Strategi Komunikasi Guru dalam Mengembangkan Kemandirian Anak Usia Dini (Studi Kasus pada Sekolah Alam Bukit Hijau Medan)

(1)

STRATEGI KOMUNIKASI GURU DALAM

MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN ANAK USIA DINI

(Studi Kasus Pada Sekolah Alam Bukit Hijau Medan)

SKRIPSI

HELFRAN F SIPAYUNG

100904084

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

MEDAN

2015


(2)

STRATEGI KOMUNIKASI GURU DALAM

MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN ANAK USIA DINI

(Studi Kasus Pada Sekolah Alam Bukit Hijau Medan)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

HELFRAN F SIPAYUNG

100904084

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

MEDAN

2015


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

LEMBAR PERSETUJUAN Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:

Nama : HELFRAN F SIPAYUNG

NIM : 100904084

Departemen : ILMU KOMUNIKASI

Judul : Strategi Komunikasi Guru dalam Mengembangkan Kemandirian Anak Usia Dini

(Studi Kasus pada Sekolah Alam Bukit Hijau Medan)

Medan, Januari 2015

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Emilia Ramadhani, S.Sos, MA Drs. Fatma Wardy Lubis, MA NIP. 1997310202006042001 NIP. 196208281987012001

Dekan FISIP USU

Prof. Dr. Badaruddin, M.Si NIP 196895251992031002


(4)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika di

kemudian hari saya terbukti melakukan pelangaran (plagiat) maka saya bersedia diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.

Nama : HELFRAN F SIPAYUNG

NIM : 100904084

Tanda Tangan : ………. Tanggal : Januari 2015


(5)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini diajukan oleh:

Nama : HELFRAN F SIPAYUNG NIM : 100904084

Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul Skripsi : STRATEGI KOMUNIKASI GURU DALAM MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN ANAK USIA DINI (Studi Kasus pada Sekolah Alam Bukit Hijau Medan)

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Majelis Penguji

Ketua Penguji : (………..)

Penguji : (………..)

Penguji Utama : (………..)

Ditetapkan di : Medan


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah Bapa di Surga yang selalu menyertai, membimbing dan memberkati saya setiap saat selama proses penelitian skripsi ini. Atas berkat dan kasih-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Strategi Komunikasi Guru dalam Mengembangkan Kemandirian Anak Usia Dini (Studi Kasus pada Sekolah Alam Bukit Hijau). Penelitian skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih juga saya persembahkan secara khusus kepada kedua orang tua yang sangat saya cintai dan sayangi yaitu Bapak M. Sipayung, Ibu R. Saragih Munthe, serta saudara kandung saya, Kak Elisabeth Sipayung, Bang Hesron Sipayung, Bang Hekdin Marsius Sipayung dan Kak Elfrida Sipayung atas segala dukungan moral maupun materil, doa, kasih sayang, perhatian, serta semangat yang selalu mereka berikan untuk memotivasi saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini, diantaranya:

1. Bapak Prof. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara serta seluruh jajarannya.

2. Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, M.A, selaku Ketua Departemen Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Dayana, M.Si, selaku Sekretaris Departemen Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Emilia Ramadhani, S.Sos., M.A, sebagai dosen pembimbing dalam penyelesaian skripsi penulis.

5. Ibu Dra. Mazdalifah, M.Si., Ph.D, sebagai Dosen Wali saya yang banyak memberikan masukan, nasehat, bimbingan dan dorongan selama saya menjalani perkuliahan di Universitas Sumatera Utara.


(7)

6. Para dosen dan staff di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara khususnya dari Departemen Ilmu Komunikasi atas ilmu dan pengalaman hidup yang dibagikan selama masa perkuliahaan.

7. Seluruh staff Departemen Ilmu Komunikasi dan Bagian Pendidikan yang telah membantu dalam proses administrasi.

8. Para informan dalam penelitian ini, Ibu Eva Sembiring, Ibu Dewi Rasmeitha Ginting, Ibu Hesty Sitompul, Ibu Endang Asmara Sipahutar, Pak Roy Dedi Ginting, Ibu Merry Kita Keliat, Ibu Linda Uli, Ibu Erika Sembiring, Ibu Jerni Situmorang beserta siswa Sekolah Alam Bukit Hijau Medan yang telah bersedia memberikan waktu, tenaga, dan informasi yang diperlukan dalam penelitian ini.

9. Sahabat-sahabat saya, Hendrik, Julius, Irwan, Salmon, Yuanita, Wanda, dan seluruh teman-teman Ilmu komunikasi terkhusus angkatan 2010 yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuannya untuk mengajari dan dorongan semangat kepada saya.

10.Semua pihak yang secara tidak sadar juga telah ikut membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini, saya ucapkan banyak terima kasih.

Saya menyadari bahwa tulisan ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu dengan segala kerendahan hati saya berharap pembaca dapat memberikan saran dan kritik yang sifatnya membangun untuk perbaikan skripsi ini serta memperdalam pengetahuan dan pengalaman saya. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Medan, Januari 2015 Peneliti,


(8)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Helfran F Sipayung NIM : 100904084

Departemen : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas : Sumatera Utara

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak bebas Royalti Non Eksklusif (Non-eksklusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Strategi Komunikasi Guru dalam Mengembangkan Kemandirian Anak Usia Dini. (Studi kasus pada Sekolah Alam Bukit Hijau Medan)

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan

Pada Tanggal : Januari 2015 Yang Menyatakan,


(9)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Strategi Komunikasi Guru dalam Mengembangkan Kemandirian Anak Usia Dini (Studi Kasus Pada Sekolah Alam Bukit Hijau Medan). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Strategi komunikasi yang di gunakan oleh Guru dalam mengembangkan kemandirian anak usia dini di Sekolah Alam Bukit Hijau Medan dan kemandirian yang berkembang pada anak usia dini di Sekolah Alam Bukit Hijau Medan. Teori yang relevan peneliti gunakan untuk membahas penelitian ini adalah Komunikasi, Strategi Komunikasi, Teori Pembelajaran Sosial Albert Bandura, Anak Usia Dini, Kemandirian Anak Usia Dini dan upaya mengembangkan kemandirian anak usia dini. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan memfokuskan pada analisis studi kasus. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma konstruktivis. Informasi diperoleh melalui observasi dan wawancara mendalam (in-depth interview) terhadap guru sekolah alam bukit hijau Medan beserta orang tua siswa. Berdasarkan penelitian ini peneliti menemukan strategi komunikasi yang di gunakan guru dalam mengembagkan kemandirian anak usia dini adalah dengan menggunakan pendekatan personal, juga penggunaan komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal secara seimbang. Peneliti juga menemukan berbagai kemandirian yang terbentuk pada anak usia dini di sekolah alam bukit hijau Medan.


(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah ... 1

1.2 Fokus Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma ... 6

2.2 Kajian Pustaka ... 8

2.2.1 Komunikasi ... 8

2.2.2 Strategi Komunikasi ... 13

2.2.3 Teori Pembelajaran Sosial Albert Bandura ... 15

2.2.4 Anak Usia Dini ... 16

2.2.5 Kemandirian Anak Usia Dini ... 17

2.2.6 Upaya Meningkatkan Kemandirian Anak Usia Dini ... 18

2.3 Model Teoretik ... 20

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 21

3.1.1 Metode Penelitian Kualitatif ... 21

3.1.2 Studi Kasus ... 22

3.2 Objek Penelitian ... 23

3.3 Subjek Penelitian ... 23

3.4 Kerangka Analisis ... 23

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 24

3.5.1 Penentuan Informan ... 25

3.5.2 Keabsahan Data ... 26

3.6 Teknik Analisis Data ... 26


(11)

4.1 Hasil ... 27

4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ……… 27

4.1.2 Gambaran Umum Wawancara……….. 28

4.1.3 Profil Informan ... 34

4.1.4 Hasil Pengamatan dan Wawancara ... 40

4.1.5 Penyajian Data ... 77

4.2 Pembahasan ... 81

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 86


(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

4.1.3.3 Tabel Profil Informan 40


(14)

DAFTAR LAMPIRAN - Panduan wawancara

- Hasil wawancara - Biodata peneliti

- Daftar bimbingan skripsi - Surat Ijin Penelitian


(15)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Strategi Komunikasi Guru dalam Mengembangkan Kemandirian Anak Usia Dini (Studi Kasus Pada Sekolah Alam Bukit Hijau Medan). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Strategi komunikasi yang di gunakan oleh Guru dalam mengembangkan kemandirian anak usia dini di Sekolah Alam Bukit Hijau Medan dan kemandirian yang berkembang pada anak usia dini di Sekolah Alam Bukit Hijau Medan. Teori yang relevan peneliti gunakan untuk membahas penelitian ini adalah Komunikasi, Strategi Komunikasi, Teori Pembelajaran Sosial Albert Bandura, Anak Usia Dini, Kemandirian Anak Usia Dini dan upaya mengembangkan kemandirian anak usia dini. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan memfokuskan pada analisis studi kasus. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma konstruktivis. Informasi diperoleh melalui observasi dan wawancara mendalam (in-depth interview) terhadap guru sekolah alam bukit hijau Medan beserta orang tua siswa. Berdasarkan penelitian ini peneliti menemukan strategi komunikasi yang di gunakan guru dalam mengembagkan kemandirian anak usia dini adalah dengan menggunakan pendekatan personal, juga penggunaan komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal secara seimbang. Peneliti juga menemukan berbagai kemandirian yang terbentuk pada anak usia dini di sekolah alam bukit hijau Medan.


(16)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Konteks Masalah

Komunikasi merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia dalam menjalani aktivitasnya sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat hidup sendiri dan memiliki ketergantungan terhadap individu lain, dengan demikian proses tersebut akan berlangsung dalam bentuk interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan antara dua orang atau lebih dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya. Komunikasi sebenarnya sudah dilakukan oleh manusia sejak dilahirkan melalui berbagai bentuk komunikasi yang dilakukan oleh bayi, seperti tangisan dan yang lainnya. Proses interaksi tersebut terus berkembang seiring dengan pertambahan usia dan kemampuannya berkomunikasi.

Anak memperoleh kemampuan sosial dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang-orang di lingkungannya. Untuk membantu perkembangan anak menjadi lebih optimal, dibutuhkan peran serta Orang tua dan lingkunganya sehingga dapat mewujudkan kemandirian pada anak sejak usia dini. Kemandirian pada anak membantu perkembangan anak dalam berinteraksi dengan orang lain serta membantu anak dalam proses perkembangannya.

Kemandirian pada anak harus dikembangkan sejak usia dini melalui berbagai cara. Misalnya dengan memberikan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan perkembangan anak dan upaya lainnya yang dapat merangsang tumbuhnya kemandirian dalam diri anak. Dengan mengembangkan kemandirian tersebut sejak dini maka akan membantu anak dalam perkembangan berikutnya.

Anak usia dini merupakan usia yang memiliki rentangan waktu sejak anak lahir hingga usia 6 tahun, dimana dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang paling mendasar menempati posisi yang sangat strategis dalam perkembangan sumber daya manusia. Hal ini dikarenakan rentang anak usia dini merupakan rentangan usia kritis dan sekaligus strategis dalam proses pendidikan yang mempengaruhi proses serta hasil


(17)

pendidikan selanjutnya. Periode ini merupakan periode kondusif untuk menumbuhkembangkan berbagai kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial emosional, dan spiritual (Mutiah, 2010 : 2).

Selain keluarga, lingkungan sekolah merupakan tempat anak membangun pengetahuan dan melatih kemandirian sejak dini. Dalam hal ini, Guru dan taman kanak-kanak merupakan pihak yang memiliki kemampuan dalam menyediakan program pendidikan dini sebelum memasuki sekolah dasar.

Membangun pengetahuan pada anak usia dini haruslah berdasarkan kepada permainan dan bermain. Permainan dan bermain memiliki arti dan makna tersendiri bagi anak. Permainan mempunyai arti sebagai sarana mensosialisasikan diri pada anak dalam proses mengenalkan anak menjadi anggota suatu lingkungan. Permainan juga berfungsi sebagai sarana untuk mengukur kemampuan dan potensi diri anak. Anak akan menguasai berbagai macam benda, memahami sifat-sifatnya maupun peristiwa yang berlangsung di dalam lingkungannya.

Melalui kegiatan bermain dapat mengembangkan berbagai aspek yang diperlukan anak untuk persiapan masa depan. Bermain antara lain membantu perkembangan tubuh, perkembangan emosional, perkembangan sosial, perkembangan kognitif dan moral serta kepribadian maupun bahasa. Bermain juga bisa dijadikan sebagai media untuk membina hubungan yang dekat diantara anak atau antara anak dengan orang tua, guru, maupun dengan orang dewasa lainnya sehingga tercipta komunikasi yang efektif.

Perkembangan anak berlangsung secara berkesinambungan, yang berarti bahwa tingkat perkembangan yang dicapai pada suatu tahap diharapkan meningkat baik pada tahap selanjutnya. Agar anak mencapai tingkat perkembangan yang optimal, dibutuhkan keterlibatan orang tua dan orang dewasa disekelilingnya untuk memberikan rangsangan yang bersifat menyeluruh dan terpadu yang meliputi pendidikan, pengasuhan, kesehatan, gizi, dan perlindungan yang diberikan secara konsisten melalui pembiasaan.

Untuk mempermudah anak dalam mempelajari berbagai hal yang terdapat dalam lingkungannya diperlukan peran guru sebagai fasilitator. Untuk itu, seorang guru harus peka terhadap kebutuhan ingin tahu dari anak usia dini ini dan harus


(18)

dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Anak memerlukan pengenalan terhadap lingkungan di sekitarnya, yang menjadi pengalaman positif untuk mengembangkan minat belajar anak usia dini.

Perkembangan sekolah untuk anak usia dini di Indonesia terus mengalami perkembangan, Hingga bulan Desember 2013, jumlah lembaga PAUD mencapai 174.367 lembaga se-Indonesia (http://www.setkab.go.id/nusantara-12551-jumlah-paud-di-indonesia-capai-174367-unit.html). Namun pemerintah masih harus terus bekerja dengan maksimal, karena menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) layanan pendidikan usia dini baru menjangkau sekitar 30 persen dari 30 juta anak 0-6 tahun per Maret

2014(http://www.tribunnews.com/nasional/2014/03/11/baru-30-persen-anak-indonesia-dapat-layanan-paud).

Pemerintah melalui Kementrian pendidikan bertanggung jawab dalam penyelenggaran pendidikan di Indonesia dengan menetapkan standar bagi setiap komponen dalam penyelenggaraan pendidikan anak usia dini, baik melalui sekolah formal dan sekolah non formal.

Terdapat dua tujuan penyelenggaraan pendidikan anak usia dini sesuai dengan Permendiknas no 58 tahun 2009, yaitu sebagai tujuan utama adalah untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan pada masa dewasa. Berikutnya sebagai tujuan penyerta adalah untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah, sehingga dapat mengurangi usia putus sekolah dan mampu bersaing secara sehat di jenjang pendidikan berikutnya.

Penelitian ini akan dilakukan di Sekolah Alam Bukit Hijau yang terletak di jalan Bunga Gayong Medan Tuntungan. Sekolah Alam Bukit Hijau merupakan salah satu sekolah alam di Kota Medan yang memiliki metode pengajaran dengan mendekatkan para anak dengan lingkungan. Belajar dengan suasana alam yang menyenangkan dengan menggunakan strategi, metode, materi dan media alam yang menarik serta mudah diikuti oleh anak juga menjadi pendukung


(19)

terbentuknya interaksi yang intesif antara guru dengan anak maupun antara sesama anak.

Dalam proses belajar dan bermain, mereka dituntun untuk berinteraksi dengan sesama, dengan alam serta dengan Tuhan sebagai pencipta. Berbagai program belajar dan permainan dirancang untuk mengembangkan kemandirian mereka. Sekolah ini juga memiliki berbagai program belajar yang membawa para anak langsung berhubungan dengan alam, yaitu dengan melakukan penanaman pohon, hingga memanen berbagai hasil tanaman yang ada dilingkungan sekitar sekolah. Sekolah Alam Bukit Hijau juga memberikan keringanan teradap siswa yang kurang mampu dengan memberikan keringanan biaya uang sekolah dan fasilitas berupa bus sekolah untuk antar-jemput secara gratis.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana strategi komunikasi Guru dalam mengembangkan kemandirian anak usia dini di Sekolah Alam Bukit Hijau Medan?

1.2Fokus Masalah

Berdasarkan konteks masalah yang telah diuraikan diatas, maka fokus masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana strategi komunikasi Guru dalam mengembangkan kemandirian anak usia dini di Sekolah Alam Bukit Hijau Medan?”

1.3Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui Strategi komunikasi yang di gunakan oleh Guru dalam mengembangkan kemandirian anak usia dini di Sekolah Alam Bukit Hijau Medan.

2. Untuk mengetahui kemandirian yang berkembang pada anak usia dini di Sekolah Alam Bukit Hijau Medan

1.4Manfaat Penelitian


(20)

1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan dalam bidang komunikasi, khususnya bagi mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.

2. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan peneliti mengenai strategi komunikasi yang diterapkan dalam mengembangkan kemandirian anak usia dini.

3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pihak-pihak yang membutuhkan pengetahuan berkenaan dengan strategi komunikasi.


(21)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma

Penelitian merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran. Cara untuk mencari kebenaran dilakukan para peneliti dan praktisi melalui model yang biasa dikenal dengan prespektif. Becker mendefenisikan perspektif sebagai seperangkat gagasan yang melukiskan karakter situasi yang memungkinkan pengambilan tindakan, suatu spesifikasi jeni-jenis tindakan yang secara layak danmasuk akal dilakukan orang, standar nilai yang memungkinkan orang dapat dinilai (Mulyana,2005:5).

Paradigma adalah satu pandangan yang mendasar tentang apa yang menjadi pokok persoalan (subject matter) dari suatu cabang ilmu (Ritzer, 2002:4). Bongdan dan Biklen menyatakan paradigma merupakan kumpulan dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berpikir dan penelitian (Narwaya, 2006: 110).

Paradigma pada wilayah riset penelitian merupakan seperangkat konstruksi cara pandang dalam menetapkan nilai-nilai dan tujuan penelitian (Narwaya, 2006: 108). Ketiadaan seperangkat dasar pemikiran yang tercermin pada sebuah paradigma, maka suatu penelitian akan mengalami ketumpulan ataupun bias dalam penelitian.

Ada tiga paradigma dalam kajian ilmu komunikasi. Pandangan pertama, paradigma positivisme yaitu melihat bahasa sebagai jembatan antara manusia dengan objek di luar dirinya. Positivisme berasal dari bahasa Inggris Postivism dan bahasa latin Positivius Ponore yang berarti meletakkan. Tesis yang dikemukakan dalam paradigma ini adalah bahwa sains dan ilmu alam adalah satu-satunya pengetahuan yang valid dan fakta adalah dasar yang sah bagi pengetahuan. Hal ini menunjukkan bahwa pandangan positivisme cenderung memandang realitas apa adanya, tanpa memikirkan dasar dari terbentuknya realitas tersebut. Pemikiran ini berasal dari August Comte (1798-2857).

Pandangan kedua yaitu paradigma kritis, pemikiran ini telah ada sejak zaman Renaisans pada era 1350-1600. Pengertian ‘kritik’ dalam kaitannya dengan teori kritis dapat dikaitkan dengan pengaruh pada pemikiran dibaliknya yaitu


(22)

aliran Frankfurt Jerman seperti Immanuel Kant, Hegel, Karl Marx dan Sigmund Freud.

Ciri-ciri dari paradigma ini adalah:

- Bersifat historis, artinya teori ini diperkembangan berdasarkan situasi masyarakat yang konkret dan berpijak diatasnya.

- Bersifat kritis pada dirinya sendiri dan terbuka dari segala kritik, evaluasi dan refleksi terhadap dirinya.

- Selalu mempunyai kecurigaan penuh terhadap masyarakat aktual, karena secara mendasar ia selalu akan mempertanyakan segala kenyataan yang ada.

- Dibangun demi sebuah ‘praksis’ atau untuk mendorong terjadinya transformasi masyarakat dengan jalan praksis.

Pandangan ketiga adalah paradigma konstruktivisme. Menurut Von Glasersfeld (Ardianto, 2007: 154), konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pendirian ini merupakan kritik langsung pada perspektif positivisme yang meyakini bahwa pengetahuan itu adalah potret atau tiruan dari kenyataan (realitas). Pengetahuan objektif, kita tahu adalah pengetahuan yang apa adanya, terlepas dari peranan subjek sebagai pengamat. Konstrutivisme menolak keyakinan itu. Pengetahuan bukanlah gambaran dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan justru selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif.

Konstruktivisme atau constructivism mempunyai dampak yang luas sekali di bidang komunikasi. Menurut pandangan ini, para individu melakukan interpretasi dan bertindak menurut kategori-kategori konseptual di dalam pemikirannya. Realitas tidak hadir dalam bentuk apa adanya tetapi harus disaring melalui cara seseorang melihat sesuatu. Konstruktivisme sebagian didasarkan pada teori dari George Kelly (dalam Budyatna dan Ganiem, 2011:221) mengenai konsep-konsep pribadi atau personal constructs yang mengemukakan bahwa orang memahami pengalamannya dengan mengelompokkan dan membedakan peristiwa-peristiwa yang dialaminya menurut persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaannya. Perbedaan-perbedaan yang dipersepsikan tidaklah


(23)

alamiah tetapi ditentukan oleh sejumlah hal-hal yang berlawanan di dalam sistem kognitif individu.

Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme karena didalam kajian paradigma konstruktivisme memandang tindakan komunikatif sebagai interaksi yang sifatnya sukarela. Pembuat komunikasi adalah subjek yang memiliki pilihan bebas, walaupun lingkungan bebas membatasi apa yang dapat dilakukan. Tindakan komunikatif dianggap sebagai tindakan sukarela, berdasarkan pilihan subjek. Dengan kajian konstruktivisme ini, peneliti berusaha memahami dan mendeskripsikan suatu kegiatan komunikasi yang dilakukan subjek yang akan diteliti. Selain itu, penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis karena penelitian yang menggunakan metode riset deskriptif kualitatif (wawancara dan observasi) merupakan bagian dari pendekatan konstruktivis.

2.2 Kajian Pustaka 2.2.1 Komunikasi

2.2.1.1 Defenisi dan Prinsip Komunikasi

Kata komunikasi berasal dari kata latin “communis” yang berarti “sama”. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama (Mulyana, 2007 : 46). Menurut Carl I Hovland (dalam buku Deddy Mulyana, 2007:48) komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikate).

Sebagai makhluk sosial, Manusia ingin mengetahui apa yang terjadi dengan lingkungan sekitarnya bahkan yang terjadi pada dirinya. Rasa ingin tahu inilah yang membuat manusia bekomunikasi dengan yang lain. Komunikasi adalah hal yang fundamental di dalam kehidupan manusia untuk memenuhi kebutuhan dan rasa ingin tahu tersebut. Proses komunikasi tersebut akan berlangsung dalam bentuk interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan antara dua orang atau lebih dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya. Komunikasi sebenarnya sudah dilakukan oleh Manusia sejak dilahirkan melalui


(24)

berbagai bentuk komunikasi yang dilakukan oleh bayi, seperti tangisan dan yang lainnya. Proses interaksi tersebut terus berkembang seiring dengan pertambahan usia dan kemampuannya berkomunikasi.

Berdasarkan model Laswell, komunikator sangat powerfull, mampu mempengaruhi komunikan, dan menganggap bahwa pesan pasti memiliki efek di dalam diri komunikannya. Unsur-unsur utama komunikasi adalah komunikator (who), pesan (says what), saluran komunikasi (in which channel), komunikan (to whom), dan efek komunikasi (with what effect) (Dani Vardiansyah, 2004:115).

Kesamaan dalam berkomunikasi dapat diibaratkan dua buah lingkaran yang bertindihan satu sama lain. Daerah yang bertindihan itu disebut kerangka pengalaman (field of experience). Dari pernyataan tersebut dapat ditarik empat prinsip dasar komunikasi, yaitu :

1. Komunikasi hanya bisa terjadi bila terdapat pertukaran pengalaman yang sama antara pihak-pihak yang terlibat dalam proses komunikasi (sharing similar experiences).

2. Jika daerah tumpang tindih menyebar menutupi lingkaran A dan B, menuju terbentuknya satu lingkaran yang sama, makin besar kemungkinannya tercipta suatu proses komunikasi yang mengena (efektif). 3. Tetapi kalau daerah tumpang tindih ini makin mengecil dan menjauhi

sentuhan kedua lingkaran, atau cenderung mengisolasi lingkaran masing-masing, komunikasi yang terjadi sangat terbatas. Bahkan besar kemungkinannya gagal dalam menciptakan suatu proses komunikasi yang efektif.

4. Kedua lingkaran ini tidak akan bisa saling menutup secara penuh karena dalam konteks komunikasi antar-manusia tidak pernah ada manusia di atas dunia ini yang memiliki perilaku , karakter, dan sifat-sifat yang persis sama sekalipun kedua manusia itu dilahirkan secara kembar (Cangara, 2007 :21-22).

Menurut Berlo dalam bukunya The Process Communication (1960), komunikasi sebagai suatu proses adalah suatu kegiatan yang berlangsung secara dinamis. Sesuatu yang didefenisikan sebagai proses, berarti unsur-unsur yang ada di dalamnya bergerak aktif, dinamis, dan tidak statis. Dilihat dari konteks


(25)

komunikasi antarpribadi, proses menunjukkan adanya kegiatan pengiriman pesan dari seseorang kepada orang lain.

2.2.1.2 Unsur-Unsur Komunikasi

Menurut Effendy (2006) dari berbagai pengertian komunikasi yang telah ada, tampak adanya sejumlah komponen atau unsur yang dicakup, yang merupakan persyaratan terjadinya komunikasi. Komponen atau unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut:

1. Komunikator : Orang yang menyampaikan pesan; 2. Pesan : Pernyataan yang didukung oleh lambang; 3. Komunikan : Orang yang menerima pesan;

4. Media : Sasaran atau saluran yang mendukung pesan bila komunikan jauh tempatnya atau banyak jumlahnya; 5. Efek : Dampak sebagai pengaruh pesan.

2.2.1.3 Jenis-Jenis Komunikasi

Para pakar komunikasi mengklasifikasikan komunikasi berdasarkan konteksnya. Sebagaimana juga defenisi komunikasi, konteks komunikasi ini juga diuraikan secara berlainan. Indikator paling umum untuk mengklasifikasikan komunikasi berdasarkan konteks atau tingkatnya adalah jumlah peserta yang terlibat dalam komunikasi. Klasifikasi komunikasi berdasarkan tingkat jumlah peserta dapat dikategorikan menjadi enam (Mulyana,2005:80):

a. Komunikasi Intrapribadi

Komunikasi intrapribadi adalah komunikasi dengan diri sendiri. Contohnya berpikir. Komunikasi ini merupakan landasan komunikasi antarpribadi dan komunikasi dalam konteks lainnya. Sebelum kita berkomunikasi dengan orang lain, kita biasanya berkomunikasi dengan diri sendiri guna mempersepsikan dan memastikan makna pesan oranglain. Keberhasilan komunikasi kita dengan orang lain bergantung pada keefektifan komunikasi kita dengan diri sendiri.


(26)

Komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal. Bentuk khusus dari komunikasi ini adalah komunikasi diadik yang biasanya terjadi hanya melibatkan dua orang yang berkomunikasi dalam jarak dekat, dimana pesan yang dikirim maupun diterima secara simultan dan spontan baik secara verbal maupun nonverbal. Komunikasi ini sangat efektif untuk mempengaruhi atau membujuk orang lain. Sebagai komunikasi yang paling lengkap dan sempurna, komunikasi antarpribadi berperan besar hingga kapanpun selama manusia masih memiliki emosi. c. Komunikasi Kelompok

Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lain, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut. Dengan demikian komunikasi kelompok biasanya merujuk pada komunikasi yang dilakukan oleh kelompok kecil, jadi bersifat tatap muka.

d. Komunikasi Publik

Komunikasi publik adalah komunikasi antara seorang pembicara dengan sejumlah besar orang (khalayak), yang tidak bisa dikenali satu persatu. Komunikasi ini biasanya berlangsung lebih formal dan lebih sulit dibandingkan dengan komunikasi antarpribadi dan kelompok, dikarenakan bentuk komunikasi publik ini menuntut persiapan pesan yang cermat, keberanian dan kemampuan menghadapi sejumlah orang atau khalayak.

e. Komunikasi Organisasi

Komunikasi organisasi adalah komunikasi yang terjadi dalam organisasi, dapat bersifat formal maupun informal, dan berlangsung dalam ruang lingkup lebih besar daripada komunikasi kelompok. Komunikasi formal adalah komunikasi yang berdasarkan struktur organisasi, yakni komunikasi kebawah, komunikasi keatas, dan komunikasi setara atau


(27)

horisontal. Komunikasi informal adalah komunikasi yang berdasarkan struktur organiasi, seperti komunikasi antar rekan..

f. Komunikasi Massa

Komunikasi massa adalah proses komunikasi yang dilakukan melalui media massa, baik media cetak maupun elektronik, dengan tujuan masyarakat luas yang anonim, heterogen yang tersebar diberbagai tempat.

2.2.1.4 Sifat Komunikasi

Berdasarkan sifatnya maka komunikasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

1. Komunikasi Verbal (verbal communication) a. Komunikasi lisan (oral communication) b. Komunikasi tulisan (written communication) 2. Komunikasi nonverbal l(mediated communication)

a. Komunikasi kial (gestural communication) b. Komunikasi gambar ( pictorial ommunication) 3. Komunikasi tatap muka (face-to-face communication) 4. Komunikasi bermedia (mediated communication)

2.2.1.5 Fungsi dan Tujuan Komunikasi Adapun fungsi komunikasi adalah: 1. Menyampaikan informasi (to inform). 2. Mendidik (to educate).

3. Menghibur (to entertain). 4. Mempengaruhi (to influence).

Adapun tujuan komunikasi adalah : 1. Perubahan sikap (attitude change). 2. Perubahan pendapat (opinion change). 3. Perubahan perilaku (behavior change).


(28)

2.2.2 Strategi Komunikasi

Menurut Onong Uchjana Effendi dalam buku berjudul “Ilmu Komunikasi” (2006: 32) menyatakan bahwa : “Strategi komunikasi merupakan panduan dari perencanaan komunikasi (communication planning) dan manajemen (communications management) untuk mencapai suatu tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut strategi komunikasi harus dapat menunjukkan bagaimana operasionalnya secara taktis harus dilakukan, dalam arti kata bahwa pendekatan (approach) bisa berbeda sewaktu-waktu tergantung dari situasi dan kondisi”.

Keberhasilan kegiatan komunikasi secara efektif banyak ditentukan oleh penentuan strategi komunikasi. Di lain pihak jika tidak ada strategi komunikasi yang baik efek dari proses komunikasi bukan tidak mungkin menimbulkan

pengaruh negatif. Sedangkan untuk menilai proses komunikasi dapat ditelaah dengan menggunakan model-model komunikasi. Dalam proses kegiatan komunikasi yang sedang berlangsung atau sudah selesai prosesnya maka untuk menilai keberhasilan komunikasi tersebut terutama efek dari proses komunikasi tersebut digunakan telaah model komunikasi.

Strategi komunikasi dapat dilakukan berdasarkan sifat komunikasi itu sendiri, yaitu :

1. Komunikasi Verbal

Komunikasi verbal adalah komunikasi dengan menggunakan kata-kata, baik lisan maupun tulisan. Setidaknya ada tiga ciri utama yang menandai wujud atau bentuk komunikasi verbal (Djuarsa, 2003 : 63). Pertama, bahasa verbal adalah komunikasi yang kita pelajari setelah kita menggunakan komunikasi nonverbal. Jadi, komunikasi verbal ini digunakan setelah pengetahuan dan kedewasaan kita sebagai manusia tumbuh.

Kedua, komunikasi verbal dinilai kurang universal dibanding dengan komunikasi nonverbal, sebab bila kita keluar negeri misalnya dan kita tidak mengerti bahasa yang digunakan masyarakat setempat maka kita bisa

menggunakan bahasa isyarat nonverbal. Ketiga, komunikasi verbal merupakan aktivitas yang lebih intelektual dibanding dengan bahasa nonverbal. Melalui komunikasi verbal kita mengkomunikasikan gagasan dan konsep-konsep yang abstrak.


(29)

2. Komunikasi Nonverbal

Secara sederhana, pesan nonverbal adalah semua isyarat yang bukan merupakan kata-kata. Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. porter,

komunikasi nonverbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu kegiatan komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang memiliki pesan potensial bagi penerima.

Komunikasi nonverbal mencakup perilaku yang disengaja juga tidak disengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan (Mulyana, 2007 : 343).

Jurgen Ruecsh ( dalam Mulyana, 2007 : 352 ) mengklasifikasikan isyarat

nonverbal menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Bahasa tanda (sign language)

Bahasa tanda bisa berupa acungan jempol untuk numpang mobil secara gratis atau juga bahasa tuna rungu.

2. Bahasa tindakan (action language)

Bahasa tindakan merupakan semua gerakan tubuh yang tidak digunakan secara eksklusif untuk memberikan sinyal, misalnya berjalan.

3. Bahasa objek (object language)

Bahasa objek dapat berupa penunjukan benda, pakaian, dan lambang nonverbal bersifat public lainnya seperti ukuran ruangan, bendera, gambar(lukisan), music dan sebagainya baik secara sengaja maupun tidak.

Dalam menyusun strategi komunikasi harus memperhitungkan faktor-faktor pendukung dan penghambat. Berikut ini sebagian komponen komunikasi dan faktor pendukung serta penghambat pada setiap komponen tersebut

(Effendy,2003:35).

1. Mengenali sasaran komunikasi

2. Faktor situasi dan kondisi

3. Pemilihan media komunikasi

4. Pengkajian tujuan pesan komunikasi

5. Peranan komunikator dalam komunikasi


(30)

7. Kredibilitas sumber

Dalam proses pendidikan sering kita jumpai kegagalan-kegagalan, hal ini biasanya dikarenakan lemahnya strategi komunikasi yang dipakai. Untuk itu, pendidik perlu mengembangkan pola komunikasi efektif dalam proses belajar mengajar. Komunikasi pendidikan yang dimaksudkan adalah hubungan atau interaksi antara pendidik dengan peserta didik pada saat proses belajar mengajar berlangsung atau dengan istilah lain yaitu hubungan aktif antara pendidik dengan peserta didik.

Guru sebagai tenaga profesional di bidang pendidikan, disamping memahami hal-hal yang bersifat filosofis dan konseptual, juga harus mengetahui dan melaksanakan hal-hal yang bersifat teknis. Hal-hal yang bersifat teknis ini, terutama kegiatan mengelola dan melaksanakan interaksi belajar mengajar.

2.2.3 Teori Pembelajaran Sosial Albert Bandura

Teori pembelajaran sosial Albert Bandura dikenal juga dengan teori kognitif sosial, proses kognitif terjadi ketika seseorang mengamati sosok model, mengamati, mempelajari kepingan perilaku dan secara mental menyatukan kepingan-kepingan tersebut ke dalam sebuah pola perilaku baru yang kompleks (Papalia, 2010 : 48).

Gaya kognitif merupakan salah satu variabel kondisi belajar yang menjadi bahan pertimbangan dalam merancang pembelajaran. Pengetahuan tentang gaya kognitif dibutuhkan untuk merancang atau memodifikasi materi peembelajaran, tujuan pembelajaran, serta metode pembelajaran. Diharapkan dengan adanya interaksi dari faktor kognitif, tujuan, materi, serta metode pembelajaran dapat membuat hasil belajar siswa dicapai semaksimal mungkin(Uno, 2006 : 185)

Teori Bandura didasarkan pada tiga asumsi (dalam buku Surya, 2013:151), yaitu :

1. Individu melakukan pembelajaran dengan meniru apa yang ada dilingkunganya, terutama perilaku-perilaku orang lain. Perilaku orang lain yang ditiru disebut perilaku model atau perilaku contoh.


(31)

2. Terdapat hubungan yang erat antara pelajar dan lingkunganya. Pembelajaran terjadi akibat keterkaitan tiga pihak, yaitu lingkungan, perilaku dan faktor-faktor pribadi.

3. Hasil pembelajaran berupa kode perilaku visual dan verbal yang diwujudkan dalam perilaku sehari-hari.

Proses kognitif dalam diri individu memegang peranan dalam pembelajaran, sedangkan pembelajaran terjadi karena pengaruh dari lingkungan sosial. Individu akan mengamati perilaku dilingkungannya sebagai contoh, kemudian ditirunya menjadi perilaku miliknya. Perilaku individu terbentuk melalui peniruan terhadap perilaku di lingkungan, pembelajaran merupakan suatu proses bagaimana membuat peniruan yang sebaik-baiknya sehingga bersesuaian dengan keadaan dirinya dan tujuannya.

2.2.4 Anak Usia Dini

Anak usia dini adalah anak yang baru dilahirkan sampai usia 6 tahun. Usia ini merupakan usia yang sangat menentukan dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak (Sujiono, 2009:7). Batasan pengertian anak usia dini yaitu 0-6 tahun. Usia dini pada anak kadang disebut sebagai usia emas atau golden age.

Perkembangan anak usia dini merupakan fase yang sangat mendasar bagi perkembangan individu. Masa-masa tersebut merupakan masa kritis dimana seorang anak membutuhkan rangsangan-rangsangan yang tepat untuk mencapai kematangan yang sempurna (Pratisti 2008: 56). Perkembangan anak usia dini merupakan fase yang sangat mendasar bagi perkembangan individu. Mengingat karakteristik yang khas, maka pembelajaran anak usia dini harus dirancang sedemikian rupa sehingga menyenangkan dan menarik bagi anak. Makanan yang bergizi yang seimbang serta stimulasi yang intensif sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tersebut.

Ada berbagai kajian tentang hakikat anak usia dini, khususnya anak TK diantaranya oleh Bredecam dan Copple, Brener, serta Kellough (dalam Masitoh dkk., 2005: 1.12 – 1.13) sebagai berikut :

a. Anak bersifat unik.


(32)

c. Anak bersifat aktif dan enerjik. d. Anak itu egosentris.

e. Anak memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak hal.

f. Anak bersifat eksploratif dan berjiwa petualang. g. Anak umumnya kaya dengan fantasi.

h. Anak masih mudah frustrasi.

i. Anak masih kurang pertimbangan dalam bertindak. j. Anak memiliki daya perhatian yang pendek.

k. Masa anak merupakan masa belajar yang paling potensial. l. Anak semakin menunjukkan minat terhadap teman.

2.2.5 Kemandirian Anak Usia Dini

Kemandirian adalah sikap dan perilaku seseorang yang mencerminkan perbuatan yang cenderung individual (mandiri), tanpa bantuan dan pertolongan dari orang lain. Kemandirian identik dengan kedewasaan, melakukan sesuatu tidak harus ditentukan atau diarahkan sepenuhnya oleh orang lain. Kemandirian anak sangat diperlukan dalam rangka membekali mereka untuk menjalani kehidupan yang akan datang. Dengan kemandirian ini seorang anak akan mampu untuk menentukan pilihan yang ia anggap benar, selain itu ia juga berani memutuskan pilihannya dan bertanggung jawab atas resiko dan konsekuensi yang diakibatkan dari pilihannya tersebut.

Menurut Bacharuddin Mustafa (2008: 75) kemandirian adalah kemampuan untuk mengambil pilihan dan menerima konsekuensi yang menyertainya.Kemandirian pada anak-anak mewujud ketika mereka menggunakan pikirannya sendiri dalam mengambil berbagai keputusan; dari memilih perlengkapan belajar yang ingin digunakannya, memilih teman bermain, sampai hal-hal yang relatif lebih rumit dan menyertakan konsekwensi-konsekwensi tertentu yang lebih serius.

Selanjutnya Bacharuddin (2008: 75) menjelaskan bahwa tumbuhnya kemandirian pada anak-anak bersamaan dengan munculnya rasa takut (kekuatiran) dalam berbagai bentuk dan intensitasnya yang berbeda-beda. Rasa


(33)

takut dalam takarannya yang wajar dapat berfungsi sebagai ‘emosi perlindungan’ (protective emotion) bagi anak-anak, yang memungkinkannya mengetahui kapan waktunya meminta perlindungan kepada orang dewasa atau orang tuanya.

Kemandirian bukanlah kemampuan yang dibawa anak sejak lahir, melainkan hasil dari proses belajar. Kemandirian merupakan hasil dari pendidikan. Kartawijaya dan Kuswanto (2000: 1) mengemukakan bahwa kemandirian anak harus dibina sejak anak masih bayi dengan penanaman disiplin yang konsisten sehingga kemandirian yang dimiliki dapat berkembang secara utuh.

Dengan mengacu kepada definisi tersebut, Terdapat delapan unsur yang menyertai makna kemandirian bagi seorang anak, yaitu antara lain:

1. Berani memutuskan atas pilihannya sendiri

2. Bertanggungjawab menerima konsekwensi yang menyertai pilihannya 3. Percaya diri

4. Mengarahkan diri 5. Mengembangkan diri

6. Menyesuaikan diri dengan lingkungannya 7. Berani mengambil resiko atas pilihannya.

2.2.6.1 Upaya Mengembangkan Kemandirian Anak Usia Dini

Mengembangkan kemandirian pada anak adalah dengan memberikan kesempatan untuk terlibat dalam berbagai akivitas. Semakin banyak kesempatan yang diberikan pada anak, maka anak akan semakin terampil mengembangkan kemampuannya sehingga lebih percaya diri. Upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam rangka mengembangkan kemandirian anak ini, sebagaimana yang disarankan oleh Ratri Sunar Astuti (2006: 49), yaitu:

1. Anak-anak didorong agar mau melakukan sendiri kegiatan sehari-hari yang ia jalani seperti mandi sendiri, gosok gigi, makan sendiri, bersisir, berpakaian, dan lain sebagainya segera setelah mereka mampu melakukan sendiri.

2. Anak diberi kesempatan sesekali mengambil keputusan sendiri, misalnya memilih baju yang akan dipakai.


(34)

3. Anak diberi kesempatan untuk bermain sendiri tanpa ditemani sehingga terlatih untuk mengembangkan ide dan berpikir untuk dirinya. Agar tidak terjadi kecelakaan maka atur ruangan tempat bermain anak sehingga tidak ada barang yang membahayakan.

4. Biarkan anak mengerjakan segala sesuatu sendiri walaupun sering membuat kesalahan.

5. Ketika bermain bersama bermainlah sesuai keinginan anak, jika anak tergantung pada kita maka beri dorongan untuk berinisiatif dan dukung keputusannya.

6. Dorong anak untuk mengungkapkan perasaan dan idenya

7. Latihlah anak untuk mensosialisasi diri, sehingga anak belajar menghadapi problem sosial yang lebih kompleks. Jika anak ragu-ragu atau takut cobalah menemaninya terlebih dahulu, sehingga anak tidak terpaksa. 8. Untuk anak yang lebih besar, mulai ajak anak untuk mengurus rumah

tangga, misalmya menyiram tanaman, membersihkan meja, menyapu ruangan, dan lain-lain.

9. Ketika anak mulai memahami konsep waktu dorong mereka untuk mengatur jadwal pribadinya, misalnya kapan akan belajar, bermain dan sebagainya. Orang tua bisa mendampingi dengan menanyakan alasan-alasan pengaturan waktunya.

10. Anak-anak juga perlu diberi tanggung jawab dan konsekwensinya bila tidak memenuhi tanggung jawabnya. Hal ini akan membantu anak mengembangkan rasa keberartian sekaligus disiplin.

11. Kesehatan dan kekuatan biasanya berkaitan juga dengan kemandirian, sehingga perlu memberikan menu yang sehat pada anak dan ajak anak untuk berolah raga atau melakukan aktivitas fisik.


(35)

2.3 Model Teoritik

Dalam penelitian ini, penelitian membuat model teoritik dengan memahami keterkaitan antara beberapa teori, yaitu. Keterkaitan teroti-teori ini akan mebentuk rangkaian yang berkesinambungan. Berikut model teoritik yang peneliti gambarkan untuk menunjukkan keterkaitan antar teori tersebut:

Guru Anak Usia Dini

Strategi Komunikasi

1. Komunikasi Verbal 2. Komunikasi

Nonverbal

Kemandirian Anak Usia Dini


(36)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian

3.1.1 Metode Penelitian Kualitatif

Didalam penelitian ini, metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Secara umum, metode merujuk kepada proses, prinsip, dan prosedur yang digunakan oleh peneliti guna mencari jawaban atas masalah yang akan diteliti. Metode penelitian merupakan strategi menyeluruh dan memperoleh data yang ditentukan (Soehartono, 2008:9).

Metode penelitian kualitatif merupakan prosedur cara dalam melakukan sebuah penelitian yang menghasilkan data deskriptif. Metode ini digunakan guna meneliti subjek penelitian dengan dipengaruhi cara meneliti dengan memandang subjeknya. Dengan menggunakan metode ini, peneliti lebih mengenal subjek lebih mendalam dan pribadi serta melihat subjek dalam mengembangkan defenisi mereka tentang dunia ini. Peneliti turut merasakan apa yang dirasakan respondennya, mempelajari kelompok dan pengalaman-pengalaman yang belum diketahui si peneltii sebelumnya. Aliran utama metode ini adalah pengamatan peserta, dokumen pribadi, dan wawancara tak berstruktur (Furchan, 1992:21-22).

Tujuan riset kualitatif bertujuan menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-sedalam-dalamnya. Riset ini tidak mengutamakan besarnya populasi atau sampel, bahkan populasi atau sampelnya sangat terbatas. Jika data yang terkumpul sudah mendalam dan sudah dapat menjelaskan fenomena yang diteliti, maka tidak perlu mencari responden atau sampel lainnya. Disini yang diutamakan adalah mengenai kedalaman (kualitas) data bukan banyaknya (kuantitas) data. Dalam penelitian kualitatif, peneliti adalah bagian integral dari data, artinya peneliti ikut aktif dalam menentukan jenis data yang diinginkan. Dengan demikian, peneliti menjadi instrumen penelitian yang terjun langsung di lapangan. Karena itu penelitian ini dikatakan bersifat subjektif dan hasilnya lebih kasuistik bukan untuk digeneralisasikan (Kriyantono, 2006: 56-57).


(37)

3.1.2 Studi Kasus

Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus. Penelitian studi kasus berupaya menelaah sebanyak mungkin data mengenai subjek yang diteliti. Mereka sering menggunakan berbagai metode: wawancara (riwayat hidup), pengamatan, penelaahan dokumen, (hasil) survei, dan data apa pun untuk menguraikan suatu kasus secara terinci. Jadi, alih-alih menelaah sejumlah kecil variabel dan memilih suatu sampel besar yang mewakili populasi, peneliti secara saksama dan dengan berbagai cara mengkaji sejumlah besar variabel mengenai suatu kasus khusus. Dengan mempelajari semaksimal mungkin seorang individu, suatu kelompok, atau suatu kejadian, peneliti bertujuan memberikan pandangan yang lengkap dan mendalam mengenai subjek yang diteliti (Mulyana, 2011: 201).

Beberapa tipe studi kasus yang dijelaskan oleh Bogdan dan Biklen (1982) serta Yin adalah sebagai berikut:

a. Studi kasus kesejarahan sebuah organisasi. Dalam studi kasus jenis ini, yang menjadi bagian penting adalah pemusatan perhatian mengenai perjalanan dan perkembangan sejarah organisasi sosial dalam jangka waktu yang ditentukan

b. Studi kasus observasi. Menekankan menggunakan observasi dalam meneliti guna memperoleh informasi yang detail dan aktual dari unit analisis penelitian, apakah itu menyangkut kehidupan individu maupun unit sosial tertentu dalam masyarakat

c. Studi kasus life history. Studi ini mencoba mengungkap kisah hidup seseorang dengan lengkap dan rinci sesuai dengan tahapan, dinamikan, dan lika-liku hidup yang paling mempengaruhi seseorang

d. Studi kasus komunitas sosial. Studi ini mencoba melihat sisi unik namun bermakna dari lingkungan sosial sekitar

e. Studi kasus analisis situasional. Studi yang melihat situasi soial yang terjadi dalam bentuk peristiwa atau fenomena

f. Studi kasus mikroetnografi. Studi ini dilakukan pada unit sosial terkecil seperti sebuah sisi tertentu dalam kehidupan sebuah komunitas atau organisasi (Bungin, 2007 : 230-231).


(38)

3.2 Objek Penelitian

Objek penelitian dalam penelitian kualitatif menjelaskan mengenai sasaran penelitian yang digambarkan dalam rumusan masalah penelitian. Objek penelitian dalam penelitian ini adalah strategi komunikasi yang digunakan oleh Guru dalam mengembangkan kemandirian anak usia dini di Sekolah Alam Bukit Hijau Medan.

3.3 Subjek Penelitian

Subjek dari penelitian ini merujuk kepada informan yang akan dimintai informasi berkenaan dengan penelitian yang dilakukan. Dalam penelitian ini, data dikumpulkan dari informan yang memiliki kriteria sesuai yang ditetapkan peneliti. Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan dari informan di lapangan akan dilakukan dengan proses pengumpulan data yang dilakukan terus menerus hingga data jenuh. Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah dari penelitian ini adalah:

1. Guru sebagai pengajar di Sekolah Alam Bukit Hijau Medan 2. Orangtua siswa Sekolah Alam Bukit Hijau Medan

3.4 Kerangka Analisis

Menurut Spardly (Sugiono. 2007:68), unit analisis dalam penelitian ini meliputi :

1. Tempat dimana penelitian ini berlangsung. Tempat dari penelitian ini adalah Sekolah Alam Bukit Hijau yang terletak di Jalan Bunga Gayong, Kelurahan Ladang Bambu Medan

2. Pelaku adalah orang yang sesuai dengan objek penelitian. Dalam penelitian ini, pelaku adalah Guru di Sekolah Alam Bukit Hijau Medan, yang merupakan pendidik bagi anak.

3. Kegiatan adalah aktivitas pelaku berkaitan dengan objek penelitian. Dalam penelitian ini ialah setiap kegiatan atau interaksi antara Guru dan anak dalam proses belajar dan mengembangkan kemandirian anak usia dini.

Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan dari informan yang memiliki kriteria sesuai yang ditetapkan peneliti. Dalam penelitian ini, data yang


(39)

dikumpulkan dari informan di lapangan akan dilakukan dengan proses pengumpulan data yang dilakukan terus menerus hingga data jenuh. Informan dalam penelitian ini adalah Guru yang mendampingi anak dalam proses belajar di Sekolah Alam Bukit Hijau beserta Orang tua siswa.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Adapun metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

1.Data Primer

Kriyantono (2006 : 43) menjelaskan data primer adalah data yang diperoleh dari sumber data pertama atau tangan pertama di lapangan. Adapun cara untuk mendapatkan data primer yaitu :

a. Wawancara Mendalam

Wawancara secara mendalam secara umum adalah proses keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewanwancara dengan informan atau dengan orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara, dimana pewawancara informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lain. Dengan demikian, kekhasan wawancara mendalam adalah terlibatnnya dalam kehidupan informan ( Bungin,2006:18).

b. Observasi

Kegiatan observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara langsung di lapangan oleh peneliti. Dengan demikian peneliti dapat mendokumentasikan kegiatan informan sebagai data pendukung. Berdasarkan keterlibatan pengamatan dalam kegiatan subjek yang diamati, observasi dibedakan menjadi observasi partisipan dan non-partisipan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan observasi partisipan dimana peneliti turun langsung ke lapangan yaitu turut serta dalam kegiatan yang dilakukan oleh subjek yang diteliti.

2.Data Sekunder

Data Sekunder didapat dengan cara mempelajari dan mengumpulkan data melalui literatur sumber bacaan yang relevan dan mendukung penelitian. Dari


(40)

berbagai sumber bacaan yang dikumpulkan seperti dokumen, situs-situs, jurnal-jurnal, internet, surat kabar atau buku-buku ilmiah yang berhubungan dengan penelitian.

3.5.1 Penentuan Informan

Dalam penelitian studi kasus, jumlah responden disesuaikan dengan kebutuhan peneliti. Yang dapat dijadikan responden adalah orang yang memiki pengetahuan sesuai dengan penelitian. Melalui peneltian ini, peneliti dapat mengenal subjek secara lebih pribadi dan mendalam serta turut merasakan apa yang dialami subjek penelitian. Penentuan informan dalam penelitian ini dilakukan secara sengaja yaitu dengan melakukan pertimbangan tertentu (purposive sampling).

Teknik purposive sampling ini mencakup orang-orang yang diseleksi atas dasar kriteria-kriteria tertentu yang ditentukan oleh si peneliti berdasarkan tujuan dari penelitian. Sedangkan orang-orang yang tidak sesuai dengan kriteria yang berada dalam populasi tersebut tidak dijadikan sampel (Kriyantono,2006:158).

Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah dari penelitian ini adalah:

1. Guru sebagai pengajar di Sekolah Alam Bukit Hijau Medan 2. Orangtua siswa Sekolah Alam Bukit Hijau Medan

3.5.2 Keabsahan Data

Teknik keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Keikutsertaan

Kehadiran peneliti dalam setiap tahap penelitian kualitatif membantu peneliti untuk memahami semua data yang dihimpun dalam penelitian. Hampir dapat dipastikan bahwa peneliti kualitatif adalah orang yang turun secara langsung melakukan wawancara dan observasi terhadap informan-informannya. Karena itu peneliti memiliki waktu yang lama bersama dengan informan di lapangan, bahkan hingga tercapainya kejenuhan pengumpulan data.


(41)

Pengamatan adalah suatu teknik pengumpulan data yang menggunakan semua panca indra termasuk pendengaran, perasaan, dan insting peneliti. Dengan meningkatkan ketekunan pengamatan di lapangan maka, derajat keabsahan data telah ditingkatkan pula (Bungin,2008 : 255-256).

3.6 Teknik Analisis Data

Menurut Bogdan dan Biklen, analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilih-milihnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mendeteksinya, mencari, dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain ( Moleong, 2005: 248).

Methew B. Milles dan Michael Huberman membagi tiga alur dalam proses analisis data kualitatif yaitu :

1. Reduksi data, proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data yang muncul dari catatan – catatan di lapangan.

2. Penyajian data, yaitu sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengamatan tindakan. 3. Penarikan kesimpulan, kesimpulan tergantung pada besarnya kumpulan

catatan lapangan. (Patilima,2005).

Kegiatan analisa data hasil penelitian ini dimulai dari pengumpulan data, lalu menelaah data yang terkumpul baik primer maupun sekunder. Hasil yang diperoleh dari pengumpulan data selanjutnya akan disusun membentuk laporan sistematis. Kemudian data yang disusun akan dibagi menjadi data utama dan data penjelas.

Selanjutnya hasil penelitian akan disajikan dalam pembahasan secara deskripsi yang didukung dengan teori kemudian akan dianalisa untuk mengetahui bagaimanakah Strategi komunikasi Guru dalam mengembangkan kemandirian anak usia dini.


(42)

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Sekolah Alam Bukit Hijau terletak di Jl. Bunga Gayong, Kelurahan Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan, Kodya Medan. Berdiri sejak 2010 di bawah Yayasan Pendidikan dan Lingkungan Bukit Hijau dengan SK MENKUMHAM RI Nomor : AHU – 1398.AH.01.04 tahun 2011. Sekolah Alam Bukit Hijau telah mendapat ijin penyelenggaraan pendidikan anak usia dini dari Dinas Pendidikan PEMKO Medan No : 420/4272PNFI/2012 , April 2012.

Sekolah Alam Bukit Hijau merupakan sebuah sekolah yang berbasis lingkungan, dimana diartikan sebagai sekolah yang berkomitmen dan secara sistematis mengembangkan program-program untuk mengaktualisasikan nilai-nilai lingkungan ke dalam seluruh aktivitas sekolah. Di sekolah alam bukit hijau, proses pembelajaran mengarah pada upaya pembentukan perilaku siswa yang peduli lingkungan hidup melalui model pembelajaran yang aplikatif dan menyentuh kehidupan sehari-hari.

Saat ini Sekolah Alam Bukit Hijau masih ada pada jenjang Playgroup dan Taman Kanak-kanak, dengan misi kedepan adalah mendirikan jenjang pendidikan Sekolah Dasar. Kehadiran Sekolah Alam Bukit Hijau diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perbaikan lingkungan hidup dimulai sejak usia dini dan pembangunan anak bangsa yang berkarakter.

Sekolah Alam Bukit Hijau menekankan proses pembelajaran yang disampaikan secara akitf dan menyenangkan, karena secara lahiriah anak lebih suka berada dalam ruangan yang informal, terbuka dan bebas dibandingkan dengan suasana yang formal, tertutup dengan lingkungan yang terbatas. Dalam berkreasi di lingkungan sekolah yang terbuka dan bebas, anak dapat menikmati waktu sekolah mereka, sehingga pengembangan nilai kreativitas dan kemampuan dirinya menjadi lebih efektif.

Sistem pengembangan pendidikan yang utama adalah dengan cara memberikan kepercayaan, sikap positif pada diri anak terhadap lingkungannya, karena perkembangan intelektualitas, emosional dan spiritual quotient sangat dipengaruhi oleh lingkungan alam sekitar, sehingga anak dapat mengembangkan


(43)

nilai kepemimpinannya, memiliki emosi yang stabil dan dapat bekerja dalam suatu kelompok. Pada metode belajar aktif, diharapkan anak dapat mengatur kegiatan belajar setiap hari dan guru memberikan fasilitas dan berfungsi sebagai narasumber ilmu pengetahuan. Dengan metoda berpetualang di alam bebas, anak dapat menerapkan proses belajar mengajar secara keseluruhan dan dapat menciptakan suatu perkembangan bakat secara fisik dengan menggabungkan nilai emosi pada dirinya dan kerja kelompok bersama teman-temannya.

Materi sekolah yang diterapkan di Sekolah Alam Bukit Hijau tetap mengacu pada kurikulum Diknas, namun ditambah dengan beberapa kajian khusus dan penerapannya diselaraskan dengan filosofi Sekolah Alam . Seluruh konsep mengajar belajar mengacu pada belajar bersama alam, belajar dengan alam, belajar di alam. Karena alam adalah guru terbaik.

4.1.2 Gambaran Umum Wawancara

Penelitian tentang strategi komunikasi guru terhadap kemandirian anak usia dini ini dilakukan di sekolah alam bukit hijau medan. Untuk mendapatkan informasi mengenai penelitian ini, peneliti memakai sepuluh informan yaitu 5 orang tenaga pengajar dan 5 orang tua siswa. Informasi yang didapatkan dari kesepuluh informan dianggap peneliti sudah cukup dan jenuh yang artinya penambahan informan lagi tidak memberikan informasi yang baru dan berarti bagi penelitian yang dilakukan. Penelitian dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam kepada masing-masing informan secara bertahap hingga peneliti mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Selain itu dilakukan observasi langsung dengan mengikuti proses belajar mengajar yang dilakukan di sekolah alam bukit hijau.

Peneliti memilih untuk melakukan penelitian di Sekolah Alam Bukit Hijau dikarenakan ketertarikan dari peneliti untuk mengetahui bagaimana strategi komunikasi yang digunakan oleh para tenaga pengajar di sekolah tersebut dengan konsep sekolah yang berbasis lingkungan dan konsep belajar di alam. Mengenai strategi komunikasi terhadap kemandirian usia dini ini dilakukan penelitian dikarenakan anak usia dini dengan konsep belajar di alam jarang ditemukan disekolah lain. Dengan konsep belajar berbasis lingkungan alam terbuka, tentu


(44)

strategi komunikasi yang digunakan memiliki perbedaan dengan yang dilakukan disekolah formal lainnya.

Penelitian ini dimulai dengan menemui Kepala Sekolah Sekolah Alam Bukit Hijau untuk meminta izin peneliti dalam melakukan peneltian di sekolah yang dipimpin beliau. Setelah mendapatkan izin penelitian di sekolah tersebut, peneliti kemudian menyampaikan karakteristik subjek penelitian yang akan dijadikan sebagai informan penelitian. Setelah peneliti menemukan subjek penelitian yang sesuai dengan karakterisitik yang ditetapkan, selanjutnya peneliti melakukan wawancara secara mendalam kepada informan-informan yang telah ditetapkan berdasarkan kepada pedoman wawancara yang telah disusun. Wawancara pertama dilakukan terhadap informan guru pertama yaitu pada ibu Eva Handayani Sembiring, pada hari senin, tanggal 6 Oktober 2014 pukul 12.00 WIB yang dilaksanakan di Sekolah Alam Bukit Hijau. Wawancara ini berlangsung setelah ibu Eva Sembiring selesai melaksanakan proses mengajar dikelas. Sebelumnya peneliti sudah menghubungi informan untuk menjelaskan tujuan dari penelitian dan membuat janji agar dapat melihat bagaimana proses mengajar ibu Eva Sembiring dikelasnya. Wawancara berlangsung dengan akrab dan intens antara peneliti dan informan. Informan yang komunikatif dan terbuka memudahkan peneliti untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan penelitian.

Setelah selesai melakukan wawancara dengan informan guru pertama yaitu ibu Eva Sembiring, selanjutnya peneliti melakukan wawancara dengan informan guru kedua yaitu ibu Dewi Rasmeitha Ginting, pada hari kamis, tanggal 9 Oktober 2014 pukul 12.00 WIB. Wawancara ini berlangsung setelah para guru selesai melakukan evalusai kegiatan belajar yang dilakukan pada hari itu. Sebelumnya juga peneliti turut mengikuti proses mengajar di kelas ibu Dewi Ginting untuk mengamati bagamana interaksi yang terjalin dalam proses belajar di kelas beliau. Sebelum melakukan wawancara peneliti terlebih dahulu memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan dari penelitian yang sedang dilakukan oleh peneliti. Sama seperti wawancara dengan ibu Eva Sembiring, Wawancara dengan ibu Dewi Ginting juga berlangsung dengan akrab dan intens.


(45)

Informan yang komunikatif dan terbuka memudahkan peneliti untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan penelitian.

Setelah selesai dengan informan guru pertama dan kedua, selanjutnya peneliti melakukan wawancara dengan informan guru ketiga yaitu ibu Hesty Sitompul, pada hari jumat, tanggal 10 Oktober 2014 pukul 11.30 WIB. Wawancara ini berlangsung setelah jam belajar sekolah selesai. Sambil menunggu anak-anak untuk diantar dengan bus sekolah dan sebagian lainnya menunggu jemputan peneliti melakukan wawancara dengan informan yang sebelumnya sudah membuat janji. Sebelumnya juga peneliti turut serta dalam proses belajar mengajar yang dilakukan di kelas ibu Hesty Sitompul yaitu kelas TK A. sama seperti wawancara dengan informan sebelumnya, peneliti terlebih dahulu memprkenalkan diri dan menjelaskan tujuan dari penelitian yang sedang dilakukan oleh peneliti. Wawancara dengan ibu Hesty Sitompul berlangsung dengan akrab dan sesekali muncul tawa dari informan dalam menjawab pertanyaan yang diajukan peneliti. Informan juga cukup terbuka untuk menceritakan bagaimana strategi komunikasi yang digunakan dalam mengembangkan kemandirian anak usia dini. Namun wawancara sempat berhenti untuk beberapa menit karena peneliti diminta bantuan oleh pengemudi bus sekolah dikarenakan ada salah satu bus sekolah mengalami masalah dan memerlukan bantuan untuk mendorong bus tersebut. Setelah bus sekolah sudah baik kembali dan bisa beroperasi, peneliti bersama ibu Hesty Sitompul melanjutkan wawancara yang menyisakan beberapa pertanyaan.

Selanjutnya wawancara dengan informan guru keempat berlangsung di hari senin, tanggal 13 Oktober 2014 pukul 11.00 WIB. Informan guru keempat merupakan ibu Endang Asmara Sipahutar yang merupakan guru kelas di kelas Playgroup. Peneliti sebelumnya telah membuat janji untuk melakukan wawancara dengan beliau setelah pulang sekolah. Pada hari itu juga peneliti mengikuti proses belajar mengajar yang dilakukan ibu Endang dikelasnya. Untuk memulai wawancara peneliti terlebih dahulu memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan penelitian yang sedang dilakukan oleh peneliti. Sebelum memulai wawancara informan mengajak peneliti bercerita mengenai perkuliahan peneliti dan juga mengenai proses belajar yang dilakukan pada hari itu. Wawancara berlangsung


(46)

cukup akrab dan informan yang santai dan ramah tidak membuat peneliti merasa kaku unruk melakukan wawancara. Selain itu, informan juga cukup komunikatif dan memberi respon yang positif terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peneliti.

Setelah selesai dengan informan guru keempat, selanjutnya peneliti langsung melakukan wawancara dengan informan guru kelima yaitu, ibu Mutiara Sari Sijabat. Sebenarnya untuk informan guru yang kelima ini, peneliti telah membuat janji untuk melakukan wawancara pada hari selasa, tanggal 14 Oktober 2014 pukul 11.30 WIB, setelah informan selesai mengajar. Namun karena informan memiliki kegiatan pribadi, informan kemudian meminta peneliti untuk melakukan wawancara pada hari itu juga setelah selesai dengan informan keempat. Peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan penelitian sebelum melakukan wawancara. Wawancara dengan ibu Mutiara Sijabat berlangsung dengan cukup akrab dan intens. Informan yang begitu terbuka dan antusias dalam menjawab pertanyaan peneliti member kemudahan bagi peneliti.

Setelah menyelesaikan wawancara dengan kelima informan guru, peneliti kemudian melanjutkan wawancara kepada informan orang tua siswa untuk mengetahui bagaimana strategi komunikasi yang dilakukan oleh para guru mampu untuk mengembangkan kemandirian anak usia dini di Disekolah Alam Bukit Hijau. Informan orang tua pertama adalah bapak Roy Dedi Ginting yang merupakan orang tua dari Eiban Ginting siswa kelas TK A. sebelumnya peneliti memperkenalkan diri kepada informan serta menjelaskan tujuan dari penelitian yang sedang dilakukan oleh peneliti. Wawancara berlangsung pada hari senin, tanggal 20 Oktober 2014 pukul 11.30 WIB di halaman rumput Sekolah Alam Bukit Hijau. Informan yang juga merupakan dosen di salah satu perguruan swasta di Kota Medan cukup terbuka dalam menjawab pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Informan dengan cukup antusias menjelaskan bagaimana perkembangan yang dialami oleh anaknya setelah bersekolah dibandingkan dengan sebelum sekolah.

Selanjutnya peneliti melakukan wawancara dengan informan orang tua kedua yaitu, ibu Merry Kita Keliat orang tua siswa dari Rika Verti Ginting siswa kelas Playgroup. Wawancara berlangsung pada hari selasa, tanggal 21 Oktober


(47)

2014 pukul 09.00 WIB. Informan berada disekolah untuk menunggui anaknya hingga pulang sekolah dikarenakan permintaan dari sang anak sendiri dan juga Rika anak dari informan sedang dalam kondisi kurang sehat. Sebelum memulai wawancara peneliti terlebih dahulu memperkenalkan diri dan menyampaikan tujuan dari penelitian kepada informan. Selama wawancara yang berlangsung di salah satu gajebo tempat menunggu untuk orang tua, informan cukup terbuka dalam menjawab pertanyaan yang diberikan oleh peneliti. Informan juga becerita mengenai pengalaman-pengalaman baru yang ia hadapi dalam mendampingi anak bersekolah. Informan juga menceritakan hal-hal baru yang dilakukan anak setelah bergabung dengan Sekolah Alam Bukit Hijau. Pembawaan informan yang santai dan ramah memudahkan peneliti untuk melakukan wawancara tanpa adanya perasaan canggung.

Wawancara berikutnya adalah dengan informan orang tua ketiga yaitu, ibu Linda Uli Siahaan orang tua dari Ritz siswa kelas TK A. Sama seperti wawancara sebelumnya, peneliti terlebih dahulu mengenalkan diri dan menyampaikan tujuan dari penelitian. Wawancara ini berlangsung pada hari rabu, tanggal 22 Oktober 2014 pukul 11.30 WIB di halaman Sekolah Alam Bukit Hijau. Sebelumnya peneliti telah membuat janji untuk melakukan wawancara dengan ibu Linda yang setiap harinya menjemput Ritz sepulang sekolah. Wawancara dengan informan berlangsung dengan akrab dan intens. Sebelum peneliti mengajukan beberapa pertanyaan, informan bertanya mengenai hal perkuliahan kepada peneliti dan juga menceritakan berbagai hal mengenai dunia perkuliahan karena informan ternyata merupakan mantan dosen di perguruan swasta sebelum pindah dari Kepulauan Riau ke Medan. Wawancara dengan informan berlangsung dengan akrab dan intens. Informan sedikit kurang terbuka ketika peneleliti menanyakan mengenai kualitas sekolah dan kualitas para pengajar karena menurut informan sebagai mantan pengajar penilaian terhadap kualitas pengajar itu tidak bisa ia lakukan. Namun untuk pertanyaan lainnya informan cukup komunikatif dalam menyampaikan pandangannya.

Selanjutnya pada hari kamis, tanggal 23 Oktober 2014 pukul 08.00 WIB, peneliti melakukan wawancara dengan informan orang tua keempat yaitu, ibu Erika Sembiring yang merupakan orang tua dari Josh Richard Sinuraya siswa


(48)

kelas Playgroub. Wawancara berlangsung di halaman Sekolah Alam Bukit Hijau setelah informan menghantarkan Josh ke kelasnya untuk memulai jam pelajaran. Sebelum memulai wawancara peneliti terlebih dahulu memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan dari penelitian yang sedang peneliti lakukan. Informan juga menanyakan berbagai hal mengenai perkuliahan peneliti dan perbincangan kemudian lebih mencair karena informan merupakan Alumni dari Universitas Sumatera Utara. Informan cukup terbuka dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peneliti, sesekali informan mengeluarkan tawa ketika menggambarkan perkembangan yang terjadi terhadap puteranya setelah memasuki kelas playgroup di Sekolah Alam Bukit Hijau.

Untuk informan orang tua yang kelima, wawancara berlangsung pada hari jumat, tanggal 24 Oktober pukul 11.30 WIB di halaman Sekolah Alam Bukit Hijau. Informan orang tua kelima adalah ibu Jerni Situmorang yang merupakan ibu dari Kio Saki Silaban siswa kelas TK B. Sebelumnya peneliti sudah membuat janji untuk melakukan wawancara dengan informan pada siang hari ketika informan datang ke sekolah untuk menjemput Kio Saki. Peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan dari penelitian sebelum memulai wawancara. Informan menjawab pertanyaan yang diajukan oleh peneliti ddengan cukup terbuka. Informan juga terlihat antusias dalam menjawab pertanyaan dan juga menceritakan serta menggambarkan kondisi perkembangan Kio Saki setelah fmemasuki sekolah. Informan juga memberitahu bahwa konsep belajar dari Sekolah Alam Bukit Hijau tepat dalam mengembangkan anaknya.

Selama penelitian, peneliti tidak mendapat kesulitan dalam menemui informan, namun harus mengatur waktu untuk melakukan wawancara setelah kegiatan di sekolah selesai. Seperti untuk informan guru, peneliti melakukan wawancara setelah kegiatan belajar dan evaluasi harian selesai. Sedangkan untuk informan orang tua siswa, peneliti memanfaatkan waktu luang orang tua siswa ketika sedang mengantar atau menjemput anak di sekolah.

Pendekatan dengan informan dilakukan selama proses wawancara antara peneliti dan informan sesuai pedoman wawancara yang telah ditentukan. Setelah wawancara selesai dilakukan, selanjutnya peneliti melakukan analisis data, dimana peneliti menguraikan hasil wawancara terhadap informan penelitian dan


(49)

selanjutkan melakukan reduksi data. Pada tahap ini, peneliti merangkum, memilih hal-hal pokok dan memfokuskan pada hal-hal penting sesuai penelitian. Lalu peneliti melakukan penyajian data dan penarikan kesimpulan.

Informan dalam penelitian ini melakukan strategi komunikasi dalam pengembangan kemandirian anak usia dini melalui konsep belajar di alam. Komunikasi guru dengan anak dalam mengembangkan kemandirian anak usia dini dilakukan dengan menggunakan berbagai metode untuk membentuk dan menambah kemandirian dalam diri anak sejak udia dini.

4.1.3 Profil Informan 4.1.3.1 Informan Guru

1. Eva Handayani Sembiring

Eva Handayani Sembiring adalah wanita keturunan Batak Karo dan beragama Kristen yang memiliki rasa kepedulian terhadap pendidikan, terutama pendidikan untuk anak usia dini. Kepeduliannya terhadap anak usia dini sudah dimulai sejak lama dimana beliau aktif dalam pelayanan-pelayanan di Gereja. Inilah yang mendasari informan memiliki keinginan yang kuat untuk turut serta berperan dalam pengembangan pendidikan usia dini.

Wanita lulusan Fakultas Ilmu Politik dan Ilmu Sosial Universitas Sumatera Utara ini merupakan istri dari seorang Pendeta ini memiliki kedekatan emosional yang intim dengan semua anak didiknya. Hal ini dapat peneliti lihat di kelas TK B yang merupakan kelas dimana informan sebagai guru kelas dan juga dekat dengan ke semua siswa di Sekolah Alam Bukit Hijau. Para siswa tidak merasa takut untuk menceritakan kegiatan mereka atau sekedar bercerita mengenai apa yang mereka pelajari di kelas masing-masing.

Informan dipanggil Miss Eva oleh para siswa maupun para guru di Sekolah Alam Bukit Hijau. Informan memiliki keinginan untuk mengenalkan Tuhan kepada anak sejak dini melalui ciptaannya yaitu alam. Informan berharap dengan belajar melalui konsep alam, para siswa dapat mengenal ciptaan Tuhan dan mencintai Tuhan melalui ciptaanya. Selama proses wawancara berlangsung, wanita berambut panjang merupakan seseorang yang mudah seseorang yang mudah senyum, dimana informan sesekali melemparkan senyum dan tawa.


(50)

2. Dewi Rasmeitha Ginting

Dewi Rasmeitha Ginting adalah Sarjana Pendidikan Biologi Universitas Negeri Medan. Sebagai lulusan dari sarjana pendidikan sudah merupakan kodratnya informan mengabdikan diri sebagai tenaga pengajar. Informan memilih untuk mengajar di Sekolah Alam Bukit Hijau karena tertarik dengan konsep belajar yang diterapkan oleh pihak sekolah.

Ibu guru yang akrab dipanggil Miss Dewi oleh anak didiknya maupun para guru ini memiliki paras yang menarik dan suara lembut. Mungkin hal tersebut juga yang memudahkan informan dalam mendekati dan mendidik anak usia dini. Disamping sebagai pengajar di Sekolah Alam Bukit Hijau, informan juga mengajar disekolah lain yaitu di SMKN 1 Biru-biru.

Dalam proses wawancara, informan yang kental dengan logat menjawab pertanyaan yang diajukan peneliti dengan tegas dan terbuka

3. Hesty Sitompuli

Hesty Sitompul adalah guru kelas TK A di Sekolah Alam Bukit Hijau. Walaupun dilatarbelakangi lulusan Diploma 3 Administrasi Niaga, tidak melunturkan niat dari wanita ini untuk mengabdikan dirinya sebagai tenaga pengajar. Sebelumnya wanita yang akrab dipanggil Miss Hesty ini pernah memiliki pengalaman mengajar di Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Atas. Namun pada akhirnya informan tertarik untuk mengajar anak usia dini karena menurut wanita yang sudah bergabung sejak tahun 2010 ini, mengajar anak usia dini memiliki tantangan tersendiri dan tidak semua orang bisa mengajar untuk anak usa dini.

Selain sebagai guru, informan juga memiliki usaha sampingan yaitu kios pulsa yang dibuka di rumahnya setelah pulang mengajar. Wanita yang sangat kental dengan logat Batak Tobanya ini juga aktif di berbagai pelayanan Gereja. Dari pengamatan peneliti setelah mengikuti proses belajar di kelas informan, wanita yang masih melajang di usianya yang ke-30 tahun ini, merupakan sosok guru yang tegas dan disiplin terhadap anak didiknya.

4. Endang Asmara Sipahutar

Endang Asmara Sipahutar adalah guru kelas Playgroup di Sekolah Alam Bukit Hijau. Wanita ini bergabung sebagai tenaga pengajar di Sekolah Alam


(51)

Bukit Hijau setelah sebelumnya menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut. Informan kemudian tertarik untuk bergabung ketika melihat konsep belajar yang berbeda dengan sekolah formal lainnya. Sebagai guru di kelas playgroup, informan sangat dekat dengan para siswanya. Dengan penuh sabar wanita satu anak ini berinteraksi dengan siswa satu-persatu sejak datang ke sekolah hingga pulang di jemput orang tua masing-masing maupun diantar oleh bus sekolah.

5. Mutiara Sari Sijabat

Informan Guru kelima ini merupakan Mutiara Sari Sijabat yang tinggal di jalan Pales Simpang Simalingkar. Ibu dari dua anak ini merupakan guru kelas TK B di Sekolah Alam Bukit Hijau. Bergabung sejak awal berdirinya Sekolah Alam Bukit Hijau, wanita berambut ikal ini menikmati pekerjaannya sebagai pengajar untuk anak usia dini. Menurutnya, waktu mengajar yang hanya sampai pukul 12.00 WIB setiap harinya memberikan waktu yang cukup luang bagi informan untuk mengurus keluarga sepulang sekolah. Sebagai seorang guru anak usia dini, informan terlihat tegas terhadap anak didiknya namun tetap memiliki hubungan yang dekat dengan setiap anak didiknya.

Dalam wawancara, informan cukup terbuka dalam menjawab pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Informan juga antusias mengambarkan bagaimana cara yang dilakukan oleh informan dalam melakukan kegiatan belajar di kelasnya.

4.1.3.2Informan Orang tua 1. Roy Dedi Ginting

Roy Dedi Ginting merupakan orang tua dari Eiban Ginting siswa kelas TK A Sekolah Alam Bukit Hijau. Pria yang juga merupakan dosen di salah satu perguruan swasta di Medan ini mengaku tertarik untuk menyekolahkan anaknya ke Sekolah Alam Bukit Hijau setelah melihat konsep sekolah yang tidak ditemukan disekolah formal lainnya. Walaupun jauh dari rumah, informan tetap memilih sekolah tersebut karena merasa cocok dengan karekteristik anaknya yang aktif sehingga membutuhkan sekolah dengan sarana lingkungan yang luas. Pria yang sudah memiliki dua anak ini juga menambahkan bahwa konsep yang diberikan oleh sekolah juga merupakan konsep yang dibutuhkan anak di usia dini. Dimana anak lebih membutuhkan bermain di alam yang terbuka dibandingkan


(1)

para Guru di sekolah Alam Bukit Hijau?

Saya gak pernah menemani anak belajar disekolah jadi tidak bisa menjawab.

14.Apakah ada perubahan terhadap anak setelah dimasukkan ke Sekolah Alam Bukit Hijau? Jika ada, perubahan seperti apa?

Jiwa bersosialnya setelah masuk kesekolah ini makin tinggi ya sama temannya. Semakin semangat juga belajar dirumah.

15.Apakah Sekolah Alam Bukit Hijau mampu membentuk dan menambah kemandirian anak bapak/ibu? Dalam hal seperti apa saja?

Dulunya anak saya ini cepat emosi, tapi sekarang sudah ada perubahan setelah bersosialiasi dengan teman-temannya di sekolah ya, jadi sekarang sudah berkurang emosinya apalagi berkelahi dengan adiknya dirumah sudah berkurang. Banyak hal-hal kecil juga yang berubah bertambah baikya, yang sekarang sudah bisa ia lakukan sendiri.

16.Apakah anak dapat mengaplikasikan apa yang mereka dapat disekolah? Kalau mengaplikasikan dirumah bisa dilihat dari permaian yang ia pelajari di sekolah di lakukan dengan adiknya di rumah.

17.Bagaimana sikap dan perilaku anak dalam menghadapi masalah setelah bersekolah di Sekolah Alam Bukit Hijau?

Perubahan yang jelas itu ya emosinya tadi, sekarang sudah berkurang berkelahi dengan adiknya.

18.Apakah anak sekarang sudah mampu mengambil keputusan sendiri? Kalau yang seperti itu belum begitu ada perubahan.

19.Bagaimana bapak/ibu mengembangkan kemandirian anak di rumah? Membiasakan dia melakukan hal yang di sekolah dilakukan sendiri juga. Seperti di sekolah kan mereka harus makan sendiri jadi dirumah juga saya biarkan dia sendiri.


(2)

Informan Orang Tua IV

1. Nama : Erika Sembiring 2. Umur : 30 Tahun

3. Alamat : Komplek Perumahan Lau Cih 4. Pekerjaan : Pengawai Negri Sipil

5. Status : Menikah 6. Suku : Batak Karo 7. Agama : Kristen

8. Apa alasan bapak/ibu memilih menyekolahkan anak ke Sekolah Alam Bukit Hijau?

Karena kondisi lingkungan sekolah yang terbuka, saya kan tinggal di komplek perumahan yang cukup tertutup juga. Yang saya suka juga dari sekolah ini itu menghindari dari nuansa AC dan jalan raya.

9. Apakah anak bapak/ibu menyukai metode belajar yang diterapkan di Sekolah Alam Bukit Hijau?

Sampai sekarang tidak ada masalah, anak saya cukup mandiri sih dia tidak mau di temani di sekolah jadi metode belajarnya saya tidak tau kali. 10.Apakah menurut bapak/ibu belajar dengan metode alam itu efektif bagi

anak?

Cukup baiklah untuk perkembangan awal anak. Karena disinikan dia lebih bermain jadi dia tidak bosan sekolah.

11.Bagaimana bapak/ibu menjalin komunikasi dengan para Guru?

Komunikasi baik ya, tapi saya karena jarang ke sekolah paling komunikasi dengan telepon ya. Saya menanyakan bagaimana perkembangan anak ke guru kelasnya di sekolah.

12.Bagaimana menurut bapak/ibu tenaga pengajar yang ada di Sekolah Alam Bukit Hijau?


(3)

para Guru di sekolah Alam Bukit Hijau?

Yang saya lihat mereka cukup sabar dalam mengajar.

14.Apakah ada perubahan terhadap anak setelah dimasukkan ke Sekolah Alam Bukit Hijau? Jika ada, perubahan seperti apa?

Sekarang dia sudah lebih lancar berbicara, karena dulu sebelum masuk sekolah dia masih kurang dalam berbicara. Walaupun memang belum fasih kali kata-katanya tapi sudah mau banyak berkata-kata dirumah dan banyak juga kosa kata yang bertambah yang dia tau.

15.Apakah Sekolah Alam Bukit Hijau mampu membentuk dan menambah kemandirian anak bapak/ibu? Dalam hal seperti apa saja?

Kemandirian bertambah, tapi memang dia dari rumah pun udah biasa mandiri orangnya, tapi adalah yang dia dapat dari sekolah seperti berdoa, setelah diajari disekolah semakin bagus dan mau membawa doa dirumah. 16.Apakah anak dapat mengaplikasikan apa yang mereka dapat disekolah?

Bisa, seperti berdoa tadi ya sudah bisa di rumah.

17.Bagaimana sikap dan perilaku anak dalam menghadapi masalah setelah bersekolah di Sekolah Alam Bukit Hijau?

Setelah bersekolah dia semakin banyak bercerita jadinya, kalau dulu dia diam saja sekarang sudah mau berbicara dengan kami dirumah. Misalnya dia tidak suka sesuatu dia bilang.

18.Apakah anak sekarang sudah mampu mengambil keputusan sendiri? Untuk ukuran umurnya, mengambil keputusan seperti buang sampah tidak boleh sembarangan sudah bisa ia lakukan karena diajarkan di sekolah. 19.Bagaimana bapak/ibu mengembangkan kemandirian anak di rumah?

Dirumah, saya bersama suami juga mengajarkan banyak hal pastinya karena ornag tua juga harus memperhatikan perkembangan anaknya kan. Dirumah saya biasakan dia untuk mengikuti aturan-aturan yang saya buat, seperti makan, menonton tv tidak boleh sesuka hati dan ada aturannya.


(4)

Informan Orang Tua V

1. Nama : Jerni Situmorang 2. Umur : 34 Tahun

3. Alamat : Simpang Selayang Medan 4. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga 5. Status : Menikah

6. Suku : Batak Toba 7. Agama : Kristen

8. Apa alasan bapak/ibu memilih menyekolahkan anak ke Sekolah Alam Bukit Hijau?

Karenakan bumi kita ini sudah rusak, di sekolah alam ini anak-anak diajari untuk cinta alam. Sekolahnya juga gak kayak sekolah umum lain, ruanganya terbuka jadi anak-anak belajar lebih segar.

9. Apakah anak bapak/ibu menyukai metode belajar yang diterapkan di Sekolah Alam Bukit Hijau?

Metode belajarnya saya suka juga karena lebih dominan belajar di luar kelas, anak ku yang biasanya lihat becek-becek jijik sekarang masuk ke sawah pun gak masalah.

10.Apakah menurut bapak/ibu belajar dengan metode alam itu efektif bagi anak?

Iya, sangat efektif. Anak-anak jadi lebih gampang ingat karena langsung ke alamnya.

11.Bagaimana bapak/ibu menjalin komunikasi dengan para Guru? Ya ketika datang ke sekolah bercerita tentang perkembangan anak.

12.Bagaimana menurut bapak/ibu tenaga pengajar yang ada di Sekolah Alam Bukit Hijau?

Guru-gurunya tegas tapi tidak kasar sama anak-anak.


(5)

Alam Bukit Hijau? Jika ada, perubahan seperti apa?

Sekarang lebih mandiri dia, misalnya dalam hal pakai sepatu sendiri, mandi sendiri, makan pun sudah sendiri karena di sekolah kan mereka di suruh untuk melakukan sendiri. Padahal dulunya belum bisa sendiri tapi karena di ingatkan sama gurunya terus di sekolah jadi perubahan yang cukup baiklah untuk anak.

15.Apakah Sekolah Alam Bukit Hijau mampu membentuk dan menambah kemandirian anak bapak/ibu? Dalam hal seperti apa saja?

Berhasilah dari apa yang saya lihat bertambah dalam anak ya. Seperti tadi sudah bisa melakukan banyak kegiatan sendiri.

16.Apakah anak dapat mengaplikasikan apa yang mereka dapat disekolah? Dapat, seperti menjaga kebersihan misalanya, karena disekolah dituntut harus menjaga kebersihan dirumah pun justru malah dia yang bilang ke saya untuk tidak membuang sampah sembarangan.

17.Bagaimana sikap dan perilaku anak dalam menghadapi masalah setelah bersekolah di Sekolah Alam Bukit Hijau?

Kalau sekarang dia sampai rumah pasti mengingat PR nya, gak harus diingatkan lagi. Dia juga gak mau di bantu mengerjakan PR nya, maunya dikerjakan sendiri.

18.Apakah anak sekarang sudah mampu mengambil keputusan sendiri?

Sudah bisa, seperti mengerjakan PR dia tidak mau di bantu harus mengerjakan sendiri, karena dari sekolah disuruh begitu sama gurunya. 19.Bagaimana bapak/ibu mengembangkan kemandirian anak di rumah?

Meneruskan yang di sekolah, misalnya pelajaran yang di pelajari di sekolah kita pelaari lagi di rumah.


(6)

BIODATA PENELITI

Nama : Helfran Ferianto Sipayung Tempat/ Tanggal Lahir : P. Baru / 5 Mei 1992 Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Jalan HKBP No 50 Padang Bulan, Medan

Agama : Katholik

Suku : Simalungun

Warga Negara : Indonesia

Riwayat Pendidikan :

1. SD Negri 096765 Purbatua Baru (1998-2000) 2. SMP Putri Cahaya Medan (2004-2007) 3. SMA Cahaya Medan (2007-2010)

4. Universitas Sumatera Utara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen Ilmu Komunikasi, Medan ( 2010 – Sekarang)

Riwayat Organisasi : Tim Perintis Sinematografi Ilmu Komunikasi USU (2012)

Nama Orangtua : 1. Ayah : M. Sipayung 2. Ibu : R. Saragih Munthe

Alamat Orangtua : Jalan Saran Padang No. 40 Purbatua Baru Pekerjaan Orangtua :1. Ayah : Bertani