Pembalasan Fenomena Kesurupan Dan Pembalasan .1 Kesurupan

memerlukan bantuan ahli profesional, seperti peramal yang terdiri dari pendeta agama Shinto maupun Buddha yang dapat mengusir roh yang merasuki melalui ucapan mantra-mantra, doa, dan upacara ilmu gaib. Kesurupan dapat terjadi apabila seseorang cemburu atau iri hati terhadap si korban, misalnya karena si korban merupakan orang yang telah berhasil dalam hidupnya. Orang yang iri hati tersebut bisa jadi tidak sadar bahwa ialah penyebab kesurupan pada diri korbannya, karena jiwanya meninggalkan tubuh kasarnya tanpa disadarinya untuk merasuki atau melukai korbannya. Dalam keadaan semacam ini, si penyebab kesurupan baru mengetahuinya setelah diberitahu oleh peramal yang telah mengobati si korban. Identifikasi ini akan menjadi lebih terang lagi apabila beberapa waktu sebelumnya ia pernah menunjukkan kecemburuannya terhadap si korban. Fungsi sosial dari diagnosis semacam itu sangat jelas, yakni untuk memelihara keharmonisan hubungan suatu masyarakat dengan mengurangi pengungkapan kecemburuan. Pendapat ini penting sekali dilihat dari perspektif fingsionalisme, mengingat fenomena kesurupan sangat umum terjadi di daerah- daerah pedesaan di Jepang yang dicirikan oleh adanya kelompok-kelompok dan asosiasi-asosiasi yang saling memotong serta bertumpang tindih sehingga memberi kemungkinan terjadinya konflik kepentingan dan persekutuan Yoshida, 1967.

3.2.2 Pembalasan

Fenomena yang sama dengan kesurupan adalah pembalasan tatari atau hukuman secara gaib. Hukuman semacam itu dapat terjadi pada berbagai macam keadaan misalnya, tubuh yang disemayami oleh suatu kekuatan gaib yang mati secara tidak wajar apabila ia tergolong makhluk hidup akan membalas dendam dan sakit hati atas kematiannya itu. Menurut Teigo Seki 1954:885 ada tujuh macam kondisi yang penting: 1 Apabila suatu kuil dipindahkan, dan dewa yang bersemayam di sana tidak senang dengan perpindahan itu; 2 Apabila dua atau lebih dewa yang tidak cocok disemayamkan bersama di suatu kuil; 3 Apabila suatu dewa disia-siakan atau tidak dirawat sepatutnya; 4 Apabila seseorang mengutuk atau dengan sengaja menelantarkan seorang dewa yang perawatannya menjadi tanggungannya; 5 Apabila suatu tabu dilanggar, seperti membuka pintu terlarang dari sebuah kuil, atau seorang wanita yang sedang datang bulan memasuki tempat suci; 6 Apabila seseorang meninggal secara tidak wajar, seperti bunuh diri, tenggelam, dibunuh dan sebagainya; 7 Apabila seseorang membunuh atau melukai binatang dari jenis tertentu, seperti anjing, rase, ular, atau kucing. Bentuk pembalasan dimulai dari kerusakan harta milik melalui kebakaran, gagal panen dan sebagainya sampai kepada sakit atau luka pada yang bersangkutan sendiri maupun keluarganya. Seperti halnya perbuatan gaib lainnya, penemuan penyebabnya dilakukan melalui mencari sumber penyebabnya, karena kita tidak akan dapat mengetahui secara langsung tentang sebab ketidaksenangan para dewa atau roh. Maka penyebabnya harus dilihat dari kemalangannya. Apabila suatu kemalangan menimpa, orang akan menduganya sebagai akibat pembalasan. Lalu yang bersangkutan akan berpikir mengenai kesalahan apa yang telah dilakukan. Biasanya tidak sulit untuk mengetahui jenis pelanggaran yang telah dilakukan, karena sebagai manusia kita berkecenderungan untuk berbuat salah. Sekali penyebab pembalasan telah ditemukan, maka keadaan perlu dinormalkan kembali, dengan cara melakukan upacara yang tepat agar penyebab kemarahan dewa atau roh dapat dilenyapkan. 3.3 Makhluk Alam Gaib 3.3.1 Kamigami Dewa-Dewa