KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH DAN BUDAYA SEKOLAH TERHADAP PRODUKTIVITAS SEKOLAH :Studi Deskriptif Analitik terhadap Persepsi Guru SMA Negeri SSN di Kota Bandung.

(1)

i

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ……… i

HALAMAN PENGESAHAN ……….. ii

HALAMAN PERNYATAAN ……….. iv

ABSTRAK ………... v

KATA PENGANTAR ……….. vi

UCAPAN TERIMA KASIH ……… viii

DAFTAR ISI ……… xii

DAFTAR TABEL ……… xv

DAFTAR GAMBAR ……… xvii

DAFTAR LAMPIRAN ……… xviii

BAB I PENDAHULUAN ……… 1

A. Latar Belakang Masalah ……… 1

B. Rumusan Masalah ……….. 8

C. Tujuan Penelitian ………... 9

1. Tujuan Umum ... 9

2. Tujuan Khusus ... 9

D. Definisi Operasional Variabel Penelitian …..……….. 10

E. Anggapan Dasar ……… 11

F. Hipotesis ……… 12

G. Metode Penelitian ……….. 12

H. Populasi dan Sampel Penelitian ………. 14

1. Populasi Penelitian ... 14


(2)

ii

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……… 15

A. Produktivitas Sekolah dalam Penjaminan Mutu Pendidikan ... 15

1. Penjaminan Mutu Pendidikan ……….. 15

2. Konsep Produktivitas ………... 18

3. Produktivitas Dalam Pendidikan ………. 20

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas ..………. 22

5. Peningkatan Produktivitas Sekolah ………. 24

B. Kepemimpinan Transformasional ………... 30

1. Konsep Kepemimpinan ………... 30

2. Pengertian Kepemimpinan ……….. 33

3. Kepemimpinan Kepala Sekolah ……….. 36

4. Kepemimpinan Transformasional ………... 42

5. Karakteristik Kepemimpinan Transformasional …………. 45

6. Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah ………. 50

C. Budaya Sekolah ………... 53

1. Pengertian Budaya Sekolah ………. 53

2. Model Budaya Sekolah ……… 55

3. Membangun Budaya Sekolah ……….. 57

D. Persepsi ……… 65

1. Pengertian Persepsi ………... 65

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi ……… 67

3. Pengukuran Persepsi ………. 68

E. Hasil Penelitian Sebelumnya yang Relevan ……… 70

F. Resume Hasil Tinjauan Pustaka ……….. 72

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……….… 74

A. Metode Penelitian ... 74

B. Populasi dan Sampel Penelitian... 78

1. Populasi Penelitian …………...……….….…… 78

2. Sampel Penelitian ………...……… 80


(3)

iii

D. Penyusunan Instrumen Penelitian …………...………. 86

E. Uji Coba Instrumen ………..………...…... 91

1. Pengujian Validitas ……….………...… 92

2. Pengujian Reliabilitas ……….……... 94

F. Pengolahan Data ………...………...………… 96

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……….… 102

A. Hasil Penelitian ... 102

1. Data Deskriptif ………..……….. 102

2. Data Interpretasi ……….. 110

B. Pembahasan ………. 126

1. Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah ………. 126

2. Budaya Sekolah ………... 131

3. Produktivitas Sekolah ……….. 135

4. Kontribusi Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah terhadap Produktivitas Sekolah ……… 137

5. Kontribusi Budaya Sekolah terhadap Produktivitas Sekolah ……….. 138

6. Kontribusi Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah dan Budaya Sekolah terhadap Produktivitas Sekolah ………..… 142

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI …...…. 145

A. Kesimpulan ………... 145

B. Rekomendasi ………. 148

DAFTAR PUSTAKA ………. 152


(4)

iv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Populasi Penelitian ………. 79

Tabel 3.2 Sampel Sekolah dari Kluster ……….. 81

Tabel 3.3 Sampel Penelitian ………... 83

Tabel 3.4 Operasional Variabel Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah (X1) ………. 85 Tabel 3.5 Operasional Variabel Budaya Sekolah (X2) ………... 85

Tabel 3.6 Operasional Variabel Produktivitas Sekolah (Y) ………... 86

Tabel 3.7 Kisi-kisi Variabel Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah (X1) ……….. 89

Tabel 3.8 Kisi-kisi Variabel Budaya Sekolah (X2) ………... 90

Tabel 3.9 Kisi-kisi Variabel Produktivitas Sekolah (Y) ………... 91

Tabel 3.10 Kategori Variabel ………... 98

Tabel 3.11 Kriteria Nilai Korelasi ……… 100

Tabel 4.1 Skor Rata-rata Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah (X1) ………... 103 Tabel 4.2 Skor Rata-rata Budaya Sekolah (X2) ………... 105

Tabel 4.3 Skor Rata-rata Produktivitas Sekolah (Y) ……….. 107

Tabel 4.4 Rekapitulasi Gambaran Umum Variabel Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah (X1), Budaya Sekolah (X2) dan Produktivitas Sekolah (Y) ……... ---109 Tabel 4.5 One –Sample Kolmogorov-Smirnov Test ………... 111

Tabel 4.6 Hasil Uji Linieritas Regresi Variabel Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah (X1) atas Produktivitas Sekolah (Y) ………... -114 Tabel 4.7 Hasil Uji Linieritas Regresi Variabel Budaya Sekolah (X2) atas Produktivitas Sekolah (Y) ……….. 115

Tabel 4.8 Korelasi antara Variabel Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah (X1) dengan Produktivitas Sekolah (Y) ……. 117

Tabel 4.9 Persamaan Regresi Variabel Produktivitas Sekolah (Y) terhadap Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah

(X1)………...………...


(5)

v

Halaman Tabel 4.10 Korelasi antara Variabel Budaya Sekolah (X2) dengan

Produktivitas Sekolah (Y) ………... 120 Tabel 4.11 Persamaan Regresi Variabel Produktivitas Sekolah (Y)

terhadap Budaya Sekolah (X2) ………... 121

Tabel 4.12 Model Summary Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah (X1) dan Budaya Sekolah (X2) terhadap Produktivitas

Sekolah (Y) …….………....

-122 Tabel 4.13 Koefisien Korelasi Kepemimpinan Transformasional Kepala

Sekolah (X1) dan Budaya Sekolah (X2) dengan Produktivitas

Sekolah (Y) ...

-123 Tabel 4.14 Uji Keberartian Persamaan Regresi Produktivitas Sekolah (Y)

atas Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah (X1)

dan Budaya Sekolah (X2)...

-124 Tabel 4.15 Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis ... 125


(6)

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Interaksi Tiga Dimensi Optimisme Akademik ……… 64 Gambar 4.1 Histogram Normalisasi Data Variabel Kepemimpinan

Transformasional Kepala Sekolah (X1) ... 112 Gambar 4.2 Histogram Normalisasi Data Variabel Budaya Sekolah (X2) ... 112 Gambar 4.3 Histogram Normalisasi Data Variabel Produktivitas Sekolah

(Y) ... 113 Gambar 4.4 Korelasi dan Regresi Variabel Kepemimpinan

Transformasional Kepala Sekolah (X1), Budaya Sekolah (X2) dan Produktivitas Sekolah (Y) ...


(7)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Angket Uji Coba …….………..………. 158

Lampiran 2 Tabulasi Data Uji Coba ……… 167

Lampiran 3 Hasil Uji Validitas Instrumen ……….. 173

Lampiran 4 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ………...………. 179

Lampiran 5 Instrumen Penelitian ... 185

Lampiran 6 Tabulasi Data Uji Coba ……… 193


(8)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan menjadi salah satu aspek dalam indeks pembangunan manusia (human development index) yang dikembangkan oleh United Nations Development Programs (UNDP). Unsur pendidikan dianggap sebagai indikator kemajuan pembangunan sebuah masyarakat, di samping kesehatan dan daya beli masyarakat. Dengan posisi tersebut, pendidikan dianggap cukup strategis untuk dijadikan agenda pembangunan bangsa. Untuk itu seluruh potensi pendidikan hendaknya diarahkan pada pencapaian tingkat kemajuan pembangunan pendidikan yang mantap, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.

Pemerintah menyadari pentingnya pendidikan yang bermutu bagi bangsa Indonesia. Oleh karenanya, pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Sejalan dengan hal itu, pemerintah telah menetapkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Bab I Pasal 1 yang menyatakan bahwa:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, Bangsa dan Negara. Selanjutnya, pada Bab 2 Pasal 3 Undang-Undang Sisdiknas di atas dinyatakan bahwa :


(9)

2

Tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Untuk menjamin terselenggaranya pendidikan bermutu, pemerintah juga telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang terdiri dari 8 standar yaitu : 1) Standar Isi; 2) Standar Proses; 3) Standar Kompetensi Lulusan; 4) Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan; 5) Standar Sarana Prasarana; 6) Standar Pengelolaan; 7) Standar Pembiayaan; serta 8) Standar Penilaian Pendidikan.

Penjaminan mutu merupakan kata kunci yang menjadi fenomena dalam dunia pendidikan. Untuk melakukan penjaminan mutu, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 Tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan.

Dewasa ini banyak upaya peningkatan mutu pendidikan terus dilakukan oleh berbagai pihak. Upaya-upaya tersebut dilandasi suatu kesadaran betapa pentingnya peranan pendidikan dalam pengembangan sumber daya manusia dan pengembangan watak bangsa untuk kemajuan masyarakat dan bangsa. Harkat dan martabat suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas pendidikannya. Dalam konteks bangsa Indonesia, peningkatan mutu pendidikan merupakan sasaran pembangunan di bidang pendidikan nasional dan merupakan bagian integral dari upaya peningkatan kualitas manusia Indonesia secara menyeluruh.

Mutu sumber daya manusia dapat dilihat dari kemampuan atau kompetensi yang dimiliki oleh lulusan lembaga pendidikan, seperti sekolah. Sekolah memiliki


(10)

3

tugas untuk mengembangkan potensi peserta didik secara optimal menjadi kemampuan untuk hidup di masyarakat dan mensejahterakan masyarakat. Setiap peserta didik memiliki potensi dan sekolah harus mengetahui potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Selanjutnya sekolah merancang pengalaman belajar yang harus diikuti peserta didik agar memiliki kemampuan yang diperlukan masyarakat. Dengan demikian potensi peserta didik akan berkembang optimal.

Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal dituntut untuk dapat memenuhi harapan dan keinginan masyarakat tentang pendidikan bermutu yang mampu menyiapkan sumber daya yang dapat bersaing dalam percaturan dunia yang semakin kompleks. Sebagai organisasi pendidikan, sekolah harus berupaya untuk mengkaji berbagai kelebihan dan kelemahan sekolah serta berupaya untuk mencari cara untuk melakukan perbaikan terus menerus dengan mengidentifikasi segala tantangan dan ancaman sebagai upaya menciptakan produktivitas sekolah yang diharapkan.

Produktivitas sekolah menjadi sangat penting dan suatu hal yang tidak bisa ditawar lagi. Karakteristik sekolah yang produktif dapat dilihat dari bentuk dan sifat organisasi sekolah yang dapat memberikan peluang berupa peningkatan jumlah dan kualitas kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik setelah mengikuti pembelajaran.

Mulyasa (2007:92) mengungkapkan: “Produktivitas dalam dunia pendidikan berkaitan dengan keseluruhan proses penataan dan penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien”. Seiring dengan bertambahnya waktu, maka semakin besar pula modal untuk pendidikan. Sekolah


(11)

4

pun menjadi semakin berkembang karena semakin besarnya tuntutan pendidikan yang harus dikembangkan.

Hasil penelitian United Nation Development Programme (UNDP) tahun 2007 tentang Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dinyatakan Indonesia berada pada peringkat 107 dari 177 negara yang diteliti. Indonesia memperoleh indeks 0,728. Jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN yang dilibatkan dalam penelitian, Indonesia berada pada peringkat ke-7 dari sembilan negara ASEAN. Salah satu unsur utama dalam komponen IPM adalah tingkat pengetahuan bangsa atau pendidikan bangsa. Peringkat Indonesia yang rendah dalam kualitas sumber daya manusia ini adalah merupakan gambaran mutu pendidikan yang rendah.

United Nation Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO), badan PBB yang mengurus bidang pendidikan menyatakan bahwa peringkat Indonesia dalam bidang pendidikan tahun 2007 adalah 62 diantara 130 negara di dunia. Education Development Index (EDI) Indonesia adalah 0,935, dibawah Malaysia (0,945). Rendahnya mutu pendidikan Indonesia juga tercermin dari daya saing di tingkat internasional. Menurut World Economic Forum, 2007-2008 daya saing Indonesia berada pada level 54 dari 113 negara, Malaysia di level ke-21 dan Singapura di level ke-7.

Mutu pendidikan yang rendah merupakan salah satu penyebab rendahnya produktivitas sekolah. Dalam forum pengukuran dan assessment internasional, Indonesia selalu berada di peringkat bawah. Hasil pengukuran Third International Mathematics and Science Study (TIMSS) terhadap 38 peserta pada tahun 2000 menunjukkan Negara Indonesia hanya mampu meraih peringkat 34 untuk mata


(12)

5

pelajaran IPA dan peringkat 32 untuk mata pelajaran matematika. Peringkat ini berada di bawah Malaysia (16 dan 21) dan Thailand (27 dan 24). Hasil assessment Program for International Student Assessment (PISA) tahun 2003 pada literacy membaca dan matematika, serta IPA terhadap 41 peserta menunjukkan Negara Indonesia hanya mampu meraih peringkat ke-39 pada literacy membaca dan matematika, sedangkan IPA pada peringkat 38. Peringkat ini berada di bawah Thailand yang mendapat peringkat 32 (Jalal, F., 27 Februari 2006).

Sekolah sebagai suatu organisasi dirancang untuk dapat memberikan kontribusi dalam upaya meningkatkan kualitas kehidupan bagi masyarakat. Upaya peningkatan kualitas sekolah perlu ditata, diatur, dan dikelola agar sekolah mampu menghasilkan keluaran (output) yang mampu bersaing di lingkungan masyarakat. Pengelolaan sekolah yang dimaksud di atas berkaitan dengan gaya kepemimpinan sekolah dalam menghasilkan keluaran atau lulusan yang lebih baik dan berkualitas sehingga meningkatkan mutu pendidikan.

Kepala sekolah memiliki peran yang sangat berarti dalam membentuk kesamaan gerak sehingga terbentuk budaya organisasi (sekolah) dalam mencapai tujuannya. Kepala sekolah memiliki wewenang secara formal untuk mentransformasikan berbagai keinginan stakeholders ke dalam bentuk pengelolaan sekolah dan berupaya untuk memberikan motivasi serta menanamkan kesadaran kepada para bawahannya tentang pentingnya kualitas hasil kerja, kerjasama tim, dan lebih mengutamakan kepentingan sekolah daripada pribadinya. Dengan demikian kepala sekolah harus memiliki sikap dan gaya kepemimpinan yang mampu menggerakkan para bawahannya untuk berkorban


(13)

6

demi organisasi (sekolah) yang dipimpinnya, dan tidak memandang sekolah sebagai tempat tugas semata.

Kepemimpinan kepala sekolah diharapkan mampu untuk beradaptasi dengan perkembangan yang ada, terutama sekali yang berkaitan dengan isu-isu terkini dalam dunia pendidikan. Kepala sekolah dituntut untuk dapat meningkatkan keterampilan dan pengetahuan orang-orang dalam sekolah, menciptakan budaya yang baik dan mempersatukan berbagai perbedaan untuk menciptakan hubungan yang produktif. Hal ini sejalan dengan ungkapan Supriadi dalam Mulyasa (2007: 25) bahwa: ”Erat hubungannya antara mutu kepala sekolah dengan berbagai aspek kehidupan sekolah seperti disiplin sekolah, iklim budaya sekolah, dan menurunnya perilaku nakal peserta didik.” Oleh karena itu, dalam memimpin dan mengelola sekolah, seorang kepala sekolah harus memiliki keterampilan tertentu, pengorbanan, dan menjadi teladan yang baik bagi guru dan stafnya maupun siswa dan orang tua.

Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa menjadi seorang kepala sekolah tidaklah mudah. Kepala sekolah bukanlah sekedar mampu memimpin tetapi juga harus mampu bertindak secara profesional. Hampir semua kepala sekolah direkrut dari para pendidik yang berpengalaman dan sukses. Sebagai pendidik sangat mungkin mereka sudah profesional, tetapi sebagai pengelola sekolah haruslah seorang profesional di bidang itu. Kepala sekolah harus lebih profesional daripada para pendidik, sebab peranan pengelola sekolah lebih besar dibandingkan dengan peranan para pendidik dalam suksesnya pendidikan.


(14)

7

Kepala sekolah merupakan pendorong atau motivator bagi pengembangan diri dan kemampuan profesional para bawahannya. Seorang pemimpin yang efektif harus mampu membangun motivasi, menentukan arah, mengelola perubahan dengan tepat, dan mempengaruhi sikap dan perilaku seluruh warga sekolah melalui budaya sekolah yang inovatif, yang tidak menghambat kreativitas dengan memperhatikan potensi kekuatan kerja.

Komariah dan Triatna (2008: 123) menyatakan bahwa budaya sekolah merupakan aspek penting dalam sistem pendidikan yang melibatkan perasaan seseorang seperti senang, sedih, suka, duka, bergairah, lesu, bangga dan kecewa. Budaya sekolah tumbuh pada sekolah-sekolah yang memiliki perhatian besar terhadap terciptanya manajemen sekolah, bukan pada sekolah yang berjalan apa adanya. Orang yang bertanggung jawab atas manajemen sekolah adalah seorang kepala sekolah yang memiliki karakteristik kepemimpinan untuk dapat menggerakkan orang-orang di bawahnya.

Dalam kepemimpinan kepala sekolah dan budaya yang dianut oleh sekolah dapat tercipta lingkungan atau kondisi yang kondusif yang akan dapat meningkatkan produktivitas sekolah yang berakibat terhadap sebutan sekolah Rintisan, SSN (Sekolah Standar Nasional), RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) dan SBI (Sekolah Bertaraf Internasional).

Keragaman budaya sekolah dan kepemimpinan sekolah mengakibatkan keragaman produktivitas sekolah, sehingga mutu pendidikan masing-masing sekolah juga akan berbeda-beda. Fenomena ini sangat menarik untuk dikaji lebih mendalam melalui sebuah penelitian yang diformulasikan dalam judul penelitian


(15)

8

“KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH DAN BUDAYA SEKOLAH TERHADAP PRODUKTIVITAS SEKOLAH (Penelitian Deskriptif Analitik terhadap Persepsi Guru di SMA Negeri SSN di Kota Bandung)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka permasalahan penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut: ”Sejauh manakah kepemimpinan transformasional kepala sekolah dan budaya sekolah berkontribusi terhadap produktivitas sekolah pada SMA Negeri berstandar nasional (SSN) di Kota Bandung berdasarkan persepsi para guru?”

Selanjutnya permasalahan tersebut diformulasikan ke dalam pertanyaan-pertanyaan yang lebih khusus, yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran deskriptif kepemimpinan transformasional kepala sekolah pada SMAN SSN di Kota Bandung?

2. Bagaimana gambaran deskriptif budaya sekolah pada SMAN SSN di Kota Bandung?

3. Bagaimana gambaran deskriptif produktivitas sekolah pada SMAN SSN di Kota Bandung?

4. Seberapa besar kontribusi kepemimpinan transformasional kepala sekolah terhadap produktivitas sekolah pada SMAN SSN di Kota Bandung?

5. Seberapa besar kontribusi budaya sekolah terhadap produktivitas sekolah pada SMAN SSN di Kota Bandung?


(16)

9

6. Seberapa besar kontribusi kepemimpinan transformasional kepala sekolah dan budaya sekolah terhadap produktivitas sekolah pada SMAN SSN di Kota Bandung?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi kepemimpinan transformasional kepala sekolah dan budaya sekolah terhadap produktivitas sekolah pada SMA Negeri SSN di Kota Bandung.

2. Tujuan Khusus

Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis: a. Gambaran deskriptif kepemimpinan transformasional kepala sekolah pada

SMAN SSN di Kota Bandung.

b. Gambaran deskriptif budaya sekolah pada SMAN SSN di Kota Bandung. c. Gambaran deskriptif persepsi guru tentang produktivitas sekolah pada

SMAN SSN di Kota Bandung.

d. Besaran kontribusi kepemimpinan transformasional kepala sekolah terhadap produktivitas sekolah pada SMAN SSN di Kota Bandung.

e. Besaran kontribusi budaya sekolah terhadap produktivitas sekolah pada SMAN SSN di Kota Bandung?

f. Besaran kontribusi kepemimpinan transformasional kepala sekolah dan budaya sekolah terhadap produktivitas sekolah pada SMAN SSN di Kota Bandung.


(17)

10 D. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini terdiri dari tiga variabel, yaitu dua variabel bebas (independent variable) kepemimpinan transformasional kepala sekolah (X1) dan

budaya sekolah (X2), serta satu variabel terikat (dependent variable) produktivitas

sekolah (Y).

Definisi operasional dimaksudkan untuk menjelaskan makna variabel yang sedang diteliti.Untuk memfokuskan penelitian ini, maka berikut ini akan diuraikan definisi operasional dari masing-masing variabel.

1. Kepemimpinan transformasional (X1). Merujuk pendapat Bass dan Riggio

(2006) dalam Hoy dan Miskel (2008:446), kepemimpinan transformasional adalah upaya kepala sekolah untuk mempengaruhi dan meningkatkan tingkat pemahaman para guru tentang tujuan sekolah dan membantu para guru untuk mencapai performa yang lebih tinggi sebagaimana yang dipersepsikan oleh guru dalam menjawab pertanyaan di instrumen. Terdapat empat karakteristik atau dimensi kepemimpinan transformasional, dengan konsep “4 I” yaitu : 1) Idealized influence (kharisma); 2) Inspirational motivation (inspirasi); 3) Intellectual stimulation (stimulasi intelektual); dan 4) Individualized consideration (kepekaan individu).

2. Budaya sekolah (X2). Merujuk pendapat Deal dan Peterson (2004: 4) dalam

Komariah dan Triatna (2008: 101), budaya sekolah adalah sikap dan perilaku warga sekolah yang membentuk karakter sekolah sebagaimana yang diungkapkan oleh guru dalam menjawab pertanyaan di instrumen. Hoy (2008:187) mengungkapkan bahwa sekolah dengan budaya yang kuat akan


(18)

11

menghasilkan lulusan yang tinggi. Budaya sekolah tersebut adalah terdiri dari empat budaya yaitu : 1) efikasi (self efficacy); 2) saling percaya (trust); 3) optimisme akademik (academic optimism); dan 4) kontrol (control).

3. Produktivitas sekolah (Y). Merujuk pendapat Komariah dan Triatna (2008: 16), produktivitas adalah perbandingan terbaik antara lulusan yang diperoleh dengan jumlah sumberdaya yang digunakan sebagaimana yang dipersepsikan oleh guru dalam menjawab pertanyaan di instrumen. Thomas, A., (1971: 11-22) mengemukakan bahwa produktivitas sekolah meliputi: 1) The Administrator’s Production Function (fungsi administrasi); 2) The Psychologist’s Production Function (fungsi psikologi); dan 3) The Economist’s Production Function (fungsi ekonomi). Produktivitas sekolah ini

E. Anggapan Dasar

Penelitian ini didasarkan pada anggapan dasar berikut :

1. Kepemimpinan transformasional kepala sekolah merupakan ujung tombak dan kemudi bagi jalannya lembaga pendidikan. Kepemimpinan transformasional pada dasarnya pemimpin dan pengikut yang saling menaikkan diri ke tingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi, dan pemimpin yang memiliki wawasan jauh ke depan dan berupaya memperbaiki dan mengembangkan organisasi bukan hanya untuk saat ini tetapi di masa datang (Burns, 1978 dalam Komariah dan Triatna, 2008:77).


(19)

12

2. Budaya sekolah adalah konteks di belakang layar sekolah yang menunjukkan nilai-nilai, norma-norma, tradisi-tradisi, rutual-ritual, yang telah dibangun dalam waktu yang lama oleh semua warga dalam kerja sama di sekolah. Budaya sekolah adalah karakteristik khas sekolah yang dapat diidentifikasi melalui nilai-nilai yang dianutnya, sikap yang dimilikinya dan tindakan yang ditunjukkan oleh seluruh warga sekolah yang membentuk satu kesatuan khusus dari sistem sekolah (Komariah, 2008:102).

3. Produktivitas sekolah merupakan suatu ukuran efektivitas dan efisiensi sekolah. Efektivitas sekolah berupa masukan yang merata, keluaran yang bermutu, ilmu dan keluaran sesuai dengan kebutuhan, pendapatan tamatan yang memadai; dan efisiensi sekolah berupa kegairahan motivasi belajar yang tinggi, semangat kerja besar, kepercayaan berbagai pihak, pembiayaan sekecil mungkin tetapi hasil besar (Engkoswara, 1987 dalam Alma,B., 2003:64). Indikator produktivitas sekolah dilihat berdasarkan tiga dimensi yaitu 1) produktivitas sekolah ditinjau dari segi keluaran administratif; 2) produktivitas sekolah ditinjau dari segi perubahan perilaku; dan 3) produktivitas sekolah ditinjau dari segi keluaran ekonomis.

F. Hipotesis

Peneliti merumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: Produktivitas sekolah pada SMAN SSN di Kota Bandung dapat meningkat jika kepemimpinan transformasional kepala sekolah berjalan efektif dan budaya sekolah kuat.


(20)

13

Secara rinci, hipotesis penelitian ini dijabarkan sebagai berikut :

1. Kepemimpinan transformasional berkontribusi secara signifikan terhadap produktivitas sekolah pada SMAN SSN di Kota Bandung.

2. Budaya sekolah berkontribusi secara signifikan terhadap produktivitas sekolah pada SMAN SSN di Kota Bandung.

3. Kepemimpinan transformasional dan budaya sekolah berkontribusi secara signifikan terhadap produktivitas sekolah pada SMAN SSN di Kota Bandung.

G. Metode Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Metode penelitian deskriptif adalah suatu metode yang menggambarkan apa yang dilakukan berdasarkan fakta-fakta atau kejadian-kejadian pada obyek yang diteliti, untuk kemudian dioleh menjadi data dan selanjutnya dilakukan suatu analisis sehingga pada akhirnya dihasilkan suatu kesimpulan. Penelitian deskriptif dilakukan dengan menjelaskan atau menggambarkan variabel masa lalu dan masa sekarang (Arikunto, 2002:10).

Informasi yang diperoleh selama penelitian berlangsung diproses dan dianalisis dengan menggunakan teori-teori yang berhubungan, sehingga diperoleh kejelasan mengenai gambaran obyek yang sedang diteliti, selain itu juga dilakukan serangkaian prosedur penelitian yang dimulai dari operasionalisasi variabel, rancangan hipotesis, teknik pengumpulan data, analisis data dan penarikan kesimpulan.


(21)

14

Sedangkan penelitian analitik menyangkut pengujian hipotesis. Analisis data ini akan digunakan dalam menguji besarnya kontribusi yang ditunjukkan oleh koefisien korelasi antar variabel kepemimpinan transformasional kepala sekolah (X1) dan budaya sekolah (X2) terhadap produktivitas sekolah (Y).

H. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh SMA Negeri yang berstatus SSN (Sekolah Standar Nasional) di Kota Bandung Provinsi Jawa Barat. Menurut data yang diperoleh dari Dinas Pendidikan Kota Bandung, SMA Negeri yang berstatus SSN di Kota Bandung terdapat 21 sekolah.

2. Sampel Penelitian

Sampel penelitian ditentukan dari populasi penelitian yang terdiri dari 21 SMA Negeri SSN di Kota Bandung. Pada tahun 2010 SMA di Kota Bandung dibagi menjadi empat kelompok berdasarkan peringkat sekolah. Dengan menggunakan teknik random sampling ditentukan sekolah yang menjadi sampel penelitian yang mewakili tiap kelompok. Dalam menentukan sampel yang akan dijadikan obyek dalam penelitian ini, peneliti menggunakan cara perhitungan sampel yang didasarkan pada proporsi populasi menggunakan penghitungan yang dirumuskan oleh Taro Yamane atau slovin dalam Riduwan dan Akdon, (2007: 254).


(22)

74 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian adalah upaya sistematis dalam menemukan, menganalisis dan menafsirkan bukti-bukti empiris untuk memahami gejala-gejala atau untuk menemukan jawaban terhadap suatu permasalahan yang terkait dengan gejala itu. McMillan & Schumacher (2001:9) mendefinisikan penelitian sebagai proses yang sistematis dalam pengumpulan dan analisis yang logis terhadap informasi atau data untuk beberapa tujuan tertentu.

Dari rumusan masalah yang telah ditetapkan, maka penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Sugiyono (2007) mengatakan bahwa “metode penelitian kuantitatif lebih cocok digunakan untuk meneliti, bila permasalahan sudah jelas, datanya teramati dan terukur, peneliti bermaksud menguji hipotesis dan membuat generalisasi”.

Berkenaan dengan pendekatan, metode, jenis serta bentuk penelitian kuantitatif ini, McMillan & Schumacher (2001), serta Sudjana dan Ibrahim (2001) menjelaskan penelitian kuantitatif sebagai berikut :

1. Penelitian kuantitatif merupakan suatu metode yang berpangkal pada peristiwa yang dapat diukur secara kuantitatif atau dapat dinyatakan dengan angka (skala, indeks, rumus dan sebagainya), lebih bersifat “logika-hipotetika verifikasi”.


(23)

75

2. Penelitian kuantitatif adalah pengujian hipotesis yang sifatnya kuantitatif, hasil penelitian ini merupakan generalisasi berdasarkan hasil pengukuran, oleh karena itu pendekatannya bersifat pendekatan positifistik.

Berdasarkan pendekatan ini, penelitian ini termasuk penelitian survei. Menurut Kerlinger dalam Sugiyono (2007:160) “penelitian survei mengkaji populasi yang besar maupun kecil dengan menyeleksi serta mengkaji sampel yang dipilih dan populasi itu untuk menemukan insidensi, distribusi dan interelasi relatif dari variabel-variabel sosiologi dan psikologi”. Penelitian survei pada umumnya melakukan suatu generalisasi dari pengamatan yang tidak mendalam. Sejalan dengan itu Singarimbun dan Effendi (1995:3) mengatakan bahwa penelitian survei adalah “penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok”.

Metode deskripsi adalah suatu metode dalam penelitian status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Metode deskriptif juga ingin mempelajari norma-norma atau standar-standar sehingga penelitian ini disebut juga survei normatif. Dalam metode ini juga dapat diteliti masalah normatif bersama-sama dengan masalah status dan sekaligus membuat perbandingan-perbandingan antar fenomena. Studi demikian dinamakan secara umum sebagai studi atau penelitian deskritif. Perspektif waktu yang dijangkau, adalah waktu sekarang atau sekurang-kurangnya jangka waktu yang masih terjangkau dalam ingatan responden (Young, 2010 [online]).


(24)

76

Metode penelitian deskriptif juga merupakan metode yang menggambarkan apa yang dilakukan berdasarkan fakta-fakta atau kejadian-kejadian pada obyek yang diteliti, untuk kemudian diolah menjadi data dan selanjutnya dilakukan suatu analisis sehingga pada akhirnya dihasilkan suatu kesimpulan. Penelitian deskriptif dilakukan dengan menjelaskan atau menggambarkan variabel masa lalu dan sekarang (Arikunto, 2002:10).

Whitney (1960) dalam Young (2010) berpendapat, metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena.

Penelitian deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.

Penelitian dengan metode deskriptif pada umumnya memiliki karekteristik sebagai berikut :

1. Memusatkan diri pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang, pada masalah-masalah yang aktual.

2. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisa (metode analitik)

3. Analisis data dilakukan secara induktif atau interpretasi bersifat idiografik. 4. Menggunakan makna dibalik data


(25)

77

Ciri-ciri penelitian deskriptif adalah sebagai berikut :

1. Untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian, sehingga metode ini berkehendak mengadakan akumulasi data dasar belaka (secara harafiah).

2. Mencakup penelitian yang lebih luas di luar metode sejarah dan eksperimental.

3. Secara umum dinamakan metode survei.

4. Kerja peneliti bukan saja memberi gambaran terhadap fenomena-fenomena, tetapi: menerangkan hubungan, menguji hipotesis-hipotesis, membuat prediksi, mendapatkan makna dan implikasi dari suatu masalah yang ingin dipecahkan, mengumpulkan data dengan teknik wawancara dan menggunakan schedule questionair/interview guide.

Ditinjau dari segi masalah yang diselidiki, teknik dan alat yang digunakan dalam meneliti, serta tempat dan waktu, penelitian ini dapat dibagi atas beberapa jenis, yaitu: (1) metode survei; (2) metode deskriptif berkesinambungan (continuity descriptive); (3) penelitian studi kasus; (4) penelitian analisis; (5) pekerjaan dan aktivitas; (6) penelitian tindakan (action research); (7) peneltian perpustakaan dan dokumenter.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa metode survei deskriptif analitik sangat tepat digunakan untuk penelitian ini, karena cukup sesuai dengan maksud penelitian, yaitu untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang kontribusi kepemimpinan transformasional kepala sekolah dan budaya sekolah terhadap produktivitas sekolah di SMA Negeri SSN di Kota Bandung.


(26)

78 B. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Dalam melakukan penelitian diperlukan data yang sesuai dengan tujuan pembahasan masalah yang diteliti. Sumber data yang terkumpul dapat dipergunakan untuk menjawab masalah penelitian atau menguji hipotesis dan mengambil kesimpulan. Sumber data ini disebut dengan populasi dan dapat diperoleh dengan menentukan obyek penelitian, baik berupa manusia, peristiwa maupun gejala-gejala yang terjadi.

Penentuan populasi dalam suatu penelitian merupakan tahapan penting, karena dapat memberikan informasi atau data yang berguna bagi penelitian. Arikunto (2002:108) memberikan pengertian tentang populasi, yaitu keseluruhan subyek penelitian. Sudjana dan Ibrahim (2001:84) menyatakan bahwa populasi berkaitan dengan elemen yaitu unit tempat diperolehnya informasi, dimana elemen tersebut bisa individu, tempat kelompok sosial, sekolah, organisasi. Sugiyono (2006:90) mendefinisikan populasi sebagai berikut :

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/ subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya …populasi bukan hanya orang, akan tetapi juga benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek/ subyek, tetapi meliputi seluruh karakteristik/ sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu.

Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa populasi dalam penelitian meliputi segala sesuatu yang akan dijadikan subyek atau obyek penelitian yang dikehendaki oleh peneliti. Pada penelitian ini, populasinya adalah sekolah jenjang SMA Negeri dengan status SSN di Kota Bandung. Menurut data


(27)

79

yang diperoleh dari Dinas Pendidikan Kota Bandung, SMA Negeri di Kota Bandung dibagi dalam 4 (empat) kluster sekolah, dari keempat kluster tersebut, SMA Negeri yang berstatus SSN di Kota Bandung terdapat 21 sekolah.

Populasi penelitian ini diuraikan pada Tabel 3.1. sebagai berikut : Tabel 3.1

Populasi Penelitian

Kluster Sekolah No Nama Sekolah

I

1 SMAN 2

2 SMAN 4

3 SMAN 8

4 SMAN 11

5 SMAN 24

II

6 SMAN 1

7 SMAN 6

8 SMAN 7

9 SMAN 20

10 SMAN 22

III

11 SMAN 10 12 SMAN 13 13 SMAN 14 14 SMAN 17 15 SMAN 23 16 SMAN 25

IV

17 SMAN 16 18 SMAN 18 19 SMAN 19 20 SMAN 21 21 SMAN 26 Sumber : (Dinas Pendidikan Kota Bandung, 2010)


(28)

80 2. Sampel Penelitian

Penelitian ini tidak mengkaji seluruh unit populasi yang diteliti, karena besarnya populasi, dan juga karena keterbatasan waktu, tenaga serta biaya yang tersedia. Dengan demikian penelitian ini merupakan penelitian sampel. Penarikan sampel dari suatu populasi memiliki aturan atau teknik tersendiri. Dengan menggunakan teknik yang tepat, peneliti dapat menarik data yang realibel. Arikunto (2002:117), menyatakan bahwa yang dimaksud dengan sampel adalah “sebagian atau wakil populasi yang diteliti”. Sedangkan Sugiyono (2008) menjelaskan bahwa :

Sampel adalah sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu.

Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sampel adalah bagian dari populasi yang memiliki ciri-ciri tertentu yang akan diteliti. Karena itu ketentuan-ketentuan penarikan sampel dalam setiap kegiatan penelitian menjadi penting. Pengambilan sampel dari populasi memerlukan suatu teknik tersendiri representatif atau mewakili populasi dan kesimpulan yang dibuat menjadi tepat atau valid dan dapat dipercaya.

Dalam penelitian ini, proses pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode Random Sampling dan Cluster Sampling. Teknik random sampling yaitu teknik sampling yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel, sedangkan cluster sampling adalah teknik memilih sebuah sampel dari kelompok-kelompok.


(29)

81

Populasi dari cluster merupakan sub populasi dari total populasi. Ukuran sampel dihitung berdasarkan formulasi Rumus Sampling Fraction Per Cluster sebagai berikut :

Kemudian didapat besarnya sample per cluster yaitu ni = fi x n Keterangan :

fi = sampling fraction cluster

Ni = banyaknya individu/ sekolah yang ada dalam cluster N = banyaknya populasi seluruhnya

n = banyaknya anggota/ sekolah yang dimasukkan sampel

ni = banyaknya anggota/ sekolah yang dimasukkan menjadi sub sampel Sampel sekolah tiap kluster seperti pada Tabel 3.2 berikut :

Tabel 3.2

Sampel Sekolah dari Kluster Kluster

Sekolah

Jumlah Sekolah

Jumlah Sampel per kluster

Nama Sekolah Sampel

Jumlah Guru Sekolah Sampel

I 5 1 SMAN 2 109

II 5 1 SMAN 20 65

III 6 1,2 = 1 SMAN 13 75

IV 5 1 SMAN 16 91

Total 21 4 340

Ukuran sampel responden guru dihitung dengan menggunakan formulasi Taro Yamane yang dikutip oleh Rakhmat (1998:82) dan dikemukakan oleh Akdon (2004:107) sebagai berikut :

Ni fi = N


(30)

82 Dengan keterangan :

n = jumlah sampel yang diperlukan N = jumlah populasi

d = presisi yang ditetapkan = 10% = 0,1

Dengan menggunakan rumus di atas, maka sampel yang diperlukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

Penghitungan jumlah sampel untuk masing-masing sekolah dihitung secara proporsional dengan menggunakan rumus :

Dengan keterangan :

s = jumlah sampel setiap unit secara proporsi S = jumlah seluruh sampel yang didapatkan N = jumlah seluruh populasi

n = jumlah masing-masing unit populasi

Berdasarkan formulasi di atas, diperoleh jumlah sampel masing-masing sekolah seperti tampak pada Tabel 3.3 berikut :

N n =

N d2 + 1

N n =

N d2 + 1 340

n = = 77 responden (340 . 0,12 ) + 1

n

s = x S N


(31)

83 Tabel 3.3 Sampel Penelitian

No Nama

Sekolah

Unit

Populasi Proporsi

Unit Sampel

% Sampel

1 SMAN 2 109 109 x 77

340 25 32,47

2 SMAN 20 65 65 x 77

340 15 19,48

3 SMAN 13 75 75 x 77

340 17 22,08

4 SMAN 16 91 91 x 77

340 20 25,97

Jumlah 340 77 100

C. Operasional Variabel

Variabel adalah gejala bervariasi, yang menjadi objek penelitian (Arikunto, 2002: 126). Sedangkan Sugiyono (2007:38) menyatakan bahwa :

Variabel adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.

Variabel dalam setiap penelitian selalu didefinisikan atau dibatasi pengertiannya secara operasional. Variabel-variabel yang dioperasionalisasikan adalah semua variabel yang terkandung dalam hipotesis penelitian yang dirumuskan dengan cara menjelaskan pengertian-pengertian kongkrit dari setiap variabel, sehingga dimensi dan indikator-indikatornya serta kemungkinan derajat nilai atau ukurannya dapat ditetapkan.

Variabel dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua katagori, yaitu variabel bebas (independent) dan variabel terikat (dependent). Pengertian kedua variabel tersebut menurut Sugiyono (2007:39) adalah:


(32)

84

1). Variabel Independent: variabel ini sering disebut sebagai variabel stimulus, prediktor, antecendent. Dalam bahasa indonesia sering disebut variabel bebas. Variabel bebas adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependent (terikat).

2). Variabel Dependent: sering disebut sebagai variabel out put, kriteria, konsekuen. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel terikat. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel penelitian adalah kepemimpinan transformasional kepala sekolah (X1), dan budaya sekolah (X2)

sebagai variabel bebas (independent variabel) dan produktivitas sekolah (Y) sebagai variabel terikat (dependent variabel). Operasional variabel penelitian dalam hubungan ini, dimaksudkan untuk mendeskripsikan dan memudahkan dalam menetapkan pengukuran terhadap variabel-variabel yang akan diamati. Operasional variabel digunakan sebagai dasar dalam pembuatan kuesioner/angket, sehingga dapat membantu dalam menjaring data setepat mungkin.

Untuk kepentingan penelitian dan agar mempermudah dalam penyusunan instrumen, berikut ini akan diuraikan operasional tiap variabel yang meliputi : variabel kepemimpinan transformasional kepala sekolah (X1), variabel budaya

sekolah (X2) dan variabel produktivitas sekolah (Y).

Untuk lebih rincinya, operasional variabel penelitian ini diuraikan seperti pada Tabel 3.4 sampai dengan 3.6 berikut :


(33)

85

Tabel 3.4 Operasional Variabel

Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah (X1)

VARIABEL DIMENSI INDIKATOR

Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah (X1)

Kharisma 1. Menimbulkan rasa hormat dari bawahan (staf)

2. Menimbulkan rasa percaya diri dari bawahan (staf)

3. Berbagi resiko dengan pertimbangan kebutuhan staf di atas kebutuhan pribadi Inspirasi 1. Menantang staf untuk bekerja lebih baik

2. Memperhatikan makna pekerjaan bagi staf 3. Melaksanakan komitmen terhadap sasaran

organisasi

4. Membangkitkan antusiasme dan optimisme staf.

Stimulasi Iintelektual

1. Mempraktekkan inovasi

2. Sikap dan perilaku didasarkan pada ilmu pengetahuan yang berkembang

3. Mampu menerjemahkan ilmu pengetahuan ke dalam bentuk kinerja yang produktif. 4. Menggali ide-ide baru staf

5. Mendorong staf untuk mempelajari dan mempraktekkan pendekatan baru dalam melakukan pekerjaan

Kepekaan Individu

1.Penuh perhatian terhadap staf

2.Mau mendengarkan dan menindaklanjuti keluhan, ide, harapan-harapan dan segala masukan yang diberikan staf

Tabel 3.5

Operasional Variabel Budaya Sekolah (X2)

VARIABEL DIMENSI INDIKATOR

Budaya Sekolah (X2)

Efikasi 1. Efikasi dalam merangkul siswa. 2. Efikasi dalam strategi pembelajaran. 3. Efikasi dalam pengelolaan kelas. Saling percaya 1. Percaya pada kepala sekolah

2. Percaya pada sesama guru

3. Percaya pada peserta didik dan orang tua Optimisme

akademik

1. Kemampuan guru

2. Kemauan peserta didik dan dukungan orang tua


(34)

86

VARIABEL DIMENSI INDIKATOR

Kontrol 1. Adanya kendali yang kuat dari guru terhadap murid dan menganggap bahwa murid adalah obyek.

2. Sekolah merupakan komunitas belajar dimana para siswa belajar melalui hubungan kerjasama dan pengalaman. Tabel 3.6

Operasional Variabel Produktivitas Sekolah (Y)

VARIABEL DIMENSI INDIKATOR

Produktivitas Sekolah (Y)

keluaran administratif

1. Kualitas pembelajaran semakin meningkat

2. Kualifikasi tenaga pengajar yang profesional

3. Ketersediaan fasilitas pendidikan serta penggunaannya secara efektif.

4. Tingginya semangat guru. keluaran

psikologis/ perubahan perilaku

1. Tingkat kelulusan tinggi dan berkualitas. 2. Tingginya prestasi akademik dan

motivasi siswa.

3. Tingkat mengulang kelas dan drop out rendah

keluaran ekonomis

1. Lulusan yang dihasilkan memperoleh keuntungan sosial

2. Kepercayaan pemerintah meningkat D. Instrumen Penelitian

Menurut Sugiyono (2008:102) bahwa penelitian pada dasarnya adalah melakukan pengukuran terhadap fenomena sosial ataupun alam. Oleh karena itu, dalam penelitian memerlukan alat ukur yang baik yang dinamakan dengan instrumen penelitian. Jadi, instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Masih menurut Sugiyono (2008:105) jumlah instrumen yang digunakan dalam penelitian akan tergantung pada jumlah variabel yang akan diteliti. Bila jumlah variabel penelitian lima, maka jumlah instrumen yang digunakan juga lima.


(35)

87

Data yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yang dapat diukur secara akurat, oleh karena itu, maka setiap instrumen harus mempunyai skala. Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada pada alat ukur sehingga alat ukur tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data kuantitatif. Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini berupa angket (kuesioner). Menurut Arikunto (2002:128), yang dimaksud angket atau kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam artian laporan tentang pribadinya, atau hal-hal lain yang ia ketahui.

Dalam penelitian ini, peneliti hanya mengukur pendapat, persepsi seseorang terhadap gejala sosial yang diteliti. Gejala sosial yang diteliti yaitu persepsi orang terhadap kepemimpinan transformasional kepala sekolah, budaya sekolah dan produktivitas sekolah. Oleh karena itu, maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan skala likert, sesuai dengan pendapat Sugiyono (2006:107) bahwa “skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial”.

Menurut Riduwan dan Akdon (2005:16-17) :

dengan menggunakan skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi dimensi, dimensi dijabarkan kedalam sub variabel, sub variabel dijabarkan menjadi indikator-indikator yang dapat diukur. Selanjutnya indikator-indikator yang terukur ini dijadikan titik tolak untuk membuat item instrumen yang berupa pertanyaan.

Jawaban setiap instrumen yang menggunakan skala likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai pada sangat negatif sebagai berikut :


(36)

88 a. Untuk pernyataan positif :

Sangat Setuju (SS) = 5

Setuju (S) = 4

Netral (N) = 3

Tidak Setuju (TS) = 2 Sangat Tidak Setuju (STS) = 1 Atau

b. Untuk pertanyaan negatif :

Sangat Setuju (SS) = 1

Setuju (S) = 2

Netral (N) = 3

Tidak Setuju (TS) = 4 Sangat Tidak Setuju (STS) = 5

Prosedur penyusunan instrumen secara operasional dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Menyusun kisi-kisi tentang variabel kepemimpinan transformasional kepala sekolah (X1), budaya sekolah (X2) dan produktivitas sekolah (Y) yang

diturunkan dari operasional variabel.

2. Merumuskan item-item pertanyaan dan alternatif jawaban. Angket yang digunakan merupakan angket tertutup dengan 4 (empat) alternatif jawaban. 3. Menetapkan skala penilaian angket, tiap alternatif jawaban diberi skor 4

sampai dengan 1. Skor 4 untuk jawaban Sangat Setuju, skor 3 untuk jawaban

Selalu = 4

Sering = 3

Kadang-kadang = 2


(37)

89

Setuju, skor 2 untuk jawaban Tidak Setuju, dan skor 1 untuk jawaban Sangat Tidak Setuju.

4. Melakukan uji coba angket/instrumen, yang bertujuan untuk mengukur validitas dan reliabilitas instrument, yaitu mengetahui kekurangan-kekurangan pada item angket, berkaitan dengan redaksi maupun maksud yang terkandung dalam pernyataan item angket tersebut.

Kisi-kisi instrumen penelitian yang digunakan sebelum dan sesudah uji coba adalah sama. Setelah dilakukan uji coba, maka untuk item yang tidak valid dilakukan validasi konstruksi dengan ahli (dalam hal ini adalah pembimbing). Adapun kisi-kisi instrumen diuraikan sebagai berikut :

Tabel 3.7 Kisi-Kisi Variabel

Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah (X1)

VARIABEL DIMENSI INDIKATOR NO.

ITEM Kepemimpinan

Transformasional Kepala Sekolah (X1)

Kharisma 1. Menimbulkan rasa hormat dari bawahan (staf)

1 2. Menimbulkan rasa percaya diri

dari bawahan (staf)

2,3 3. Berbagi resiko dengan

pertimbangan kebutuhan staf di atas kebutuhan pribadi

4,5

Inspirasi 1. Menantang staf untuk bekerja lebih baik

6 2. Memperhatikan makna

pekerjaan bagi staf

7,8 3. Melaksanakan komitmen

terhadap sasaran organisasi

9,10,11 4. Membangkitkan antusiasme

dan optimisme staf.

12,13,14, 15,16,17, 18, 19 Stimulasi

Iintelektual

1. Mempraktekkan inovasi 20,21 2. Sikap dan perilaku didasarkan

pada ilmu pengetahuan yang berkembang.


(38)

90

VARIABEL DIMENSI INDIKATOR NO.

ITEM 3. Mampu menerjemahkan ilmu

pengetahuan ke dalam bentuk kinerja yang produktif.

24,25

4. Menggali ide-ide baru staf 26,27,28,29 5. Mendorong staf untuk

mempelajari dan

mempraktekkan pendekatan baru dalam melakukan pekerjaan

30,31

Kepekaan individu

1.Penuh perhatian terhadap staf 32,33 2.Mau mendengarkan dan

menindaklanjuti keluhan, ide, harapan-harapan dan segala masukan yang diberikan staf.

33,34,35, 36

Tabel 3.8

Kisi-Kisi Variabel Budaya Sekolah (X2)

VARIABEL DIMENSI INDIKATOR NO. ITEM

Budaya Sekolah (X2)

Efikasi 1. Efikasi dalam merangkul siswa.

1,2,3,4 2. Efikasi dalam strategi

pembelajaran.

5,6,7,8 3. Efikasi dalam pengelolaan

kelas.

9,10,11,12 Saling

percaya

1. Percaya pada kepala sekolah 13,14,15 2. Percaya pada sesama guru 16,17,18 3. Percaya pada peserta didik dan

orang tua

19,20,21 Optimis

akademik

1. Kemampuan guru 22, 23,24 2. Kemauan peserta didik dan

ukungan orang tua

25,26,27 3. Pencapaian prestasi akademik 28,29,30 Kontrol 1. Adanya kendali yang kuat dari

guru terhadap murid dan menganggap bahwa murid adalah obyek.

31,32,33

2. Sekolah merupakan komunitas belajar dimana para siswa belajar melalui hubungan kerjasama dan pengalaman


(39)

91

Tabel 3.9

Kisi-Kisi Variabel Produktivitas Sekolah (Y)

VARIABEL DIMENSI INDIKATOR

NO. ITEM Produktivitas Sekolah (Y) keluaran administratif

1. Kualitas pembelajaran semakin meningkat

1, 2, 3, 4, 5, 6

2. Kualifikasi tenaga pengajar yang profesional

7, 8 3. Ketersediaan fasilitas pendidikan

serta penggunaannya secara efektif.

9, 10, 11, 12

4. Tingginya semangat guru. 13,14,15 Keluaran

psikologis/ perubahan perilaku

1. Tingkat kelulusan tinggi dan berkualitas.

16,17, 18,25 2. Tingginya prestasi akademik dan

motivasi siswa

19,20,21, 22 3. Tingkat mengulang kelas dan

drop out rendah

23, 24 keluaran

ekonomis

1. Lulusan yang dihasilkan memperoleh keuntungan sosial.

26,27 2. Kepercayaan pemerintah

meningkat

28,29,30

E. Uji Coba Instrumen

Sebelum pengumpulan data yang sebenarnya dilakukan, terlebih dahulu dilakukan uji coba terhadap instrumen penelitian. Uji coba instrumen tersebut bertujuan untuk mengetahui kualitas instrumen yang meliputi sekurang-kurangnya validitas dan reliabilitas instrumen (Arikunto, 2003: 219). Selain itu, uji coba instrumen juga penting untuk mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan responden untuk menjawab seluruh pertanyaan dalam instrumen dan untuk mengetahui apakah masih ada hal-hal yang perlu dipersiapkan untuk melaksanakan penelitian yang sebenarnya di lapangan (Arikunto, 2003: 223).


(40)

92

Uji coba instrumen dalam penelitian ini dilaksanakan di SMAN 8 dan SMAN 21 Kota Bandung dengan 30 responden yang dipilih secara acak. Responden untuk uji instrumen ini ditetapkan dengan pertimbangan bahwa 30 orang guru tersebut memiliki karakteristik yang relatif sama dengan subjek penelitian sesungguhnya dalam permasalahan yang dihadapi guru dalam menjalankan tugasnya sehari-hari.

1. Pengujian Validitas

Untuk mengetahui sejauh mana alat pengukur yang digunakan untuk mengukur variabel penellitian menunjukkan tingkat validitas yang optimal, maka diperlukan uji validitas instrumen. Sugiyono (2007:98) menjelaskan bahwa :

Dalam suatu penelitian mempunyai validitas internal bila yang dihasilkan merupakan fungsi dari rancangan dan instrumen yang digunakan dan validitas eksternal dimana hasil penelitian dapat diterapkan pada sampel lain, tetapi masih dalam populasi yang sama atau dapat digeneralisasikan.

Selanjutnya Sugiyono (2007:137) menjelaskan bahwa “valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur”. Masih menurut Sugiyono (2007:1441-147) “validitas instrumen dapat diuji dengan menggunakan berbagai pengujian yaitu: pengujian validitas konstruksi, pengujian validitas isi dan pengujian validitas eksternal”.

Pengujian validitas konstruksi dilakukan dengan cara mengkonsultasikan instrumen yang telah disusun berdasarkan teori tertentu kepada para ahli dan kemudian diujicobakan. Hal ini sependapat dengan Sugiyono (2007:114) yang mengatakan bahwa “setelah pengujian konstruksi selesai dari para ahli, maka diteruskan dengan uji coba instrumen”.


(41)

93

Menurut Arikunto (1995) dalam Riduwan (2008:109-110) menjelaskan bahwa validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur. Alat ukur yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah. Untuk menguji validitas alat ukur, terlebih dahulu dicari harga korelasi antara bagian-bagian dari alat ukur secara keseluruhan dengan cara mengkorelasikan setiap butir alat ukur dengan skor total yang merupakan jumlah tiap skor butir. Formula yang digunakan untuk menguji validitas instrumen/angket dalam penelitian ini adalah Pearson’s Coefficient of Correlation (Product Moment Coefficient) dari Karl Pearson atau “rumus korelasi product moment”, yaitu sebagai berikut:

[

2 2

][

2 2

]

) ( ) ( ) )( ( y y n x x n y x xy n rxy Σ − Σ Σ − Σ Σ Σ − Σ = (Sugiyono; 2007:213) Keterangan:

rxy = besarnya koefisien korelasi n = jumlah responden

X = skor variabel X Y = skor variabel Y


(42)

94

Kesesuaian harga rhitung diperoleh dari perhitungan dengan

menggunakan rumus di atas dibandingkan dengan tabel (Tabel t) untuk α =

0,05 dan derajat kebebasan (dk = N-2). Kaidah keputusannya adalah sebagai berikut :

• jika harga rhitung lebih besar atau sama dengan r tabel atau rhitung r

tabel, maka item pertanyaan pada instrumen tersebut valid.

• Jika harga rhitung lebih kecil dari r tabel atau rhitung < r tabel , maka

butir instrumen tersebut tidak valid.

Pengujian validitas instrumen menggunakan bantuan microsoft excel. Hasil pengujian validitas instrumen melalui uji coba instrumen terlampir (lampiran 3).

2. Pengujian Reliabilitas

Setelah kriteria validitas diketahui, selanjutnya dilakukan uji reliabilitas instrumen. Uji reliabilitas instrumen dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui konsistensi dari instrumen angket sebagai alat ukur, sehingga hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subyek yang sama (homogen) diperoleh hasil yang relatif sama. Relatif sama berarti tetap adanya toleransi terhadap perbedaan-perbedaan kecil di antara hasil beberapa kali pengukuran.


(43)

95

Menurut Sugiyono (2006:147) pengertian reliabilitas adalah serangkaian pengukuran atau serangkaian alat ukur yang memiliki konsistensi bila pengukuran yang dilakukan dengan alat ukur itu dilakukan secara berulang. Kondisi itu ditengarai dengan konsistensi hasil dari penggunaan alat ukur yang sama yang dilakukan secara berulang dan memberikan hasil yang relatif sama dan tidak melanggar kelaziman. Untuk pengukuran subjektif, penilaian yang dilakukan oleh minimal dua orang bisa memberikan hasil yang relatif sama (reliabilitas antar penilai). Pengertian Reliabilitas tidak sama dengan pengertian validitas. Artinya pengukuran yang memiliki reliabilitas dapat mengukur secara konsisten, tapi belum tentu mengukur apa yang seharusnya diukur.

Masih menurut Sugiyono,

Reliabilitas instrumen dapat diuji secara eksternal dan internal. Secara eksternal pengujian reliabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode, yaitu: test-retest (stability), equivalent, gabungan keduanya. Secara internal reliabilitas instrumen dapat diuji dengan menganalisis konsistensi butir-butir yang ada pada instrumen dengan menggunakan teknik tertentu. Pengujian reliabilitas instrumen dapat dilakukan dengan teknik belah dua Spearman Brown (split half), KR 20, KR 21 dan Anova Hoyt.

Mengingat karakteristik data yang diambil dengan skala likert dalam rentangan skor 1-4, maka untuk mengujinya peneliti menggunakan rumus Koefisien Alpha (σ) dari Cronbach (1951), yaitu:

        Σ −       − = 2 2 1 1 i b ii k k r σ σ


(44)

96 Keterangan:

rii = reliabilitas instrumen k = banyaknya butir pertanyaan

2

b

σ

Σ = jumlah varians butir 2

i

σ

= varians total

Pengujian reliabilitas instrumen menggunakan bantuan SPSS versi 17.0 for windows. Hasil pengujian reliabilitas instrumen melalui uji coba instrumen terlampir (lampiran 4).

F. Pengolahan Data

Untuk mengetahui makna dari data yang berhasil dikumpulkan, dilakukan analisis data. Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam pengolahan data adalah:

1. Menyeleksi data agar dapat diolah lebih lanjut, yaitu dengan memeriksa jawaban responden sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.

2. Menentukan bobot nilai untuk setiap kemungkinan jawaban pada setiap item variabel penelitian dengan menggunakan skala penilaian yang telah ditentukan, kemudian menentukan skornya.

3. Menghitung persentase skor rata-rata dari setiap variabel X1, X2, dan variabel Y. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kecenderungan umum jawaban responden terhadap setiap variabel penelitian dengan menggunakan teknik Weighted Means Scored (WMS), dengan rumus sebagai berikut:


(45)

97

N X

X =

Keterangan:

= Skor rata-rata yang dicari

= Jumlah skor gabungan (hasil kali frekuensi dengan bobot nilai untuk setiap alternatif jawaban)

N = Jumlah responden

Dalam melakukan analisis Weighted Means Scored (WMS), dibuat kriteria untuk memberikan penilaian terhadap tanggapan responden untuk masing-masing item pertanyaan. Pembuatan garis interval dalam persentase dilakukan sebagai berikut :

• Skor minimum dalam persentase =

= = 25%

• Skor maksimum dalam persentase =

= = 100%

X X

Skor Minimum

X 100% Skor Maksimum

Skor Maksimum

X 100% Skor Maksimum

1

X 100% 4

4

X 100% 4


(46)

98

• Interval dalam persentase = Skor Maksimum – Skor Minimum = 100% - 25%

= 75%

• Panjang Interval =

=

= 15

Dari perhitungan di atas diperoleh kategori sebagai berikut : Tabel 3.10

Kategori Variabel

Rentang Nilai Kriteria

85% - 100% Sangat Tinggi / Sangat Baik 70% - < 85% Tinggi / Baik

55% - < 70% Cukup 40% - < 55% Rendah

25% - < 40% Sangat Rendah

Sumber : (Andi Supangat 2005:25) Interval

Jenjang

75 5


(47)

99 4. Uji Persyaratan Analisis

a. Uji Normalitas, digunakan untuk mengetahui apakah data yang dihubungkan berdistribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas data menggunakan Test of Normality Kolmogorov-Smirnov dalam program SPSS versi 17.0 for windows. Kriteria pengujian, jika nilai sig atau signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05, maka data berdistribusi normal, dan jika nilai sig atau signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05, maka data berdistribusi tidak normal.

b. Uji Linieritas, dimaksudkan untuk menentukan kelinieran antara variabel yang dihubungkan. Kriteria pengujiannya, bila FhitungFtabel maka variabel yang dihubungkan berpola linier (Riduwan, 2006: 202)

5. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis menggunakan analisis regresi sederhana dan regresi ganda. Pengujian menggunakan program SPSS versi 17.0 for windows. Semua pengujian dilakukan pada taraf nyata 0,05. Pengujian dilakukan sebagai berikut:

a. Pengujian Hipotesis Sederhana

1) Uji korelasi antar Variabel, dilakukan untuk melihat ada tidaknya hubungan secara signifikan antar variabel. Kriteria pengujian

tabel

hitung t

t > , maka signifikan. Untuk mengetahui seberapa besar hubungan antar variabel diperlukan tafsiran dengan batasan-batasan yang lebih spesifik dengan ketentuan sebagai berikut :

Tabel 3.11 Kriteria Nilai Korelasi


(48)

100

Nilai Korelasi Kriteria

0,80 – 1,00 Korelasi sangat kuat atau sempurna

0,60 – 0,79 Korelasi kuat

0,40 – 0,59 Korelasi sedang

0,20 – 0,39 Korelasi rendah

0,00 – 0,19 Korelasi sangat rendah Sumber : (Andi Supangat 2005:25)

2) Analisis Regresi Sederhana

Hasil perhitungan ini dimaksudkan untuk mengetahui:

a). Besarnya kontribusi variabel kepemimpinan transformasional kepala sekolah (X1) terhadap variabel produktivitas sekolah (Y). b). Besarnya pengaruh variabel budaya sekolah (X2) terhadap variabel

produktivitas sekolah (Y). Persamaan yang digunakan:

Y = a + bX , uji signifikan dengan rumus:

s a b reg hitung

RJK JK F

Re ) / (

= dan kriteria pengujian FhitungFtabel, maka signifikan.

b. Analisis Regresi Ganda

Analisis regresi ganda dilakukan untuk mengetahui besarnya kontribusi kepemimpinan transformasional kepala sekolah dan budaya organisasi secara bersama-sama terhadap variabel produktivitas sekolah. Persamaan yang digunakan:

Y = a + b1X1+b2X2 Keterangan:


(49)

101

X = variabel bebas yang mempunyai nilai tertentu untuk diprediksikan a = nilai konstanta harga Y jika X = 0

b = nilai arah sebagai penentu prediksi yang menunjukkan nilai peningkatan (+) atau nilai penurunan (-) variabel Y.

Untuk menyatakan besar kecilnya sumbangan variabel X1 dan X2 terhadap variabel Y, digunakan rumus: KP = r2 x 100% (Riduwan dan Akdon, 2007: 125). Untuk menginterpretasi kuatnya hubungan antar variabel digunakan pedoman yang dikemukakan Sugiyono (2007:214) sebagai berikut:

0,00 - 0,199 = Sangat lemah 0,20 - 0,399 = Lemah 0,40 - 0,599 = Sedang 0,60 - 0,799 = Kuat 0,80 - 1,000 = Sangat kuat


(50)

145 BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan persepsi guru pada SMA Negeri yang berstatus Sekolah Standar Nasional (SSN) di Kota Bandung maka kepemimpinan transformasional kepala sekolah (X1) yang diukur melalui empat dimensi

sebagai berikut : (1) kharisma, (2) inspirasi, (3) stimulasi intelektual, dan (4) kepekaan individual, berada pada kategori ’baik’ karena diperoleh angka 3,38 dari skor ideal 4,00 berdasarkan penghitungan rata-rata skor jawaban responden. Hal ini berarti bahwa perilaku transformatif kepala-kepala SMA Negeri SSN di Kota Bandung sudah baik .

2. Berdasarkan persepsi guru pada SMA Negeri yang berstatus Sekolah Standar Nasional (SSN) di Kota Bandung maka budaya sekolah (X2) yang

diukur melalui nilai-nilai bersama dalam bentuk dimensi-dimensi sebagai berikut : (1) efikasi, (2) saling percaya, (3) optimisme akademik, (4) kontrol, berada pada kriteria ’baik’ karena diperoleh angka 3,34 dari skor ideal 4,00 berdasarkan penghitungan rata-rata skor jawaban responden. Hal ini berarti bahwa budaya sekolah positif pada SMA Negeri SSN di Kota Bandung telah berkembang dengan baik.


(51)

146

3. Berdasarkan persepsi guru pada SMA Negeri yang berstatus Sekolah Standar Nasional (SSN) di Kota Bandung maka produktivitas sekolah (Y) yang diukur melalui dimensi-dimensi sebagai berikut : (1) Keluaran administratif, (2) Keluaran perubahan perilaku, (3) Keluaran ekonomis, berada pada kriteria ’baik’ karena diperoleh angka 3,16 dari skor ideal 4,00 berdasarkan penghitungan rata-rata skor jawaban responden. Hal ini berarti bahwa produktivitas sekolah pada SMA Negeri SSN di Kota Bandung sudah baik.

4. Berdasarkan persepsi guru pada SMA Negeri yang berstatus Sekolah Standar Nasional (SSN) di Kota Bandung maka korelasi kepemimpinan transformasional kepala sekolah (X1) terhadap produktivitas sekolah (Y),

setelah dilakukan penghitungan dan analisis data sederhana pada penelitian ini diperoleh angka koefisien korelasi sebesar 0,623 yang berarti bahwa korelasi kepemimpinan transformasional kepala sekolah terhadap produktivitas sekolah pada SMA Negeri SSN di Kota Bandung ’kuat’. Kontribusi kepemimpinan transformasional kepala sekolah terhadap produktivitas sekolah pada SMA Negeri SSN di Kota Bandung sebesar 38,81% yang ditunjukkan dengan nilai koefisien diterminan.

5. Berdasarkan persepsi guru pada SMA Negeri yang berstatus Sekolah Standar Nasional (SSN) di Kota Bandung maka korelasi budaya sekolah (X2) terhadap produktivitas sekolah (Y), setelah dilakukan penghitungan dan

analisis data sederhana pada penelitian ini diperoleh angka koefisien korelasi sebesar 0,759 yang berarti bahwa korelasi budaya sekolah terhadap


(52)

147

produktivitas sekolah pada SMA Negeri SSN di Kota Bandung ’kuat’. Kontribusi budaya sekolah terhadap produktivitas sekolah pada SMA Negeri SSN di Kota Bandung sebesar 42,39% yang ditunjukkan dengan nilai koefisien diterminan.

6. Berdasarkan persepsi guru pada SMA Negeri yang berstatus Sekolah Standar Nasional (SSN) di Kota Bandung maka korelasi kepemimpinan transformasional kepala sekolah (X1) dan budaya sekolah (X2) secara

bersama-sama terhadap produktivitas sekolah (Y), setelah dilakukan penghitungan analisis korelasi ganda diperoleh angka koefisien korelasi sebesar 0,825 yang berarti bahwa korelasi kepemimpinan transformasional kepala sekolah dan budaya sekolah secara bersama-sama terhadap produktivitas sekolah pada SMA Negeri SSN di Kota Bandung ’ kuat’, Sementara itu nilai koefisien diterminan menunjukkan bahwa kontribusi kepemimpinan transformasional kepala sekolah dan budaya sekolah secara bersama-sama terhadap produktivitas sekolah pada SMA Negeri SSN di Kota Bandung sebesar 68,10%. Sedangkan sisanya sebesar 31,90% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yaitu seperti faktor keterampilan (skill), motivasi, metode dan biaya; pengalaman, insentif, jadwal, struktur organisasi, teknologi dan material; kemampuan, gaya, latihan, kondisi fisik, kesatuan, kesadaran sosial, tingkat aspirasi, proses, pemberian tugas, kebijaksanaan, penelitian dan pengembangan, badan usaha dan perlengkapannya, standar dan kualitas..


(53)

148 B. REKOMENDASI

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, peneliti ingin memberikan beberapa rekomendasi kepada peyelenggara pendidikan ditingkat SMA (Dinas Pendidikan), dan pengelola SMA (Kepala Sekolah), serta para pendidik/ guru pada SMA Negeri SSN di Kota Bandung, yaitu sebagai berikut: 1. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa kepemimpinan transformasional

kepala sekolah menurut persepsi guru yang dijadikan responden pada SMA Negeri SSN di Kota Bandung termasuk dalam kategori baik akan tetapi masih harus ditingkatkan terutama pada dimensi kharisma. Daft (2003:340), mengatakan bahwa:

Para pemimpin transformasional mirip dengan pemimpin-pemimpin kharismatik, tetapi dibedakan oleh kemampuan untuk menginspirasi dan memotivasi orang-orang untuk melakukan lebih dari yang biasa dilakukan, tanpa terpengaruh oleh rintangan-rintangan dan pengorbanan pribadi.

Berdasarkan temuan pada penelitian ini dan teori di atas, optimalisasi peningkatan perilaku kepemimpinan transformasional kepala SMA Negeri SSN di Kota Bandung dapat difokuskan pada dimensi kharisma ini. Kepala SMA harus dapat lebih menimbulkan rasa hormat dari bawahan (staf), menimbulkan rasa percaya diri dari bawahan (staf), dan berbagi resiko dengan pertimbangan kebutuhan staf di atas kebutuhan pribadi. Proses optimalisasi peningkatan perilaku transformasional kepala sekolah ini dapat dilakukan dalam bentuk pelatihan, workshop, dan musyawarah kerja (MKKS) kerja sama antara dinas pendidikan dengan lembaga-lembaga peningkatan kompetensi seperti: LPTK, PPPPTK, atau pun LPMP, serta dan asosiasi profesi yang sesuai yang ada pada SMA Negeri SSN di Kota Bandung.


(54)

149

2. Menurut hasil penelitian terhadap budaya sekolah pada SMA Negeri SSN di Kota Bandung ini, budaya yang tercipta pada SMA termasuk dalam kategori baik, namun masih harus di kembangkan terutama pada dimensi saling percaya. Dimensi ini berkaitan dengan percaya pada kepala sekolah, percaya pada sesama guru, dan percaya pada peserta didik dan orang tua. Menurut Hoy dan Moran, 1999; Hoy dan Moran, 2003; Tschannen-Moran dan Hoy, 2000; Tschannen-Tschannen-Moran, 2004, dalam Hoy dan Miskel (2008:196), saling percaya merupakan faktor penting dalam organisasi termasuk sekolah. Warga sekolah percaya pada kepala sekolah, bahwa kepala sekolah selalu berpihak pada mereka. Oleh karena itu pengelola sekolah (kepala sekolah) dapat lebih menanamkan, mengelola, dan mengembangkan sikap-sikap saling percaya untuk menghadapi resiko bagi para pendidik dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran dan lulusan. Guru saling percaya sesama guru dalam hal pembelajaran atau akademis. Jika ada guru yang menemukan kesulitan dalam pembelajaran maka guru dapat mengandalkan teman sejawat sesama guru. Upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan sikap-sikap ini ialah melalui kegiatan pertemuan rutin antara guru dengan kepala sekolah dan staf untuk mengkomunikasikan program-program bermutu yang disusun untuk mencapai tujuan sekolah. Selanjutnya melalui kegiatan pertemuan antara guru dengan orang tua siswa yang bertujuan untuk mengetahui jika ada kendala guru terhadap siswanya, maka orang tua siswa mengetahuinya dan sebaliknya.


(55)

150

3. Produktivitas sekolah pada SMA Negeri SSN di Kota Bandung sudah termasuk dalam kategori baik akan tetapi masih belum optimal terutama pada dimensi keluaran administratif. Menurut Thomas (1982) sebagaimana dikutip Mulyasa (2007:93) bahwa pendidikan yang produktif mampu menciptakan keuntungan sosial (social benefit) sebagai akibat pemahaman seluruh lulusan untuk menciptakan lulusan yang bermutu dan menguntungkan lingkungan. Produktivitas sekolah ditinjau dari keluaran administratif, yaitu seberapa besar dan seberapa baik layanan yang dapat diberikan dalam suatu proses pendidikan, baik oleh guru maupun pihak lain yang berkepentingan. Oleh karena itu untuk meningkatkan produktivitas sekolah dapat dilakukan dengan lebih memperhatikan dimensi ini, sehingga sekolah mempunyai kualitas pembelajaran semakin meningkat, kualifikasi tenaga pengajar yang profesional, ketersediaan fasilitas pendidikan serta penggunaannya secara efektif, serta tingginya semangat guru. Proses optimalisasi peningkatan produktivitas sekolah terutama pada dimensi keluaran administratif ini dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas guru dalam hal pembelajaran dan profesionalismenya dalam bentuk pelatihan, workshop, dan musyawarah guru (MGMP), kerja sama antara dinas pendidikan dengan lembaga-lembaga peningkatan kompetensi seperti: LPTK, PPPPTK, atau pun LPMP, serta asosiasi profesi yang sesuai yang ada pada SMA Negeri SSN di Kota Bandung. Sedangkan untuk ketersediaan fasilitas pendidikan serta penggunaannya yang efektif dapat dilakukan melalui pengajuan pengadaan fasilitas kepada instansi terkait, misalnya dinas pendidikan kota Bandung dan


(1)

151

Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Disamping itu, untuk meningkatkan produktivitas sekolah maka sekolah diharapkan dapat membuat program-program yang bermutu melalui penyusunan rencana strategik sekolah.


(2)

152

DAFTAR PUSTAKA

Alma, B. (2005). Pemerintah Wirausaha (Meningkatkan Layanan dan Kepuasan Konsumen). Bandung: Alfabeta.

Akdon. (2004). Aplikasi Statistika Metode Penelitian untuk Administrasi Manajemen. Bandung: Dewa Ruci.

Andi Supangat. (2008). Statistika : Dalam Kajian Deskriptip, Inferensi dan Non Parametrik. Jakarta : Prenada Media Group.

Admin. (2010). Persepsi Definisi,Faktor dan Proses Terjadinya Persepsi. [Online]. Tersedia: http://blog.ilmukeperawatan.com/persepsi-definisi-faktor-dan-proses-terjadinya-persepsi.html

Arikunto, Suharsimi. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Edisi Revisi V). Jakarta: Rineka Cipta.

Ayi Setia Budi. (2008). Definisi Persepsi. [Online]. Tersedia:

http://id.shvoong.com/social-sciences/psychology/1837978-definisi-persepsi/

Azwar, Saifudin. (2002). Sikap Manusia Teori Skala dan Pengukurannya. Jakarta: Pustaka Pelajar.

Daft. L., Richard. (2006). Management (6thEdition). Thomson Learning. CV. Singapore. (Versi Bahasa Indonesia).

Danim, Sudarwan. (2003). Menjadi Komunitas Belajar Kepemimpinan Transformasional dalam Komunitas Organisasi Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.

Danim, S. & Suparno. (2009). Manajemen dan Kepemimpinan Transformasional Kekepalasekolahan. Jakarta: Rineka Cipta.

Departemen Pendidikan Nasional. (2005). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2005 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Departemen Pendidikan Nasional. (2009). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 Tahun 2009 Tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan.


(3)

153

Departement of Education and Early Childhood Development. 2007. Accountability and Improvement Framework for Victorian Government Schools 2009. Victoria: NEALS.

Dinas Pendidikan Kota Bandung. (2009). Surat Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung Tentang Sekolah berstatus SSN dan RSBI.

Dinas Pendidikan Kota Bandung. (2010). Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung Tentang Petunjuk Teknis Penerimaan Peserta Didik Pada Taman Kanak-Kanak, Raudhatul Athfal, Sekolah dan Madrasah Tahun pelajaran 2010/2011 di Kota Bandung.

Ghana Syakira Azzahy. (2008). Tengtang Persepsi. [Online]. Tersedia: http://syakira-blog.blogspot.com/2008/11/tentang-persepsi.html

Hoy, Wayne K and Miskel Cecil G. (2008). Educational Administration Theory, Research and Practice,International edition. Singapore: Mc Graw-Hill Co. Hoy, Wayne K . (2009). Collective Efficacy. [Online]. Tersedia:

http://www.waynekhoy.com/collective_efficacy.html.

Huber, Stephan, Gerard. (2004). School Leadership and Leadership Development. Adjusting Leadership Theories and Development Programs to Values and The Core Purpose of School. Dalam Journal of Education Administration, Vol.42(6), pp.669-684. [Online],Tersedia: www.emeraldinsight.com/0957-8234.htm.

Jason J Barr, Ann Higgins-D’Alessandro. (2009). How Adolescent Empathy And Prosocial Behavior Change In The Context Of School Culture: A Two-Year Longitudinal Study. Dalam Journal of Education. Roslyn Heights: Winter 2009. Vol. 44, Iss. 176; pg. 751, 22 pgs. [Online]. Tersedia : http://proquest.umi.com/pqdweb?did=1954975611&sid=3&Fmt=4&client Id=83698&RQT=309&VName=PQD.

Juran, JM. (1995). Merancang Mutu, Ancaman Baru Mewujudkan Mutu ke dalam Barang dan Jasa. Jakarta: PPM.

Komariah, Aan dan Cepi Triatna. (2008) Visionary Leadership : Menuju Sekolah Efektif. Jakarta: Bumi Aksara.

Loertscher, David. (2009). Reading, School Culture, Libraries, and a Three-Legged Stool Teacher Librarian. Dalam Journal of Academic Research Library, [online], Oct 2009; 37, 1; pg. 46. Tersedia: www.proquest.com/pqdweb.htm.


(4)

154

Lucas, Stephen Earl; Valentine, Jerry Wayne. (2002). Transformational Leadership: Principals, Leadership Teams, and School Culture. Dalam National Association of Secondary School Principals. NASSP Bulletin; Dec 2003; 87, 637; Academic Research Library. [Online]. Tersedia: EDRS:price MF01/PC02 Plus Postage www.proquest.com/pqdweb.htm.. MacBeath John. dan Mortimore Peter. (2001). Improving School Effectiveness.

Buckingham: Open University Press.

Mali, Paul. (1978). Improving Total Productivity. New York: John Willey & Sons.

Matondang, M.H. (2008). Kepemimpinan Budaya Organisasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.

McMillan, James dan Schumacher Sally. (2001). Research in Education. New York: addison Wesley Longman Inc.

Mulyasa, E. (2007). Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Murgatroyd Stephen dan Morgan Colin.(1993). Total Quality Management and The School. Buckingham: Open University Press.

Nasution, M.N. (2005). Manajemen Mutu Terpadu. Jakarta: Ghalia Indonesia. Razik, A. Taher, & Swanson, D. Austin. (1995). Fundamental Concepts of

Educational Leadership and Management. New Jersey. Prentice Hall. Inc.Riduwan. (2008) Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta.

Riduwan dan Akdon. (2005). Rumus dan Data dalam Analisis Statistika. Bandung: Alfabeta.

Robbins, P., Stephen. (2008). Organizational Bihaviour (10thEdition ). New Jersey. Prentice Hall, Inc. Indeks. (Versi Bahasa Indonesia) Sallis Edward. (1994). Total Quality Management in Education. London: Kogan Page limited

Sallis Edward. (2008). Total Quality Management in Education.Edisi terjemahan Indonesia.Yogyakarta: Ircisod.


(5)

155

Scheerens, Jaap. (2003). Effective Schooling Research, Theory and Practice. New York: SOP.

Somech, A. (2005). Leadership Styles; Leadership Effectiveness; School Effectiveness; Work Attitudes; performance; Teacher Empowement; Innovation; Elementary School; Foreign. [Online]. Tersedia: Countrieshttp://www.eric.ed.gov/ERICWebPortal/custom/portlets/recordD etails/detailmini.jsp?_nfpb=true&_&ERICExtSearch_SearchValue_0=EJ7 23345&ERICExtSearch_SearchType_0=no&accno=EJ723345

Sudjana, Nana, Ibrahim, (2001), Penelitian dan Penelitian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru.

Sudrajat Ahmad. (2008). let’s Talk About Education. [Online]. Tersedia : http://www.ahmad-sudrajat.com/

Sugiyono, (2007). Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono, (2008). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sumaryani, Cucu. (2008). Pengaruh Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah dan Iklim Organisasi Sekolah terhadap Produktivitas Sekolah (SMPN Karawang). Tesis Pascasarjana pada Program Studi Administrasi Pendidikan UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Sunaryo Kuswana, W. (2007). Efektivitas Manajemen Sekolah Berbasis mutu. [Online]. Tersedia : http://www.wowoks.com/ jurnal/sekolah efektif. Suparlan. (2008). Budaya Sekolah.[Online]. Tersedia : http://www.suparlan.com/

budaya sekolah.

Syamsudin Makmun, Abin. (1996). Pengembangan Profesi dan Kinerja Tenaga Kependidikan. Bandung: Pascasarjana IKIP Bandung.

Thomas J Alan. (1971) The Productive School: A System Analysis Approach to Educational Administration. Canada: John Wiley & Sons, Inc.

Tjiptanto, F. (2000). Prinsip-prinsip Total Quality Service. Yogyakarta: Andi. Wahab, A.A., (2008). Anatomi Organisasi dan Kepemimpinan Pendidikan :

Telaah Terhadap Organisasi dan Pengelolaan Organisasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Universitas Pendidikan Indonesia. (2009) Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.


(6)

156

Yi-Feng Yang. (2009) Social Behavior and Personality. Palmerston North: 2009. Vol. 37, Iss. 9; pg. 1259, 19 pgs. [Online]. Tersedia: http://proquest.umi.com/pqdweb?did=1941214411&sid=4&Fmt=4&client Id=83698&RQT=309&VName=PQD

Young. (2010). Penelitian Kuantitatif. [Online]. Tersedia: http://blog.unila.ac.id/young/metode-penelitian-kuantitatif/

Yukl, Gary. (1994). Leadership in Organisazion (terjemahan): Edisi Ketiga. Jakarta: PT. Buana Ilmu populer.

Zulkaida, Anita. (2007). Pengaruh Locus Of Control Dan Efikasi Diri Terhadap Kematangan Karir Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA). [Online]. Tersedia:http://repository.gunadarma.ac.id:8000/144/1/Anita_Z_Taganing _Pengaruh_Locus_of.pdf

---. (2005). Rumus-rumus Pengambilan Sampel. [Online]. Tersedia : http://tesisdisertasi.blogspot.com/2009/12/rumus-rumus-pengambilan-sampel.html#ixzz0l2jiZHOj

---. (2009). Pengertian Persepsi, Definisi Persepsi. [Online]. Tersedia:


Dokumen yang terkait

PENGARUH PERSEPSI TENTANG KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH, BUDAYA ORGANISASI DAN KEPUASAN KERJA GURU TERHADAP KEEFEKTIFAN SMA NEGERI DI KOTA GUNUNGSITOLI.

0 2 44

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH, BUDAYA ORGANISASI, DAN KETERAMPILAN GURU Kontribusi Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah, Budaya Organisasi, Dan Ketrampilan Guru Terhadap Kinerja Guru SD Di UPT Dinas Pendidikan Kecamatan

0 1 14

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH, BUDAYA ORGANISASI, DAN KETERAMPILAN GURU Kontribusi Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah, Budaya Organisasi, Dan Ketrampilan Guru Terhadap Kinerja Guru SD Di UPT Dinas Pendidikan Kecamatan

0 1 16

KONTRIBUSI KOMUNIKASI INTERPERSONAL KEPALA SEKOLAH TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA GURU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI DI KOTA BANDUNG.

1 2 71

PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH DAN PROFESIONALITAS GURU TERHADAP PRODUKTIVITAS SEKOLAH : Analisis Deskriptif pada Sekolah Dasar di Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang.

0 0 50

PENGARUH PERILAKU KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH TERHADAP BUDAYA SEKOLAH PADA SMA NEGERI DI KABUPATEN BANDUNG.

1 1 43

PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH DAN BUDAYA SEKOLAH TERHADAP MUTU SEKOLAH DI SMP NEGERI DAN SWASTA WILAYAH KOTA BANDUNG.

0 1 93

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH DAN IKLIM ORGANISASI TERHADAP MUTU SEKOLAH DI SMPN KOTA BANDUNG.

0 0 62

Microsoft Word PIDATO PENGUKUHAN GURU BESAR TRISNO MARTONO

1 2 38

PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH, MOTIVASI GURU, KOMPETENSI GURU DAN BUDAYA SEKOLAH TERHADAP KINERJA GURU SERTA IMPLIKASINYA PADA KOMPETENSI LULUSAN SMA NEGERI DI KOTA BANDUNG, KOTA CIMAHI, KABUPATEN BANDUNG, DAN KABUPATEN BANDUNG BAR

0 0 29