stasiun yang sama, sebagai contoh pengelompokan pada satu stasiun kerja yang sulit. Sebaliknya Zoningconstraint yang positif menghendaki pengelompokan
elemen-elemen pada satu stasiun sebagai alasan untuk penggunaan peralatan yang mahal.
3.3. Metode Pengukuran Waktu
Menurut Sutalaksana 1979, pengukuran waktu ditujukan untuk mendapatkan waktu baku penyelesaian pekerjaan yaitu waktu yang dibutuhkan
secara wajar oleh seorang pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja terbaik. Ini dimaksudkan untuk menunjukkan
bahwa waktu baku yang dicari bukanlah waktu penyelesaian yang diselesaikan secara tidak wajar seperti terlalu cepat atau terlalu lambat.
Secara garis besar, metode pengukuran waktu terbagi ke dalam dua bagian, yaitu:
1. Pengukuran secara langsung
Pengukuran yang dilakukan secara langsung di tempat dimana pekerjaan yang bersangkutan dijalankan. Dua cara yang termasuk pengukuran langsung
adalah cara jam henti stopwatch time study dan sampling kerja work sampling
. 2.
Pengukuran secara tidak langsung Pengukuran secara tidak langsung merupakan pengukuran waktu tanpa harus
berada ditempat kerja yaitu dengan membaca tabel-tabel yang tersedia
Universitas Sumatera Utara
asalkan mengetahui jalannya pekerjaan melalui elemen-elemen pekerjaan atau elemen-elemen gerakan. yaitu data waktu baku dan data waktu gerakan.
Dengan salah satu cara ini, waktu penyelesaian pekerjaan yang dikerjakan dengan suatu sistem kerja tertentu dapat ditentukan. Sehingga jika pengukuran
dilakukan terhadap beberapa alternatif sistem kerja, kita dapat memilih yang terbaik dari segi waktu yaitu sistem yang membutuhkan waktu penyelesaian yang
tersingkat Sutalaksana, 1979.
3.4. Uji Keseragaman dan Kecukupan Data
Sutalaksana 1979 Pengujian ini dilakukan karena keadaan sistem yang selalu berubah mengakibatkan waktu penyelesaian yang dihasilkan sistem selalu
berubah-ubah, namun harus dalam batas kewajaran. Berikut ini langkah-langkah untuk pengujian keseragaman data:
1. Hitung rata-rata dari seluruh data pengamatan
2. Hitung stándar deviasi sebenarnya dari waktu penyelesaian
3. Tentukan batas kontrol atas dan bawah BKA dan BKB
Batas – batas kontrol merupakan batas kontrol apakah “seragam” atau tidak. Jika semua rata-rata subgroup sudah berada dalam batas kontrol, maka dapat dihitung
banyaknya pengukuran yang diperlukan dengan menggunakan rumus kecukupan data. Rumus yang digunakan adalah :
N’ = Jumlah pengamatan yang seharusnya dilaksanakan
s = Tingkat ketelitian
k = Diperoleh dari Tabel distribusi normal
Universitas Sumatera Utara
Jika tingkat kepercayaan 99 maka k = 3 Jika tingkat kepercayaan 95 maka k = 1,96 = 2
Jika tingkat kepercayaan 68 maka k = 1 x
= Waktu pengamatan N
=Jumlah pengamatan yang telah dilakukan N’N berarti data sudah representatif
Pada pengujian kecukupan data ini, jika N N maka data dinyatakan cukup dan sebaliknya jika N N maka data yang diambil belum cukup sehingga harus
melakukan penambahan jumlah data sebagai sampel.
3.4.1. Rating Factor dan Allowance
Rating factor adalah faktor yang diperoleh dengan membandingkan
kecepatan bekerja dari seorang operator dengan kecepatan kerja normal menurut ukuran penelitipengamat. Rating factor pada dasarnya digunakan untuk
menormalkan waktu kerja yang diperoleh dari pengukuran kerja akibat tempo atau kecepatan kerja operator yang berubah-ubah.
1. Jika operator dinyatakan terampil, maka rating factor akan lebih besar dari
1 Rf l. 2.
Jika operator bekerja lamban, maka rating factor akan lebih kecil dari 1 Rf l.
3. Jika operator bekerja secara normal, maka rating factornya sama dengan 1
Rf = 1. Untuk kondisi kerja dimana operasi secara penuh dilaksanakan
Universitas Sumatera Utara
oleh mesin operating atau machine time maka waktu yang diukur dianggap waktu yang normal.
Pemberian nilai rating dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya yaitu dengan Westing House System Rating. Ada 4 faktor yang dianggap menentukan
kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja yakni: 1.
Skill keterampilan adalah kemampuan untuk mengikuti cara kerja yang
ditetapkan secara psikologis. 2.
Effort usaha adalah kesungguhan yang ditunjukkan oleh pekerja atau
operator ketika melakukan pekerjaannya. 3.
Condition kondisi kerja adalah kondisi fisik lingkungannya seperti
keadaan pencahayaan, temperatur dan kebisingan ruangan. 4.
Consistency konsistensi, faktor ini perlu diperhatikan karena angka-
angka yang dicatat pada setiap pengukuran waktu tidak pernah semuanya sama.
Rating Factor faktor penyesuaian merupakan perbandingan
performansi seseorang pekerja atau individual dengan konsep normalnya. Performance rating
sudah dilakukan dengan memilih stopwatch dari data studi waktu. Jika operator dapat bekerja dalam waktu yang cepat maka waktu
yang diperlukan diatas rata-rata dari pekerja lainnya dan sebaliknya jika operator bekerja dalam waktu yang lama maka waktu yang diperlukan
dibawah rata-rata dari pekerja lainnya. Berikut ini adalah tabel dari rating factor.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.1. Rating Factor
Faktor Kelas
Lambang Penyesuaian
Keterampilan Superskill
A1 + 0,15
A2 + 0,13
Excellent B1
+ 0,11 B2
+ 0,08 Good
C1 + 0,06
C2 + 0,03
Average D
0,00 Fair
E1 - 0,05
E2 - 0,10
Poor F1
- 0,16 F2
- 0,22
Usaha Excessive
A1 + 0,13
A2 + 0,12
Excellent B1
+ 0,10 B2
+ 0,08 Good
C1 + 0,05
C2 + 0,02
Average D
0,00 Fair
E1 - 0,04
E2 - 0,08
Poor F1
- 0,12 F2
- 0,17
Kondisi Kerja
Ided A
+ 0,06 excellently
B + 0,04
Good C
+ 0,02 Average
D 0,00
Fair E
- 0,03 Poor
F - 0,07
Konsistensi Perfect
A + 0,04
Excellent B
+ 0,03 Good
C + 0,01
Average D
0,00 Fair
E - 0,02
Poor F
- 0,04
Universitas Sumatera Utara
Allowance atau kelonggaran diberikan untuk tiga hal adalah sebagai berikut:
1. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi
Kebutuhan pribadi disini antara lain berupa kegiatan seperti minum sekadarnya untuk menghilangkan rasa haus, ke kamar kecil, bercakap-cakap
dengan teman sekerja sekadar untuk menghilangkan ketegangan dalam kerja. 2.
Kelonggaran untuk menghilangkan fatique Rasa lelah tercermin dari menurunnya hasil produksi baik jumlah maupun
kualitas. Jika rasa lelah telah datang dan pekerja harus bekerja untuk menghasilkan performance normalnya, maka usaha yang dikeluarkan pekerja
lebih besar dari normal dan ini akan menambah lelah. Adapun hal-hal yang diperlukan pekerja untuk menghilangkan lelah adalah melakukan peregangan
otot, pergi keluar ruangan untuk menghilangkan lelah dan lain sebagainya. 3.
Kelonggaran untuk hambatan-hambatan yang tak terhindarkan Dalam melaksanakan pekerjaannya, pekerja tidak akan lepas dari hambatan
yang tidak dapat dihindarkan karena berada diluar kemampuan pekerja untuk mengendalikannya. Beberapa contoh keterlambatan yang tak dapat
dihindarkan antara lain menerima petunjuk dari pengawas, melakukan penyesuaian mesin, pemadaman aliran listrik oleh PLN, dan lain sebagainya.
3.4.2. Perhitungan Waktu Normal
Perhitungan waktu normal dilakukan dengan mengalikan waktu siklus rata-rata yang diperoleh dari data pengamatan dengan rating factor. Dalam
penelitian ini, penentuan rating factor yang diberikan menggunakan cara
Universitas Sumatera Utara
Westinghouse dimana penilaian dilakukan terhadap 4 faktor yang dianggap
menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja yaitu keterampilan, usaha, kondisi kerja dan konsistensi.
Rating factor = 1 + Westinghouse factor
Wn = Wt x Rf Dimana :
Wn = waktu normal
Wt = waktu terpilih waktu rata-rata setelah data seragam dan cukup
Rf = rating factor
3.4.3. Perhitungan Waktu Baku
Waktu baku penyelesaian pekerjaan adalah waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh seorang pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang
dijalankan dalam sistem kerja terbaik. Untuk menghitung waktu baku, maka digunakan rumus dibawah ini :
Waktu Baku Wb = Wn x 100100 −All
Dimana, Wb
= Waktu baku operator Wn
= Waktu normal All
= kelonggaran
Universitas Sumatera Utara
3.4. Metode
Moodie Young
Metode Moodie-Young memiliki dua tahap analisis. Fase tahap satu adalah membuat pengelompokan stasiun kerja berdasarkan matriks hubungan
antar-task, tidak dirangking seperti metode Helgeson-Birnie. Fase dua, dilakukan revisi pada hasil fase satu Nasution, 2003
Fasepertama adalah elemen pengerjaan ditempatkan pada stasiun kerja yang berurutan dalam lini perakitan dengan menggunakan aturan largest-
candidate . Aturan largest-candidate terdiri atas penempatan elemen-elemen yang
ada untuk tujuan penurunan waktu. Dari sini, bila dua elemen pengerjaan cukup untuk ditempatkan di stasiun, salah satu yang mempunyai waktu yang lebih besar
ditempatkan pertama. Setelah masing-masing elemen ditempatkan, ketersediaan elemen dipertimbangkan untuk tujuan pengurangan nilai waktu untuk penugasan
selanjutnya. Sebagai pemisalan, matriks P menunjukkan pengerjaan pendahulu masing-masing elemen dan matriks F pengerjaan pengikut untuk tiap elemen
untuk tiap prosedur penugasan. Fasekedua merupakan mencoba untuk mendistribusikan waktu nganggur
idle secara merata sama untuk tiap-tiap stasiun melalui mekanisme jual dan transfer elemen antar stasiun. Langkah-langkah pada fase dua ini adalah sebagai
berikut: a.
Menentukan dua elemen terpendek dan terpanjang dari waktu stasiun dari penyeimbangan fase satu.
b. Tentungan setengah dari perbedaan kedua nilai tujuan GOAL.
c. GOAL
= ST
max
– ST
min
2.
Universitas Sumatera Utara
d. Menentukan elemen tunggal dalam ST
max
yang lebih kecil dari kedua nilai GOAL
dan yang tidak melampaui elemen pengerjaan terdahulu. e.
Menentukan semua penukaran yang mungkin dari ST
max
dengan elemen tunggal dari ST
min
yang mereduksi ST
max
dan mendapatkan ST
min
akan lebih kecil dari 2 x GOAL.
f. Lakukan penukaran yang ditunjukkan oleh kandidat dengan perbedaan mutlak
terkecil antara kandidat tersebut dengan GOAL. g.
Bila tidak ada penukaran atau transfer yang dimungkinkan antara stasiun terbesar dan terkecil, mengusahakan penukaran antara rank pada pengerjaan
berikut: N stasiun ranking ke N memiliki jumlah waktu idle terbesar, N-1, N- 2, N-3, …, 3, 2, 1.
h. Bila penukaran masih tidak mungkin, lakukan pembatasan dengan nilai GOAL
dan ulangi langkah satu hingga enam. Ponnambalan,1999
3.4. Metode