1.  Pendahuluan
Tingkat   kualitas   sumber   daya   manusia   SDM   suatu   bangsa   pada hakekatnya ditentukan oleh kualitas pendidikan yang diperolehnya. Pendidikan
yang baik dan berkualitas akan melahirkan individu yang baik dan berkualitas pula. Sebaliknya   apabila pendidikan yang diperoleh tidak baik dan berkualitas,
maka hal ini akan berdampak terhadap  kualitas SDM yang dibangun. Dengan demikian pendidikan mempunyai andil besar terhadap kemajuan sosial ekonomi
suatu bangsa. Sebagian besar ekonom sepakat bahwa sumber daya manusia merupakan
faktor yang paling menentukan karakter dan kecepatan pembangunan sosial dan ekonomi   bangsa   yang   bersangkutan.   Salah   satu   usaha   dalam   meningkatkan
sumber daya manusia adalah dengan meningkatkan pendidikan. Namun demikian masih   ditemui   adanya   kesenjangan   antara   pendidikan   yang   didapatkan   oleh
seorang perempuan dibanding dengan laki-laki. Kesetaraan perempuan dan laki-laki telah menjadi pembicaraan hangat
dalam  kurun waktu 20 tahun terakhir.  Pengalaman  di banyak tempat  di dunia memperlihatkan bahwa perempuan telah mengalami diskriminasi hanya karena
perbedaan jenis kelamin   dan perbedaan secara sosial gender. Todaro 2000 menyatakan bahwa   kesempatan untuk mengecap pendidikan bagi wanita muda
remaja dan usia sekolah sangat ketinggalan.  Di 66 dari 108 negara berkembang, jumlah anak perempuan yang duduk di di bangku sekolah dasar dan menengah
selalu   lebih   kecil,   setidak-tidaknya   10   persen   daripada   jumlah   anak   laki-laki. Kesenjangan antar gender  educational gender gap makin mencolok di negara-
negara   miskin.   Oleh   karena   itu   pada   tahun   1979   Perserikatan   Bangsa-Bangsa PBB menyetujui konferensi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi
terhadap perempuan. Sebagai   salah   satu   negara   sedang   berkembang,   permasalahan   gender
inipun   tidak   luput   juga   terdapat   di   Indonesia.   Apabila   dikaitkan   dengan pendidikan yang terjadi saat ini, secara umum dapat dinyatakan bahwa tingkat
pendidikan   perempuan   masih   lebih   rendah   daripada   laki-laki.   Hal   ini   bisa dibuktikan dari data yang ada seperti tingkat buta huruf yang lebih tinggi pada
perempuan, rata-rata lama sekolah perempuan yang lebih rendah dari laki-laki dan kesenjangan biasanya  makin terlihat pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
Sumatera Barat sebagai salah satu propinsi di Indonesia  dalam 20 tahun terakhir   masih   menunjukan   bahwa   rasio   penduduk   perempuan   lebih   tinggi
daripada  laki-laki. Sensus Penduduk tahun 2000 mencatat  dari 4.241.605 jiwa penduduk Sumatera Barat 2.163.033 jiwa adalah perempuan dan 2.078.572 jiwa
adalah laki-laki. Namun pada kelompok umur muda jumlah penduduk laki-laki ternyata lebih banyak dibanding penduduk perempuan.
Data Susenas tahun 2002 memperlihatkan bahwa rata-rata lama sekolah perempuan di Sumatera Barat lebih rendah dari laki-laki laki-laki 8,2 tahun dan
perempuan 7,7 tahun. Selanjutnya  pada tahun 2005  penduduk perempuan usia 10 tahun ke atas yang tidak memiliki ijazah  jumlahnya lebih besar dari laki-laki
laki-laki 28,74 persen dan perempuan 31,36 persen, demikian juga persentase perempuan   yang buta huruf juga lebih besar dari laki-laki laki-laki 2,41  persen
dan perempuan 4,82 persen. Tingkat   pendidikan   yang   dibuktikan   dengan   ijazah   yang   dimiliki
menunjukan kondisi sumber daya manusia yang ada pada saat ini. Sedangkan kondisi sumber daya manusia di masa datang ditentukan oleh tingkat partisipasi
sekolah penduduk suatu tempat. Dalam hal partisipasi sekolah ternyata kondisi di Sumatera Barat memperlihatkan hal yang sebaliknya. Pada tahun 2005 tingkat
partisipasi   sekolah   anak   laki-laki   ternyata   lebih   rendah   dari   perempuan.   Hasil Survei   sosial   ekonomi   tahun   2005   memperlihatkan   bahwa   angka   partisipasi
sekolah anak laki-laki adalah 66,74 persen sedangkan angka partisipasi sekolah anak perempuan lebih tinggi, yakni 69,13 persen BPS, 2005
2.   Metodologi Penelitian