Gambaran Kecernaan Pakan Ayam Broiler yang diberi Testosteron dengan Dosis Bertingkat

GAMBARAN KECERNAAN PAKAN AYAM BROILER YANG
DIBERI TESTOSTERON DENGAN DOSIS BERTINGKAT

R YUFIANDRI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Gambaran Kecernaan Pakan
Ayam Broiler yang diberi Testosteron dengan Dosis Bertingkat adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013
R Yufiandri
NIM B04080113

ABSTRAK
R YUFIANDRI. Gambaran Kecernaan Pakan Ayam Broiler yang diberi
Testosteron dengan Dosis Bertingkat. Dibimbing oleh ARYANI SISMIN S dan
ANDRIYANTO.
Testosteron merupakan salah satu hormon anabolik yang dapat memicu
pertumbuhan massa otot serta mengembangkan dan memelihara tulang.Hormon
testosteron mampu merangsang sekresi hormon lain seperti growth hormone.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penambahan hormon
testosteron dengan konsentrasi bertingkat pada ayam broiler terhadap kecernaan
pakan melalui analisis feses. Penelitian ini menggunakan dua puluh ayam broiler
berumur 14 hariyang dibagi dalam 4 grup (K, T1, T2, dan T3). K adalah
kelompok kontrol, T1, T2, dan T3 ayam broiler yang dilakukan pemberian 1, 2,
dan 4 mg testosteron. Feses yang merupakan eksresi hasil metabolisme diambil
dari setiap perlakuan untuk dilakukan analisa proksimat. Nilai kecernaan pakan
didapat dari persentasi selisih nilai analisa proksimat pakan dengan feses dibagi
nilai analisa proksimat pakan. Nilai kecernaan paling tinggi pada kadar lemak

kasar (79.20%), protein (6.37%), dan BETN (69.79%) ada pada kelompok T3.
Oleh karena itu, pemberian 4 mg testosteron dapat meningkatkan bobot badan.
Kata kunci:kecernaan, feses, hormon, proksimat, testosteron

ABSTRACT
R YUFIANDRI. Profile of Feed Digestibility in Broiler Chicken by Multilevel
Dosing of Testosterone Administration. Supervised by ARYANI SISMIN S dan
ANDRIYANTO.
Testosterone is one of the anabolic hormone that can trigger the growth of
muscle mass as well as develop and maintain bone. Testosterone hormone can
stimulate secretion of other hormones such as growth hormone. This research was
conducted to describe the administration of testosterone hormone with multilevel
concentration on broiler chicken’s feed digestibility through feces analysis.
Fourteen days of twenty broiler chickens were used in this experiment, with 4
groups (K, T1, T2, and T3). K was control groups, T1, T2, and T3 were broiler
chicken which given 1, 2, and 4 mg testosteron respectively. Feces is waste of
metabolism which can be used for proximate analysis. Feed digestibility values
was obtained from the difference percentage between the value of proximate
analysis of feed and feces which divided by the value of the proximate analysis of
feed. The highest digestibility values of fat (79.20%), protein (65.37%), and

carbohydrates (69.79%) was in T3 groups. Therefore administration of 4 mg
testosterone could increase the body weight.
Keywords: digestibility, feces, hormones, proximate, testosterone.

GAMBARAN KECERNAAN PAKAN AYAM BROILER YANG
DIBERI TESTOSTERON DENGAN DOSIS BERTINGKAT

R YUFIANDRI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Gambaran Kecernaan Pakan Ayam Broiler yang diberi Testosteron

dengan Dosis Bertingkat
Nama
: R Yufiandri
NIM
: B04080113

Disetujui oleh

Dr drh Aryani Sismin S, M.Sc
Pembimbing I

Drh Andriyanto, M.Si
Pembimbing II

Diketahui oleh

Drh Agus Setiyono, MS PhD APVet
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2012 ini ialah
Gambaran Kecernaan Pakan Ayam Broiler yang diberi Testosteron dengan Dosis
Bertingkat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr drh Aryani Sismin S, M.Sc dan
Bapak Drh Andriyanto, M.Si selaku pembimbing skripsi atas ilmu, waktu,
dukungan, motivasi, dan kesabaran yang telah diberikan selama ini. Ungkapan
terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua, kakak, dedek, dan keluarga
besar atas segala doa dan kasih sayangnya.Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada orang-orang yang mendukung dan membantu penulis dalam
menyusun skripsi:Teman sepenelitian (Regina, Vinda, dan Santa) Pak Didik, Bu
Sri, Bu Ida, Azmi, Rahmat, dan Rini yang sudah membantu dalam penelitian ini.
Pak Iyep, Pak Santoso, Kak Ronal dan Kakak-kakak mahasiswa pascasarjana yang
sudah memberikan kesempatan untuk melanjutkan penelitiannya. Fifin, Voni, Feni,
Diah, Ihsan, dan Ayu yang sudah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.
Serta teman-teman yang tidak bisa penulis cantumkan satu persatu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, September 2013
R Yufiandri

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Ayam Broiler

2

Pertumbuhan dan Konsumsi Pakan

3


Testosteron

4

Analisa Proksimat

4

METODE

5

Waktu dan Tempat

5

Alat dan Bahan

5


Persiapan Kandang

5

Persiapan Hewan

5

Pelaksanaan Penelitian

6

Metode Analisis Proksimat

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

7


Analisis Proksimat Pakan

7

Kecernaan Pakan

8

Bobot Badan

9

SIMPULAN

11

DAFTAR PUSTAKA

11


RIWAYAT HIDUP

13

DAFTAR TABEL
1 Perbandingan nilai kandungan nutrisi (%) dari analisis proksimat pakan
dan BSN
2 Rata-rata nilai kecernaan pakan (%) ayam broiler dengan pemberian
testosteron dosis bertingkat pada pengambilan 1, 2 dan 3
3 Bobot badan (g) ayam broiler dengan pemberian testosteron dosis
bertingkat

7
8
10

DAFTAR GAMBAR
1 Persentase peningkatan bobot badan (%) ayam broiler dengan
pemberian testosteron dosis bertingkat

10

PENDAHULUAN

LatarBelakang
Permintaan konsumen akan komoditi daging sebagai sumber protein hewani
saat ini cukup tinggi. Daging unggas merupakan komoditi unggul yang tepat
untuk dikembangkan sebagai suatu komoditi strategis, terutama dalam hal
pemenuhan kebutuhan nutrisi, kesehatan, dan taraf hidup masyarakat.
Perkembangan industri perunggasan di Indonesia kini tampak sudah maju
demikian pesat, namun senantiasa dihadapkan pada berbagai kendala yang juga
ikut berkembang dan semakin kompleks. Untuk mencapai kesuksesan dalam
usaha peternakan ayam ras, tidak saja diperlukan modal yang besar dan
keterampilan khusus yang memadai, tetapi juga pengelolaan maupun pemasaran
produksi yang handal (Warsito et al. 2012).
Seiring dengan laju pertumbuhan jumlah penduduk yang semakin
meningkat menyebabkan permintaan akan daging unggas juga meningkat. Hal ini
karena harganya yang masih dapat dijangkau sebagian masyarakat. Usaha
peternakan ayam merupakan pilihan yang paling tepat karena ayam broiler
memiliki pertumbuhan yang cepat, konversi pakan yang efisien dan dapat
dipotong pada usia relatif muda sehingga sirkulasi pemeliharaan lebih cepat dan
efisien serta menghasilkan daging yang berkualitas baik (Zulfanita et al. 2011).
Ayam broiler disebut juga ras pedaging, yang merupakan jenis ras unggul hasil
persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi.
Broiler merupakan ternak yang penting dalam pemenuhan kebutuhan protein
hewani masyarakat. Peternakan broiler terus mengalami peningkatan di Indonesia.
Peningkatan tersebut ditunjang dari segi pengetahuan tentang breeding, feeding,
dan manajemen. Daging unggas yang berasal dari ayam broiler diminati oleh
masyarakat secara luas karena memiliki nilai nutrisi terutama kadar protein yang
tinggi dibandingkan dengan ternak lain.
Manajemen pemeliharaan ayam broiler sudah ditingkatkan mulai dari cara
budidaya, sistem perkandangan, pengendalian penyakit ataupun pengelolaan
pascapanen. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan efisiensi pemeliharaan
broiler. Pakan merupakan faktor penentu terhadap pertumbuhan, di samping bibit
dan tata laksana pemeliharaan. Untuk memacu pertumbuhan diperlukan pakan
dengan kualitas dan kuantitas yang optimal. Kelengkapan nutrisi pakan
merupakan hal yang penting dalam penyusunan ransum. Pakan broiler yang sudah
banyak beredar di pasaran mengandung berbagai nutrisi yang disediakan sesuai
kebutuhan peternak, seperti bahan lain untuk memicu pertumbuhannya. Pakan
merupakan faktor yang paling banyak membutuhkan biaya dalam usaha
peternakan ayam pedaging, yaitu 60–70% dari seluruh biaya produksi
(Budiansyah 2010). Berbagai penelitian dilakukan untuk meningkatkan efisiensi
pakan dengan pemberian pakan yang baik dan penambahan feed
additive/supplement berupa prebiotik ataupun probiotik. Hal tersebut dilakukan
untuk meningkatkan keuntungan dari pemeliharaan broiler. Salah satu bahan yang
dapat meningkatkan bobot badan adalah hormon anabolik seperti testosteron yang
telah diketahui dapat memicu pertumbuhan masa otot serta mengembangkan dan
memelihara tulang (Soewolo 1996).

2
Penelitian ini menggunakan testosteron dengan dosis bertingkat sebagai
bahan yang diduga dapat memicu pertumbuhan. Parameter yang diukur adalah
persentase kandungan nutrisi (kadar abu, kadar lemak kasar, kadar protein kasar,
dan kadar karbohidrat) yang terdapat pada pakan dan feses, serta bobot badan
ayam percobaan. Penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai gambaran terhadap
penggunaan herbal yang juga memiliki efek androgenik seperti testosteron.
Pemanfaatan testosteron ataupun senyawa herbal tersebut juga bisa digunakan
pada ayam hias yang dituntut dalam penampilan fisik.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menerangkan pengaruh penambahan hormon
testosteron dengan konsentrasi bertingkat pada ayam broiler terhadap persentase
kecernaan pakan (kadar abu, kadar lemak kasar, kadar protein kasar, dan bahan
ekstrak tanpa nitrogen atau BETN).

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan
terhadap manfaat penambahan testosteron pada ayam broiler kepada peternak
sebagai sumber komoditi utama sumber pangan asal unggas. Selain itu, penelitian
ini juga dapat memberikan gambaran untuk penggunaan herbal yang mempunyai
efek androgenik seperti testosteron.

TINJAUAN PUSTAKA

Ayam Broiler
Ayam Broiler merupakan galur ayam hasil rekayasa teknologi yang
memiliki karakteristik ekonomi dan ciri khas pertumbuhan yang cepat sebagai
penghasil daging, Feed Convertion Rate (FCR) rendah, siap potong dalam usia
relatif muda dan menghasilkan daging yang memiliki serat yang lunak (Bell dan
Weaver 2002). Pada umumnya yang menjadi sumber daging ayam di Indonesia
adalah ayam Broiler, ayam kampung dan ayam petelur tua. Ayam Broiler adalah
ayam yang dipelihara untuk menghasilkan daging dalam jangka waktu yang relatif
singkat yaitu sekitar 5 – 6 minggu dengan bobot badan antara 1.4 – 1.6 kg per
ekor (Zulfanita et al. 2011). Ayam Broiler terdiri dari beberapa strain.Strain
merupakan sekumpulan unggas dalam suatu varietas yang di dalamnya telah
dikembangkan sifat-sifat khusus, seperti daya produksi yang tinggi, tahan
terhadap penyakit tertentu dan lain-lain. Perbedaan strain ayam berpengaruh
terhadap kebutuhan nutrisinya (Ensminger et al. 1992). MenurutFethwell (1992)
strain ayam broiler yang unggul antara lain Arbor Acroes, Anak 10 dan 2000,

3
Cobb, Hubbard, Indian River, Isa Vedette, Peterson, Pilch, Ross 1,208 PM 3, dan
Shaver Starbo.
Faktor-faktor yang mempengaruhi bobot badan ayam yaitu konsumsi
ransum termasuk bahan aditif (hormon, antibiotik dan mineral), kualitas ransum,
jenis kelamin, lama pemeliharaan dan aktivitas. Hal ini karena adanya perbedaan
kebutuhan nutrisi ayam broiler pada umur yang berbeda. Faktor genetik dan
lingkungan juga mempengaruhi laju pertumbuhan komposisi tubuh yang meliputi
distribusi bobot, komposisi kimia dan komponen karkas (Soeparno 1994).

Pertumbuhan dan Konsumsi Pakan
Kemampuan ternak untuk mengubah zat-zat nutrisi yang terdapat dalam
pakan menjadi daging, dapat dilihat dengan penambahan bobot badan.
Penambahan bobot badan merupakan salah satu kriteria untuk mengukur
pertumbuhan ternak. Kecepatan pertumbuhan dapat dilihat dengan cara
melakukan penimbangan bobot badan ternak per individu dengan berulang setiap
hari, minggu ataupun bulan. Pertumbuhan mempunyai tahap-tahap yang cepat dan
lambat, tahap cepat terjadi pada saat bibit sampai pubertas dan tahap lambat
terjadi pada saat kedewasaan tubuh telah tercapai(Bell dan Weaver 2002).
Ternak mengalami pertumbuhan secara cepat sejak lahir hingga ternak
mencapai dewasa kelamin. Pada periode ini, ternak mengalami pertumbuhan
jaringan dan otot secara cepat. Setelah mencapai dewasa kelamin, ternak akan
tetap mengalami pertumbuhan, namun kecepatan pertumbuhan semakin berkurang
sampai dengan pertumbuhan tulang dan otot berhenti. Bell dan Weaver (2002)
menyatakan bahwa pertumbuhan diawali dengan pertumbuhan tulang yang cepat
setelah pubertas, laju pertumbuhan otot menurun dan deposisi lemak mulai
meningkat.Pertumbuhan ternak dipengaruhi oleh tipe ayam, jenis kelamin,
kandungan energi dan protein dalam pakan, suhu lingkungan dan jumlah pakan
yang dikonsumsi (Wahju 1997). Menurut Zulfanita et al. (2011), pertumbuhan
juga dipengaruhi oleh galur (strain), imbangan energi dan protein pakan,
pembatasan waktu makan dan konsumsi pakan.
Energi dalam pakan ternak didapatkan dari bahan makanan makro seperti
karbohidrat, lemak, dan protein. Selain itu, sumber energi juga didapat dari bahan
makanan mikro seperti vitamin dan mineral. Karbohidrat diperlukan untuk sumber
energi utama (Irawan 2007).Lemak berfungsi sebagai sumber energi yang efisien
secara langsung dan secara potensial bila disimpan dalam jaringan adiposa.Protein
dalam pakan berfungsi untuk pertumbuhan dan perkembangan jaringan. Vitamin
terdiri dari vitamin larut dalam air (vitamin B dan C) dan vitamin larut dalam
lemak. Vitamin penting untuk fungsi jaringan tubuh secara normal, untuk
kesehatan, pemeliharaan dan pertumbuhan jaringan. Mineral diperlukan tubuh
dalam jumlah sedikit. Secara umum, mineral berfungsi memelihara kondisi ionik
dalam tubuh dan memelihara keseimbangan asam basa tubuh (Wahju 1997).
Kelebihan energi di dalam pakan terjadi bila perbandingan energi dan
protein serta vitamin dan mineral melebihi kebutuhan untuk pertumbuhan normal,
produksi dan aktivitas. Kompiang dan Supriyati (1997) berpendapat bahwa
konsumsi pakan semakin menurun dengan meningkatnya tingkat protein dan
energi. Sedangkan Smith dan Pesti (1998) menyatakan bahwa konsumsi pakan

4
dan bobot badan dipengaruhi oleh kadar protein dan strain ayam dan interaksi dari
keduanya nyata mempengaruhi bobot badan dan bobot karkas

Testosteron
Testosteron adalah hormon steroid dari kelompok androgen. Hormon
testosteron dihasilkan pada testis untuk jantan dan ovari untuk betina walaupun
sejumlah kecil hormon ini dihasilkan oleh zona retikularis korteks kelenjar
adrenal. Hormon ini merupakan hormon seks jantan utama dan merupakan steroid
anabolik. Menurut Murray et al. (1999), secara umum testosteron berfungsi untuk
diferensiasi seks, perkembangan organ seks sekunder dan struktur
perlengkapannya, metabolisme anabolik, serta perilaku pola kejantanan.
Rudiono (2005) menyatakan bahwa hormon testosteron mampu merangsang
peningkatan pengeluaran hormon lain seperti growth hormone(GH) dari
hipotalamus dengan optimal. Selanjutnya GH memacu pembentukan jaringan otot
melalui peningkatan aktifitas ribosom serta peningkatan produksi DNA oleh inti
sel. Menurut Reinecke et al. (2005), GH berpengaruh pada proses fisiologis dalam
tubuh termasuk metabolisme lemak, protein, dan karbohidrat serta pertumbuhan
tulang. Peningkatan sekresi GH akan merangsang hati untuk meningkatkan
sekresi insulin growth factor 1 (IGF 1). IGF 1 berperan sebagai regulator
pertumbuhan postnatal dengan jalan meningkatkan pertumbuhan skeletal dan
meningkatkan pertumbuhan jaringan dengan meningkatkan pembelahan sel dan
sintesis protein. Penelitian yang dilakukan oleh Soewolo (1996) menunjukkan
bahwa pemberian testosteron sebagai efek anabolik dikombinasikan dengan
latihan dan pemberian protein yang cukup, dapat menstimulus sintesis protein dan
menaikkan isi protein kontraktil otot.

Analisis Proksimat
Analisis proksimat adalah suatu metode analisis kimia untuk
mengidentifikasi kandungan zat makanan dari suatu bahan (pakan/pangan). Satu
item hasil analisa merupakan kumpulan dari beberapa zat makanan yang
mempunyai sifat yang sama.Istilah proksimat mempunyai pengertian bahwa hasil
analisis dari metode ini menunjukkan nilai mendekati. Hal ini disebabkan dalam
satu fraksi hasil analisis masih terdapat zat lain yang berbeda sifatnya dalam
jumlah yang sangat sedikit (Kamal 1998).
Menurut Supardjo (2010), analisis proksimat menggolongkan komponen
yang ada pada bahan pakan berdasarkan komposisi kimia dan fungsinya, yaitu :
air (moisture), abu (ash), protein kasar (crude protein), lemak kasar (ether
extract), serat kasar (crude fiber) dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (nitrogen free
extract). Analisis proksimat menggolongkan vitamin berdasarkan kelarutannya.
Vitamin yang larut dalam air dimasukkan ke dalam fraksi air, sedang yang larut
dalam lemak dimasukkan ke dalam lemak kasar.
Merupakan suatu keuntungan bahwa zat makanan, selain mineral dan
vitamin, tidak mempunyai sifat kimia secara individual. Zat makanan sumber
energi memiliki kandungan karbon, hidrogen dan oksigen, sedangkan protein

5
terdiri dari asam amino dan mengandung sekitar 16% nitrogen. Secara garis besar
jumlah zat makanan dapat dideterminasi dengan analisis kimia, seperti analisis
proksimat dan analisis serat. Zat makanan dapat ditentukan dengan analisis
proksimat, dan terhadap pakan berserat analisis proksimat lebih dikembangkan
lagi menjadi analisis serat (Supardjo 2010).

METODE

Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di Departemen Anatomi, Fisiologi, dan
Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Hewan
percobaan dipelihara di Kandang Hewan Coba Fakultas Kedokteran Hewan,
Institut Pertanian Bogor. Kegiatan penelitian ini dimulai dari Mei hingga Juni
2012. Hewan percobaan yang digunakan adalah ayam broiler berumur 1 hari/day
old chick (DOC) sebanyak 20 ekor. Semua ayam ditempatkan pada kandang
(indoor) sistem berkelompok.

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain syringe (1 mL dan 3
mL), alat tulis, timbangan 2 kg, dan gelas ukur.Bahan yang digunakan pada
penelitian ini, antara lain ayam DOC 20 ekor, hormon testosteron, vaksin
Newcastle Disease (ND) strain Hitchner B1, alkohol 70%, NaCl 0.9%, dan pakan
ayam komersial.
Persiapan Kandang
Sebelum pelaksanaan penelitian, kandang ayam terlebih dahulu dibersihkan,
diberi kapur, kemudian disemprot dengan disinfektan. Untuk menjaga
kenyamanan hewan coba, kandang diberi 2 buah lampu untuk pencahayaan dan
penghangat suhu ruangan. Selain itu, lantai kandang juga dilapisi sekam kering.
Kandang dibagi menjadi 4 bagian dengan tiap bagiannya diisi 5 ekor ayam.
Masing-masing bagian adalah bagian kontrol (K), perlakuan 1 (T1), perlakuan 2
(T2), dan perlakuan 3 (T3).
Persiapan Hewan
Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam berumur 1 hari
(DOC) dan dipelihara sampai dimulainya penelitian yaitu saat umur 14 hari. Pada
hari pertama, DOC diberi minum dengan campuran air gula dan multivitamin (Bio
plus). Pemberian air gula dan multivitamin bermanfaat untuk mengembalikan
keadaan fisik selama perjalanan DOC. Pemberian multivitamin dengan air
dilakukan selama 3 hari dengan dosis 0.5 g per L air. Sebelum perlakuan, pakan

6
dan minum diberikan ad libitum. Vaksinasi ND diberikan pada saat ayam berumur
5 hari dengan cara tetes mata. Masa adaptasi dilakukan selama 14 hari. Sebanyak
20 ekor ayam dengan bobot badan yang sama dibagi dalam 4 kelompok perlakuan
dan 5 ulangan. Perlakuan tersebut ialah K (kelompok ayam yang diberikan
perlakuan NaCl fisiologis sebanyak 0.1 mL) dan kelompok ayam yang diberi
testosteron dengan dosis bertingkat, yaitu T1 (perlakuan 1 dengan dosis 1 mg per
ekor yang disuntikkan sebanyak 0.05 mL), T2 (perlakuan 2 dengan dosis 2 mg per
ekor yang disuntikkan sebanyak 0.1 mL), dan T3 (perlakuan 3 dengan dosis 4 mg
per ekor yang disuntikkan sebanyak 0.2 mL).
Pelaksanaan Penelitian
Setelah ayam berumur 14 hari, ayam disuntik secara intramuscular (IM)
dengan testosteron 2 hari sekali selama 14 hari. Pada penelitian ini dilakukan
penambahan testosteron secara injeksi intramuscular dengan dosis bertingkat
pada setiap perlakuan. Sampel yang diambil untuk analisis proksimat adalah dari
feses. Pengambilan sampel dilakukan 3 kali selama penelitian, yaitu pada awal,
pertengahan, dan akhir. Pada akhir penelitian, sampel pakan dan feses di sekum
diambil sebagai pembanding nilai kandungan nutrisi.
Metode Analisis Proksimat Kandungan Nutrisi
Analisis proksimat dilakukan di Pusat Antar Universitas Bioteknologi
(PAU), Institut Pertanian Bogor. Analisis proksimat dilakukan pada pakan dan
feses. Analisis proksimat pada feses dilakukan 3 kali selama masa penelitian.
Sampel feses diambil setiap masing-masing bagian K, T1, T2, dan T3. Analisis
proksimat kandungan nutrisi yang dihitung adalah kadar abu, lemak kasar, protein
kasar, dan BETN. Metode masing-masing adalah:
Kadar abu: Sebanyak 1 g sampel ditempatkan dalam cawan porselen lalu dibakar
sampai tidak berasap, kemudian diabukan dalam tanur suhu 600ºC selama 2 jam,
lalu ditimbang.
Kadar abu =

bobot abu
bobot sampel

x 100%

Kadar lemak kasar: Sebanyak 2 g sampel disebar di atas kapas yang beralas
kertas saring dan digulung membentuk thimble, lalu dimasukkan ke dalam labu
soklet. Kemudian diekstraksi selama 6 jam, dengan pelarut lemak berupa heksan
sebanyak 150 mL. Lemak yang terekstrak kemudian dikeringkan dalam oven pada
suhu 100ºC selama 1 jam.
Kadar lemak kasar =

bobot lemak terekstrak
bobot sampel

x 100%

Kadar serat kasar: Sebanyak 1 g sampel dilarutkan dengan 100 mL H2SO4
1.25%, dipanaskan hingga mendidih lalu dilanjutkan dengan destruksi selama 30
menit. Kemudian disaring dengan kertas saring dan dengan bantuan corong
Buchner. Residu hasil saringan dibilas dengan 20–30 mL air mendidih dan 25 mL
air sebanyak 3 kali. Residu didestruksi kembali dengan NaOH 1.25% selama 30

7
menit, lalu saring sama dengan cara sebelumnya. Residu dan kertas saring
dipindahkan ke cawan porselain dan dikeringkan dalam oven 130ºC selama 2 jam.
Setelah dingin residu beserta cawan porselain ditimbang (A), lalu dimasukkan
dalam tanur 600ºC selama 30 menit, didinginkan dan ditimbang kembali (B).
Keterangan: Bobot serat kasar = W – W0
W = bobot residu residu sebelum dibakar dalam tanur
= A - (bobot kertas saring + cawan)
0
W = bobot residu setelah dibakar dalam tanur
= B – (bobot cawan)
Kadar serat kasar =

bobot serat kasar
bobot sampel

x 100%

Kadar BETN atau karbohidrat: Kadar karbohidrat total ditentukan dengan
metode carbohydrate by difference, yaitu: 100% - (kadar air + abu + protein +
lemak). Kadar protein N free menunjukkan besarnya kandungan karbohidrat yang
dapat dicerna dari suatu bahan pangan. Ditentukan dengan cara 100% - (kadar air
+ abu + lemak + protein + serat kasar).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Proksimat Pakan
Kandungan nutrisi pakan tergantung pada bahan pakan yang digunakan
dalam pakan tersebut. Kandungan nutrisi pakan dari analisis proksimat dan hasil
perhitungannya disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1

Perbandingan nilai kandungan nutrisi (%) dari analisis proksimat pakan
dan BSN
Kadar Abu

Pakan

Kadar Lemak

Kadar Protein

Kadar
Karbohidrat

Hasil

BSN

Hasil

BSN

Hasil

BSN

Hasil

BSN

4.54

Maks 8

6.57

Maks 8

17.54

Min 18

58.99

-

Sumber: Badan Standardisasi Nasional (BSN) 2006

Penelitian ini menggunakan pakan finisher sebagai sumber nutrisi yang
dibutuhkan ayam. Penggunaan pakan yang sama dari awal untuk mempermudah
dalam melihat penyerapan zat nutrisi pada tubuh ayam. Menurut Badan
Standardisasi Nasional (2006), pakan finisher memiliki kadar abu maksimal 8%,
lemak maksimal 8%, dan protein minimal 18%. Berdasarkan nilai pada pakan
yang tersedia, dapat dilihat bahwa nilai kandungan nutrisi pakan hampir
memenuhi nilai yang sudah ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI).

8
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa nilai kadar protein menurut SNI minimal adalah
18% sedangkan pada pakan nilai kadar protein 17.54%.

Kecernaan Pakan
Konsumsi pakan sangat erat kaitannya dengan laju pertumbuhan yang pada
akhirnya akan berhubungan dengan besarnya penyerapan kandungan nutrisi dari
pakan oleh tubuh. Nutrien yang tercerna didefinisikan sebagai proporsi yang tidak
diekskresikan dalam feses atau diasumsikan dapat diabsorpsi oleh hewan.
Menurut Sukaryana et al. (2011), kecernaan dapat diartikan banyaknya atau
jumlah proporsional zat-zat makanan yang ditahan atau diserap oleh tubuh. Zat
makanan yang terdapat dalam feses dianggap zat makanan yang tidak tercerna dan
tidak diperlukan kembali. Kecernaan suatu bahan pakan merupakan pencerminan
dari tinggi rendahnya nilai manfaat dari bahan pakan tersebut. Apabila
kecernaannya rendah maka nilai manfaatnya rendah pula ataupun sebaliknya
apabila kecernaannya tinggi maka nilai manfaatnya tinggi pula (Sukaryana et al.
2011).
nilai analisis proksimat pakan − nilai analisis proksimat feses
x100 %
Kecernaan pakan =
nilai analisis proksimat pakan

Nilai dari analisis proksimat pakan dan feses yang didapat digunakan untuk
mendapatkan nilai kecernaan pakan dalam persen (%). Hasil dari penggunaan
testosteron terhadap kecernaan pakan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2

Rata-rata nilai kecernaan pakan (%) ayam broiler dengan pemberian
testosterondosis bertingkat pada pengambilan 1, 2 dan 3.
Testosteron (mg)

Kadar
Abu
Kadar
Lemak
Kadar
Protein
Kadar
Karbohidrat

0 (kontrol)

1

2

4

18.58±21.39a

15.20±26.68a

29.44±13.49a

16.08±13.64a

77.02±10.40a

74.12±6.22a

73.21±13.45a

79.20±4.40a

64.60±11.91a

61.20±14.67a

60.36±14.74a

65.37±12.57a

67.72±10.88a

69.62±9.52a

69.00±9.49a

69.79±11.60a

Keterangan: Superscript huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang
nyata (p0.05).
Berdasarkan Tabel 2 yang disajikan, nilai kecernaan kadar abu menunjukkan nilai
kecernaan paling tinggi pada penambahan testosteron 2 mg per ekor. Nilai
kecernaan kadar lemak, protein, dan karbohidrat pada ayam dengan penambahan

9
testosteron 4 mg per ekor cenderung menunjukkan peningkatan dibandingkan
dengan semua perlakuan
Kadar abu pada analisis proksimat tidak memberikan nilai nutrisi yang
penting. Komponen unsur-unsur mineral dalam bahan pakan yang berasal dari
tanaman sangat bervariasi sehingga nilai abu tidak dapat dipakai sebagai indeks
untuk menentukan jumlah unsur mineral tertentu atau kombinasi unsur-unsur
yang penting. Apabila kadar abu pakan ayam broiler tinggi maka nilai mineral
terutama kalsium juga tinggi (Tillman et al. 2005). Protein merupakan nutrisi
utama yang mengandung nitrogen dan merupakan unsur utama dari jaringan dan
organ tubuh hewan dan juga senyawa nitrogen lainnya seperti asam nukleat,
enzim, hormon, vitamin, dan lain-lain. Protein dibutuhkan sebagai sumber energi
utama karena protein ini terus-menerus diperlukan dalam pakan untuk
pertumbuhan, produksi ternak, dan perbaikan jaringan yang rusak (Zulfanita et al.
2011). Lemak dalam pakan ayam broiler digunakan untuk memenuhi kebutuhan
energi pakan, mempertinggi palatabilitas, mencegah pemisahan bahan baku pakan,
menaikkan penyerapan vitamin A dan karoten, mengangkut zat nutrisi non lemak
tertentu, seperti vitamin A, D, E, dan K dan membantu penyerapan mineralmineral tertentu, seperti kalsium. Keberadaan lemak juga dapat menyebabkan
pakan menjadi cepat tengik, untuk itu perlu ditambahkan antioksidan ke dalam
pakan ayam broiler (Tillman et al. 2005).
Peningkatan kadar testosteron ini merangsang kelenjar hipofise
menyekresikan growth hormone (GH) yang berasal dari hipotalamus (Campbell et
al. 2004). Sekresi GH akan meningkatkan plasma insulin-like growth factor (IGF
1) yang diproduksi di hati. Induksi IGF 1 menstimulasi pertumbuhan anak ayam.
IGF 1 dapat meningkatkan massa otot rangka dan meningkatkan laju sintesis
protein, serta menurunkan laju degradasi protein (Tomas et al. 1998). Hal ini
dijelaskan juga pada penelitian Rudiono (2005), bahwa hormon testosteron
mampu merangsang peningkatan pengeluaran growth hormone (GH) dari
hipotalamus dengan optimal. Selanjutnya GH memacu pembentukan jaringan otot
melalui peningkatan aktifitas ribosoma serta peningkatan produksi DNA oleh inti
sel.
Peningkatan testosteron dapat meningkatkan metabolisme lemak, protein,
serta karbohidrat melalui sekresi GH dan IGF 1. Nilai kecernaan lemak, protein,
dan karbohidrat yang cenderung meningkat pada penambahan testosteron 3mg per
ekor menunjukkan bahwa penambahan testosteron dapat meningkatkan sintesis
zat tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Soewolo (1996) bahwa testosteron
dapat meningkatkan stimulasi sintesis protein.

Bobot Badan
Pertambahan bobot badan merupakan salah satu ukuran yang digunakan
untuk mengukur pertumbuhan. Bobot badan sangat dipengaruhi oleh pakan dan
feed additive yang diberikan. Hasil penelitian untuk rataan bobot badan dengan
perlakuan pemberian testosteron dengan dosis bertingkat disajikan pada Tabel 3.

10
Tabel 3

Bobot badan (g) ayam broiler dengan pemberian testosteron dosis
bertingkat
Testosteron (mg)

Hari ke-15
Hari ke-18
Hari ke-21
Hari ke-24
Hari ke-27
Keterangan:

0 (kontrol)

1

2

4

168±22.80a
246±49.30a
400±84.85a
464±100.40a
650 ± 110.00a

161 ± 24.60a
258 ± 32.71a
400 ± 48.99a
460 ± 76.15a
670 ± 56.12a

172 ± 20.50a
260 ± 37.42a
368 ± 65.73a
479 ± 41.14a
676 ± 52.25a

154 ± 25.10a
241 ± 32.48a
346 ± 77.97a
444 ± 71.27a
662 ± 64.96a

Superscript huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang
nyata pada taraf p0.05) terhadap bobot
badan. Hasil tidak berbeda nyata dimungkinkan oleh adanya kandungan nutrisi
terutama protein dalam ransum perlakuan masih dalam batas normal kebutuhan,
yaitu 18% (Warsito 2012). Pengukuran terakhir bobot badan ayam dilakukan pada
minggu ke-4. Pada penimbangan hari pertama, perlakuan 2 dengan penambahan
dosis 2 mg per ekor memiliki nilai rataan paling tinggi yang diikuti dengan
kontrol, penambahan testosteron 1 mg per ekor, dan 4 mg per ekor. Penambahan
testosteron 2 mg per ekor menghasilkan nilai rataan bobot badan paling tinggi,
diikuti penambahan 1 mg per ekor, 4 mg per ekor, dan Kontrol.
Perbedaan kenaikan persentase bobot badan dari setiap perlakuan disajikan
pada Gambar 1.
bobot badan akhir − bobot badan awal
Persentase kenaikan bobot badan =
x100 %
bobot badan awal

Nilai Peningkatan Bobot Badan (%)

70
60
50
40
30
20
10
0
15-18

18-21

21-24

24-27

Waktu Hari Ke-

Gambar 1 Persentase peningkatan bobot badan (%) ayam broiler dengan
pemberian testosteron dosis bertingkat. Kontrol
= NaCl 0.9%
0.1 mL per ekor. T1
= testosteron 1 mg per ekor. T2
=
testosteron 2 mg per ekor. T3
= testosteron 4 mg per ekor.

11
Pengukuran bobot badan pada ayam dilakukan untuk mengetahui pengaruh
penambahan testosteron dengan dosis bertingkat. Berdasarkan Gambar 1, pada
hari ke-15 sampai 18 perlakuan dengan 1 mg per ekor memiliki nilai persentase
kenaikan bobot badan paling tinggi. Pada hari ke-18 sampai 21 nilai perlakuan
yang diberikan testosteron cenderung menurun. Hari ke-21 sampai 24 perlakuan
dengan 2 mg per ekor memiliki nilai persentase kenaikan bobot badan paling
tinggi. Pada hari ke-24 sampai 27, pemberian dengan dosis 4 mg per ekor
memiliki nilai persentase kenaikan bobot badan paling tinggi. Menurut Soewolo
(1996), testosteron dapat memicu peningkatan ukuran dan kekuatan otot dengan
menstimulasi sintesis protein kontraktil otot. Hal ini sejalan dengan penelitian
Griggs et al.(1989), yaitu testosteron meningkatkan massa otot dengan
meningkatkan sintesis protein otot.

SIMPULAN

Penambahan testosteron sebagai feed additive tidak memperlihatkan
perbedaan nyata antara dosis (1, 2, dan 4 mg per ekor) yang digunakan. Pada
perlakuan dengan dosis 4 mg per ekor terlihat bahwa nilai kecernaan lemak,
protein, dan karbohidrat cenderung meningkat

DAFTAR PUSTAKA

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. SNI 01-3931-2006 tentang pakan ayam ras
pedaging masa akhir (broiler finisher). Jakarta (ID): BSN.
Bell D D, Weaver W D J. 2002. Commercial Chicken Meat and Egg Production.
5th edition. New York(UK): Springer Science and business Media Inc.
Budiansyah A. 2010. Performan ayam broiler yang diberi ransum yang
mengandung bungkil kelapa yang difermentasi ragi tape sebagai pengganti
sebagian ransum komersial. JIIP. 8(5):1-9.
Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. 2004. Biologi. Ed ke-5. Manalu W,
penerjemah. Jakarta(ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Biology.
Ensminger M E, Oldfield J E, Heinemann W W. 1992. Feeds and Nutrition. 2nd.
California(USA): Ensminger Publishing Company.
Fethwell R. 1992. Small-Scale Poultry Keeping. London(ENG): 3 Queen Square.
Griggs RC, Kingston W, Jozefowicz RF, Herr BE, Forbes G, Halliday D. 1989.
Effect of testosterone on muscle mass and muscle protein synthesis. JAppl
Physiol. 66(1):498-503.
Irawan M A. 2007. Karbohidrat. PSSPLab. 1(3): 1-4.
Kamal M. 1998. Nutrisi Ternak 1. Yogyakarta(ID): Fakultas Peternakan
Universitas Gadjah Mada.
Kompiang IP, Supriyati. 1997. Evaluasi Nilai Gizi dari Homini sebagai Pakan
Ayam Broiler. JITP. 3(3):158-164.

12
Murray R K, Granner D K, Mayes P A, andRodwell V W. 1999. Biokimia Harper.
Jakarta(ID): EGC.
Reinecke M, Björnsson B T, Dickhoff W W, McCormick S D, Navarro I, PowerD
M, Gutiérrez J. 2005. Growth Hormone and Insulin like-Growth Factor:
where we are and where to go. General and Comperative
Endocrinology.142(1): 20-24.
Rudiono D. 2005. Pengaruh hormon testosteron dan umur terhadap perkembangan
otot pada kambing kacang betina. Animal Production. 9(2): 59-66.
Smith E R, Pesti G M. 1998. Influnce of Broiler Starin Cross and Dietary Protein
on the Performance of Broiler. Poultry Sci. 77(1):276-281.
Soewolo. 1996. Pengaruh anabolik steroid terhadap pembentukan otot dan
kesehatan. Chimera. 1(2):1-12.
Sukaryana Y, Atmomarsono U, Yunianto VD, Supriyatna E. 2011. Peningkatan
nilai kecernaan protein kasar dan lemak kasar produk fermentasi campuran
bungkil inti sawit dan dedak padi pada broiler. JITP. 1(3):167-172.
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta(ID): Gadjah Mada
University Press.
Suparjo. 2010. Analisis Bahan Pakan Secara Kimiawi: Analisis Proksimat
&Analisis Serat. Jambi(ID): Laboratorium Makanan Ternak, Fakultas
Peternakan Universitas Jambi.
Tillman AD, Reksohadiprodjo SS, Prawirokusumo, Lebdosoekojo S. 2005. Ilmu
Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta(ID): Gadjah Mada Univ Pr.
Tomas FM, Pym RA, McMurtry JP, Francis GL. 1998. Insulin-like growth factor
(IGF)-I but not IGF-II promotes lean growth and feed efficiency in broiler
chickens. Sci Direct. 110(3):262-275.
Wahju J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan IV. Yogyakarta(ID): Gajah Mada
University Pr.
Warsito SH, Kaloka NG, Setyono H, Mustofa I. 2012. The using of milk powder
waste as supplement in commercial feed toward carcass and abdominal fat
percentage of male broiler. Agroveteriner. 1(1):1-6.
Zulfanita, Roisu E M, Utami D P. 2011. Pembatasan ransum berpengaruh
terhadap pertambahan bobot badan ayam broiler pada periode pertumbuhan.
Mediagro. 7(1):59-67.

13

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tembilahan pada 27 Juli 1990. Penulis merupakan
anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan R Ristian dan Kaptihas. Penulis
mengenyam pendidikan formal di SMA Negeri Plus Riau (2008).
Tahun 2008 penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan di Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Selama menjadi
mahasiswa, penulis aktif di Himpunan Minat dan Profesi (HIMPRO) Satwaliar
divisi Internal, Komunitas Seni STERIL, menjadi asisten praktikum pada mata
kuliah Pengelolaan Kesehatan Hewan dan Lingkungan tahun 2012 dan
Pengelolaan Kesehatan Ternak Tropis tahun 2013, serta menjadi panitia pada
beberapa kegiatan di lingkungan kampus.