Pendekatan dan Metode Penelitian

76

BAB III METODE PENELITIAN

A. Pendekatan, Metode, dan Teknik Pengumpulan Data

1. Pendekatan dan Metode Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian tentang bagaimana bagaimanakah analisis penyelesaian resolusi konflik antarumat beragama dalam perspektif Pendidikan Kewarganegaraan berbasis masyarakat adalah pendekatan penelitian kualitatif sesuai dengan masalah yang diteliti yaitu suatu pendekatan yang tidak menggunakan upaya kuantifikasi atau perhitungan-perhitungan statistik, melainkan lebih menekankan kepada kajian interpretatif. Hal ini sesuai dengan pendapat Vernon van Dyke1965: 114 pada prinsipnya adalah ukuran- ukuran untuk memilih masalah-masalah dan data-data yang bertalian satu sama lainnya. Pendekatan kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini berimplikasi pada penggunaan ukuran-ukuran kualitatif secara konsisten, artinya dalam pengolahan data, sejak mereduksi, menyajikan dan memverifikasi dan menyimpulkan data tidak menggunakan perhitungan-perhitungan secara matematis dan statistik, melainkan lebih menekankan pada kajian interpretatif. Creswell 1998:15 mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai berikut: “Qualitative research is an inquiry process of understanding based on distinct methodological traditions of inquiry that explore a social or human problem. The researcher builds a complex, holistic picture, analyzes words, reports detailed views of informants, and conducts the study in a natural setting”. Kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah proses penelitian untuk memahami berdasarkan tradisi metodologi penelitian tertentu dengan cara menyelidiki masalah sosial atau manusia. Peneliti membuat gambaran kompleks bersifat holistik, menganalisis kata-kata, melaporkan pandangan-pandangan para informan secara rinci, dan melakukan penelitian dalam situasi alamiah. Karakteristik pokok yang menjadi perhatian dalam penelitian kualitatif adalah kepedulian terhadap ”makna”. Dalam hal ini penelitian naturalistik tidak peduli terhadap persamaan dari obyek penelitian melainkan sebaliknya mengungkap tentang pandangan tentang kehidupan dari orang yang berbeda-beda. Pemikiran ini didasari pula oleh kenyataan bahwa makna yang ada dalam setiap orang berbeda-beda. Oleh karena itu, tidak mungkin untuk mengungkap kenyataan yang ada dalam diri orang yang unik itu menggunakan alat lain kecuali manusia sebagai instrumen. Pilihan kualitatif tersebut mendorong penelitian ini untuk menggunakan pendekatan fenomenologi yang sering dipublikasikan memiliki semboyan “kembali kepada hal-hal itu sendiri” Zuruch zu den sachen zelbs. Paradigma yang dibangun oleh kaum fenomenologis sendiri bahwa teori yang dipakai untuk menyatakan secara definitif suatu objek haruslah menurut pelaku sosial sebagai suatu realitas. Fenomenologi, seperti yang banyak dipakai dalam penelitian kehidupan beragama di Indonesia termasuk konflik antarumat beragama, tidak berpretensi untuk menjelaskan tentang agama sebagai persoalan teologis, melainkan melihat agama sebagai fakta religious yang historis, sosiologis, dan psikologis, dan fakta religious itu subjektif berupa pandangan, pikiran, perasaan, ide, emosi, kehendak, dan atau pengalamantindakan. Hal itu sangat relevan sesuai dengan fokus penelitian ini yang berupa pemikiran, pandangan, pengetahuan, dan sikap para informan tentang konflik antarumat beragama dan rumusan penyelesaian konflik antarumat beragama yang dipakai sebagai dasar terpenting dalam menganalisis penyelesaian konflik antarumat beragama dalam perspektif Pendidikan Kewarganegaraan berbasis masyarakat. Fakta sosial dan religious baik berupa tatanan, pengalaman, maupun gagasan-pandangan, dalam pengertian fenomenologi adalah realitas subyektif yang berpusat pada para pelaku dan warga masyarakat atau informan yang menjelaskan tentang suatu peristiwa dimana fakta sosial itu menampakkan diri. Alfred Schutz, tokoh terpenting pendekatan fenomenologi, dengan dipengaruhi filosofEdmund Husserl, menegaskan bahwa bagaimanapun ilmu pengetahuan haruslah selalu berpijak pada yang eksperiensial, sesuatu yang bersifat pengalaman. Husserl sendiri berpendapat bahwa hubungan antara persepsi dengan objek-objeknya tidaklah pasif, karena itu kesadaran manusia secara aktif mengandung objek-objek pengalaman. Pendekatan kualitatif dipandang sesuai dengan masalah penelitian ini dengan beberapa alasan: 1. Peneliti mencoba mengungkap dokumen terkait resolusi konflik yang telah dilakukan pada konflik Yasmin. Beberapa alasan menggunakan dokumen tersebut sebagaimana dikemukakan Guba Lincoln dalam A. Chaedar Alwasilah 2003:156: a. Dokumen merupakan sumber informasi yang lestari. b. Dokumen merupakan bukti yang dapat dijadikan dasar untuk mempertahankan diri terhadap tuduhan atau kekeliruan interfrestasi. c. Dokumen itu sumber data alami, bukan hanya muncul dari konteknya, tetapi juga menjelaskan kontek itu sendiri. d. Dokumen itu relatif mudah dan murah. e. Dokumen itu sumber data yang non-reaktif. f. Dokumen berperan sebagai sumber pelengkap dan memperkaya bagi informasi yang diperoleh melalui interview atau observasi. 2. Penelitian ini berfokus pada analisis penyelesaian resolusi konflik antarumat beragamadalamperspektif Pendidikan Kewarganegaraan berbasis masyarakat pada konflik Yasmin di Bogor Jawa Barat. Penekanan kualitatif pada proses secara khusus memberi keuntungan dalam penelitian hal ini dapat terlihat dari performan masyarakat ataupun pra informan yang dapat dilihat dalam aktivis keseharian. 3. Penelitian ini mencoba mengungkap bagaimana analisis penyelesaian resolusi konflik antarumat beragama pada konflik Yasmin di Bogor Jawa Barat dalam perspektifPendidikan Kewarganegaraan berbasis masyarakat. Metode lebih merupakan alat, bukan tujuan dalam suatu penelitian Supriadi dalam Alwasilah, 2009: 16.Oleh sebab itu metodologi adalah proses, prinsip- prinsip dan prosedur yang kita gunakan untuk mendekati masalah dan mencari jawaban Bogdan dan Taylor dalam Mulyana, 2002:145.Pengertian ini menegaskan bahwa metodologi adalah suatu pendekatan umum untuk mengkaji masalah penelitian.Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode studi kasus yang dibatasi oleh tempat, waktu dan peristiwa tertentu. Hal ini sejalan dengan Creswell 1998: 61, bahwa “a case study is an exploration of bounded system or a case or multiple case over time through detailed, in-depth data collection involving multiple sources of information rich in context”, maksudnya bahwa metode kasus ini adalah suatu eksplorasi terhadap sistem yang dibatasi, atau sebuah kasus beberapa kasus yang terjadi dalam waktu yang lama melalui pengumpulan data secara mendalam dan terperinci, yang meliputi berbagai sumber informasi yang sangat berkaitan dengan konteksnya. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus, yaitu uraian dan penjelasan komprehensif mengenai berbagai aspek seorang individu, suatu kelompok, suatu organisasi komunitas, suatu program, atau suatu situasi sosial Mulyana, 2002:195. Sedangkan, menurut Licoln dan Guba 2002; 201 menyatakan bahwa metode studi kasus mempunyai keistimewaan-keistimewaan sebagai berikut: a. Studi kasus merupakan sarana utama bagi penelitian emik, yakni menyajikan pandangan subyek yang diteliti. b. Studi kasus menyajikan uraian menyeluruh yang mirip dengan apa yang dialami pembaca dalam kehidupan sehari-hari. c. Studi kasus merupakan sarana efektif untuk menunjukkan hubungan antara peneliti dan responden. d. Studi kasus memungkinkan pembaca untuk menemukan konsistensi internal yang tidak hanya merupakan konsistensi gaya dan konsistensi faktual tetapi juga kepercayaan trustworthiness. e. Studi kasus memberikan uraian tebal yang diperlukan bagi penilaian atas transferabilitas. f. Studi kasus terbuka bagi penilaian atas konteks yang turut berperan bagi pemaknaan atas fenomena dalam konteks tersebut. Sepakat dengan pernyataan Stake 2009: 299 bahwa studi kasus bukanlah pilihan metodologis melainkan lebih sebagai pilihan objek yang diteliti, maka argumen terpenting dipilihnya studi kasus dalam penelitian ini adalah karena konflikantarumat beragama begitu sering terjadi dengan setting yang berbeda- beda. Konflik antarumat beragama di Indonesia merupakan fenomena yang partikular-karakteristik dan memerlukan penjelasan yang lebih mendalam dan spesifik. Meski peneliti kasus biasanya mencari sesuatu yang umum dan khusus dari sebuah kasus, namun hasil akhirnya hampir selalu menyajikan sesuatu yang unik dan spesifik Stoufer dalam Stake, 2009: 302. Mengikuti anjuran Stake 2009; 309, dalam pelaksanaan penelitian ini, peneliti telah menghabiskan waktu secukupnya di lapangan dan secara langsung terjun dan bersentuhan dengan berbagai aktivitas dan operasi kasus yang diteliti kasus Yasmin, sambil mereflekasikan dan merevisi makna-makna yang bermunculan. Peneliti juga berusaha melacak apa saja karakter alami yang muncul dalam peristiwa, dalam latar lokasi, dan berbagai ungkapan nilai yang ada. Apa yang tidak dapat dijangkau oleh peneliti sendiri, dalam hal ini, dapat diperoleh dengan cara mewawancarai orang-orang yang memahaminya atau dengan mencari dokumen-dokumen yang mencatatnya.

B. Sumber Data