, peneliti menetapkan dua informan yaitu informan kunci dan informan utama (Sugiyono, 2013)

Informan kunci adalah mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian. Penentuan informan kunci dilakukan secara purposive yaitu dipilih dengan pertimbangan bahwa orang tersebut dianggap paling tahu tentang yang diharapkan peneliti atau informan tersebut merupakan penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi situasi sosial yang diteliti. Adapun informan kunci dalam penelitian ini adalah pemilik Industri konveksi dan sejumalah informan yang menduduki jabatan struktural dan dianggap mengetahui informasi tentang permasalahan yang diteliti.


(10)

Informan utama adalah mereka yang terlibat langsung dalam interaksi sosial yang diteliti. Informan utama adalah pekerja di industri konveksi yang diteliti. Jumlah informan utama pada penelitian ini akan disesuaikan dengan kebutuhan. Penentuan informan utama ditentukan secara aksidental yaitu penentuan informan secara kebetulan.

3.5. Data dan Teknik Pengumpulan Data

3.5.1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber primer yaitu data yang diperoleh dengan mencari /menggali secara langsung dari sumbernya oleh peneliti bersangkutan (Sinulingga, 2014). Adapun cara pengumpulan data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Interview (Wawancara) adalah mengumpulkan informasi dengan mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan, untuk dijawab secara lisan pula. Secara sederhana interview diartikan sebagai alat pengumpul data dengan mempergunakan tanya jawab antara pencari informasi dengan sumber informasi (Hadari Nawawi, 2001) . Dalam penelitian ini, peneliti mewawancarai pemilik dan tenaga kerja industri konveksi

b. Observasi adalah pelaksanaan pengamatan secara langsung terhadap fenomena-fenomena yang berkaitan dengan fokus permasalahan terkait tenaga kerja di Industri konveksi Eugenia.

3.5.2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang sudah tersedia oleh pihak lain sehingga tidak perlu lagi digali secara langsung dari sumbernya oleh peneliti (Sinulingga, 2014). Adapun teknik pengumpulan data sekunder yang digunakan peneliti, yaitu:


(11)

a. Studi Kepustakaan

Pengumpulan data yang diperoleh dari buku-buku, karya ilmiah serta pendapat para ahli yang berkompetensi serta memiliki relevansi dengan masalah yang akan diteliti.

b. Studi Dokumentasi

Pengumpulan data menggunakan catatan-catatan atau dokumen yang ada di industri konveksi Eugenia yang releven dengan masalah yang akan diteliti. 3.6. Uji Keabsahan Data

Penilaian keabsahan riset kualitatif biasanya terjadi pada saat proses pengumpulan data, dan analisis-interpretasi data, yang dalam penelitian ini menggunakan teknik Trustworthiness yaitu :

1. Trustworthiness

Yaitu menguji kebenaran dan kejujuran objek yang diteliti dalam mengungkapkan realitas menurut apa yang dialami, dirasakan atau dibayangkan. Keabsahan penelitian atau validitas data terjadi pada proses pengumpulan data, dan untuk menentukan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria, maka penulis menggunakan teknik trianggulasi data.

a. Trianggulasi

Trianggulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Bila peneliti mengumpulkan data dengan trianggulasi maka peneliti mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dari


(12)

berbagai sumber data. Trianggulasi dibagi menjadi dua yaitu, trianggulasi teknik dan trianggulasi sumber ( Sugiyono : 2013)

Trianggulasi teknik,berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Peneliti menggunakan observasi partisipatif, wawancara mendalam, dan dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak.

Trianggulasi sumber berarti, untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda – beda dengan teknik yang sama. Hal ini dapat digambarkan seperti gambar 3.1dan 3.2

Gambar 3.1. Trianggulasi Teknik

Gambar 3.2. Trianggulasi Sumber Observasi Partisipatif

Wawancara Mendalam

Dokumentasi

Sumber data sama

Wawancara Mendalam

A

B


(13)

3.7. Metode Analisis Data

3.7.1. Analisis Model Miles and Huberman

Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Miles and Huberman (1984) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga data sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification. Langkah-langkah analisis ditunjukkan pada gambar 3.3 berikut :

Periode pengumpulan

Reduksi Data

Antisipasi Selama Setelah

Reduksi Data ANALISIS

Selama Setelah

Kesimpulan/verifikasi

Selama Setelah

Gambar 3.3. Komponen dalam Analisis Data (flow model)

3.7.1.1 Data Reduction (Reduksi Data)

Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan


(14)

polanya dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukna pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.

3.7.1.2. Data Display (Penyajian Data)

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukandalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Dalam hal ini Miles and Huberman (1984) menyatakan “the most frequent form of display data for qualitative research data in the past has been narrative test”. Yang paling sering digunakan untuk menyaji kan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.

3.7.1.3. Conclusion Drawing/Verification

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles and Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang ditemukan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.

Dengan demikian kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak. Karena seperti telah dikemukakan bahwa masalah dan rumusan masalah


(15)

dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dana akan berkembang setelah penelitian berada di lapangan.

Kesimpulan dalam penelitain kualitatif yang diharapkan adalah merupakan temuan yang baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori.


(16)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Industri Konveksi di Kota Medan

Kota Medan adalah

merupakan kota terbesar di luar Pula

di Indonesia setela

hektare (265,10 km²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 meter di atas permukaan laut.

Sebagai salah satu wilayah ekonomi, Kota Medan memiliki potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang cukup besar. Hal ini menjadikan Kota Medan menjadi lokasi yang subur untuk dunia industri. Salah satu yang menjadi alasannya ialah besarnya potensi sumber daya manusia yang ada di Kota Medan. Namun, tingginya sumber daya manusia belum cukup diimbangi oleh banyaknya jumlah industri yang ada. Oleh sebab itu, Pemerintah Kota Medan terus melakukan upaya kerjasama dengan swasta dan masyarakat demi mengurai pengangguran di Kota Medan.

Sebagai wilayah ekonomi yang sangat mengandalkan sektor kegiatan ekonomi sekunder dan tertier maka peran Kamar dagang dan Industri (Kadin) Cabang Medan dirasakan demikian penting dan strategis. Karenanya adalah wajar


(17)

jika hampir seluruh pelaku bisnis yang ada di Medan, khususnya yang bergerak di bidang perdagangan (lokal/luar negeri) dan produksi (barang/jasa) merupakan anggota aktif asosiasi bisnis tersebut.

Sebagai wadah bagi para pelaku bisnis, Kadin telah memberikan berbagai sumbangan besar untuk menumbuh kembangkan kegiatan bisnis yang ada. Berbagai peran yang dijalankan Kadin Cabang Medan, antara lain memberikan informasi yang dibutuhkan oleh kaum industrian dan usahawan seperti: peluang pasar,komodditif unggulan, kondisi persaingan pasar, calon mitra usaha, lokasi bisnis, dan lain-lain.

Di samping itu asosiasi ini juga sangat berperan dalam pengembangan jiwa wirausaha baik bagi calon pengusaha maupun yang sudah meniti karir sebagai pengusaha melalui berbagai diklat pengembangan SDM yang dilakukan. Bahkan pegembangan SDM merupakan salah satu aspek penting yang terus menerus dijalankan dengan berbagai metode yang mempergunakan alat bantu satelit sebagai sarana diklat.

Peranan pemerintah dalam mengembangkan industri konveksi sangat penting mengingat industri konveksi memiliki peluang pertumbuhan yang signifikan dikarenakan pakaian merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia (sandang),selain makanan (pangan) dan rumah (papan). Selayaknya pemerintah memberikan perhatian yang besar terhadap potensi industri konveksi ini.Selain itu industri konveksi mampu menyerap jumlah tenaga kerja apabila didukung oleh penambahan modal, tenaga kerja, , jumlah kapasitas produksi, peningkatan distribusi penjualan, dan meningkatkan strategi pemasaran.


(18)

4.2. Profil Industri Konveksi

Pada penelitian ini, peneliti meneliti industi konveksi dengan keragaman produk dan pangsa pasar yang berbeda agar dapat mewakili setiap industri konveksi yang ada di kota Medan. Perkembangan pasar pada industri konveksi di Kota Medan semakin tinggi, mengingat pakaian adalah kebutuhan primer (sandang) selain makanan (pangan) dan perumahan (papan). Kebutuhan akan pakaian ini mutlak harus dipenuhi mengingat sangat diperlukan utnuk kelangsungan hidup seseorang. Selain itu, bisnis konveksi memiliki pangsa pasar yang sangat luas, tren dan mode yang sangat dinamis dan mengikuti perkembangan zaman. Untuk merealisasikan tingginya konsumsi pasar terhadap pakaian tersebut, harus diikuti dengan rencana peningkatan modal usaha, penambahan tenaga kerja, jumlah kapasitas produksi, peningkatan distribusi penjualan, dan meningkatkan strategi pemasaran.

Industri konveksi di Kota Medan mempunyai keragamanya masing – masing. Adapun industri konveksi yang diteliti dalam penelitian ini diantaranya industri konveksi kreatif (Sablon Medan), pakaian seragam instansi, kemeja, dll (Alfahmi Konveksi), dan pakaian jas, kemeja untuk kelas menengah keatas (Eugenia).

4.2.1. Alfahmi Konveksi

Alfahmi Konveksi merupakan salah satu konveksi yang memproduksi beragam produk sesuai pesanan konsumen untuk partai besar maupun untuk partai kecil. Produk yang diproduksi antara lain: pakaian olahraga, kemeja (komunitas, lembaga, dll) , kaos, jas, blazer,tas, toga, topi, dll. Industri konveksi ini berdiri


(19)

sejak tahun 2002, dengan hanya memiliki sebuah mesin jahit pada saat itu. Namun kini, Alfahmi Konveksi telah berhasil mengembangkan usahanya, dan telah memiliki 15 Mesin dengan jumlah tenaga kerja tetap sebanyak 25 orang.

Alfahmi Konveksi berada di komplek Pusat Industri Kecil, Jl. Menteng VII, Medan Denai. Bermula dari pesanan bendera partai dari salah satu teman Bapak Alfahmi , kini Alfahmi Konveksi mampu menjahit banyak produk. Ilmu yang didapatkan yaitu berasal dari pengalaman belajar sambil praktek. Bahkan, saat ini Alfahmi Konveksi mampu menyelesaikan 5.000 pasang pakaian dalam satu bulan. Alfahmi Konveksi sudah dikenal oleh masyarakat baik dari kalangan sekolah, perusahaan, maupun individu. Konsumen dari Alfahmi Konveksi berasal dari berbagai kota di Sumatera Utara, diataranya Medan, Pematang Siantar, Rantau Parapat, Binjai, Lubuk Pakam, Aceh dan kota lain di luar kota Medan.

4.2.2. Eugenia

Eugenia merupakan industri konveksi yang bergerak dalam produksi pakaian jadi untuk kelas ekonomi menengah-keatas. Eugenia mulai berdiri pada tahun 2011. Walau terbilang masih baru, Eugenia telah memiliki pasar yang cukup luas yang tersebar di beberapa kota. Eugenia memproduksi pakaian kantor seperti kemeja, jas, blazer, celana untuk kelas menengah keatas. Pelanggan dari Eugenia didominasi oleh perusahaan, pejabat pemerintahan, maupun instansi lain seperti sekolah, kampus, dll.

Eugnia terletak di Jl. Setia Budi No. 178, Medan. Eugenia telah berhasil merebut pasar menengah keatas dengan ciri khas kualitas produk jahitannya dan harga yang mampu bersaing. Kini Eugenia telah memiliki 24 tenaga kerja dengan


(20)

jumlah mesin jahit sebanyak 20 Mesin. Eugenia terus meningkatkan kapasitas produksinya dengan memperkenalkan produknya seperti di acara pameran pameran fesyen, dll. Saat ini pemasaran produk Euginia hanya lewat mulut ke mulut dari konsumen yang pernah menjahit di Eugenia. Eugenia juga membuka kesempatan kepada pihak lain untuk melakukan kerjasama yang saling menguntungkan untuk meningkatkan kapasitas penjualannya.

4.2.3. Sablon Medan

Sablon Medan adalah salah satu konveksi yang sedang berkembang di kota Medan. Konveksi ini berlokasi di Jalan Jamin Ginting No. 247, Medan (Simpang Kampus USU). Adapun barang yang di produksi Sablon Medan antara lain pakaian kaos, kemeja komunitas, badan atau perusahaan. Saat ini Sablon Medan telah menerima pesanan dari berbagai perusahaan terkenal, diantaranya : Pertamina, Bulog, Bank Indonesia, Bank Mandiri, Bank BRI, XL, Inalum, Mentos, Permata GBKP, HKBP, maupun dari kalangan kampus dan komunitas.

Sablon Medan bergerak dalam sablon, bordir, Print and cut dan juga digital printing kaos dan kemeja. Selain itu Sablon Medan juga membuka kelas kursus bagi masyarakat yang ingin membuka bisnis kaos. Kursus ini difasilitasi dan dilatih oleh pekerja Sablon Medan. Dalam kursus ini, Sablon Medan menerapkan metode OJT (On Job Training) sehingga murid yang di trainning dapat lebih memahami dengan praktek langsung.


(21)

4.3. Penyajian Data

4.3.1. Profil Informan

Pada penelitian ini, peneliti memilih informan yang terlibat langsung dalam proses manajemen dan produksi industri konveksi tersebut. Adapun informan tersebut terdiri menjadi dua, yaitu informan utama dan informan kunci.

Tabel 1.4 Tabel Profil Informan

Kode Nama Informan Industri Konveksi

I1 Ridha Maulidha,S.Pd Alfahmi Konveksi

I2 Dwi Kuarni Alfahmi Konveksi

I3 Muhammad Suheil, A.Md Eugenia

I4 Zainab Siregar Eugenia

I5 Mahendra Tlapta Sitepu Sablon Medan

I6 Andre Sinulingga Sablon Medan

4.3.2. Temuan Lapangan Variabel – Variabel Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja

4.3.2.1. Variabel Eksternal Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja

Teknologi

Kemajuan teknologi yang pesat saat ini seolah-olah menggeser peranan tenaga kerja sebagai salah satu faktor produksi dan mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat pendapatan suatu industri. Setiap industri konveksi tentunya menggunakan teknologi untuk menunjang proses produksi. Teknologi tersebut


(22)

mampu meningkatkan produktivitas industri konveksi. Dengan adanya teknologi tersebut, menjadikan pekerjaan lebih cepat selesai, mampu menghasilkan jumlah barang lebih banyak, kualitas hasil lebih baik bila dibandingkan dengan dikerjakan secara manual.

Setiap industri konveksi yang menjadi objek penelitian ini memiliki mesin yang hampir sama yaitu: mesin karet, mesin potong, mesin spit, mesin rantai, mesin bordir, dan mesin Bis/kaos. Setiap tenaga kerja mampu menggunakan mesin dengan baik. Namun, masalah yang sering dihadapi pengusaha konveksi ialah kurangnya kehati-hatian tenaga kerja dalam menggunakan mesin jahit,sehingga mesin jahit sering mengalami perbaikan. Pemeliharaan mesin sangat penting agar tidak menambah biaya untuk perbaikan mesin apabila mesin rusak.

Menurut hasil wawancara peneliti dengan informan utama (I1, I3, I5) menyatakan bahwa mesin jahit yang digunakan tidak dapat digantikan dengan kerja manual manusia tetapi mesin dan manusia harus saling melengkapi untuk mencapai target yang ditetapkan perusahaan konveksi tersebut. Dengan kata lain, penggunaan mesin jahit di industri konveksi telah menjadi suatu hal yang utama dan sangat penting. Informan juga menyatakan bahwa, setiap pengusaha harus terbuka terhadap tren baru dari mesin yang mereka gunakan demi mengikuti tren pasar yang juga berubah agar dapat bersaing.

Kemudian peneliti juga menanyakan bagaimana produktivitas pekerja dalam menggunakan mesin. Responden I1, I3 dan I5 menyatakan pekerja mereka sudah ahli dalam menggunakan mesin teknologi yang ada. Peneliti juga menemukan


(23)

bahwa semakin tinggi produktivitas pekerja, maka semakin kecil pula kebutuhan akan tenaga kerja dari industri konveksi tersebut.

Hasil wawancara peneliti menyimpulkan bahwa teknologi berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja. Semakin banyak teknologi yang digunakan,maka akan semakin banyak pula tenaga kerja yang dibutuhkan oleh pengusaha untuk menjalankan produksinya.

Ekonomi

Persoalan terkait ekonomi secara nyata dapat mempengaruhi tingkat penjualan pakaian. Kondisi ekonomi suatu pasar tertentu, akan berpengaruh terhadap tinggi/rendahnya penjualan produk konveksi. Pada kenyataanya, menurut I3, kondisi ekonomi saat ini sedang lesu. Hal tersebut mengakibatkan permintaan pakaian dari konsumen juga menjadi menurun. Selama pemerintahan baru Presiden Jokowi-JK, permintaan konsumen konveksi Eugenia (I3) mengalami penurunan dari sebelumnya.

I3 menyatakan hal ini terjadi akibat dari lesunya kondisi pasar saat ini. Berbeda dengan I1 dan I5 yang mengatakan bahwa kondisi ekonomi konsumennya mengalami peningkatan penjualan dari sebelumnya. Hal ini dikarenakan, konsumen dari Alfahmi Konveksi didominasi oleh pesanan pakaian olahraga dari sekolah. I1 menyatakan bahwa terjadi peningkatan penjualan dari biasanya yang hanya memesan pakaian pada tahun ajaran baru saja, tetapi saat ini, walaupun ajaran baru sekolah sudah lewat, pesanan tetap ada. Hal serupa juga diakui oleh informan kelima (I5) bahwa saat ini permintaan pasar terhadap pakaian yang diproduksinya sedang meningkat.


(24)

Namun, semua informan mengatakan bahwa terkadang konsumen melanggar perjanjian pembayaran yang telah disepakati sebelumnya. Masalah-masalah yang lazim terjadi ialah konsumen tidak memberikan uang muka (down payment), tetapi barang tetap dikerjakan. Ketika barang tersebut selesai, konsumen tersebut tidak mengambil barang dan membayar semua biaya yang telah dikeluarkan. Kemudian ada juga konsumen yang telah membayar uang muka, setelah pakaian selesai dikerjakan, konsumen tersebut tidak kembali lagi untuk mengambil pakaian yang telah dipesannya. Masalah tersebut mengganggu kelancaran arus kas perusahaan dan menyebabkan kerugian perusahaan. Walaupun demikian, perusahaan tidak langsung putus asa, namun tetap mampu mempertahankan jalannya perusahaan dengan membuat peraturan yang baru dan meminimalkan resiko kerugian.

Walaupun telah mengalami kerugian, tetapi perusahaan tidak melakukan pengurangan tenaga kerja akibat kerugian yang ditanggung. Perusahaan tetap melaksanakan kegiatan produksi seperti biasanya dan melakukan perubahan terhadap metode-metode yang tidak pantas untuk dilanjutkan sehingga kegiatan usaha kedepan terhindar dari resiko yang disebabkan oleh konsumen yang tidak membayar biaya produksi.

Politik dan Pemerintah

Alasan peneliti menanyakan politik dan pemerintahan adalah supaya peneliti dapat mengetahui apakah pengusaha konveksi mengalami ancaman dalam manajemen personalia akibat peraturan/kebijakan pemerintah. Masalah kebijakan


(25)

di bidang ketenagakerjaan seperti gaji/upah, persoalan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), jumlah jam kerja, kesejahteraan pekerja, dll.

Peneliti menanyakan seperti apa pengaruh peraturan pemerintah terhadap sistem ketenagakerjaan di dalam industri konveksi. Jawaban yang disampaikan informan adalah bahwa kebijakan pemerintah tidak mempengaruhi kebijakan perusahaan dalam menangani permasalahan tenaga kerja di industri konveksi. Kebijakan seperti penggajian, fasilitas, jam kerja maupun PHK tidak mempengaruhi manajemen industri konveksi dalam hal rekrutmen, motivasi maupun pemberhentian tenaga kerja.

Setiap kebijakan internal perusahaan tidak dipengaruhi oleh kebijakan yang ditetapkan, selama tenaga kerja yang bersangkutan dan pengusaha mendapatkan kesepakatan maka kesepakatan tersebut menjadi dasar pembuatan keputusan peusahaan. Masalah penggajian ditetapkan sendiri oleh pengusaha tanpa mengikuti aturan yang dibuat oleh pemerintah. Seluruh pekerja di industri konveksi yang diteliti oleh peneliti menggunakan sistem pengupahan harian berdasarkan pesanan pakaian dari konsumen.

Berdasarkan data diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa, faktor politik dan pemerintahan tidak mempengaruhi penyerapan tenaga kerja industri konveksi. Pengaruh dari politik dan pemerintahan lebih berpengaruh terhadap industri konveksi apabila kebijakan pemerintah menyebabkan gejolak yang cukup luas dibidang ekonomi di kota Medan. Apabila perekonomian mengalami resesi, maka kemungkinan besar perusahaan akan mengalami penurunan permintaan dari


(26)

konsumen. Pengaruh yang diakibatkan dari adanya penurunan permintaan adalah perusahaan akan memperkejakan tenaga kerja yang lebih sedikit.

Demografis

Keadaan demografis penduduk kota Medan cukup beragam dan jumlahnya besar mulai dari tigkat pendidikan, usia, termasuk jumlah angkatan kerja yang ada. Alasan peneliti menanyakan faktor demografis ialah untuk mengetahui apakah faktor demografis mempengaruhi pengusaha konveksi dalam hal rekrutmen pekerja.

Ketika peneliti menanyakan seperti apa kualifikasi pekerja yang ditentukan oleh industri konveksi kepada para pengusaha. Pertimbangan pengusaha dalam hal rekrutmen pekerja adalah dinilai dari tingkat kemampuan calon pekerja dalam menggunakan mesin jahit maupun keahlian menjahit seperti memotong, menggambar, dll.

Peneliti juga menanyakan, apabila ada pelamar yang melamar namun tidak memiliki keahlian, apakah pekerja tersebut tetap dapat diterima bekerja? Pertimbangan dari informan I1 adalah tetap menerima pelamar tersebut, tetapi ia tidak ditempatkan pada pekerjaan yang menggunakan mesin jahit. Sedangkan informan I3, mengungkapkan tidak akan menerima pekerja yang tidak memiliki keahlian menjahit. Sedangkan I5 mengungkapkan pekerja yang tidak memiliki keahlian menjahit, dapat mengisi bidang pekerjaan desain dan costumer service perusahaan.

Peneliti juga menanyakan, adakah pelatihan yang dibuat oleh pengusaha kepada pekerja yang tidak memiliki keahlian menjahit? Jawaban dari semua


(27)

informan ialah tidak adanya membuat pelatihan khusus bagi pekerja yang tidak memiliki keahlian menjahit tersebut, begitu pula kepada pekerja di bagian desain.

Kemudian peneliti kembali menanyakan apakah faktor usia menjadi faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja? Masing masing pengusaha menuturkan pendapat yang sama bahwa faktor usia tidak menjadi faktor yang utama mempengaruhi manajemen rekrutmen personalia. Secara menyeluruh, faktor usia tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen personalia. Kunci keberhasilan personalia terletak pada tingkat pengalaman dan keahliannya untuk memproduksi pakaian yang baik dan produktif.

Dari data diatas, peneliti menarik kesimpulan bahwa faktor demografis tidak mempengaruhi penyerapan tenaga kerja industri konveksi kota Medan. Dikarenakan pengusaha tidak memandang faktor demografis sebagai faktor yang mempengaruhi kelancaran jalannya produksi industri konveksi. Oleh sebab itu, walaupun pekerja sudah memiliki usia maupun pendidikan yang tinggi, tidak memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pengambilan keputusan personalia/ketenagakerjaan.

Geografis

Salah satu faktor pertimbangan tenaga kerja sebelum memutuskan untuk bekerja pada industri konveksi adalah faktor geografis dari industri konveksi tersebut. Faktor geografis sering dijadikan salah satu yang menjadi alasan pekerja memilih tetap bertahan di sebuah industri konveksi. Apabila lingkungan di sekitar tempat kerja terasa nyaman, maka pekerja akan semakin betah untuk bekerja disana.


(28)

Ketika peneliti menanyakan kondisi geografis lingkungan kepada informan kunci (I1,I3 dan I5) maupun informan utama (I2,I4, dan I6), semua informan menyatakan kondisi geografis aman dari gangguan kejahatan, lokasi mudah dijangkau, dan lingkungan lokasi kerja nyaman. Oleh sebab itu, setiap pekerja merasa nyaman dan betah selama bekerja di industri konveksinya. Keadaan lingkungan yang nyaman ini juga membuat banyak pekerja enggan untuk berpindah tempat kerja ke industri konveksi yang lain.

Peneliti juga menanyakan apabila pekerja mendapatkan tawaran bekerja di tempat lain dengan gaji yang lebih besar, pekerja menyatakan enggan untuk pindah dikarenakan telah merasa nyaman dengan industri konveksinya saat ini. Ada pula pekerja (I4) yang menyatakan akan memikirkan terlebih dahulu sebelum pindah ke industri konveksi lain,seperti contohnya industri konveksi yang dikelola oleh orang cina atau Tionghoa.

Peneliti juga menanyakan tentang fasilitas yang diberikan kepada pekeserja. Pekerja menyatakan bahwa fasilitas yang mereka dapatkan sudah cukup memuaskan. Fasilitas seperti tempat ibadah, fasilitas ruangan, kipas angin maupun AC (Air Conditioner) sudah baik. Hal tersebut menjadikan pekerja merasa nyaman dalam bekerja.

Peneliti juga menanyakan apakah sudah pernah ada pekerja yang ingin melamar tetapi dikarenakan merasa kondisi geografis tidak mendukung justru mengurungkan niatnya. Jawaban yang dituturkan oleh I1, I3, dan I5 adalah tidak pernah. Hanya saja apabila tempat kerja sudah membuat pekerja tidak nyaman, maka mereka akan berpindah ke industri konveksi yang lebih nyaman.


(29)

Peneliti dapat mengambil keputusan bahwa faktor geografis menjadi patokan setiap calon pekerja maupun pekerja untuk memutuskan bekerja di industri konveksi yang aman dan nyaman.

Sosial Budaya

Peneliti juga menanyakan apakah manajemen personalia industri konveksi memiliki pertimbangan sosial budaya dalam merekrut tenaga kerja konveksi. Kondisi sosial budaya merupakan pertimbangan penting bagi pengambilan keputusan personalia. Kondisi ini berkenaan dengan kepercayaan, nilai-nilai, sikap, pandangan dan pola atau gaya kehidupan yang berkembang dan terbentuk dari dinamika kebudayaan, ekologi, demografis, geografis, religius, pendidikan dan faktor-faktor etnis lainnya.

Peneliti menanyakan apakah pengusaha konveksi mempertimbangkan faktor sosial budaya untuk merekrut tenaga kerjanya. Jawaban yang peneliti dapatkan adalah bahwa manajemen personalia merekrut tenaga kerja berdasarkan keahlian tenaga kerja tersebut dalam melakukan pekerjaan. Faktor budaya tidaklah menjadi pertimbangan khusus bagi para pengusaha konveksi. Namun ada pengusaha konveksi (I1) yang mempekerjakan tenaga kerja hanya beragama islam. Namun untuk aspek sosial lainnya tidak mempunyai pengaruh sama sekali.

Kemudian peneliti juga menanyakan apakah terdapat pekerja yang memiliki perbedaan kinerja akibat sosial budaya yang berbeda. Pengusaha konveksi (I1, I3, I5) menyatakan bahwa setiap pekerja memiliki kinerja yang sama. Setiap pekerja mengerjakan bagiannya masing-masing berdasarkan target pekerjaan, waktu


(30)

penyelesaian, bidang kerja, dan tanggung jawab. Menurut informan dari Eugenia (I3) :

“enggak ada bedanya kinerja mereka kalo dilihat berdasarkan perbedaan suku atau agamanya. Semua sama. Karena mereka bekerja kita ingatkan supaya capai target, jadinya mereka semangat kerja dan harus sesuai dengan target supaya tidak mengecewakan pelanggan. Kalau pelanggan senang, mereka pasti mau mesan dengan kita lagi. Kalau banyak pelanggan memesan, pekerja kita juga akan untung. Jadi, kami tidak pernah membeda bedakan salah satu suku yang lebih diprioritaskan untuk bekerja disini. Pada intinya kalau pekerja kita kerjanya baik dan rapi, kami akan pertahankan, tetapi kalau maunya suka-suka maka akan kami pecat.”

Maka, peneliti menarik kesimpulan bahwa faktor sosial dan budaya tidak berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja industri konveksi. Walaupun setiap suku maupun agama memiliki kebudayaan, norma, pandangan yang berbeda- beda, manajemen personalia harus mampu mempersatukan keberagaman budaya tersebut menuju visi yang ingin dicapai perusahaan.

Pasar Tenaga Kerja

Pasar tenaga kerja merupakan faktor ketersediaan tanaga kerja yang memiliki keahlian menjahit, memotong, menggambar, mendesain, dll untuk dapat bekerja di industri konveksi. Pasar tenaga kerja di kota Medan saat ini terbilang kecil, responden I3, dan I5 menuturkan bahwasannya sangat kesulitan untuk menemukan pekerja yang memiliki keahlian bagus dalam bidang konveksi.

Faktor pasar tenaga kerja mempengaruhi penyerapan tenaga kerja industri konveksi. Bila pasar tenaga kerja di kota Medan kecil, maka kemungkinan industri konveksi akan mencari tenaga kerja terebut yang berasal dari luar kota Medan.


(31)

Pesaing

Pengaruh dari adanya pesaing mampu menciptakan iklim persaingan perusahaan kearah yang lebih baik. Pesaing mampu membawa perubahan yang dinamis agar perusahaan dapat bertahan. Salah satu usaha untuk bertahan dapat ditunjukkan dengan mempertahankan karyawan terbaik agar tidak berpindah ke pihak pesaing.

Peneliti menanyakan kepada pengusaha apakah pernah pekerja industri konveksi pernah berpindah ke industri konveksi pesaing dan mengapa para pekerja tersebut pindah. Pemilik konveksi Alfahmi mengatakan bahwa pernah pekerjanya berpindah dari industri konveksi lain. Alasannya pekerja tersebut pindah adalah untuk mendapatkan gaji yang lebih tinggi. Namun hal sebaliknya juga pernah dialami oleh informan kunci (I2) yang sebelumnya bekerja di industri konveksi yang dikelola oleh pengusaha Cina dan berpindah ke konveksi Alfahmi. Berikut ini adalah pendapat dari (I2) :

“kalau sebelumnya di industri konveksi Cina itu, waktu kami untuk istirahat sedikit, pekerja disana sangat di press kerjanya, waktu untuk shalat tidak dikasih, kalau ada pesta keluarga tidak dikasih, jam kerjanya sangat padat, kurang nyaman kerja disana. Tapi kalau disini (konveksi Alfahmi) saya dikasih waktu shalat, kalau ada pesta keluarga boleh ijin, saya juga boleh minjam uang saat sedang membutuhkan dana, dan hubungan bos dengan karyawannya sudah seperti keluarga, jadi saya senang bekerja disini”

Peneliti juga menanyakan apabila pesaing (konveksi lain) menawarkan gaji yang lebih besar,apakah pekerja memiliki rencana untuk pindah. Jawaban dari pekerja konveksi (I2, I4, I6) adalah tidak ingin pindah ke konveksi lain. Karena sudah merasa nyaman dengan konveksi yang saat ini ditempati masing-masing. Manajemen perusahaan tidak terlalu memberatkan pekerja, sehingga pekerja


(32)

enggan berpindah kepada industri konveksi lain. Walaupun saat in, para pekerja belum pernah menerima tawaran tersebut, namun mereka tetap tidak ingin untuk bekerja ke konveksi lain bila mendapat tawaran dari industri konveksi lain.

4.3.2.2. Variabel Internal Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja

Rencana Strategik

Rencana strategis meliputi pengembangan usaha, tingkat produksi, kerjasama dengan pihak lain yang akan membawa pengaruh positif terhadap kemajuan industri. Setiap rencana strategis membutuhkan perhitungan yang mendalam, nilai modal dan komitmen yang tinggi untuk mewujudkannya.

Peneliti menanyakan kepada pengusaha konveksi seperti apa rencana strategis yang dilakukan dimasa depan. Berikut ini penjelasan dari masing-masing informan (I1, I3, I5) :

“Alfahmi Konveksi memiliki rencana jangka panjang untuk mengembangkan usaha konveksi ini menjadi lebih besar lagi. Rencana itu akan kami lakukan secara bertahap, sedikit demi sedikit keuntungan yang kami dapat, kami tabung untuk memperoleh modal untuk membuat konveksi ini menjadi perusahaan garmen. Kami menghindari modal yang kami dapatkan nantinya diperoleh dari peminjaman di bank. Kami tidak ingin meminjam ke bank, walaupun sudah banyak pegawai bank datang ke tempat ini menawarkan pinjaman, tetapi kami menolaknya. Lebih baik kami menabung sedikit demi sedikit untuk mencapai modal yang diperlukan nantinya.”

“Eugenia Konveksi memiliki rencana strategis membuka unit usaha untuk kelas ekonomi menengah ke bawah untuk mengurangi kerugian akibat rendahnya permintaan dari konsumen kelas ekonomi menengah keatas. Kalau dibuat unit baru untuk pakaian menengah ke bawah nantinya bisa saling menutupi apabila permintaan untuk menengah keatas sedang lesu. Tetapi rencana itu, masih sedang saya pikirkan bagaimana nantinya. Apabila rencana tersebut terwujud saya tentunya akan menambah mesin jahit dan tenaga kerja yang bekerja disini.”


(33)

“Sablon Medan akan terus mengembangkan usaha dengan pengembangan kualitas produk hingga sampai ke tangan konsumen. Kepuasan konsumen kami jaga dengan sangat baik, mulai dari pelayanan, produksi, dan harga yang lebih murah dari sablon konveksi lainnya. Saat ini Sablon Medan telah memiliki website yang dapat memudahkan konsumen untuk memesan berbagai produk di Sablon Medan. Dengan adanya website ini, Sablon Medan mengalami kenaikan penjualan. Website ini akan terus di perbaharui demi kebutuhan konsumen. Sablon Medan juga menyediakan jasa pelatihan bagi pihak luar yang ingin belajar bagaimana mengelola dan membuat bisnis konveksi sendiri. Sablon Medan melatih dan menyediakan segala yang diperlukan, sampai bisnis konveksi benar-benar dapat berjalan.” Peneliti juga menanyakan apakah pengusaha juga akan menambah tenaga kerja untuk mewujudkan rencana strategis tersebut. Semua informan akan menambah jumlah tenaga kerja agar rencana strategis tersebut dapat terlaksana.

Dari fenomena diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa rencana strategis akan mempengaruhi penyerapan tenaga kerja industri konveksi.

Anggaran

Menurut S.P Siagian mudah membayangkan bahwa bertambahnya anggaran berdampak positif terhadap pengadaan dan pemanfaatan sumber daya manusia. Sebaliknyalah yang terjadi apabila anggaran harus dikurangi.

Peneliti menanyakan apakah industri konveksi membuat anggaran khusus bagi pengadaan tenaga kerja. Jawaban dari masing-masing informan (I1, I3, I5) adalah tidak ada. Industri konveksi tersebut tidak menyediakan dana khusus untuk mengadakan anggaran khusus untuk tenaga kerja. Bahkan Alfahmi Konveksi menuturkan bahwa tidak sulit untuk mencari tenaga kerja yang ingin di butuhkannya.

“ kami hanya broadcast lewat BBM kalau ada lowongan kerja, setelah itu akan ada orang yang datang kesini untuk menawarkan dirinya untuk bekerja.


(34)

Kalau untuk pelatihan tenaga kerja, kami juga tidak membuat itu. Karena tidak ada dana untuk melatihnya, dan kami hanya menerima pekerja yang bisa menjahit. Kalau melatih pekerja dulu, ngga cukup waktu untuk itu.”

begitu pula dengan industri konveksi Sablon Medan,

“ Untuk tenaga penjahit, pendesain, dan costumer service kami tidak mengadakan pelatihan bagi pekerja kami. Kami menerima mereka yang sudah bisa melakukan pekerjaan tersebut saja. Selebihnya tidak kami terima. Kecuali mereka adalah magang di perusahaan kami.”

Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti menarik kesimpulan bahwa faktro anggaran tidak mempengaruhi penyerapan tenaga kerja industri konveksi. Sebab rata-rata pengusaha konveksi tidak menyediakan anggaran untuk pengadaan tenaga kerja. Anggaran terhadap pengembangan industri lebih berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja. Semakin besar anggaran perusahaan untuk mengembangkan industri, maka penyerapan tenaga kerja juga akan meningkat.

Estimasi Produksi dan Penjualan

Kemampuan industri konveksi memproduksi produknya tentu tidak luput juga mempertimbangkan kapasitas sumber daya manusia dan mesin yang akan digunakan. Industri konveksi perlu merencanakan jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk mencapai target penjualan yang telah ditetapkan. Oleh sebab itu, manajemen personalia harus siap untuk mengadakan jumlah tenaga kerja yang dapat mendukung tercapainya target industri konveksi tersebut.

Peneliti menanyakan kepada pengusaha konveksi, seberapa besar tingkat estimasi produksi dan penjualan yang ingin dicapainya? apakah yang akan dilakukan selanjutnya untuk mencapai estimasi tersebut? Peneliti menemukan


(35)

jawaban berbeda beda. Adapun informan (I1) berpendapat bahwa konveksi mereka tidak membuat adanya estimasi produksi. Namun saat peneliti menanyakan jika pemesanan produk tinggi apakah yang akan dilakukan pengusaha? I1 menjawab bahwa akan menambah tenaga kerja yang ada saat ini. Cara yang dilakukan I1 adalah dengan memberikan pinjaman mesin kepada pekerja lepas. Pekerja lepas akan mengerjakan produknya sesuai dengan pesanan dan dikerjakan di rumah dengan menggunakan mesin yang dipinjamkan oleh pemilik konveksi. Kemudian cara yang lazim dilakukan pengusaha konveksi untuk menaggulangi tingginya permintaan produk, pengusaha memberlakukan lembur kepada pekerjanya.

Kemudian, I3 menyatakan bahwa mereka juga tidak membuat target penjualan setiap bulannya. Namun, usaha untuk terus memperkenalkan produk kepada pihak luar senantiasa dilakukan untuk meningkatkan penjualan/permintaan produknya. (I3) dimana ia bekerja di Eugenia Konveksi, melakukan publikasi, promosi, kepada pangsa pasarnya supaya setiap orang dapat mengenal dan memilih Eugenia Konveksi sebagai industri konveksi yang dipercayanya. Apabila permintaan meningkat dari biasanya, I3 juga akan menambah jumlah pekerja agar permintaan konsumen dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Begitu pula dengan industri konveksi Sablon Medan. Apabila permintaan melonjak, maka I5 akan menambah jumlah tenaga kerja agar pemesanan konsumen selesai dengan tepat waktu. Dari data diatas, peneliti menarik kesimpulan bahwa, faktor estimasi produksi dan penjualan berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja industri konveksi.


(36)

Usaha Baru.

Pertumbuhan usaha baru, akan mampu mengurangi pengangguran. Peluang untuk membuka usaha baru, selalu terbuka bagi pengusaha yang ingin mengembangkan usaha yang sedang dikelolanya. Pembentukan usaha baru dapat dilakukan dengan penahapan dan dapat pula menuntut penanganan secara cepat. Pembentukan usaha baru tersebut akan menuntut pengadaan sumber daya manusia yang baru pula. Hal tersebut akan membuka kesempatan bagi penyerapan tenaga kerja industri konveksi.

Ketika peneliti menanyakan apakah pengusaha memiliki rencana untuk membuka konveksi yang baru atau membuka usaha baru yang lain, setiap pengusaha menjelaskan bahwa memiliki rencana tersebut.

I1 menjelaskan bahwa “ iya, kami memiliki rencana untuk membuka tempat bordir sendiri, supaya proses produksi pakaian dapat lebih cepat dan lebih menguntungkan. Kalau selama ini, untuk mengerjakan bordir, kami menyerahkan kepada orang lain, kerena kami belum memiliki mesin bordir sendiri. Kemudian kalau nanti usaha ini terus berkembang dengan baik, kami ingin menjadikan konveksi ini lebih besar lagi yaitu menjadikan konveksi ini menjadi garmen. Itu rencana jangka panjangnya, karena perlu modal yang besar untuk mewujudkannya itu. Kami perlahan lahan mengumpulkan modal untuk merealisasikan itu, dan kami enggak mau minjam modal ke bank.” Kemudian peneliti menanyakan tentang tenaga kerja . Pengusaha I1 menyatakan akan menambah tenaga kerja yang akan diperkerjakan.

Sedangkan I3 menjelaskan “untuk saat ini kami masih fokus ke pasar menengah ke atas. Saat ini saja, pasar kami masih terbilang sedang sepi,lesu. Ya jadi untuk membuka bisnis yang baru, memang saya belum ada rencana kesana. Tapi saat ini, kami ingin membuka juga pasar baru untuk menengah kebawah,jadi bisa mengurangi kerugian dari biaya perbulan. Nah kalo itu nanti pasti kami akan membutuhkan tenaga kerja.” Sedangkan pengusaha I5 menyatakan “kami akan membuka bisnis baru di bidang IT dan saat ini sedang dikembangkan. Untuk konveksi ini, kami merasa sudah cukup bertumbuh dan mulai maju. Manajemennya juga sudah dapat


(37)

berjalan dengan baik. Saya bisa lebih fokus ke bisnis IT jadinya. Untuk IT ini , tentu tenaga kerja baru diperlukan, dan tenaga kerja muda, kreatif, cekata, jujur yang akan mengisi bisnis IT ini. Karena dunia IT saat ini sedang mengalami pertumbuhan yang pesat, kalau di Medan belum terlalu kelihatan, tetapi pulau Jawa, sudah menggeliat, dan bisnis IT diisi oleh anak-anak muda.”

Dari penjelasan diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa, faktor usaha baru berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja baru.

4.4. Pembahasan

4.4.1. Variabel Eksternal Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja

Teknologi

Menurut Dr. Kasmir, perubahan teknologi dari waktu ke waktu sangat mempengaruhi penyusunan perencanaan sumber daya manusia. Misalnya adanya pembelian teknologi canggih yang tidak membutuhkan tenaga kerja banyak, tentu akan mempengaruhi jumlah tenaga kerja, demikian juga jika yang digunakan mesin yang masih konvensional.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa, semakin banyak teknologi mesin yang digunakan, maka akan semakin banyak jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk mengoperasikan mesin. Karena mesin jahit dioperasikan secara manual oleh pekerja. Semakin banyak mesin yang digunakan makan semakin banyak pula tenaga kerja yang diperlukan untuk mengoperasikannya. Produktivitas tenaga kerja juga dapat mempengaruhi jumlah tenaga kerja yang diperlukan. Apabila produktivitas tenaga kerja tinggi, maka pengusaha akan menurunkan permintaan


(38)

terhadap tenaga kerja. Meningkatnya teknologi, maka akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Hal itu sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Mulyadi (2006), semakin tinggi produktivitas tenaga kerja, maka akan semakin rendah penyerapan tenaga kerja yang tercipta. Sebaliknya, semakin rendah produktivitas tenaga kerja, maka penyerapan tenaga kerja akan meningkat.

Pertambahan produktivitas kerja dapat mempengaruhi kesempatan kerja melalui tiga cara (Simanjuntak, 1985):

a. Peningkatan produktivitas kerja berarti bahwa untuk memproduksikan hasil dalam jumlah sama diperlukan karyawan lebih sedikit. Sebab itu, bila hasil produksi tetap sama, sebagian karyawan dapat dilepaskan.

b. Peningkatan produktivitas kerja menurunkan biaya produksi per unit barang. Dengan turunnnya biaya produksi per unit, pengusaha dapat menurunkan harga jual barang, oleh sebab itu permintaan masyarakat akan barang tersebut bertambah. Pertambahan permintaan akan barang mendorong pertambahan produksi, dan selanjutnya menambah permintaaan akan tenaga kerja.

c. Pengusaha dapat memilih menaikkan upah karyawan sehubungan dengan peningkatan produktivitas kerja. Meningkatnya pendapatan karyawan akan menambah daya beli mereka, sehingga permintaan mereka akan konsumsi hasil produksi bertambah juga. Selanjutnya pertambahan permintaan akan hasil produksi tersebut menaikkan permintaan akan tenaga kerja.

Peluang mendapatkan untung besar (high-profit oppurtunitiy) akan menarik para pesaing untuk berusaha menetralisir, manandingi bahkan mengalahkan keunggulan dari pada inovasi produk pesaing lain (Dy dan Reibstein, 1997).


(39)

Banyak inovasi yang terjadi berbasis teknologi, yakni penemuaan dan pengembangan produk baru melalui kegiatan produksi. Untuk meningkatkan inovasi tersebut, juga dibutuhkan tenaga kerja yang inovatif untuk memanfaatkan teknologi tersebut agar efisien (Maidique, Burgelman dan Wheelwright, 2001).Karena itu teknologi industri konveksi yang semakin canggih menuntut tenaga kerja baru yang mampu menggunakan teknologi tersebut pula.

Ekonomi

Lingkungan ekonomi merupakan arah dan ciri dari perekonomian dimana suatau perusahaan bersaing. Lingkungan ekonomi suatu negara jelas akan mempengaruhi kinerja perusahaan dan industri. Oleh karena itu pengusaha harus jeli dalam melihat kecenderungan kondisi ekonomi dimana mereka bersaing. Menurut Amirullah, kecenderungan ekonomi suatu daerah dilihat dari :

1) Pertumbuhan ekonomi

Suatu daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan menjadi peluang besar bagi investor atau perusahaan dalam meraih pasar. Hal ini dimungkinkan karena pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan membentuk masyarakat yang memiliki daya beli yang tinggi pula. Pertumbuhan ekonomi juga mengindikasikan adanya kemudahan-kemudahan dalam menyalurkan dan memperoleh sumber daya yang dibutuhkan oleh perusahaan.

2) Pendapatan perkapita

Yang dimaksud dengan pendapatan perkapita masyarakat adalah jumlah uang yang dimiliki oleh masyarakat setempat untuk melakukan


(40)

transaksi-transaksi ekonomi. Masyarakat memiliki tingkat pendapatan tinggi biasanya diikuti dengan semakin meningkatnyaa kebutuhan-kebutuhan, yang berarti adanya peluang pasar. Setiap pasar yang dimasuki oleh perusahaan jelas mengharapkan adanya daya beli dari masyarakat yang dilayaninya.

3) Tingkat inflasi

Inflasi merupakan tingkat kenaikan harga-harga barang dan jasa yang berlangsung secara terus-menerus dan dalam waktu yang relatif lama. Tingkat inflasi yang tinggi mempengaruhi kemampuan masyarakat untuk membeli suatu barang.

Menurut hasil penelitian, menemukan bahwa daya beli masyarakat terhadap pakaian tergolong meningkat. Hal ini dipicu oleh tingkat permintaan masyarakat terhadap konveksi yang diteliti masih tinggi. Peneliti juga melihat bahwa animo masyarakat seperti perusahaan, sekolah atau universitas, komunitas untuk membuat pakaian seragam terus meningkat. Karena pakaian dapat menjadi salah satu identitas kelompok tersebut. Tingkat kepercayaan konsumen juga menjadi salah satu tolak ukur keberhasilan suatu industri konveksi. Karena pakaian memancarkan nilai estitika bagi pemakainya. Apabila kualitas pakaian tinggi, maka konsumen akan melakukan pembelian ulang.

Peneliti juga menemukan bahwa harga bahan baku terjangkau dan mudah untuk ditemukan oleh pengusaha konveksi. Hal ini menjadikan harga jual produk juga akan rendah, maka akan meningkatkan permintaan konsumen. Permintaan konsumen yang meningkat, meningkatkan nilai produksi dari industri konveksi di


(41)

kota Medan. Untuk produk pakaian kelas menengah ke atas, mengalami penurunan nilai produksi yang disebabkan oleh kondisi perekonomian pasar pakain kelas menengah keatas yang lesu pasca pemerintahan Jokowi- JK. Oleh sebab itu, variabel ekonomi berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja industri.

Politik dan Pemerintah

Ketidakstabilan politik dan pemerintah menimbulkan ketidakpastian usaha, dan ini merupaka situasi yang paling tidak disukai oleh pengusaha atau investor. Akibatnya diperlukan pemikiran yang matang dan ekstra hati-hati untuk memasuki pasar. Keputusan politik kadang-kadang tidak transparan dan hal ini akan menjadi penghambat bagi setiap pengusaha untuk menetapkan strategi-strategi bersaing termasuk strategi-strategi ketenagakerajaan.

Dalam Undang-undang no. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, mengatur pengusaha agar tidak melakukan tindakan yang semena-mena terhadap pekerja. Peneliti menemukan bahwa pengusaha tidak merasa terganggu atau terancam dengan kebijakan pemerintah. Hal ini membuat pengaruh yang kecil terhadap penyerapan tenaga kerja. Industri konveksi yang diteliti pada umumnya tidak terikat oleh peraturan pemerintah. Misalnya dalam hal penggajian karyawan, jam kerja, PHK masih bersifat konvensional dan kekeluargaan.

Demografis

Segmen demografis berhubungan dengan ; a) besarnya populasi di wilayah industri, b) struktur usia, c) distribusi geografis, d) komposisi etnis, dan e) distribusi pendapatan. Keadaan demografis angkatan kerja di kota Medan memiliki keragaman mulai dari usia, pendidikan, etnis, agama.


(42)

Peneliti menemukan bahwa pengusaha tidak melihat pekerja yang dipekerjakan dari aspek usia, pendidikan dan etnis tertentu. Pengusaha melihat pekerja berdasarkan produktivitas dan keahlian. Distribusi pekerja industri umumnya mereka yang memiliki jenjang pendidikan SD sampai SMA. Sedangkan pertumbuhan penduduk yang tinggi di kota Medan menjadi tolak ukur keunggulan komparatif (comparative advantage) bagi suatu perusahaan. Asumsi yang digunakan dalam konteks ini adalah jumlah penduduk yang besar mampu menyediakan sumber daya (tenaga kerja) yang melimpah. Apabila perusahaan memiliki daya tawar yang tinggi, dalam arti banyak pelamar dari pada yang diterima maka perusahaan akan memiliki bargaining terhadap besarnya gaji yang ditetapkan. Perusahaan akan mampu menekan biaya tenaga kerja dalam proses produksinya maka daya jual dari produknya akan semakin tinggi.

Menurut Kuncoro (2002), kuantitas tenaga kerja yang diminta akan menurun sebagai akibat dari kenaikan upah. Apabila tingkat upah naik sedangkan harga input lain tetap, berarti harga tenaga kerja relatif lebih mahal dari input lain. Situasi ini mendorong pengusaha untuk mengurangi penggunaan tenaga kerja yang relatif mahal dengan input-input lain yang harga relatifnya lebih murah guna mempertahankan keuntungan yang maksimum.

Geografis

Peneliti menemukan bahwa kondisi geografis yang nyaman, mempengaruhi penyerapan tenaga kerja pada industri konveksi di kota Medan. Kondisi lingkungan geografis yang nyaman akan menarik lebih banyak tenaga kerja untuk bekerja di industri konveksi tersebut. Hal tersebut diungkapkan oleh tenaga kerja


(43)

bahwa mereka enggan berpindah ke industri konveksi yang lain walaupun mendapatkan tawaran keuntungan finansial yang lebih tinggi.

Sosial Budaya

Menurut Raymon A. Noe (2006) menyatakan bahwa budaya suatu masyarakat dari suatu daerha merupakan faktor penting dalam manajemen sumber daya manusia. Kita perlu membatasi pemahaman tentang budaya hanya pada nilai-nilai kehidupan sehari-hari karena nilai-nilai, masalah pendidikan, sistem ekonomi,dan sistem politik hukum yang berlaku disuatu daerah tertentu sangat mungkin dapan menjadi kendala serius dalam operasi suatu perusahaan dalam manajemen sumber daya manusia perusahaan.

Dimensi budaya yang dikemukakan oleh Hofsede yaitu power distance (jarak kekuasaan), individualism-collectivsm (individualisme-kolektivisme), masculinity-feminity (maskulinitas-feminitas), uncertainty avoidance (penghindaran ketidakpastian) dan long term-short term orientation (orientasi jangka panjang- jangka pendek).

Dimensi jarak kekuasaan. Dimensi ini menggambarkan bahwa di negara yang memiliki dimensi jarak kekuasaan ini terdapat hierarki kekuasaan dalam wujud perbedaan dalam distribusi kekuasaan antarorang yang dianggap wajar atau sesuatu yang tidak perlu dipermasalahkan karena orang-orang di negara itu menerima adanya perbedaan itu secara terus-menerus. Misalnya, yang berlaku di sembagi masyarakat Indonesia terutama di lingkungan masyarakat Jawa, apabila menyebutkan nama orang tidak dengan disertai kata-kata Bapak, Ibu atau Saudara akan dinilai tidak sopan atau tidak menghargai orang yang namanya disebut tadi


(44)

merasa tidak nyaman, dan hal ini dapat menjadi hambatan psikologis dalam hubungan antarindividu, yang selanjutnya dapat berujung pada kurang sinergisnya kerja sama di antara mereka. Dalam hasil penelitian ditemukan bahwa para pekerja tidak mempermasalahkan adanya perbedaan posisi antarorang,dalam artian budaya yang dipraktikkan adalah menyadari perbedaan dan menerima perbedaan posisi tersebut untuk mencapai tujuan bersama.

Dimensi individualisme-kolektivisme. Dimensi ini memberi petunjuk tentang seberapa besar tingkat keakraban hubungan antara satu individu dengan individu lainnya dalam masyarakat. Negara Indonesia terkenal dengan budaya penduduknya yang ramah dan akrab dalam hubungan dengan individu lainnya, bahkan sebagai gambaran adanya keakraban yang tinggi pada tahun 2001-2004 kabinet pemerintahan Indonesia diberi nama atau sebutan Kabinet Gotong Royong. Gotong Royong merupakan warisan budaya nenek moyang bangsa Indonesia yang dicerminkan adanya kesediaan untuk saling membantu antar warga dalam melaksanakan berbagai aktivitas. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa adanya hubungan yang akrab antara sesama pekerja maupun antara pekerja dengan pengusaha konveksi. Hal ini terjadi karena unsur kebudayaan yang selama ini dipraktikkan dalam perusahaan, dan manajemen industri konveksi yang masih bersifat konvensional dan memperhatikan unsur kekeluargaan. Namun dimensi ini tidak mempengaruhi penyerapan tenaga kerja industri konveksi di kota Medan.

Dimensi penghindaran ketidakpastian. Dimensi ini dianut oleh masyarakat di suatu negara yang merujuk pada kenyataan bahwa segala sesuatu yang akan datang itu sulit dipastikan atau diprediksi. Oleh karena itu, masyarakat ini lebih memilih situasi yang terstruktur daripada yang tidak terstruktur. Situasi yang


(45)

terstruktur ini misalnya dibuatnya peraturan-peraturan atau pedoman yang jelas mengenai bagaimana tindakatan yang diharapkan dari orang-orang, penggunaan teknologi,dan lain-lain. Peneliti melihat para pekerja konveksi telah menyadari pentingnya suatu peraturan yang mengatur setiap pekerja agar tidak menyimpang dari tujuan perusahaan. Contohnya peraturan mengenai jam kerja, waktu istirahat, ijin urusan keluarga, penggunaan mesin, pemberian gaji, upah lembur, dan lain-lain.

Dimensi orientasi jangka panjang-jangka pendek. Dimensi orientasi jangka panjang lebih berfokus dan menekankan pada pentingnya masa depan, dimana memegang nilai-nilai masa kini yang tidak harus memberi keuntungan segera, seperti hemat (menabung) dan tekun. Hofstede menemukana bahwa orientasi jangka panjang terdapat di negara-negara Asia, seperti Jepang dan Tiongkok. Budaya untuk pekerja industri konveksi di Kota Medan masih berfokus pada orientasi jangka pendek. Hal ini menyebabkan, para pekerja mendorong pemenuhan kebutuhan sosial untuk masa kini saja (triwulan hingga tahunan). Peneliti juga melihat para pekerja konveksi sangat jarang berpindah-pindah tempat kerja/ mencari perusahaan yang memberikan keuntungan yang lebih secara finansial. Perencanaan manajemen sumber daya manusia yang diterapkan pengusaha konveksi juga berorientasi jangka pendek, yaitu menyesuaikan kebutuhan masa kini.

Kelima dimensi kebudayaan diatas sangat membantu perusahaan dalam praktirk manajemen sumber dayha manusia,terutamadalam konteks pemenuhan tenaga kerja. Peneliti menyimpulkan bahwa variabel kebudayaan tidak


(46)

mempengaruhi penyerapan tenaga kerja industri konveksi di kota Medan secara signifikan.

Pasar Tenaga Kerja

Pasar tenaga kerja artinya jumlah yang tersedia di pasar tenaga kerja , baik kuantitas, jenis dan kualitasnya. Semakin tinggi persaingan dalam bisnis, terutama dalam bisnis konveksi telah menuntut perusahaan untuk memiliki sumber daya manusia yang berkualitas tinggi baik produktivitas yang tinggi, maupun keahlian yang tinggi pula.

Pasar tenaga kerja adalah variabel eksternal penyerapan tenaga kerja yang tidak dapat dipengaruhi oleh dunia industri. Hanya pemerintah yang dapat menyediakan pasar tenaga kerja yang akan diserap oleh dunia industri. Menurut pengusaha konveksi yang diteliti, masih sedikitnya siswa lulusan sekolah kejuruan menjahit atau pekerja yang memiliki keahlian dalam menjahit yang siap untuk bekerja di industri konveksi. Seharusnya pemerintah lebih memperhatikan sektor pendidikan yang mencetak lulusan yang siap bersaing di industri khususnya industri konveksi.

Modal manusia atau human capital mengacu pada kapasitas seseorang atau individu yang memiliki pengetahuan, keterampilan, pengalaman, nilai, kepribadian, dan budaya kerja yang mampu memberikan kontribusi atau bernilai ekonomis tertentu bagi perusahaan. Modal manusia ini berbeda dengan modal-modal perusahaan lainnya seperti gedung perkantoran, mesin-mesin, uang, dan lain yang bersifat statis apabila tidak didayagunakan oleh manusia pekerja karena modal manusia ini dapat mengembangkan diri tanpa harus digerakkan oleh


(47)

perusahaan. Misalnya, mereka dapat menjadikan pengalaman kerja mereka sebagai referensi dalam melaksanakan pekerjaannya agara dapat makin baik. Mereka dapat secara otodidak dalam meningkatkan keterampilannya atau menempuh pendidikan secara formal tanpa harus menunggu program dari perusahaan.

Pesaing

Perbedaan aktualisasi cipta, rasa dan karsa yang dimiliki oleh manusia (pekerja konveksi) pada gilirannya akan terwujud dalam kenyataan apakah seorang karyawan akan tetap bertahan pada pekerjaannya saat ini atau ia akan ganti pekerjaan atau bahkan pindah kerja ke perusahaan lain.

Dalam penelitian ini, pesaing tidak mempengaruhi adanya perpindahan tenaga kerja. Pada prinsipnya pekerja konveksi tidak ingin berpindah ke industri konveksi lain walaupun dengan tawaran gaji yang lebih besar. Pertimbangan lingkungan kerja yang nyaman, dan tuan (pengusaha konveksi) yang memperlakukan pekerja konveksi seperti keluarga menjadikan pekerja tetap bertahan. Dimensi budaya juga mempengaruhi hal ini, dimana pada umumnya walaupun berpindah ke industri konveksi lain, bidang yang akan dimasuki adalah bidang yang sama dalam konteks tidak adanya peningkatan jabatan.

4.4.2. Variabel Internal Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja

Rencana Strategik

Perencanaan strategik industri konveksi mempengaruhi sistem perekrutan tenaga kerja yang akan digunakan untuk mencapai tujuan dari rencana strategik


(48)

tersebut. Permasalahan rencana strategik biasanya merupakan hasil analisis tentang peluang dan ancaman dimasa yang akan datang. Aktualisasi dari rencana strategik akan memberikan dampak terhadap penyerapan tenaga kerja, penggunaan mesin teknologi, produksi, laba dan lain-lain. Semakin besar nilai rencana strategik dari industri konveksi, maka akan semakin besar pula tenaga kerja yang akan ditempatkan di industri konveksi tersebut.

Perencanaan strategik dalam penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja. Hasil penelitian menunjukkan apabila pengusaha menjalankan rencana strategik, maka hal tersebut memerlukan tambahan tenaga kerja baru, dengan konteks industri konveksi tersebut akan menyerap tenaga kerja produksi. Semakin besar rencana strategik industri konveksi, maka akan semakin besar pula tenaga kerja yang terserap.

Semakin tinggi nilai rencana strategi, maka nilai produksi juga akan meningkat. Hal ini sesuai dengan penelitian Heru Setiadi, dimana Nilai produksi elastis terhadap penyerapan tenaga kerja , artinya jika ada kenaikan 1 persen nilai produksi akan ada kenaikan sebesar 0,548 persen tenaga yang terserap di industri kecil konveksi dengan asumsi faktor lainnya konstan . Bertambahnya jumlah nilai produksi akan menambah jumlah tenaga kerja yang terserap pada industri kecil konveksi .

Anggaran

Anggaran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah berupa modal kerja. Modal kerja adalah modal lancar yang meliputiseluruh uang tunai dan persediaan barang yang digunakan untuk kegiatan usaha (proses produksi).


(49)

Menurut Sri Haryani, 2002, pada suatu industri, dengan asumsi faktor-faktor produksi yang lain konstan, maka semakin besar modal yang ditanamkan akan menambah penggunaan tenaga kerja. Sehingga anggaran berpengaruh positif terhadap tenaga kerja. Hasil penelitian ini juga menunjukkan hasil yang sama, dimana semakin besar anggaran industri konveksi untuk memproduksi barangnya, maka akan semakin memperbesar penyerapan tenaga kerja.

Estimasi Produksi dan Penjualan

Estimasi produksi adalah nilai dari keseluruhan barang dan jasa yang merupakan hasil akhir proses produksi pada suatu unit usaha yang selanjutnya akan dijual sampai pada tangan konsumen. Tinggi rendahnya jumlah tenaga kerja yang diminta oleh pengusaha dipengaruhi oleh tinggi rendahnya jumlah barang yang diproduksi oleh tenaga kerja tersebut. Tinggi rendahnya barang yang diproduksi tergantung kepada tinggi rendahnya permintaan oleh konsumen. Semakin tinggi jumlah barang yang diminta oleh konsumen, semakin tinggi jumlah barang yang diproduksi sehingga semakin tinggi pula jumlah tenaga kerja yang diminta oleh industri tersebut (Payaman J. Simanjuntak, 2001).

Berdasarkan hasil penelitian, bahwa pengusaha menjelaskan apabila terjadi peningkatan jumlah nilai produksi, maka akan ada penambahan tenaga kerja. Oleh sebab itu, estimasi produksi dan penjualan berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja industri konveksi.


(50)

Usaha Baru

Adanya pertumbuhan usaha baru baik usaha sejenis maupun usaha lain menunjukkan bahwa adanya lapangan pekerjaan yang baru bagi tenaga kerja. Semakin tinggi pertumbuhan usaha baru, maka secara positif akan meningkatkan pertumbuhan penyerapan tenaga kerja. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Sondang P. Siagian yang menyatakan bahwa jika manajemen memutuskan untuk berkecimpung dalam bidang usaha yang sama sekali baru, pengaruhnya terhadap perencanaan sumber daya manusia menjadi tidak terelakkan. Akibat tersebut dapat mengambil dua bentuk, yaitu dapat berlangsung dengan bertahap, akan tetapi mungkin pula menuntut penanganan secara cepat.


(51)

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, adapun variabel yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja industri konveksi di Kota Medan antara lain terbagi atas : variabel-variabel eksternal adalah teknologi, geografis, ekonomi, dan pasar tenaga kerja sedangkan variabel-variabel internal adalah rencana strategik, anggaran, estimasi produksi dan penjualan serta usaha baru.

1. Variabel teknologi mempengaruhi penyerapan tenaga kerja. Semakin banyak teknologi mesin yang digunakan, maka akan semakin banyak jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk mengoperasikan mesin. Karena mesin jahit dioperasikan secara manual oleh pekerja. Dengan adanya teknologi juga mempengaruhi nilai produktivitas kerja. Peningkatan produktivitas kerja menurunkan biaya produksi per unit barang. Dengan turunnnya biaya produksi per unit, pengusaha dapat menurunkan harga jual barang, oleh sebab itu permintaan masyarakat akan barang tersebut bertambah. Pertambahan permintaan akan barang mendorong pertambahan produksi, dan selanjutnya menambah permintaaan akan tenaga kerja.

2. Variabel geografis mempengaruhi keinginan pekerja untuk bekerja di suatu industri konveksi.Walaupun pekerja mendapatkan tawaran gaji yang lebih tinggi secara finansial, namun pada umumnya pekerja lebih tertarik kepada industri konveksi yang menawarkan kenyamanan lokasi geografis misalnya jarak, lingkungan industri, sarana dan pra sarana yang mudah dijangkau.


(52)

3. Variabel ekonomi juga mempengaruhi penyerapan tenaga kerja. Semakin baik kondisi ekonomi maka permintaan masyarakat terhadap barang akan meningkat pula. Permintaan konsumen yang meningkat, meningkatkan nilai produksi dari industri konveksi di kota Medan. Nilai produksi yang meningkat akan meningkatkan permintaan tenaga kerja.

4. Variabel pasar tenaga kerja berperan menyediakan tenaga kerja yang memiliki keahlian untuk industri konveksi. Semakin banyak tenaga kerja yang tersedia, maka akan meningkatkan permintaan industri terhadap tenaga kerja.

5. Variabel rencana strategik meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Semakin tinggi nilai rencana strategi, maka nilai produksi juga akan meningkat. Bertambahnya jumlah nilai produksi akan menambah jumlah tenaga kerja yang terserap pada industri konveksi .

6. Variabel anggaran berupa modal kerja untuk produksi. Semakin besar anggaran industri konveksi untuk memproduksi barangnya, maka akan semakin memperbesar penyerapan tenaga kerja.

7. Variabel estimasi produksi dan penjualan berupa tingkat produksi yang diharapkan. Semakin tinggi jumlah barang yang diproduksi sehingga semakin tinggi pula jumlah tenaga kerja yang diminta oleh industri tersebut.

8. Variabel usaha baru. Pertumbuhan usaha baru secara positif akan meningkatkan pertumbuhan penyerapan tenaga kerja.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan yang diperoleh, maka diajukan beberapa saran yang dapat diterapkan bagi pekerja, industri konveksi


(53)

maupun pemerintah demi meningkatkan penyerapan tenaga kerja khususnya di Kota Medan :

1. Sebagai upaya peningkatan mutu sumber daya manusia di Kota Medan, peningkatan kualitas sumber daya manusia harus diupayakan secara berkesinambungan oleh pemerintah agar semakin banyak sumber daya manusia yang mampu bersaing di industri konveksi di kota Medan, sehingga kesempatan untuk masuk ke industri konveksi akan semakin besar.

2. Undang-undang tentang ketenagakerjaan harus sudah dijalankan sebagaimana mestinya karena berbagai hal yang menyangkut perbaikan kualitas industri maupun kesejahteraan hidup para pekerja industri konveksi sesuai dengan yang tercantum dalam Undang Undang ketenagakerjaan tersebut seharusnya tetap terus dilakukan pengawalan agar tidak terjadi penyimpangan dalam pelaksanaannya.

3. Pengusaha konveksi lebih memperhatikan kondisi geografis dan kenyamanan lingkungan kerja agar pekerja mampu bekerja dengan lebih baik,kemudian hal yang menyangkut manajemen personalia industri konveksi harus mampu tetap memperhatikan aspek kesejahteraan dari pekerja.

4. Pemerintah dan pengusaha konveksi harus berkolaborasi untuk mengembangkan indusri konveksi di Kota Medan. Bantuan berupa modal, alat mesin, atau bantuan promosi dari pemerintah kepada pihak yang bersangkutan akan mampu meningkatkan peran industri konveksi sebagai salah satu yang mampu mengurangi jumlah pengangguran di Kota Medan.


(54)

BAB II

KERANGKA TEORI 2.1. Landasan Teori

2.1.1. Defenisi Industri

Perusahaan atau usaha industri adalah suatu unit (kesatuan) usaha yang melakukan kegiatan ekonomi, bertujuan menghasilkan barang atau jasa, terletak pada suatu bangunan atau lokasi tertentu, dan mempunyai catatan administrasi tersendiri mengenai produksi dan struktur biaya serta ada seorang atau lebih yang bertanggung jawab atas usaha tersebut (Badan Pusat Statistik, 2016). Perusahaan Industri Pengolahan dibagi dalam 4 golongan yaitu : Industri Besar (banyaknya tenaga kerja 100 orang atau lebih), Industri Sedang (banyaknya tenaga kerja 20-99 orang), Industri Kecil (banyaknya tenaga kerja 5-19 orang), Industri Rumah Tangga (banyaknya tenaga kerja 1-4 orang)

Penggolongan perusahaan industri pengolahan ini semata-mata hanya didasarkan kepada banyaknya tenaga kerja yang bekerja, tanpa memperhatikan apakah perusahaan itu menggunakan mesin tenaga atau tidak, serta tanpa memperhatikan besarnya modal perusahaan itu.

A. Golongan Pokok Industri (Badan Pusat Statistik, 2016)

1. Makanan 2. Minuman

3. Pengolahan tembakau 4. Tekstil

5. Pakaian jadi


(55)

7. Kayu, barang dari kayu dan gabus (tidak termasuk furnitur) dan barang anyaman dari bambu, rotan dan sejenisnya

8. Kertas dan barang dari kertas

9. Pencetakan dan reproduksi media rekaman

10.Produk dari batu bara dan pengilangan minyak bumi 11.Bahan kimia dan barang dari bahan kimia

12.Farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional 13.Karet, barang dari karet dan plastik

14.Barang galian bukan logam 15.Logam dasar

16.Barang logam, bukan mesin dan peralatannya 17.Komputer, barang elektronik dan dan optik 18.Peralatan listrik

19.Mesin dan perlengkapan ytdl

20.Kendaraan bermotor, trailer dan semi trailer 21.Alat angkutan lainnya

22.Furnitur

23.Pengolahan lainnya


(56)

2.1.2. Defenisi Konveksi

Konveksi dapat didefinisikan sebagai industri kecil skala rumah tangga yang melayani pembuatan pakaian jadi secara masal dalam jumlah banyak. Model pakaian yang diproduksi biasanya berupa kaus, kemeja, celana, jaket, jas almamater, busana muslim, dan sebagainya yang dipesan berdasarkan ukuran standar yang sudah ditentukan.

Dalam industri konveksi, proses ini biasa disebut dengan nama cut, make, and trim.

• Cutting : pembuatan pola atau patron, marker, cutting, dan numbering.

• Making : menjahit dari awal sampai menjadi bahan siap pakai.

• Trimming : washing/dyeing, buang benang, ironing/setrika, labeling, dan packing.

2.1.3. Tenaga Kerja

Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, yang disebut tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Jadi yang dimaksud tenaga kerja dalam penelitian ini yaitu setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang yaitu melakukan proses produksi pakaian.

Sumber daya manusia mengandung dua pengertian (Sudarsono, dkk; 2000:613) : pertama, bahwa sumber daya manusia adalah kualitas atau


(57)

karakteristik yang perlu dimiliki oleh seseorang untuk menghasilkan barang dan jasa; kedua, bahwa sumber daya manusia menyangkut kelompok masyarakat yang mampu bekerja dan memberi kontribusi terhadap perekonomian secara keseluruhan. Dengan demikian pengertian sumber daya manusia mencakup aspek kuantitas dan kualitas atau karakteristik manusia itu sendiri untuk melaksanakan proses itu sendiri.

Tenaga kerja dikelompokkan menjadi angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Menurut Badan Pusat Statistik (2016) ; penduduk yang termasuk angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun dan lebih) yang bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan pengangguran; sedangkan penduduk yang termasuk bukanangkatan kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun dan lebih yang masih sekolah, mengurus rumah tangga atau melaksanakan kegiatan lainnya selain kegiatan pribadi.

2.1.4. Seleksi Tenaga Kerja

Menurut T. Hani Handoko (2008) penarikan (recruitment) adalah proses pencarian dan pemikatan para calon karyawan (pelamar) yang mampu untuk melamar sebagai karyawan. Sedangkan menurut Sondang P. Siagian (2013), proses seleksi tenaga kerja merupakan salah satu bagian yang teramat penting dalam keseluruhan proses manajemen sumber daya manusia. Dikatakan demikian karena apakah dalam organisasi terdapat sekelompok pegawai yang memenuhi tuntutan organisasi atau tidak sangat tergantung pada cermat tidaknya proses seleksi itu dilakukan (Sondang P Siagian, 2013)


(58)

2.1.5. Penyerapan Tenaga Kerja

Penyerapan tenaga kerja merupakan jumlah tertentu dari tenaga kerja yang digunakan dalam suatu unit usah tertentu atau dengan kata lain penyerapan tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang bekerja dalam suatu unit usaha. Dalam penyerapan tenaga kerja ini dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Yang dimaksud dengan faktor-faktor internal adalah berbagai kendala yang terdapat di dalam organisasi itu sendiri. Faktor internal adalah rencana strategik, anggaran, estimasi produksi dan penjualan, dan rancangan organiasi dan tugas pekerjaan. Sedangkan faktor Eksternal adalah berbagai hal yang pertumbuhan dan perkembangannya berada di luar kemampuan organisasi untuk mengendalikannya, akan tetapi harus diperhitungkan karena pertumbuhan dan perkembangan tersebut pasti berpengaruh, baik secara positif maupun negatif, terhadap organisasi. Berbagai tantangan eksternal diantaranya : situasi ekonomi, sosial budaya, politik, peraturan perundang-undangan, teknologi dan pesaing (Sondang P. Siagian : 2001)

Menurut Sjafri Mangkuprawira (2002), penyerapan tenaga kerja dipengaruhi oleh dua faktor lingkungan yaitu lingkungan kemasyarakatan dan lingkungan tugas perusahaan tersebut. Yang dimaksud dengan lingkungan kemasyarakatan meliputi : tekanan ekonomi, tekanan teknologi, tekanan politik dan hukum, dan tekanan sosial budaya dan demografi. Sedangkan lingkungan tugas meliputi : pasar kerja, pasar pelanggan atau klien, pengguna lain dan persaingan.

Menurut Kiggundu penyerapan tenaga kerja dipengaruhi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi : sistem informasi manajemen dan


(59)

organisasi, sistem manajemen keuangan, sistem marketing dan pasar, dan sistem manajemen pelaksanaan. Kemudian faktor eksternalnya meliputi : teknologi, sosial budaya, politik, dan ekonomi.

Hal serupa juga dikatakan Payaman Simanjuntak (1985), pertambahan permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja, tergantung dari pertambahan permintaan masyarakat terhadap barang yang diproduksinya (derivied demand). Permintaan tenaga kerja berkaitan dengan (Arfida, 2003) antara lain: (1) tingkat upah : makin tinggi tingkat upah, makin sedikit tenaga kerja yang diminta. Begitu pula sebaliknya ; (2) teknologi : kemampuan menghasilkan tergantung teknologi yang dipakai. Makin efektif teknologi, makin besar artinya bagi tenaga kerja dalam mengaktualisasi keterampilan dan kemampuannya ; (3)Produktivitas : produktivitas tergantung modal yang dipakai. Keleluasaan modal akan menaikkan produktivitas kerja; (4) Kualitas tenaga kerja :latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja yang merupakan indeks kualitas tenaga kerja mempengaruhi permintaan tenaga kerja. Begitu pula keadaan gizi mereka; (5) Fasilitas modal : dalam realisasinya, produk dihasilkan atas sumbangan modal dan tenaga kerja yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Hal ini dikarenakan peranan input yang lain dapat merupakan faktor penentu lain.

T. Hani Handoko (2008) menjelaskan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja antara lain : teknologi, ekonomi, politik dan pemerintah, demografis, geografis, sosial budaya, pasar tenaga kerja, dan kegiatan pesaing. Kemudian Sondang P Siagian (2013) menejelaskan faktor internal yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja diantaranya : rencana


(60)

strategik, anggaran, estimasi produksi dan penjualan, usaha baru, dan rancang bangun organisasi dan tugas pekerjaan.

2.1.6. Faktor Eksternal Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja 2.1.6.1. Teknologi

Dampak kemajuan teknologi pada manajemen personalia terjadi melalui dua cara. Cara pertama adalah melalui pengaruh teknologi yang merubah industri secara keseluruhan. Sebagai contoh, kemajuan teknologi di bidang transportasi dan komunikasi telah meningkatkan mobilitas angkatan kerja. Lebih lanjut, departemen personalia perlu merancang kegiatan-kegiatan pengaturan dan pendayagunaan sumber daya manusia untuk mengikuti perkembangan operasi perusahaan akibat inovasi teknologi.

Otomatisasi adalah cara lain dengan mana kemajuan teknologi mempengaruhi manajemen personalia. Sebagai contoh, perkembangan penggunaan komputer dalam perusahaan merubah kebutuhan tipe sumber daya manusia. Program-program penarikan dan latihan perlu dirombak secara signifikan untuk menyesuaikan diri dengan program komputerisasi perusahaan. Adaptasi teknologi yang kreatif ini mempunyai pengaruh pada semua kegiatan personalia untuk menolak keusangan dan memperkenalkan inovasi (T. Hani Handoko, 2008 : 18)

2.1.6.2. Ekonomi

Berbagai tantangan siklus bisnis mempengaruhi kegiatan-kegiatan personalia. Sejalan dengan perbaikan kondisi perekonomian, permintaan akan karyawan baru dan program-program latihan tumbuh dan berkembang. Perkembangan-perkembangan ini selanjutnya memberikan tekanan pada


(61)

peningkatan upah, penawaran “benefits” yang lebih baik, dan perbaikan kondisi kerja.

Di lain pihak, keadaan perekonomian yang sedang dilanda resesi menyebabkan perusahaan perlu memelihara dan mempertahankan satuan kerja yang cakap dan mengurangi atau menekan biaya tenaga kerja. Keputusan-keputusan untuk mengurangi jam kerja, memberhentikan karyawan, atau menerima tingkat laba yang lebih rendah pada akhirnya mempengaruhi kegiatan departemen personalia. Semakin baik fungsi personalia memonitor kondisi ekonomi, semakin baik fungsi personalia dapat mengantisipasi kebutuhan-kebutuhan akibat perubahan organisasi. Ini berarti perubahan-perubahan drastik dapat dihindari karena perusahaan dapat mengendalikan labih dini ((T. Hani Handoko, 2008 : 19)

2.1.6.3. Politik dan Pemerintah

Berbagai faktor politik telah menjadi pertimbangan yang semakin penting bagi pegambilan keputusan-keputusan di bidang personalia. Departemen personalia tidak mungkin mengabaikan konsekuensi-konsekuensi atau dampak berbagai kegiatan personalia terhadap kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah. Faktor stabilitas politik dan kepatuhan terhadap peraturan-peraturan pemerintah merupakan pertimbangan utama bagi para manajer dalam pelaksanaan fungsi personalia. Sebagai contoh, keputusan tentang pemutusan hubungan kerja (PHK) tidak bisa diambil sewenang-wenang oleh perusahaan tanpa memperhatikan dampaknya terhadap stabilitas politik, program dan peraturan pemerintah.

Di samping itu, pemerintah melalui kekuatan hukum perundang-undangan dan peraturan-peraturannya mempunyai pengaruh langsung pada fungsi


(1)

bahasa, untuk itu peneliti mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini. Kiranya skirpsi ini bermanfaat dalam memperkaya ilmu pengetahuan.

Medan, Oktober 2016 Penulis


(2)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 4

1.3.Tujuan Penelitian ... 4

1.4.Manfaat Penelitian ... 5

BAB II KERANGKA TEORI ... 6

2.1.Landasan Teori ... 6

2.1.1. Defenisi Industri ... 6

2.1.2. Defenisi Konveksi ... 7

2.1.3. Tenaga Kerja ... 7

2.1.4. Seleksi Tenaga Kerja ... 9

2.1.5. Penyerapan Tenaga Kerja ... 10

2.1.6. Faktor Eksternal Penyerapan Tenaga Kerja ... 12

2.1.6.1. Teknologi ... 12

2.1.6.2. Ekonomi ... 12

2.1.6.3. Politik dan Pemerintah ... 13

2.1.6.4. Demografis ... 14

2.1.6.5. Geografis ... 14

2.1.6.6. Sosial Budaya ... 15

2.1.6.7. Pasar Tenaga Kerja... 15

2.1.6.8. Pesaing ... 16

2.1.7. Faktor Internal Penyerapan Tenaga Kerja ... 16

2.1.7.1. Rencana Strategik ... 16

2.1.7.2. Anggaran ... 16

2.1.7.3. Estimasi Produksi dan Penjualan ... 17

2.1.7.4. Usaha Baru ... 17

2.2. Penelitian Terdahulu ... 18


(3)

BAB III METODE PENELITIAN ... 22

3.1. Bentuk Penelitian ... 22

3.2. Lokasi Penelitian ... 22

3.3. Objek Penelitian ... 22

3.4. Informan Penelitian ... 22

3.5. Data dan Teknik Pengumpulan Data... 23

3.5.1. Data Primer ... 23

3.5.2. Data Sekunder ... 24

3.6. Uji Keabsahan Data... 25

3.7. Metode Analisis Data ... 26

3.7.1. Analisis Model Miles and Huberman ... 26

3.7.1.1 Data Reduction (Reduksi Data) ... 27

3.7.1.2. Data Display (Penyajian Data) ... 27

3.1.7.3. Conclusion Drawing/Verification ... 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

4.1. Kondisi Industri Konveksi di Kota Medan ... 29

4.2. Profil Industri Konveksi ... 31

4.2.1. Alfahmi Konveksi ... 32

4.2.2. Eugenia ... 33

4.2.3. Sablon Medan ... 34

4.3. Penyajian Data ... 35

4.3.1. Profil Informan ... 35

4.3.2. Temuan Lapangan Variabel-variabel Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja ... 35

4.3.2.1. Variabel Eksternal Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja ... 35

4.3.2.2. Variabel Internal Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja ... 46

4.4. Pembahasan ... 51

4.4.1. Variabel Eksternal Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja ... 51 4.4.2.. Variabel Internal Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga


(4)

Kerja ... 61

BAB V PENUTUP ... 64

5.1. Kesimpulan ... 64

5.2. Saran ... 65 DAFTAR PUSTAKA


(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Penduduk Kota Medan Berumur 15 Tahun Ke atas Yang Bekerja Selama Seminggu Yang Lalu Menurut

Lapangan Pekerjaan dan Jenis Kelamin 2014. ... 2 Tabel 1.2 Perbandingan Banyaknya Perusahaan dan Tenaga Kerja

Industri Besar dan Sedang Kota Medan 2014 ... 3 Tabel 1.3 Perbandingan Jumlah industri Konveksi... 4 Tabel 1.4. Profil Informan ... 34


(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Trianggulasi Teknik ... 26 Gambar 2.2. Trianggulasi Sumber ... 26 Gambar 2.3. Komponen dalam Analisis Data (flow model) ... 27