Pengaruh Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Guru (Studi Kasus pada SMA PGII 1 Bandung)

(1)

PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH DAN BUDAYA ORGANISASI

TERHADAP KINERJA GURU (Studi Kasus pada SMA PGII 1 Bandung)

The Influence of Principal’s Transformational Leadership and Organizational Culture to the Teacher’s Performance

(Case study on SMA PGII 1 Bandung)

Oleh:

Rd Bagus Satrya Irawan 6110111025

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN

FAKULTAS PASCASARJANA

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(2)

i

PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN

BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA GURU

(Studi Kasus Pada SMA PGII 1 Bandung)

The Influence of Principal’s Transformational Leadership

and Organizational Culture to the Teacher’s Performance (Case study on SMA PGII 1 Bandung)

Oleh

Rd Bagus Satrya Irawan NPM. 61.101.11.025

T E S I S

Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna memperoleh gelar Magister Manajemen

Telah disetujui oleh Pembimbing pada tanggal seperti tertera di bawah ini Bandung, 9 September 2014

Menyetujui,

Pembimbing,

Dr. Ir. Deden A. Wahab Sya'roni, M.Si NIP. 4127.70.002

Mengetahui,

Ketua Program Studi Magister Manajemen

Dr. Ir. Deden A. Wahab Sya'roni, M.Si NIP. 4127.70.002


(3)

(4)

SURAT KETERANGAN

PERSETUJUAN PUBLIKASI

Bahwa yang bertanda tangan dibawah ini, penulis dan pihak sekolah tempat penelitian, menyetujui:

“Untuk memberikan kepada Universitas Komputer Indonesia Hak Bebas Royalty Noneksklusif atas penelitian ini dan bersedia untuk di-online-kan sesuai

ketentuan yang berlaku untuk kepentingan riset dan pendidikan”.

Bandung, 12 September 2014

Penulis,

Rd Bagus Satrya I. NPM. 61.101.11.025

Pihak Sekolah, Wakasek Kurikulum

Dra. Heni Hernawati

Mengetahui, Pembimbing

Dr. Ir. Deden A.Wahab Sya’roni, M.Si. NIP: 4127.34.02.011

Data yang tidak dapat di-online-kan:

Bab I : Terdapat data sekolah yang bersifat konfidensial Bab III : Terdapat data sekolah yang bersifat konfidensial Bab IV : Terdapat data sekolah yang bersifat konfidensial


(5)

(6)

Data Pribadi

Nama : Rd Bagus Satrya Irawan

Tempat / Tanggal Lahir : Jember, 15 Agustus 1988 Jenis Kelamin : Laki-laki

Status : Belum Menikah

Agama : Islam

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : Jl. Bondoyudo no.48 Rt 01/ Rw 03 Kec. Patrang, Kel. Jember Lor, Kab. Jember, Jawa Timur

Pendidikan Formal

1. SD Negeri Jember Lor 1 Jember Tahun 1994-2000

2. SMP Negeri 2 Jember Tahun 2000-2003

3. SMA Negeri 3 Jember Tahun 2003-2006

4. Universitas Komputer Indonesia Tahun 2006-2010 5. Pascasarjana Universitas Komputer Indonesia Tahun 2012-2014 6. Youngsan University, Busan – South Korea Tahun 2013-2014 Demikianlah daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenarnya.

Bandung, September 2014


(7)

ix

DAFTAR ISI

PENGESAHAN ………... i

PERNYATAAN ………... ii

MOTTO ………....……….... iii

ABSTRACT……….... iv

ABSTRAK ……….... v

KATA PENGANTAR ……….. vi

DAFTAR ISI ……… ix

DAFTAR TABEL ……… xiii

DAFTAR GAMBAR ……… xv

DAFTAR LAMPIRAN ………... xvi

BAB I PENDAHULUAN ………... 1

1.1 Latar Belakang Penelitian ………... 1

1.2 Rumusan Masalah ………….……… 11

1.3 Tujuan Penelitian ……….. 11

1.4 Manfaat Penelitian ………….………... 12

1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian ……… 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS ..……. 14

2.1 Kajian Pustaka ...………. 14

2.1.1 Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah ………. 14

2.1.1.1 Definisi Kepemimpinan …..………. 14


(8)

x

2.1.1.3 Definisi Kepala Sekolah …..………..…. 17

2.1.1.4 Fungsi dan Peran Kepala Sekolah ….………. 18

2.1.1.5 Indikator Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah…. 25 2.1.2 Budaya Organisasi ....………...…………. 26

2.1.2.1 Definisi Budaya ...……… 26

2.1.2.2 Definisi Organisasi ...………. 27

2.1.2.3 Pengertian Budaya Organisasi………... 28

2.1.2.4 Fungsi Budaya Organisasi………... 29

2.1.2.5 Indikator Budaya Organisasi …...………. 30

2.1.3 Kinerja…...………... 32

2.1.3.1 Definisi Kinerja...……… 32

2.1.3.2 Kinerja Guru...………....… 33

2.1.3.3 Pejabat Penilai Kinerja...……… 35

2.1.3.4 Indikator Kinerja...……… 39

2.1.4 Keterkaitan Antar Variabel Penelitian ..……….. 40

2.1.4.1 Keterkaitan antara Kepemimpinan Kepala Sekolah dengan Kinerja Guru...…...………... 40

2.1.4.2 Keterkaitan Budaya Organisasi dengan Kinerja Guru...…. 41

2.2 Penelitian Terdahulu ………. 42

2.3 Kerangka Pemikiran ………. 43


(9)

xi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……….. 45

3.1 Objek dan Metode Penelitian ………... 45

3.1.1 Objek Penelitian ………... 45

3.1.2 Metode Penelitian ………. 46

3.2 Operasionalisasi Variabel ………. 47

3.3 Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data ……….. 49

3.3.1 Sumber Data ………... 49

3.3.2 Teknik Penentuan Data …...………..……… 50

3.4 Teknik Pengujian Data ………..………... 52

3.4.1 Uji Validitas ……… 52

3.4.2 Uji Reliabilitas ……… 54

3.5 Perancangan Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ………... 55

3.5.1 Rancangan Analisis Data ... 55

3.5.1.1 Analisis Kualitatif (Deskriptif) ………... 56

3.5.1.2 Analisis Kuantitatif (Verifikatif) ……….……… 58

3.5.2 Pengujian Hipotesis ....……….... 60

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……….. 62

4.1 Gambaran Umum Organisasi ……….. 62

4.1.1 Profil Organisasi .………... 62

4.1.2 Visi, Misi, Sasaran dan Tujuan ....……….. 64


(10)

xii

4.3 Analisis Kualitatif (Deskriptif) ……… 68

4.3.1 Tanggapan Responden Mengenai Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah .……….... 68

4.3.2 Tanggapan Responden Mengenai Budaya Organisasi ...……… 74

4.3.3 Tanggapan Responden Mengenai Kinerja Guru...………. 80

4.4 Analisis Kuantitatif (Verifikatif) ………. 88

4.4.1 Analisis Regresi Linier Berganda ...……….. 88

4.4.2 Analisis Koefisien Determinasi ...…………. 90

4.5 Pengujian Hipotesis ...………. 93

4.5.1 Pengujian Hipotesis Secara Simultan (Uji F) ...……….. 93

4.5.2 Pengujian Hipotesis Secara Parsial (Uji t) ...………... 95

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……… 98

5.1 Kesimpulan ……… 98

5.2 Saran ………..103

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

SURAT PERSETUJUAN KOMISI PEMBIMBING DAFTAR RIWAYAT HIDUP


(11)

DAFTAR PUSTAKA

Bass, B.M. (1996). A New Paradigm of Leadership: An Inquiry into Transformational Leadership. Alexandria, VA: U.S. Army Research Institute for Behavioral and Social Sciences.

Bernardin, H John. and Russel, Joyce E.A. (1993). Human Resource Management, An Experimental Approach. Singapore: McGraw Hill.

Cahyono, Bambang Tri. (1996), Metodologi Riset Bisnis. Jakarta: IPWI. Darsono. (2006). Budaya Organisasi. Jakarta: Diadit Media.

Dessler, Gary. (1997). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Prenhallindo. Gibson, James L., Ivancevich, John M., Donnelly, James H.,Jr. (1996).

Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses. Edisi kedelapan. Tangerang: Binarupa Aksara

Gomes, Faustino Cardoso. (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Andi Offset.

Gunawan, Ary H. (2002). Administrasi Sekolah (Administrasi Pendidikan Mikro). Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Hasibuan, Malayu. (2001), Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: BumiAksara.

Hofstede, G. (2005). Cultures and Organizations: Software of the mind. New York: McGraw Hill.

Kemdikbud. (2014). Kamus Besar Bahasa Indonesia (Online). http://kbbi.web.id/organisasi (diakses: 12 Juli 2014)

Kemdikbud. (2014). Kamus Besar Bahasa Indonesia (Online). http://kbbi.web.id/budaya (diakses: 12 Juli 2014)

Komariah, Aan dan Triatna, Cepi. (2006). Visionary Leadership; Menuju Sekolah Efektif. Jakarta: Bumi Aksara.

Kotter, John P., dan Heskett, James L. (2006), Budaya Korporat dan Kinerja. Terjemahan: Susi Diah Hardaniati & Uyung Sulaksana.


(12)

Mathis, Robert L. & Jackson, John H. (2006). Human Resources Management, Edisi sepuluh. Yogjakarta : Salemba Empat.

Masrukhin dan Waridin. (2006). Pengaruh Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja, Budaya Organisasi dan Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawai. Jurnal Ekonomi & Bisnis, Vol. 7, No. 2.

Mulyasa, E. (2004). Menjadi Kepala Sekolah Profesional : dalam Konteks Menyukseskan MBS dan KBK. Bandung : PT Remaja Rosda Karya.

Munawaroh. (2011). Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional terhadap Kinerja Guru. Jurnal Ekonomi Bisnis, th. 16, No. 2, Juli 2011. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang. (Online). http://fe.um.ac.id/2009/10/01/jurnal-ekonomi-bisnis-th-16-no-2-juli-2011/ (diakses: 4 Juli 2014)

Narimawati, Umi. (2007). Riset Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Agung Media.

O’Leary, Elizabeth. (2001). Kepemimpinan. Edisi Pertama. Yogyakarta : Andi Prawirosentono, Suyadi. (1999). Kebijakan Kinerja Karyawan. Yogyakarta :

BPFE

Robbins, Stephen P., Coulter, Mary. (2007). Manajemen, Edisi 8. Jakarta : Indeks Gramedia.

Sarjono, Haryadi dan Julianita, Winda. (2011). SPSS vs LISREL: Sebuah Pengantar Aplikasi untuk Riset. Jakarta: Salemba Empat.

Sarwono, Jonathan. (2007). Analisi Jalur untuk Riset Bisnis dengan SPSS. Yogyakarta: CV. Andi Offset

Schein, Edgar H. (2004). Organizational Culture and Leadership, 3rd Edition. San Francisco: Jossey –Bass Publishers.

Sekaran, Uma. (2010). Research Methods for Business: A Skill Building Approach. New Jersey: John Willey & Son.

Setiawati, Trias., Pratama, Deddy W. (2012). Hubungan Antara Gaya Kepemimpinan Transformasional Dan Komitmen Karyawan Di Pamella Swalayan Enam Yogyakarta. Jurnal (Online). http://www.academia.edu/5307279/Kepemimpinan_Transformational_di_P amella_Yogyakarta/ (diakses: 12 Juli 2014)


(13)

Shad, Maratib Ali. (2014). Leadership and Management Trainings–an Effective Paradigm (Online). http://maratibalishad.com/category/the-7-habits-of-highly-effective-people/ (diakses: 8 Juli 2014)

Sugiyono. (1999). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Sugiyono. (2012). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta.

Timpe, A. Dale. (1999). Seri Ilmu dan Seni Manajemen Bisnis “Kinerja”. Jakarta: Gramedia Asri Media

Umar, Husein. (2008). Desain Penelitian MSDM dan Perilaku Karyawan, Seri Desain Penelitian Bisnis – No 1. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada

Wahab, Abdul Aziz. (2008). Anatomi Organisasi dan Kepemimpinan Pendidikan. Penerbit: Alfabeta

Wahjosumidjo. (2003). Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta : Ghalia Indonesia. Wahjosumidjo. (2002). Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta : PT. Raja

Grafindo Persada

Wahyuddin, M., dan Djumino, A. (2006). Analisis Kepemimpinan dan Motivasi Terhadap Kenerja Pegawai pada kantor Kesatuan Bangsa dan

Perlindungan Masyarakat di kabupaten Wonogiri. Jurnal BENEFIT, Vol. 1 No. 2. Surakarta: UMS.

Wear, Ali Sadikin. (2012). Mengawali Penelitian (Online). http://alisadikinwear.wordpress.com/2012/06/25/mengawali-penelitian/ (diakses: 20 Agustus 2014)

Wibowo. (2010). Budaya Organisasi : Sebuah Kebutuhan untuk meningkatkan Kinerja Jangka Panjang. Edisi pertama. Jakarta : Rajawali Pers.

Wirawan. (2007). Budaya dan Iklim Organisasi. Jakarta : Salemba Empat.

Yukl, Gary (2008). Leadership in Organizations, Seventh Edition. New Jersey: Pearson Education, Inc


(14)

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, atas segala limpahan berkat, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tesis dengan judul “Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Guru (Studi Kasus pada SMA PGII 1 Bandung)” .

Adapun Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar kelulusan di Program Pascasarjana Magister Manajemen di Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM). Dalam proses penelitian dan penyusunan tesis ini penulis mendapatkan banyak dukungan dan masukan yang sangat membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Sehingga pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan rasa syukur yang sebesar-besarnya, terutama kepada Allah SWT yang telah Memudahkan dan Melancarkan segala urusan penulis dalam mengemban tanggung jawab dan menyelesaikan kewajiban-kewajiban yang harus diselesaikan, juga untuk keluarga besar penulis yang selalu memberikan dukung baik semangat maupun materi serta senantiasa mendoakan kebaikan selama penulis menjalani proses penyusunan tesis ini. Serta penulis juga mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. Ir. Eddy Soeryanto Soegoto, selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia.

2. Bapak Dr. Ir. Herman S. Soegoto, MBA., selaku Dekan Fakultas Pascasarjana Universitas Komputer Indonesia.


(15)

vii

3. Bapak Dr. Ir. Deden A. Wahab Sya’roni, M.Si., selaku Ketua Program Studi Magister Manajemen Fakultas Pascasarjana Universitas Komputer Indonesia, sekaligus selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk berdiskusi dalam membimbing penyusunan dan penulisan laporan tesis ini.

4. Ibu Dr. Rahma Wahdiniwaty, Dra., M.Si., selaku Penguji I yang telah memberikan masukan, kritik dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan laporan ini.

5. Bapak Dr. Ir. Herman S. Soegoto, MBA., selaku Penguji II yang telah memberikan masukan, kritik dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan laporan ini.

6. Seluruh dosen dan staf di Program Studi Magister Manajemen Fakultas Pascasarjana Universitas Komputer Indonesia.

7. Sekretariat Program Studi Magister Manajemen Fakultas Pascasarjana Universitas Komputer Indonesia.

8. Bapak Drs. Lili Asmili selaku Kepala Sekolah SMA PGII 1 Bandung. 9. Ibu Heni Hernawati selaku Wakasek Kurikulum di SMA PGII 1 Bandung

yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melakukan penelitian, meluangkan waktu untuk melakukan wawancara dan telah memberikan banyak data terkait penelitian.

10. Seluruh guru dan staf di SMA PGII 1 Bandung yang telah bersedia menyediakan waktunya untuk menjadi objek penelitian dan responden dalam mengisi kuesioner serta memberikan informasi yang diperlukan.


(16)

viii

11. Teman-teman seperjuangan saya yang sangat luar biasa, Nurjanah, Chitra, Chandra, Satria, Benazir, Agil, Iffan, Nia, Agnes, Melanie, Jaka, Yuli, Nisa, Hendri, Utari, Chasty, Farid, Ira, Candra, Rama.

12. Seluruh rekan dan sahabat kelas MM-1 dan MM-2 BU di Universitas Komputer Indonesia yang telah banyak membantu penulis dalam menyusun tesis ini.

13. Seluruh teman-teman dan sahabat yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, yang telah memberikan doa, semangat, dan dukungan kepada penulis selama penyusunan tesis ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga laporan tesis ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca sekalian, sebagai referensi atau bahan perbandingan bagi penelitian baik di bidang akademik maupun non akedemik.

Dengan keterbatasan pengalaman, pengetahuan maupun pustaka yang ditinjau, penulis menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat dalam penyusunan tesis ini dan masih perlu pengembangan lebih lanjut, sehingga penulis meminta maaf atas segala kekurangan tersebut. Maka untuk memperbaiki segala kekurangan di masa mendatang, penulis bersedia menerima segala saran dan kritik yang bersifat membangun secara terbuka. Terima kasih.

Bandung, Agustus 2014


(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Dalam dunia pendidikan, khususnya sekolah, guru merupakan elemen paling penting. Semua hal yang berkaitan dengan pendidikan, mulai dari kurikulum pendidikan, biaya pendidikan, sarana dan prasarana pendidikan, serta beberapa hal lain akan menjadi tidak berarti jika interaksi guru dan peserta didik tidak berjalan dengan baik. Bagaimanapun juga, interaksi yang baik antara guru dan peserta didik ini merupakan esensi dari sebuah pendidikan.

Peran dan tugas guru dalam dunia pendidikan sangatlah vital, sehingga banyak diantara pakar pendidikan yang menilai bahwa perubahan kualitas pendidikan hanya akan dapat tercapai apabila kualitas gurunya ditingkatkan. Namun sayang, saat ini masih sangat sulit untuk mengetahui realita tentang seberapa berkualitasnya kinerja seorang guru.

Untuk mendapatkan data penilaian terkait performa guru di hadapan peserta didik tidaklah mudah. Bahkan, seorang kepala sekolah dan pengawas yang notebene kerap melakukan penilaian kinerja pun hampir tidak pernah mendapatkan hasil yang benar-benar akurat.

Kinerja guru merupakan salah satu penentu tinggi rendahnya kualitas pendidikan. Pendidikan dinyatakan berkualitas apabila kinerja guru mengacu pada visi, misi, tujuan, sasaran, dan target pendidikan yang disusun untuk menjawab


(18)

2

berbagai persoalan dengan mengerakkan seluruh potensi sumber daya yang ada dalam lembaga pendidikan.

Untuk dapat menggerakkan dan mengarahkan kinerja sumber daya manusia mencapai visi, misi, tujuan, sasaran dan target dalam suatu organisasi atau institusi, faktor kepemimpinan memegang peranan yang sangat penting, dan itu bukan merupakan hal yang mudah, sebab pemimpin harus mampu memahami perilaku bawahan yang berbeda-beda. Menurut Timpe (1999:31) identitas yang akurat tentang penyebab-penyebab seseorang bekerja adalah sesuatu yang fundamental bagi pengawasan yang baik, serta pembuatan keputusan yang lebih efektif dalam strategi-strategi perbaikan kinerja. Sehingga dengan adanya informasi yang akurat tersebut, bawahan dapat diarahkan sesuai dengan identitasnya sedemikian rupa sehingga bisa memberikan pengabdian dan partisipasinya kepada organisasi secara efektif dan efisien.

Dengan kata lain, dikatakan bahwa sukses atau tidaknya pencapaian tujuan organisasi, dalam hal ini institusi sekolah, ditentukan juga dari kualitas kepemimpinan transformasional kepala sekolah. Covey dalam Shad (2014) mengatakan bahwa “90 percent of all leadership failures are character failures”. Sembilan puluh persen dari semua kegagalan kepemimpinan adalah kegagalan pada karakter. Pemimpin bukan hanya seorang manajer, tetapi juga seorang pembangun mental, moral, dan spirit dari orang-orang yang dipimpinnya. Seorang pemimpin semestinya juga tidak hanya menggunakan aturan tertulis, tetapi juga sikap, perilaku,


(19)

3

tindakan, dan keteladanan dalam melakukan agenda transformasi kearah yang lebih baik.

Gibson, dkk (1996:218) menyatakan kepemimpinan transformasional sebagai kepemimpinan untuk memberi inspirasi dan motivasi para pengikut untuk mencapai hasil-hasil yang lebih besar dari pada yang direncanakan secara orisinil dan untuk imbalan internal. Kepemimpinan tranformasional bukan sekedar mempengaruhi pengikutnya untuk mencapai tujuan yang diinginkan, melainkan lebih dari itu bermaksud ingin merubah sikap dan nilai-nilai dasar para pengikutnya melalui pemberdayaan.

Mengingat bahwa apa yang digerakkan oleh seorang kepala sekolah adalah manusia yang mempunyai perasaan dan akal, serta beraneka macam karakter dan sifatnya, maka masalah kepemimpinan transformasional kepala sekolah untuk meningkatkan kualitas kinerja guru ini tidak bisa dipandang mudah. Kemauan dan keteguhan hati seorang kepala sekolah dalam memegang prinsip yang benar merupakan suatu sarana untuk mencapai prestasi sekolah yang dipimpin. Ini merupakan tugas bagi seorang pemimpin untuk dapat menilai, memilih, memanfaatkan dan menempatkan tiap fungsi individu secara tepat. Hal ini berarti agar tujuan organisasi tersebut dapat tercapai serta berjalan dengan baik, maka para guru harus diarahkan dengan benar agar kinerjanya dapat meningkat.

Setiap pemimpin pasti memiliki visi dan misi tertentu yang kemudian disebarkan ke bawahannya lalu menjadi suatu kebiasaan-kebiasaan dan pada akhirnya hal ini akan membentuk suatu budaya dalam organisasi. Sehingga, salah satu faktor


(20)

4

lain yang mempengaruhi kinerja guru dan menarik untuk diteliti adalah budaya organisasi, yang merupakan mekanisme pembuat makna dan kendali pembentuk sikap serta perilaku guru. Budaya organisasi diperlukan untuk menyatukan tiap-tiap individu dalam organisasi. Tanpa adanya budaya organisasi, seorang guru cenderung merasa segan untuk melaksanakan suatu tugas secara baik dan berkoordinasi dengan guru lainnya, karena kurang jelasnya kesepakatan dan tidak ada komitmen yang tegas.

Perbedaan latar belakang sosial akan diikuti oleh perbedaan nilai-nilai yang dianut tiap-tiap individu. Tanpa adanya faktor penyatu, maka pemimpin akan mengalami kesulitan untuk mengarahkan organisasi dalam mencapai tujuan. Budaya organisasi sebagai pendorong kinerja guru merupakan faktor penting agar dapat menjalankan tugas secara optimal. Budaya organisasi juga dapat membantu mengarahkan kinerja guru, karena dapat menciptakan suatu koordinasi dan membangun kepercayaan antar individu serta tingkat motivasi yang luar biasa bagi guru untuk mengeluarkan potensi kemampuan terbaiknya dalam melaksanakan tugas dan kewajiban menangani peserta didiknya.

Dalam rangka mewujudkan budaya organisasi yang cocok diterapkan pada sebuah organisasi di lembaga pendidikan, maka diperlukan adanya dukungan dan partisipasi dari semua anggota yang ada dalam lingkup organisasi tersebut. Para guru membentuk persepsi keseluruhan berdasarkan karakteristik budaya organisasi yang antara lain meliputi prinsip, nilai-nilai, kemantapan, kepedulian, orientasi hasil, inovasi, perilaku pemimpin, orientasi tim kerja, dimana karakteristik-karakteristik


(21)

5

tersebut terdapat dalam sebuah organisasi atau institusi mereka. Persepsi guru terhadap budaya organisasinya menjadi dasar guru dalam berperilaku dan bersikap. Dari persepsi tersebut kemudian memunculkan suatu tanggapan berupa dukungan pada karakteristik budaya organisasi yang selanjutnya akan mempengaruhi kinerja mereka.

Untuk mengetahui seberapa baik kinerja guru apakah telah sesuai dengan budaya organisasi maka perlu diadakan penilaian kinerja. Penilaian kinerja menurut Gary Dessler dalam Sedarmayanti (2007:260) mengemukakan bahwa penilaian kinerja adalah prosedur apa saja yang meliputi penetapan standar kerja, penilaian kinerja aktual karyawan dalam hubungan dengan standar kerja, memberi umpan balik kepada karyawan dengan tujuan memotivasi karyawan untuk menghilangkan penurunan kinerja atau terus bekerja lebih giat.

Tujuan dari program penilaian kinerja tersebut yaitu mendorong atau menolong pemimpin untuk mengamati bawahannya secara lebih dekat untuk melakukan pekerjaan secara lebih baik. Memotivasi para guru dengan memberikan umpan balik tentang bagaimana cara mereka mengajar. Memberikan dukungan untuk pembuatan keputusan bagi pimpinan yang berhubungan dengan peningkatan, pemindahan serta pemecahan masalah.

Sistem penilaian kinerja guru yang baik dapat digunakan sebagai alat untuk mengungkapkan pengaruh kepemimpinan transformasional kepala sekolah dan budaya organisasi, sehingga dari penilaian tersebut dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan untuk meningkatkan kinerja guru.


(22)

6

Tidak Setuju Ragu-ragu Setuju Sangat Setuju Adapun penelitian ini diajukan dengan beberapa alasan-alasan. Pertama, dari survey awal yang dilakukan kepada 30 responden terhadap variabel kinerja guru pada penelitian ini diukur melalui 8 indikator kinerja. Hasil tanggapan responden dapat dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 1.1

Tanggapan Responden Mengenai Kinerja Guru

No Indikator

Tanggapan Responden

STS TS RG S SS

1 2 3 4 5

F % f % f % f % f %

1 Quality of Work 0 0,0 0 0,0 4 13,3 18 60,0 8 26,7 2 Quantity of Work 0 0,0 3 10,0 10 33,3 14 46,7 3 10,0 3 Job Knowledege 0 0,0 0 0,0 8 26,7 16 53,3 6 20,0 4 Creativeness 0 0,0 0 0,0 3 10,0 21 70,0 6 20,0 5 Cooperation 0 0,0 0 0,0 4 13,3 23 76,7 3 10,0 6 Dependability 0 0,0 0 0,0 6 20,0 18 60,0 6 20,0 7 Initiative 0 0,0 2 20,0 4 13,3 16 53,3 8 26,7 8 Personal Qualities 0 0,0 0 0,0 4 13,3 20 66,7 6 20,0

Total 0 0,0 5 2,1 43 17,9 146 60,8 46 19,2

Sumber: data primer yang diolah

Tanggapan respoden sebagaimana pada Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa dari total 8 pernyataan sesuai indikator kinerja, sebanyak 60,8% responden menyatakan setuju, 19,2% menyatakan sangat

setuju, 17,9% menyatakan ragu-ragu, dan hanya 2,1% yang menyatakan tidak setuju.

Dilihat dari cukup besarnya persentase responden yang menyatakan setuju terhadap pernyataan, mengindikasikan bahwa guru di SMA PGII 1 Bandung sebagian

Gambar 1.1


(23)

7

besar merasa kinerja mereka sudah baik terkait dengan kualitas kerja, kuantitas kerja, wawasan, kreatifitas, kerjasama tim, kehandalan, inisiatif, dan kepribadian mereka. Akan tetapi penilaian kinerja terhadap diri sendiri seringkali kurang obyektif.

Dari hasil wawancara dengan Wakasek Kesiswaan di SMA PGII 1 Bandung, peneliti menemukan informasi bahwa dalam 3 tahun terakhir terjadi penurunan jumlah siswa yang lolos Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) atau siswa yang diterima di PTN melalui jalur undangan dan diseleksi berdasarkan prestasi akademik siswa selama proses belajar di sekolah. Hal ini mengindikasikan bahwa penilaian kerja guru tadi perlu diteliti lagi lebih lanjut.

Gambar 1.2

Jumlah siswa SMA PGII 1 Bandung yang lolos SNMPTN

Sumber: data primer yang diolah

Kedua, penelitian ini dilakukan di lingkungan SMA PGII (Persatuan Guru Islam Indonesia) 1 Bandung, menarik untuk diteliti, alasannya karena peneliti menduga adanya pengaruh gaya kepemimpinan transformasional kepala sekolah yang memiliki visi dan obsesi untuk membentuk dan melahirkan siswa yang berkarakter dan berakhlak mulia (Islami) dalam menghadapi tantangan kehidupan ke depan yang

0 10 20 30 40 50

2010 2011 2012 2013 2014 41

38 43

36 28


(24)

8

kian dituntut memiliki keteguhan nilai-nilai, ketangguhan mental, karakter unggul serta pengetahuan dan skill yang mumpuni. Sehingga menuntut para guru untuk meningkatkan kinerja pendidikan yang ideal dan harus mampu mensinergikan serta mengembangkan kemampuan IQ, EQ, dan SQ peserta didiknya.

Menurut O’Leary (2001), kepemimpinan transformasional adalah gaya kepemimpinan yang digunakan oleh seseorang manajer bila ia ingin suatu kelompok melebarkan batas dan memiliki kinerja melampaui status quo atau mencapai serangkaian sasaran organisasi yang sepenuhnya baru. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan transformasional mencakup upaya perubahan terhadap bawahan agar dapat berpikir lebih positif dan berbuat lebih baik dari apa yang biasa dikerjakan untuk meningkatkan kinerja.

Dari survey awal yang dilakukan kepada 30 responden terhadap variabel kepemimpinan transformasional kepala sekolah pada penelitian ini diukur melalui 4 indikator. Hasil tanggapan responden sebagai berikut:

Tabel 1.2

Tanggapan Responden Mengenai

Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah

No Indikator

Tanggapan Responden

STS TS RG S SS

1 2 3 4 5

F % f % F % F % f %

1 Idealized-influence 0 0,0 5 16,7 13 43,3 10 33,3 2 6,7 2 Intellectual-stimulation 0 0,0 3 10,0 10 33,3 12 40,0 5 16,7 3 Inspirational-motivation 0 0,0 6 20,0 12 40,0 9 30,0 3 10,0 4 Individual-consideration 0 0,0 4 13,3 12 40,0 8 26,7 6 20,0

Total 0 0,0 18 15,0 47 39,2 39 32,5 16 13,3


(25)

9

Tidak Setuju Ragu-ragu Setuju Sangat Setuju Tanggapan respoden sebagaimana pada Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa dari total 4 pernyataan sesuai indikator kepemimpinan transformasional kepala sekolah, sebanyak 15% responden menyatakan

tidak setuju, 39,2% menyatakan ragu-ragu, 32,5% menyatakan setuju, dan 13,3% menyatakan sangat setuju.

Hal ini mengindikasikan bahwa guru di SMA PGII 1 Bandung sebagian besar masih merasa kurang puas dengan gaya kepemimpinan transformasional yang diterapkan oleh kepala sekolah terkait dengan pengaruh ideal atau karisma, motivasi inspirasional, stimulasi intelektual, dan perhatian secara personal terhadap tiap bawahannya.

Ketiga, alasan lain adalah karena peneliti menduga adanya pengaruh budaya organisasi yang berbasis islami di SMA PGII 1 Bandung terhadap perilaku para guru dalam kinerjanya untuk mendidik dan mengarahkan peserta didiknya sesuai dengan minat dan potensinya masing-masing, namun tetap memegang teguh nilai-nilai ajaran islam dalam interaksi dan kegiatan belajar mengajar sehari-hari.

Dari survey awal yang dilakukan kepada 30 responden terhadap variabel budaya organisasi pada penelitian ini diukur melalui 4 indikator budaya organisasi. Hasil tanggapan responden dapat dijelaskan sebagai berikut:

Gambar 1.3

Tanggapan Responden Mengenai Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah


(26)

10

Tidak Setuju Ragu-ragu Setuju Sangat Setuju

Tabel 1.3

Tanggapan Responden Mengenai Budaya Organisasi

No Indikator

Tanggapan Responden

STS TS RG S SS

1 2 3 4 5

f % F % f % f % f %

1 Profesionalisme 0 0,0 0 0,0 6 20,0 16 53,3 8 26,7 2 Kepercayaan pada rekan kerja 0 0,0 5 16,7 11 36,7 8 26,7 6 20,0 3 Keteraturan 0 0,0 7 23,3 12 40,0 9 30,0 2 6,7 4 Integrasi 0 0,0 8 26,7 13 43,3 5 16,7 4 13,3

Total 0 0,0 20 16,7 42 35,0 38 31,6 20 16,7 Sumber: data primer yang diolah

Tanggapan respoden sebagaimana pada Tabel 1.3 dapat dilihat bahwa dari total 4 pernyataan sesuai indikator budaya organisasi, sebanyak 16,7% responden menyatakan tidak setuju,

35% menyatakan ragu-ragu, 31,6% menyatakan setuju, dan 16,7% menyatakan sangat setuju.

Hal ini mengindikasikan bahwa guru di SMA PGII 1 Bandung belum optimal dalam menjalankan budaya organisasi yang kondusif di lingkungan sekolah. Dimana masih adanya beberapa guru yang merasa kurang percaya pada rekan kerja, kurangnya keteraturan dan integrasi atau kerjasama yang baik antar sesama guru maupun antar bagian dalam organisasi..

Dari latar belakang permasalahan yang telah dipaparkan serta mengidentifikasi dari berbagai faktor, diharapkan diperoleh gambaran tentang hal-hal

Gambar 1.4


(27)

11

yang berhubungan dengan kinerja guru. Penelitian ini mencoba melakukan kajian faktor-faktor tersebut yaitu dengan menguji seberapa besar kepemimpinan transformasional kepala sekolah serta budaya organisasi dapat mempengaruhi peningkatan kinerja guru. Oleh sebab itu, peneliti memilih judul “Pengaruh

Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Guru studi kasus di SMA PGII 1 Bandung”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah sebelumnya maka dapat ditarik suatu permasalahan yaitu:

1. Bagaimana tanggapan responden terhadap Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah, Budaya Organisasi dan Kinerja Guru di SMA PGII 1 Bandung. 2. Bagaimana pengaruh Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah dan

Budaya Organisasi terhadap Kinerja Guru SMA PGII 1 Bandung secara parsial dan simultan.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah, Budaya Organisasi dan Kinerja Guru di SMA PGII 1 Bandung.


(28)

12

2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Guru SMA PGII 1 Bandung secara parsial dan simultan.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi Institusi

Memberikan kontribusi informasi kepada SMA PGII 1 Bandung yaitu berkaitan tentang kepemimpinan transformasional kepala sekolah, budaya organisasi, dan kinerja guru.

2. Bagi Akademisi

Memberikan manfaat teoritis dan tambahan kontribusi informasi sebagai referensi untuk penelitian lanjutan dibidang sumber daya manusia.

1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penulis melakukan penelitian di SMA PGII 1 Bandung, yang berlokasi di Jl. Panatayuda No. 2, Rt.08 Rw.07 Kel. Lebak Gede, Kec. Coblong, Bandung Jawa Barat.

Adapun waktu yang ditempuh dalam melakukan penelitian ini adalah dari April 2014 sampai dengan Agustus 2014, waktu penelitian dapat dilihat pada table waktu pelaksanaan kegiatan pelaksanaan, mulai dari pembuatan proposal hingga waktu siding akhir.


(29)

13 Tabel 1.4

Waktu Pelaksanaan Kegiatan Penelitian

Tahap Prosedur 2014

Apr Mei Juni Juli Agst I Menentukan tempat penelitian

Pembuatan Proposal Tesis

II

Pengajuan Judul Tesis Revisi Judul Tesis

Melanjutkan Penelitian di Perusahaan Penyebaran Kuesioner

Bimbingan Penyusunan Tesis III

Pendaftaran Sidang Tesis Menyiapkan Draft Tesis Sidang Akhir


(30)

14 BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1.1 Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah 2.1.1.1 Definisi Kepemimpinan

Makna kata “kepemimpinan” erat kaitannya dengan kata “memimpin”.

Menurut Wahab (2008:82) istilah kepemimpinan merupakan terjemahan dari kata

leadership” yang berasal dari leader yang artinya pemimpin, ketua, kepala. Terdapat beberapa definisi kepemimpinan yang dikemukakan oleh para pakar sesuai dengan perspektif individu masing-masing dari aspek yang berbeda dan menarik. Beberapa pengertian kepemimpinan yang dikutip dari jurnal Setiawati dan Pratama (2012:4) adalah sebagai berikut:

a. Kepemimpinan adalah sikap pribadi yang memimpin pelaksanaan aktivitasnya untuk mencapai tujuan yang diinginkan. (Hemhill & Coons, 1957:7)

b. Kepemimpinan merupakan kemampuan mempengaruhi, kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi, dalam situasi tertentu dan langsung melalui proses komunikasi untuk mencapai satu atau beberapa tujuan tertentu. (Tannenbaum, 1961:24)

c. Kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas kelompok yang diatur untuk mencapai tujuan bersama. (Rauch d& Behling, 1984:46)

d. Kepemimpinan merupakan salah satu fungsi manajemen sumber daya manusia yaitu membuat orang lain menyelesaikan pekerjaan,


(31)

15

mempertahankan semangat kerja dan memotivasi bawahan. (Dessler, 1997:249)

Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan (leadership) adalah suatu proses kegiatan seseorang yang memiliki seni berkomunikasi atau kemampuan dan sifat kepribadian untuk mempengaruhi, mengarahkan, mengkoordinasi, dan menggerakkan individu-individu tanpa ada paksaan dari pihak manapun agar dapat bekerja sama secara teratur dalam upaya untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan atau dirumuskan.

Kepemimpinan dalam dunia pendidikan adalah suatu kemampuan dan proses, membimbing, mengkoordinir dan menggerakkan orang lain yang ada hubungannya dengan pengembangan ilmu pendidikan dan pelaksanaan pendidikan serta pengajaran, agar kegiatan-kegiatan yang dijalankan dapat lebih efektif dan efisien dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan dan pengajaran.

2.1.1.2 Kepemimpinan Transformasional

Burns (1978) dalam Komariah dan Triatna (2006:77) menjelaskan bahwa

kepemimpinan transformasional sebagai suatu proses yang pada dasarnya “para

pemimpin dan pengikut saling menaikkan diri ke tingkat moralitas dan motivasi yang

lebih tinggi”. Para pemimpin adalah yang sadar akan prinsip perkembangan

organisasi dan kinerja manusia sehingga ia berupaya mengembangkan segi kepemimpinannya secara utuh melalui pemotivasian terhadap staf dan meyerukan cita-citanya yang lebih tinggi dan nilai-nilai moral seperti kemerdekaan, keadilan, dan


(32)

16

kemanusiaan, bukan didasarkan atas emosi, seperti misalnya keserakahan, kecemburuan, atau kebencian.

Karakteristik pemimpin trasformasional, menurut Komariah dan Triatna (2006:78) adalah sebagai berikut : (1) Pemimpin yang memiliki wawasan jauh ke depan dan berupaya memperbaiki dan mengembangkan organisasi bukan untuk saat ini tetapi di masa datang. Dan oleh karena itu pemimpin ini dapat dikatakan pemimpin visioner. (2) Pemimpin sebagai agen perubahan dan bertindak sebagai katalisator, yaitu yang memberi peran mengubah sistem ke arah yang lebih baik. Katalisator adalah sebutan lain untuk pemimpin transformasional karena ia berperan meningkatkan segala sumber daya manusia yang ada. Berusaha memberikan reaksi yang menimbulkan semangat dan daya kerja cepat semaksimal mungkin, selalu tampil sebagai pelopor dan pembawa perubahan.

Berdasarkan karakteristik tersebut, seorang pemimpin transformasional mempunyai tujuan dan visi misi yang jelas, serta memiliki gambaran yang menyeluruh terhadap organisasinya di masa depan. Pemimpin dalam hal ini berani mengambil langkah-langkah yang tegas tetapi tetap mengacu pada tujuan yang telah ditentukan guna keberhasilan organisasinya, misalnya saja dalam menerapkan metode dan prosedur kerja, pengembangan staf secara menyeluruh, menjalin kemitraan dengan berbagai pihak, juga termasuk di dalamnya berani menjamin kesejahteraan bagi para stafnya. Di samping itu, hubungan kerjasama dan komunikasi dengan bawahan selalu diperhatikan, memperhatikan perbedaan individual bawahan mengenai pelaksanaan kerja maupun kreatifitas kerja masing-masing bawahan dalam


(33)

17

mencapai produktivitas tertentu. Pemimpin berani mengambil kebijakan yang berhubungan dengan peningkatan motivasi bawahan dengan pemberian imbalan dan penghargaan sesuai dengan taraf kesanggupan bawahan dalam menyelesaikan suatu tugas yang dibebankan kepadanya.

Komariah dan Triatna (2006:78) juga menyebutkan, seorang pemimpin transformasional memandang nilai-nilai organisasi sebagai nilai-nilai luhur yang perlu dirancang dan ditetapkan oleh seluruh staf sehingga para staf mempunyai rasa memiliki dan komitmen dalam pelaksanaannya.

2.1.1.3 Definisi Kepala Sekolah

Kata “kepala sekolah” tersusun dari dua kata yaitu “kepala” yang dapat

diartikan ketua atau pemimpin dalam suatu organisasi atau sebuah lembaga, dan

“sekolah” yaitu sebuah lembaga di mana menjadi tempat menerima dan memberi

pelajaran. Secara sederhana kepala sekolah dapat didefinisikan sebagai seseorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat di mana terjadinya interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.

Kepala sekolah dapat digambarkan sebagai orang yang memiliki harapan tinggi bagi para guru, staf dan para siswa. Kepala sekolah adalah seseorang yang banyak mengetahui tentang tugas-tugas mereka. Kepala sekolah yang berhasil adalah seseorang yang mampu menentukan titik pusat dan irama di dalam suatu sekolah. Selain itu juga memahami keberadaan sekolah sebagai organisasi kompleks yang


(34)

18

unik, serta mampu melaksanakan perannya dalam memimpin sekolah untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.

2.1.1.3 Fungsi dan Peran Kepala Sekolah

Kepala sekolah memiliki peranan yang sangat vital dalam menggerakkan kehidupan sekolah untuk mencapai tujuan. Fungsi kepala sekolah adalah menanamkan pengaruh kepada guru agar mereka melakukan tugasnya dengan sepenuh hati dan antusias. Menurut Mulyasa (2004:98-120) kepala sekolah mempunyai peranan multi fungsi, oleh karena itu kepala sekolah dituntut menjalankan perannya sebagai berikut:

1. Kepala Sekolah sebagai Pemimpin (Leader)

Kepala sekolah sebagai seorang leader harus mampu memberikan petunjuk dan pengawasan, meningkatkan kemampuan tenaga pendidikan, membuka komunikasi dua arah dan mendelegasikan tugas. Menurut Wahjosumidjo (2003:83), kepala sekolah dapat didefinisikan sebagai seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah di mana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat di mana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran. Kepala sekolah sebagai leader harus memiliki karakter khusus yang mencakup kepribadian serta pengetahuan administrasi dan pengawasan.

Kemampuan yang harus diwujudkan kepala sekolah sebagai pemimpin dapat dianalisis dari kepribadian, pengetahuan terhadap tenaga pendidikan,


(35)

19

visi dan misi sekolah, kemampuan mengambil keputusan dan kemampuan berkomunikasi. Kepemimpinan seseorang sangat berkaitan dengan kepribadiannya, dan kepribadian kepala sekolah sebagai pemimpin menurut Mulyasa (2004:98) akan tercermin dalam sifat-sifat sebagai berikut : (1) jujur; (2) percaya diri; (3) tanggung jawab; (4) berani mengambil resiko dan keputusan; (5) berjiwa besar; (6) emosi yang stabil, dan (7) teladan. Kepemimpinan merupakan proses dimana seorang individu mempengaruhi sekelompok individu untuk mencapai suatu tujuan.

Gaya kepemimpinan transformasional kepala sekolah yang dapat menumbuhkan kreativitas sekaligus dapat mendorong peningkatan kompetensi guru dalam teori kepemimpinan setidaknya kita mengenal dua gaya kepemimpinan, yaitu kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dan kepemimpinan yang berorientasi pada manusia. Dalam rangka meningkatkan kompetensi guru, seorang kepala sekolah dapat menerapkan kedua gaya kepemimpinan tersebut secara tepat dan fleksibel, disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan yang ada. Untuk menjadi seorang pemimpin yang efektif, seorang kepala sekolah harus dapat mempengaruhi seluruh warga sekolah yang dipimpinnya melalui cara-cara yang positif untuk mencapai tujuan pendidikan di sekolah.

2. Kepala Sekolah sebagai Supervisor

Supervisi ialah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah lainnya dalam melakukan


(36)

20

pekerjaan mereka secara efektif. Fungsi pengawasan atau supervisi dalam pendidikan bukan hanya sekedar kontrol melihat apakah segala kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan rencana atau program yang telah digariskan, tetapi lebih dari itu.

Untuk mengetahui sejauh mana guru mampu melaksanakan pembelajaran, secara berkala kepala sekolah perlu melaksanakan kegiatan supervisi, yang dapat dilakukan melalui kegiatan kunjungan kelas untuk mengamati proses pembelajaran secara langsung, terutama dalam pemilihan dan penggunaan metode, media yang digunakan dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Dari hasil supervisi ini, dapat diketahui kelemahan sekaligus keunggulan guru dalam melaksanakan pembelajaran, tingkat penguasaan kompetensi guru yang bersangkutan, selanjutnya diupayakan solusi, pembinaan dan tindak lanjut tertentu sehingga guru dapat memperbaiki kekurangan yang ada sekaligus mempertahankan keunggulannya dalam melaksanakan pembelajaran.

Kegiatan utama pendidikan di sekolah dalam rangka mewujudkan tujuannya adalah kegiatan pembelajaran, sehingga seluruh aktifitas sekolah bermuara pada pencapaian efisiensi dan efektifitas pembelajaran. Oleh karena itu, salah satu tugas kepala sekolah adalah sebagai supervisor yaitu, mensupervisi pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kependidikan. Jika supervisi dilakukan oleh kepala sekolah, maka ia harus mampu melakukan


(37)

21

berbagai pengawasan dan pengendalian untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan.

Menurut Mulyasa (2003:112) kepala sekolah sebagai supervisi harus diwujudkan dalam kemampuan menyusun, dan melaksanakan program supervisi pendidikan serta memanfaatkan hasilnya.

Lebih rinci, tugas-tugas supervisor menurut Gunawan (2002:198) adalah :

a. Membina guru-guru untuk lebih memahami tujuan umum pendidikan. Dengan demikian agar menghilangkan anggapan tentang adanya mata pelajaran/bidang studi, sehingga setiap guru mata pelajaran dapat mengajar dan mencapai prestasi maksimal bagi siswa-siswanya

b. Membina guru-guru guna mengatasi problem-problem siswa demi kemajuan prestasi belajarnya

c. Membina guru dalam mempersiapkan siswa-siswanya untuk menjadi anggota masyarakat yang produktif, kreatif, etis serta religius

d. Membina guru-guru dalam meningkatkan kemampuan mengevaluasi, mendiagnosa kesulitan belajar dan seterusnya

e. Membina guru-guru dalam memperbesar kesadaran tentang tata kerja yang demokratis, kooperatif serta kegotong-royong.

f. Mengembangkan sikap kesetiakawanan dan ketemansejawatan dari seluruh tenaga pendidikan.


(38)

22

Menurut Wahjosumidjo (2002:122) pendidik adalah orang yang mendidik. Sedangkan mendidik diartikan memberikan latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran sehingga pendidikan dapat diartikan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan.

Setiap kepala sekolah sebagai seorang pendidik, ada dua hal pokok yang perlu diperhatikan yaitu, sasaran atau kepada siapa perilaku sebagai pendidik itu diarahkan. Sedangkan yang kedua adalah bagaimana peranan sebagai pendidik itu dilaksanakan.

Dalam melakukan fungsinya sebagai edukator, kepala sekolah harus mempunyai strategi yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan di sekolahnya. Menciptakan iklim sekolah kondusif, memberi nasehat kepada warga sekolah, memberi dorongan kepada seluruh tenaga kependidikan, serta merancang program pembelajaran yang menarik seperti mengadakan program akselarasi bagi peserta yang cerdas diatas normal.

4. Kepala Sekolah sebagai Manajer

Keberadaan seorang manajer pada suatu organisasi sangat diperlukan, sebab organisasi sebagai alat mencapai tujuan organisasi didalamnya berkembang berbagai macam pengetahuan serta organisasi yang menjadi tempat untuk membina dan mengembangkan karier sumber daya manusia.


(39)

23

Menurut Mulyasa (2004:103) dalam rangka melakukan perannya sebagai manajer, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberdayakan kependidikan melalui kerja sama atau kooperatif, memberi kesempatan kepada para tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya dan mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan dalam berbagai kegiatan yang menunjang program sekolah.

5. Kepala Sekolah sebagai Administrator

Kepala sekolah sebagai administrator memiliki hubungan yang sangat erat dengan berbagai aktivitas pengelolaan administrasi yang bersifat pencatatan, penyusunan, dan pendokumenan seluruh program sekolah.

Secara umum, kepala sekolah harus memiliki kemampuan untuk mengelola administrasi personalia, mengelola administrasi sarana dan prasarana, mengelola administrasi kearsipan dan mengelola administrasi keuangan.

6. Kepala Sekolah sebagai Motivator

Sebagai motivator kepala sekolah harus mampu memiliki strategi yang tepat untuk memberikan motivasi kepada tenaga pendidik dalam melakukan berbagai tugas dan fungsinya. Motivasi ini dapat ditumbuhkan melalui:

a. Pengaturan lingkungan fisik

Lingkungan yang kondusif akan menimbulkan motivasi tenaga kependidikan dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, kepala


(40)

24

sekolah harus mampu membangkitkan motivasi tenaga kependidikan agar dapat melaksanakan tugas secara optimal.

b. Pengaturan suasana kerja

Kepala sekolah harus mampu menciptakan hubungan kerja yang harmonis dengan para tenaga pendidikan, serta menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan menyenangkan.

c. Disiplin

Profesionalisme tenaga pendidikan di sekolah perlu ditingkatkan, untuk itu kepala sekolah harus berusaha menanamkan disiplin kepada semua bawahannya. Melalui disiplin ini diharapkan dapat tercapai tujuan, serta dapat meningkatkan produktivitas sekolah.

d. Dorongan / Motivasi

Setiap tenaga kependidikan memiliki karakteristik khusus yang berbeda satu sama yang lain, sehingga memerlukan perhatian dan perlakuan khusus pula dari pemimpinnya, agar mereka dapat memanfaatkan waktu untuk meningkatkan profesionalismenya.

e. Penghargaan secara efektif

Penghargaan ini sangat penting untuk meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan dan untuk mengurangi kegiatan yang kurang produktif melalui penghargaan ini para tenaga kependidikan dapat dirangsang untuk meningkatkan profesionalisme kerjanya secara positif dan produktif.


(41)

25 2.1.1.4 Indikator Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah

Kehidupan dan tata kelola sekolah sangat bergantung sekali dengan seorang pemimpin atau kepala sekolah. Kepemimpinan seringkali terkait dengan manajemen, karena memang seorang kepala sekolah seharusnya adalah orang yang mengerti akan konsep dan fungsi manajemen. Para ahli manajemen pun banyak yang menyimpulkan bahwa inti dari manajemen adalah kepemimpinan, dan inti dari kepemimpinan adalah pengambilan keputusan. Dari hal ini bisa pahami bahwa kepemimpinan seseorang dalam sebuah lembaga atau organisasi sangat erat kaitannya dengan manajemen dan kedua-duanya tidak bisa dipisahkan.

Menurut Bass (1996) dalam Yukl (2008:278), terdapat 4 indikator kepemimpinan transformasional kepala sekolah yang mengacu pada perilaku gaya kepemimpinan transformasional sebagai berikut:

1. Idealized Influence (Pengaruh Ideal/Karisma)

Pemimpin menampilkan keyakinan, menekankan kepercayaan, mengambil isu-isu yang sulit, menyajikan nilai-nilai mereka yang paling penting, dan menekankan pentingnya tujuan, komitmen, dan konsekuensi etis dari keputusan. Pemimpin seperti dikagumi sebagai pembangkit panutan kebanggaan, loyalitas, kepercayaan, dan keselarasan sekitar tujuan bersama. 2. Intellectual Stimulation (Stimulasi Intelektual)

Pemimpin mempertanyakan cara lama, tradisi, dan keyakinan, merangsang perspektif baru dan cara melakukan sesuatu, dan mendorong ekspresi ide dari bawahan.


(42)

26

3. Inspirasional Motivation (Motivasi Inspirasional)

Pemimpin mengartikulasikan visi menarik dari masa depan, menantang pengikut dengan standar yang tinggi, berbicara optimis dengan antusias, dan memberikan dorongan dan makna untuk apa yang perlu dilakukan.

4. Individualized Consideration (Pertimbangan Individual)

Pemimpin berhubungan dengan orang lain (bawahan) secara personal, mempertimbangkan kebutuhan mereka, kemampuan, dan aspirasi, mendengarkan dengan penuh perhatian, pengembangan lebih lanjut mereka, menasihati, mengajar dan melatih.

2.1.2 Budaya dan Organisasi 2.1.2.1 Definisi Budaya

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online (2014), kata budaya diartikan sebagai pikiran, akal budi atau adat-istiadat. Secara tata bahasa, pengertian kebudayaan diturunkan dari kata budaya yang cenderung menunjuk pada pola pikir manusia. Kebudayaan sendiri diartikan sebagai segala hal yang berkaitan dengan akal atau pikiran manusia, sehingga dapat menunjuk pada pola pikir, perilaku serta karya fisik sekelompok manusia.

Secara terminologi, budaya artinya suatu hasil dari budi dan atau daya, cipta, karya, karsa, pikiran dan adat istiadat manusia yang secara sadar maupun tidak, dapat diterima sebagai suatu perilaku yang beradab. Dikatakan membudaya apabila hal tersebut dilakukan secara kontinu, konvergen.


(43)

27

Menurut Schein dalam Wibowo (2010:15), menyatakan budaya adalah suatu pola asumsi dasar yang ditemukan dan dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu karena mempelajari dan menguasai masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal yang telah bekerja dengan cukup baik untuk dipertimbangkan secara layak dan karena itu diajarkan pada anggota baru sebagai cara yang dipersepsikan, berpikir, dan dirasakan dengan benar dalam hubungan dengan masalah tersebut.

Menurut Cartwright dalam Wibowo (2010:15), menyatakan budaya adalah sebuah kumpulan orang yang terorganisasi yang berbagi tujuan, keyakinan dan nilai-nilai yang sama dan dapat diukur dalam bentuk pengaruhnya pada motivasi.

2.1.2.2 Definisi Organisasi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online (2014), organisasi adalah kesatuan (susunan) yang terdiri atas bagian bagian orang dalam perkumpulan untuk mencapai tujuan bersama. Organisasi terkadang juga menggunakan terminologi firm, company, corporation, atau organization. Bahkan juga menggunakan istilah-istilah tersebut secara bergantian dan bersamaan.

Menurut Robbins & Coulter (2007:18), organisasi adalah pengaturan yang tersusun terhadap sejumlah orang untuk mencapai tujuan tertentu. Dan Bernard dalam Robbins & Coulter (2007:34) mendefinsikan organisasi adalah suatu sistem mengenai usaha–usaha kerjasama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih.


(44)

28 2.1.2.3 Pengertian Budaya Organisasi

Menurut Wibowo (2010:19), budaya organisasi adalah filosofi dasar organisasi yang memuat keyakinan, norma-norma, dan nilai bersama yang menjadi karakteristik inti tentang bagaimana cara melakukan sesuatu dalam organisasi.

Menurut Umar (2008:207), budaya organisasi adalah suatu sistem nilai dan keyakinan bersama yang diambil dari pola kebiasaan dan falsafah dasar pendiriannya yang kemudian berinteraksi menjadi norma, dimana norma tersebut dipakai sebagai pedoman cara berpikir dan bertindak dalam upaya mencapai tujuan bersama.

Pengertian budaya organisasi menurut Wirawan (2007:10), adalah norma-norma, nilai-nilai, asumsi, kepercayaan, filsafat, kebiasaan organisasi, dan sebagainya yang dikembangkan dalam waktu yang lama oleh pendiri, pemimpin, dan anggota organisasi yang disosialisasikan dan diajarkan kepada anggota baru serta diterapkan dalam aktivitas organisasi sehingga mempengaruhi pola pikir, sikap, dan perilaku organisasi dalam memproduksi produk, melayani para konsumen, dan mencapai tujuan organisasi.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, pada hakikatnya yang dimaksud dengan budaya organisasi adalah budaya yang menjadi acuan di dalam suatu organisasi dimana terdapat sekelompok orang yang melakukan interaksi, yang berisi sekumpulan keyakinan, nilai maupun kebiasaan bersikap yang dipegang bersama oleh anggota-anggota dalam suatu organisasi.


(45)

29 2.1.2.4 Fungsi Budaya Organisasi

Fungsi budaya organisasi menunjukan peranan atau kegunaan dari budaya organisasi. Menurut Jerald Greenberg dan Robert A.Baron dalam Wibowo (2010:51), fungsi budaya organisasi adalah:

1. Budaya memberikan rasa identitas

Semakin jelas persepsi dan nilai-nilai bersama organisasi didefinisikan, semakin kuat orang dapat disatukan dengan misi organisasi dan merasa menjadi bagian penting darinya.

2. Budaya membangkitkan komitmen pada misi organisasi

Kadang-kadang sulit bagi orang untuk berpikir di luar kepentingannya sendiri, seberapa besar akan memengaruhi dirinya. Tetapi apabila terdapat strong culture, orang akan merasa bahwa mereka menjadi bagian dari yang besar, dan terlibat dalam keseluruhan kerja organisasi. Lebih besar dari setiap kepentingan individu, budaya mengingatkan orang tentang apa makna sebenarnya dari organisasi itu.

3. Budaya memperjelas dan memperkuat standar perilaku

Budaya membimbing kata dan perbuatan pekerja, membuat jelas apa yang harus dilakukan dalam situasi tertentu. Budaya mengusahakan stabilitas bagi perilaku, keduanya dengan harapan apa yang harus dilakukan pada waktu yang berbeda dan juga apa yang harus dilakukan individu yang berbeda disaat yang sama, terutama berguna bagi pendatang baru.


(46)

30 2.1.2.5 Indikator Budaya Organisasi

Merujuk pada Hofstede (2005:102) dimensi budaya organisasi yang dijadikan dasar pengukuran diturunkan menjadi 6 (enam) indikator budaya organisasi, yaitu:

1. Profesionalisme, merupakan ukuran kecakapan atau keahlian yang dimiliki oleh pekerja dalam organisasi. Suatu jabatan yang ditempati oleh seorang pekerja yang profesional atau suatu pekerjaan yang dilaksanakan oleh pekerja yang profesional akan membuahkan hasil yang optimal. Dalam organisasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai profesionalisme semua pekerjaan akan mencurahkan perhatiannya pada pekerjaan sebagi bentuk dari tanggung jawab yang harus ditunaikan. Seorang pekerja yang profesional akan menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya tanpa banyak mengeluh, karena ia yakin bahwa ia dapat menyelesaikannya walaupun di bawah tekanan (under pressure), seperti harus memenuhi deadline yang ketat. Untuk keyakinan dan kemampuannya menyelesaikan tugas, seorang profesional cenderung akan menuntut penghasilan yang lebih baik atau reward yang berbeda dari pekerja lainnya.

2. Kepemimpinan, yaitu tingkat keterlibatan atasan terhadap masalah-masalah di luar pekerjaan yang dialami oleh bawahan. Hubungan antarpribadi yang terbina baik akan memungkinkan terciptanya iklim kerja yang cerah. Adanya hubungan antarpribadi juga dapat mempengaruhi penilaian terhadap pekerja. Dalam hal melakukan promosi, atau mempertahankan orang-orang yang dinilai baik bagi suatu divisi juga melibatkan hubungan antarpribadi. Seorang atasan mungkin akan mempertahankan seorang bawahan bagi divisinya yang menurut


(47)

31

penilainnya bertipe loyal dan mudah dibina walaupun mungkin potensinya belum tentu lebih baik dari pekerja lainnya.

3. Kepercayaan kepada rekan kerja, yaitu interaksi yang terbina antar sesama pekerja dalam organisasi. Sikap yang terbuka, ramah dalam pergaulan dan perilaku yang menunjukkan rasa persaudaraan yang tinggi diantara sesama pekerja, karena merasa senasib dan seperjuangan akan menumbuhkan kepercayaan dan perilaku yang positif. Dengan adanya rasa percaya kepada rekan sekerja yang tertanam dengan baik, masalah-masalah pekerjaan ataupun masalah pribadi akan dapat diatasi dengan perhatian dari rekan-rekan sekerja yang rela membantu memberikan saran.

4. Keteraturan, yaitu kondisi lingkungan kerja yang menunjukkan adanya aturan-aturan atau ketentuan yang harus dipatuhi oleh anggota organisasi. Tujuannya adalah untuk menjamin keseragaman dalam pelaksanaan, memudahkan koordinasi dan pengawasan. Adanya aturan yang ditetapkan oleh organisasi harus berlaku sama untuk semua orang atau departemen dalam organisasi, sehingga mencerminkan adanya rasa keadilan.

5. Konflik, yaitu adanya pertentangan dan ketidakharmonisan dalam suatu organisasi yang menimbulkan rasa tidak nyaman dalam bekerja. Ini berpotensi pada penurunan motivasi kerja dan berdampak negatif terhadap perilaku pekerja. Kompetisi yang tidak sehat antar departemen dalam suatu organisasi, dimana orang-orang mungkin saling merasa curiga yang menyebabkan terhambatnya komunikasi dan koordinasi serta sulitnya bergaul antar individu. Di samping itu


(48)

32

karyawan baru mungkin membutuhkan waktu yang lebih lama untuk beradaptasi, diterima sebagai anggota organisasi dan merasa nyaman bekerja pada lingkungan barunya tersebut.

6. Integrasi, yaitu iklim yang terbentuk dalam organisasi dimana pekerja merasa memiliki ikatan yang kuat dengan organisasi. Dalam kondisi seperti ini, pekerja akan menunjukkan loyalitas kepada organisasi. Pekerja akan merasa bangga karena menjadi bagian dari organisasi dan merasa aman dengan pekerjaannya karena merasa dihargai dan dipenuhi kebutuhan hidupnya. Lingkungan kerja yang menyenangkan ini juga didukung oleh kerja sama yang terjalin baik di antara sesama pekerja atau sesama departemen.

Untuk mengukur variabel budaya organisasi pada SMA PGII 1 Bandung, peneliti hanya akan mengambil 4 indikator dari Hofstede. Hal ini dikarenakan adanya fenomena yang sesuai dengan objek penelitian.

2.1.3 Kinerja

2.1.3.1 Definisi Kinerja

Kinerja merupakan kegiatan yang dijalankan oleh tiap-tiap individu dalam kaitannya untuk mencapai tujuan yang sudah direncanakan. Berkaitan dengan hal tersebut terdapat beberapa definisi mengenai kinerja. Smith dalam Mulyasa (2004:136) menyatakan bahwa kinerja adalah hasil atau keluaran dari suatu proses. Dikatakan lebih lanjut oleh Mulyasa bahwa kinerja atau performance dapat diartikan


(49)

33

sebagai prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja, hasil-hasil kerja atau unjuk kerja.

Menurut Prawirosentono (1999:2) “Performance” adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral ataupun etika. Hasibuan (2001:34) menyatakan, kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu.

Dari beberapa pengertian tentang kinerja tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah prestasi kerja yang telah dicapai oleh seseorang. Kinerja atau prestasi kerja merupakan hasil akhir dari suatu aktifitas yang telah dilakukan seseorang untuk meraih suatu tujuan. Pencapaian hasil kerja ini juga sebagai bentuk perbandingan hasil kerja seseorang dengan standar yang telah ditetapkan. Apabila hasil kerja yang dilakukan oleh seseorang sesuai dengan standar kerja atau bahkan melebihi standar maka dapat dikatakan kinerja itu mencapai prestasi yang baik.

2.1.3.2 Kinerja Guru

Kinerja guru mempunyai spesifikasi tertentu. Kinerja guru dapat dilihat dan diukur berdasarkan spesifikasi atau kriteria kompetensi yang harus dimiliki oleh


(50)

34

setiap guru. Berkaitan dengan kinerja guru, wujud perilaku yang dimaksud adalah kegiatan guru dalam proses pembelajaran.

UU No. 14 Tahun 2005 Bab IV Pasal 20 (a) tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa standar prestasi kerja guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya, guru berkewajiban merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran. Tugas pokok guru tersebut yang diwujudkan dalam kegiatan belajar mengajar merupakan bentuk kinerja guru.

Sedangkan berdasarkan Permendiknas No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Menengah dijabarkan beban kerja guru mencakup kegiatan pokok: (1) merencanakan pembelajaran; (2) melaksanakan pembelajaran; (3) menilai hasil pembelajaran; (4) membimbing dan melatih peserta didik; (5) melaksanakan tugas tambahan.

Proses belajar mengajar tidak sesederhana seperti yang terlihat pada saat guru menyampaikan materi pelajaran di kelas, tetapi dalam melaksanakan pembelajaran yang baik seorang guru harus mengadakan persiapan yang baik agar pada saat melaksanakan pembelajaran dapat terarah sesuai tujuan pembelajaran yang terdapat pada indikator keberhasilan pembelajaran.

Dari beberapa penjelasan di atas maka dapat disimpulkan definisi konsep kinerja guru merupakan hasil pekerjaan atau prestasi kerja yang dilakukan oleh seorang guru berdasarkan kemampuan mengelola kegiatan belajar mengajar, yang


(51)

35

meliputi perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, evaluasi pembelajaran dan membina hubungan antar pribadi (interpersonal) dengan siswanya.

2.1.3.3 Pejabat Penilai Kinerja

Menurut Mathis dan Jackson (2006:387) Penilaian kinerja dapat dilakukan oleh siapapun yang mengetahui dengan baik kinerja dari karyawan secara individual. Kemungkinannya adalah sebagai berikut:

1. Para Supervisor yang Menilai Karyawan Mereka

Penilaian secara tradisional atas karyawan oleh supervisor didasarkan pada asumsi bahwa supervisor langsung adalah orang yang paling memenuhi syarat untuk mengevaluasi kinerja karyawan secara realistis dan adil. Untuk mencapai tujuan ini, beberapa supervisor menyimpan catatan kinerja mengenai pencapaian karyawan mereka. Catatan ini menyediakan contoh spesifik untuk digunakan ketika menilai kinerja.

2. Para Karyawan yang Menilai Atasan Mereka

Sejumlah organisasi dimasa sekarang meminta para karyawan atau anggota kelompok untuk memberi nilai pada kinerja supervisor dan manajer. Satu contoh utama dari penilaian jenis ini terjadi diperguruan tinggi dan universitas, dimana para guru dapat memberikan penilaian terhadap kepala sekolahnya, siswa/mahasiswa mengevaluasi kinerja para pengajarnya. Industri juga menggunakan penilaian karyawan menilai manajer untuk tujuan pengembangan manajemen. Praktek terbaru bahkan mengevaluasi dewan direksi perusahaan.


(52)

36

Dengan karyawan menilai para manajer dapat memberikan tiga keuntungan utama. Pertama, dalam hubungan manajer karyawan yang bersifat kritis, penilaian karyawan dapat sangat berguna dalam mengidentifikasi manajer yang kompeten. Penilaian terhadap para pemimpin oleh para tentara tempur adalah salah satu contohnya. Kedua, program penilaian jenis ini membantu manajer agar lebih responsif terhadap karyawan, meskipun keuntungan ini dapat dengan cepat berubah menjadi kerugian jika manajer lebih berfokus untuk bersikap baik daripada menjalankan tugasnya. Orang-orang yang baik tanpa memiliki kualifikasi lainnya tidak dapat menjadi manajer yang baik dalam banyak situasi. Ketiga, penilaian karyawan memberi kontribusi pada perkembangan karier manajer.

Kerugian utama dari menerima penilaian karyawan adalah reaksi negatif yang ditunjukkan oleh banyak atasan karena harus dievaluasi oleh karyawan. Disamping itu ketakutan akan adanya pembalasan semakin besar disaat karyawan memberikan penilaian yang realistis.

3. Anggota Tim yang Menilai Sesamanya

Penggunaan rekan kerja dan anggota tim sebagai penilai adalah jenis penilaian lainnya yang berpotensi baik untuk membantu ataupun sebaliknya. Sebagai contoh, ketika kelompok dari tenaga penjualan mengadakan pertemuan sebagai komite untuk membicarakan mengenai nilai satu sama lain, mereka dapat mencari ide-ide yang dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja dari individu-individu yang memiliki nilai lebih rendah. Namun kemungkinan lainnya, kritik yang ada dapat mempengaruhi secara negatif hubungan antar sesama rekan kerja dimasa depan.


(53)

37

Penilaian oleh tim dan rekan kerja khususnya berguna ketika para supervisor tidak memiliki kesempatan untuk mengamati kinerja setiap karyawan, tidak demikian halnya dengan anggota kelompok kerja. Meskipun penilaian formal tampaknya tidak sesuai, penilaian informal oleh rekan kerja tetap dapat terjadi sewaktu-waktu untuk membantu mereka yang berkinerja kurang.

Kesulitan Menilai Tim Meskipun para anggota tim mempunyai banyak informasi kinerja satu sama lain, mereka mungkin saja tidak bersedia untuk berbagi. Mereka mungkin akan menyerang secara tidak adil atau ''bermurah hati" untuk menjaga perasaan. Beberapa organisasi mencoba untuk mengatasi masalah seperti ini dengan menggunakan penilaian anonim dan/atau menyewa konsultan atau manajer untuk menerjemahkan penilaian tim/rekan kerja. Tetapi beberapa bukti mengindikasikan bahwa dengan menggunakan orang luar untuk memfasilitasi proses penilaian tidak selalu menghasilkan persepsi dimana sistem tersebut dipandang lebih adil oleh mereka yang dinilai. Meskipun dengan adanya masalah tersebut, penggunaan penilaian kinerja tim/rekan kerja, mungkin tidak dapat dihindari, khususnya dimana tim kerja digunakan secara ekstensif.

4. Sumber-Sumber Dari Luar

Penilaian juga dapat dilalukan oleh orang-orang (penilai) dari luar yang dapat diundang untuk melakukan tinjauan kinerja. Contoh-contoh meliputi tim peninjau yang mengevaluasi potensi perkembangan seseorang dalam organisasi. Tetapi orang-orang dari luar mungkin tidak sepenuhnya mengetahui kebutuhan permintaan penting penilaian kerja dalam organisasi.


(54)

38

Pelanggan atau klien dari sebuah organisasi adalah sumber nyata untuk penilaian dari luar. Untuk tenaga penjualan atau pekerjaan jasa lainnya, para pelanggan dapat memberikan masukan yang sangat berguna pada perilaku kinerja dari tenaga penjualan. Satu perusahaan mengukur kepuasan layanan pelanggan untuk menentukan bonus bagi eksekutif pemasaran puncak.

5. Karyawan Menilai Diri Sendiri

Menilai diri sendiri dapat ditetapkan dalam situasi-situasi tertentu. Sebagai alat pengembangan diri, hal ini dapat memaksa para karyawan untuk memikirkan mengenai kekuatan dan kelemahan mereka dan menetapkan tujuan untuk peningkatan.

Para karyawan yang bekerja dalam isolasi atau mempunyai ketrampilan unik mungkin adalah satu-satunya yang memenuhi syarat untuk menilai mereka sendiri. Tetapi para karyawan tidak dapat menilai diri sendiri sebagaimana para supervisor menilai mereka. Mereka dapat menggunakan standar yang sangat berbeda. Riset tersebut dicampurkan sebagaimana apakah orang-orang cenderung lunak atau lebih menuntut ketika menilai diri mereka sendiri. Namun secara keseluruhan, karyawan yang menilai diri sendiri tetap dapat menjadi sumber informasi kinerja yang berharga dan terpercaya bagi organisasi.

6. Karyawan dan Multisumber (umpan balik 360 derajat)

Penilaian dari multisumber atau umpan balik 360 derajat, popularitasnya meningkat. Dalam umpan balik multisumber, manajer tidak lagi menjadi sumber tunggal dari informasi penilaian kinerja. Alih-alih, beberapa rekan kerja dan


(55)

39

pelangganlah yang memberikan umpan balik mengenai karyawan kepada manajer, sehingga memungkinkan manajer untuk mendapatkan masukan dari berbagai sumber. Tetapi manajer tetap menjadi titik pusat untuk menerima umpan balik dari awal dan untuk terlibat dalam tindak lanjut pengambilan keputusan yang diperlukan. Jadi persepsi manajer mengenai kinerja karyawan masih berpengaruh dalam jalannya proses tersebut.

Penelitian pada umpan balik 360 derajat relatif terjadi pada akhir-akhir ini dan belum dilakukan dalam volume besar, tetapi penelitian yang telah dilakukan sejauh ini menyatakan bahwa sering kali terdapat ketidak sesuaian diantara sumber penilaian. Harus diingat bahwa tujuan dari umpan balik 360 derajat adalah bukan untuk meningkatkan reliabilitas dengan mengumpulkan pandangan yang sama, tetapi lebih untuk menangkap berbagai evaluasi atas peran yang berbeda dari karyawan secara individual.

Ketika menggunakan umpan balik 360 derajat untuk tujuan administratif para manajer harus mengantisipasi masalah potensial. Perbedaan diantara para penilai dapat menghadirkan tantangan, khususnya dalam penggunaan penilaian 360 derajat untuk keputusan disiplin atau gaji.

2.1.3.4 Indikator Kinerja

Gomes (2003:142) mengungkapkan beberapa dimensi atau kriteria yang perlu mendapat perhatian sebagai indikator dalam pengukuran kinerja, antara lain :


(56)

40

1. Quality of Work, yaitu kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya.

2. Quantity of Work, yaitu jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang ditentukan.

3. Job Knowledge, yaitu luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya.

4. Creativeness, yaitu keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul. 5. Cooperation, yaitu kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain

sesama anggota organisasi.

6. Dependability, yaitu kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan menyelesaikan pekerjaan.

7. Initiative, yaitu semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggung jawabnya.

8. Personal Qualities, yaitu menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramah-tamahan dan integritas pribadi.

2.1.4 Keterkaitan antar Variabel Penelitian

2.1.4.1 Keterkaitan antara Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah dengan Kinerja Guru

Menurut Siagian (1999) dalam jurnal Wahyuddin dan Djumino (2006:6) menyatakan keberhasilan suatu organisasi baik sebagai keseluruhan maupun berbagai


(57)

41

kelompok dalam suatu organisasi tertentu, sangat tergantung pada mutu kepemimpinan yang terdapat dalam organisasi yang bersangkutan. Dikatakan pula bahwa mutu kepemimpinan yang terdapat dalam suatu organisasi memainkan peranan yang sangat dominan dalam keberhasilan organisasi tersebut dalam menyelenggarakan berbagai kegiatannya terutama terlihat dalam kinerja para pegawainya.

Menurut Mulyasa (2004:227) sedikitnya terdapat sepuluh faktor yang dapat meningkatkan kinerja guru, baik faktor internal maupun eksternal. Salah satu diantara kesepuluh faktor tersebut adalah perhatian dari kepala sekolah.

2.1.4.2 Keterkaitan antara Budaya Organisasi dengan Kinerja Guru

Rivai (2003) dalam jurnal Masrukhin dan Waridin (2006:8) menyatakan bahwa semakin baik budaya kerja maka kinerja akan semakin tinggi begitu juga sebaliknya. Hal ini berarti bahwa setiap perbaikan budaya kerja kearah yang lebih kondusif akan memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi peningkatan kinerja pegawai, demikian juga sebaliknya.

Kotter dan Heskett (2006:18) mengungkapkan budaya yang kuat bisa mendukung kinerja perusahaan karena mampu menyulut motivasi yang tinggi dikalangan pekerja. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Darsono (2006:174) menjelaskan suatu perusahaan yang memiliki budaya yang kuat akan menghasilkan kinerja yang baik dalam jangka panjang. Budaya yang kuat artinya seluruh karyawan memiliki satu persepsi yang sama dengan mencapai tujuan perusahaan.


(1)

99 berkharisma, memberikan stimulasi intelektual, motivasi inspirasional, dorongan maju dan berprestasi, serta perhatian secara personal.

Hasil tanggapan dari total 61 responden terhadap variabel kepemimpinan transformasional kepala sekolah ini sedikit bertolak belakang dari survey awal yang dilakukan kepada 30 responden, yang mengindikasikan bahwa guru di SMA PGII 1 Bandung sebagian besar masih merasa ragu-ragu dan kurang puas dengan gaya kepemimpinan transformasional yang diterapkan oleh kepala sekolah terkait dengan pengaruh ideal atau karisma, motivasi inspirasional, stimulasi intelektual, dan perhatian secara personal terhadap tiap bawahannya.

B. Budaya organisasi di SMA PGII 1 Bandung secara umum menurut tanggapan 61 responden mendapatkan persentase rincian skor indikator profesionalisme 81,97%, percaya pada rekan kerja 73,11%, keteraturan 70,16%, dan integrasi 69,84%. Skor indikator tertinggi adalah profesionalisme, dan skor indikator terendah adalah integrasi. Total skor sebesar 73,77% dari skor ideal. Dimana skor tersebut berada pada interval 68,00% – 83,99% yang berada pada interval kategori kuat.

Sehingga, dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi di SMA PGII 1 Bandung berada dalam kategori kuat, didasarkan pada budaya organisasi yang terkait dengan sikap profesionalisme kerja, rasa saling percaya terhadap rekan kerja, keteraturan dalam bekerja, serta sistem kerja yang terintegrasi dengan baik.


(2)

100 Hasil tanggapan dari total 61 responden terhadap variabel budaya organisasi ini sedikit bertolak belakang dari survey awal yang dilakukan kepada 30 responden, yang mengindikasikan bahwa guru di SMA PGII 1 Bandung sebagian besar masih merasa ragu-ragu dan kurang puas terhadap budaya organisasi di lingkungan kerjanya.

C. Kinerja guru di SMA PGII 1 Bandung secara umum menurut tanggapan 61 responden mendapatkan persentase rincian skor indikator quality of

work 84,59%, quantity of work 78,03%, job knowledge 81,97%,

creativeness 83,61%, cooperation 81,64%, dependability 81,64%,

initiative 81,97% dan personal qualities 82,30%. Skor indikator tertinggi

adalah quality of work, dan skor indikator terendah adalah quantity of work. Total skor sebesar 81,97% dari skor ideal. Dimana skor tersebut berada pada interval 68,00% – 83,99% yang berada pada interval kategori tinggi.

Sehingga, dapat disimpulkan bahwa kinerja guru di SMA PGII 1 Bandung berada dalam kategori tinggi, didasarkan pada kinerja guru yang terkait dengan kualitas kerja, kuantitas kerja, pengetahuan & wawasan kerja, kreativitas, kerjasama, kehandalan, inisiatif dan integritas.

Hasil tanggapan responden mengenai kepemimpinan transformasional kepala sekolah yang berkategori baik dan budaya organisasi yang berkategori kuat, sesuai dengan hasil penilaian kinerja guru yang berkategori tinggi. Akan tetapi hal ini bertolak belakang


(3)

101 dengan fenomena penurunan jumlah siswa SMA PGII 1 Bandung yang lolos Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Sehingga sub-permasalahan dalam penelitian ini belum terjawab.

Ketika asumsi-asumsi mengenai fenomena tidak terpenuhi sesuai dengan harapan, maka sebuah masalah baru terjadi. Menurut Cahyono (1996:7) masalah merupakan kesenjangan/perbedaan (gap) antara apa yang diharapkan (harapan) dengan apa yang terjadi (kenyataan). Dalam hal ini, harapan dari SMA PGII 1 Bandung apabila kinerja guru tinggi, maka seharusnya prestasi peserta didiknya akan meningkat dan peluang siswa yang lolos SNMPTN akan semakin besar. Namun kenyataan yang terjadi di SMA PGII 1 Bandung dengan kinerja guru yang tinggi, jumlah siswa yang lolos SNMPTN justru menurun dalam 3 tahun terakhir.

Dalam model riset ini peneliti menggunakan fenomena penurunan jumlah siswa yang lolos SNMPTN hanya sebagai faktor yang menjadi salah satu indikasi masalah untuk mengkaji lebih lanjut tentang variabel kinerja guru di SMA PGII 1 Bandung. Sejalan dengan pernyataan Mustafa (1997) dalam Wear (2012) “Penelitian dapat juga diawali dengan adanya imajinasi dan keingin tahuan yang kuat dari peneliti. Tanpa ada kejadian yang sangat istimewa (negatif/positif), seseorang bisa melakukan penelitian karena ada sesuatu hal yang ingin diketahuinya sendiri, guna kepentingan ilmunya sendiri. Seorang yang tertarik dalam bidang ilmu manajemen dapat saja meneliti efektivitas suatu program gugus kendali mutu bukan untuk kegunaan praktis, tetapi semata-mata ingin


(4)

102 membuktikan teori yang dipelajarinya. Seseorang dapat juga meneliti budaya organisasi dengan tujuan hanya ingin mengetahuinya saja. Atau bahkan melakukan serangkaian penelitian dengan maksud menyusun suatu teori baru.” Sehingga untuk sub-permasalahan yang belum terjawab dari hasil penelitian ini, membuka peluang bagi peneliti selanjutnya untuk mengkaji lebih spesifik lagi tentang pengaruh kinerja guru terhadap prestasi siswa atau jumlah siswa yang lolos SNMPTN. Menurut Sugiyono (1999:25) “Setiap penelitian selalu berangkat dari masalah, bila dalam peneliti telah dapat menemukan masalah yang betul-betul masalah, maka pekerjaan penelitian 50 % telah selesai.” Jadi hasil dari penelitian ini masih dapat dilanjutkan, yaitu dengan menjadikan sub-permasalahan yang belum terjawab dalam penelitian ini menjadi salah satu variabel dalam struktur model penelitian baru.

2. Variabel kepemimpinan transformasional kepala sekolah secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kinerja guru di SMA PGII 1 Bandung sebesar 54,1%. Variabel budaya organisasi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kinerja guru di SMA PGII 1 Bandung sebesar 52,3%. Variabel kepemimpinan transformasional kepala sekolah (X1) dan budaya organisasi (X2) secara simultan berpengaruh terhadap kinerja guru (Y) sebesar 57,8%. Sedangkan sisanya sebesar 42,2% kinerja guru dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti oleh penulis.


(5)

103

5.2 Saran

Berdasarkan hasil analisis deskriptif, tanggapan responden di SMA PGII 1 Bandung mengenai kepemimpinan transformasional kepala sekolah berada pada kategori baik, budaya organisasi berada pada kategori kuat dan kinerja guru berada pada kategori tinggi. Namun terdapat beberapa catatan agar bisa menjadi lebih baik, seperti dijelaskan berikut ini:

1. Pada variabel kepemimpinan kepala sekolah, skor indikator terendah adalah pada “inspirational-motivation” dengan persentase skor 70,49%. Sehingga terdapat saran bahwa kepala sekolah diharapkan dapat lebih mampu meningkatkan cara menyampaikan motivasi yang lebih inspirasional, diantaranya dengan cara mengartikulasikan visi yang menarik bagi para guru dari masa depan, menantang guru dengan standar yang tinggi, berbicara optimis dengan penuh antusias, dan memberikan dorongan serta makna dari pengabdian kerja yang dilakukan para guru. 2. Pada variabel budaya organisasi, skor indikator terendah adalah pada

“integrasi” dengan persentase skor 69,84%. Sehingga terdapat saran agar hubungan interpersonal serta kerjasama antar guru dan lingkungan sosial disekitarnya dapat terjalin lebih erat, maka dapat dilakukan dengan cara mengumpulkan para guru untuk melakukan suatu aktivitas yang menyenangkan dengan mengikut sertakan bersama dengan keluarga mereka, misalnya kegiatan tour wisata, outbound, atau family gathering. Sehingga semakin tercipta kedekatan yang erat antar sesama guru dan secara tidak tidak langsung akan meningkatkan hubungan yang terintegrasi


(6)

104 secara kuat. Dalam kondisi ini, para guru akan merasa lebih nyaman dalam menunjukkan loyalitasnya kepada organisasi.

3. Pada variabel kinerja guru, skor indikator terendah adalah pada “quantity

of work” dengan persentase skor 78,03%. Sehingga dalam hal ini terdapat

saran bahwa kepala sekolah diharapkan untuk lebih mampu menggali penyebab para guru agak enggan bila harus menambah kuantitas kerja, sehingga dapat diketahui motivasi apa yang tepat untuk dapat meningkatkan kinerja guru lebih tinggi lagi. Misalnya seperti memberikan tawaran kompensasi menarik atau bonus tambahan yang dapat meningkatkan motivasi para guru untuk dapat lebih bersemangat saat harus menambah kuantitas kerjanya.


Dokumen yang terkait

PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH , BUDAYA ORGANISASI, IKLIM ORGANISASI, DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KINERJA GURU DI SD NEGERI KOTA MEDAN.

0 4 6

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH DAN BUDAYA ORGANISASI DENGAN KINERJA GURU DI SMA KECAMATAN SEI RAMPAH KABUPATEN SERGAI.

0 0 28

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH, BUDAYA ORGANISASI, DAN KETERAMPILAN GURU Kontribusi Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah, Budaya Organisasi, Dan Ketrampilan Guru Terhadap Kinerja Guru SD Di UPT Dinas Pendidikan Kecamatan

0 1 14

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH, BUDAYA ORGANISASI, DAN KETERAMPILAN GURU Kontribusi Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah, Budaya Organisasi, Dan Ketrampilan Guru Terhadap Kinerja Guru SD Di UPT Dinas Pendidikan Kecamatan

0 1 16

PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH DAN KINERJA GURU TERHADAP MUTU SEKOLAH PADA SMA SWASTA DI KOTA BANDUNG :Studi pada SMA Swasta yang Terakreditasi A.

0 0 90

PENGARUH PERILAKU KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH TERHADAP BUDAYA SEKOLAH PADA SMA NEGERI DI KABUPATEN BANDUNG.

1 1 43

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH DAN BUDAYA SEKOLAH TERHADAP PRODUKTIVITAS SEKOLAH :Studi Deskriptif Analitik terhadap Persepsi Guru SMA Negeri SSN di Kota Bandung.

0 1 61

Pengaruh Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah dan Budaya Organisasi terhadap Kemampuan Profesional Tenaga Pendidi.

0 0 62

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Servant Leadership, Budaya Organisasi, dan Motivasi terhadap Kinerja Guru (Studi Kasus di Sekolah "X" Bandung).

0 1 28

PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH, MOTIVASI GURU, KOMPETENSI GURU DAN BUDAYA SEKOLAH TERHADAP KINERJA GURU SERTA IMPLIKASINYA PADA KOMPETENSI LULUSAN SMA NEGERI DI KOTA BANDUNG, KOTA CIMAHI, KABUPATEN BANDUNG, DAN KABUPATEN BANDUNG BAR

0 0 29