Perkembangan Psikososial Anak Usia Sekolah Pasca Erupsi Sinabung di Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo

(1)

Perkembangan

Sinabung d

F

UNIV

an Psikososial Anak Usia Sekolah Pasca Er

bung di Desa Batukarang Kecamatan Payun

Kabupaten Karo

SKRIPSI

Oleh Basaria Panjaitan

111101075

FAKULTAS KEPERAWATAN

NIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015

ca Erupsi

ung


(2)

(3)

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan Kasih-Nya kepada peneliti, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

“Perkembangan Psikososial Anak Usia Sekolah Pasca Erupsi Gunung Sinabung di

Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo”.

Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti mendapatkan bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak dr.Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan 1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Wardiyah Daulay, Skep, Ns, MKep selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan, bimbingan, dan ilmu yang bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Farida Linda Sari Siregar, S.Kep., Ns sebagai penguji I

5. Ibu Mahnum Lailan Nasution , S.Kep.,Ns, M.Kep selaku penguji II

6. Dosen dan seluruh staf pegawai Fakultas Keperawatan USU yang turut mendukung dalam penyusunan skripsi ini.

7. Keluarga yang selalu membantu, mendukung, memberi nasehat, serta selalu mendoakan.


(5)

8. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan angkatan 2011 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan semangat dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih memerlukan penyempurnaan baik dalam penulisan, serta isi pada skripsi ini. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun agar penulisan skripsi ini dimasa yang akan datang dapat lebih baik dan bermanfaat. Akhir kata peneliti mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Medan, Juli 2015 Penulis, Basaria Panjaitan


(6)

DAFTAR ISI

Halaman Judul...i

Lembar Pengesahan ... ii

Kata Pengantar ...iii

Daftar Isi... v

Abstrak ... x

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Pertanyaan Penelitian ... 6

1.4 Tujuan Penelitian... 7

1.5 Manfaat Penelitian... 7

1.5.1 Peneliti Selanjutnya... 7

1.5.2 Pendidikan Keperawatan... 7

1.5.3 Praktik Keperawatan ... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Anak Usia Sekolah... 8

2.1.1 Ciri-ciri Anak Usia Sekolah ... 8

2.1.2 Perkembangan Anak Usia Sekolah ... 11

2.1.2.1 Perkembangan Fisik ... 11

2.1.2.2 Perkembangan Kognitif ... 12

2.1.2.3 Perkembangan Psikososial ... 13

2.2 Konsep Bencana... 16

2.2.1 Jenis-jenis Bencana ... 17


(7)

2.2.3 Dampak Bencana Pada Aspek Psikososial ... 19

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN 3.1 Kerangka Konseptual ... 23

3.2 Defenisi Operasional ... 24

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian... 25

4.2 Populasi dan Sampel Penelitian ... 25

4.2.1 Populasi ... 25

4.2.2 Sampel... 25

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 26

4.4 Pertimbangan Etik... 27

4.5 Instrumen Penelitian... 28

4.6 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 29

4.7 Teknik Pengumpulan Data ... 29

4.8 Analisa Data ... 30

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian ... 32

5.2 Pembahasan... 37

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 44

6.2 Saran... 44

6.2.1 Peneliti Selanjutnya... 44

6.2.2 Pendidikan Keperawatan... 45


(8)

DAFTAR PUSTAKA ... 47

LAMPIRAN 1. Lembar persetujuan responden ... 51

2. Instrument penelitian... 52

3. Surat etik ... 56

4. Surat survey awal ... 57

5. Surat izin uji reliabilitas ... 59

6. Surat izin pengambilan data ... 60

7. Surat keterangan telah melakukan uji relib ... 61

8. Surat keterangan telah melakukan penelitian... 62

9. Hasil uji reliabilitas ... 63

10. Hasil penelitian... 65

11. Master Data ... 74

12. Jadwal Tentatif Penelitian ... 78

13. Taksasi Dana ... 79

14. Abstrak ... 80

15. Lembar bukti bimbingan ... 81


(9)

Daftar Tabel

Tabel 3.2.1 Defenisi Operasional... 26

Tabel 5.1.1 Frekuensi dan persentase demografi responden... 34

Tabel 5.1.2 Frekuensi dan persentase perkembangan psikososial ... 35


(10)

Daftar Skema


(11)

Title of the Thesis

Name of Student Std. ID Number SUidy Program Academic Year

: Psychosocial Development of School-Aged Children in the Post-Sinabung Eruption at Batukarang Village, Payung Subdistrict, Karo District

: Basaria Panjaitan : 111101075

: 51 (Undergraduate) Nursing (S.Kep) : 2014-2015

ABSTRACT

Mount .. \'inabung enlption is a natural disaster which occurs at Batukarang village, Payung Subdistrict, Karo District. Besides physical condition, the disaster also injluences people '.10 psychosocial condition, especially schoo/-aged

children 's. The result is that they feel worried. stressed. scared, PTSD, depressive, etc. these symptoms can influence their p.\ych()social development. The objective Qllhe research was to find oul psychosocial development ofschoo/-aged children in the post-emption. The research used descript;ve method. The samples were 94 children as respondents, taken by using purposive sampling technique wilh inclusive criteria: parents who had school-aged children (mothers) , all family members underwent the incidence of emption directly, respondents could speak indonesian, could read, willing to be respondents, and cooperative. The data were analyzed by using computerizing technique and by conducting variable labeling. The re.mlt of the research showed thai 6 respondents (6.4%) had good psychosocial development, 88 respondents (93.6%) had moderate psychosocial development, and no respondent had bad psychosocial development. The majority of them had moderate psychosocial development. It is recommended lhat all communily memal nurses peifrJrm heallh education activity and socialization in order to forestall the incidence of child psychosocial develupment 、ゥ Nセᄋッイ、・イN@


(12)

Judul Penelitian : Perkembangan Psikososial Anak USia Sekolah Pasca Erupsi Sinabung di Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo Nama Mahasiswa : Basaria Panjaitan

NIM : 111101075

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun Ajaran : 2015/2016

ABSTRAK

Erupsi gunung Sinabung merupakan bencana alam yang terjadi di Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo. Selain kondisi fisik, bencana ini mempengaruhi kondisi psikososial masyarakat terutama anak usia sekolah. Akibat bencana anak mengalami kecemasan, stress, ketakutan, PTSD, depresi, dll. Gejala tersebut dapat mempengaruhi perkembangan anak itu sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembagan psikososial anak usia sekolah pasca erupsi Sinabung. Desain penelitian deskriptif dengan jumlah sampel 94 orang. Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling dengan criteria inklusi: orang tua yang memiliki anak usia sekolah (ibu), orang tua dan anak mengalami langsung kejadian erupsi Sinabung, bisa berbahasa Indonesia, pandai membaca, bersedia menjadi responden, dan kooperatif. Analisis data dilakukan dengan teknik komputerisasi dan dilakukan labelisasi variable.Hasil penelitian menunjukkan perkembangan psikososial baik sebanyak 6 anak (6,4%), perkembangan psikososial cukup sebanyak 88 anak (93,6%), dan perkembangan psikososial kurang tidak ada. Mayoritas anak mengalami perkembagan psikososial cukup. Diharapkan kepada seluruh perawat jiwa komunitas untuk melakukan aktivitas pendidikan kesehatan dan kegiatan sosialisasi untuk mencegah terjadinya gangguan pada perkembangan psikososial anak.


(13)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Anak usia sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun, yang artinya pada usia ini sekolah menjadi pengalaman inti anak. Periode ketika anak-anak dianggap mulai bertanggung jawab atas perilakunya sendiri dalam hubungan dengan orang tua mereka, teman sebaya, dan orang lainnya. Usia sekolah merupakan masa anak memperoleh dasar-dasar pengetahuan untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa dan memperoleh keterampilan tertentu (Wong, 2009).

Anak usia sekolah merupakan generasi penerus bangsa sebagai sumber daya manusia pada masa yang akan datang. Kualitas bangsa di masa depan ditentukan oleh kualitas anak-anak saat ini. Anak usia sekolah sering disebut sebagai periode peralihan antara masa pra sekolah dengan masa remaja. Pada kondisi ini akan terjadi banyak perubahan pada diri anak usia sekolah, baik kondisi fisik, mental, sosial, serta terjadi peningkatan kemampuan dan keterampilan terutama keterampilan motorik. Hal ini akan mempengaruhi tumbuh kembang dan kesehatan anak usia sekolah (Edeldan & Mandle, 1996 dalam Kozier, 2004).

Perkembangan anak usia sekolah (6-12 tahun) disebut juga perkembangan masa pertengahan dan akhir anak yang merupakan kelanjutan dari


(14)

masa awal anak. Permulaan masa pertengahan dan akhir ini ditandai dengan terjadinya perkembangan fisik, kognitif, dan psikososial (Perry & Potter, 2009).

Pertumbuhan fisik pada masa ini lambat dan relatif seragam sampai mulai terjadi perubahan-perubahan pubertas. Seiring dengan masuknya anak ke sekolah dasar, maka kemampuan kognitifnya turut mengalami perkembangan yang pesat, karena dengan masuk sekolah, berarti dunia dan minat anak bertambah luas, dan dengan meluasnya minat maka bertumbuh pula pengertian tentang manusia dan objek-objek yang sebelumnya kurang berarti bagi anak-anak (Perry & Potter, 2009).

Perkembangan kognitif meliputi hal-hal seperti belajar, daya ingat, perkembangan bahasa, proses berpikir, daya kreatifitas. Sedangkan perkembangan psikososial meliputi perubahan dan stabilitas dalam kepribadian dan hubungan sosial seseorang. Pada tahap ini anak lebih memahami dirinya melalui karakteristik internal daripada karakteristik eksternal dan dapat memilih apa yang baik bagi dirinya, maupun memecahkan masalahnya sendiri dan mulai melakukan identifikasi terhadap tokoh tertentu yang menarik perhatiannya (Perry & Potter, 2009).

Erikson (dalam Sumanto M.A, 2014) mengatakan anak usia sekolah (6-12 tahun) berada dimasa Industry vs Inferiority Virtue Competence, dimana perkembangan kemampuan psikososial anak usia sekolah ini adalah kemampuan menghasilkan karya, berinteraksi, dan berprestasi dalam belajar berdasarkan kemampuan diri sendiri. Erikson juga mengatakan karakteristik perilaku anak usia


(15)

sekolah yang normal atau produktif adalah menyelesaikan tugas yang diberikan, mempunyai rasa bersaing, senang berkelompok dengan teman sebaya dan mempunyai sahabat karib, berperan dalam kegiatan kelompok.

Anak adalah kelompok yang paling berisiko tinggi mengalami masalah-masalah psikososial. Reaksi-reaksi yang muncul pada anak saat menghadapi sebuah masalah adalah menarik diri, suka mengganggu atau sulit berkonsentrasi, tingkah laku yang mundur dari tahapan usianya, misalnya menghisap ibu jari, mengompol, mimpi buruk, sulit tidur, ketakutan yang tidak masuk akal (seperti: takut gelap, takut akan segala sesuatu yang sebenarnya tidak ada), mudah tersinggung, menolak masuk sekolah, marah yang meledak-meledak, dan suka berkelahi. Terkadang ada keluhan sakit perut atau mengenai sakit lainnya. Terkadang juga mengalami rasa tertekan (depresi), perasaan bersalah,ataupun mati rasa atau emosi yang datar mengenai apapun (emosional numbness), dan cemas (Sumarno, 2013).

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan, diantaranya faktor genetika yaitu totalitas karakteristik individu yang diwariskan orang tua kepada anaknya (baik fisik maupun psikis) yang mempengaruhi keunikan pribadi. Faktor sosial (keluarga, teman sekolah, teman sebaya, dll) yaitu faktor penentu perkembangan kepribadian anak baik dalam berpikir, bersikap, maupun berprilaku. Faktor media massa yaitu bisa berdampak positif seperti mendapat informasi, memperoleh hiburan dan pendidikan dan dampak negatifnya yaitu menjadi contoh perilaku-perilaku negatif yang dipertontonkan di media massa


(16)

apabila anak tidak dapat menyaring informasi. Dan faktor lingkungan yaitu keseluruhan fenomena (peristiwa, situasi, atau kondisi) fisik/alam misalnya bencana (Soetjiningsih, 2002).

Bencana adalah rangkaian peristiwa yang mengganggu kehidupan masyarakat, bisa disebabkan oleh faktor alam atau faktor non alam sehingga menimbulkan korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta, dan dampak pada psikologis korbannya (UU No. 24 tahun 2007).

Bencana alam kembali menghantam sejumlah wilayah di dunia pada tahun 2013. Salah satunya adalah erupsi Sinabung yang ada di Sumatera Utara, Kabupaten Karo.

Erupsi Sinabung bisa dikatakan salah satu bencana vulkanologi yang parah tahun ini.Salah satu letusan dahsyat Sinabung terjadi pada 25 November 2013. Dalam waktu 2 jam saja, Sinabung bererupsi tiga kali dengan ketinggian embusan asap mencapai 2 kilometer. Sementara, hujan abu terjadi hingga radius 7 km. Status Sinabung terus disesuaikan sejak letusan pada September 2013. Pada 15 September, letusan Sinabung dinaikkan dari waspada ke siaga. Sempat diturunkan kembali menjadi waspada pada 29 September, pada akhir November status Sinabung dinyatakan Awas. Akibat erupsi Sinabung, 14.000 orang terpaksa dievakuasi (BNPB, 2013).

Badan Nasional Pengawas Bencana (BNPB) tanggal 14 Februari 2014 mengatakan bencana erupsi gunung Sinabung ini telah menimbulkan 17 orang meninggal dan hampir 20 ribu warga mengungsi. Pengungsi terdiri dari para


(17)

dewasa, lansia, remaja, dan anak-anak. Banyak Desa yang terkena dampak sinabung, salah satunya adalah Desa Batu Karang. Desa Batukarang terletak 7 Km dari gunung Sinabung. Ada 1706 kepala keluarga disana, anak-anak ± 1250 jiwa, remaja ±1500 jiwa, dewasa ± 3000 jiwa, dan lansia ± 700 jiwa, dan semuanya ikut mengungsi.

Belum dapat dipastikan sampai kapan aktivitas gunung Sinabung berhenti. Hal ini tentu saja menimbulkan rasa kekhawatiran atau traumatik bagi masyarakat dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari. Rasa khawatir dan trauma tersebut merupakan tanda gangguan psikologis pasca bencana (Videback, 2008 dalam Astuti, 2012).

Meskipun tidak semua individu yang mengalami kejadian erupsi gunung merapi akan mengalami gangguan stress pasca trauma, trauma pasca bencana dapat beresiko menghasilkan gangguan stress pasca trauma sebanyak 3,8 % dibandingkan dengan kejadian traumatis lainnya. Gangguan pasca bencana ini dapat terjadi pada semua usia, termasuk anak-anak usia sekolah dan remaja (Astuti, 2012).

Hasil penelitian tentang dampak psikologis anak korban gunung Sinabung menunjukkan anak yang mengalami dampak kategori ringan 5%, anak yang mengalami dampak kategori sedang 85%, dan anak yang mengalami dampak kategori berat 10%. Hal ini ditunjukkan dengan gejala-gejala yang dialami oleh anak yaitu mudah menangis, marah, gelisah, tidak bisa tidur dan konsentrasi di sekolah (Nasution, Wahyuni, & Daulay, 2014).


(18)

Durkin (1993 dalam Nasution, Wahyuni, & Daulay, 2014) mengatakan bahwa akibat peristiwa traumatis bencana alam yang terjadi menyebabkan 10% anak mengalami peningkatan perilaku agresif dan 34% akan mengalamai enuresis. Kar (2009 dalam Nasution, Wahyuni, & Daulay, 2014) menyebutkan bahwa prevalensi terjadinya depresi pada anak korban bencana sebesar 17%, gangguan kecemasan 12%, PTSD sebanyak 5-43%. Wooding & Raphael (2004) menyebutkan anak yang mengalami PTSD sebanyak 51,5%, anak mudah menangis 11,7%.

Hasil wawancara dengan beberapa anak sekolah di Desa Batu Karang

menyatakan bahwa “takut gunungnya meletus lagi, takut dengar suara gunungnya,

kasihan orang tua tidak bisa ke ladang, tanam-tanaman rusak semua, takut pergi main-main”.

Dari latar belakang diatas peneliti ingin mengetahui bagaimana respon psikososial anak usia sekolah (6-12 tahun) pasca erupsi Sinabung. Alasan peneliti memilih judul dan lokasi penelitian adalah karena dengan pertimbangan belum ada yang melakukan penelitian mengenai perkembangan psikososial anak usia sekolah di daerah tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana perkembangan psikososial anak usia sekolah pasca erupsi gunung Sinabung di Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo.


(19)

1.3 Pertanyaan Penelitian

Bagaimana perkembangan psikososial anak usia sekolah pasca erupsi Sinabung?

1.4 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui perkembangan psikososial anak usia sekolah pasca erupsi Sinabung di Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi penelitian selanjutnya, penelitian ini diharapkan menjadi penyediaan data dasar yang dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut khususnya mengenai perkembangan psikososial anak usia sekolah pasca erupsi. 1.5.2 Bagi pendidikan keperawatan, hasil dari penelitian ini adalah evidence

based practice yang dapat dijadikan sebagai sumber informasi tentang perkembangan psikososial anak usia sekolah pasca erupsi, dan menambah referensi untuk mata ajar Keperawatan Jiwa dan mata ajar yang relevan lainnya.

1.5.3 Bagi praktik keperawatan, hasil penelitian ini memberikan masukan tentang perkembangan psikososial anak usia sekolah pasca erupsi untuk dapat dijadikan sebagai landasan dalam memberikan praktik keperawatan terhadap anak sehingga perkembangan psikososial anak usia sekolah di Desa Batukarang Kecamatan Payung baik.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Anak Usia Sekolah

Masa kkanak lanjut (usia 6-12 tahun) adalah periode ketika anak-anak dianggap mulai dapat bertanggung jawab atas perilakunya sendiri, dalam hubungannya dengan orang tua mereka, teman sebaya, dan orang lainnya. Usia 6-12 tahun juga sering disebut usia sekolah. Artinya, sekolah menjadi pengalaman inti anak-anak usia ini, yang menjadi titik pusat perkembangan fisik, kognitif, dan psikososial (Lusi Nuryanti, 2008).

Usia sekolah merupakan masa anak memperoleh dasar-dasar pengetahuan untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa dan memperoleh keterampilan tertentu (Wong, 2009).

2.1.1 Ciri-ciri Anak Usia Sekolah

Hurlock (2002) mengatakan orang tua, pendidik, dan ahli psikologis memberikan berbagai label kepada periode ini dan label-label itu mencerminkan ciri-ciri penting dari periode anak usia sekolah, yaitu sebagai berikut :

a. Label yang digunakan oleh orang tua

Bagi banyak orang tua akhir masa kanak-kanak merupakan usia yang menyulitkan,suatu masa dimana anak tidak mau lagi menuruti perintah dan dimana ia lebih banyak dipengaruhi oleh teman-teman sebaya daripada oleh orang tua dan anggota kelompok lain.


(21)

Karena kebayakan anak, terutama laki-laki, kurang memperhatikan dan tidak bertanggung jawab terhadap pakaian dan benda-benda miliknya sendiri, maka orang tua memandang periode ini sebagai usia tidak rapih,

suatu masa dimana anak cenderung tidak memperdulikan dan ceroboh dalam penampilan, dan kamarnya sangat berantakan.

Dalam keluarga yang terdiri dari anak laki-laki dan perempuan, sudah sering bila terjadi pertengkaran antara anak laki-laki dan perempuan. Pola perilaku ini banyak terjadi dalam keluarga sehingga periode ini disebut oleh orang tua sebagai usia bertengkar, suatu masa dimana banyak terjadi pertengkaran antar keluarga dan suasana rumah yang tidak menyenangkan bagi semua anggota keluarga.

b. Label yang digunakan oleh Para Pendidik

Para pendidik memandang periode ini sebagaiperiode kritisdalam dorongan berprestasi, suatu masa dimana anak membentuk kebiasaan untuk mencapai sukses, tidak sukses, atau sangat sukses.

Pada usia tersebut anak diharapkan memperoleh dasar-dasar pengetahuan yang dianggap penting untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa, dan mempelajari berbagai keterampilan penting tertentu, baik keterampilan kurikuler maupun ekstra kulikuler.

c. Label yang digunakan Ahli Psikologi

Bagi ahli psikologi, akhir masa kanak-kanak adalah usia berkelompok, suatu masa dimana perhatian utama anak tertuju pada


(22)

keinginan diterima oleh teman-teman sebaya sebagai anggota kelompok, terutama kelompok yang bergengsi dalam pandangan teman-temannya. Oleh karena itu, anak ingin menyesuaikan dengan standar yang disetujui kelompok dalam penampilan, berbicara, dan perilaku. Keadaan ini disebut oleh ahli psikologi sebagaiusia penyesuaian diri.

Anak-anak yang lebih besar bila tidak dihalangi oleh rintangan-rintangan lingkungan, oleh kritik, atau cemoohan orang-orang dewasa atau orang lain, akan mengarahkan tenaga kedalam kegiatan-kegiatan kreatif. Oleh karena itu, ahli psikologi menamakan masa akhir kanak-kanak dengan

usia kreatif, suatu masa dalam rentang kehidupan dimana akan ditentukan apakah anak-anak akan menjadi konformis atau pencifta karya yang baru dan orisinal.

Akhir masa kanak-kanak seringkali disebut usia bermain oleh ahli psikologi, bukan karena terdapat lebih banyak waktu untuk bermain melainkan karena terdapat tumpang tindih antara ciri-ciri kegiatan bermain anak-anak yang lebih muda dengan ciri-ciri bermain anak-anak remaja. Jadi alasan periode ini disebut sebagai usia bermain adalah karena luasnya minat dan kegiatan bermain dan bukan karena banyaknya waktu untuk bermain. 2.1.2 Perkembangan Anak Usia Sekolah

Perkembangan anak usia sekolah dibagi menjadi perkembangan fisik, kognitif, dan psikososial (Potter & Perry, 2009).


(23)

a. Perkembangan Fisik

Kecepatan pertumbuhan pada usia sekolah awal bersifat perlahan dan konsisten sebelum terjadinya lonjakan pertumbuhan pada usia remaja. Anak usia sekolah tampak lebih langsing dibandingkan anak usia pra-sekolah karena perubahan distribusi dan ketebalan lemak.

Peningkatan tinggi badan berkisar 2 inci (5 cm) per tahun, dan berat badan meningkat sekitar 4 sampai 7 pon (1,8 sampai 3,2 kg) per tahun. Banyak anak yang mengalami peningkataan berat badan dua kali lipat, dan sebagian besar anak perempuan mendahului anak laki-laki dalam pertambahan tinggi dan berat badan pada akhir usia sekolah. Pengukuran tinggi dan berat badan tiap tahunnya akan mendeteksi perubahan pertumbuhan yang merupakan gejala timbulnya berbagai penyakit anak.

Anak usia sekolah menjadi lebih terkoordinasi karena dapat mengatur otot besar dan kekuatannya yang meningkat. Sebagian besar melakukan keterampilan mototrik kasar seperti berlari, melompat, menjaga keseimbangan, melempar, dan menangkap saat bermain.

Perubahan fisik lainnya juga terjadi pada masa usia sekolah. Pertumbuhan gigi tampak jelas pada masa ini. Gigi permanen pertama atau gigi sekunder muncul pada usia 6 tahun. Pada usia 12 tahun, anak telah kehilangan seluruh gigi primer dan sebagai gigi permanen telah erupsi.

Seiring pertumbuhan tulang, tampilan dan postur tubuh juga berubah. Postur anak yang sebelumnya sedikit lordosis dengan penonjolan


(24)

abdomen berubah menjadi lebih tegak. Sangat penting untuk mengevaluasi anak, terutama wanita setelah usia 12 tahun, terhadap adanya scoliosis. Bentuk mata berubah terjadi karena pertumbuhan tulang. Hal ini akan meningkatkan ketajaman penglihatan menjadi 6/6.Skriningpenglihatan dan pendengaran menjadi lebih mudah karena anak telah memahami dan dapat bekerja sama dengan arahan pemeriksaan.

b. Perkembangan Kognitif

Perubahan kognitif memberikan kemampuan untuk berpikir secara logis tentang waktu dan lokasi dan untuk memahami hubungan antara benda dan pikiran. Anak telah dapat membayangkan suatu peristiwa tanpa harus mengalaminya terlebih dahulu. Pikiran anak tidak lagi didominasi oleh persepsi sehingga kemampuan mereka untuk memahami dunia sangat meningkat. Pada usia 7 tahun anak mampu menggunakan simbol untuk melakukan tindakan (aktivitas mental) dalam pikiran dan bukan secara nyata. Mereka mulai menggunakan proses pikir logis dengan materi yang konkret (objek, manusia, dan peristiwa yang dapat disentuh dan dilihat).

Anak usia sekolah menggunakan kognisinya untuk memecahkan masalah. Beberapa orang memiliki kemampuan yang lebih baik dibandingkan lainnya karena bakat intelektual, pendidikan dan pengalaman, namun semua anak dapat meningkatkan keterampilan ini. Mereka yang mampu memecahkan masalah dengan baik serta memiliki karakteristik berikut : pandangan positif bahwa masalah dapat diselesaikan dengan usaha,


(25)

memusatkan perhatiaan pada ketepatan, kemampuan membagi masalah menjadi bagian-bagian pelajaran, dan kemampuan menghindari tebakan saat mencari fakta.

c. Perkembangan Psikososial

Erikson (dalam Potter & Perry, 2009) mengatakan tugas perkembangan pada anak usia sekolah adalah industry versus inferioritas (industry vs inferioritas). Pada masa ini, anak mencoba memperoleh kompetensi dan keterampilan yang dibutuhkan untuk berfungsi kelak pada usia dewasa. Mereka yang direspon secara positif akan merasakan adanya harga diri. Mereka yang memperoleh kegagalan sering merasa rendah diri atau tidak berharga sehingga dapat mengakibatkan penarikan diri dari sekolah maupun kelompok temannya.

Hubungan dengan orang tua. Anak mulai mengetahui bahwa orang tua bukan individu yang sempurna, anak sering berkhayal dan berharap bahwa orang tua temannya merupakan orang tuanya.Terkadang mereka menganggap dirinya sebagai anak angkat.Mereka bergantung kepada orang tua untuk memperoleh kasih sayang, rasa aman, pedoman, dan pengasuhan.

Hubungan dengan saudara kandung. Terkadang terdapat konflik antar-saudara di rumah namun saling membela jika berada di lingkungan luar. Adik sering mengidolakan sang kakak, yang akan menimbulkan kompetisi. Dapat timbul perasaan cemburu pada kakak atas


(26)

perhatian yang diperoleh sang adik. Kakak dapat bersikap otoriter dan terkadang melakukan kekerasan.

Hubungan dengan kelompok. Pada tahun pertama sekolah (usia 6-7 tahun), anak bermain bersama tanpa perbedaan jenis kelamin. Pada usia 8 tahun terbentuk kelompok yang tersusun dari sesama jenis kelamin.

‘Geng’ ini memberikan kebebasan bagi anak dari aturan orang tua dan

menetapkan bahasa rahasia mereka. Periode ini sering disebut sebagai

‘perkumpulan rahasia’ anak. Anak usia sekolah biasanya memiliki teman

dekat sesame jenis. Hubungan ini umumnya bersifat sementara, namun intensitasnya cukup besar dan mencakup diskusi berbagai topik.

Konsep Diri. Perasaan anak atas penguasaan tugas merupakan unsur penting dalam membentuk kepercayaan diri. Anak harus memperoleh umpan balik yang positif dari guru dan orang tua mengenai usahanya. Sangat penting bagi anak untuk membangun keterampilan pada setidaknya satu bidang seperti membaca, berenang. Konsep diri yang positif membuat anak merasa senang, berharga, dan mampu memberikan kontribusi dengan baik. Perasaan sepertiu itu menyebabkan penghargaan diri, kepercayaan diri, dan perasaan bahagia secara umum. Perasaan negatif menyebabkan keraguan terhadap diri sendiri.

Ketakutan.Ketakutan terhadap keamanan tubuh (misanya Guntur, anjing, kegelapan, bising, suara-suara) berkurang. Ketakutan akan kekuatan supranatural seperti hantu dan penyihir bertahan dan akan hilang perlahan.


(27)

Ketakutan baru terhadap sekolah dan keluarga terbentuk. Mereka mengkhawatirkan cemoohan guru dan teman serta penolakan oleh orang tua. Mereka juga mengkhawatirkan kematian dan topik berita seperti peran dan kerusakan lingkungan.

Pola Koping. Untuk mengatasi stress, anak usia sekolah menggunakan mekanisme seperti penolakan dan agresi. Beberapa kategori pada anak yang dirawat di rumah sakit adalah inaktivitas (berdiam diri, tidak melakukan aktivitas, dan apatis), orientasi atau precoping (melihat dan mendengar, berjalan dan menjelajah, serta bertanya), bekerja sama (mematuhi perawatan), penolakan (berusaha lari dari situasi atau menyerang perawat secara fisik maupun verbal), dan mengatur (mengambil tanggung jawab terhadap perawatan diri dan menyarankan hal yang dapat dilakukan).

Moral. Anak mempelajari peraturan dari orang tua, namun sampai usia 10 tahun mereka masih memiliki keterbatasan dalam hal ini. Mereka masih mementingkan dirinya sendiri dan dapat menggunakan kecurangan untuk menang. Setelah usia 10 tahun, keadilan didasarkan pada balas dendam dan hukuman untuk memperbaiki situasi (misalnya jika anak menghancurkan suatu benda, mereka harus membayar untuk perbaikannya).

Kegiatan Tambahan.Anak usia sekolah terlibat dalam permainan bersama seperti lompat tali, sepak bola, dan kasti. Permainan menjadi kompetitif dan anak sulit menerima kekalahan. Godaan, hinaan, tantangan, dan sensitivitas yang meningkat merupakan karakteristik pada usia ini.


(28)

Nutrisi. Anak memiliki makanan yang disukai dan dibenci. Dapat terjadi kekurangan gizi pada kelompok usia ini. Anak memiliki selera makan yang besar setelah kegiatan sekolah dan membutuhkan cemilan berkualitas seperti buah dan roti isi.

2.2 Konsep Bencana

World Health Organization (WHO) mengatakan bencana adalah (1) Sebuah gangguan serius dari berfungsinya suatu komunitas atau masyarakat yang menyebabkan kerugian manusia, material, kerugian ekonomi atau lingkungan yang melampaui kemampuan komunitas atau masyarakat yang terkena tersebut untuk mengatasinya dengan menggunakan sumber dayanya sendiri (2) Situasi atau peristiwa yang melampaui kapasitas lokal sehingga memerlukan bantuan eksternal pada tingkat nasional maupun internasional (WHO, 2014).

Departemen Kesehatan Republik Indonesia mengatakan bencana adalah kejadian/peristiwa pada suatu daerah yang mengakibatkan kerusakan ekologi, kerugian kehidupan manusia serta memburuknya kesehatan dan pelayanan kesehatan yang bermakna sehingga memerlukan bantuan luar biasa dari pihak luar (Depkes RI).

2.2.1 Jenis-jenis Bencana

Jenis-jenis bencana menurut Undang-undang No.24 tahun 2007 dapat dibedakan menjadi tiga yaitu bencana sosial, bencana non alam, dan bencana alam. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang


(29)

meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror.

Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.

Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkain peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa :

1. Gempa bumi adalah peristiwa bergetarnya bumi akibat pelepasan energi di dalam bumi secara tiba-tiba yang ditandai dengan patahnya lapisan batuan pada kerak bumi.

2. Tsunami adalah gelombang laut yang terjadi karena gangguan impulsif pada laut.

3. Banjir adalah peristiwa yang terjadi ketika aliran air yang berlebihan merendam daratan .

4. Angin Topan adalah angina kencang atau bisa juga disebut badai besar yang sangat kuat dengan pusaran angin dengan kecepatan 120 km/jam atau lebih.

5. Kekeringan adalah hubungan antara ketersediaan air yang jauh dibawah kebutuhan air, baik untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan.

6. Gunung meletus atau erupsi gunung, terjadi akibat endapan magma di dalam perut bumi yang didorong keluar oleh gas yang bertekanan


(30)

tinggi. Letusan yang membawa abu dan batu menyembur dengan keras sejauh radius 18 km atau lebih, sedang lavanya bisa membanjiri daerah sejauh radius 90 km. Letusan gunung berapi bisa menimbulkan korban jiwa dan harta benda yang besar sampai ribuan kilometer jauhnya dan bahkan bisa mempengaruhi putaran iklim di bumi ini.

2.2.2 Dampak BencanaAlam

Bencana alam dapat mengakibatkan dampak yang merusak pada bidang ekonomi, sosial, dan lingkungan. Kerusakan infrastruktur dapat mengganggu aktivitas sosial, dampak dalam bidang sosial mencakup kemaatian, luka-luka, sakit, hilangnya tempat tinggal dan kekacauan komunitas, sementara kerusakan lingkungan dapat mencakup hancurnya hutan yang melindungi daratan (Mundakir, 2009).

Salah satu bencana alam yang paling menimbulkan dampak paling besar, misalnya gempa bumi, selama 5 abad terakhir, telah menyebabkan lebih dari 5 juta orang tewas, 20 kali lebih banyak daripada korban gunung meletus. Dalam hitungan detik dan menit, jumlah besar luka-luka yang sebagian besar tidak menyebabkan kematian, membutuhkan pertolongan medis segera dari fasilitas kesehatan yang seringkali tidak siap, rusak, runtuh karena gempa. Bencana seperti tanah longsor pun dapat memakan korban yang signifikan pada komunitas manusia karena mencakup suatu wilayah tanpa ada peringatan terlebih dahulu dan dapat dipicu oleh bencana


(31)

alam lain terutama gempa bumi, letusan gunung berapi, hujan lebat dan topan (Mundakir, 2009).

2.2.3 Dampak Bencana pada aspek Psikososial

Bencana yang terjadi secara mendadak dan cepat umumnya mengakibatkan perasaan syok dan ketidakberdayaan pada korban. Dampak bencana yang ditimbulkan dapat terjadi pada aspek psikologi dan aspek sosial (Mundakir, 2009).

Dampak bencana pada aspek Psikologi a) Dampak bencana pada aspek fisik

Secara umum, semua bencana akan mempengaruhi sistem tubuh manusia. Pada aspek fisik, dampak yang ditimbulkan dapat berupa badan terasa tegang, cepat lelah, susah tidur, mudah terkejut, palpitasi, mual, perubahan nafsu makan, dan kebutuhan seksual menurun.

b) Dampak bencana pada aspek Psikis

Secara khusus dampak bencana pada aspek psikis ini adalah terhadap emosi kognitif korban. Pada aspek emosi terjadi gejala-gejala sebagai berikut: syok, rasa takut, sedih, mudah menangis atau sebaliknya mudah marah, dendam, rasa bersalah, malu, rasa tidak percaya, gelisah, kehilangan emosi seperti perasaan cinta, keintiman, kegembiraan atau perhatian pada kehidupan sehari-hari.


(32)

Pada aspek kognitif, korban bencana ini juga mengalami perubahan seperti: pikiran kacau, salah persepsi, menurunnya kemampuan untuk mengambil keputusan, daya konsentrasi dan daya ingat berkurang, mengingat hal-hal yang tidak menyenangkan, dan terkadang menyalahkan diri sendiri, terus menerus memikirkan sesuatu.Reaksi dalam perilaku ini merupakan reaksi stress yang paling jelas karena dapat diamati oleh orang lain. Ketika mengalami stress seorang akan menampilkan perilaku sebagai bentuk reaksi pertahanan diri terhadap situasi yang dirasakan mengganggu.

Suatu perilaku sebagai reaksi stres perlu diperhatikan atau ditangani lebih lanjut jika tampil pada seseorang secara berlebihan atau sebaliknya sangat minim.Ciri-cirinya seperti menarik diri, sulit tidur, putus asa, ketergantungan, penarikan sosial, sikap permusuhan, kemarahan, merusak diri sendiri, dan perilaku imfulsif (Hartini, 2009).

Dampak bencana pada aspek Sosial a) Dampak bencana pada aspek keluarga

Fungsi sosial keluarga dalam hal ini terkait dengan hubungan kekeluargaan yang terjadi yaitu ikatan kekeluargaan yang merenggang.Kerenggangan hubungan keluarga ini umumnya disebabkan karena tempat tinggalnya terpisah dan terjadinya disharmoni keluarga.Dengan tempat tinggal yang terpisah, hubungan emosional mereka juga mengalami perubahan. Kondisi ini akan berdampak pada peran-peran sosial yang seharusnya dapat dilakukan oleh keluarga.


(33)

b) Dampak bencana pada aspek masyarakat

Selain keluarga mengalami perubahan, hubungan sosial kemasyarakatan juga mengalami perubahan.Perubahan yang diakibatkan oleh bencana bisa saja menyebabkan hubungan solidaritas yang melemah. c) Dampak bencana pada aspek lingkungan

Akibat terjadinya bencana alam, tentu menimbulkan kerugian bagi kehidupan masyarakat seperti rusaknya rumah, rusaknya fasilitas umum, hilangnya harta benda bahkan sampai menimbulkan korban jiwa.Rusaknya rumah masyarakat akibat bencana alam, menyebabkan masyarakat pindah ketempat pengungsian dengan persediaan fasilitas hidup yang terbatas atau mengungsi ke tempat saudara yang jaraknya cukup jauh dari tempat kejadian.

Selain itu, bencana alam juga menyebabkan rusaknya fasilitas atau sarana pendidikan yang ada seperti gedung sekolah, peralatan belajar dan terganggunya proses belajar mengajar. Kondisi tersebut sangat berpengaruh terhadap terbatasnya pemberian layanan pembelajaran dari sekolah kepada peserta didik.

Sebagai akibat kerusakan lingkungan, selain rusaknya infrasturktur, fasilitas lain yang menyangkut kebutuhan dasar manusia juga terganggu, ketersediaan air bersih, distribusi bahan makanan dan pencemaran lingkungan. Semua dampak lingkungan ini, cepat atau lambat akan mengancam status kesehatan korban bencana (Ginting, 2014).


(34)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN 3.1 Kerangka Konseptual

Kerangka konsep penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perkembangan psikososial anak usia sekolah di Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo. Penelitian ini dilakukan secara kuantitatif yang mendeskripsikan perkembangan psikososial berupa hubungan dengan orang tua, hubungan dengan saudara kandung, hubungan dengan kelompok, konsep diri, ketakutan, pola koping, moral, kegiatan tambahan, dan nutrisi (Potter & Perry, 2009).

Skema 3.1.1 Kerangka penelitian perkembangan psikososial anak usia sekolah pasca erupsi Sinabung di Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo

Perkembangan psikososial anak usia sekolah pasca bencana

-Hubungan dengan orang tua -Hubungan dengan saudara kandung

-Hubungan dengan kelompok -Konsep diri

-Ketakutan -Pola koping -Moral

-Kegiatan tambahan -Nutrisi

(Potter & Perry, 2009) - Baik

- Cukup -Kurang


(35)

3.2 Defenisi Operasional

Tabel 3.2.1 Defenisi Operasional No Variabel Defenisi

Operasional

Cara Ukur Hasil Ukur Skala

1 Perkembangan psikososial anak usia sekolah

Perubahan yang terjadi dalam kehidupan anak usia sekolah setelah bencana alam gunung meletus baik secara psikologi ataupun sosialnya yang saling

mempengaruhi satu sama lain dan memberikan

hubungan timbale balik seperti hubungan dengan orang tua, saudara kandung, teman kelompok, konsep diri, ketakutan, pola koping, moral, aktivitas tambahan, serta nutrisi. Instrumen berupa kuesioner dengan jumlah pernyataan 36 item. Untuk

pernyataan positif ada 16 dengan pilihan jawaban: sering = 2 kadang-kadang = 1 tidak pernah = 0

untuk pernyataan negative ada 20 dengan pilihan

jawaban sering = 0, kadang-kadang = 1, tidak pernah =2.

Skor tertinggi adalah 72 , dengan spesifikasi jawaban : Baik 49-72 Cukup 25-48 Kurang 0-24 Ordinal


(36)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk membuat gambaran tentang suatu keadaan secara objektif, dalam hal ini untuk mendapatkan gambaran mengenai perkembangan psikososial anak usia sekolah pasca erupsi Sinabung di Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo .

4.2 Populasi dan Sampel Penelitian 4.2.1 Populasi

Populasi adalah subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga yang bertempat tinggal di Desa Batukarang yang berjumlah 1706 orang.

4.2.2 Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2010). Penentuan besarnya sampel yang akan dipakai oleh peneliti adalah dengan menggunakan rumus slovin (Setiadi, 2007):

n

=


(37)

Dimana : n = jumlah sampel N = jumlah populasi

d = tingkat kesalahan yang dipilih (0,1) Maka

:n

=

( )

n

=

( , )

n =

,

n= 94

orang

Pada penelitian ini, pengambilan sampel dilakukan dengan teknik

purposive sampling, yaitu suatu teknik penetapan sampel sesuai dengan yang dikehendaki oleh peneliti sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya (Nursalam, 2008). Kriteria inklusi dalam menentukan sampel pada penelitian ini, yaitu orang tua yang memiliki anak usia sekolah (ibu), orang tua dan anak tersebut mengalami langsung kejadian erupsi Sinabung, bisa berbahasa Indonesia, pandai membaca, bersedia menjadi responden, dan kooperatif.

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo, dengan pertimbangan lokasi yang dapat dijangkau oleh peneliti, jumlah sampel yang memadai, efesiensi waktu dan biaya. Penelitian dilakukan dari bulan Maret sampai bulan Mei 2015.


(38)

4.4 Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah mendapat izin dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan mengirimkan surat izin ke pimpinan di Desa Batu Karang sebagai tempat penelitian. Setelah mendapat persetujuan dari Pimpinan Desa Batukarang, peneliti membuat permohonan pembuatan surat penelitianEthical Clearenceke komisi etik keperawatan. Setelah itu peneliti mulai mengumpulkan data dengan memberikan lembar persetujuan (informed consent) kepada responden yang akan diteliti. Sebelum responden mengisi dan menandatangani lembar persetujuan, peneliti menjelaskan maksud, tujuan, prosedur penelitian dan penelitian ini bersifat sukarela sesuai dengan ketentuan yang berlaku tanpa adanya tekanan baik secara fisik maupun psikologis. Peneliti menanyakan kesediaan responden untuk berpartisipasi dalam penelitian dengan menandatangani lembar persetujuan tersebut atau bersedia secara lisan. Jika responden tidak bersedia, maka peneliti tidak memaksa dan menghormati keputusannya.

Untuk menjaga kerahasiaan responden (confidentiality), peneliti tidak mencantumkan nama lengkap (anonimyty) pada lembar pengumpulan data, tetapi mencantumkan kode pada masing-masing lembar kuesioner. Kerahasiaan informasi yang akan diberikan oleh responden akan dijamin dalam peneltian ini, dan data yang diperoleh dalam peneltian ini hanya digunakan untuk kepentingan penelitan.


(39)

4.5. Instrument Penelitian

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dalam bentuk kuesioner. Kuesioner yang digunakan terdiri dari dua bagian, bagian pertama data demografi meliputi nama inisial, umur, pendidikan. Bagian kedua kuesioner mengenai perkembangan psikososial anak, kuesioner yang dipakai adalah kuesioner dari UNICEF yang terdiri dari 36 pernyataan, 20 pernyataan positif yaitu pernyataan nomor 2, 5, 7, 8, 10–15, 19–22, 24, 29, 30, 32, 33, 36 dan 16 pernyataan negatif yaitu nomor 1, 3, 4, 6, 9, 16, 18, 23, 25 – 28, 31, 34, 35. Untuk pernyataan positif, sering = 2, kadang-kadang = 1, tidak pernah = 0 dan untuk pernyataan negatif, sering = 0, kadang-kadang = 1, tidak pernah = 2. Perhitungan data hasil pengukuran berdasarkan rumus statistika menurut Sudjana (2005)

Panjang kelas = = = 24

Baik : 49-72

Cukup : 25-48

Kurang : 0-24

4.6. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas

Penggunaan instrumen penelitian merupakan adaptasi total dari kuesioner UNICEF yang telah divalidasi. Kuesioner ini sudah sering digunakan oleh peneliti-peneliti sebelumnya dan didapatkan nilai content validity index


(40)

Untuk mengetahui kepercayaan (reliabilitas) instrument, maka dilakukan uji reliabilitas. Uji reliabilitas adalah suatu kesamaan hasil apabila pengukuran dilaksanakan oleh orang yang berbeda ataupun waktu yang berbeda (Setiadi, 2007). Uji reliabilitas ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan alat ukur. Alat ukur yang baik adalah alat ukur yang memberikan hasil yang relatif sama bila digunakan beberapa kali pada kelompok subjek yang sama (Azwar, 2004). Uji reabilitas akan dilakukan pada orang tua yang mempunyai anak usia sekolah yang tinggal di Desa Payung Kecamatan Payung, instrumen reliabel di ujikan kepada 20 orang responden sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan dan uji reliabel dilakukan dengan menggunakan program komputerisasi yaitu analisa cronbach alpha dan diperoleh nilai 0,748 sehingga instrument dinyatakan reliable.

4.7. Teknik Pengumpulan Data

Ada beberapa prosedur yang dilakukan dalam pengumpulan data yaitu terlebih dahulu yang dilakukan oleh peneliti mengajukan permohonan izin kepada bagian pendidikan Fakultas Keperawatan USU dan kepada tokoh masyarakat tempat penelitian yaitu Desa Batukarang. Setelah mendapat persetujuan, peneliti menentukan calon responden yang sesuai dengan kriteria yang sebelumnya telah ditetapkan dengan mengunjungi rumah ke rumah dan menanyakan apakah orangtua tersebut mempunyai anak usia sekolah.

Setelah menjumpai calon responden peneliti menjelaskan kepada calon responden mengenai tujuan, manfaat, dan cara pengisian kuesioner yang akan


(41)

diberikan, dilakukan oleh responden yang bersedia untuk menjadi responden dan diminta untuk menandatangani inform concent (surat persetujuan). Responden diminta untuk mengisi kuesioner yang didampingi oleh peneliti. Peneliti dapat memandu responden mengisi kuesioner selama responden mengisi jawaban pertanyaan hingga terisi dengan lengkap

4.8. Analisa Data

Setelah data semua terkumpul maka dilakukan analisa data melalui beberapa tahapan, yaitu editing memeriksa kelengkapan identitas responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi sesuai petunjuk. Selanjutnya memberi kode (coding) pada data untuk memudahkan peneliti dalam mentabulasi data yang telah dikumpulkan. Ketiga scoring dan entry data, memberi penilaian terhadap item-item yang perlu diberi penilaian dan memasukkan data dari hasil isian kuesioner psikososial ke dalam komputer agar data dapat dianalisis menggunakan program statistik. Kemudian dilakukan pengambilan kesimpulan dengan menggunakan tabulasi (tabulating). Pengelolaan data dilakukan dengan teknik komputerisasi, dilakukan labelisasi variabel, dimana yang diukur adalah frekuensi, persen dan mean.

Hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase sehingga memperoleh gambaran tentang psikososial anak 3 kategori yaitu baik, cukup, dan kurang.


(42)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian

Pada bab ini diuraikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perkembangan psikososial anak usia sekolah pasca erupsi Sinabung yang diperoleh melalui proses pengumpulan data yang dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2015 di Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo. Dalam hasil akan dipaparkan juga tentang karakteristik orang tua yang memiliki anak usia sekolah.

5.1.1 Karakteristik orang tua yang memiliki anak usia sekolah

Pada penelitian ini jumlah responden orang tua yang memiliki anak usia sekolah berjumlah 94 orang. Adapun karakteristik responden yang akan dipaparkan mencakup usia dan pendidikan orang tua.

Data yang diperoleh menunjukkan bahwa rentang usia terbanyak adalah 19-40 tahun (67,0%) dan yang paling sedikit berada pada rentang usia 40-65 tahun (33,0%). Berdasarkan tingkat pendidikan responden yang paling banyak adalah tingkat pendidikan SMA (67%) dan yang paling sedikit yaitu tingkat pendidikan SD (8%).

Hasil penelitian tentang karakteristik demografi responden lebih jelas dapat dilihat pada table 5.1 dibawah ini.


(43)

Tabel 5.1.1

Distribusi Frekuensi Orang Tua Yang Memiliki Anak Usia Sekolah di Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo (n=94)

Data Demografi Frekuensi

(F)

Persentase (%) Usia Orang Tua

19–40 tahun 41–65 tahun 65 > tahun

Pendidikan Orang Tua SD SMP SMA Perguruan Tinggi 63 31 0 8 10 63 13 67,0 33,0 0 8,5 10,6 67,0 13,8

5.1.2 Perkembangan psikososial anak usia sekolah pasca erupsi Sinabung di Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan psikososial anak usia sekolah yang baik 6 anak (6,4%), perkembangan psikososisal cukup 88 anak (93%), dan perkembangan psikososial kurang tidak ada.

Hasil penelitian tentang perkembangan psikososial anak usia sekolah lebih jelas dapat dilihat pada table 5.1 dibawah ini.


(44)

Tabel 5.1.2

Distribusi Frekuensi dan Persentase Perkembagan Psikososial Anak Usia Sekolah Pasca Erupsi Sinabung di Desa Batukarang

Kecamatan Payung Kabupaten Karo Perkembangan

psikososial anak usia sekolah pasca erupsi Sinabung Frekuensi (F) Persentase (%) Baik Cukup Kurang 6 88 0 6,4 93,6 0

Total 94 100

5.1.3 Perkembangan psikososial anak usia sekolah pasca erupsi Sinabung dinilai dengan mengajukan 36 pernyataan. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa anak yang sering mudah menangis dan sedih berlebihan sebanyak 24 orang (25,5%) ,anak yang sering mempunyai masalah tidur sebanyak 10 orang (20,2%), anak yang sering punya masalah makan sebanyak 32 orang (34,0%), anak yang sering merasa tidak nyaman, atau mengalami perasaan yang tidak menyenangkan dalam waktu yang lama sebanyak 20 orang (21,3), anak yang sering gelisah dan mempunyai kesulitan dalam menyelesaikan tugas sebanyak 25 orang (26,6%), anak yang sering pikiran tidak fokus (lupa apa yang dikatakan) sebanyak 24 orang (25,5%). Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil yang dapat dilihat pada tabel 5.1.3 berikut ini:


(45)

Tabel 5.1.3

Distribusi Frekuensi dan Persentase Jawaban Responden tentang Perkembangan Psikososial Anak Usia Sekolah Pasca Erupsi

Sinabung di Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo (N = 94)

No Pernyataan SR

N(%) KD N(%) TP N(%) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Mudah menangis dan sedih berlebihan

Tanggap terhadap apa yang terjadi di sekelilingnya

Menarik diri/ tidak berinteraksi dengan orang sekitar

Mempunyai masalah tidur

Dapat dipisahkan dari pengasuh/ sendirian dirumah

Takut pada orang, secara nyata atau dalam banyangan

Takut tanpa alasan

Bisa mempercayai orang lain/ tidak curiga pada orang lain Punya masalah makan

Sakit atau mempunyai masalah fisik

Membenturkan kepalanya atau mengayunkan tubuhnya kedepan dan kebelakang

Seperti mengalami penurunan ke tahap perkembangan awal

Terlalu aktif (tidak bisa duduk diam)

Menghormati otoritas orang tuanya

Berperilaku agresif secara fisik Merasa tidak nyaman, atau mengalami perasaan yang tidak menyenangkan dalam waktu

24 (25,5) 76 (80,9) 7 (7,4) 19 (20,2) 41 (43,6) 7 (7,4) 9 (9,6) 35 (37,2) 32 (34,0) 26 (27,7) 6 (6,4) 12 (12,8) 40 (42,6) 59 (62,8) 12 (12,8) 20 (21,3) 37 (39,4) 13 (13,8) 21 (22,3) 25 (26,6) 23 (24,5) 29 (30,9) 20 (21,3) 33 (35,1) 25 (26,6) 39 (41,5) 3 (3,2) 14 (14,9) 24 (25,5) 31 (33,0) 27 (28,7) 23 (24,5) 33 (35,1) 5 (5,3) 66 (70,2) 50 (53,2) 30 (31,9) 58 (61,7) 65 (69,1) 26 (27,7) 37 (39,4) 29 (30,9) 85 (90,4) 68 (72,3) 30 (31,9) 4 (4,3) 55 (58,5) 51 (54,3)


(46)

17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 yang lama

Bekerja sama dengan baik dengan orang lain

Gelisah dan mempunyai kesulitan menyelesaikan tugas Mampu berkonsentrasi

Mampu mempelajari

pengetahuan dan keahlian baru Berkonsentrasi baik di sekolah Berteman dengan mudah dan mampu menjaga hubungan pertemanan

Akur dengan saudaranya

Mengalami masa yang sulit untuk menerima kematian orang terdekat

Tidak stabil perasaannya

Mempunyai ketakutan yang berlebihan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi dimasa yang akan datang

Tidak bereaksi secara emosional terhadap situasi yang dialami Kelihatan curiga, kejam,atau mengganggu secara menonjol Merasa bersalah berlebihan Dapat memberitahu bahwa mereka marah tanpa berlaku agresif

Pikiran tidak fokus (lupa apa yang dikatan)

Mampu membicarakan kejadian sulit yang dialami

Dengan sangat jelas menyakiti diri mereka sendiri

Mempunyai serangan panik Mengambil resiko yang tidak perlu (seperti merokok,minum minuman keras)

Teringat akan kejadian sulit dengan sangat jelas dan tiba-tiba tanpa bisa dikontrol

70 (74,5) 25 (26,6) 56 (59,6) 65 (69,1) 66 (70,2) 87 (92,6) 61 (64,9) 5 (5,3) 10 (10,6) 13 (13,8) 6 (6,4) 11 (11,7) 13 (13,8) 38 (40,4) 24 (25,5) 66 (70,2) 3 (3,2) 3 (3,2) 2 (2,1) 29 (30,9) 18 (19,1) 49 (52,1) 31 (33,0) 26 (27,7) 25 (26,6) 6 (6,4) 29 (30,9) 12 (12,8) 29 (30,9) 24 (25,5) 14 (14,9) 25 (26,6) 36 (38,3) 39 (41,5) 46 (48,9) 19 (20,2) 9 (9,6) 21 (22,3) 1 (1,1) 30 (31,9) 6 (6,4) 20 (21,3) 7 (7,4) 3 (3,2) 3 (3,2) 1 (1,1) 4 (4,3) 77 (81,9) 55 (58,5) 57 (60,6) 74 (78,7) 58 (61,7) 45 (47,9) 17 (18,1) 24 (25,5) 9 (9,6) 82 (87,2) 70 (74,5) 91 (96,8) 35 (37,2)


(47)

5.2 PEMBAHASAN

5.2.1 Perkembangan Psikososial Anak Usia Sekolah Pasca Erupsi Sinabung di Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo

Hasil penelitian terhadap perkembangan psikososial anak usia sekolah di Desa Batukarang, secara keseluruhan menunjukkan hasil bahwa sebanyak 6 anak (6,4%) memiliki perkembangan psikososial baik, sebanyak 88 anak (93,6%) memiliki perkembangan psikososial cukup, dan perkembangan psikososial kurang tidak ada. Artinya perkembangan psikososial anak di Desa Batukarang sebagian besar cukup dan ada beberapa anak yang memiliki perkembangan psikososial baik.

Perkembangan psikososial meliputi perubahan dan stabilitas dalam kepribadian dan hubungan seseorang (Perry & Potter, 2009). Adanya beberapa hambatan atau gangguan dalam hal inilah yang disebut sebagai perkembangan psikososial cukup. Hal ini disebabkan oleh dampak bencana alam yaitu erupsi Sinabung pada aspek psikososial anak di Desa Batukarang.

Dampak bencana ynag ditimbulkan dapat terjadi pada aspek psikologi dan aspek sosial (Mundakir, 2009). Dampak bencana pada aspek fisik seperti susah tidur, perubahan nafsu makan, mudah terkejut, cepat lelahbadan terasa tegang. Pada aspek psikis seperti mudah marah, dendam, rasa bersalah, malu, tidak percaya diri, gelisah, konsentrasi menurun, menarik diri, mengingat hal-hal yang tidak menyenangkan, terus menerus


(48)

memikirkan sesuatu, daya ingat berkurang,menurunnya kemampuan untuk mengambil keputusan. Pada aspek sosial seperti hubungan dengan keluarga kurang harmonis,hubungan emosional juga terganngu (Mundakir, 2009).

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa anak yang sering mudah menangis dan sedih berlebihan sebanyak 24 orang (25,5%) ,anak yang sering mempunyai masalah tidur sebanyak 10 orang (20,2%), anak yang sering punya masalah makan sebanyak 32 orang (34,0%), anak yang sering merasa tidak nyaman, atau mengalami perasaan yang tidak menyenangkan dalam waktu yang lama sebanyak 20 orang (21,3), anak yang sering gelisah dan mempunyai kesulitan dalam menyelesaikan tugas sebanyak 25 orang (26,6%), anak yang sering pikiran tidak fokus (lupa apa yang dikatakan) sebanyak 24 orang (25,5%), anak yang sering agresif secara fisik sebanyak 12 orang (12,8%), anak yang sering teringat akan kejadian sulit dengan sangat jelas dan tiba-tiba tanpa bisa di kontrol sebanyak 29 orang (30,9%).

Penelitian ini sejalan dengan Durkin dkk (1993) menyebutkan bahwa akibat peristiwa traumatis bencana alam yang terjadi menyebabkan 10% anak mengalami peningkatan agresif dan 4% akan mengalami enuresis. Kar (2009) menyebutkan bahwa 17% anak mengalami depresi akibat dari bencana, PTSD sebanyak 5-43%. Hal ini ditunjukkan dengan gejala-gejala yang dialami oleh anak yaitu mudah menangis, marah, gelisah, tidak bisa tidur dan konsentrasi di sekolah.


(49)

Penelitian yang dilakukan oleh Arfianti (2011) terhadap anak-anak sekolah dasar pasca trauma healing akibat gempa bumi juga menyebutkan bahwa 97,5% anak mudah menangis, 68,75% tidak bisa konsentrasi belajar, 92,5% sakit perut, 90% kelelahan, 87,5% sakit kepala, 95% merasa khawatir tentang keselamatan orang-orang yang disayangi, 91,25% merasa sedih, 86,25% merasa takut kalau-kalau gempa terjadi lagi, dan 58,75% berulang-ulang membicarakan hal yang sama.

Hasil penelitian Wuri & Halim (2008) tentang profil kepribadian anak yang mengalami gempa dan tsunami Aceh juga menunjukkan bahwa sebanyak 4% anak mengalami kecemasan akan perpisahan, 6% merasa tidak berdaya, 3% body damage, 8% merasa tidak mampu, 13% merasa tidak nyaman, 5% merasa kesepian, 4% takut akan kematian, dan 3% anak sakit.

Masalah perkembangan anak pada populasi normal di masyarakat adalah 10% dan akan meningkat ketika disertai dengan faktor risiko lain, salah satunya adalah bencana (Kar et al, 2007). Bencana seperti gempa bumi, tsunami, dan banjir merupakan faktor yang menyebabkan tingginya tingkat stress dan masalah psikososial lainnya pada individu (Nasir et al, 2012).

Anak yang mengalami bencana akan mengalami trauma psikologis seperti sulit tidur, tidak enak badan, mudah terkejut, cemas, sedih, merasa bersalah, bingung, sulit konsentrasi, sering teringat kembali pada peristiwa dan mimpi buruk, mudah menangis, menarik diri dari pergaulan, takut


(50)

berpisah dari orang tua, dan mudah marah. Semua gejala ini menggambarkan stres akibat bencana pada anak (Sulistyaningsih, 2011).

Anak-anak korban bencana alam cenderung menjadi bergantung pada orang lain dan disisi lain menjadi lebih tidak percaya. Hal ini disebabkan karena rasa cemas dan tidak aman mereka akibat bencana dan kondisi paska bencana. Rasa cemas dan tidak aman ini menyebabkan beberapa anak menjadi lebih meniliai dan waspada, lebih mudah merasa ditolak dan diabaikan, serta menarik diri. Beberapa anak lainnya menjadi mudah tersinggung, terlibat konflik atau berkelahi. Hal ini akan membawa anak-anak pada kondisi tingkat stress psikososial yang tinggi dan memiliki resiko terhadap gangguan pengembangan psikologis (Sidabutaret al, 2003 dalam Wuri dan Halim, 2008).

Usia anak sekolah dasar memiliki sumber daya dan kemampuan yang terbatas untuk mengontrol dan mempersiapkan diri ketika merasa takut saat bencana (Sulistyaningsih, 2011). Dalam penelitan dapat dilihat sebanyak 9,6% anak ketakutan tanpa alasan, 7,4% anak takut pada orang, secara nyata atau dalam bayangan. Hal ini sejalan dengan penelitian Wuri & Halim (2008) yang menyatakan bahwa 14% anak mengalami ketakutan pasca Tsunami di Aceh.

Akibat bencana yang terjadi, kemampuan anak-anak dalam memecahkan masalah secara logis menurun. Kondisi ini menyebabkan kecemasan yang muncul dalam diri mereka kurang tereduksi. Kecemasan


(51)

akan perpisahan, lepas kendali,body damage,dan kebingungan akan realitas yang biasa dialami pada tahap kanak-kanak, dirasakan mengganggu bagi anak-anak korban bencana (Davies, 1999).

Pada tahap perkembangan anak usia sekolah (6-12 tahun), memasuki tahapan industry versus inferioritas (industry vs inferiority), anak akan mengalami peningkatan kemampuan dalam berbagai hal termasuk interaksi dan prestasi belajar dalam menghasilkan suatu karya berdasarkan kemampuan diri sendiri. Pencapaian ini akan membuat anak bangga terhadap dirinya sendiri. Hambatan atau kegagalan dalam mencapai kemampuan ini akan menyebabkan anak merasa rendah diri, sehingga pada masa dewasa akan mengalami hambatan dalam bersosialisasi (CMHN, 2006).

Penurunan performa tersebut terjadi karena 3 hal. Pertama, ingatan dan pikiran yang terkait dengan pengalaman traumatis yang menyebabkan anak terdistraksi dari tugas akedemisnya. Kedua, perkembangan pola kognitif untuk melupakan hal-hal yang terasosiasi dengan pengalaman traumatis memiliki keterkaitan dengan terhambatnya kemampuan anak untuk berpikir secara spontan. Ketiga, gangguan yang muncul dalam afek mempengaruhi proses mental anak. Hal ini berpotensi memunculkan rasa tidak percaya diri bagi anak mengingat dalam tahap usia sekolah kompetensi merupakan isu penting (Papalia, Olds & Ruth, 2001).


(52)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 62,8% anak menghormati otoritas orang tuanya, 80,9% tanggap tehadap sekelilingnya, 74,5% anak dapat bekerja sama dengan orang lain, 64,9% anak akur dengan saudaranya, 70,2% anak dapat berkonsentrasi bai di sekolah.

Penelitian ini sejalan dengan Ningsih (2013) yang menyebutkan bahwa hubungan dengan orang tua juga merupakan dasar bagi perkembangan psikososial anak, karena pada masa anak usia sekolah akan terjadi peningkatan kemampuan dalam berbagai hal, termasuk interaksi dan prestasi belajar untuk menghasilkan suatu karya berdasarkan kemampuan diri sendiri. Pencapaian kemampuan ini akan membuat dirinya bangga. Hambatan atau kegagalan untuk hal tersebut menyebabkan anak merasa rendah diri, sehingga pada masa dewasa akan mengalami hambatan dalam bersosialisasi.

Hubungan yang baik antar orang tua dan anak dipengaruhi oleh usia orang tua, keterlibatan orang tua, pendidikan orang tua, pengalaman sebelumnya dalam mengasuh anak, hubungan suami istri, dan stress orang tua (Duvall, Evelyn, 2003).

Hal ini dapat dilihat dari data demografi pada penelitian ini yang mencakup usia orang tua dan pendidikan. Mayoritas usia orang tua yang memiliki anak usia sekolah adalah antara usia 19-40 tahun sebanyak 63 orang (67,0%) dan usia 40-65 tahun sebanyak 31 orang (33,0%).


(53)

Usia dewasa menurut Eric Erikson (dalam Potter & Perry, 2009) dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu masa dewasa awal (19-40 tahun), dewasa menengah (41-65 tahun), dan dewasa akhir 65 tahun hingga meninggal. Orang tua pada masa dewasa awal dituntut untuk memulai kehidupannya dalam memerankan peran ganda seperti suami/istri, orang tua dan peran dalam dunia kerja dan mengembangkan sikap-sikap baru, termasuk berperan dalam perkembangan anak (Hurlock, 2002). Apabila terlalu muda ataupun terlalu tua mungkin tidak dapat menjalankan peran tersebut secara optimal karena diperlukan kekuatan fisik dan psikososial (Jahja, Yudrik, 2011).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Irmilia, Herlina, & Hasneli (2015), dimana mayoritas orang tua yang memiliki anak usia sekolah berada pada rentang usia 18-40 tahun yaitu berjumlah 72 orang (97,3%) dimana umur sangat mempengaruhi peran orang tua.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 94 orang tua yang memiliki anak usia sekolah, mayoritas orang tua memiliki tingkat pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) yaitu sebanyak 63 orang (67,0%). Sejalan dengan hasil penelitian Herentina dan Yusiana (2012), menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan dimana tingkat pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) memiliki peran yang cukup dalam kegiatan anak untuk menstimulasi perkembangan kognitif anak.


(54)

Sesuai dengan penelitian Nurohmah, Resminawati, & Hastuti (2012), menunjukkan tingkat pendidikan SMA merupakan tingkat pendidikan dimana individu memiliki pengetahuan yang cukup. Tingkat pendidikan seseorang berhubungan dengan kemampuan menerima informasi dan berhubungan dengan sikap mereka dalam memperoleh pengetahuan. Tingkat pendidikan juga memiliki pengaruh terhadap pemahaman seseorang dalam masalah yang sedang dihadapi.

Pendidikan orang tua penting dalam tumbuh kembang anak karena dengan pendidikan yang baik, maka orang tua dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik, bagaimana menjaga kesehatan anaknya, pendidikan dan sebagainya (Soetjiningsih, 1994).


(55)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisa hasil penelitian, maka dapat diambil kesimpulan bahwa anak usia sekolah di Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo pada umumnya mengalami perkembanagn psikososial cukup, tetapi yang mengalami perkembangan psikososial baik pun sebagian ada.

Hal ini dibuktikan dengan didapatkannya data yang menunjukkan sebanyak 88 orang (93,6%) anak mengalami perkembangan psikososial cukup, sebanyak 6 orang (6,4%) anak mengalami perkembangan psikososial baik, dan tidak ada anak yang mengalami perkembangan psikososial kurang.

6.2 Saran

6.2.1 Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data awal bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian dalam ruang lingkup yang sama atau terhadap gangguan perkembangan lainnya. Penggunaan instrument penelitian bisa menggunakan instrument yang sudah ada ataupun bisa menggunakan instrument lain yang berisi tentang perkembangan psikososial anak.

Untuk membantu peneliti berikutnya dalam mengkaji perkembangan psikososial anak disarankan untuk menanyakan pekerjaan


(56)

orang tua, penghasilan orang tua, dan status perkawinan karena hal ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak.

6.2.2 Pendidikan Keperawatan

Melalui institusi pendidikan penting untuk memberikan materi tentang tindakan-tindakan psikososial yang dapat dilakukan oleh peserta didik kepada penyintas bencana alam untuk meminimalkan gangguan kejiwaan mengingat wilayah Indonesia termasuk wilayah yang rawan terjadinya bencana alam. Materi ini dapat diberikan melalui perkuliahan elektifNursing Disasterataupun materi pada blok psikososial.

6.2.3 Praktik Keperawatan

Perlu adanya aktivitas pendidikan kesehatan jiwa anak usia sekolah pasca bencana yang dilakukan oleh petugas kesehatan seperti psikolog ataupun perawat jiwa komunitas bekerja sama dengan pemerintah setempat ataupun lembaga masyarakat kepada orang tua yang memiliki anak usia sekolah untuk mencegah terjadinya gangguan pada perkembangan anak dan juga agar orang tua mampu mengasuh anak sehingga anak mampu menerima yang terjadi.

Selain itu juga disarankan untuk melakukan kegiatan sosialisasi kepada anak. Kegiatan sosialisasi dapat dimodifikasi dengan kegiatan yang variatif seperti mengadakan permainan menyusun puzzle, masak-masakan, ataupun kegiatan yang lain yang memungkinkan anak lebih mudah menerima dan memahami hal tersebut.


(57)

DAFTAR PUSTAKA

Arfianti. (2011). Gambaran Tingkat Distress Psikologis Satu Tahun Pasca Trauma healing Akibat Gempa Bumi Pada Siswa Kls III, IV, dan V SDN Kota Padang Thn 2011. Skripsi. Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Padang

Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Astuti, R.T. (2012). Pengalaman Traumatic Remaja Perempuan Akibat Banjir Lahar Dingin Pasca Erupsi Gunung Merapi Dalam Perspektif Tumbuh Kembang Di Hunian Sementara Kabupaten Magelang. Tesis.

Azwar, S. (2004).Reliabilitas danValiditas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Erupsi Sinabung, diunduh dari

http://www.bnpb.gp.id./page/read/5 pada 18 oktober 2014.

CMHN. (2006).Modul Community Mental Health Nursing. Jakarta: WHO-FIK UI. Davies, D. 1999.Child development: A practitioner’s guide. New York: The Guilford

Press

Durkin. (1993). The Effects of A Natural Disaster on Child Behavior: Evidence for Post traumatic Stress Diakses melalui http://Www.Ncbi.Nim.Nih.Gov/

/pm/Articles/pmc/1694881/pdf/Amjph05350039.pdf.

Ginting, B. B. (2012) . Dampak Bencana Pasca Meletusnya Gunung Sinabung Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Di Desa Kutarakyat Kecamatan Naman Taren Kabupaten Karo. Skripsi.

Hartini, N. (2009). Bencana tsunami dan stress pasca trauma pada anak. Journal Universitas Erlanggahal 259-264.

Herentina, T & Yusiana, A. (2012). Peran ORang Tua Dalam Kegiatan Bermain Dalam Perkembangan Kognitif Anak Usia.Skripsi.

Hurlock, E. B. (2002). Psikologi Perkembangan : suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan,Edisi 5. Jakarta: Erlangga.


(58)

Ideputri, Muhith, & Nasir. (2011). Buku Ajar: Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta. Nuha Medika

Irmilia, Herlina, & Hasneli. (2015). Hubungan Peran Orang Tua Terhadap Perkembangan Psikososial Anak Usia Sekolah.Riau: FIK Universitas Riau. Kar (2011). Psychological Impact of Disaster on Children: Review of Assessment

And Interventions

http://www.wjpch.com/uploadfile 9-005.pdf

Kar et al. 2007. Post-traumatic Stress Disorder in Children and Adolescents One Year After a Super-cylone in Orissa. India: exploring cross-cultural validity and vulnerability factors. BMC psychiatry

Kozier, dkk. (2004). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, & praktik. Jakarta: EGC.

Muhammad, I. 2012. Pemanfaatan SPSS Dalam Penelitian Bidang Kesehatan. Medan: Citapustaka

Mundakir. (2009). Dampak Psikososial Akibat Bencana Lumpur Lapindo di Desa Pajarakan Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo. Depok: FIK UI.

Nasir et al. 2012. Psychological Effects on Victims of the Johor Flood 2006/2007.

Journal of Asian Social Science, Vol 8, No 8

Nasution, Wahyuni, & Daulay. (2014). Penatalaksanaan Dampak Psikologis Pada Anak Korban Bencana Melalui Terapi Bermain (Studi Kasus Erupsi Gunung Sinabung). Jurnal.

Ningsih, S. (2013). Peran Orang Tua terhadap Motivasi Belajar Anak di Sekolah.

Diperoleh tanggal 25 juni 2015 dari http//www.Digilib.UinSuka.Ac.Id/…/

Bab%20i,%20iv,%daftar%20pustaka

Nurohmah, Resmidawati, & Hastuti. 2012. Gambaran Peran Orang Tua Dalam Memandirikan Anak Retardasi Mental Sedang. Diperoleh pada tanggal 25 Juni 2015 darihttp://stikespku.com/digilib/download.php?id=28

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.


(59)

Nuryanti, L. (2008).Psikologi Anak. Jakarta: PT INDEKS.

Papalia, Olds, & Ruth.2008. Human Development (Psikologi Perkembangan) Edisi kesembilan. Terjemahan. Jakarta: Kencana.

Potter & Perry. (2009).Fundamental of Nursing: Fundamental Keperawatan, Edisi 7. Jakarta: Salemba Medika.

Santrock, J. (2007).Perkembangan Anak, Edisi 11. Jakarta: Erlangga.

Setiadi. (2007).Konsep & Penulisan Riset Keperawatan, Edisi 1. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Soetjiningsih, 2002.Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta: Sagung Seto Sudjana. (2005).Metode Statistika. Edisi 6. Bandung : Tarsito.

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D.Bandung: Alfabeta.

Sulistyaningsih, W. 2011. Pemulihan Anak Pasca Bencana: Pelibatan Komunitas untuk Hasil Intervensi yang Efektif. Medan: Fakultas Psikologi USU

Undang-Undang No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan bencana. Diakses tanggal 29 September 2014 pukul 18.00 wib. http://www.bnpb.go.id.

UNICEF Indonesia. 2003. Psychosocial Interventions Evaluation of Unicef Supported Projects (1999–2001)

WHO. (2014). Defenisi bencana Alam. Diambil tanggal 18 oktober 2014 dari http://WHO/read/2014/10/2187/1859061/defenisibencanaalam.

Wong. (2009).Buku Ajar KeperawatanPediatrik, Volume 1. Jakarta: EGC.

Wooding & Raphael. 2004. Psychological Impact of Disaster and Terrorims on Children and Adolescent: Experiences from Australia.

Wuri & Halim. (2008). Perbedaan Profil Kepribadian Anak-anak yang Mengalami Gempa dan Tsunami Aceh Menggunakan Fairy Tale Test (Personnality Profile Differences of Children Experiencing Earthquake and Tsunami in Aceh As Measured by the Fairy Tale Test).Jakarta: Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya.


(60)

FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Judul penelitian :Perkembangan psikososial anak usia sekolah pasca erupsi Sinabung di Desa Batukarang kecamatan Payung Kabupaten Karo

Peneliti : Basaria Panjaitan

Saya adalah mahasiswa Program Studi Sarjana Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini merupakan salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon psikososial anak usia sekolah pasca erupsi Sinabung di Desa Batukarang.

Untuk keperluan tersebut saya mengharapkan kesediaan saudara untuk menjadi responden dalam penelitian ini.Selanjutnya saya memohon kesediaan saudara untuk mengisi lembar kuesioner dengan jujur apa adanya. Peneliti menjamin identitas dan kerahasiaan jawaban yang saudara berikan dan hanya untuk kepentingan penelitian.Saudara bebas untuk menanyakan apapun tentang penelitian ini.

Partisipasi saudara dalam penelitian ini bersifat sukarela sehingga bebas untuk mengundurkan diri setiap saat tanpa adanya sanksi apapun.Jika saudara tidak bersedia menjadi responden, maka peneliti akan menghargai dan tidak akan memaksa saudara. Sebagai tanda kesediaan saudara, dimohon untuk menandatangani lembar persetujuan ini.


(61)

INSTRUMEN PENELITIAN

Kode :

Tanggal :

Petunjuk Umum Pengisian 1. Isilah dengan lengkap.

2. Untuk data yang dipilih, beri tanda (√ ) pada kotak yang tersedia dan atau isi sesuai jawaban.

3. Setiap pertanyaan harus diisi dengan satu jawaban. A. Data Demografi

1. Inisial :

2. Usia : tahun

3. Pendidikan : SD SMP SMA

P. Tinggi


(62)

B. Kuesioner untuk orang tua

Tuliskan tanda check list pada kolom yang tersedia untuk pilihan jawaban yang tepat menurut saudara.

• SR : Sering

*Tanda/gejala tidak selalu berulang secara periodik tetapi frekuensinya lebih banyak terjadi bila dibandingkan dengan kadang-kadang

• KD : Kadang-kadang

* Contoh : sekitar 4-5 kali setahun • TP : Tidak pernah

No Pernyataan SR KD TP

1 Mudah menangis dan sedih berlebihan

2 Menunjukkan minat dan/atau tanggap terhadap apa yang terjadi di sekelilingnya

3 Menarik diri atau tidak berinteraksi dengan orang di sekitarnya

4 Mempunyai masalah tidur, mimpi buruk atau tidak dapat tidur, atau tidur berlebihan

5 Dapat dipisahkan dari pengasuh, atau berada sendirian

6 Takut pada orang, baik secara nyata atau dalam bayangan/imajinasi secara berlebihan

7 Kelihatan takut atau gemetar tanpa alas an yang jelas

8 Bisa mempercayai orang lain atau tidak curiga dan takut secara berlebihan pada orang lain

9 Punya masalah makan, seperti kehilangan selera makan atau makan berlebihan

10 Sakit atau mempunyai masalah fisik seperti sakit kepala, pusing, sakit punggung, sakit pada mata, atau masalah pencernaan tanpa adanya sebab yang jelas

11 Membentur-benturkan kepalanya atau mengayunkan tubuhnya ke depan dan ke belakang 12 Sepertinya mengalami penurunan ke tahap


(63)

perkembangan awal (misalnya: berprilaku seperti anak yang lebih kecil, kembali menghisap jempol) 13 Terlalu aktif (misalnya: tidak bisa duduk diam,

berlarian setiap saat)

14 Menghormati otoritas orang tuanya ataupun orang dewasa lainnya

15 Berperilaku agresif secara fisik atau sangat berisik dan kasar selama bermain

16 Merasa tidak nyaman, atau mengalami perasaan atau sikap yang tidak menyenangkan dalam jangka waktu yang cukup lama (misalnya beberapa jam atau hari)

17 Bekerja sama dengan baik dengan orang lain 18 Gelisah dan mempunyai kesulitan untuk

menyelesaikan tugas 19 Mampu berkonsentrasi

20 Mampu mempelajari pengetahuan dan keahlian baru

21 Berkonsentrasi dengan baik di sekolah

22 Berteman dengan mudah dan mampu menjaga beberapa hubungan pertemanan

23 Akur dengan saudara-saudaranya

24 Mengalami masa yang sangat sulit untuk menerima kematian orang yang dekat dengannya 25 Tidak stabil perasaanya, yaitu perasaan dan

tingkah lakunya dapat berubah secara drastis dalam waktu yang singkat

26 Mempunyai ketakutan yang berlebihan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi di masa yang akan datang

27 Tidak bereaksi secara emosional terhadap situasi yang dihadapinya (misalnya: tidak terlihat takut atau senang secara tepat/wajar)

28 Kelihatan curiga, kejam, atau menggangu secara menonjol

29 Merasa bersalah secara belebihan

30 Dapat memberitahu orang lain bahwa mereka marah tanpa berlaku agresif

31 Pikiran anak saya kelihatannya tidak fokus (misalnya:lupa tentang apa yang dikatakannya, atau tiba-tiba pikirannya kosong)

32 Mampu membicarakan kejadian-kejadian sulit yang terjadi pada diri mereka atau yang terjadi pada orang lain disekeliling mereka


(64)

atau bicara tentang menyakiti dirisendiri

34 Mempunyai serangan panik (seperti kesulitan untuk bernafas dan ketakutan tanpa alasan yang jelas secara tidak terkontrol)

35 Mengambil resiko yang tidak perlu atau berada dalam situasi berbahaya (seperti merokok, minum-minuman keras, pergi ketempat-tempat berbahaya) 36 Teringat akan kejadian-kejadian sulit dengan


(65)

(66)

(67)

(68)

(69)

(70)

(71)

(72)

Reliability

Scale: ALL VARIABLES

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 20 100.0

Excludeda 0 .0

Total 20 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

.748 36

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

pernyataan1 39.15 62.029 .398 .734

pernyataan2 38.30 64.958 .227 .743

pernyataan3 38.55 63.734 .287 .740

pernyataan4 38.95 64.471 .178 .747

pernyataan5 39.40 65.516 .120 .749

pernyataan6 38.80 62.800 .362 .736

pernyataan7 39.40 64.674 .210 .744

pernyataan8 39.20 60.484 .510 .727

pernyataan9 39.05 62.261 .339 .737

pernyataan10 38.55 65.418 .146 .748

pernyataan11 39.80 64.168 .329 .739

pernyataan12 39.55 66.576 .066 .751

pernyataan13 38.45 67.103 .019 .753

pernyataan14 38.65 66.976 .033 .752

pernyataan15 39.20 64.589 .212 .744


(73)

pernyataan17 39.35 66.661 .035 .754

pernyataan18 39.00 65.158 .180 .746

pernyataan19 38.85 60.766 .557 .726

pernyataan20 38.40 64.568 .298 .740

pernyataan21 38.55 63.418 .357 .737

pernyataan22 38.15 64.661 .367 .739

pernyataan23 39.35 62.976 .322 .738

pernyataan24 39.95 67.524 .059 .748

pernyataan25 38.75 62.513 .375 .735

pernyataan26 38.95 66.576 .039 .754

pernyataan27 38.30 66.326 .096 .749

pernyataan28 38.50 62.684 .493 .732

pernyataan29 39.25 67.145 .002 .755

pernyataan30 38.70 65.379 .136 .748

pernyataan31 38.85 64.134 .298 .740

pernyataan32 38.15 64.661 .367 .739

pernyataan33 39.65 63.713 .339 .738

pernyataan34 38.55 63.629 .337 .738

pernyataan35 38.10 65.042 .353 .740


(74)

Frequency Table

pernyataan1

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 0 24 25.5 25.5 25.5

1 37 39.4 39.4 64.9

2 33 35.1 35.1 100.0

Total 94 100.0 100.0

pernyataan2

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 0 5 5.3 5.3 5.3

1 13 13.8 13.8 19.1

2 76 80.9 80.9 100.0

Total 94 100.0 100.0

pernyataan3

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 0 7 7.4 7.4 7.4

1 21 22.3 22.3 29.8

2 66 70.2 70.2 100.0

Total 94 100.0 100.0

pernyataan4

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 0 19 20.2 20.2 20.2

1 25 26.6 26.6 46.8

2 50 53.2 53.2 100.0


(75)

pernyataan5

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 0 30 31.9 31.9 31.9

1 23 24.5 24.5 56.4

2 41 43.6 43.6 100.0

Total 94 100.0 100.0

pernyataan6

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 0 7 7.4 7.4 7.4

1 29 30.9 30.9 38.3

2 58 61.7 61.7 100.0

Total 94 100.0 100.0

pernyataan7

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 0 65 69.1 69.1 69.1

1 20 21.3 21.3 90.4

2 9 9.6 9.6 100.0

Total 94 100.0 100.0

pernyataan8

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 0 26 27.7 27.7 27.7

1 33 35.1 35.1 62.8

2 35 37.2 37.2 100.0


(76)

pernyataan9

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 0 32 34.0 34.0 34.0

1 25 26.6 26.6 60.6

2 37 39.4 39.4 100.0

Total 94 100.0 100.0

pernyataan10

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 0 29 30.9 30.9 30.9

1 39 41.5 41.5 72.3

2 26 27.7 27.7 100.0

Total 94 100.0 100.0

pernyataan11

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 0 85 90.4 90.4 90.4

1 3 3.2 3.2 93.6

2 6 6.4 6.4 100.0

Total 94 100.0 100.0

pernyataan12

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 0 68 72.3 72.3 72.3

1 14 14.9 14.9 87.2

2 12 12.8 12.8 100.0


(77)

pernyataan13

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 0 30 31.9 31.9 31.9

1 24 25.5 25.5 57.4

2 40 42.6 42.6 100.0

Total 94 100.0 100.0

pernyataan14

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 0 4 4.3 4.3 4.3

1 31 33.0 33.0 37.2

2 59 62.8 62.8 100.0

Total 94 100.0 100.0

pernyataan15

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 0 55 58.5 58.5 58.5

1 27 28.7 28.7 87.2

2 12 12.8 12.8 100.0

Total 94 100.0 100.0

pernyataan16

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 0 20 21.3 21.3 21.3

1 23 24.5 24.5 45.7

2 51 54.3 54.3 100.0


(1)

92 1 2 2 1 1 2 0 2 2 0 0 0 0 2 0 2 0 1 2 2 2 2 0 0 2 2 2 2 0 2 0 2 0 2 2 0

93 1 2 2 2 2 2 0 2 1 1 0 1 0 2 0 2 0 2 2 2 2 2 1 0 2 2 2 2 1 2 1 2 0 2 2 0


(2)

JADWAL TENTATIF PENELITIAN No Aktivitas

Penelitian Sep-14 Oktober 2014 Nov-14

Desember 2014

Januari Februari

2015 Maret 2015 Apr-15

Mei Juni Juli

2015 2015 2015 2015

Minggu Ke- 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Pengajuan judul

penelitian 2 Menyusun Bab

1

3 Menyusun Bab 2

4 Menyusun Bab 3

5 Menyusun Bab 4 6 Menyerahkan proposal penelitian 7 Ujiansidang proposal 8 Revisi proposal

penelitian 9 UjiValiditas&R

eliabilitas 10 Pengumpulan

data 11 Analisa data 12 Pengajuansidan


(3)

TAKSASI DANA

Biaya yang diperlukan dalam penyelesaian penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Skripsi

Penelusuran literature dari internet Rp 150.000,. Pencetakan literature dari internet Rp 50.000,.

Fotokopi literature dari buku Rp

150.000,-Pencetakan Skripsi Rp

70.000,-Penggandaan dan penjilidan Skripsi Rp 50.000,-2. Pengumpulan Data

Transportasi Rp

400.000,-Penggandaan lembar kuesioner Rp

100.000,-Sovenir penelitian Rp

200.000,-3. Analisa Data Dan Penyusunan Laporan

Pencetakan skripsi Rp

80.000,-Penggandaan dan penjilidan skripsi Rp

150.000,-CD Rp

10.000,-Biayati tak terduga 10% Rp


(4)

(5)

(6)

1.546.000.-DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Basaria Panjaitan

Tempat Tanggal Lahir : Sitorang, 14 september 1992

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jl. Jamin Ginting gg.Djuhar no 11 Medan

Riwayat Pendidikan

1. SD Negeri 174556 (1998-2004)

2. SMP Negeri1 Silaen (2004-2007) 3. SMA Negeri 1 Silaen (2007-2010) 4. Fakultas Keperawatan USU (2011-sekarang)