DAMPAK KINERJA KEUANGAN TERHADAP ALOKASI BELANJA MODAL DAN PERTUMBUHAN EKONOMI PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA D.I. YOGYAKRTA (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota D.I Yogyakarta Tahun 2003-2014)

(1)

DAMPAK KINERJA KEUANGAN TERHADAP ALOKASI BELANJA MODAL DAN PERTUMBUHAN EKONOMI PADA PEMERINTAH

DAERAH KABUPATEN/KOTA D.I. YOGYAKRTA

(Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota D.I Yogyakarta Tahun 2003-2014)

THE IMPACT OF THE FINANCIAL PERFORMANCE ON CAPITAL EXPENDITURE AND ECONOMIC GROWTH IN LOCAL GOVERNMENT

DISTRICT/CITY OF D.I. YOGYAKARTA

(Empirical Study on Local Government District/Cit of D.I. Yogyakarta in 2003-2014)

Oleh

Ana Sri Widayati 20130420060

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

i

THE IMPACT OF THE FINANCIAL PERFORMANCE ON CAPITAL EXPENDITURE AND ECONOMIC GROWTH IN LOCAL GOVERNMENT

DISTRICT/CITY OF D.I. YOGYAKARTA

(Empirical Study on Local Government District/Cit of D.I. Yogyakarta in 2003-2014)

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh

Ana Sri Widayati 20130420060

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

ii

PERNYATAAN

Dengan ini saya,

Nama : Ana Sri Widayati

Nomor Mahasiswa : 20130420060

Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul: “DAMPAK KINERJA

KEUANGAN TERHADAP ALOKASI BELANJA MODAL DAN

PERTUMBUHAN EKONOMI PADA PEMERINTAH DAERAH

KABUPATEN/KOTA D.I. YOGYAKARTA (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota D.I. Yogyakarta Tahun 2003-2014)”

tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka. Apabila ternyata dalam skripsi ini diketahui terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain maka saya bersedia karya tersebut dibatalkan.

Yogyakarta, 19 Desember 2016


(4)

iii

menasihati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran.

(QS. Al ‘Ashr)

Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka.

(Qs Ar- Ra’ad 11)

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu pasti ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai kerjakanlah dengan sungguh-sungguh hal yang lain. Hanya

kepada Tuhanmulah kamu berharap. (QS. Al-Insyirah: 6)

Wahai orang-orang yang beriman jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.

(QS Al-Baqarah. 153)

Go confidently in the direction of your dreams. Live the life you have imagined. (Henry David Thoreau)

Busy complains that they’re busy. Productive lets results speak for themself. (Unknown)


(5)

iv Persembahan

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karya sederhana ini penulis persembahkan kepada:

1. Kedua orang tuaku tersayang. Slamet dan Ambarinah. Terima kasih atas doa yang selalu terpanjatkan, semangat yang selalu diberikan, bimbingan dan kasih sayang yang selalu tercurahkan, dan segala pengorbanan yang tidak terkira.

2. Rahmat Budiyanto dan Darladita Nuraini, kedua saudaraku sebagai penyemangat hari-hari ku.

3. Dosen pembimbingku Bapak Bambang Jatmiko, yang telah sabar mendidik dan membimbing selama penyusunan skripsi ini hingga selesai. 4. Sahabat-sahabat seperjuangan bimbingan, Desy Amalia Candrakusuma,

Adityas Wahyuningsih, dan Raka Wijanarko.

5. Putri Kinanthi, Nindya Carla Yudhanti, Kiki Mahgita Sari sahabat seangkatan yang senantiasa memberikan semangat dan motivasi. Serta menemani dalam keadaan suka dan duka.

6. Dyah Arini, sahabat terbaik yang tidak lelah untuk selalu mendengarkan keluh kesah dalam penyusunan karya kecil ini. Sahabat-sahabat SMA ku Apriliana Ilmiyati, Dian Nur Pratiwi, Doni Carnado, Leo Chandra yang telah memberikan doa dan dukungannya.

7. UKM DC UMY dan seluruh anggotanya terutama yang telah bersama-sama membawakan paket The Conqueror of Constantinople yang telah memberikan banyak pelajaran dan pengalaman yang berkesan.

8. Teman-teman KKN 07 “KKN ULAR”. They are so amazing.

9. Teman seangkatan akuntansi 2013 yang telah senantiasa memberikan masukan dan saran serta semangat untuk penyusunan skripsi ini.

10.Dek Novia Pahlevi dan Dek Chatrine Laudya Chelsie. Terima kasih untuk keceriaannya. Mbak Anggun Rahma. Terima kasih untuk nasihat-nasihatnya.


(6)

v

rahmat dan karunia-Nya peneliti telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan

judul “Dampak Kinerja Keuangan terhadap alokasi Belanja Modal dan

Pertumbuhan Ekonomi pada Kabupaten/Kota D.I. Yogyakarta”, dengan baik dan

lancar. Peneliti menyadari sepenuhnya tanpa bimbingan dari berbagai pihak, penulisan skripsi tidak dapat diselesaikan denganm baik dan benar. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dr. Nano Prawoto, S.E., M.Si., Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Dr. Ietje Nazaruddin, Dra., M.Si., Ketua Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 3. Dr. Bambang Jatmiko, SE., M.Si., sebagai pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama proses pengerjaan karya tulis ini.

4. Kedua orang tua dan saudara-daudaraku yang senantiasa memberikan dukungan baik doa maupun materiil kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan studi.

5. Teman-teman seperjuangan, jurusan Akuntansi 2013 yang senantiasa memberikan semangat hingga penulisan tugas akhir ini terselesaikan. 6. Semua pihak yang telah berpartisipasi dalam proses penyusunan karya


(7)

vi

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu kritik dan masukan dan pengembangan selanjutnya sangat diperlukan untuk perbaikan. Semoga tugas akhir skripsi ini dapat menjadi sumbangan pengetahuan dan bermanfaat untuk berbagai kalangan.

Yogyakarta, 6 Desember 2016


(8)

vii

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

INTISARI ... vii

ABSTRACT ...viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ...xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B. Batasan Masalah ... 9

C.Rumusan Masalah ... 10


(9)

viii

E. Manfaat Penelitian ...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13

A.Landasan Teori ... 13

1. Teori Agensi ... 13

2.Otonomi Daerah ... 13

3. Keuangan Daerah ... 14

4. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah ... 17

5. Alokasi Belanja Modal ... 20

6. Pertumbuhan Ekonomi ... 22

B. Hipotesis ... 25

BAB III METODE PENELITIA ... 32

A.Subjek Penelitian ... 32

B. Jenis Data ... 32

C.Teknik Pengambilan Sampel ... 33

D.Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 33

E. Analisis Data ... 35

F. Uji Hipotesis ... 3

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 40

A.Gambaran Umum Subjek/Objek Penelitian ... 4


(10)

ix

BAB V SIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN PENELITIAN ... 64

A.Simpulan ... 64

B. Implikasi ... 64

C.Keterbatasan ... 66

D.Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 67


(11)

x

DAFTAR TABEL

4.1 Tabel Hasil Statistik Deskriptif ... 41

4.2 Tabel Uji Normalitas Persamaan 1 ... 44

4.3 Tabel Uji Multikolinearitas Persamaan 1 ... 44

4.4 Tabel Uji Autokorelasi Persamaan 1 ... 45

4.5 Tabel Uji Heteroskedastisitas Persamaan 1 ... 45

4.6 Tabel Uji Normalitas Persamaan 2 ... 46

4.7 Tabel Uji Normalitas Persamaan 2 dengan LN ... 47

4.8 Tabel Uji Multikolinearitas Persamaan 2 ... 47

4.9 Tabel Uji Autokorelasi Persamaan 2 ... 48

4.10Tabel Uji Heteroskedastisitas Persamaan 2 ... 48

4.11Tabel Uji Heteroskedastisitas Persamaan 2 dengan LN ... 49

4.12Tabel Uji Koefisien Determinasi Persamaan 1 ... 50

4.13Tabel Uji T Persamaan 1 ... 50

4.14Tabel Uji Koefisien Determinasi Persamaan 2 ... 52

4.15Tabel Uji T Persamaan 2 ... 53


(12)

xi

1.1 Gambar Laju Pertumbuhan Ekonomi PDRB ADHK 2000 ... 5

1.2 Gambar Komposisi Belanja Modal Pemerintah Daerah 2013 ... 6

1.3 Gambar Model Penelitian ... 31


(13)

(14)

daerah kabupaten/kota D.I. Yogyakarta tahun 2003-2014. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Populasi penelitian dalam penelitian ini adalah pemerintah daerah di kabupaten dan kota Provinsi D.I. Yogyakarta tahun 2003-2014. Pemilihan sampel menggunakan metode sensus, dimana menggunakan seluruh populasi dalam penelitian. Teknik analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rasio keuangan berdasarkan kemandirian daerah, ketergantungan keuangan, dan efektivitas PAD tidak berpengaruh terhadap alokasi belanja modal. Alokasi belanja modal berpengaruh signifikan positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Alokasi belanja modal tidak memediasi hubungan antara kinerja keuangan berdasarkan ketergantungan keuangan dan kemandirian daerah terhadap pertumbuhan ekonomi. Sedangkan alokasi belanja modal memediasi hubungan antara efektivitas PAD dengan pertumbuhan ekonomi dengan arah negatif.

Kata kunci: kinerja keuangan, kemandirian daerah, ketergantungan keuangan, efektivitas PAD, alokasi belanja modal, dan pertumbuhan ekonomi.


(15)

ABSTRACT

This study aims to determine the impact of the financial performance of capital expenditure and economic growth in the local government district/city D.I. Yogyakarta in 2003-2014. This research is a descriptive research. The population of this research is the local government in the district and city D.I. Yogyakarta in 2003-2014. Sampling technique using census method, which uses the entire population in the study. Analysis technique is using multiple regression analysis. The results of this study indicate that financial ratios based on local independence, financial dependence, and the effectiveness of the PAD does not affect the allocation of capital expenditures. Capital expenditure has significantly positive effect on economic growth. Capital expenditure is not mediate the relationship between financial performance based on financial dependence and independence of the region to economic growth. While capital expenditure mediates the relationship between the effectiveness of PAD by economic growth with a negative direction.

Keywords: financial performance, local independence, financial dependence, effectiveness of local revenue (PAD), capital expenditure, and economic growth.


(16)

1 A. Latar Belakang

Berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, pemerintah daerah berkeinginan untuk memberikan pelayanan yang berorientasi pada kepuasan masyarakat dan kebutuhan rakyat. Kemudian undang-undang tersebut diperbaharui dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dan dijadikan sebagai dasar pelaksanaan otonomi daerah.

Merujuk pada firman Allah, Surah An-Nisa 58 yang berbunyi:

Artinya, “sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

Ayat di atas bermakna bahwa Allah menyuruh umat manusia untuk menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan menyuruh manusia agar adil dalam menetapkan hukum atau kebijakan. Dalam hal ini pemerintah


(17)

2

daerah adalah sebagai pihak yang diberikan wewenang untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya. Berdasarkan ayat tersebut pemerintah diharapkan dapat bertindak jujur, adil, akuntabel, dan transparan di dalam melaksanakan amanat dari masyarakat.

Dalam rangka pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, diikuti dengan perimbangan keuangan daerah yang diatur dalam Undang-Undang No. 33 Tahun 2004. Undang-undang tersebut menjelaskan tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang menyebabkan timbulnya hak dan kewajiban berupa kinerja pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang sehingga diperlukan suatu sistem pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah merupakan elemen pokok dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah sekaligus menjadi bagian dari sistem pengelolaan keuangan negara. Pengelolaan keuangan daerah perlu ditekankan agar dapat terwujudnya masyarakat yang sejahtera melalui peningkatan mutu pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat.

Salah satu alasan dilaksanakannya penyelenggaraan otonomi daerah adalah agar pembangunan daerah mampu berjalan beriringan dengan pembangunan di pemerintah pusat. Hal ini karena selama ini pelaksanaan pembangunan masih diprioritaskan pada pembangunan pusat sedangkan kurang memperhatikan pembangunan di daerah. Kebijakan seperti ini menyebabkan ketidakseimbangan pembangunan di daerah dan pusat sehingga daerah tidak mampu berkembang secara memadai. Perhatian ekonomi masyarakat juga tersedot pada wilayah pusat dan kurang memunculkan sumber daya dan potensi yang


(18)

dimiliki oleh daerah. Otonomi daerah sebagaimana dimaksud bertujuan untuk menyelaraskan dan memperbaiki ketidakseimbangan antara pusat dan daerah agar memberikan peluang kepada daerah untuk mengelola secara mandiri pembangunan dan sistem keuangan, pemberdayaan masyarakat, pelayanan kepada masyarakat, dan peningkatan peran serta masyarakat (Azhar, 2008).

Dengan diberlakukannya otonomi daerah, seorang pemimpin daerah memiliki peran yang sangat strategis dalam memajukan daerah yang dipimpinnya. Melalui aspirasi masyarakat, pemerintah daerah diberikan tanggung jawab untuk menyusun anggaran guna membiayai aktivitas pemerintah yang diwujudkan dalam pembangunan daerah dengan tujuan untuk kesejahteraan masyarakat (Hidayat, 2013). Anggaran daerah disebut juga sebagai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Hamzah (2008) menyatakan bahwa anggaran daerah adalah instrumen kebijakan pemerintah daerah yang utama. Anggaran daerah digunakan sebagai alat untuk penentuan besaran pendapatan, pengeluaran (belanja), perencanaan pembangunan, pembiayaan, alat bantu pengambilan keputusan, alat evaluasi kinerja, alat koordinasi unit kerja, dan alat otoritas pengeluaran untuk masa depan.

Mengkaji kinerja pemerintah daerah, akan berkaitan dengan kinerja keuangan pemerintah daerah.mengukur kinerja keuangan pemerintah daerah dilakukan dengan cara membandingkan komponen-komponen yang dituangkan di dalam laporan keuangan. Menurut Halim (2007) analisis kinerja keuangan dilakukan dengan mengidentifikasi ciri-ciri pada laporan keuangan menggunakan rasio keuangan. Hasil dari kinerja keuangan diharapkan sesuai dengan teori value


(19)

4

for money yang berarti diterapkannya tiga prinsip dalam proses penganggaran yaitu ekonomi, efektif, dan efisien.

Kinerja keuangan pemerintah daerah dapat dilihat dari laporan keuangan pemerintah daerah itu sendiri. Pemerintah diharapkan mampu memperoleh sumber daya yang cukup untuk memenuhi anggaran yang telah ditetapkan, sehingga dapat digunakan untuk membiayai belanja daerah termasuk salah satunya belanja modal. Tujuan hal tersebut adalah untuk memberikan ruang dalam menciptakan pembangunan daerah guna memacu pertumbuhan ekonomi. Definisi belanja modal sendiri adalah pengeluaran yang dilakukan pemerintah guna menambah inventaris aset untuk memberikan manfaat kepada masyarakat dan memiliki manfaat lebih dari satu tahun yang bersifat rutin (Sularso dan Restianto, 2011). Belanja modal yang telah direalisasikan nantinya diharapkan mampu mendorong masyarakat dalam kegiatan ekonomi sehingga dapat meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi.

Secara umum pertumbuhan ekonomi merupakan kenaikan nilai tambah barang dan jasa dari aktivitas ekonomi masyarakat dalam suatu periode tertentu untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk di suatu wilayah tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diukur melalui indikator PDRB atau produk domestik regional bruto. Jika pertumbuhan ekonomi naik secara signifikan hal tersebut menunjukkan bahwa tujuan dari pemerintah telah berhasil dalam membangun daerahnya (Mirza, 2012).


(20)

Provinsi D.I. Yogyakarta merupakan salah satu provinsi yang telah menerapkan otonomi daerah dengan prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Namun pada kenyataannya, berdasarkan informasi dari BPS DIY dalam situs http://perpustakaan.bappenas.go.id/ menyatakan bahwa pemerintah daerah Provinsi D.I. Yogyakarta periode 2006-2013 menunjukkan kinerja yang kurang baik. Permasalahan tersebut dapat dilihat pada grafik laju pertumbuhan ekonomi berikut ini:

Sumber: BPS, 2013

Gambar: 1.1

Laju Pertumbuhan Ekonomi PDRB ADHK 2000

Pada grafik di atas menunjukkan bahwa tingkat PDRB Provinsi D.I. Yogyakarta tumbuh pada laju 4,78 persen per tahun. Level tersebut masih berada di bawah rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional yang berada pada angka 5,9 persen. Dengan laju pertumbuhan ekonomi tersebut belum cukup untuk


(21)

6

mengurangi kesenjangan pendapatan PDRB per kapita dari rata-rata nasional. PDRB per kapita Provinsi D.I. Yogyakarta pada tingkat wilayah menjadi daerah yang paling rendah rasio pertumbuhannya. Dengan kenyataan bahwa tingkat pertumbuhan penduduk yang tidak terlalu berbeda jauh antar provinsi namun tingkat pertumbuhan PDRB perkapita memiliki perbedaan yang cukup berarti. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa provinsi D.I. Yogyakarta memiliki kinerja yang kurang berkembang dan masih di bawah rata-rata provinsi lainnya di Jawa dan Bali.

Pemerintah juga terlihat masih belum memprioritaskan pada investasi pembangunan daerah. Hal ini ditunjukkan dengan relatif rendahnya rasio belanja modal pemerintah daerah kabupten/kota dan Provinsi D.I. Yogyakarta.

Sumber: BPS, 2013

Gambar: 1.2


(22)

Berdasarkan data APBD tahun 2013, presentase belanja modal di D.I. Yogyakarta adalah sebesar 11,91 persen dari total seluruh komponen belanja daerah. Hal tersebut digolongkan ke dalam kisaran presentase yang rendah karena secara umum belanja modal berdampak langsung pada perkonomian dengan dampak yang relatif tinggi. Dapat disimpulkan bahwa komitmen pemerintah untuk memperioritaskan investasi publik masih rendah. Dengan kenyataan pada kondisi tersebut pemerintah belum secara optimal meningkatkan potensi daerah melalui pembangunan jalan, listrik, irigrasi, dan prasarana transportasi lainnya serta peningkatan kualitas sumber daya manusia SDM, sehingga terlihat dunia usaha daerah masih belum berkembang.

Jika kebijakan pemerintah belum berjalan sesuai harapan sebagaimana mestinya, maka dari program-program pemerintah yang berkeinginan untuk menyukseskan otonomi daerah belum bisa terpenuhi dengan baik. Melihat kondisi tersebut, tujuan dari kebijakan otonomi daerah di Provinsi D.I. Yogyakarta belum sepenuhnya tercapai, dengan kata lain kabupaten/kota D.I. Yogyakarta masih belum mampu mengimplementasikan tujuan dari otonomi daerah yang dilimpahkan dari pemerintah pusat. Pemerintah daerah dapat dikatakan belum memaksimalkan anggaran belanja modal, sehingga laju pertumbuhan ekonomi Provinsi D.I. Yogyakarta belum meningkat secara optimal.

Berdasarkan informasi-informasi tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti apakah kinerja keuangan berdampak pada alokasi belanja modal dan pertumbuhan ekonomi, dengan judul “Dampak Kinerja Keuangan terhadap Alokasi Belanja Modal dan Pertumbuhan Ekonomi pada Pemerintah Daerah


(23)

8

Kabupaten/Kota D.I. Yogyakarta”. Penelitian ini merupakan penelitian replikasi

dari penelitian Sularso dan Restianto (2011) dengan judul Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Alokasi Belanja Modal dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Hasil dari penelitian tersebut yaitu alokasi belanja modal dipengaruhi oleh kinerja keuangan, alokasi belanja modal berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, dan pertumbuhan ekonomi secara tidak langsung dipengaruhi oleh kinerja keuangan daerah. Penelitian serupa juga pernah dilakukan oleh Arsa dan Setiawina (2015), dengan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa derajat desentralisasi dan efektivitas PAD berpengaruh positif pada belanja modal, sedangkan ketergantungan keuangan berpengaruh negatif pada belanja modal. Alokasi belanja modal berpengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi. Tiga dari lima indikator kinerja keuangan pemerintah daerah, berupa tingkat desentralisasi, ketergantungan keuangan, dan efektivitas PAD, secara tidak langsung berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi Pemerintah Kabupaten/Kota se-Provinsi Bali. Selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Prihastuti (2015), yang mana penelitian tersebut dilakukan di kabupaten/kota Riau dengan hasil penelitian kinerja keuangan berpengaruh secara langsung terhadap alokasi belanja modal, alokasi belanja modal secara tidak langsung berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, dan kinerja keuangan secara langsung dan signifikan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Gisore et al. (2014), menyatakan bahwa belanja modal berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Afrika.


(24)

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada periode penelitian yaitu penelitian ini dilakukan dengan periode laporan keuangan selama tahun 2003-2014 dan objek penelitian yang akan dilakukan di kabupaten/kota Provinsi D.I. Yogyakarta. Selain kedua hal tersebut, perbedaan yang lain terletak pada alat ukur variabel kinerja keuangan. Penelitian ini menggunakan tiga rasio yang dipakai yaitu rasio kemandirian, rasio ketergantungan, dan rasio efektivitas.

B. Batasan Penelitian

Penelitian ini hanya menggunakan tiga macam rasio dalam pengukuran kinerja keuangan, yaitu rasio kemandirian, rasio ketergantungan, dan rasio efektivitas. Untuk mengukur kinerja keuangan dan alokasi belanja modal penelitian ini menggunakan data dari laporan realisasi anggaran. Sedangkan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi menggunakan data PDRB.

Untuk mengetahui kinerja keuangan dan alokasi belanja modal penelitian ini menggunakan data tahun 2003-2014 pada laporan realisasi anggaran kabupaten/kota di Provinsi D.I. Yogyakarta yang diperoleh dari Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan melalui situs http;//www.djpk.depkeu.go.id, untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi menggunakan data pertumbuhan PDRB tahun 2003-2015 yang diperoleh dari BPS DIY.


(25)

10

C. Rumusan Masalah

Penelitian ini dilakukan untuk membuktikkan adanya dampak kinerja keuangan terhadap alokasi belanja modal dan pertumbuhan ekonmi. Adapun rumusan masalah yang penulis ajukan adalah sebagai berikut:

1. Apakah kinerja keuangan berdasarkan rasio kemandirian berpengaruh positif terhadap alokasi belanja modal?

2. Apakah kinerja keuangan berdasarkan rasio rasio ketergantungan berpengaruh positif terhadap alokasi belanja modal?

3. Apakah kinerja keuangan berdasarkan rasio efektifitas berpengaruh positif terhadap alokasi belanja modal?

4. Apakah alokasi belanja modal berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi?

5. Apakah alokasi belanja modal memediasi pengaruh kinerja keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi permasalahan di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui apakah kinerja keuangan berdasarkan rasio kemandirian berpengaruh positif terhadap alokasi belanja modal.

2. Untuk mengetahui apakah kinerja keuangan berdasarkan rasio ketergantungan berpengaruh positif terhadap alokasi belanja modal.


(26)

3. Untuk mengetahui apakah kinerja keuangan berdasarkan rasio efektivitas berpengaruh positif terhadap alokasi belanja modal.

4. Untuk mengetahui apakah alokasi belanja modal berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

5. Untuk mengetahui apakah alokasi belanja modal memediasi pengaruh kinerja keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi

E. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para pembaca atau pihak-pihak lain yang berkepentingan.

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan mengembangkan wawasan, informasi, pemikiran, dan ilmu pengetahuan mengenai akuntansi sektor publik kepada pihak yang berkepentingan.

b. Sebagai pedoman bagi peneliti lain untuk penelitian selanjutnya tentang kinerja keuangan daerah terhadap alokasi belanja modal dan prtumbuhan ekonomi.

2. Manfaat Praktik

a. Sebagai informasi kepada pemerintah mengenai kinerja keuangan pada kabupaten dan kota di D.I. Yogyakarta untuk menetapkan kebijakan di masa yang akan datang.


(27)

13 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

1. Teori Agensi

Teori agensi dikemukakan oleh Anthony dan Govindarajan (1995) sebagai hubungan atau kontrak antara principal dan agent. Principal (dalam hal ini lesgislatif) mendelegasikan tanggung jawabnya termasuk pendelegasian otoritas pengambilan keputusan kepada agent (yang dalam hal ini adalah publik) untuk melakukan tugas tertentu sesuai dengan kontrak kerja yang telah disepakati bersama.

Asumsi teori agensi terjadi di antara dua atau lebih individu, kelompok, atau organisasi dimana kontrak antara principal dan agent tersebut dibuat dengan harapan agen dapat melakukan tugas/pekerjaan sesuai dengan yang diinginkan principal sehingga hal ini menimbulkan konflik kepentingan antara pihak principal dan agent. Teori agensi mengakibatkan hubungan yang asimetri antara pemilik dan pengelola. Untuk menghindari hubungan yang asimetri tersebut diperlukan suatu konsep yaitu konsep Good Corporate Governance yang bertujuan untuk menjadikan perusahaan menjadi sehat.

2. Otonomi Daerah

Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, otonomi daerah adalah hak, wewenang, kekuasaan dan kewajiban bagi pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan rumah tangga pemerintah dan kebutuhan masyarakat setempat sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Dengan


(28)

kata lain, otonomi daerah merupakan pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk secara mandiri mengatur dan mengelola sistem pemerintahan dan bertujuan untuk memajukan serta mensejahterakan masyarakat. Pemerintah daerah memiliki wewenang untuk mengurus seluruh urusan pemerintahan kecuali urusan politik luar negeri, keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, dan agama.

Urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan yaitu semua urusan pemerintahan di luar urusan pemerintah pusat meliputi pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum, perumahan, penataan ruang, perencanaan pembangunan, perhubungan,lingkungan hidup, pertanahan, kependudukan dan catatan sipil, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, keluarga berencana dan keluarga sejahtera, sosial, ketenagakerjaan dan ketransmigrasian, koperasi dan usaha kecil dan menengah, penanaman modal, kebudayaan dan pariwisata, kepemudaan dan olah raga, kesatuan bangsa dan politik dalam negeri, otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah kepegawaian, dan persandian, pemberdayaan masyarakat dan desa, statistik, kearsipan, dll.

3. Keuangan Daerah

Definisi keuangan daerah dijelaskan dalam PP Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, menjelaskan bahwa keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala


(29)

15

bentuk kekayaan daerah tersebut, dalam susunan kerangka Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.

Halim (2007) menjelaskan bahwa sumber pendapatan daerah diperoleh dari:

1. Pendapatan Asli Daerah

a. Pajak Daerah

Pajak daerah meliputi pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak mineral bukan logam dan batuan, pajak parkir, pajak air tanah, pajak sarang burung walet, pajak bumi dan bangunan (PBB) perdesaan dan perkotaan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB)

b. Retribusi Daerah

Retribusi daerah meliputi retribusi jasa umum, retibusi jasa usaha, dan perizinan tertentu.

c. Pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan

Pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan meliputi bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/BUMN, dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.


(30)

d. PAD lain-lain yang sah

PAD lain-lain yang sah meliputi hasil penjualan kekayaan Daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, penerimaan keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, dll.

2. Dana Perimbangan

a. Dana Bagi Hasil

Dana bagi hasil bersumber dari pajak negara meliputi pajak bumi dan bangunan (PBB), bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), dan pajak penghasilan (PPh) pasal 25 dan pasal 29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri dan pph pasal 21. Dana bagi hasil yang bersumber dari sumber daya alam meliputi, sektor kehutanan, sektor pertambangan umum, sektor perikanan, sektor pertambangan minyak bumi, sektor pertambangan gas bumi, dan sektor pertambangan panas bumi.

b. Dana Alokasi Umum

Dana alokasi umum merupakan dana yang bersumber dari APBN yang bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah atau mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar-daerah melalui penerapan formula tertentu. DAU suatu daerah ditentukan atas alokasi dasar dan besar kecilnya celah fiskal suatu daerah. Alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji pegawai negeri sipil daerah (belanja pegawai daerah) pada daerah yang bersangkutan. Sedangkan celah fiskal merupakan selisih antara kebutuhan daerah (fiscal need) dan potensi daerah (fiscal capacity).


(31)

17

c. Dana Alokasi Khusus

Dana alokasi khusus (DAK) merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dimaksudkan untuk membantu membiayai kegiatan-kegiatan khusus di daerah tertentu yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional, khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong percepatan pembangunan daerah.

2. Pendapatan daerah lain yang sah

Pendapatan daerah lain yang sah meliputi hibah, dana darurat, dana penyesuaian dan dana otonomi khusus yang ditetapkan oleh pemerintah, dana bagi hasil pajak dari provinsi kepada kabupaten/kota,dan bantuan keuangan dari provinsi atau dari pemerintah daerah lainnya

4. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah

Kinerja merupakan gambaran pencapaian dari rangkaian proses kegiatan dalam upaya menciptakan tujuan suatu organisasi maupun individu (Sularso dan Restianto, 2011). Kinerja organisasi dikatakan baik apabila hasil yang dicapai sesuai dengan target yang diinginkan. Apabila pencapaiannya mencapai target artinya kinerja tersebut dikatakan baik, sedangkan apabila pencapaiannya kurang dari target maka kinerjanya dianggap buruk. Terkait dengan kinerja yang perlu diperhatikan adalah pengkuran kinerja. Kinerja keuangan adalah suatu pengukur kinerja dengan indikator keuangan (Sularso dan Restianto, 2011).


(32)

Organisasi sektor publik dalam hal ini adalah pemerintah daerah merupakan organisasi yang memberikan pelayanan publik kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya dalam aspek pendidikan, kesehatan, pelayanan umum, kemanan, penegakan hukum, pelayanan transpotasi dan lain sebagainya. Pemerintah memiliki kewajiban untuk melaporkan hasil kinerjanya kepada masyarakat karena masyarakat merupakan salah satu pemangku kepentingan dari organisasi sektor publik. Sehingga pemerintah daerah tidak hanya menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada pemerintah pusat saja melainkan juga kepada masyarakat luas. Melalui laporan keuangan para stakeholder dapat menilai apakah pemerintah sudah menjalankan tugasnya dengan baik atau belum (Prihastuti, 2015). Oleh karena itu, diperlukan suatu alat pengukur kinerja yang perlu digunakan sistem pengendalian manajemen dalam organisasi publik sehingga mudah dalam penilaian pencapaian suatu strategi pemerintah melalui alat ukur finansial maupun non finansial.

Halim (2007) menyatakan bahwa analisis keuangan adalah usaha mengidentifikasi aspek-aspek keuangan berdasarkan laporan yang tersedia untuk tiap periodenya. Pengukuran kinerja keuangan pemerintah daerah dapat diukur dengan menilai efesiensi atas realisasi dari alokasi yang dilakukan pemerintah terhadap suatu anggaran. Pengukuran kinerja keuangan pemerintah dapat menggunakan beberapa ukuran kinerja yaitu rasio derajat desentralisasi, rasio kemandirian, rasio katergantungan, rasio efektivitas, rasio efisien, debt service coverage ratio, dan derajat kontribusi BUMD. Dalam penelitian ini akan digunakan tiga rasio sebagai berikut:


(33)

19

1. Rasio Kemandirian

Pengertian kemandirian daerah yang tertuang dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 yaitu kemampuam pemerintah daerah dalam mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Sedangkan menurut Halim (2007), kemandirian keuangan daerah adalah kemampuan daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan dari sumber PAD. Menurut Halim (2007), rasio kemandirian dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

2. Ketergantungan Keuangan

Ketergantungan keuangan pemerintah daerah ditunjukkan dengan seberapa besar transfer pusat terhadap total keseluruhan pendapatan daerah. Semakin tinggi rasio ini membuktikan bahwa semakin besar daerah bergantung pada pusat (Sularso dan Restianto, 2011).

Menurut Sularso dan Restianto (2011), ketergantungan keuangan dapat diukur dengan rumus:

3. Rasio Efektivitas

Efektivitas dari pemerintah daerah adalah apabila tujuan pemerintah daerah tersebut dapat dicapai sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Menurut Sularso dan Restianto (2011), rasio efektivitas menggambarkan realisasi

Rasio Kemandirian =Transfer Pusat + Pinjaman ×PAD %


(34)

penerimaan PAD yang direncanakan dibandingkan dengan target penerimaan PAD yang dianggarkan berdasarkan potensi dari daerah. Semakin baik tingkat efektivitas artinya kemampuan daerah dalam merealisasikan penerimaan PAD semakin tinggi dibandingkan dengan penerimaan PAD yang ditargetkan.

Menurut Halim (2007), rasio efektivitas dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

5. Alokasi Belanja Modal

Menurut Halim (2007), pengertian belanja modal adalah pengeluaran anggaran dalam rangka pembentukan modal atau penambahan aset/inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja modal menurut Sularso dan Restianto (2011) dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok yaitu belanja publik dan belanja aparatur. Belanja publik merupakan belanja modal yang manfaatnya dirasakan oleh masyarakat, seperti pembangunan jembatan, pendirian rumah sakit, pembelian mobil ambulan, dll. Sedangkan, belanja aparatur merupakan belanja modal yang manfaatnya akan dirasakan oleh aparatur pemerintah, seperti pembangunan kantor dewan, pembelian mobil dinas, dll. Belanja modal dikategorikan ke dalam lima kategori utama, yaitu belanja modal tanah, belanja modal peralatan dan mesin, belanja modal gedung dan bangunan, belanja modal jalan, irigasi, dan jaringan, dan belanja modal fisik lainnya (Halim, 2007).


(35)

21

1. Belanja modal tanah

Belanja modal tanah adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan/pembeliaan/pembebasan penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurugan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat, dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai.

2. Modal peralatan dan mesin

Belanja modal peralatan dan mesin adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai.

3. Belanja modal gedung dan bangunan

Belanja modal gedung dan bangunan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai.

4. Belanja jalan, irigasi dan jaringan

Belanja modal jalan, irigasi dan jaringan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan, penambahan, penggantian, peningkatan pembangunan, pembuatan serta perawatan, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan, irigasi dan jaringan yang


(36)

menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai.

5. Belanja modal fisik lainnya

Belanja modal fisik lainnya adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan, penambahan, penggantian, peningkatan pembangunan, pembuatan serta perawatan terhadap fisik lainnya yang tidak dapat dikategorikan kedalam kriteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan irigasi dan jaringan, termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah.

Indikator alokasi belanja modal menurut Sularso dan Restianto (2011) diukur dengan rumus:

6. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita yang secara terus menerus dalam jangka panjang dan merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan di dalam suatu daerah. Semakin tinggi tingkat pertumbuhan ekonomi maka akan semakin tinggi pula kesejahteraan masyarakat (Sukirno, 2011). Menurut Wong (2004) pertumbuhan ekonomi akan mengisyaratkan aktivitas ekonomi. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun


(37)

23

atas dasar harga konstan. PDRB merupakan jumlah nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu daerah dari seluruh kegiatan ekonomi pada periode tertentu dan biasanya satu tahun. Pertumbuhan ekonomi dalam penelitian ini diproksi dengan PDRB per kapita.

Menurut Sukirno (2011) faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi adalah tanah dan kekayaan alam lainnya, jumlah dan mutu dari penduduk dan tenaga kerja, barang-barang modal dan tingkat teknologi, dan sistem sosial dan sikap masyarakat.

1. Tanah dan kekayaan alam lainnya

Kekayaan alam suatu negara meliputi luas dan kesuburan tanah, keadaan iklim dan cuaca, jumlah serta hasil hutan dan laut yang diperoleh, dan jumlah kekayaan barang tambang. Kekayaan alam ini akan dapat mempermudah usaha untuk mengembangkan perekonomian suatu negara, terutama pada masa-masa permulaan dari proses pertumbuhan ekonomi. Apabila negara memiliki kekayaan alam yang dapat diusahakan dengan menguntungkan maka hambatan kekurangan modal, kekurangan SDM, pasar yang terbatas dapat diatasi dan pertumbuhan ekonomi dipercepat.

2. Jumlah dan mutu dari penduduk kerja dan tenaga kerja

Penduduk yang brtambah dari waktu ke waktu dapat menjadi pendorong maupun penghambat kepada perkembangan ekonomi. Pendudul yang bertambah akan memperbesar jumlah tenaga kerja, dan penambahan tersebut memungkinkan suatu negara produksinya bertambah. Selain itu sebagai akibat pendidikan, pelatihan, dan pengalaman kerja, keterampilan penduduk akan selalu bertambah


(38)

tinggi. Hal ini akan menyebabkan produktivitas bertambah dan selanjutnya akan menimbulkan pertambahan produksi yang lebih cepat daripada pertambahan tenaga kerja. Luasnya kegiatan ekonomi yang dilakukan di suatu negara juga bergantung pada jumlah pengusaha di dalam ekonomi.apabila tersedianya pengusaha dalam sejumlah penduduk tertentu adalah lebih banyak, maka lebih banyak kegiatan ekonomi yang dijalankan.

3. Barang-barang modal dan tingkat teknologi

Barang modal berperan penting dalam mempertinggi keefisienan pertumbuhan ekonomi. Masyarakat yang belum maju sekalipun juga akan diperngaruhi dengan barang modal yang digunakan dalam berkegiatan ekonomi. Tanpa adanya alat-alat untuk menangkap ikan dan berburu, cocok tanam, mengambil hasil dari hutan, masyarakat yang kurang maju akan mendapatkan kesusahan yang lebih banyak jika tidak memiliki alat-alat tersebut. Pertumbuhan ekonomi dunia telah mencapai tingkat yang tinggi, yaitu lebih modern daripada kemajuan yang dicapai oleh suatu masyarakat yang masih belum berkembang. Barang-barang modal dan teknologi yang modern memegang peran yang penting dalam mewujudkan kemajuan ekonomi yang tinggi.

4. Sistem sosial dan sikap masyarakat

Sistem sosial dan sikap masyarakat penting peranannya dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi. Adat istiadat yang tradisional dapat menghambat masyarakat untuk menggunakan cara memproduksi modern dan produktivitas yang tinggi.


(39)

25

Sikap masyarakat juga dapat menentukan sampai di mana pertumbuhan ekonomi dapat dicapai. Sebagian masyarakat terdapat sikap masyarakat yang dapat memberikan dorongan besar kepada pertumbuhan ekonomi. Sikap yang demikian itu antara lain adalah sikap erhemat yang bertujuan untuk mengumpulkan lebih banyak investasi, sikap menghargai kerja keras dan kegiatan untuk mengembangkan uaha, dan sikap yang selalu berusaha untuk menambah pendapatan dan keuntungan.

Pertumbuhan ekonomi dalam penelitian ini diproksi dengan PDRB per kapita, yang dihitung dengan rumus:

B. Hipotesis

1. Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Alokasi Belanja Modal

1.1 Pengaruh Kemandirian Daerah terhadap Alokasi Belanja Modal

Kemandirian pemerintah daerah terlihat dari seberapa besar tingkat penerimaan PAD dibanding penerimaan dari pusat atau dana perimbangan. Semakin tinggi angka rasio kemandirian keuangan ini maka dapat dikatakan bahwa kemampuan daerah dalam mengumpulkan PAD juga akan relatif tinggi. Terlihat bahwa kemandirian keuangan yang baik tercermin dari kinerja pemerintah dalam menggali potensi yang dimiliki daerah sehingga menimbulkan kemandirian masyarakat dan dapat melimpahkan hasil perekonomian yang berdampak pada peningkatan penerimaan pendapatan

Pertumbuhan Ekonomi = PDRBt − PDRBPDRB t−1


(40)

daerah. Dengan penerimaan daerah dari PAD yang mencukupi, maka dana yang dialokasikan untuk alokasi belanja modal akan semakin baik.

Sularso dan Restianto (2011), menyatakan bahwa kinerja keuangan berpengaruh terhadap alokasi belanja modal. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Utomo (2012), bahwa kemandirian daerah mempunyai pengaruh signifikan terhadap alokasi belanja modal. Prihastuti (2011) juga menyatakan bahwa kinerja keuangan berdasarkan kemandirian keuangan secara langsung berdampak pada perubahan alokasi belanja modal. Gerungan (2015) kemandirian daerah berpengaruh signifikan terhadap alokasi belanja modal di Provinsi Sulawesi Utara. Sedangkan Jiwatami (2013), menyatakan bahwa kemandirian daerah berpengaruh negatif terhadap alokasi belanja modal. Berdasarkan uraian tersebut diturunkan hipotesis sebagai berikut:

H1: Kemandirian daerah berpengaruh positif terhadap alokasi belanja modal.

1.2 Pengaruh Ketergantungan Keuangan terhadap Alokasi Belanja Modal

Penerimaan pendapatan daerah dapat berupa dana perimbangan yaitu dana transfer dari pusat yang dijadikan insentif dalam penerimaan daerah. Dana transfer yang semakin menurun dapat dikatakan bahwa daerah semakin mandiri sehingga dapat mengalokasikan belanja modal yang lebih besar.

Hasil penelitian Sularso dan Restianto (2011), menunjukkan bahwa ketergantungan keuangan dalam kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota


(41)

27

di Jawa Tengah berpengaruh terhadap alokasi belanja modal. Hidayat (2013) menyatakan bahwa ketergantungan keuangan tahun lalu berpengaruh signifikan dengan arah negatif terhadap alokasi belanja modal tahun berikutnya. Ketergantungan keuangan berpengaruh signifikan dengan arah negatif terhadap alokasi belanja modal di Provinsi Bali (Martini dan Dwirandra, 2015). Arsa dan Setiawina (2015) ketergantungan keuangan berpengaruh negatif terhadap alokasi belanja modal. Gerungan (2015) ketergantungan keuangan tidak berpengaruh signifikan terhadap alokasi belanja modal. Berdasarkan uraian tersebut maka diturunkan hipotesis sebagai berikut:

H2: Ketergantungan keuangan berpengaruh negatif terhadap alokasi belanja modal.

1.3 Pengaruh Efektivitas PAD terhadap Alokasi Belanja Modal

Salah satu sumber pendapatan daerah dalam Undang-undang No. 32 tahun 2004, adalah PAD yang terdiri dari hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. Kemampuan daerah untuk menerapkan sistem desentralisasi adalah ketika daerah tersebut memperoleh PAD sesuai target yang dianggarkan. Untuk meningkatkan pelayanan publik, melalui penerimaan PAD diharapkan dapat disalurkan pada investasi dan pemeliharaan infrastruktur daerah.

Penelitian Arsa dan Setiawina (2015), menyatakan bahwa efektivitas PAD berpengaruh positif terhadap alokasi belanja modal. Sejalan dengan


(42)

penelitian Gerungan (2015), bahwa efektivitas PAD berpengaruh signifikan terhadap alokasi belanja modal. Martini dan Dwirandra (2015) rasio efektivitas PAD berpengaruh positif namun tidak signifikan pada alokasi belanja modal. Hidayat (2013) efektivitas PAD berpengaruh signifikan pada alokasi belanja modal. Berdasarkan uraian tersebut diturunkan hipotesis sebagai berikut:

H3: Efektivitas PAD berpengaruh positif terhadap alokasi belanja modal.

2. Pengaruh Alokasi Belanja Modal terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Belanja modal merupakan pengeluran yang dilakukan untuk pengadaan, penambahan, dan pengelolaan aset atau inventaris daerah yang bertujuan untuk memberikan manfaat kepada masyarakat. Masyarakat melakukan aktivitas ekonomi dengan lancar apabila mendapat infrastruktur dan pelayanan umum yang memadai dari pemerintah.

Penelitian Hidayat (2013) menyatakan bahwa alokasi belanja modal secara langsung berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Arsa dan Setiawina (2015), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa alokasi belanja modal berpengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi. Nkechukwu dan Okoh (2013) belanja modal pada pendidikan dan pembangunan jalan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Nigeria. Belanja modal berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di negara berkembang (Bose, 2007). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Gisore et al. (2014) belanja modal


(43)

29

berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Afrika. Berdasarkan uaraian tersebut, diajukan hipotesis sebagai berikut:

H4: Alokasi belanja modal berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

3. Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi yang dimediasi oleh Alokasi Belanja Modal

Kinerja keuangan pada dasarnya dilakukan untuk mengamati kinerja masa lalu sehingga diperoleh posisi keuangan sebagai cerminan realitas suatu entitas dan potensi kerja di masa yang berkelanjutan (Suwandi dan Tahar, 2015). Semakin baik kinerja yang dihasilkan maka akan semakin baik dalam pemenuhan belanja modal untuk mempertinggi tingkat pertumbuhan ekonomi.

Rasio kemandirian daerah akan menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembayaran pajak dan retribusi daerah. Rasio kemandirian juga menggambarkan seberapa peduli masyarakat dalam pembangunan daerah (Suwandi dan Tahar, 2015). Semakin tinggi kemandirian, semakin tinggi partisipasi masyarakat dan akan tersedia dana untuk alokasi belanja modal. Dengan direalisasikan alokasi belanja modal tingkat pembangunan daerah akan naik dan pertumbuhan ekonomi juga semakin membaik. Martini dan Dwirandra (2015), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kemandirian daerah berpengaruh signifikan positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Tingginya angka dana perimbangan pada laporan keuangan pemerintah daerah menunjukkan bahwa daerah bergantung terhadap pemerintah pusat.


(44)

Semakin tinggi rasio ketergantungan artinya daerah semakin bergantung pada pemerintah pusat begitu juga sebaliknya. Jika dana perimbangan meningkat akan berpengaruh terhadap jumlah pendapatan daerah, sehingga akan berpengaruh pula terhadap pengalokasian belanja modal. Menurut Suwandi dan Tahar (2015), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa alokasi belanja modal memediasi pengaruh kinerja keuangan berdasarkan ketergantungan keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Rasio efektivitas menggambarkan tingkat keberhasilan daerah dalam mencapai pendapatan PAD atau bahkan lebih dari anggaran yang telah direncanakan. Dengan terpenuhinya pendapatan asli daerah maka akan semakin baik untuk pemenuhan belanja daerah dan akan mampu memperbaiki tingkat pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian Arsa dan Setiawina (2015) yaitu tiga dari pengukuran kinerja keuangan derajat desentralisasi, ketergantungan keuangan, dan efektivitas PAD memiliki pengaruh tidak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi melalui alokasi belanja modal. Secara umum alokasi belanja modal memperkuat hubungan antara kinerja keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi (Sukarmi dan Budiasih, 2016).

Berdasarkan uraian tersebut diturunkan hipotesis sebagai berikut :

H5: Alokasi belanja modal memediasi hubungan antara kemandirian daerah terhadap pertumbuhan ekonomi.

H6: Alokasi belanja modal memediasi hubungan antara ketergantungan keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi.


(45)

31

H7: Alokasi belanja modal memediasi hubungan antara kemandirian daerah terhadap pertumbuhan ekonomi.

Model penelitian yang akan dikembangkan dalam penelitian ini adalah seperti pada gambar berikut ini:

Keuangan Daerah

Gambar: 2.1 Model Penelitian

Keterangan:

X1 = Kemandirian Daerah X2 = Ketergantungan Keuangan X3 = Efektivitas PAD

Z = Alokasi Belanja Modal Y = Pertumbuhan Ekonomi

(Y) Pertumbuhan

Ekonomi (Z)

Alokasi Belanja Modal

(+ (X1)

Kemandirian Daerah

(X3) Efektivitas PAD

(X2)

Ketergantungan Keuangan

(+)

(+) (-) (+)

(-) (+)


(46)

32

Objek penelitian dampak kinerja keuangan terhadap alokasi belanja modal dan pertumbuhan ekonomi adalah laporan keuangan pemerintah daerah kabupaten/kota Provinsi D.I. Yogyakarta yang berjumlah 1 kota dan 4 kabupaten yang terdiri dari Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulon Progo, dan Kabupaten Gunung Kidul. Penelitian ini memiliki objek penelitian dengan rentang waktu selama 12 tahun yaitu pada tahun 2003-2014. Metode penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan masalah, gejala, atau kejadian saat sekarang dengan langkah-langkah; 1) perumusan masalah, 2) penentuan jenis informasi yang diperlukan, 3) menentukan prosedur pengumpulan data, 4) menentukan prosedur pengolahan data, dan 5) menarik kesimpulan penelitian (Nazir, 1999).

B. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data diperoleh dan dikumpulkan dari hasil yang dipublikasikan oleh Dirjen Perimbangan Keuangan Pemerintah Daerah berupa laporan realisasi anggaran dan dari Badan Pusat Statistik (BPS) berupa data mengenai PDRB.


(47)

33

C. Teknik Pengambilan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah pemerintah kabupaten/kota Provinsi D.I. Yogyakarta. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan metode sensus. Metode sensus adalah mengambil seluruh populasi dalam penelitian, yaitu seluruh kabupaten/kota Provinsi D.I. Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan data berupa laporan realisasi anggaran sebagai dasar dalam perhitungan rasio kinerja keuangan dan data PDRB sebagai informasi mengenai laju pertumbuhan ekonomi.

D. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Kinerja Keuangan

Kinerja keuangan merupakan hasil pencapaian kinerja yang diukur dengan rasio keuangan. Rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Rasio Kemandirian

Rasio kemandirian adalah kemampuan daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber penerimaan pendapatan daerah.

Menurut Halim (2007), rasio kemandirian dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:


(48)

b. Ketergantungan Keuangan

Ketergantungan keuangan menunjukkan transfer dari pusat terhadap total pendapatan daerah. Semakin tinggi ketergantungan keuangan maka semakin tinggi pula ketergantungan daerah kepada pusat dalam memenuhi pendapatan daerah. Menurut Sularso dan Restianto (2011), ketergantungan keuangan dapat diukur dengan rumus:

c. Rasio Efektivitas

Rasio efektivitas adalah kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan PAD yang direncanakan dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Menurut Halim (2007), rasio efektivitas dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

2. Alokasi Belanja Modal

Halim (2007) menyatakan bahwa belanja modal digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pengadaan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan maupun untuk pemberian fasilitas kepada publik. Nilai aset tetap berwujud yang dianggarkan dalam belanja modal sebesar harga beli atau harga

Rasio Efektivitas =Realisasi PADTarget PAD × %


(49)

35

perolehan ditambah seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan atau pembangunan aset sampai aset tersebut siap digunakan.

Indikator alokasi belanja modal menurut Sularso dan Restianto (2011) diukur dengan rumus:

3. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita yang terus menerus dalam jangka panjang dan merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan daerah, makin tingginya pertumbuhan ekonomi maka semakin tinggi pula kesejahteraan masyarakat pada daerah tersebut (Sukirno, 2011).

Pertumbuhan ekonomi dalam penelitian ini diproksi dengan PDRB per kapita, yang dihitung dengan rumus:

E. Analisis Data 1. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), median, standar deviasi, maksimum, dan minimum. Dalam penelitian ini variabel yang

Alokasi Belanja Modal =Total Belanja dalam APBD ×Belanja Modal %

Pertumbuhan Ekonomi = PDRBt − PDRBPDRB t−1


(50)

digunakan adalah kinerja keuangan, alokasi belanja modal, dan pertumbuhan ekonomi.

2. Uji Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik dilakukan untuk memeriksa agar tidak terdapat pelanggaran asumsi klasik terhadap model regresi. Pelanggaran klasik akan menyebabkan koefisien-koefisien regresi yang memiliki standar error yang besar sehingga mengurangi kehandalan estimasi parameter dan menyebabkan hasil statistik tidak akurat. Pengujian ini dilakukan dalam beberapa analisis yaitu uji normalitas, uji multikolonieritas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi.

a. Uji Normalitas

Normalitas merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah data penelitian berasal dari populasi yang normal. Uji normalitas perlu dilakukan karena semua perhitungan statistik parametrik memiliki asumsi normalitas. Uji asumsi normalitas menggunakan Kolmogrov-Smirnov. Analisisnya dengan menggunakan program SPSS dengan melihat nilai Z atau nilai Sig. dari tabel. Jika nilai Sig > a, maka dapat dikatakan bahwa data yang disajikan normal. Jika nilai Sig < a maka dapat disimpulkan bahwa data tidak berdistribusi normal.

b. Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas adalah situasi adanya korelasi antara variabel-variabel independen. Uji multikolinearitas perlu untuk mengetahui apa tidaknya korelasi antara variabel independen dalam suatu model. Pengujian multikolinearitas


(51)

37

dalam penelitian ini menggunakan Variance Inflation Factor (VIF). Kriteria yang digunakan untuk pengujian ini yaitu jika nilai VIF < 10, maka tidak terjadi multikolinearitas antara variabel independen.

c. Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas adalah varian residual yang tidak konstan pada regresi sehingga akurasi hasil produksi menjadi meragukan. Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual suatu pengamatan lain. Heteroskedastisitas merupakan keadaan yang menggambarkan seluruh faktor gangguan tidak memiliki varian yang sama untuk seluruh pengamatan atas variabel independen. Dalam penelitian ini uji yang digunakan untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas dalam model regresi adalah metode Glejser, yaitu dengan meregresikan seluruh variabel independen dengan nilai mutlak (absolute) dari nilai residual sehingga diperoleh probability value. Krtiteria pengujiannya adalah jika probability value < 0,05 maka terjadi heteroskedastisitas. Sebaliknya, jika probability value > 0,05 maka pengujian bebas heteroskedastisitas.

d. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi adalah untuk melihat apakah terjadi korelasi antara suatu periode t dengan periode sebelumnya (t-1). Uji autokorelasi dilakukan pada time series (runtut waktu) dan tidak perlu dilakukan pada cross section seperti pada penelitian yang menggunakan kuesioner di mana pengukuran semua variabel dilakukan secara serempak pada saat yang bersamaan. Penelitian ini


(52)

menggunakan uji autokorelasi dengan cara uji statistik Durbin-Watson. Pengujian dikatakan bebas autokorelasi apabila angka D-W di antara -2,5 dan 2,5 (Singgih, 2010).

3. Uji Hipotesis

a. Uji Kecocokan Model atau Koefisien Determinasi

Pengujian ini dilakukan untuk menguji pengaruh secara simultan variabel bebas pada variabel terikatnya, dimana jika variabel bebas memiliki pengaruh secara simultan pada variabel terikat maka model persamaan regresi masuk dalam kriteria cocok atau fit. Koefisien determinasi (R2) mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen.

b. Uji t

Uji hipotesis menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara parsial dalam menerangkan variasi variabel dependen. Pengujian ini dapat dilakukan dengan melihat pada hasil regresi yang dilakukan dengan program regresi linear, yaitu dengan membandingkan tingkat

masing-masing variabel bebas dengan α = 0,05. Pengujian intervening dalam penelitian ini dapat diterima apabila hasil pengujian signifikan < 0,05. Sebaliknya, jika signifikan > 0,05 maka intervening dinyatakan gagal. Rumus persamaan regresi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

ABM = β2 KD - β2KK + β2EPAD + ε

PT = β1 KD- β1 KK+ β1EPAD + β3 BM + ε


(53)

39

ABM = Alokasi Belanja Modal KD = Kemandirian Daerah KK = Ketergantungan Keuangan EPAD = Efektivitas PAD

PE = Pertumbuhan Ekonomi


(54)

40

A. Gambaran Umum Subjek/Objek Penelitian

D.I. Yogyakarta merupakan daerah dengan luas 3.2 ribu km2. Secara administratif D.I. Yogyakarta terdiri dari 1 kota madya dan 4 kabupaten. Masing-masing daerah memiliki daya tarik yang berbeda-beda karena memiliki beragam potensi dan budaya. Salah satu masalah dalam pembangunan antara kabupaten dan kota di D.I. Yogyakarta adalah pembangunan yang tidak merata. Selain dikarenakan perbedaan potensi daerah, hal tersebut juga dikarenakan perbedaan kemampuan pembangunan fiskal dan kebijakan pemerintah daerah di masing-masing kabupaten dan kota.

Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa Laporan Realisasi Anggaran Pemda D.I. Yogyakarta dari tahun 2003-2014. Subjek penelitian ini adalah setiap kabupaten di Provinsi D.I. Yogyakarta di mana terdapat 4 (empat) kabupaten dan 1 (satu) kota yaitu Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Kulon Progo dan Kota Yogyakarta. Provinsi D. I. Yogyakarta merupakan salah satu provinsi di Pulau Jawa. Variabel penelitian dalam penelitian ini antara lain kemandirian daerah, ketergantungan keuangan, efektivitas pad, alokasi belanja modal dan pertumbuhan ekonomi dengan jumlah sampel sebanyak 60 sampel.


(55)

41

B. Uji Kualitas Instrumen 1. Statistik Deskriptif

Penelitian ini memiliki lima variabel antara lain kemandirian daerah (KD), ketergantungan keuangan (KK), efektivitas PAD (EPAD), alokasi belanja modal (ABM), dan pertumbuhan ekonomi (PE). Untuk mendeskripsikan dan menguji pengaruh antara variabel bebas, variabel intervening, dan variabel terikat, berikut ini disajikan deskripsi data mengenai minimum, maksimum, mean, dan standar deviasi yang telah diolah dengan program SPSS 22:

Tabel 4.1 Statistik Deskriptif

Sumber: Output SPSS

Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa kemandirian daerah memiliki nilai minimal 5,0301 dan nilai maksimal 70,9095 dengan nilai rata-rata 17,909880 dan standar deviasi 13,9914667. Kabupaten yang memiliki nilai terendah adalah Kabupaten Gunung Kidul tahun 2007, sementara yang memiliki nilai tertinggi adalah Kota Yogyakarta pada tahun 2015. Semakin tinggi presentase rasio kemandirian maka akan semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam memenuhi

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

KD 60 5,0301 70,9095 17,909880 13,9914667

KK 60 45,4680 94,1537 79,985390 12,0723148

EPAD 60 88,1021 176,3520 115,979445 17,3299343

ABM 60 4,5244 28,9606 13,205827 4,3979172

PE 60 3,7891 35,3279 12,215810 4,7749658


(56)

kewajiban membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen utama PAD (Halim, 2007).

Nilai rata-rata ketergantungan keuangan kabupaten/kota D.I.Yogyakarta tahun 2003-2014 adalah sebesar 79,985390 dengan nilai berkisar antara 45,4680– 94,1537 dan standar deviasi 12,0723148. Kabupaten yang memiliki nilai terendah adalah Kota Yogyakarta tahun 2014 dan kabupaten yang memiliki nilai tertinggi adalah Kabupaten Gunung Kidul tahun 2006. Semakin tinggi angka rasio ini maka ketergantungan daerah terhadap transfer dari pusat juga relatif tinggi (Halim, 2007). Dengan melihat nilai rata-rata rasio ketergantungan keuangan tersebut terlihat bahwa kabupaten/kota di D.I. Yogyakarta masih bergantung terhadap pemerintah provinsi dengan presentase yang relatif tinggi.

Nilai rata-rata efektivitas PAD kabupaten/kota D.I. Yogyakarta tahun 20032014 adalah sebesar 115,97944 dengan nilai berkisar antara 88,1021 -176,3520 dan standar deviasi 17,3299343. Kabupaten yang memiliki nilai terendah adalah Kabupaten Kulon Progo tahun 2009 dan kabupaten yang memiliki nilai tertinggi adalah Kabupaten Gunung Kidul tahun 2014. Nilai rata-rata sebesar 110,56639 memiliki arti bahwa kemampuan kabupaten/kota di D.I. Yogyakarta sangat efektif dalam merealisasikan PAD dibanding target yang telah ditentukan.

Nilai rata-rata alokasi belanja modal kabupaten/kota D.I. Yogyakarta tahun 2003-2014 adalah sebesar 13,205827 dengan nilai berkisar antara 4,5244-28,9606 dan standar devasi 4,3979172. Kabupaten yang memiliki nilai terendah adalah Kabupaten Kulon Progo tahun 2005 dan kabupaten yang memiliki nilai tertinggi


(57)

43

adalah Kabupaten Bantul tahun 2008. Kontribusi alokasi belanja modal akan terlihat pada pembangunan daerah, karena dengan belanja modal akan mewujudkan pembangunan infrastruktur seperti pembuatan jalan dan rumah sakit. Oleh sebab itu, alokasi belanja modal yang memadai akan berdampak pada terpenuhinya infrastruktur daerah.

Nilai rata-rata pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota D.I. Yogyakarta tahun 2003-2014 adalah sebesar 12,215810 dengan nilai yang berkisar antara 3,7891-35,3279 dan standar deviasi 4,7749658. Kabupaten yang memiliki nilai terendah adalah Kabupaten Kulon Progo tahun 2014 dan kabupaten yang memiliki nilai tertinggi adalah Kabupaten Bantul tahun 2015.

2. Uji Asumsi Klasik

Berikut adalah model persamaan dalam penelitian ini: Persamaan 1: ABM = β2 KD - β2KK + β2EPAD + ε

Persamaan 2: PT = β1 KD- β1 KK+ β1EPAD + β3 BM + ε

a. Hasil Uji Asumsi Klasik Persamaan 1 1) Uji Normalitas


(58)

Tabel 4.2

Uji Normalitas Persamaan 1

Sumber: Output SPSS

Berdasarkan tabel 4.2 di atas, hasil uji normalitas menunjukkan nilai Asymp sig 0,200 lebih besar dari signifikansi sebesar 0,05 (0,200>0,05), maka dapat disimpulkan bahwa data residual dalam penelitian berdistribusi normal. 2) Uji Multikolinearitas

Tabel 4.3

Uji Multikolinearitas Persamaan 1

Sumber: Output SPSS

Berdasarkan tabel 4.3 di atas, hasil pengujian multikolinearitas menunjukkan keseluruhan nilai VIF variabel Kemandirian Daerah,

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 60

Normal Parametersa,b Mean ,0000000

Std. Deviation 4,30705929

Most Extreme Differences Absolute ,077

Positive ,077

Negative -,053

Test Statistic ,077

Asymp. Sig. (2-tailed) ,200c,d

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

c. Lilliefors Significance Correction.

d. This is a lower bound of the true significance.

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 22,740 14,186 1,603 ,115

KD -,107 ,091 -,340 -1,173 ,246 ,204 4,906

KK -,119 ,118 -,326 -1,003 ,320 ,163 6,152

EPAD ,016 ,042 ,064 ,383 ,703 ,622 1,607


(59)

45

Ketergantungan Keuangan, dan Alokasi Belanja Modal di atas 0,10 (>10). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model persamaan 1 tidak mengalami gangguan multikolinearitas.

3) Uji Autokorelasi

Tabel 4.4

Uji Autokorelasi Persamaan 1

Sumber: Output SPSS

Berdasarkan tabel 4.4 di atas, hasil pengujian autokorelasi menunjukkan bahwa nilai Durbin-Watson sebesar 1,300. Nilai tersebut di antara -2,5 dan 2,5 maka dapat disimpulkan bahwa pengujian persamaan 1 bebas dari masalah autokorelasi.

4) Uji Heteroskedastisitas

Tabel 4.5

Uji Heteroskedastisitas Persamaan 1

Sumber: Output SPSS

Berdasarkan tabel 4.5 di atas, hasil pengujian heteroskedastisitas melalui uji Glejser yang menunjukkan nilai signifikansi masing-masing

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 ,202a ,041 -,010 4,4209219 1,300

a. Predictors: (Constant), EPAD, KD, KK b. Dependent Variable: ABM

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 14,435 8,266 1,746 ,086

KD -,083 ,053 -,449 -1,564 ,123

KK -,080 ,069 -,374 -1,162 ,250

EPAD -,027 ,025 -,181 -1,100 ,276


(60)

variabel independen lebih besar dari 0,05 (>5%). Dengan demikian dapat disimpulkan persamaan 1 yang digunakan dalam penelitian ini tidak mengandung gangguan hetoroskedastisitas.

b. Hasil Uji Asumsi Klasik Persamaan 2 1) Uji Normalitas

Persamaan 2: PT = β1 KD- β1 KK+ β1EPAD + β3BM + ε

Tabel 4.6

Uji Normalitas Persamaan 2

Sumber: Output SPSS

Berdasarkan tabel 4.6 di atas, hasil pengujian normalitas memiliki nilai Asymp sig 0,016 yaitu kurang dari nilai sig 0,05 (0,016<0,05), maka hasil tersebut mengindikasikan bahwa data residual tidak berdistribusi normal karena nilai Asymp sig kurang dari 0,05 (<0,05). Langkah yang tepat untuk mengobati gejala data yang tidak berdistribusi normal adalah dengan langkah LN pada variabel Unstandardized Residual.

Tabel 4.7

Uji Normalitas Persamaan 2 dengan LN One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 60

Normal Parametersa,b Mean ,0000000

Std. Deviation 4,14482962

Most Extreme Differences Absolute ,128

Positive ,128

Negative -,088

Test Statistic ,128

Asymp. Sig. (2-tailed) ,016c

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

c. Lilliefors Significance Correction.


(61)

47

Sumber: Output SPSS

Dari langkah yang telah dilakukan untuk menghilangkan gejala data residual tidak berdistribusi normal dalam persamaan ini menunjukkan bahwa nilai Asymp sig sebesar 0,052. Dengan nilai Asymp sig 0,052 lebih dari 0,05 (0,052>0,05) maka dapat disimpulkan bahwa data residual dalam persamaan ini berdistribusi normal.

2) Uji Multikolinearitas

Tabel 4.8

Uji Multikolinearitas Persamaan 2

Sumber: Output SPSS

Berdasarkan tabel 4.8 di atas, hasil pengujian multikolinearitas nilai VIF masing-masing variabel independen memiliki nilai di atas 0,10 (>10). Maka dapat disimpulkan bahwa persamaan 2 dalam penelitian ini bebas dari gangguan multikolinearitas.

LN_RES2

N 28

Normal Parametersa,b Mean ,3704

Std. Deviation 1,52689

Most Extreme Differences Absolute ,164

Positive ,121

Negative -,164

Test Statistic ,164

Asymp. Sig. (2-tailed) ,052c

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

c. Lilliefors Significance Correction.

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics B

Std.

Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 26,231 14,088 1,862 ,068

KD -,088 ,090 -,258 -,985 ,329 ,199 5,027

KK -,088 ,116 -,223 -,761 ,450 ,160 6,263

EPAD -,095 ,041 -,345 -2,325 ,024 ,621 1,611

ABM ,428 ,130 ,394 3,300 ,002 ,959 1,043


(62)

3) Uji Autokorelasi

Tabel 4.9

Uji Autokorelasi Persamaan 2

Sumber: Output SPSS

Berdasarkan tabel 4.9 di atas, hasil pengujian autokorelasi pada persamaan 2 menunjukkan nilai Durbin-Watson sebesar 1,585. Nilai D-W tersebut di antara -2,5 dan 2,5. dengan kata lain pengujian persamaan 2 dalam penelitian ini dikatakan bebas autokorelasi.

4) Uji Heteroskedastisitas

Tabel 4.10

Uji Heteroskedatisitas Persamaan 2

Sumber: Output SPSS

Berdasarkan tabel 4.10 di atas, hasil pengujian heteroskedastisitas nilai sig masing-masing variabel independen di atas 0,05 (>0,05) kecuali pada variabel ABM 0,006<0,05 sehingga terdapat gangguang heteroskedastisitas.

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 ,497a ,247 ,192 4,2929057 1,585

a. Predictors: (Constant), ABM, KD, EPAD, KK b. Dependent Variable: PE

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) -,086 9,618 -,009 ,993

KD ,004 ,061 ,016 ,057 ,954

KK ,016 ,079 ,062 ,196 ,845

EPAD -,015 ,028 -,086 -,537 ,593

ABM ,251 ,089 ,363 2,834 ,006


(63)

49

Untuk mengatasi gejala tersebut adalah dengan cara LN pada variabel Absolute Unstandardized Residual.

Tabel 4.11

Uji Heteroskedastisitas Persamaan 2 dengan LN

Sumber: Output SPSS

Berdasarkan tabel 4.11 di atas, hasil pengujian heteroskedastisitas nilai sig masing-masing variabel independen di atas 0,05 (>0,05). Maka dapat disimpulkan bahwa pengujian heteroskedastisitas dalam penelitian ini bebas dari gangguan heteroskedastisitas.

3. Hasil Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara peneliti atas permasalahan yang telah dirumuskan. Jawaban sementara tersebut perlu diuji kebenarannya secara empiris. Berikut adalah hasil pengujian hipotesis dalam penelitian ini:

a. Hasil Uji Hipotesis Persamaan 1

1) Uji Kecocokan Model atau Koefisien Determinasi

Tabel 4.12

Uji Koefisien Determinasi

Sumber: Output SPSS

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 2,167 5,605 ,387 ,703

KD ,014 ,041 ,179 ,347 ,732

KK ,010 ,050 ,104 ,198 ,845

EPAD -,021 ,019 -,249 -1,113 ,277

ABM ,025 ,055 ,096 ,454 ,654

a. Dependent Variable: LN_ABS_RES2

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 ,289a ,083 ,034 ,34073


(64)

Pada tabel 4.12 menunjukkan bahwa koefisien determinasi yang ditunjukkan dari nilai adjusted R2 sebesar 0,034 hal ini berarti 3,4% variasi alokasi belanja modal dapat dijelaskan oleh variasi dari ketiga variabel independen yaitu kemandirian daerah, ketergantungan keuangan, dan efektivitas PAD. Sedangkan sisanya (100%-3,4%) yaitu 96,6% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti.

2) Uji t

Tabel 4.13 Uji t

Sumber: Output SPSS

Dari tabel di atas dapat disusun persamaan regresi berganda berikut:

Alokasi_Belanja_Modal = 3,051 – 0,335KD – 0,274KK + 0,200 EPAD

Model persamaan regresi tersebut bermakna:

1. Nilai konstanta 3,051 artinya apabila variabel kemandirian daerah, ketergantungan keuangan, dan efektivitas PAD bernilai nol, maka alokasi belanja modal adalah sebesar 3,051.

2. Variabel kemandirian daerah berpengaruh negatif terhadap alokasi belanja modal dengan nilai koefisien Beta sebesar -0,335, artinya setiap

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 3,051 3,614 ,844 ,402

KD -,171 ,119 -,335 -1,443 ,155

KK -,557 ,515 -,274 -1,082 ,284

EPAD ,498 ,377 ,200 1,320 ,192


(1)

dipergunakan dengan semestinya untuk membangun sarana dan prasarana kebutuhan masyarakat secara tepat sasaran. Kuncoro (2004) menyatakan bahwa pembangunan infrastruktur daerah akan berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian dari Suwandi dan Tahar (2015), yang menyatakan bahwa alokasi belanja modal berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Arsa dan Setiawina (2015), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa alokasi belanja modal berpengaruh signifikan positif pada pertumbuhan ekonomi.

Dari hasil penelitian ini kemandirian daerah masih tergolong rendah, namun sudah mengalami peningkatan dari tahun ke tahunnya walaupun tidak signifikan. Karena pemerintah daerah tingkat kemandiriannya masih rendah, dana untuk pemenuhan alokasi belanja modal bergantung dari transfer pemerintah pusat. Alokasi belanja modal di kabupaten/kota D.I. Yogyakarta tahun 2003-2014 mengalami peningkatan dan penurunan yang drastis, sehingga nilai PDRB juga mengalami fluktuasi yang cukup berarti. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sukarmi dan Budiasih (2016), yang menyatakan bahwa alokasi belanja modal tidak memediasi pengaruh antara kemandirian daerah terhadap pertumbuhan ekonomi.

Alokasi belanja modal tidak memediasi hubungan ketergantungan keuangan dengan pertumbuhan ekonomi, hal tersebut dimungkinkan karena penggunaan dana perimbangan dalam alokasi belanja modal masih relatif kecil, sebagian besar dana perimbangan masih digunakan untuk belanja pegawai dan belanja barang dan jasa. Padahal faktor penting untuk meningkatkan pertumbuhan


(2)

ekonomi adalah alokasi belanja modal. Hasil temuan ini sesuai dengan penelitian dari Prihastuti (2015), alokasi belanja modal tidak memediasi hubungan antara ketergantungan keuangan dan pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini menolak hasil temuan Sularso dan Restianto (2011), yang menyatakan bahwa alokasi belanja modal memediasi pengaruh ketergantungan keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Alokasi belanja modal memediasi hubungan antara efektivitas PAD dan pertumbuhan ekonomi dengan arah negatif. Abdullah dan Halim (2006) menyatakan bahwa pendapatan sendiri (PAD) tidak berarosiasi positif terhadap alokasi belanja modal. Argumen dari penelitian tersebut menyebutkan bahwa secara teoritis pendapatan sendiri merupakan salah satu sumber pendapatan yang dapat digunakan untuk membiayai pelayanan publik. Namun untuk kasus ini presentase PAD pemerintah daerah di kabupaten/kota D.I. Yogyakarta hanya sebesar 12% dari total penerimaan daerah. Jumlah tersebut tergolong rendah jika digunakan untuk pengalokasian belanja modal. Sehingga peningkatan belanja modal pada penelitian ini bukan berasal dari dana PAD. Hasil temuan ini didukung oleh penelitian Abdullah dan Halim (2006) yang menyatakan bahwa efektivitas PAD tidak berasosiasi positif terhadap alokasi belanja modal untuk pelayanan publik.

PENUTUP Simpulan

Hasil menunjukkan secara empiris bahwa kinerja keungan tidak berpengaruh terhadap alokasi belanja modal. Alokasi belanja modal berpengaruh


(3)

positif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Alokasi belanja modal tidak memediasi variabel kinerja keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi berdasarkan rasio kemandirian daerah dan ketergantungan keuangan. Sedangkan alokasi belanja modal memediasi hubungan antara efektivitas PAD dengan pertumbuhan ekonomi dengan arah negatif.

Keterbatasan

Adapun keterbatasan penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian ini hasilnya banyak yang menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan. Hal tersebut artinya bahwa populasi tidak dapat digeneralisasikan/diberlakukan untuk umum. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa laporan realisasi anggaran dari tahun 2003-2014. Jika hanya menggunakan informasi data saja kurang menggambarkan bagaimana kondisi riil kinerja keuangan di pemerintah daerah. Saran

Bedasarkan keterbatasan-keterbatasan tersebut saran untuk penelitian yang berkelanjutan adalah menambahkan tahun penelitian dan memperluas populasi dengan memilih kabupaten dan kota yang ada di Indonesia atau menggunakan seluruh kabupaten di Indonesia sehingga dapat digeneralisasi. Untuk pertimbangan penelitian selanjutnya dapat menambahkan metode obeservasi atau kuesioner sehingga dapat menanyakan secara langsung bagaimana kendala atauapun masalah-masalah yang dihadapi dalam mengoptimalisasi kinerja keuangan pemerintah daerah agar mencapai kinerja yang diinginkan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, S., & Halim, A. 2006. “Studi atas belanja modal pada anggaran pemerintah daerah dalam hubungannya dengan belanja pemeliharaan dan sumber pendapatan.” Jurnal Akuntansi Pemerintah 2(2), 17-32.

Alfatih, Pustaka. 2009. Al-quran dan Terjemah; QS An-Nisa ayat 58. Pustaka Alfatih.

Anthony, R.N. dan V.Govindarajan. 1995. Management Control System. Eight Edition International Student Edition. Richard D. Irwin Inc. U.S.A.

Ardhini, A., & Handayani, S. 2011. “Pengaruh Rasio Keuangan Daerah Terhadap Belanja Modal Untuk Pelayanan Publik Dalam Perspektif Teori Keagenan (Studi Pada Kabupaten Dan Kota Di Jawa Tengah).” Doctoral dissertation. Universitas Diponegoro.

Arsa, I.K. dan Setiawina, N.D. 2015. “Pengaruh Kinerja Keuangan Pada Alokasi Belanja Modal dan Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Kabupaten/Kota Se-Provinsi Bali Tahun 2006 s.d. 2013.”Jurnal Buletin Studi Ekonomi, Vol. 20 104 No. 2.

BPS. 2013. Laju Pertumbuhan Ekonomi PDRB ADHK 2000. Diakses pada tanggal 15 April 2016 melalui http://BadanPusatStatistik.go.id/

Bose, N., Haque, M. E., & Osborn, D. R. 2007. “Public expenditure and economic growth: a disaggregated analysis for developing countries.” The Manchester School, 75(5), 533-556.

Gerungan, S. F., Saerang, D. P. E., & Pontoh, W. 2015. “Pengaruh Kinerja Keuangan Kabupaten/Kota Terhadap Alokasi Belanja Modal Di Provinsi Sulawesi Utara.” Jurnal Riset Akuntansi Dan Auditing" Goodwill", 6(1).

Halim, A. 2007. Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta: Salemba Empat.


(5)

Kuncoro, Haryo. 2004. Pengaruh Transfer antar Pemerintah Pada Kinerja Fiscal Pemerintah Daerah Kota dan Kabupaten Di Indonesia. Vol.9 no.1

Martini, K., & Dwirandra, A. A. N. B. 2015. “Pengaruh Kinerja Keuangan Daerah pada Alokasi Belanja Modal Kabupaten dan Kota di Provinsi Bali.” E-Jurnal Akuntansi, 10(2), 426-443.

Nugroho, Fajar dan Rohman, Abdul. 2012. “Pengaruh Belanja Modal Terhadap Pertumbuhan Kinerja Keuangan Daerah Dengan Pendapatan Asli Daerah Sebagai Variabel Intervening (Studi Kasus Di Provinsi Jawa Tengah).” Universitas Dipenogoro, Semarang.

Prihastuti, A.H., Taufik, T. dan Agusti, R. 2016. “Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Alokasi Belanja Modal dan Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten/Kota Riau.” Jurnal Sorot, 10(2), pp.143-154.

Sukarmi, N.W., & Budiasih, I. 2016. “Alokasi Belanja Modal Sebagai Pemoderasi Pengaruh Kinerja Keuangan Pada Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Di Provinsi Bali.” E-Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, 5(03).

Sukirno, S. 2011. Makro Ekonomi; Teori Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Sularso, H., dan Restianto, Y. 2011. “Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Alokasi Belanja Modal dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Jawa Tengah.” Media Riset Akuntansi, Vol. 1 No. 2 Agustus 2011.

Suwandi dan Tahar, A. 2015. “Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah Dengan Alokasi Belanja Modal Sebagai Variabel Intervening (Studi pada Pemerintah Kabupaten/Kota D.I. Yogyakarta).” Jurnal InFestasi, Vol. 11, No.2.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

Utomo, S.P. 2012. “Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah Dengan Alokasi Belanja Modal Sebagai Variabel Pemediasi.” Skripsi. Universitas Sebelah Maret, Surakarta.


(6)

Wong, J. D. 2004. “The Fiscal Impact of Eco-nomic Growth and Development on Lo-cal Government Capacity.” Journal of Public Bugdeting, Accounting and Financial Management. Fall, 16.3.


Dokumen yang terkait

ANALISIS PENGARUH FISCAL STRESS TERHADAP PERTUMBUHAN BELANJA MODAL PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris Pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat)

0 6 20

ANALISIS PENGARUH FISCAL STRESS TERHADAP PERTUMBUHAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN PERTUMBUHAN BELANJA MODAL PEMERINTAH DAERAH

0 3 20

PENGARUH KARAKTERISTIK PEMERINTAH DAERAH TERHADAP KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris pada Provinsi Papua Barat)

0 8 15

PENGARUH PARTISIPASI DALAM PENGANGGARAN DAN PERAN MANAJEMEN PUBLIK PENGELOLA KEUANGAN DAERAH TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemerintah Kabupaten/Kota Se-Provinsi Lampung)

0 12 71

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA BAGI HASIL, DANA ALOKASI UMUM DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP ANGGARAN BELANJA MODAL PADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA Se- PROPINSI LAMPUNG

1 44 61

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN BELANJA MODAL TERHADAP FISCAL STRESS PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI LAMPUNG

0 33 73

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN BELANJA MODAL TERHADAP FISCAL STRESS PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI LAMPUNG

1 45 71

PENGARUH PENERAPAN SISTEM AKUNTANSI KEUANGAN DAERAH DAN KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA TERHADAP KUALITAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemerintah Kabupaten/Kota Se-Provinsi Lampung)

2 23 65

PENGARUH KARAKTERISTIK PEMERINTAH DAERAH TERHADAP KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH (Studi pada Pemerintah Provinsi di Indonesia Tahun 2008 - 2012)

4 22 56

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN BELANJA MODAL TERHADAP KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH KABUPATEN HALMAHERA BARAT

0 0 11