kepala rumahtangga yang bekerja di sektor pertanian lebih kecil dibanding anak laki-laki yang mempunyai kepala rumahtangga yang bekerja di sektor lainnya.
Sedangkan variabel tingkat kemiskinan memperlihatkan peluang kelompok anak laki-laki yang termasuk miskin bersekolah adalah lebih rendah dibanding
kelompok yang tidak miskin Pada anak laki-laki kelompok umur 5-6 hanya ada dua variabel yang tidak
signifikan pada taraf α = 5 persen ataupun 10 persen, yaitu variabel pendidikan kepala rumahtangga dan keberadaan saudara perempuan usia 5-24 tahun. Menurut
Nachrowi 2002, variabel yang tidak signifikan berdasarkan uji Wald ini lebih baik tidak dikeluarkan dari model. Apabila terdapat koefisien yang tidak
signifikan lebih baik dikatakan bahwa rasionya tidak signifikan. Hal ini karena pada dasarnya model logistik dalam membandingkan proporsi suatu kelompok
dengan kelompok lain dengan mempertimbangkan satu atas beberapa faktor lain. Hasil uji Wald atau uji variabel secara parsial pada kelompok anak
perempuan usia 5-6 tahun mendapatkan pada taraf α = 5 persen hanya ada satu variabel yang signifikan, yaitu variabel jenis kelamin kepala rumahtangga.
Peluang anak perempuan yang mempunyai kepala rumahtangga berjenis kelamin perempuan bersekolah adalah lebih tinggi dibanding anak perempuan yang
mempunyai kepala rumahtangga berjenis kelamin laki-laki. Pada taraf α = 10 persen juga hanya terdapat satu variabel yang signifikan,
yaitu variabel pendidikan ibu. Peluang anak perempuan yang memiliki ibu berpendidikan SLTP atau lebih rendah untuk bersekolah adalah lebih kecil
dibanding anak perempuan yang memiliki ibu yang berpendidikan lebih tinggi. Variabel lain yang tidak signifikan baik pada taraf α = 5 persen atau 10 persen
adalah pendidikan dan lapangan usaha kepala rumahtangga, keberadaan saudara laki-laki, dan tingkat kemiskinan.
b. Kelompok Umur 7-15 tahun
Setelah diuji secara parsial dengan uji Wald didapatkan variabel bebas yang mempengaruhi partisipasi sekolah anak laki-laki pada kelompok usia 7-15
tahun secara signifikan pada taraf α = 5 persen adalah jenis kelamin, pendidikan dan lapangan usaha kepala rumahtangga, serta pendidikan ibu dan tingkat
kemiskinan. Sementara itu satu-satunya variabel yang tidak signifikan adalah variabel keberadaan saudara perempuan. Peluang anak laki-laki usia 7-15 tahun
untuk bersekolah apabila mempunyai kepala rumahtangga berjenis kelamin perempuan adalah lebih kecil dibanding anak laki-laki pada usia yang sama yang
memiliki kepala rumahtangga berjenis kelamin laki-laki.
Tabel 3. Hasil Analisis Regresi Pendugaan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Partisipasi Sekolah Usia 7-15 tahun
No Variabel Laki-laki
Perempuan
1 Jenis kelamin Kepala Rumahtangga
0,000 0,053
2 Pendidikan Kepala Rumahtangga
0,000 0,019
3 Pendidikan Ibu
0,000 0,001
4 Lapangan Usaha Kepala Rumahtangga
0,004 0,086
5 Keberadaan saudara beda jenis Kelamin
0,279 0,773
6 Tingkat Kemiskinan
0,000 0,000
Pendidikan kepala rumahtangga dan pendidikan ibu yang rendah memberikan kemungkinan bersekolah yang lebih kecil pada anak laki-laki usia 7-
15 tahun. Peluang itu hanya sekitar sepertiga dibanding apabila anak tersebut memiliki kepala rumahtangga atau ibu berpendidikan lebih tinggi.. Demikian juga
pada variabel pendidikan ibu menunjukan peluang anak laki-laki bersekolah apabila memiliki ibu yang berpendidikan SLTP kebawah adalah lebih kecil
dibanding apabila ibunya berpendidikan lebih tinggi. Peluang anak laki-laki bersekolah apabila memiliki kepala rumahtangga yang bekerja di sektor pertanian
adalah lebih kecil dibanding anak yang mempunyai kepala rumahtangga yang 12
bekerja di sektor selain pertanian. Sementara itu kemiskinan menyebabkan peluang bersekolah menjadi semakin kecil.
Selanjutnya uji Wald mendapatkan variabel bebas yang mempengaruhi partisipasi sekolah anak perempuan pada kelompok usia 7-15 tahun secara
signifikan pada taraf α = 5 persen adalah pendidikan kepala rumahtangga, pendidikan ibu dan tingkat kemiskinan. Sementara itu pada taraf α = 10 persen,
terdapat dua variabel yang signifikan, yaitu variabel jenis kelamin dan lapangan usaha kepala rumahtangga.
Peluang anak perempuan usia 7-15 tahun yang mempunyai kepala rumahtangga yang berpendidikan SLTP atau lebih rendah untuk bersekolah adalah
lebih rendah dibanding yang mempunyai kepala rumahtangga yang berpendidikan lebih tinggi. Pada kelompok anak perempuan yang memiliki ibu yang
berpendidikan SLTP atau lebih rendah akan mempunyai peluang sekolah yang lebih kecil lagi. Peluang bersekolah anak perempuan usia 7-15 tahun yang miskin
juga lebih rendah daripada anak perempuan yang tidak miskin. Pada kelompok anak perempuan usia 7-15 ini ditemui dua variabel yang
signifikan pada taraf α = 10 persen. Variabel itu adalah jenis kelamin dan lapangan usaha kepala rumahtangga. Kedua variabel ini memberikan peluang bersekolah
yang lebih kecil kepada kelompok anak yang diamati. Sedangkan variabel lapangan usaha menunjukan bahwa anak perempuan usia 7-15 tahun yang
mempunyai kepala rumahtangga bekerja di sektor pertanian akan memiliki peluang bersekolah lebih kecil dibanding yang bekerja di sektor lainnya.
c. Kelompok Umur 16-18 tahun