Nihongo No Setsuzokushi Ni Okeru /-Tara/ To Indonesiago No Setsuzokushi /Kalau/ No Hikaku Bunseki

(1)

ANALISIS KONTRASTIF PENGGUNAAN KONJUNGSI /-TARA/ BAHASA JEPANG DENGAN KONJUNGSI /KALAU/ BAHASA

INDONESIA

NIHONGO NO SETSUZOKUSHI NI OKERU /-TARA/ TO

INDONESIAGO NO SETSUZOKUSHI /KALAU/ NO HIKAKU BUNSEKI SKRIPSI

Skripsi Ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat

Ujian Sarjana Dalam Ilmu Sastra Jepang

Oleh :

NOSTALLEY SRY HELEN 110722006

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

ANALISIS KONTRASTIF PENGGUNAAN KONJUNGSI /-TARA/ BAHASA JEPANG DENGAN KONJUNGSI /KALAU/ BAHASA

INDONESIA

NIHONGO NO SETSUZOKUSHI NI OKERU /-TARA/ TO

INDONESIAGO NO SETSUZOKUSHI /KALAU/ NO HIKAKU BUNSEKI SKRIPSI

Skripsi Ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat

Ujian Sarjana Dalam Ilmu Sastra Jepang Oleh

NOSTALLEY SRY HELEN 110722006

Pembimbing I Pembimbing II

Adriana Hasibuan, S.S.,M.Hum Zulnaidi, S.S.,M.Hum NIP.19620727 198703 2 005 NIP.19670807 200401 1 001

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA


(3)

Disetujui oleh:

Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara

Medan

Medan, Februari 2014

Departemen Sastra Jepang

Ketua,

Drs. Eman Kusdiyana,

M.Hum


(4)

PENGESAHAN Diterima Oleh :

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana Dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang Pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

Pada : Hari Rabu

Tanggal : 12 Februari 2014 Pukul : 10.00 WIB

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Dekan

Dr. Syahron Lubis, M.A NIP : 1951101311976031001

Panitia

No. Nama Tanda

Tangan

1. Adriana Hasibuan, SS., M.Hum (………)


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena hanya atas berkat dan karunia dari-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Usaha diiringi doa dan dukungan dari berbagai pihak merupakan hal yang membuat penulis mampu untuk menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi yang berjudul “Anlisis Kontrastif penggunaan Konjungsi /-tara/ bahasa Jepang dengan konjungsi /kalau/ bahasa Indonesia” ini penulis susun sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sastra pada jurusan Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan.

Selama penyusunan skripsi ini,penulis banyak mengalami kesulitan yang sedikit banyak mempengaruhi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, namun kesulitan-kesulitan yang dihadapi juga bisa dijadikan sebagai motivasi.

Penulis dalam kesempatan ini ingin mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum. selaku Ketua Departemen Sastra

Jepang Ekstensi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan.

3. Ibu Adriana Hasibuan, S.S, M.Hum. selaku Dosen Pembimbing I, yang

telah demikian banyak memberikan waktu dan tenaga serta memberikan pengarahan dengan sabar untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi.


(6)

4. Bapak Zulnaidi, SS, M.Hum. selaku Dosen Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing dan memberikan petunjuk kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

5. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum. selaku dosen Penasehat Akademik.

6. Seluruh staf pengajar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara atas bimbingan dan ilmu yang di berikan kepada penulis selama duduk di bangku perkuliahan.

7. Teristimewa untuk kedua orang tua saya : Ayahanda Efendi Siregar dan

Ibunda yang tersayang Rosla Br. Sitepu, STh.,M.Pd.K atas cinta sejati dan doa yang tiada putus serta kedua Adik ku Prayuda Tarma Siregar dan Senndy JS Putra Siregar, Fighting Bro..!!

8. Semua teman seperjuangan yang selalu berbagi suka duka selama di

perkuliahan,

Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan atas semua bantuan yang telah diberikan kepada penulis. Akhirya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Januari 2014 Penulis,


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I : PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang Masalah ...1

1.2 Rumusan Masalah ...4

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan ...5

1.4 Tinjuauan Pustaka Dan Kerangka Teori ...6

1.5 Tujuan Dan Manfaat Penelitian ...13

1.6 Metode Penelitian ...13

BAB II : GAMBARAN UMUM TENTANG KATA DAN KONJUNGSI...15

2.1 Pengertian Kata ...15

2.2 Jenis-Jenis Kata ...15

2.2.1 Jenis Kata Bahasa Jepang ...15

2.2.2 Jenis Kata Bahasa Indonesia ...26

2.3 Konjungsi ...36

2.3.1 Pengertian Konjungsi ...36

2.3.2 Konjungsi Bahasa Jepang ...36

2.3.3 Konjungsi Bahasa Indonesia ...42

2.4 Konjungsi /-tara/ ...47


(8)

BAB III : ANALISIS KONTRASTIF PENGGUNAAN KONJUNGSI /-TARA/ BAHASA JEPANG DENGAN KONJUNGSI /KALAU/

BAHASA INDONESIA ...50

3.1 Perbedaan penggunaan konjungsi /-tara/ bahasa Jepang dengan penggunaan konjungsi /kalau bahasa Indonesia...50

3.3 Persamaan penggunaan konjungsi /-tara/ bahasa Jepang dengan penggunaan konjungsi /kalau/ bahasa Indonesia ...55

BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN ...61

4.1 Kesimpulan ...61

4.2 Saran ...63 DAFTAR PUSTAKA


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang Masalah

Bahasa adalah milik manusia yang merupakan pembeda utama antara manusia dengan makhluk lainnya didunia ini. Dikatakan bahwa bahasa memiliki fungsi utama yaitu alat komunikasi (Tarigan, 1990;2). Bahasa digunakan sebagai alat untuk menyampaikan sesuatu ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada orang lain. Menurut Finnochiaro (1964: 8) yang dikutip oleh J. P. Rombepajung (1988: 23), definisi bahasa adalah: Language is a system of arbitrary vocal symbols which permits all people in a given culture or other people who have learned the systems of that culture to communicate or to interact. (Bahasa adalah suatu sistem symbol vocal yang arbitrer yang memungkinkan orang dalam masyarakat tertentu, atau orang lain yang telah mempelajari system tersebut untuk berkomunikasi atau berinteraksi).

Manusia menggunakan bahasa sebagai sarana komunikasi. Karena dengan bahasa tersebut manusia dapat saling berkomunikasi satu sama lain serta dapat saling berhubungan dengan negara luar, salah satunya ialah Jepang. Dimana dewasa ini Jepang merupakan negara yang sangat maju, sehingga banyak masyarakat ingin mengetahui tentang Jepang, terutama bahasanya.

Dalam perkembangan Ilmu Pengetahuan maupun Teknologi, Pendidikan bahasa Jepang di Indonesia berkembang dengan pesat, terbukti dengan semakin banyaknya masyarakat yang mempelajari bahasa Jepang untuk kebutuhan


(10)

(Danasasmita, 2002 : 85), Pendidikan bahasa Jepang di Indonesia diselenggarakan dari SMA sampai tingkat perguruan tinggi, yang masing-masing mempunyai tujuan dan misi muatan yang berbeda. Baik pengajar maupun pembelajar bahasa Jepang perlu memahami tentang linguistik bahasa Jepang. Pengetahuan ini merupakan media memperlancar pemahaman dan penguasaan bahasa Jepang.

Dikarena bahasa Jepang dan bahasa Indonesia bukan bahasa yang serumpun, sehingga banyak kendala yang harus dihadapi. Beberapa diantaranya ialah karena adanya transfer negatif bahasa ibu (bahasa Indonesia) ke bahasa Jepang, serta bahasa Jepang memiliki karakteristik yang unik, diantaranya:

1. Jenis huruf yang beragam ((kanji, hiragana, katakana),

2. Pola kalimat bahasa Jepang menggunakan pola S O P (Subjek, Objek, Predikat), sedangkan bahasa Indonesia menggunakan pola S P O (Subjek, Predikat, Objek), 3. Struktur frasa, bahasa Jepang berpola M D (Menerangkan Diterangkan) dan bahasa Indonesia berpola D M (Diterangkan Menerangkan),

4. Pengucapan atau pelafalannya.

Beranjak dari perbedaan-perbedaan inilah, perlu adanya upaya untuk memudahkan memahami bahasa Jepang yaitu salah satunya dengan cara Analisis Kontrastif antara bahasa Jepang dengan bahasa Indonesia ditinjau dari segi linguistiknya. Secara umum memahami pengertian analisis kontrastif dapat ditelusuri melalui makna kedua kata tersebut.


(11)

memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan. Sedangkan Kontrastif diartikan sebagai kegiatan memperbandingkan struktur bahasa ibu dengan bahasa yang diperoleh atau dipelajari sesudah bahasa ibu untuk mengidentifikasi perbedaan kedua bahasa tersebut. Jadi analisis kontrastif ialah menguraikan oposisi atau pertentangan dengan tujuan memperlihatkan ketidaksamaan, memperbandingkan dengan jalan memperhatikan pebedaan-perbedaan. Dalam analisis bahasa ini, tidaklah penulis membahas kontrastif bahasa Jepang dan bahasa Indonesia secara keseluruhan, melainkan hanya membahahas tentang Konjungsi dari tataran bidang sintaksis.

Konjungsi yang berarti kata tugas yang menghubungkan dua satuan bahasa yang sederajat: kata dengan kata, frasa dengan frasa, atau klausa dengan klausa (Hasan Alwi, dkk., 2003: 296). Dengan demikian untuk menganalisis penggunaan konjungsi dalam bahasa Jepang, perlu diadakan perbandingan dengan konjungsi bahasa Indonesia sebagai dasar pembandingnya, terutama dalam penggunaan konjungsi /-tara/ dalam bahasa Jepang dengan konjungsi /kalau/ dalam bahasa Indonesia.

Penggunaan konjungsi /-tara/ ( ) dalam bahasa Jepang berfungsi untuk

menunjukkan pengandaian dan hasilnya ; “kalau…maka…”, dapat juga dipakai untuk menunjukkan bahwa apabila hal yang disebutkan sebelumnya telah selesai, hal yang berikut akan terjadi. Pemakaian /-tara/ ditambahkan ke verba dengan cara yang sama seperti verba lampau yang berakhiran –ta. Contoh : Sono ryouri ga amari karakattara, watashi wa tabenai wa. [Kalau hidangan itu terlalu banyak bumbunya, maka saya tidak mau memakannya].


(12)

Sedangkan Penggunaan konjungsi /kalau/ dalam bahasa Indonesia berfungsi untuk ‘menggabungkan menyatakan syarat’ digunakan didepan klausa yang menjadi anak kalimat pada suatu kalimat majemuk bertingkat. Contoh : [Kalau saya punya uang,tentu kamu saya bantu] atau [Saya akan merantau kalau diizinkan ibu].

Konjungsi /-tara/ bahasa Jepang dan konjungsi /kalau/ bahasa Indonesia dilihat dalam tataran sintaksis. Sintaksis merupakan pengaturan dan hubungan antara kata dengan kata, atau dengan satuan yang lebih besar dalam bahasa, Kridalaksana (2008:223).

Dari contoh diatas dapat dilihat perbedaan dan persamaan penggunaan konjungsi /-tara/ bahasa Jepang dengan konjungsi /kalau/ bahasa Indonesia yang penulis yakini akan terjadi kesalahan dalam penyusunan. Untuk itulah penulis tertarik membahas kontrastif konjungsi tersebut.

1.2. Rumusan Masalah

Proses pembentukan dan penggunaan kata, baik yang terdapat dalam Bahasa Jepang maupun dalam Bahasa Indonesia mempunyai banyak perbedaan. Menurut Shigeyuki Suzuki (1973:349, penggunaan konjungsi /-tara/ dipakai sebagai predikat dari anak kalimat dalam suatu kalimat majemuk, dimana anak kalimat itu merupakan sebuah frase keterangan atau juga frase sambung, Sedangkan menurut Chaer (2006:89), penggunaan konjungsi /kalau/ dalam Bahasa Indonesia letak klausa yang menjadi induk kalimat dapat berada sebelum


(13)

penggunaanya menunjukkan hal penting untuk membentuk suatu keadaan yang ditunjukkan pada akhir kalimat dari frase utama sekaligus frase penutup sehingga pembelajar bahasa Jepang selalu membuat kesalahan dalam penggunaan bentuk /-tara/ yang dipadankan dengan konjungsi /kalau/ bahasa Indonesia. Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :

a. Bagaimana perbedaan penggunaan konjungsi /-tara/ bahasa Jepang dengan

konjungsi /kalau/ bahasa indonesia

b. Bagaimana persamaan penggunaan konjungsi /-tara/ bahasa Jepang dengan

konjungsi /kalau/ bahasa indonesia

1.3. Ruang Lingkup Pembahasan

Penelitian ini hanya difokuskan kepada pembahasan pembentukan konjungsi /-tara/ bahasa Jepang dan konjungsi /kalau/ bahasa Indonesia serta mendeskripsikan perbedaan dan persamaan penggunaan konjungsi tersebut. Dalam penulisan ini, penggunaan konjungsi /-tara/ Bahasa Jepang hanya akan dikaji dalam Minna No Nihon Go dan penggunaan konjungsi /kalau/ Bahasa Indonesia yang juga hanya dikaji dalam Buku Bahasa Indonesia SMA Kelas X dan XII. Dalam penelitian ini yang akan dibahas adalah penggunaan bentuk-bentuk sintaksis konjungsi /-tara/ bahasa Jepang dengan penggunaan konjungsi /kalau/ bahasa Indonesia.


(14)

1.4. Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Teori a. Tinjauan Pustaka

Fokus dari penelitian ini adalah analisis kontrastif penggunaan konjungsi /-tara/ bahasa Jepang dengan konjungsi /kalau/ bahasa Indonesia. Untuk itu penulis menggunakan konsep atau defenisi yang berkaitan dengan kata. Kridalaksana ( 2008:110 ) mengungkapkan bahwa kata merupakan satuan terkecil dalam sintaksis yang berasal dari leksem yang telah mengalami proses morfologis. Kata sangat diperlukan sebagai unsur pembentuk frase, klausa, kalimat, dan juga wacana. Salah satu kelas kata ialah konjungsi atau kata penghubung. Kitahara Yasuo dalam Sudjianto(1996:22) mengemukakan: kata penghubung atau konjungsi merupakan kata atau ungkapan yang menghubungkan dua satuan bahasa yang sederajat: kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa, serta kalimat dengan kalimat. Secara umum baik kata maupun konjungsi ialah bagian dari sintaksis.

Chaer ( 2003:206 ) menjelaskan lebih rinci bahwa ada beberapa hal yang biasa dibicarakan dalam sintaksis, yaitu struktur sintaksis yang mencakup masalah fungsi, kategori dan peran sintaksis serta alat-alat yang digunakan dalam membangun struktur itu, satuan-satuan sintaksis yang berupa kata, frase, klausa, kalimat dan wacana.

b. Kerangka Teori

Suatu teori dipakai oleh peneliti sebagai kerangka yang memberi pembatasan terhadap fakta-fakta konkret yang tak terbilang banyaknya yang harus


(15)

penggunaan konjungsi /-tara/ bahasa Jepang dan konjungsi /kalau/ bahasa Indonesia

1. Teori penggunaan /-tara/ menurut Anthony Alfonso

Menurut Alfonso dalam Lelita (2012:21). Arti dasar (basic meaning) dari /-tara/, bahwa dengan terkandungnya unsur /-ta/, maka selalu berarti bahwa kata kerja yang tampil dalam bentuk /-tara/ menunjukkan perbuatan yang sudah terjadi atau yang sudah rampung, yang mendahului perbuatan atau keadaan yang dinyatakan dalam klausa kedua (shows analisis action which is funished or complete before the action or situation expressed in the second clause). Alfonso mengemukakan 3 macam keadaan mengenai penggunaan konjungsi /-tara/ bahasa Jepang, yaitu:

- Kata kerja dalam klausa berada dalam bentuk lampau, keadaan yang ditandai

dengan pemakaian /-tara/ dalam klausa pertama merupakan pendahulu terhadap keadaan yang dinyatakan dalam klausa kedua. Dengan kata lain, klausa pertama

menggunakan /-tara/ menandakan antecedent atau kata pendahulu atau sering

disebut dengan anak kalimat dari kalimat majemuk bertingkat, sedangkan klausa kedua menandakan subsequent atau keadaan yang menyusul berikutnya atau sering disebut juga induk kalimat dari kalimat majemuk bertingkat.

Contoh:

Setelah melihat masalah ini, langsung mengerti. (Alfonso, 1974:659)


(16)

- Kalimat dalam klausa tampil dalam bentuk sekarang atau bentuk mendatang. Dalam hal ini, penggunaan konjungsi /-tara/ menunjukkan sifat pengandaian (suppositional), Contoh :

そ う

Kalau makan makanan seperti ini, akan sakit perut loh. (Alfonso, 1974 :659)

- Kata kerja dalam klausa kedua menandakan kesediaan atau maksud (willing

intention), contoh :

エンショウ う

Kalau sudah datang musim panas, akan pergi berpiknik (Alfonso, 1974 :659)

2. Teori penggunaan /-tara/ menurut Shigeyuki Suzuki

Mengenai /-tara/ dalam Lelita (2012:12) Suzuki mengatakan bahwa bentuk ini menunjukkan syarat dari suatu gatra yang sudah tetap/pasti, tidak ada hubungannya dengan masa lampau, sekarang atau yang akan datang, dan tidak ada hubungannya dengan asumsi/perkiraan (katei), dan hal yang sudah ditetapkan (kitei), contoh:

Kalau namekuji ditaburi garam, tanpa disadari ia akan mengecil. (Namekuji : sejenis siput)

母 病気 セ


(17)

3. Teori penggunaan /-tara/ menurut Yokobayashi dan Shimomura

Menurut Yokobayashi dan Shimomura dalam Lelita (2012:13), ada beberapa penggunaan konjungsi /-tara/, yaitu:

- Menunjukkan Katei Jouken, yaitu yang menunjukkan urutan waktu dimana

setelah apa yang diungkapkan pada klausa pertama terjadi, maka dilakukan apa yang diungkapkan pada klausa akhir. Biasanya pada klausa akhir terdapat harapan/keinginan si pembicara (kibou), maksud/kemauan (ishi), perintah(meirei) dan kemungkinan (suisatsu). Contoh :

明日 朝早 ンッ う

Besok pagi kalau saya bisa bangun cepat, saya bermaksud jogging. (Yokobayashi, 1988:66)

- Menunjukkan alasan (riyuu), akhir kalimat merupakan bentuk lampau, contoh:

Kalau makan Aoume, perut saya menjadi sakit.

- Menunjukkan makna sono toki (ketika itu) dan sono atode (setelah itu), contoh:

Ketika berjalan-jalan, mendadak turun hujan (Yokobayashi, 1988:71)

- Menunjukkan makna penemuan (hakken). Pada akhir kalimat terdapat kenyataan

yang tidak ada hubungannya dengan maksud/kemauan si pembicara. Akhir kalimat menggunakan bentuk lampau, contoh :

友 家

Ketika berkunjung kerumah teman, ia tidak ada. (Yokobayashi, 1988:72)


(18)

4. Teori penggunaan /-tara/ menurut Toshiko

Menurut Toshiko (1991:118), konjungsi /-tara/ dipakai untuk menyatakan keadaan yang berlawanan sebagai kenyataan yang terjadi saat sekarang, seperti contoh:

わ う

5. Teori penggunaan /-tara/ menurut Takayuki Tomita

Menurut Takayuki Tomita dalam Lelita (2012:15), bentuk /-tara/ digunakan untuk mengungkapkan keadaan dimana “dimasa yang akan datang ketika X selesai, ketika X telah dilaksanakan, ketika telah menjadi X, atau ketika tahu bahwa itu X, maka dilakukan upaya Y”. Contoh :

K わ わ

K, kalau sudah selesai baca Koran, perlihatkan pada saya.

Ya, saya mengerti.

Berdasarkan kalimat diatas, bahwa maksud pernyataan A itu adalah, ‘Nanti (beberapa menit atau beberapa puluh menit yang akan datang), pada waktu saudara K sudah selesai membaca Koran, maka perlihatkanlah/pinjamkanlah koran itu kepada saya’.

6. Teori penggunaan /-tara/ menurut Naoko Chino


(19)

- Menunjukkan pengajuan suatu ide/gagasan; Contoh : Mou osoi kara, sono shigoto ashita ni nasattara.

Sudah terlambat, bagaimana kalau pekerjaan itu dikerjakan besok saja - Menunjukkan iritasi (ketidaksabaran) dan ajakan. Contoh:

[Ayo, tidurlah]

Berdasarkan pendapat yang disebutkan diatas, maka fungsi bentuk /-tara/ adalah sebagai berikut :

1. Menunjukkan sifat pengandaian; 2. Menunjukkan syarat dari suatu gatra;

3. Menunjukkan urutan waktu;

4. Menunjukkan alasan;

5. Menunjukkan makna sono toki (ketika itu); 6. Menunjukkan makna sono atode (setelah itu);

7. Menunjukkan penemuan (hakken);

8. Menunjukkan pengajuan suatu ide/gagasan; 9. Menunjukkan iritasi (ketidaksabaran) dan ajakan.

1. Teori Penggunaan Konjungsi /kalau/ Menurut Abdul Chaer.

Konjungsi /Kalau/ dipakai untuk ‘menggabungkan menyatakan syarat’ digunakan dibelakang klausa yang menjadi anak kalimat pada suatu kalimat majemuk bertingkat (chaer,1988:41).


(20)

Contoh:

1. Kamu akan lulus ujian dengan baik kalau kamu belajar sungguh-sungguh. 2. Kalau buku itu hilang, dia akan menggantinya.

2. Teori penggunaan konjungsi /kalau/ menurut Harimurti Kridalaksana. Penggunaan konjungsi /kalau/ ialah untuk menggabungkan menyatakan syarat dan letak klausa yg menjadi induk kalimat dapat berada sebelum subjek,predikat, atau sebelum objek dalam sebuah kalimat.(kridalaksana ,1976:81)

Contoh:

a. Saya dapat menyelesaikan pekerjaan itu kalau kamu mau membantu

dengan baik

b. Kalau kamu sudah sembuh, kita akan pergi berlibur keluar kota.

Berdasarkan pendapat dari beberapa teori yang telah dikemukakan diatas, yaitu Anthony Alfonso, Shigeyuki Suzuki, Yokobayashi dan Shimomura, Toshiko, Takayuki Tomita, dan Naoko Chino yang menyatakan ada 9 fungsi penggunaan bentuk /-tara/ bahasa jepang dan dari teori Chaer serta Harimurti Kridalaksana maka fungsi konjungsi /kalau/ bahasa Indonesia adalah untuk menyatakan syarat.

Selanjutnya penulis menggunakan teori kontrastif yang dikemukakan oleh Prof. DR. Henry Guntur Tarigan untuk melihat perbedaan dan persamaan penggunaan konjungsi /-tara/ bahasa Jepang dan konjungsi /kalau/ bahasa Indonesia. Tarigan (1992:3), kontrastif adalah memperbandingkan struktur bahasa pertama (B1) dan struktur bahasa kedua (B2) untuk mengidentifikasi perbedaan kedua bahasa.


(21)

1.5. Tujuan Dan Manfaat Penelitian a. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pokok permasalahan sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui penggunaan konjungsi /-tara/ bahasa Jepang 2. Mengetahui penggunaan konjungsi /kalau/ bahasa Indonesia

3. Mengetahui perbedaan dan persamaan penggunaan konjungsi /-tara/ bahasa

Jepang dengan konjungsi /kalau/ bahasa Indonesia.

b. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Bagi peneliti sendiri dapat penambah wawasan dan pengetahuan tentang kontrastif konjungsi /-tara/ bahasa Jepang dengan konjungsi /kalau/ bahasa Indonesia

2. Memberikan informasi kepada masyarakat luas pada umumnya dan mahasiswa

Fakultas Ilmu Budaya khususnya Sastra Jepang tentang kontrastif konjungsi /-tara/ bahasa Jepang dengan konjungsi /kalau/ bahasa Indonesia

3. Dapat dijadikan sumber ide dan tambahan informasi bagi peneliti selanjutnya

yang ingin meneliti tentang kontrastif konjungsi /-tara/ bahasa Jepang dengan konjungsi /kalau/ bahasa Indonesia.

1.6. Metode Penelitian

Metode adalah alat untuk mencapai tujuan dari suatu kegiatan. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode Deskriptif. Menurut Koentjaraningrat (1976:30), penelitian yang bersifat deskriptif yaitu memberikan


(22)

gambaran secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu dalam memecahkan masalah penelitian, mengumpulkan, menyusun, mengklasifikasi, mengkaji, dan menginterpretasikan data.

Untuk memperoleh data penulis menggunakan berbagai macam buku, diantaranya buku-buku pelajaran bahasa Jepang dan bahasa Indonesia, seperti : Minna no nihon go, Panduan Belajar Bahasa Dan Satra Indonesia Kelas XI dan XII serta Lembar kerja Siswa Bahasa Indonesia. Penulis mengumpulkan hal-hal yang menggunakan bentuk konjungsi /-tara/ dan bentuk konjungsi /kalau/ kemudian menganalisisnya.


(23)

BAB II

GAMBARAN UMUM TENTANG KATA DAN KONJUNGSI

2.1. Pengertian Kata

Kata adalah kumpulan beberapa huruf yang memiliki makna tertentu. Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan suatu perasaan dan pikiran yang dapat dipakai dalam berbahasa. Dari segi bahasa kata diartikan sebagai kombinasi morfem yang dianggap sebagai bagian terkecil dari kalimat. Sedangkan morfem sendiri adalah bagian terkecil dari kata yang memiliki makna dan tidak dapat dibagi lagi ke bentuk yang lebih kecil.

2.2. Jenis-Jenis Kata

2.2.1. Jenis Kata Bahasa Jepang

Takeda Mitoki, (1985:543–546) dalam Sudjianto mengemukakan bahwa didalam bahasa Jepang terdapat sepuluh kelas kata, delapan kelas kata termasuk kedalam jiritsugo yang diantaranya adalah dooshi (verb), keiyooshi (adjective -i), keiyoodooshi (adjective –na), meishi (nomina), fukushi (adverb), rentaishi (prenomina), setsuzokushi (konjungsi), dan kandooshi (interjeksi). Sedangkan sisanya termasuk fuzokugo yaitu jodooshi (verb bantu) dan joshi (partikel). Dalam kelompok jiritsugo ada kata-kata yang dapat mengalami perubahan tetapi ada juga yang tidak dapat mengalami perubahan. Kelompok jiritsugo yang dapat


(24)

mengalami perubahan dan dapat menjadi predikat disebut yoogen yang terdiri dari dooshi, keiyoodhi, dan keiyoodooshi. Sedangkan yang tidak memiliki bentuk perubahan terdapat kata-kata yang dapat menjadi subjek yang biasa disebut taigen yang mencakup satu kelas yaitu meishi.

Dalam kelompok jiritsugo yang tidak dapat mengalami perubahan ada juga kata-kata yang tidak dapat menjadi subjek tetapi dapat menerangkan yoogen yaitu fukushi, menerangkan taigen yaitu rentaishi, kata-kata yang tidak menjadi kata keterangan tapi berfungsi untuk menyambungkan dua kalimat atau dua bagian kalimat yaitu setsuzokushi dan yang tidak berfungsi sebagai penyambung disebut kandooshi. Dalam fuzokugo juga ada kelas kata yang dapat mengalami perubahan yang disebut dengan jodooshi sedangkan yang tidak mengalami perubahan disebut joshi.

1. Dooshi (verb)

Menurut Nomura (1992:158) dalam sudjianto, dooshi adalah salah satu kelas dalam bahasa jepang yang dipakai untuk menyatakan aktivitas, keberadaan atau keadaan sesuatu. Dooshi dapat mengalami perubahan dan dengan sendirinya dapat menjadi predikat. Dooshi termasuk jiritsugo dapat membentuk sebuah bunsetsu walaupun tanpa bantuan kelas kata lain, dan dapat menjadi predikat bahkan dengan sendirinya dapat memiliki potensi untuk menjadi sebuah kalimat. Selain itu juga dooshi dapat menjadi keterangan kelas kata lain pada sebuah kalimat, dalam bentuk kamus selalu diakhiri vocal u dan memiliki bentuk perintah.


(25)

a. Jenis-Jenis Dooshi menurut (Shimizu, 2000:45) dalam Sudjianto :

1. Jidooshi adalah kelompok dooshi yang tidak berarti mempengaruhi pihak lain.

Contohnya : iku (pergi), kuru (datang), okiru (bangun), neru (tidur) dan sebagainya.

2. Tadooshi adalah kelompok dooshi yang menyatakan arti mempengaruhi pihak lain. Contohnya : okosu (membangunkan), nekasu (menidurkan), ikeru (dapat pergi) dan sebagainya.

3. Shodoshi merupakan kelompok dooshi yang memasukan pertimbangan

permbicara, maka tidak dapat diubah kedalam bentuk pasif dan kausatif. Selain itu, tidak memiliki bentuk perintah dan ungkapan kemauan. Contohnya : mieru (terlihat), kikoeru (terdengar), iru, niau (sesuai), ikeru (dapat pergi, kikeru dan sebagainya.

Selain itu, Tarada Takanao (1984:80-85) menambahkan fukugo dooshi, haseigo tohsite no dooshi dan hojo dooshi sebagai jenis-jenis dooshi.

- fukugo dooshi adalah dooshi yang terbentuk dari gabungan dua buah kata atau lebih dan gabungan kata tersebut secara keseluruhan dianggap sebagai satu kata. Contoh : hanashiau ‘berunding’ (dooshi + dooshi)

- haseigo toshite no dooshi adalah dooshi yang terbentuk dari kelas kata lain dengan cara menambahkan sufiks. Kata-kata tersebut secara keseluruhan dianggap sebagai satu kata. Contoh : samugaru (merasa kedinginan), asebamu (berkeringat) - hojo dooshi adalah dooshi yang menjadi bunsetsu tambahan. Contohnya : aru, iru dan morau.


(26)

b. Bentuk Konjungsi Verb menurut (Masao, 1989:150) dalam Sudjianto :

1. Mizenkei, menyatakan bahwa aktivitas atau tindakannnya belum dilakukan atau

belum terjadi sampai sekarang. Bentuk ini diikuti u,yoo, nai, seru, saseru, reru atau rareru.

2. Ren’yookei, menyatakan kemajuan atau kelanjutan suatu aktivitas. Bentuk ini

diikuti masu, ta, da, tai, te, atau nagara. Bentuk ini juga dapat diikuti yoogen yang lain seperti pada kata yomihajimeru (mulai membaca).

3. Shuushikei, yaitu bentuk dasar verb yang dipakai pada waktu mengakhiri ujaran. Bentuk ini juga dapat diikuti kata ka atau kara.

4. Rentaikei, yaitu bentuk yang diikuti taigen seperi toki, koto, hito, mono, dan sebagainya. Tapi dapat diikuti juga dengan yooda, bakari, kurai, gurai, no.

5. Kateikei, menyatakan makna pengandaian, merupakan bentuk yang diikuti ba. 6. Meireikei, menyatakan makna perintah.

2. I-Keiyooshi (adjective – i)

I-keiyooshi sering disebut juga keiyooshi yaitu kelas kata yang menyatakan sifat atau keadaan sesuatu dengan sendirinya menajdi predikat dan dapat mengalami perubahan bentuk (Kitahara, 1995:82). Setiap kata yang termasuk i-keiyooshi selalu diakhiri i dalam bentuk kamus, dapat menjadi predikat, dan juga dapat menjadi kata keterangan yang menrangkan kata lain dalam sebuah kalimat. Tapi ada kata yang berakhiran i seperti yumei (mimpi), kirai (benci) dan kirei (cantik, indah, bersih) walaupun berakhiran i tapi tidak termasuk i-keiyooshi


(27)

Jenis-Jenis i-keiyooshi menurut (Shimizu,2000:46) dalam Sudjianto adalah :

1. Zokusei keiyooshi yaitu kelompok i-keiyooshi yang menyatakan sifat atau

keadaan secara objektif. Misainya : takai (tinggi), nagai (panjang), hayai (cepat), omoi (berat), akai (merah) dan sebagainya.

2. Kanjoo keiyooshi, yaitu kelompok i-keiyooshi yang menyatakan perasaan atau

emosi secara subjektif. Misalnya : ureshii (senang), kanashii (sedih), kowai (takut) dan sebagainya.

3. Na–Keiyooshi (adjective – na)

Na-keiyooshi sering disebut keiyoodooshi yaitu kelas kata yang dengan sendirinya dapat membentuk sebuah bunsetsu, dapat berubah bentuk dan bentuk shuushikei –nya berakhiran da atau desu. Karena perubahannya mirip dengan dooshi sedangkan artinya mirip dengan keiyooshi, sehingga kelas kata ini disebut keiyoodooshi (Iwabuchi,1989:96).

Jenis-Jenis na-keiyooshi menurut (Shimizu,2000:46) dalam Sudjianto :

1. Keiyoodooshi yang menyatakan sifat, misalnya : shizukada (sepi), kireida (cantik, indah, bersih), sawayakada (segar), akirakada (jelas) dan sebagainya.

2. Keiyoodooshi yang menyatakan perasaan, misalnya : iyada (tidak senang),


(28)

4. Meishi (Nomina)

Meishi adalah kata-kata yang menyatakan orang, benda, peristiwa dan sebagainya. Tidak mengalami konjugasi dan dapat dilajutkan dengan kakujoshi (Matsuoka, 2000:342). Meishi disebut juga taigen, di dalam suatu kalimat ia dapat menjadi subjek, predikat, kata keterangan (Hirai, 1989:148).

Jenis-Jenis Meishi dalam Sudjianto menurut Tarada Takano (1984:49-51) :

1. Futshuu meishi yaitu nomina yang menyatakan nama-nama benda, barang,

peristiwa dan lain-lain. Misalnya : yama (gunung), hon (buku), kagakusha (ilmuan), hoshi (bintang), koofuku (kebahagiaan), hikooki (pesawat terbang), dll.

2. Koyuu meishi adalah nomina yang menyatakan nama-nama yang menunjukan

benda secara khusus seperti nama daerah, Negara, orang, buku, dll. Contohnya : yamato, taiheiyoo (samudra pasifik), indoneshia, yamamoto, dan sebagainya.

3. Suushi, yaitu nomina yang menyatakan bilangan, julah, kuantitas, urutan.

Misalnya : ichi (satu) san, (tiga), gonin (lima orang), rokko (enam buah) sangoo (nomor tiga), ikutsu, ikura, nankai, nannin dan lain-lain.

4. Keishiki meishi adalah nomina yang menerangkan fungsinya secara formalitas

tanpa memiliki hakekat atau arti sebenarnya. Misalnya : koto, tame, wake, hazu, mama, toori.

5. Daimeishi yaitu kata-kata yang menunjukan sesuatu secara langsung tanpa


(29)

5. Rentaishi (prenomina)

Rentaishi adalah kelas kata yang tidak mengenal konjugasi yang diguanak untuk menerangkan nomina. Oleh karena itu, kelas kata ini tidak dalat dijadikan sebagai subjek atau predikat.

Jenis-Jenis Rentaishi

1. Yang berpola ‘….no atau ….ga’. misalnya : kono michi (jalan itu) ano hito (orang itu, sono hon (buku itu), waga kuni (negeri kita) dan lain-lain.

2. Yang berpola ‘….ru’. misalnya : aru hi (suatu hari), arayuru kuni (seluruh Negara), saru muika (tanggal 6 yang lalu)

3. Yang berpola ‘…na’. Misalnya : ookina ki (pokon besar), chiisana mi (buah kecil), okashina katachi (bentuk yang aneh)

4. Yang berpola ‘….ta atau da’. Misalnya : tatta ippo (hanya satu batang), taishita sakubin (karya yang hebat), tonda sainan (kecelakaan yang tidak terduga)

6. Fukushi (adverb)

Fukushi adalah kelas kata yang tidak mengalami perubahan bentuk dan dengan sendirinya dapat menjadi keterangan bagi yoogen walaupun tanpa mendapat bantuan dari kata-kata lain. Fukushi tidak dapat menjadi subjek, predikat dan obejek, dalam Sudjianto menurrut (Matsuoka, 2000:344).

Jenis-jenis fukushi

1. Jootai no fukushi berfungsi terutama menerangkan keadaan verb yang ada pada

bagian berikutnya. Cintoh : shikkari (to) nigiru (memegang dengan kuat), yukkuri (to) aruku (berjalan dengan pelan-pelan), hakkiri (to) mieru (terlihat dengan jelas),


(30)

2. Teido no fukushi berfungsi turutama menerangkan tingkat, taraf, kualitas atau derajat keadaan yoogen yang ada pada bagian berikutnya. Contoh : sukoshi samui (agak dingin), taihen sinsetsu da (sangat baik hati), kanari takai (agak mahal), kanari hakkiri mieru (terlihat agak jelas), zutto izen no koto da (kejadian dulu kala).

3. Chinjutsu no fukushi adalah fukushi yang memerlukan cara pengucapan khusus,

disebut juga jojutsu no fukushi atau koo’o no fukushi. Misalnya : kesshite makenai (sama sekali tidak akan kalah), doozo ohairi kudasai (silahkan masuk), ororaku ame ga furu daroo (mungkin hujan akan hujan), massaka sonna koto wa arumai (masa ada hal serupa itu).

7. Kandooshi (interjeksi)

Dalam Sudjianto menurut Shimizu Yoshiaki (2000:50), Kandooshi adalah kelas kata yang tidak dapat berubah bentuknya, tidak dapat menjadi subjek, keterangan ataupun konjugasi. Namun kelas kata ini dengan sendirinya dapt menjadi sebuh bunsetsu walaupun tanpa bantuan kelas kata lain. Dalam bahasa jepang modern kondooshi terdiri dari tiga macam yaitu :

1. Kandooshi yang menyatakan rasa haru (aa, aru, oyaoya, chikushoo, hatena, are, dore)

2. Kandooshi yang menyatakan panggilan (moshi, kore, kora, nee, saa, haru) 3. Kandooshi yang menyatakan jawaban (hai, iie, un).


(31)

8. Setsuzokushi (konjungsi)

Setsuzokushi adalah kelas kata yang dapat mengalami perubahan bentuk tapi tidak dapat menjadi subjek, objek, predikat ataupun kata yang menerangkan kata lain. Setsuzokushi berfungsi menyambungkan suatu kalimat dengan kalimat lainnya atau menghubungkan bagian kalimat dengan kalimat lain.

Jenis-jenis Setsuzokushi dalam Sudjianto menurut Hirai Masao (1989:156-157) : 1. Heiretsu no setsuzokushi yaitu setsuzokushi yang dipakai pada saat menunjukan

sesuatu yang berderet dengan yang lainnya yang ada pada bagian sebelumnya. Setsuzokushi yang termasuk kelompok ini misalnya : mata, oyobi dan narabini.

2. Gyakusetsu no setsuzokushi yaitu setsuzokushi yang dipakai pada saat

menunjukan sesesuatu yang ada pada bagian berikutnya yang tidak sesuai, tidak pantas, atau bertentangan dengan sesuatu yang ada pada bagian sebelumnya. Setsuzokushi yang termasuk kelompok ini misalnya :daga, ga, shikamo, shikashi, tadashi, keredo, dakedo, demo, desu ga, tokoroga, tawa ie, sorenanoni, soreni shitemo dan mottomo.

3. Jusetsu no setsuzokushi adalah setsuzokushi yang dipakai pada saat menunjukan hasil, akibat, atau kesimpulan yang ada pada bagian berikutnya bagi sesuatu yang ada pada bagian sebelumnya yang menjadi sebab-sebab atau alasan. Setsuzokushi yang termasuk kelompok ini misalnya : dakara, sorede, soreyue, shitagatte, sokode, suruto, soosuruto dan sooshite.

4. Tanka no setsuzokushi yaitu setsuzokushi yang dipakai pada saat

mengembangkan atau menggabungkan sesuatu yang ada pada bagian berikutnya dengan sesuatu yang ada pada bagian sebelumnya. Setsuzokushi yang termasuk


(32)

kelompok ini misalnya : soshite, sorekara, soreni, sarani, mashite, awasette, dan lain-lain.

5. Hotetsu nosetsuzokushi yaitu sestuzokushi yang dipakai pada saat menambahkan penjelasan atau rincian berkenaan dengan sesuatu yang ada pada bagian sebelumnya. Setsuzokushi yang termasuk kelompok ini misalnya : tsumari, sunawachi, tatoeba, nazenara, tadashi, dan mottomo.

6. Sentaku no setsuzokushi yaitu setsuzokushi yang dipakai pada saat menyatakan pilihan antara sesuatu yang ada pada bagian sebelumnya dan yang ada pada bagian berikutnya. Setsuzokushi yang termasuk kelompok ini misalnya : matawa, aruiwa, soretomo, dan naishiwa.

7. Tenkan no setsuzokushi yaitu setsuzokushi yang dipakai pada saat mengganti atau mengubah pokok pembicaraan. Setsuzokushi yang termasuk kelompok ini misalnya : tokorode, tokini, tsugini, dewa.

9. Jodooshi (verb bantu)

Dalam Sudjianto menurut Tareda, (1984:140-141) Jodooshi adalah kelas kata yang termasuk fuzokugo yang dapat berubah bentuknya. Tidak dapat membentuk bunsetsu dengan sendirinya tapi dapat membentuk bunsetsu bila digabungkan dengan kata lain.

Jenis-jenis Jodooshi dalam Jidooshi Gengo Kengkyuukai, (1987:97-12) : 1. reru dan rareru (ukemi, kanoo, jihatsu, sonkei)


(33)

- jihatsu (menyatakan makna bahwa suatu kejadian, keadaan atau aktivitas terjadi atau dilakukan secara alamiah)

- sonkei (ragam hormat)

2. seru dan saseru (kausatif)

Kata seru dan saseru menyatakan bahwa aktivitas tersebut merupakan suruhan untuk melakukan suatu kegiatan.

3. da dan desu (dantei=kepulauan) Kata da dan desu menyatakan suatu keputusan

yang jelas.

4. nai, nu (uchikeshi=negative) 5. ta (kako=bentuk lampau)

6. rashii (suite ‘anggapan/dugaan/perkiraan’)

7. u, yoo, daroo (suiryoo ‘perkiraan’, ishi ‘kemauan’) 8. mai (uchikeshi no suiryoo=perkiraan negative)

9. soda (denbun to yootai), denbun adalah jenis jodooshi yang dipakai pada waktu menyampaikan atau memberitahu lagi berita atau kabar yang didengar rai orang lain kepada orang lain.

10.yooda (tatoe ‘perumpamaan’, futashikana dantei ‘keputusan yang tidak pasti’) 11.tai (kiboo=hatapan, keinginan)

12.masu (teinei=halus)

10.Joshi (partikel)

Joshi adalah yang termasuk fuzokugo yang dipakai setelah suatu kata untuk menunjukan hubungan antara kata tersebut dengan kata lain serta untuk


(34)

Jenis-jenis Joshi

1. Kakujoshi adalah joshi yang pada umumnya dipakai setelah nomina untuk

menunjukan hubungan antara nomina tersebut dengan kata lain. Joshi yang termasuk kelompok ini adalah ga, no, o, e, to, yori, kara, de, dan ya

2. Setsuzokujoshi adalah joshi yang dipakai setelah yoogen atau setelah jodooshi untuk melanjutkan kata yang ada sebelumnya terhadap kata-kata yang ada pada bagain berikutnya. Joshi yang termasuk kelompok ini adalah ba, to, keredo, keredomo, ga, kara, shi, temo, te, nagara, tari, noni dan node.

3. Fukujoshi adalah joshi yang dipakai setelah berbagai macam kata. Joshi yang

termasuk kelompok ini adalah wa, mo, demo, shika, made, bakari, dake, hodo, kurai, nado, ka, nari, yara, sae dan zutsu.

4. Shuujoshi adalah joshi yang pada umumnya dipakai setelah berbagai macam kata benda pada bagian akhir kalimat untuk menyatakan suatu pernyataan, larangan, seruan, rasa haru, dll. Joshi yang termasuk kelompok ini adalah ka, kashira, na, naa, zo, tomo, yo, ne, wa, no, dan sa.

2.2.2. Jenis Kata Bahasa Indonesia 1. Kata Kerja (Verb)

Menurut Chaer, (2006:93) bahwa kata kerja atau verba adalah jenis kata yang menyatakan suatu perbuatan. Kata kerja dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :


(35)

bentuk, yaitu: Kata kerja transitif berimbuhan dan kata kerja transitif tak berimbuhan.

b. Kata kerja intransitif: Kata kerja intransitif ialah kata kerja yang tidak memerlukan pelengkap. Seperti kata tidur untuk contoh kalimat berikut: saya tidur, pada kalimat tersebut kata tidur yang berposisi sebagai predikat (P) tidak lagi diminta menerangkan untuk memperjelas kalimatnya, karena kalimat itu sudah jelas.

Di dalam Bahasa Indonesia Chaer,(2006:94) ada 2 dasar dalam pembentukan verba, yaitu dasar yang tanpa afiks tetapi telah mandiri karena telah memiliki makna, dan bentuk dasar yang berafiks atau turunan. dari bentuk verba ini dapat dibedakan menjadi :

1. Verba Dasar Bebas: ialah verba yang beruba morfem dasar bebas,

misalnya: duduk, makan, mandi, minum, dll.

2. Verba Turunan: ialah verba yang telah mengalami afiksasi, reduplikasi, gabungan proses atau berupa paduan leksem.

Beberapa bentuk verba turunan :

1. Verba berafiks : berbuat, terpikirkan, dll.

2. Verba bereduplikasi : bangun-bangun, ingat-ingat, dll.

3. Verba berproses gabungan : bernyanyi-nyanyi, tersenyum-senyum, dll. 4. Verba majemuk : cuci mata, cuci tangan, dll.


(36)

2. Kata Benda (Nomina)

Kata benda (nomina) adalah kata-kata yang merujuk pada pada bentuk suatu benda, bentuk benda itu sendiri dapat bersifat abstrak ataupun konkret (Chaer, 2006:86). Dalam bahasa Indonesia kata benda (nomina) terdiri dari beberapa jenis, sedangkan dari proses pembentukannya kata benda terdiri dari 2 jenis, yaitu :

1. Kata Benda (Nomina) Dasar: Kata benda dasar atau nomina dasar ialah

kata-kata yang yang secara konkret menunjukkan identitas suatu benda, sehingga kata ini sudah tidak bisa lagi diuraikan ke bentuk lainnya. Contoh : buku, meja, kursi, radio, dll.

2. Kata Benda (Nomina) Turunan: Nomina turunan atau kata benda turunan

ialah jenis kata benda yang terbentuk karena proses afiksasi sebuah kata dengan kata atau afiks. Proses pembentukan ini terdiri dari beberapa bentuk, yaitu :

1. Verba + (-an) contoh: Makanan. 2. (Pe-) + Verba contoh: Pelukis.

3. (Pe-) + Adjektiva contoh: Pemarah, Pembohong. 4. (Per-) + Nomina + (-an) contoh: Perbudakan 3. Kata Sifat

Kata sifat ialah kelompok kata yang mampu menjelaskan atau mengubah kata benda atau kata ganti menjadi lebih spesifik. Karena kata sifat mampu


(37)

Ciri-ciri Kata Sifat

1. Kata sifat terbentuk karena adanya penambahan imbuhan ter- yang

mengandung makna paling.

2. Kata sifat dapat diterangkan atau didahului dengan kata lebih, agak, paling, sangat & cukup.

3. Kata sifat juga dapat diperluas dengan proses pembentukan seperti ini : se-

+ redupliasi (pengulangan kata) + -nya, contoh : sehebat-hebatnya,

setinggi-tingginya, dll.

‡„‡”ƒ’ƒ”‘•‡•‡ „‡–—ƒƒ–ƒ‹ˆƒ–

1. Kata sifat yang terbentuk dari kata dasar, misalnya: kuat, lemah, rajin, malas, dll.

2. Kata sifat yang terbentuk dari kata jadian, misalnya: terjelek, terindah, terbodoh, dll.

3. Kata sifat yang terbentuk dari kata ulang, misalnya: gelap-gulita, pontang-panting, dll:

4. Kata sifat yang terbentuk dari kata serapan, misalnya: legal, kreatif, dll. 5. Kata sifat yang terbentuk dari kata atau kelompok kata, misalnya: lapang


(38)

4. Kata Ganti (Pronomina)

Kelompok kata ini dipakai untuk menggantikan benda atau sesuatu yang dibendakan (Chaer,2006:89). Kelompok kata ini dapat dibedakan menjadi 6 bentuk, yaitu:

1. Kata Ganti Orang: ialah jenis kata yang menggantikan nomina. Kata ganti orang dapat dibedakan lagi menjadi beberapa bentuk, yaitu:

- Kata ganti orang pertama tunggal, misal: aku, saya. - Kata ganti orang pertama jamak, misal: kami, kita. - Kata ganti orang kedua tunggal, misal: kamu.

- Kata ganti orang kedua jamak, misal: kamu, kalian, Anda,

kau/engkau.

- Kata ganti orang ketiga tunggal, misal: dia, ia.

- Kata ganti orang ketiga jamak, misal: mereka, beliau.

2. Kata Ganti Kepemilikan: ialah kata ganti yang dipakai untuk

menyatakan kepemilikan, misal: “buku kamu/bukumu”, “buku aku/bukuku”, “buku dia/bukunya”,dsb.

3. Kata Ganti Penunjuk: ialah kata ganti yang dipakai untuk menunjuk suatu tempat atau benda yang letaknya dekat ataupun jauh, misal: “di sini”, “di sana”, “ini”, “itu”, dsb.


(39)

5. Kata Ganti Tanya: ialah kata ganti yang dipakai untuk meminta informasi mengenai sesuatu hal, kata Tanya yang dimaksud ialah “apa”, “siapa”, “mana”.

6. Kata Ganti Tak Tentu: ialah kata ganti yang digunakan untuk

menunjukkan atau menggantikan suatu benda atau orang yang jumlahnya tak menentu (banyak), misal: masing-masing, sesuatu, para, dsb

5. Kata Keterangan (Adverbia)

Kata keterangan adalah jenis kata yang memberikan keterangan pada kata kerja, kata sifat, dan kata bilangan bahkan mampu memberikan keterangan pada seluruh kalimat (2006:137). Kata keterangan dapat dibagi lagi menjadi beberapa bagian, yaitu:

1. Kata Keterangan Tempat: ialah jenis kata yang memberikan informasi

mengenai suatu lokasi, misal: di sini, di situ, dll.

2. Kata Keterangan Waktu: ialah jenis keterangan yng menginformasikan

berlangsungnya sesuatu dalam waktu tertentu, misal: sekarang, nanati, lusa, dll

3. Kata Keterangan Alat: ialah jenis kata yang menjelaskan dengan cara apa sesuatu itu dilakukan ataupun berlangsung, misal: “dengan tongkat”, “dengan motor”, dll.

4. Kata Keterangan Syarat: ialah kata keterangan yang dapat menerangkan

terjadinya suatu proses dengan adanya syarat-syarat tertentu, misal: jikalau, seandainya, dll.


(40)

5. Kata Keterangan Sebab: ialah jenis kata yang memberikan keterangan mengapa sesuatu itu dapat terjadi, misal; sebab, karena, dsb.

6. Kata Bilangan ( Numeralia)

Kata bilangan ialah jenis kelompok kata yang menyatakan jumlah, kumpulan, urutan sesuatu yang dibendakan. Kata bilangan juga dibedakan menjadi beberapa bagian (Chaer,2006:133) , yaitu:

1. Kata bilangan tentu, contoh: satu, dua, tiga, dst.

2. Kata bilangan tak tentu, contoh: semua, beberapa, seluruh, dll. 3. Kata bilangan pisahan, contoh: setiap, masing-masing, tiap-tiap. 4. Kata bilangan himpunan, contoh: berpuluh-puluh, berjuta-juta. 5. Kata bilangan pecahan, contoh: separuh setengah, sebagian, dll. 6. Kata bilangan ordinal/giliran, contoh: pertama, kedua, ketiga, dst.

7. Kata Tugas

Dalam Ensiklopedia Nasional Indonesia, (1990:217-218) Kata tugas ialah kata yang memiliki arti gramatikal dan tidak memiliki arti leksikal. Kata tugas juga memiliki fungsi sebagai perubah kalimat yang minim hingga menjadi kalimat transformasi. Dari segi bentuk umumnya, kata-kata tugas sukar mengalami perubahan bentuk. Kata-kata seperti : dengan, telah, dan, tetapi dan sebagainya tidak bisa mengalami perubahan. Tapi, ada sebagian yang bisa


(41)

tidak, sudah kedua kata itu dapat mengalami perubahan menjadi menidakkan & menyudahkan

Ciri-Ciri Kata Tugas

Ciri dari kata tugas ialah bahwa hampir semuanya tidak dapat menjadi dasar untuk membentuk kata lain. Jika verba datang dapat diturunkan menjadi mendatangi, mendatangkan & kedatangan. Bentuk-bentuk seperti menyebabkan dan menyampaikan tidak diturunkan dari kata tugas sebab & sampai tetapi dari

nomina sebab dan verba sampai yang membentuknya sama tapi kategorinya

berbeda

Jenis-jenis Kata Tugas dalam Hasan Alwi,dkk (2003:283) :

1. Preposisi (kata depan): ialah jenis kata yang terdapat di depan nomina (kata benda), misalnya : dari, ke & di. Ketiga kata depan ini dipakai untuk merangkaikan kata-kata yang menyatakan tempat atau sesuatu yang dianggap tempat. Contoh : Di Jakarta, di rumah, ke pasar, dari kantor. 2. Konjungsi (kata sambung): ialah jenis kata yang dapat menggabungkan 2

satuan bahasa yang sederajat, misalnya : dan, atau & serta. Jenis kata tugas yang mampu menghubungkan kata dengan kata, frasa dengan frasa, atau klausa dengan klausa. Konjungsi (kata sambung) dapat dibagi menjadi 4, yaitu:

1. Konjungsi Koordinatif: yaitu konjungsi yang menghubungkan 2

unsur atau lebih yang sama pentingnya, atau memiliki status yang sama contoh: dan, atau & serta.


(42)

2. Konjungsi korelatif: yaitu konjungsi yang menghubungkan 2 kata, frasa atau klausa yang memiliki status sintaksis yang sama. Konjungsi korelatif rerdiri atas dua bagian yang dipisahkan oleh satu frasa, kata atau klausa yang dihubungkan oleh : baik .... maupun, tidak .... tetapi.

3. Konjungsi Antarkalimat: yaitu konjungsi yang menghubungkan

satu kalimat dengan kalimat yang lainnya. Konjungsi jenis ini selalu membuat kalimat baru, tentu saja dengan huruf kapital di awal kalimat. Contoh : Biapun begitu, akan tetapi ....

4. Konjungsi Subordinatif: yaitu konjungsi yang menghubungkan 2

klausa atau lebih dan klausa itu merupakan anak kalimat. Konjungsi ini terbagi lagi menjadi 12 kelompok, yaitu:

1. Konjungsi subordinatif waktu : sejak, semenjak, sedari, sewaktu. 2. Konjungsi subordinatif syarat : jika, jikalau, bila, kalau.

3. Konjungsi subordinatif pengandaian : seandainya, seumpama. 4. Konjungsi subordinatif konsesif : biarpun, sekalipun.

5. Konjungsi subordinatif pembandingan : seakan-akan, seperti. 6. Konjungsi subordinatif sebab : sebab, karena, oleh sebab. 7. Konjungsi subordinatif hasil : sehingga, sampai.

8. Konjungsi subordinatif alat : dengan, tanpa. 9. Konjungsi subordinatif cara : dengan, tanpa. 10.Konjungsi subordinatif komplementasi : bahwa.


(43)

12.Konjungsi subordinatif perbandingan : sama ... dengan, lebih ... dari.

3. Artikula (kata sandang) ialah jenis kata yang mendampingi kata benda

atau yang membatasi makna jumlah orang atau benda. Kata sandang tidak mengandung suatu arti tapi memiliki fungsi. Fungsi kata sandang sendiri ialah untuk menentukan kata benda, mensubstansikan suatu kata yang

besar, yang jangkung, dan lain-lain. Kata-kata sandang umum yang

terdapat dalam Bahasa Indonesia ialah yang, itu, -nya, si, sang, hang, dang.

Kata-kata sandang seperti sang, hang, dang banyak ditemui dalam

kesusastraan lama, sekarang sudah tidak terpakai lagi terkecuali kata

sandang sang. Kata sandang sang terkadang masih dipergunakan untuk

mengagungkan atau untuk menyatakan ejekan maupun ironi. Dalam bahasa Indonesia terdapat beberapa kelompok artikula, yaitu:

1. Artikula yang bersifat gelar ialah artikula yang bertalian dengan orang yang dianggap bermartabat. Berikut ini jenis artikula yang bersifat gelar : sang, hang, dang, sri.

2. Artikula yang mengacu ke makna kelompok / makna korelatif ialah kata

para. Karena artikula ini bermakna ketaktunggalan, maka nomina yang diiringinya tidak dinyatakan dalam bentuk kata ulang. Jadi, untuk

menyatakan kelompok guru sebagai kesatuan bentuk yang dipakai ialah

para guru bukan para guru-guru.

3. Artikula yang menominalkan. Artikula si yang menominalkan dapat


(44)

4. Interjeksi (kata seru): ialah kata yang mengungungkapkan perasaan. Macam-macam kata seru yang masih dipakai hingga sekarang ialah :

1. Kata seru asli, yaitu : ah, wah, yah, hai, o, oh, nah, dll.

2. Kata seru yang berasal dari kata-kata biasa, artinya kata seru yang berasal dari kata-kata benda atau kata-kata lain yang digunakan, contoh : celaka, masa', kasihan, dll.

3. kata seru yang berasal dari beberapa ungkapan, baik yang berasal dari ungkapan Indonesia maupun yang berasal dari ungkapan asing, yaitu : ya ampun, demi Allah, Insya Allah, dll.

5. Partikel Penegas: ialah kategori yang meliputi kata yang tidak tunduk pada perubahan bentuk dan hanya berfungsi menampilkan unsur yang diiringinya. Ada empat macam partikel penegas, yaitu: -lah, -kah, -tah & pun.

2.3. Konjungsi

2.3.1. Pengertian Konjungsi

Konjungsi yang berarti kata tugas yang menghubungkan dua satuan bahasa yang sederajat: kata dengan kata, frasa dengan frasa, atau klausa dengan klausa (Hasan Alwi, dkk., 2003: 296).

2.3.2. Konjungsi Bahasa Jepang (Setsuzokushi)


(45)

yang dipakai untuk menghubungkan atau merangkaikan kalimat dengan kalimat atau merangkaikan bagian-bagian kalimat (Isami, 1986: 157). Fungsi setsuzokushi [konjungsi] yatu:

1. Setsuzokushi dipakai untuk merangkaikan, menjajarkan atau

mengumpulkan beberapa kata. Setsuzokushi dipakai di antara kata-kata itu

2. Setsuzokushi dipakai untuk menggabungkan dua klausa atau lebih dalam

suatu kalimat, menghubungkan induk kalimat dengan anak kalimat. Setsuzokushi diapit oleh bagian-bagian kalimat yang digabungkan itu.

3. Setsuzokushi dipakai untuk menggabungkan dua kalimat, menyatakan

bahwa kalimat yang disebutkan mula-mula berhubungan dengan kalimat yang disebutkan berikutnya. Setsuzokushi diletakkan setelah titik pada kalimat pertama

Setsuzokushi tidak mengenal konjugasi atau deklinasi, termasuk kelas kata yang berdiri sendiri [jiritsugo] dan tidak mempunyai dukungan sintaksis dengan bentuk lain, tidak dapat diatur atau dihubung-hubungkan dengan kata lain dan tidak dapat membentuk kalimat tanpa sokongan kata lain. Setsuzokushi hanya berfungsi menghubungkan beberapa kata, menghubungkan dua klausa atau lebih atau menghubungkan bagian-bagian kalimat, menggabungkan kalimat dengan

kalimat. Setsuzokushi tidak dapat menjadi subjek, objek, predikat atau pun


(46)

A. Jenis-Jenis Setsuzokushi

Ada beberapa pendapat mengenai setsuzokushi ini. Ada yang membaginya menjadi lima jenis dan ada juga yang membaginya menjadi tujuh jenis. Seperti Uehara Takeshi, Terada Takanao (1984:140) dan Hirai Masao, (1989:156) membagi setsuzokushi menjadi 7 jenis yakni: heiritsu, sentaku, tenka, gyakusetsu, joken, tenkan dan setsumei.

Baik Nagayama Isami, (1986:157) maupun Murakami Motojiro tampaknya mengelompokkan jenis setsuzokushi (konjungsi) jouken, tenkan dan setsumei [yang dikemukakan oleh Uehara Takeshi, Terada Takanao dan Hirai Masao] menjadi jenis junsetsu. Pada bagian ini akan dibahas semua jenis setsuzokushi yang telah dikemukakan di atas.

1. Setsuzokushi yang menyatakan hubungan yang setara [heiritsu no

setsuzokushi]

Setsuzokushi yang dipakai untuk menyatakan hubungan setara di antaranya: oyobi [dan, serta, lagi], narabini [dan, lagipula, serta, begitu pula], mata [dan, lagi, juga, selanjutnya]. Setsuzokushi-setsuzokushi seperti ini berfungsi untuk merangkaikan, menjajarkan atau mengumpulkan beberapa kata atau kalimat yang setara sehingga menjadi satu kesatuan kalimat yang lebih besar.


(47)

2. Setsuzokushi yang menyatakan pilihan [sentaku no setsuzokushi]

Jenis setsuzokushi ini berfungsi menyatakan pilihan di antara kata-kata yang disebutkan sebelumnya dengan kata-kata yang disebutkan kemudian. Setsuzokushi yang menyatakan pilihan ini antara lain: aruiwa [atau, atau pun, boleh jadi, mungkin, barangkali, kalau tidak], soretomo [atau, kalau tidak], matawa [atau], moshikuwa [atau, atau pun] dan sebagainya.

3. Setsuzokushi yang menyatakan hubungan tambahan [tenki no setsuzokushi]

Setsuzokushi yang dipakai untuk menyatakan hubungan tambahan ini di antaranya kata-kata omake ni [tambahan, sebagai tambahan, selain itu,

lagipula], shikamo [lagipula, dan, juga, selanjutnya tambahan],

soshite/soushite [lalu, dan lagi, selanjutnya], sonoue [di samping itu, selain itu, lagipula, tambahan pula], sorekara [lalu, sesudah itu, maka, selanjutnya], sore ni [lagipula, selain itu, tambahan], nao [lagi, lagipula, selanjutnya dan lagi, demikian juga], mata [lagi, dan juga, selanjutnya tambahan, yang lain]. Setsuzokushi kelompok ini berfungsi menyatakan bahwa tindakan pertama diikuti tindakan berikutnya, benda/keadaan yang pertama diikuti benda/keadaan yang pertama diikuti benda/keadaan berikutnya. Penjelasan yang disebutkan kemudian memperkuat penjelasan yang disebutkan sebelumnya.


(48)

4. Setsuzokushi yang menyatakan hubungan yang berlawanan [gyakusetsu no setsuzokushi].

Setsuzokushi yang dipakai untuk menyatakan hubungan yang berlawanan ialah: ga [[tapi, tetapi, namun], kedo/keredo/kedomo/keredomo [tapi, tetapi, akan tetapi, meskipun, walaupun], shikashi [tetapi, walaupun demikian,

namun] soredemo [walaupun begitu, walaupun demikian, tetapi], tadashi

[tetapi, tapi], daga/desu ga [tetapi, akan tetapi, walaupun demikian], dakedo/dakeredo/desukedo/desukeredo/desukeredomo/dakeredomo

[walaupun demikian, tapi, tetapi], datte [tetapi], demo [walaupun begitu, biarpun, tetapi, akan tetapi], tokoroga [tetapi, sebaliknya, padahal, melainkan], dan sebagainya. Setsuzokushi yang termasuk kelompok ini berfungsi untuk merangkaikan beberapa kata atau kalimat dan menyatakan bahwa pernyataan yang disebutkan pertama berlawanan dengan pernyataan yang disebutkan kemudian

5. Setsuzokushi yang menyatakan hubungan sebab-akibat atau hubungan

persyaratan [jouken no setsuzokushi].

Setsuzokushi-setsuzokushi yang menyatakan hubungan sebab-akibat ini antara lain: sorede [oleh sebab itu, maka], sokode [oleh karena itu, jadi], suruto [dengan demikian, lantas], dakara/desukara [oleh karena itu, maka, karena, sehingga, jadi], shitagatte [oleh karena itu, oleh sebab itu, jadi, karena], yue ni [oleh karena itu, oleh sebab itu], soreyue [oleh sebab itu,


(49)

sedangkan kata-kata atau kalimat yang disebutkan kemudian merupakan akibat

6. Setsuzokushi yang menyatakan suatu perubahan atau peralihan [tenkan no

setsuzokushi].

Setsuzokushi-setsuzokushi yang termasuk jenis ini di antaranya: sate [kalau begitu, baik, nah, ada pun, jadi, maka, lantas], dewa [kalau begitu, maka, lalu, kemudian, jadi, baiklah], tokini [walaupun demikian,

ngomong-ngomong], tokorode [oya, ngomong-ngomong, tetapi], soredewa [kalau

begitu, jika demikian, jadi], tonikaku [namun demikian, walau bagaimanapun, pokoknya, pada umumnya, bagaimanapun juga].

7. Setsuzokushi yang menyatakan hubungan penjelasan [setsumei no

setsuzokushi]

Di dalam kelompok setsuzokushi yang menyatakan hubungan penjelasan ini terdapat kata-kata: tsumari [dengan singkat, dengan kata lain, pendek kata, alhasil, ialah, yaitu, akhirnya, yakni], sunawachi [yaitu, yakni, ialah, lalu], tatoeba [misalnya, umpamanya, seandainya], nazenara [sebab, karena], yousuruni [dengan singkat, pendek kata, pokoknya, sebenarnya], dan lain-lain. Setsuzokushi kelompik ini berfungsi merangkaikan beberapa kata atau kalimat dan menyatakan pernyataan yang disebut kemudian merupakan penjelasan atau tambahan pernyataan yang disebut sebelumnya.


(50)

2.3.3. Konjungsi Bahasa Indonesia A. Pengertian Konjungsi

Menurut Alwi, (2003 : 296) Konjungsi adalah kategori yang berfungsi untuk meluaskan satuan yang lain dalam kontruksi hipotaksis, dan selalu menghubungkan dua satuan lain atau lebih dalam kontruksi. Konjungsi menghubungkan bagian – bagian ujaran yang setataran maupun yang tidak setataran. Keanekaragaman bahasa menyebabkan beberapa konjungsi sulit dibedakan dari preposisi. Dapat juga dijelaskan bahwa Konjungsi adalah kata tugas yang menghubungkan dua klausa atau lebih. Konjungsi disebut juga dengan istilah kata sambung, kata hubung, dan kata penghubung.

Konjungsi adalah sistem semantik yang menghubungkan antarklausa dalam sebuah urutan, consequential, perbandingan, dan penambahan (Gerot dan Wignell,1994: 180). Dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia konjungsi atau konjungtor ini merupakan kata tugas yang menghubungkan dua klausa atau lebih. Menurut Tjiptaji dan Negoro (1975: 90) kata penghubung ialah kata yang menghubungkan kata dengan kata, frase dengan frase ataupun kalimat dengan kalimat. Selanjutnya, Ambary (1983: 132) kata sambung atau kata penghubung ialah kata yang bertugas menghubungkan kalimat, bagian kalimat atau kata dengan sekaligus menentukan macam hubungannya.


(51)

dengan frase, klausa dengan klausa, kalimat dengan kalimat, dan paragraf dengan paragaf.

B. Jenis Dan Fungsi Konjungsi

Dalam bahasa Indonesia konjungsi dapat dibagi atas dasar perilaku sintaktisnya seperti berikut ini, (Hasan Alwi, dkk., 2003: 296) :

1. Konjungsi Koordinatif

Konjungsi koordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua unsur atau lebih dan kedua unsur tersebut memiliki status yang sama. Selain dapat menghubungkan klausa, konjungsi ini pun dapat menghubungkan kata. Walaupun demikian, frasa yang dihasilkan bukan frasa preposisional.

2. Konjungsi Subordinatif

Konjungsi subordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua klausa atau lebih dan klausa itu tidak memiliki status sintakstis yang sama. Salah satu klausa itu merupakan anak kalimat. Konjungsi ini dapat dikelompokkan sebagai berikut ini.

(a) Konjungsi subordinatif waktu: sesudah, setelah, sebelum, sehabis, sejak, selesai, ketika, tatkala, sewaktu, sementara, sambil, seraya, selagi, selama, sehingga, sampai.

(b) Konjungsi subordinatif syarat: jika, kalau, jikalau, asal(kan), bila, manakala. (c) Konjungsi subordinatif pengandaian: andaikan, seandainya, umpamanya,


(52)

(d) Konjungsi subordinatif tujuan: agar, supaya, agar supaya, biar. (e) Konjungsi subordinatif konsesif: biarpun, meski(pun), sekalipun,

walau(pun), sungguhpun, kendati(pun), padahal.

(f) Konjungsi subordinatif kemiripan: seakan-akan, seolah-olah, sebagaimana, seperti, sebagai, laksana.

(g) Konjungsi subordinatif penyebaban: sebab, karena, oleh karena, oleh sebab. (h) Konjungsi suborfinatif pengakibatan: (se)hingga, sampai(-sampai),

maka(-nya).

(i) Konjungsi subordinatif penjelasan: bahwa. (j) Konjungsi subordinatif cara: dengan, tanpa.

3. Konjungsi Korelatif

Konjungsi korelatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua kata, frasa, atau klausa; dan kedua unsur itu memiliki status sintaktis yang sama. Konjungsi korelatif terdiri atas dua bagian yang dipisahkan oleh salah satu kata, frasa, atau klausa yang dihubungkan. Berikut ini contohnya:

baik…maupun…

tidak hanya…, tetapi juga …

bukan hanya…,melainkan juga…


(53)

apa(kah)… atau …

entah …entah …

jangankan …, … pun …

Contoh:

1. Baik anda, maupun istri anda, maupun mertua anda akan menerima cindera mata.

2. Tidak hanya kita harus setuju, tetapi kita juga harus patuh

3. Kita harus mengerjakan sedemikian rupa sehingga hasilnya benar-benar baik.

4. Konjungsi Antarkalimat

Konjungsi antar kalimat adalah konjungsi yang menghubungkan satu kalimat dengan kalimat yang lain. Karena itu konjungsi ini selalu memulai kalimat baru dan diawali dengan huruf kapital. (Hasan Alwi, dkk., 2003: 296)

1. Konjungsi yang menyatakan pertentangan dengan yang dinyatakan pada

kalimat sebelumnya, seperti biarpun demikian/begitu, sekalipun

demikian/begitu, sesungguhnya demikian/begitu, walaupun demikian/begitu, dan meskipun demikian/begitu.

Contoh : Saya tidak suka dengan cara dia berbicara. Walaupun demikian, saya harus tetap menghormatinya.


(54)

2. Konjungsi yang menyatakan lanjutan dari peristiwa atau keadaan pada kalimat sebelumnya, seperti sesudah itu, setelah itu, dan selanjutnya.

Contoh : Untuk hari ini, yang akan saya pelajari pertama adalah pelajaran Bahasa Indonesia. Setelah itu, saya akan belajar Matematika.

3. Konjungsi yang menyatakan adanya hal, peristiwa, atau keadaan lain di luar dari yang telah dinyatakan sebelumnya, seperti tambahan pula, lagi pula, dan selain itu.

Contoh : Kami menyambut tahun baru dengan kemeriahan kembang api. Selain itu, suara terompet juga ikut menambah semaraknya suasana tahun baru.

4. Konjungsi yang menyatakan kebalikan dari yang dinyatakan sebelumnya, seperti sebaliknya.

Contoh : Janganlah kita membuang sampah di sungai ini! Sebaliknya, kita harus menjaganya agar tetap bersih untuk mencegah terjadinya banjir.

5. Konjungsi yang menyatakan keadaan yang sebenarnya, seperti sesungguhnya dan bahwasanya.

Contoh : Temanku mengalami kecelakaan tadi siang. Sesungguhnya, aku


(55)

5. Konjungsi Antarparagraf

Konjungsi antarparagraf adalah konjungsi yang menghubungkan antarparagraf dan diletakkan di awal paragraf. Hubungan dengan paragraf sebelumnya didasarkan pada makna yang terkandung pada paragraf sebelumnya itu. Berikut ini contohnya.

- Adapun

- akan hal

- mengenai

- dalam pada itu

2.4. Konjungsi /-tara/ ()

Penggunaan kata kerja bentuk /-tara/ (― )

Bentuk Syarat ; Bentuk lampau biasa dari [K. Kerja / K. Sifat-i / K.Sifat-na /

K.Benda] + , ~Artinya: Kalau…, maka…

Dengan membubuhkan pada bentuk waktu lampau, terbentuklah anak kalimat

persyaratan berupa sesuatu hal atau gerakan. Ini dipakai untuk menunjukkan kedudukan, opini, permintaan, keadaan, dll dari si pembicara di bawah persyaratan tersebut.

Contohnya:

雨 ッ ニッ 行


(56)

1. Menunjukkan pengandaian dan hasilnya : jika...maka" ( menyatakan persyaratan)

例: 金 新 靴 買 .

2. Menyatakan suatu perbuatan atau keadaan yang terjadi di masa mendatang, jika suatu persyaratan telah terpenuhi

例: 時間 テ 見

(jika tidak ada waktu, saya tidak akan menonton televisi )

Note: pemakaian ~ hampir sama dengan pemakaian ~

digunakan apabila hasilnya merupakan suatu tujuan, permintaan ( perintah ) atau pertanyaan.

3. Menunjukkan urutan waktu; 4. Menunjukkan alasan

5. Menunjukkan makna sono toki (ketika itu); 6. Menunjukkan makna sono atode (setelah itu) 7. Menunjukkan penemuan (hakken).

8. Menunjukkan pengajuan suatu ide/gagasan; 9. Menunjukkan iritasi (ketidaksabaran) dan ajakan.


(57)

2.5. Konjungsi /kalau/

1. Konjungsi /Kalau/ dipakai untuk ‘menggabungkan menyatakan syarat’ digunakan dibelakang klausa yang menjadi anak kalimat pada suatu kalimat majemuk bertingkat (Chaer,1988:154).

Contoh:

- Kamu akan lulus ujian dengan baik kalau kamu belajar sungguh-sungguh dari sekarang

- Saya akan datang kalau diberi ongkos

Dimana letak klausa yang menjadi anak kalimat dan klausa yang menjadi induk kalimat dapat bertukar tempat, maka letak konjungsi /kalau/ dapat

menduduki posisi awal kalimat dan tengah kalimat.

2. Penggunaan konjungsi /kalau/ ialah untuk menggabungkan menyatakan syarat dan letak klausa yg menjadi induk kalimat dapat berada sebelum subjek,predikat, atau sebelum objek dalam sebuah kalimat.(kridalaksana ,1976:81)

Contoh:

a. Saya dapat menyelesaikan pekerjaan itu kalau kamu mau membantu dengan

baik


(58)

BAB III

ANALISIS KONTRASTIF PENGGUNAAN KONJUNGSI

/-TARA/ BAHASA JEPANG DENGAN KONJUNGSI /KALAU/

BAHASA INDONESIA

3.1. Perbedaan penggunaan konjungsi /-tara/ bahasa Jepang dengan konjungsi /kalau/ bahasa Indonesia.

1. Konjungsi /-tara/ yang menunjukkan urutan waktu.

a. 明日 朝早 起 ンッ う

Ashita no asa hayaku okiraretara, joginggu wo shiyou.

Besok pagi kalau saya bisa bangun cepat, saya bermaksud jogging. (Yokobayashi, 1988:66)

b. Kalau kamu kawin sama Aminah, mungkin kamu sudah punya anak dan

cucu.

(Bahasa Indonesia SMA kelas X, hal:93)

Analisis :

Pada kalimat diatas konjungsi /-tara/ menunjukkan urutan waktu dimana setelah apa yang diungkapkan pada klausa pertama terjadi, maka dilakukan apa yang diungkapkan pada klausa akhir. Biasanya pada klausa akhir terdapat


(59)

anak kalimat yang bisa berbentuk kata kerja, kata benda dan kata sifat, dimana kalimat dalam klausa tampil dalam bentuk sekarang atau bentuk mendatang. Penggunaan konjungsi /-tara/ disini sesuai dengan teori Yokobayashi dan Shimomura dalam Lelita (2012:13).

Sedangkan pada kalimat (b) dalam bahasa Indonesia, penggunaan konjungsi /kalau/ hanya digunakan untuk menggabungkan menyatakan syarat atau menunjukkan pengandaian, tidak ada hubungannya dengan urutan waktu dimana penggunaan konjungsi /kalau/ yang letaknya berada didepan klausa yang menjadi anak kalimat, dan letak klausa yang menjadi anak kalimat tersebut dapat berada sebelum subjek, predikat atau sebelum objek, walau demikian tidak akan mengubah makna dari kalimat tersebut. Penggunaan konjungsi /kalau/ bukan hanya bisa digabungkan dengan dengan kata kerja, kata benda, dan sifat saja tetapi semua kelas kata.

2. Penggunaan konjungsi /-tara/ yang menujukkan alasan

a. 牛乳

Tsumetai gyuunyuu wo nondara, onaka ga itakunatta Kalau minum susu yang dingin, perut akan menjadi sakit.

b. 飯 食

Gohang wo tabetara, nemukunatta. Kalau sudah makan, menjadi ngantuk. c. Kalau ada yang bertanya, silahkan !


(60)

Analisis :

Pada kalimat diatas (a) dan (b) konjungsi /-tara/ berfungsi sebagai kata penghubung dalam predikat dari anak kalimat yang menunjukkan alasan dimana

dengan membubuhkan pada kata kerja dan kata sifat bentuk lampau

terbentuklah anak kalimat berupa suatu hal atau gerakan yang menunjukkan alasan dan akan menunjukkan inti dari kalimat tersebut. Dimana klausa pertama yang menggunakan konjungsi /-tara/ menandakan anak kalimat atau kata pendahulu sedangkan klausa kedua menandakan induk kalimat atau keadaan yang menyusul berikutnya dan penggunaan konjungsi /-tara/ tersebut tidak ada hubungannya dengan masa lampau walaupun pada kalimat tersebut dipakai kata kerja bentuk lampau. Penggunaan konjungsi /-tara/ disini sesuai dengan teori (Shigeyuki Suzuki dalam lelita (2012:12) yang mengemukakan bahwa kalimat dalam klausa,tampil dalam bentuk sekarang atau bentuk mendatang.

Sedangkan penggunaan konjungsi /kalau/ pada kalimat diatas berfungsi untuk menyatakan syarat dimana penggunaannya berada didepan klausa pertama dan pada kalimat tersebut penggunaan konjungsi /kalau/ dapat di pertukar tempatkan yaitu dapat menjadi anak kalimat ataupun induk kalimat. Konjungsi /kalau/ tersebut tidak menunjukkan alasan seperti konjungsi /-tara/. Serta tidak ada perubahan bentuk lampau pada akhir kalimat. Peggunaan konjungsi /kalau/ disini sesuai dengan teori Abdul Chaer (1988:41).


(61)

3. Penggunaan konjungsi /-tara/ yang menunjukkan sono toki dan sono atode

a. う 電話 彼 旅行中

Yuube denwa wo kaketara, kare wa mada ryokouchuu datta.

Ketika saya meneleponnya tadi malam,dia masih dalam perjalanan.

b. 向 う 着 手紙 書

Mukou ni tsuitara, tegamo wo kakimasu. Setelah sampai disana, saya akan menulis surat.

c. Namun, kalau tidak di waspadai dan diantisipasi akan menimbulkan

kerugian bagi kita.

(Bahasa dan Sastra Indonesia SMA kelas XII, Hal:6)

Analisis :

Pada kalimat diatas konjungsi /-tara/ berfungsi sebagai kata penghubung dalam predikat dari anak kalimat, dimana dengan membubuhkan bentuk lampau pada kata kerja menunjukkan makna setelah apa yang di ungkapkan pada klausa pertama maka dilakukan apa yang di ungkapkan pada klausa akhir dan dengan membubuhkan bentuk lampau pada kata kerja atau kata sifat, akan menunjukkan inti dari kalimat tersebut. Kemudian penggunaan konjungsi /-tara/ tersebut akan

membentuk makna そ dan そ . Penggunaan konjungsi /-tara/

disini sesuai dengan teori Yokobayashi dan Shimomura dalam Lelita (2012:13),

Sedangkan pada kalimat bahasa Indonesia (c) penggunaan konjungsi /kalau/ berfungsi untuk menggabungkan menyatakan syarat atau menunjukkan makna pengandaian, tidak ada hubungannya dengan menunjukkan makna ketika


(62)

itu atau setelah itu. Penggunaan konjungsi /kalau/ berada didepan klausa yang menjadi anak kalimat, dan letak klausa yang menjadi anak kalimat dapat berada sebelum subjek, predikat atau sebelum objek. Penggunaan konjungsi /kalau/ bisa digabungkan dengan semua kelas kata, tidak ada perubahan bentuk lampau. Penggunaan konjungsi /kalau/ disini sesuai dengan teori Harimurti Kridalaksana.

4. Penggunaan konjungsi /-tara/ yang menunjukkan penemuan (hakken).

a. 時 わ 助 う

Moshi ano toki kimi ga inakattara, watashi wa tasukara nakattara daroo. Kalau waktu itu kamu tidak ada, mungkin aku tidak akan tertolong. b. Mereka akan masuk kalau lonceng tersebut berbunyi

(Bahasa Indonesia kelas X, hal:87)

Analisis :

Pada kalimat diatas konjungsi /-tara/ berfungsi sebagai kata penghubung

dalam predikat dari anak kalimat, dimana dengan membubuhkan pada kata

kerja bentuk lampau terbentuklah anak kalimat penemuan atau hakken berupa suatu hal atau gerakan, yaitu pada akhir kalimat terdapat kenyataan yang tidak ada hubungannya dengan maksud/kemauan si pembicara sebagai kenyataan yang terjadi dan untuk menyatakan keadaan yang berlawanan.. Dimana klausa yang menggunakan konjungsi /-tara/ pada akhir kalimat menggunakan bentuk lampau.


(63)

Sedangkan pada kalimat bahasa Indonesia (b), penggunaan konjungsi /kalau/ hanya berfungsi sebagai kata penghubung untuk menyatakan syarat yakni makna dari konjungsi tersebut ada hubungannya dengan maksud si pembicara. Dimana letak konjungsi /kalau/ dapat di pertukar tempatkan baik di depan klausa yang menjadi anak kalimat maupun induk kalimat dan tidak akan merubah maksud dari kalimat tersebut. Penggunaan konjungsi /kalau/ disini tidak ada hubungannya dengan bentuk lampau.

3.2. Persamaan penggunaan konjungsi /-tara/ bahasa Jepang dengan penggunaan konjungsi /kalau/ bahasa Indonesia.

1. Penggunaan konjungsi /-tara/ yang menunjukkan sifat pengandaian

a. Verb ⇒ 散歩

Ame ga futtara, sanposini ikimasen. Kalau turun hujan, tidak pergi jalan-jalan.

b. Adj ⇒ カメ

Yasukatara, kamera wo kaimasu. Kalau murah, saya akan beli kamera.

c. Adj ⇒ 雨 家

Amedattara, uchi ni imasu. Kalau hujan, saya akan dirumah

d. Kalau belajar dengan sunggung-sungguh kamu akan menjadi juara. e. Kalau Buku itu hilang dia akan menggantinya


(64)

Analisis :

Pada kalimat diatas (a), (b), (c) penggunaan konjungsi /-tara/ menunjukkan sifat pengandaian dipakai untuk kejadian yang sudah pasti dan hubungan antara anak kalimat dan induk kalimat saling berhubungan untuk menunjukkan makna pengandaian. Penggunaan konjungsi /-tara/ sebagai kata penghubung predikat dari anak kalimat. Selain dapat digabungkan dengan kata kerja, konjungsi /-tara/ juga

dapat di gabungkan dengan kata sifat dan , dimana keadaan yang ditandai

dengan pemakaian konjungsi /-tara/ dalam klausa pertama merupakan anak kalimat atau kata pendahulu terhadap keadaan yang dinyatakan dalam klausa kedua. Kalimat dalam klausa tampil dalam bentuk sekarang atau bentuk mendatang. Dalam hal ini, penggunaan konjungsi /-tara/ menunjukkan sifat penandaian (Suppoositional) sesuai dengan teori yang dikemukakan Alfonso dalam Lelita (2012:12).

Sama halnya dengan penggunaan konjungsi /kalau/ dimana konjungsi tersebut menunjukkan sifat pengandaian. Antara anak kalimat dan induk kalimat saling berhubungan sehingga membentuk makna pengandaian. Konjungsi /kalau/ juga dipakai sebagai kata sambung serta tidak ada hubungannya dengan bentuk lampau. Konjungsi /kalau/ juga bisa digabungkan dengan kata kerja, kata sifat dan kata benda.


(65)

2. Konjungsi /-tara/ menunjukkan syarat.

a. Verb + ― ⇒ 金

Okane ga nakattara, atarashii kutsu wo kaimasen. Kalau tidak ada uang, tidak membeli sepatu baru.

b. Adj ( ) ⇒ 家 え シャワ 浴び

Uchi he kaetara, sugu syawa- wo abimasu. Kalau pulang kerumah segera mandi

c. Adj ⇒ 方

Tsukaikata ga yasashikattara, kaimasu.

Kalau cara pakainya mudah, saya akan membelinya. d. Kalau ibu tidak pergi, saya yang akan pergi.

e. Kalau kamu rajin belajar, kamu akan menjadi juara.

Analisis :

Pada kalimat diatas konjungsi /-tara/ menunjukkan syarat maksudnya klausa kedua terjadi maka syaratnya ialah harus melakukan kalausa pertama terlebih dahulu dan membentuk makna persyaratan. Konjungsi /-tara/ berfungsi sebagai kata penghubung dalam predikat dari anak kalimat yang menunjukkan syarat dari suatu gatra dimana dengan membubuhkan /-tara/ pada kata kerja dan kata sifat terbentuklah anak kalimat persyaratan berupa suatu hal atau gerakan. Dimana klausa pertama yang menggunakan konjungsi /-tara/ menandakan anak


(66)

atau keadaan yang menyusul berikutnya dan penggunaan konjungsi /-tara/ tersebut tidak ada hubungannya dengan masa lampau walaupun pada kalimat tersebut dipakai kata kerja bentuk lampau. Penggunaan konjungsi /-tara/ disini sesuai dengan teori (Shigeyuki Suzuki dalam lelita (2012:12) yang mengemukakan bahwa kalimat dalam klausa,tampil dalam bentuk sekarang atau bentuk mendatang.

Penggunaan konjungsi /kalau/ bahasa Indonesia pada kalimat (d) dan (e) sama dengan penggunaan konjungsi /-tara/ dimana sama-sama menunjukkan syarat. Konjungsi tersebut digunakan sebagai kata penghubung dimana ketika anak kalimat selesai dilakukan maka akan terjadi induk kalimat. Konjungsi tersebut tidak ada hubungannya dengan bentuk lampau dan bisa digabungkan dengan kata kerja, kata sifat ataupun kata benda.

3. Konjungsi /-tara/ yang menunjukkan suatu ide atau gagasan.

a. Verb ⇒会社 辞

Kaisya wo yametara, inaka ni sumitai desu.

Kalau sudah berhenti bekerja, saya ingin tinggal dikampung halaman.

b. Adj ⇒ 料理 上手 ッ

Moshi tsukuta ryory ga jyojudattara, Koki ni naritai desu

Kalau sudah pandai membuat masakan, saya ingin menjadi koki


(67)

Kalau hari minggu cuacanya bagus, saya ingin bermain golf. Analisis :

Pada kalimat diatas konjungsi /-tara/ dan konjungsi /kalau/ sama-sama berfungsi sebagai kata penghubung dalam predikat dimana menunjukkan ide tau gagasan yang sudah tetap/pasti, tidak ada hubungannya dengan masa lampau atau yang akan datang, dan tidak ada hubungannya dengan asumsi/perkiraan dan hal yang sudah ditetapkan. Penggunaan masing-masing konjungsi tersebut dapat digabungkan dengan kata kerja, kata sifat dan kata benda. Penggunaan konjungsi /-tara/ disini sesuai dengan teori Alfonso (1974:659) dan Naoko Chino (2008:90) dalam Lelita.

4. Konjungsi /-tara/ yang menunjukkan ketidak sabaran atau ajakan.

a. Verb ⇒ 手紙 送 う

Kalau sudah menulis surat, mari kita kirim.

b. Adj ⇒ エア ン

Samukatara, eakong wo tsukete kudasai. Kalau sudah dingin, tolong matikan Ac nya.

c. Verb ⇒ わ 飲 う

Sigoto ga owattara. Nomini ikimasyou. Kalau sudah selesai bekerja, mari kita minum. d. Kalau satu saja cukup kenapa harus minta dua.


(68)

Analisis :

Pada kalimat diatas konjungsi /-tara/ dan konjungsi /kalau/ sama-sama berfungsi sebagai predikat kata penghubung dari anak kalimat yaitu menunjukkan ketidaksabaran atau ajakan. Dimana setelah apa yang di ungkapkan pada klausa pertama terjadi maka dilakukan apa yang di ungkapkan pada klausa akhir. Kalimat dalam klausa tampil dalam bentuk sekarang atau bentuk mendatang. Penggunaan konjungsi /-tara/ disini sesuai dengan teori Alfonso (1974:659) dan Naoko Chino (2008:90) dalam Lelita, dan penggunaan konjungsi /kalau/ sesuai dengan teori Harimurti Kridalaksana.


(69)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Perbedaan dan persamaan penggunaan konjungsi /-tara/ Bahasa Jepang dan konjungsi /kalau/ Bahasa Indonesia sangat beragam yaitu

1. Penggunaan konjungsi /-tara/ sebagai kata penghubung predikat dari anak kalimat dan dapat digabungkan dengan kata kerja, kata sifat dan kata benda.

2. Penggunaan konjungsi /-tara/ akan mengalami perubahan dari bentuk biasa menjadi bentuk lampau dimana dengan membubuhkan bentuk lampau pada kata kerja atau kata sifat, akan menunjukkan inti dari kalimat tersebut, tetapi beberapa diantaranya terkadang tidak ada hubungannya dengan bentuk lampau.

3. Penggunaan konjungsi /-tara/ dapat menunjukkan urutan waktu,

menunjukkan alasan, menunjukkan sono toki dan sono atode serta menunjukkan penemuan atau hakken.

4. Penggunaan konjungsi /kalau/ sebagai kata sambung yang menyatakan

syarat atau pengandaian dimana letak klausa yang menjadi induk kalimat dapat berada sebelum subjek, predikat atau sebelum objek. Letaknya dapat dipertukar tempatkan yaitu dapat berada pada anak kalimat ataupun induk kalimat.


(70)

5. Penggunaan konjungsi /kalau/ tidak mengalami perubahan bentuk dan tidak ada hubungannya dengan masa lampau.

6. Persamaan penggunaan konjungsi /tara/ dan konjungsi /kalau/ ialah sama-sama menunjukkan sifat pengandaian, menunjukkan syarat, menunjukkan suatu idea tau gagasan serta menunjukkan ketidaksabaran atau ajakan.

7. Perbedaan kedua konjungsi tersebut ialah penggunaan konjungsi /-tara/ dimana kata kerja dalam klausa berada dalam bentuk lampau, keadaan yang ditandai dengan pemakaian /-tara/ dalam klausa pertama merupakan pendahulu atau antecedent terhadap keadaan yang dinyatakan dalam klausa kedua atau subsequent sedangkan penggunaan konjungsi /kalau/ letak klausa yg menjadi induk kalimat dapat berada sebelum subjek,redikat, atau sebelum objek dalam sebuah kalimat.

4.2. Saran

Kontrastif penggunaan konjungsi /-tara/ Bahasa Jepang dengan konjungsi /kalau/ bukan merupakan hal yang mudah untuk dipelajari, terlebih lagi perbedaan bahasa yang membuat penelitian ini semakin sulit. Masing-masing konjungsi mempunyai perbedaan dan persamaan dalam penggunaannya. Untuk itu pembelajar bahasa Jepang sebaiknya memahami dengan baik penggunaan masing-masing konjungsi tersebut agar tidak terjadi kesalahan dalam membentuk sebuah kalimat. Serta kemampuan pembelajar Bahasa Jepang semakin meningkat, terutama dalam menginterpretasikan dan membedakan penggunaan konjungsi


(71)

/-DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 1988. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesi. Jakarta : Bhratara. 1994. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta.

2007. Kajian Bahasa (Struktur internal,pemakaian, dan pembelajaran).

Jakarta: Rineka cipta.

Depdiknas. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III. Jakarta: Balai Pustaka Fokker A A , 1980 Pengantar Sintaksis Indonesia. Jakarta : Prdanya Paramita.

Kridalaksana,Harimurti.2008. Kamus Linguistik Edisi keempat.Jakarta:PT Gramedia

Lelita Anggraini, 2012. Analisis Fungsi dan Makna Gramatikal Bentuk /-tara/ Dalam

Novel “Kuuchuu Teien” Karya Kakuta Mitsuyo. Tidak diterbitkan.

Naoko Chino, Partikel penting bahasa Jepang ; Diterjemahkan oleh Nasir Ramli; editor,

Herman Sudrajat. --Jakarta: Kesaint Blanc, 2008

Parera J D.1990, Penggunaan Preposisi dan Konjungsi Bahasa Indonesia. Ende Flores :


(1)

ANALISIS KONTRASTIF PENGGUNAAN KONJUNGSI /-TARA/ BAHASA JEPANG DENGAN KONJUNGSI /KALAU/ BAHASA

INDONESIA

Bahasa adalah milik manusia yang merupakan pembeda utama antara manusia dengan makhluk lainnya didunia ini. Bahasa digunakan sebagai alat untuk menyampaikan sesuatu ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada orang lain. Manusia menggunakan bahasa sebagai sarana komunikasi. Karena dengan bahasa tersebut manusia dapat saling berkomunikasi satu sama lain serta dapat saling berhubungan dengan negara luar, salah satunya ialah Jepang. Dimana dewasa ini Jepang merupakan negara yang sangat maju, sehingga banyak masyarakat ingin mengetahui tentang Jepang, terutama bahasanya.

Dikarena bahasa Jepang dan bahasa Indonesia bukan bahasa yang serumpun, sehingga banyak kendala yang harus dihadapi. Beberapa diantaranya ialah karena adanya transfer negatif bahasa ibu (bahasa Indonesia) ke bahasa Jepang, serta bahasa Jepang memiliki karakteristik yang unik, diantaranya:

1. Jenis huruf yang beragam ((kanji, hiragana, katakana),

2. Pola kalimat bahasa Jepang menggunakan pola S O P (Subjek, Objek, Predikat), sedangkan bahasa Indonesia menggunakan pola S P O (Subjek, Predikat, Objek), 3. Struktur frasa, bahasa Jepang berpola M D (Menerangkan Diterangkan) dan bahasa Indonesia berpola D M (Diterangkan Menerangkan),

4. Pengucapan atau pelafalannya.

Beranjak dari perbedaan-perbedaan inilah, perlu adanya upaya untuk memudahkan memahami bahasa Jepang yaitu salah satunya dengan cara analisis


(2)

linguistiknya. Analisis kontrastif ialah menguraikan oposisi atau pertentangan dengan tujuan memperlihatkan ketidaksamaan, memperbandingkan dengan jalan memperhatikan pebedaan-perbedaan.

Perbedaan dan persamaan penggunaan konjungsi /-tara/ Bahasa Jepang dan konjungsi /kalau/ Bahasa Indonesia sangat beragam yaitu :

8. Penggunaan konjungsi /-tara/ sebagai kata penghubung predikat dari anak kalimat dan dapat digabungkan dengan kata kerja, kata sifat dan kata benda.

9. Penggunaan konjungsi /-tara/ akan mengalami perubahan dari bentuk biasa menjadi bentuk lampau dimana dengan membubuhkan bentuk lampau pada kata kerja atau kata sifat, akan menunjukkan inti dari kalimat tersebut, tetapi beberapa diantaranya terkadang tidak ada hubungannya dengan bentuk lampau.

10.Penggunaan konjungsi /-tara/ dapat menunjukkan urutan waktu, menunjukkan alasan, menunjukkan sono toki dan sono atode serta menunjukkan penemuan atau hakken, sedangkan

11.Penggunaan konjungsi /kalau/ sebagai kata sambung yang menyatakan syarat atau pengandaian dimana letak klausa yang menjadi induk kalimat dapat berada sebelum subjek, predikat atau sebelum objek. Letaknya dapat dipertukar tempatkan yaitu dapat berada pada anak kalimat ataupun induk


(3)

12.Penggunaan konjungsi /kalau/ tidak mengalami perubahan bentuk dan tidak ada hubungannya dengan masa lampau dan selain dapat digabungkan dengan kata kerja, kata sifat, dan kata benda, konjungsi /kalau/ dapat digabungkan dengan semua kelas kata.

13.Persamaan penggunaan konjungsi /tara/ dan konjungsi /kalau/ ialah sama-sama menunjukkan sifat pengandaian, menunjukkan syarat, menunjukkan suatu ide atau gagasan serta menunjukkan ketidaksabaran atau ajakan


(4)

日本語 接続詞 イン ネシア語 接続詞 KALAU

比較分析

言語 世界 人間 生 物 区別 言語 人 対

意見 希望 意向 伝え 具 使 言語 人間

通信 使

そ 人間 互 様 通信 外国人 関係

一 日本 最近 日本 先進国 そ 世界 社会 日

本 特 言語 分 日本語 イン ネシア語 系 言

語 問題

例え 母語 日本語 翻訳 時 日本語 特異 カ ス

ス そ :

文字 種類 (漢字 平仮 片仮 )

日本語 文型 SOP 使 イン ネシア語 SPO 使

日本語 文頭 MD イン ネシア語 文頭 DM


(5)

色々 日本語 理解 必要 即 一 日本語言語

学上日本語 イン ネシア語 比較 分析 比較 分析 反対

説明 見 そ 比

接続詞 言葉 関係 単語 単語 文頭 文頭 文節 文節

そ わ 日本語 接続詞 使 方 分析 イン

ネシア語 文節 比 必要 主 日本語 分析 使 方

イン ネシア語 文節 "kalau" そ

従属節 述語 接続詞 使 動詞 形容詞

詞 結合

接続詞 普通形 " " 形 変わ

動詞 形容詞 " " 形 結語 文 内容 表

" " 形 関係

接続詞 期間 表 そ 時 そ 後 発見

言葉 使

kalau 接続詞 条件 推定 文 表 主節 接続詞

場所 主語 述語 対象 前 付 場所 変わ 従属節 主節


(6)

kalau 接続詞 形変わ 過去 期間 関係

動詞 形容詞 詞 使え 全部 言葉 接続詞 結合

接続詞 kalau 接続詞 仮定 条件

意見上 誘 表