Pengertian Hukum Pidana Umum dan Hukum Pidana Khusus. Hukum Pembuktian Umum dan Hukum Pembuktian Khusus.

Dikaji secara umum, pembuktian berasal dari kata “ bukti” yang berarti suatu hal peristiwa dan sebagainya yang cukup untuk memperlihatkan kebenaran suatu hal peristiwa tersebut. Pembuktian adalah perbuatan membuktikan. Membuktikan sama dengan memberi memperlihatkan bukti, melakukan sesuatu sebagai sesuai kebenaran, melaksanakan, menandakan, menyaksikan dan meyakinkan. Dikaji dari makna “pembuktian” adalah suatu proses, cara, perbuatan, membuktikan, usaha menunjukkan benar atau salahnya si terdakwa dalam sidang pengadilan. Dikaji dari persfektif yuridis, menurut M. Yahya Harahap pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan Undang-Undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan Undang-Undang dan mengatur mengenai alat bukti yang boleh digunakan hakim guna membuktikan kesalahan terdakwa. Pengadilan tidak boleh sesuka hati dan semena-mena membuktikan kesalahan terdakwa 32 Dilihat dari sudut sumbernya, hukum pidana dalam kodifikasi yakni KUHP dapat disebut dengan hukum pidana umum. Sedangkan hukum pidana yang bersumber pada peraturan perundang-undangan diluar KUHP dapat disebut dengan hukum pidana khusus. Hukum pidana khusus dibedakan antara yang bersumber pada peraturan perundang–undangan hukum pidana, dan perundang- undangan bukan hukum pidana. Hukum pidana khusus yang pertama misalnya .

3. Pengertian Hukum Pidana Umum dan Hukum Pidana Khusus.

32 M. Yahya Harahap dalam Lilik Mulyadi, op.cit., halaman 207. Universitas Sumatera Utara Undang-Undang Nomor: 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor: 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, sedangkan hukum pidana khusus yang disebut kedua, ialah hukum pidana yang terdapat pada semua peraturan perundang-undangan non hukum pidana, tetapi dalamnya disisipkan ketentuan hukum pidana. Misalnya dalam Undang-Undang Nomor: 14 Tahun 2001 tentang Paten yang ada pada Pasal 130-135 mengatur mengenai tindak pidana Paten. Atau dalam Undang-Undang Nomor: 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum anggota DPR, DPD dan DPRD yang disisipkan ketentuan hukum pidana Pasal 131-141. Hukum pidana khusus justru paling banyak terdapat pada peraturan perundang-undangan, bukan hukum pidana 33 a Mengenai apa yang dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah menurut hukum berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, penunjuk dan keterangan terdakwa. Keterangan saksi yang sah adalah yang dinyatakan di .

4. Hukum Pembuktian Umum dan Hukum Pembuktian Khusus.

4.1 Hukum pembuktian yang bersifat umum, terdapat dalam ketentuan hukum acara pidana KUHAP, yang mana sidang pengadilan dilakukan secara aktif oleh jaksa penuntut umum untuk menyatakan kesalahan dari terdakwa melakukan tindak pidana yang didakwakan dalam surat dakwaan dan sebaliknya terdakwa atau penasihat hukum akan berusaha untuk menyatakan dan membuktikan bahwa terdakwa tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum, apabila dijabarkan mengenai hukum pembuktian yang bersifat umum dalam KUHAP adalah : 33 Adami Chazawi, op.cit., halaman 2. Universitas Sumatera Utara sidang pengadilan dan keterangan seorang saksi tidak cukup membuktikan bahwa terdakwa bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan, tetapi keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu dengan lain sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu dan berikutnya petunjuk diperoleh dari keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa. b Adanya asas “pembuktian Undang-Undang secara negatif “ untuk menyatakan seseorang bersalah melakukan tindak pidana yaitu dengan sekurang- kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. c Mengenai nilai atau kekuatan alat bukti dalam melakukan pembuktian serta bagaimana cara menilainya yaitu dengan secara sungguh-sungguh memperhatikan persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain, persesuaian dengan alat bukti lain, alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan tertentu serta cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya, kemudian cara melakukan pembuktian, dan lain sebagainya 34 Dasar sistem pembuktian hukum acara pidana terdapat dalam pasal 183 KUHAP. Dalam doktrin, sistem ini dinamakan dengan sistem Undang-Undang . 34 Lilik Mulyadi,op.cit., halaman 166. Universitas Sumatera Utara secara terbatas negatief Wettelijk. Pihak yang membuktikan tentang kesalahan terdakwa melakukan tindak pidana yang didakwakan berada pada pihak jaksa penuntut umum. Pihak terdakwa pasif, dalam arti untuk menolak dakwaan dan membela diri adalah adalah hak dasar yang dimilikinya. Sebagaimana sifat hak, ialah fakultatif artinya boleh digunakan boleh juga tidak . Akan tetapi, bagi jaksa penuntut umum untuk membuktikan kesalahan terdakwa adalah kewajiban, bukan hak. Hasil pembuktian jaksa penuntut umum bukanlah bersifat final, karena yang menentukan pada tahap akhir dari seluruh kegiatan pembuktian ada pada kepala dan tangan hakim. Dan pada tahap akhir kegiatan pembuktian ini hakim berpijak pada ketentuan pasal 183. Ketentuan ini tentang standar pembuktian 35 “ Penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi, dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.” . 4.2 Hukum pembuktian yang bersifat khusus, dasarnya bukan semata-mata kepada ketentuan hukum acara pidana sebagaimana ketentuan Pasal 183 KUHAP. Tegasnya, ketentuan hukum pembuktian yang bersifat khusus ini terdapat dan ada pada ketentuan tindak pidana khusus di luar dari tindak pidana umum sebagaimana diatur dalam KUHAP, karena dalam tindak pidana khusus tersebut diatur mengenai ketentuan hukum pidana formal dan hukum pidana materil secara sekaligus. Misalnya, aspek ini dapat dideskripsikan dalam ketentuan Pasal 26 Undang-Undang Nomor: 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor: 20 Tahun 2001 ditentukan bahwa: 36 35 Adami Chazawi, op.cit., halaman 8. 36 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 20 Tahun 2001. . Universitas Sumatera Utara Dari ketentuan ini, tidak terdapat secara eksplisit menentukan lembaga mana yang bertugas melakukan penyidikan terhadap pelaku tindak pidana korupsi. Terlepas dari aspek tersebut di atas dengan bertitik tolak ketentuan praktik dan perundang-undangan, penyidikan terhadap perkara tindak pidana korupsi dapat dilakukan oleh pihak kepolisian dan kejaksaan 37 Hukum pidana korupsi sebagai hukum pidana yang bersumber pada Undang- Undang khusus hukum pidana, disamping memuat hukum pidana formil. Sebagaimana sifat hukum pidana formil khusus, ialah hanya mengatur hal-hal tertentu secara khusus. Sedangkan di luar khusus tadi tetap berlaku hukum pidana formil sebagaimana dalam KUHAP, kodifikasi hukum pidana formil. Pasal 26 Undang-Undang Nomor: 31 Tahun 1999 menentukan bahwa penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana korupsi, dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang. Artinya, dalam hukum pidana formil korupsi diatur hal- hal khusus tertentu saja, sedangkan secara umum tetap menurut hukum acara pidana dalam kodifikasi .

5. Hukum Pembuktian Khusus Tindak Pidana Korupsi.